SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  10
1
Ketidakadilan Hukum Indonesia : Sebuah Refleksi Sila Kelima Pancasila
Meilana Amrih Lestari1
Pendahuluan
Judul tulisan ini menanggapi sila kelima Pancasila “Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia”. Suatu konsepsi di dalam pengaturan serta penyelenggaraan kesejahteraan
dan keamanan di dalam kehidupan sosial. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia adalah keadilan sosial yang berkeTuhanan Yang Maha Esa yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.2 Pada sila kelima ini jelas bahwa
keadilan sosial merupakan tujuan negara yang harus diterima oleh setiap rakyat Indonesia.
Seperti diketahui bahwa istilah keadilan selalu bertentangan dengan ketidakadilan,
dimana ada konsep keadilan maka disitu ada konsep ketidakadilan. Dalam hal ini penulis
lebih cenderung menyoroti tentang ketidakadilan hukum, khususnya di Indonesia. Ukuran
ketidakadilan hukum seringkali ditafsirkan berbeda-beda. Susanto membahas sesuatu yang
tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang terkait dengan substansi yaang ada di dalamnya.
Keadilan dibenturkan dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya keadilan
tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan.3 Seringkali ketidakadilan hukum
dikaitkan dengan tidak tegaknya hukum di Indonesia. Menanggapi pemahaman seperti itu,
perlu diluruskan antara hukum dan ketidakadilan yang tejadi dalam kasus-kasus hukum.
Dewasa ini cukup banyak kasus hukum yang tidak diselesaikan secara adil, bahkan
tidak sesuai dengan prinsip, norma dan peraturan hukum di Indonesia. Bahkan tak jarang
ditemui di kalangan pemerintah Indonesia, penegak hukum memanfaatkan perannya sebagai
mafia hukum. Melihat kondisi seperti ini, tulisan ini akan membahas ketidakadilan hukum
dan beberapa kasus di Indonesia yang tidak sesuai dengan sila kelima Pancasila, yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Indonesia, dengan Pancasila harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya agar tercipta keadilan merata bagi seluruh warganya. Nilai-nilai
keadilan harusnya merupakan suatu dasar yang diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan
untuk mewujudkan tujuan negara mewujudkan kesejahteraan seluruh warga dan wilayahnya,
1 Mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis, UKSW.
2 Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer,1975, hal. 43,44.
3 Anthon F. Susanto,“Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal
Keadilan Sosial,Edisi 1 tahun 2010, hlm. 23.
2
mencerdaskan seluruh warganya.4 Indonesia, sebagai negara hukum yang ber-Pancasila harus
memenuhi tiga syarat pokok yaitu: 1) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi
manusia, 2) peradilan yang bebas, 3) legalitas dalam arti segala bentuk hukum.5 Disini akan
dibahas hubungan ketidakadilan sosial dan hukum dilihat dari Pancasila, apakah Pancasila
sebagai phylosofische grounslag masih benar-benar berlaku di masyarakat Indonesia?!
Hukum
Di dalam kepustakaan hukum, ilmu hukum dikenal dengan nama, jurisprudence, yang
berasal dari kata jus, juris, yang berarti hukum atau hak; prudensi yang artinya melihat ke
depan atau mempunyai keahlian. Secara umum jurisprudence adalah ilmu yang mempelajari
hukum.6 Menurut Brost, hukum merupakan peraturan atau norma, yaitu petunjuk atau
pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan demikian hukum bukanlah
kebiasaan. Vankan juga menuliskan dalam bukunya “Inleiding tot de rechtsweter schap”,
Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi
kepentingan manusia di dalam masyarakat. Dalam bukunya Kantorowich “The definition of
law“ mengatakan hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang mewajibkan
perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.
Mengacu pada beberapa definisi diatas, menentukan hukum sebagai suatu aturan yang
mengatur tata perilaku manusia yang berasal dari komunitas politik dan diakui mengikat
terhadap seluruh anggota masyarakat. Pandangan lain mengenai hukum juga dituliskan dalam
Kitab Amsal 29:18 yang berbunyi, “Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat.
Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum”. Di sini hukum tidak sekedar dipahami
sebagai undang-undang, melainkan tata perilaku yang mengikat. Kekuatan mengikatnya
ditentukan oleh kepatuhan, dan adanya sanksi dalam penerapannya dan keyakinan umum
terhadap kebenaran dari aturan tersebut.7 Dengan demikian, hukum berfungsi sebagai: 1) alat
pengatur tata tertib hubungan masyarakat, 2) sarana untuk mewujudkaan keadilan sosial lahir
dan batin, 3) sarana penggerak pembangunan, 4) fungsi kritis.
Di Negara Indonesia seperti diketahui bahwa tata hukum di Indonesia ialah hukum
yang berlaku sekarang di Indonesia (Ius Constitutum), berlaku disini berarti yang
memberikan akibat hukum pada peristiwa peristiwa dalam pergaulan hidup, sedangkan
4 Henny D. Koeswanti, 2014, Pancasila:Negara yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
Tisara Grafika, Salatiga, hlm. 226.
5 Ibid, hlm. 227.
6 Inge Dwisvimiar, Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika Hukum Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, Vol. 11 (3) September 2011.
7 Yakup A. Krisanto, Ketidakadilan Hukum, Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,Universitas
Kristen Satya Wacana,Vol. XVI (1), 2004, hlm. 66-87.
3
sekarang adalah menunjukkan kepada pergaulan hidup yang ada pada saat ini dan bukan
pergaulan hidup masa lampau, di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang
terdapat pada Republik Indonesia dan bukan negara lain. Tata hukum disebut juga Hukum
Positif atau Ius Constitutum, sedang hukum yang dicita-citakan adalah Ius constituendum.8
Keadilan Sosial dalam Negara Pancasila
Keadilan, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2000) berarti sifat (perbuatan,
perlakuan dsb) yang tidak berat sebelah atau tidak memihak. Sedangkan sosial merupakan
segala sesuatu yang mengenai masyarakat, kemasyarakatan atau perkumpulan dengan tujuan
kemasyarakatan (bukan dagang atau politik). Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku
dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.9 Selanjutnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia (baik yang
berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun yang di luar negeri) mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Hal ini
juga mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan
masyarakat yang berupa kehidupan jasmani dan rohani.
Penjabaran lebih dalam sila kelima dalam UUD 1945, yaitu terdapat pada:
1. Pembukaan UUD 1945 alenia kedua “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
2. Pasal 23 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
3. Pasal 27
4. Pasal 28
5. Pasal 29
6. Pasal 31
7. Pasal 33
8. Pasal 34
Hukum dan Keadilan: Sesuatu yang (Dianggap) Mustahil
Hukum hidup dalam pergaulan hidup manusia, artinya hukum itu baru dibutuhkan
dalam pergaulan hidup. Fungsinya adalah mencapai ketertiban dalam hubungan antar
manusia. Namun ada faktor lain yang terdapat pada hukum selain tata tertib yaitu keadilan,
8 Diktat PHI (Sejarah Hukum)
9 Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012
4
suatu sifat yang tidak terdapat pada ketentuan-ketentuan lainnya bertujuan untuk mencapai
tata tertib. Untuk itu hukum yang berkenaan dengan kehidupan manusia dipakai untuk
mencapai tata tertib yang di dalamnya berdasarkan keadilan.
Gagasan klasik tentang keadilan hukum dikemukakan oleh Cicero “justice inheres in
the very definition of law” (A Dictionary of The Social Science, 1969: 378). Kristianto (2004)
menuliskan bahwa keadilan bersenyawa dengan hukum.10 Di dalam hukum harus terdapat
keadilan baik yang bersifat formal maupun material. Formal berarti keadilan menuntut bahwa
hukum berlaku umum (asas legalitas), sedangkan dalam arti material dituntut agar hukum
sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat (Suseno, 1998: 81). Pengertian keadilan
hukum juga melekat dengan pemahaman kesamaan hukum. Keadilan menuntut agar semua
orang tanpa terkecuali dalam situasi dan kondisi apa pun harus diperlakukan sama (equality
before the law).
Konsep keadilan dari berbagai ide-ide dan sila kelima Pancasila jelas membahas
tentang kesetaraan sosial, namun apakah Indonesia sudah mencapai itu? Faktanya,
ketidakadilan dalam masyarakat dan perbedaan (diskriminasi) penanganan suatu perkara
yang mencolok antara si kaya dan si miskin atau si penguasa dan si rakyat jelata, sudah
menjadi gambaran yang dianggap biasa terjadi. Tentu ditinjau dari segi asas, hal ini
bertentangan dengan prinsip equality before the law, bahkan bertentangan dengan harkat dan
martabat manusia itu sendiri.11
Hukum dan Ketidakadilan: Sesuatu yang (Dianggap) Wajar dan Dibiarkan
Di Indonesia, seolah-olah hukum di-kambinghitam-kan karena adanya beberapa kasus
yang diputuskan secara tidak adil. Pemahaman masyarakat akan hukum menjadi “Hukum
tidak bisa ditegakkan!, Keputusan ini tidak adil!, Keadilan hanya milik penguasa dan orang
kaya!”. Dengan kasus-kasus hukum yang terekspos di berbagai media massa, yang diketahui
oleh publik, semakin menunjukkan bahwa keadilan di Indonesia hanya milik meraka yang
berkuasa.12 Akhirnya terjadilah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum, khususnya
masyarakat kecil. Disinilah perlu ada klarifikasi mengenai pemahaman hukum dan hal-hal
yang terkait di dalamnya. Masyarakat kecil kebanyakan diam karena takut atau tidak tahu
10 Yakup A. Krisanto, Ketidakadilan Hukum, Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,Universitas
Kristen Satya Wacana,Vol. XVI (1), 2004, hlm. 66-87.
11 Agus B. Susilo, Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat Hermeneutika Hukum: Suatu
Alternatif Solusi Terhadap Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia, Prespektif,Vol. XVI (4), September
2011.
12 Disini yang dimaksud dengan “mereka yang berkuasa” adalah aparat penegak hukum (aparat kepolisian,
kejaksaan dan hakim atau pengadilan) dan mereka yang kaya.
5
harus berbicara kepada siapa dan bagaimana. Alasan lain, mereka memiliki pengalaman
bahwa mengadukan kasusnya dirasa percuma. Tentu kepada mereka diperlukan bimbingan
agar mereka memahami hak dan kewajibannya, sehingga mereka bisa memperjuangkan hak
sebagai manusia.
Pendudukan hukum terhadap kekuasaan menimbulkan diskriminasi terhadap
golongan tertentu, seperti contoh berikut ini. Pertama, kasus yang menimpa nenek Minah
berusia 55 tahun yang terjadi pertengahan agustus 2009. Nenek Minah warga desa
Darmakraden, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah harus dihadapkan
ke Pengadilan Negeri Purrwokerto, Kabupaten Banyumas, dengan tuduhan mencuri buah
kakao (coklat) milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan 4. Nenek minah mengaku telah
memetik tiga buah kakao dari perkebunan tersebut. Tapi perbuatannya dipergoki mandor
perkebunan. Dia minta maaf sambil mengembalikan ketiga kakao itu kepada sang mandor.
Mandor melapor ke atasan dan diteruskan ke polisi. Di proses, lantas ke Kejaksaan, dan
berakhir di Pengadilan Negeri Purwokerto. Nenek Minah dijatuhi hukuman percobaan 1
bulan 15 hari. Dan sebelumnnya pun dia sudah menjalani tahanan rumah sejak 13 Oktober
sampai 1 November 2009.
Kedua, kasus ‘Sandal Jepit’’ dengan terdakwa siswa SMK di Pengadilan Negeri Palu.
Sungguh ironi, ketika seorang anak diancam hukuman lima tahun penjara akibat mencuri
sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dan Briptu Simson Sipayung, anggota
Brimob Polda Sulteng pada Mei 2011, sehingga terjadi gerakan pengumpulan 1.000 sandal
jepit di berbagai kota di Indonesia. Bahkan media asing seperti Singapura dan Washington
Post dari Amerika Serikat menyoroti sandal jepit sebagai simbol baru ketidakadilan di
Indonesia dengan berbagai judul berita seperti ‘’Indonesians Protest With Flip-
Flops’’,’’Indonesians have new symbol for injustice: sandals’’, ‘’Indonesians dump flip-flops
at police station in symbol of frustration over uneven justice’’,serta ‘’ Indonesia fight
injustice with sandals’’.13
Ketiga, kasus nenek Asyani berusia 63 tahun asal Secangan, Jatibanteng, Situbondo,
Jawa Timur. Asyani didakwa melakukan pembakalan liar 38 papan kayu jati senilai 4,3 juta
dari kawasan hutan produksi Perhutani di Jatibanteng, Situbondo dengan ancaman lima tahun
penjara. Nenek yang berprofesi sebagai tukang pijat ini mengaku bahwa kayu yang dibawa ke
bengkel kayu itu adalah peninggalan suaminya lima tahun yang lalu, dalam kasus ini tiga kali
persidangan telah dijalaninya dengan pasrah. Kayu yang dilaporkan Perhutani kepada Polsek
13 Kasus pertama dan kedua dapat dibaca lebih lanjut di http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus-
sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-kecil-425813.html
6
Jatibanteng 14 Juli tahun lalu membawa Asyani dipenjara sejak 15 Desember 2014 hingga 16
Maret 2015 dengan dijerat Pasal 12 juncto Pasal 83 Ayat 1 Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan.14
Kasus pertama, kedua dan ketiga merupakan sedikit dari banyak kasus yang dialami
oleh masyarakat kecil, dimana mereka tidak berdaya di hadapan penegak hukum. Bahkan
dapat dikatakan tiga kasus diatas merupakan gambaran hukum yang timpang dengan
masyarakat kecil sebagai korban. Bagaimana tidak, contohnya pada kasus ketiga tampak
bahwa penegak hukum kurang ada bukti yang kuat terhadap terdakwa Asyani. Pada kasus ini
juga tidak diadakan Peninjauan Kembali (PK) terkait tuduhan pencurian dua balok kayu
Perhutani. Ketidakjelasan kasus pada masyarakat kecil perlu dibongkar agak penegakkan
hukum di Indonesia berjalan dengan baik (tidak timpang). Dalam menanggapi kasus ini
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengunjungi Asyani dan meminta
jajarannya mempertimbangkan rasa keadilan dalam menegakkan hukum. Ia membuat edaran
ke seluruh jajarannya agar lebih mengutamakan pendekatan simpatik dibandingkan represif.15
Keempat, kasus penganianyaan Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang menimpa
Erwiana Sulistyaningsih, di awal tahun 2014 ramai dibicarakan. Erwiana harus dirawat secara
intensif di Rumah Sakit Sragen akibat disiksa majikkannya di Hong Kong. Ada beberapa
tanggapan yang muncul mengenai kasus ini, di satu pihak (pemerintah Hong Kong) melihat
kasus ini dianggap besar dan melalui pihak kepolisian Hong Kong ingin segara
menuntaskannya. Namun di pihak lain (pemerintah Indonesia) melihat bahwa satu kasus atau
bahkan dua kasus seperti ini dianggap kecil – disampaikan oleh Mentri Tenaga Kerja, Cak
Imin dalam dialog di twitter dengan saudari Fera. Hal ini membuat BMI marah akan
pernyataan mentri tersebut.16
Pada kasus Erwiana ini dapat dilihat cara Mentri Tenaga Kerja menanggapi suatu
kasus penganiayaan yang dialami buruh Indonesia di Hongkong. Seharusnya pihak
pemerintah menanggapi hal-hal semacam ini dengan lebih berhati-hati, apalagi berkaitan
kerjasama antar negara. Apa yang dialami Erwiana hanya sebagian kecil dari kasus-kasus
penganiaan buruh migran Indonesia. Hak rakyat harus diperjuangkan dengan tetap menjaga
hubungan yang sehat dengan pihak Negara terkait. Bagaimanapun juga, negara berkewajiban
dalam melindungi segenap warganya secara layak dan setara.
14 Harian Kompas, 17 Maret 2015.
15 Harian Kompas, 18 Maret 2015.
16 http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/17/erwiana-dan-keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat-628420.html
7
Kelima, kasus Anas Urbaningrum Mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan
pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya. Sebelumnya, hakim
pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis delapan tahun penjara. Vonis ini jauh
lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara.
Dalam kasus ini Anas terus mengajukan banding. Banding yang diajukan Anas diputuskan
pada 4 Februari 2015 oleh Pengadilan Tinggi dengan hukuman tujuh tahun penjara. Dalam
dakwaan, Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk
keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat
tahun 2010. Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek
Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek
APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai. Putusan banding juga menyatakan bahwa Anas
tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan; pengembalian aset
berupa tanah di Krapyak ke pesantren yang dipimpin oleh mertuanya (Attabik Ali);
membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS (menurut KPK, uang
tersebut senilai dengan fee proyek yang dikerjakan Grup Permai). Selain menuntut hukuman
penjara dan denda, jaksa KPK meminta hakim mencabut hak Anas untuk dipilih dalam
jabatan publik.17
Dari lima kasus diatas, timbul pertanyaan yang sangat jelas tentang bagaimana sistem
penegakkan hukum di Indonesia? Bagaimana bisa hukuman terdakwa kasus korupsi miliaran
rupiah hampir setara dengan kasus pencurian sepasang sandal dan dugaan kasus pencurian
dua balok kayu? Andai saja pada kasus pertama, kedua, dan ketiga ada pengajuaan banding
seperti kasus kelima dengan peninjauan kembali dari aparat penegak hukum. Sayangnya
masyarakat kecil (kasus pertama, kedua, ketiga) tidak sekaya dan semasyur terdakwa Anas
yang bisa mengajukan banyak banding ke pengadilan. Adanya pembelaan pun dirasa sia-sia
karena masyarakat kecil tidak tahu harus bagaimana, cenderung pasrah menjalani proses
pengadilan dan menyaksikan ketimpangan penegakkan hukum.
Pemahaman hukum dapat dikatakan bahwa hukum adalah kehendak pemegang
kekuasaan. Hukum merupakan cerminan dari keinginan penguasa (negara), dimana hukum
dapat menjadi alat legitimasi bagi setiap tindakan negara. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Machiavelli dalam The Prince, “tidak ada hukum kecuali kekuatan yang
dapat memaksakannya”. Atau sama yang dikatakan oleh Trasymachus, “hukum tidak lain
17 http://nasional.kompas.com/read/2015/02/06/18190971/Putusan.Banding.Hukuman.Anas.Lebih.Ringan.
Jadi.7.Tahun.Penjara
8
kecuali kepentingan mereka yang kuat”. Dengan demikian pandangan diatas dapat
disimpulkan bahwa pertama, hukum adalah alat kekuasaan dan dalam arti tertentu menjadi
alat pembenaran kekuasaan. Kedua, hukum merupakan kendaraan untuk kepentingan-
kepentingan mereka yang kuat (Mahfud, 1998).
Aparat penegak hukum sebagai faktor penentu terwujudnya keadilan dan ketertiban
harus mulai dibenahi. Political will atau kehendak politik menjadi dasar bagi keadilan
hukum. Dimulai dari atas, pembenahan itu dilakukan sebagai langkah prioritas. Artinya mulai
dari pimpinan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif (Presiden, Mahkamah Agung,
Jaksa Agung dan Kapolri) harus dilakukan upaya „bersih- bersih‟. Diharapkan dengan
langkah seperti itu akan terjadi trickle down effect, curahan menurun sehingga muncul
budaya malu di kalangan aparat penegak hukum di bawahnya.
Dalam Krisanto 2004, Putusan hakim dalam kasus-kasus korupsi sama sekali tidak
mendukung keinginan bangsa ini untuk memberantas korupsi. Vonis hakim yang
menghukum terdakwa, tapi tidak memerintahkan yang dihukum masuk penjara tampaknya
menjadi model penyelesaian kasus korupsi lewat pengadilan. Telah terjadi “perselingkuhan
hukum” antara hakim dan hukum (baca: undang-undang), bahwa apabila melihat kebiasaan
dan kepatutan yang dipraktikkan pada setiap kasus, apabila vonis hakim sudah dijatuhkan dan
terdakwa dinyatakan bersalah, maka akan selalu diikuti dengan proses pemenjaraan. Apa
yang membedakan antara kasus korupsi dengan street crimes sehingga hakim dalam
menjatuhkan putusan dapat berbeda? Ketua Muda Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah
Agung, Mariadi Sutadi, berpendapat bahwa “kewenangan untuk menetapkan seseorang perlu
dihukum atau tidak sepenuhnya ada pada hakim yang mengadili”. Berdasarkan Pasal 21 ayat
1 KUHAP, hakim dapat memerin-tahkan menahan seseorang jika ada kekuatiran si terdakwa
akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidananya. “Jika
tidak khawatir, ya tidak perlu ditahan”, katanya.
Fakta menunjukkan bahwa seorang terpidana BLBI, David Nusa Widjaya dapat
melarikan diri karena putus-an (vonis) hakim tidak memerintahkan terpidana langsung masuk
penjara. Hakim melihat bahwa tidak cukup bukti bahwa terpidana akan menghilangkan
barang bukti, mengulangi perbuatannya atau melarikan diri. Hak apa yang melekat pada diri
hakim untuk menilai watak atau sifat seseorang, bahwa seseorang tidak akan melarikan diri?
Atau pertanyaan yang dapat diajukan, apakah apabila terdakwa maling dua balok kayu seperti
yang didakwakan pada Asyani, putusan hakim akan sama dengan putusan terhadap David
Nusa Widjaya?
9
Hukum memang selalu berkaitan dengan yang menegakkkan. Tergantung siapa dan
bagaimana orang yang menegakkan. Dari sini dapat diluruskan bahwa terkait keadilan, bukan
hukumnya yang tidak tegak atau adil, namun penegakkanya.
PENUTUP
Hukum berpotensi untuk menjadi tidak adil, tetapi perlu diusahakan agar keadilan
dapat diwujudnyatakan. Solusi konkretnya pertama, menjadi tugas pembuat hukum untuk
memimalisasikan ketidakadilan hukum. Kedua, perlunya konsistensi penegakan hukum bagi
aparat penegak hukum yang terbukti melakukan “perselingkuhan hukum” dalam bentuk
korupsi. Ketiga, menjadi tanggung jawab bersama warga negara dalam menjaga ketertiban
hukum dengan ikut mengawasi pelaksanaannya dan mengkritisi penyelewengannya. Solusi
lain “apabila setiap manusia menggunakan hati nurani dalam setiap pekerjaanya, maka akan
tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial”.
REFERENSI:
Asyani Gambaran Proses Hukum yang Timpang. Harian Kompas, 17 Maret 2015.
Diktat PHI (Sejarah Hukum)
Dwisvimiar, Inge. 2011. Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 11 (3) September. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 2012. Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI.
Harian Kompas, 18 Maret 2015.
http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus-sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-
bagi-masyarakat-kecil-425813.html.
http://nasional.kompas.com/read/2015/02/06/18190971/Putusan.Banding.Hukuman.Anas.Leb
ih.Ringan. Jadi.7.Tahun.Penjara
http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/17/erwiana-dan-keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat-
628420.html
Koeswanti, Henny D. 2014. Pancasila: Negara yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Salatiga: Tisara Grafika.
Krisanto, Yakup A. 2004. Ketidakadilan Hukum. Kritis: Jurnal Studi Pembangunan
Interdisiplin, Vol. XVI (1). Universitas Kristen Satya Wacana,.
Notonagoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bina Aksara.
Susanto, Anthon F. 2010. “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan
Dekonstruktif)”. Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1.
10
Susilo, Agus B. 2011. Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat
Hermeneutika Hukum: Suatu Alternatif Solusi Terhadap Problematika Penegakan
Hukum Di Indonesia. Prespektif, Vol. XVI (4) September.

Contenu connexe

Tendances

Pancasila Sebagai Dasar Negara ppt
Pancasila Sebagai Dasar Negara pptPancasila Sebagai Dasar Negara ppt
Pancasila Sebagai Dasar Negara ppt
Aisyah Turidho
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
Rika Mouri
 
Ppt pancasila sebagai etika politik
Ppt pancasila sebagai etika politikPpt pancasila sebagai etika politik
Ppt pancasila sebagai etika politik
Suci Lintiasri
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukum
Ega Jalaludin
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
HIMA KS FISIP UNPAD
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Mochammad Ridwan
 

Tendances (20)

Pancasila dasar pengembangan ilmu
Pancasila dasar pengembangan ilmuPancasila dasar pengembangan ilmu
Pancasila dasar pengembangan ilmu
 
Pancasila Sebagai Dasar Negara ppt
Pancasila Sebagai Dasar Negara pptPancasila Sebagai Dasar Negara ppt
Pancasila Sebagai Dasar Negara ppt
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem Etika
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
 
Ppt pancasila sebagai etika politik
Ppt pancasila sebagai etika politikPpt pancasila sebagai etika politik
Ppt pancasila sebagai etika politik
 
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
 
Makalah peradilan pajak
Makalah peradilan pajakMakalah peradilan pajak
Makalah peradilan pajak
 
Makalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi HukumMakalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi Hukum
 
Sistem konstitusi
Sistem konstitusiSistem konstitusi
Sistem konstitusi
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukum
 
epistemologi
epistemologiepistemologi
epistemologi
 
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan IlmuPancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika
 
Sumber hukum
Sumber hukumSumber hukum
Sumber hukum
 
Filsafat Umum - Epistemologi
Filsafat Umum - EpistemologiFilsafat Umum - Epistemologi
Filsafat Umum - Epistemologi
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
 

Similaire à Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila

Materi pkn kelas 10
Materi pkn kelas 10Materi pkn kelas 10
Materi pkn kelas 10
Aisyah Nisa
 
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukumPancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Rizki Ramadhan
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasional
Ahmad Solihin
 
Bab iii-keterbukaan-keadilan
Bab iii-keterbukaan-keadilanBab iii-keterbukaan-keadilan
Bab iii-keterbukaan-keadilan
Rezz Jb
 

Similaire à Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila (20)

BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
 
Negara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionalNegara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasional
 
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMKHak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptPancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
 
233938998.pdf
233938998.pdf233938998.pdf
233938998.pdf
 
Realitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan HukumRealitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan Hukum
 
Materi pkn kelas 10
Materi pkn kelas 10Materi pkn kelas 10
Materi pkn kelas 10
 
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukumPancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Bab vii penegakan hk hasil
Bab vii penegakan hk  hasilBab vii penegakan hk  hasil
Bab vii penegakan hk hasil
 
Ppt roniiiiiiyyyy
Ppt roniiiiiiyyyyPpt roniiiiiiyyyy
Ppt roniiiiiiyyyy
 
Isi makalah santi
Isi makalah santiIsi makalah santi
Isi makalah santi
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasional
 
Ppt ppkn
Ppt ppknPpt ppkn
Ppt ppkn
 
Rule of Law
Rule of LawRule of Law
Rule of Law
 
Bab iii-keterbukaan-keadilan
Bab iii-keterbukaan-keadilanBab iii-keterbukaan-keadilan
Bab iii-keterbukaan-keadilan
 
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusiaP 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
 
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusiaP 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
P 8 9 pkn negara hukum dan hak azasi manusia
 

Dernier

UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
muhammadrezza14
 

Dernier (9)

BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 

Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila

  • 1. 1 Ketidakadilan Hukum Indonesia : Sebuah Refleksi Sila Kelima Pancasila Meilana Amrih Lestari1 Pendahuluan Judul tulisan ini menanggapi sila kelima Pancasila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Suatu konsepsi di dalam pengaturan serta penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan di dalam kehidupan sosial. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan sosial yang berkeTuhanan Yang Maha Esa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.2 Pada sila kelima ini jelas bahwa keadilan sosial merupakan tujuan negara yang harus diterima oleh setiap rakyat Indonesia. Seperti diketahui bahwa istilah keadilan selalu bertentangan dengan ketidakadilan, dimana ada konsep keadilan maka disitu ada konsep ketidakadilan. Dalam hal ini penulis lebih cenderung menyoroti tentang ketidakadilan hukum, khususnya di Indonesia. Ukuran ketidakadilan hukum seringkali ditafsirkan berbeda-beda. Susanto membahas sesuatu yang tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang terkait dengan substansi yaang ada di dalamnya. Keadilan dibenturkan dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya keadilan tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan.3 Seringkali ketidakadilan hukum dikaitkan dengan tidak tegaknya hukum di Indonesia. Menanggapi pemahaman seperti itu, perlu diluruskan antara hukum dan ketidakadilan yang tejadi dalam kasus-kasus hukum. Dewasa ini cukup banyak kasus hukum yang tidak diselesaikan secara adil, bahkan tidak sesuai dengan prinsip, norma dan peraturan hukum di Indonesia. Bahkan tak jarang ditemui di kalangan pemerintah Indonesia, penegak hukum memanfaatkan perannya sebagai mafia hukum. Melihat kondisi seperti ini, tulisan ini akan membahas ketidakadilan hukum dan beberapa kasus di Indonesia yang tidak sesuai dengan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Indonesia, dengan Pancasila harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar tercipta keadilan merata bagi seluruh warganya. Nilai-nilai keadilan harusnya merupakan suatu dasar yang diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara mewujudkan kesejahteraan seluruh warga dan wilayahnya, 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis, UKSW. 2 Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer,1975, hal. 43,44. 3 Anthon F. Susanto,“Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan Sosial,Edisi 1 tahun 2010, hlm. 23.
  • 2. 2 mencerdaskan seluruh warganya.4 Indonesia, sebagai negara hukum yang ber-Pancasila harus memenuhi tiga syarat pokok yaitu: 1) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, 2) peradilan yang bebas, 3) legalitas dalam arti segala bentuk hukum.5 Disini akan dibahas hubungan ketidakadilan sosial dan hukum dilihat dari Pancasila, apakah Pancasila sebagai phylosofische grounslag masih benar-benar berlaku di masyarakat Indonesia?! Hukum Di dalam kepustakaan hukum, ilmu hukum dikenal dengan nama, jurisprudence, yang berasal dari kata jus, juris, yang berarti hukum atau hak; prudensi yang artinya melihat ke depan atau mempunyai keahlian. Secara umum jurisprudence adalah ilmu yang mempelajari hukum.6 Menurut Brost, hukum merupakan peraturan atau norma, yaitu petunjuk atau pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan demikian hukum bukanlah kebiasaan. Vankan juga menuliskan dalam bukunya “Inleiding tot de rechtsweter schap”, Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Dalam bukunya Kantorowich “The definition of law“ mengatakan hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan. Mengacu pada beberapa definisi diatas, menentukan hukum sebagai suatu aturan yang mengatur tata perilaku manusia yang berasal dari komunitas politik dan diakui mengikat terhadap seluruh anggota masyarakat. Pandangan lain mengenai hukum juga dituliskan dalam Kitab Amsal 29:18 yang berbunyi, “Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum”. Di sini hukum tidak sekedar dipahami sebagai undang-undang, melainkan tata perilaku yang mengikat. Kekuatan mengikatnya ditentukan oleh kepatuhan, dan adanya sanksi dalam penerapannya dan keyakinan umum terhadap kebenaran dari aturan tersebut.7 Dengan demikian, hukum berfungsi sebagai: 1) alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat, 2) sarana untuk mewujudkaan keadilan sosial lahir dan batin, 3) sarana penggerak pembangunan, 4) fungsi kritis. Di Negara Indonesia seperti diketahui bahwa tata hukum di Indonesia ialah hukum yang berlaku sekarang di Indonesia (Ius Constitutum), berlaku disini berarti yang memberikan akibat hukum pada peristiwa peristiwa dalam pergaulan hidup, sedangkan 4 Henny D. Koeswanti, 2014, Pancasila:Negara yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Tisara Grafika, Salatiga, hlm. 226. 5 Ibid, hlm. 227. 6 Inge Dwisvimiar, Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Vol. 11 (3) September 2011. 7 Yakup A. Krisanto, Ketidakadilan Hukum, Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,Universitas Kristen Satya Wacana,Vol. XVI (1), 2004, hlm. 66-87.
  • 3. 3 sekarang adalah menunjukkan kepada pergaulan hidup yang ada pada saat ini dan bukan pergaulan hidup masa lampau, di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang terdapat pada Republik Indonesia dan bukan negara lain. Tata hukum disebut juga Hukum Positif atau Ius Constitutum, sedang hukum yang dicita-citakan adalah Ius constituendum.8 Keadilan Sosial dalam Negara Pancasila Keadilan, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2000) berarti sifat (perbuatan, perlakuan dsb) yang tidak berat sebelah atau tidak memihak. Sedangkan sosial merupakan segala sesuatu yang mengenai masyarakat, kemasyarakatan atau perkumpulan dengan tujuan kemasyarakatan (bukan dagang atau politik). Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.9 Selanjutnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia (baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun yang di luar negeri) mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Hal ini juga mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat yang berupa kehidupan jasmani dan rohani. Penjabaran lebih dalam sila kelima dalam UUD 1945, yaitu terdapat pada: 1. Pembukaan UUD 1945 alenia kedua “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. 2. Pasal 23 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 3. Pasal 27 4. Pasal 28 5. Pasal 29 6. Pasal 31 7. Pasal 33 8. Pasal 34 Hukum dan Keadilan: Sesuatu yang (Dianggap) Mustahil Hukum hidup dalam pergaulan hidup manusia, artinya hukum itu baru dibutuhkan dalam pergaulan hidup. Fungsinya adalah mencapai ketertiban dalam hubungan antar manusia. Namun ada faktor lain yang terdapat pada hukum selain tata tertib yaitu keadilan, 8 Diktat PHI (Sejarah Hukum) 9 Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012
  • 4. 4 suatu sifat yang tidak terdapat pada ketentuan-ketentuan lainnya bertujuan untuk mencapai tata tertib. Untuk itu hukum yang berkenaan dengan kehidupan manusia dipakai untuk mencapai tata tertib yang di dalamnya berdasarkan keadilan. Gagasan klasik tentang keadilan hukum dikemukakan oleh Cicero “justice inheres in the very definition of law” (A Dictionary of The Social Science, 1969: 378). Kristianto (2004) menuliskan bahwa keadilan bersenyawa dengan hukum.10 Di dalam hukum harus terdapat keadilan baik yang bersifat formal maupun material. Formal berarti keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum (asas legalitas), sedangkan dalam arti material dituntut agar hukum sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat (Suseno, 1998: 81). Pengertian keadilan hukum juga melekat dengan pemahaman kesamaan hukum. Keadilan menuntut agar semua orang tanpa terkecuali dalam situasi dan kondisi apa pun harus diperlakukan sama (equality before the law). Konsep keadilan dari berbagai ide-ide dan sila kelima Pancasila jelas membahas tentang kesetaraan sosial, namun apakah Indonesia sudah mencapai itu? Faktanya, ketidakadilan dalam masyarakat dan perbedaan (diskriminasi) penanganan suatu perkara yang mencolok antara si kaya dan si miskin atau si penguasa dan si rakyat jelata, sudah menjadi gambaran yang dianggap biasa terjadi. Tentu ditinjau dari segi asas, hal ini bertentangan dengan prinsip equality before the law, bahkan bertentangan dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.11 Hukum dan Ketidakadilan: Sesuatu yang (Dianggap) Wajar dan Dibiarkan Di Indonesia, seolah-olah hukum di-kambinghitam-kan karena adanya beberapa kasus yang diputuskan secara tidak adil. Pemahaman masyarakat akan hukum menjadi “Hukum tidak bisa ditegakkan!, Keputusan ini tidak adil!, Keadilan hanya milik penguasa dan orang kaya!”. Dengan kasus-kasus hukum yang terekspos di berbagai media massa, yang diketahui oleh publik, semakin menunjukkan bahwa keadilan di Indonesia hanya milik meraka yang berkuasa.12 Akhirnya terjadilah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum, khususnya masyarakat kecil. Disinilah perlu ada klarifikasi mengenai pemahaman hukum dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Masyarakat kecil kebanyakan diam karena takut atau tidak tahu 10 Yakup A. Krisanto, Ketidakadilan Hukum, Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,Universitas Kristen Satya Wacana,Vol. XVI (1), 2004, hlm. 66-87. 11 Agus B. Susilo, Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat Hermeneutika Hukum: Suatu Alternatif Solusi Terhadap Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia, Prespektif,Vol. XVI (4), September 2011. 12 Disini yang dimaksud dengan “mereka yang berkuasa” adalah aparat penegak hukum (aparat kepolisian, kejaksaan dan hakim atau pengadilan) dan mereka yang kaya.
  • 5. 5 harus berbicara kepada siapa dan bagaimana. Alasan lain, mereka memiliki pengalaman bahwa mengadukan kasusnya dirasa percuma. Tentu kepada mereka diperlukan bimbingan agar mereka memahami hak dan kewajibannya, sehingga mereka bisa memperjuangkan hak sebagai manusia. Pendudukan hukum terhadap kekuasaan menimbulkan diskriminasi terhadap golongan tertentu, seperti contoh berikut ini. Pertama, kasus yang menimpa nenek Minah berusia 55 tahun yang terjadi pertengahan agustus 2009. Nenek Minah warga desa Darmakraden, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah harus dihadapkan ke Pengadilan Negeri Purrwokerto, Kabupaten Banyumas, dengan tuduhan mencuri buah kakao (coklat) milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan 4. Nenek minah mengaku telah memetik tiga buah kakao dari perkebunan tersebut. Tapi perbuatannya dipergoki mandor perkebunan. Dia minta maaf sambil mengembalikan ketiga kakao itu kepada sang mandor. Mandor melapor ke atasan dan diteruskan ke polisi. Di proses, lantas ke Kejaksaan, dan berakhir di Pengadilan Negeri Purwokerto. Nenek Minah dijatuhi hukuman percobaan 1 bulan 15 hari. Dan sebelumnnya pun dia sudah menjalani tahanan rumah sejak 13 Oktober sampai 1 November 2009. Kedua, kasus ‘Sandal Jepit’’ dengan terdakwa siswa SMK di Pengadilan Negeri Palu. Sungguh ironi, ketika seorang anak diancam hukuman lima tahun penjara akibat mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dan Briptu Simson Sipayung, anggota Brimob Polda Sulteng pada Mei 2011, sehingga terjadi gerakan pengumpulan 1.000 sandal jepit di berbagai kota di Indonesia. Bahkan media asing seperti Singapura dan Washington Post dari Amerika Serikat menyoroti sandal jepit sebagai simbol baru ketidakadilan di Indonesia dengan berbagai judul berita seperti ‘’Indonesians Protest With Flip- Flops’’,’’Indonesians have new symbol for injustice: sandals’’, ‘’Indonesians dump flip-flops at police station in symbol of frustration over uneven justice’’,serta ‘’ Indonesia fight injustice with sandals’’.13 Ketiga, kasus nenek Asyani berusia 63 tahun asal Secangan, Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur. Asyani didakwa melakukan pembakalan liar 38 papan kayu jati senilai 4,3 juta dari kawasan hutan produksi Perhutani di Jatibanteng, Situbondo dengan ancaman lima tahun penjara. Nenek yang berprofesi sebagai tukang pijat ini mengaku bahwa kayu yang dibawa ke bengkel kayu itu adalah peninggalan suaminya lima tahun yang lalu, dalam kasus ini tiga kali persidangan telah dijalaninya dengan pasrah. Kayu yang dilaporkan Perhutani kepada Polsek 13 Kasus pertama dan kedua dapat dibaca lebih lanjut di http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus- sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-kecil-425813.html
  • 6. 6 Jatibanteng 14 Juli tahun lalu membawa Asyani dipenjara sejak 15 Desember 2014 hingga 16 Maret 2015 dengan dijerat Pasal 12 juncto Pasal 83 Ayat 1 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.14 Kasus pertama, kedua dan ketiga merupakan sedikit dari banyak kasus yang dialami oleh masyarakat kecil, dimana mereka tidak berdaya di hadapan penegak hukum. Bahkan dapat dikatakan tiga kasus diatas merupakan gambaran hukum yang timpang dengan masyarakat kecil sebagai korban. Bagaimana tidak, contohnya pada kasus ketiga tampak bahwa penegak hukum kurang ada bukti yang kuat terhadap terdakwa Asyani. Pada kasus ini juga tidak diadakan Peninjauan Kembali (PK) terkait tuduhan pencurian dua balok kayu Perhutani. Ketidakjelasan kasus pada masyarakat kecil perlu dibongkar agak penegakkan hukum di Indonesia berjalan dengan baik (tidak timpang). Dalam menanggapi kasus ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengunjungi Asyani dan meminta jajarannya mempertimbangkan rasa keadilan dalam menegakkan hukum. Ia membuat edaran ke seluruh jajarannya agar lebih mengutamakan pendekatan simpatik dibandingkan represif.15 Keempat, kasus penganianyaan Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang menimpa Erwiana Sulistyaningsih, di awal tahun 2014 ramai dibicarakan. Erwiana harus dirawat secara intensif di Rumah Sakit Sragen akibat disiksa majikkannya di Hong Kong. Ada beberapa tanggapan yang muncul mengenai kasus ini, di satu pihak (pemerintah Hong Kong) melihat kasus ini dianggap besar dan melalui pihak kepolisian Hong Kong ingin segara menuntaskannya. Namun di pihak lain (pemerintah Indonesia) melihat bahwa satu kasus atau bahkan dua kasus seperti ini dianggap kecil – disampaikan oleh Mentri Tenaga Kerja, Cak Imin dalam dialog di twitter dengan saudari Fera. Hal ini membuat BMI marah akan pernyataan mentri tersebut.16 Pada kasus Erwiana ini dapat dilihat cara Mentri Tenaga Kerja menanggapi suatu kasus penganiayaan yang dialami buruh Indonesia di Hongkong. Seharusnya pihak pemerintah menanggapi hal-hal semacam ini dengan lebih berhati-hati, apalagi berkaitan kerjasama antar negara. Apa yang dialami Erwiana hanya sebagian kecil dari kasus-kasus penganiaan buruh migran Indonesia. Hak rakyat harus diperjuangkan dengan tetap menjaga hubungan yang sehat dengan pihak Negara terkait. Bagaimanapun juga, negara berkewajiban dalam melindungi segenap warganya secara layak dan setara. 14 Harian Kompas, 17 Maret 2015. 15 Harian Kompas, 18 Maret 2015. 16 http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/17/erwiana-dan-keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat-628420.html
  • 7. 7 Kelima, kasus Anas Urbaningrum Mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya. Sebelumnya, hakim pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis delapan tahun penjara. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Dalam kasus ini Anas terus mengajukan banding. Banding yang diajukan Anas diputuskan pada 4 Februari 2015 oleh Pengadilan Tinggi dengan hukuman tujuh tahun penjara. Dalam dakwaan, Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat tahun 2010. Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai. Putusan banding juga menyatakan bahwa Anas tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan; pengembalian aset berupa tanah di Krapyak ke pesantren yang dipimpin oleh mertuanya (Attabik Ali); membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS (menurut KPK, uang tersebut senilai dengan fee proyek yang dikerjakan Grup Permai). Selain menuntut hukuman penjara dan denda, jaksa KPK meminta hakim mencabut hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.17 Dari lima kasus diatas, timbul pertanyaan yang sangat jelas tentang bagaimana sistem penegakkan hukum di Indonesia? Bagaimana bisa hukuman terdakwa kasus korupsi miliaran rupiah hampir setara dengan kasus pencurian sepasang sandal dan dugaan kasus pencurian dua balok kayu? Andai saja pada kasus pertama, kedua, dan ketiga ada pengajuaan banding seperti kasus kelima dengan peninjauan kembali dari aparat penegak hukum. Sayangnya masyarakat kecil (kasus pertama, kedua, ketiga) tidak sekaya dan semasyur terdakwa Anas yang bisa mengajukan banyak banding ke pengadilan. Adanya pembelaan pun dirasa sia-sia karena masyarakat kecil tidak tahu harus bagaimana, cenderung pasrah menjalani proses pengadilan dan menyaksikan ketimpangan penegakkan hukum. Pemahaman hukum dapat dikatakan bahwa hukum adalah kehendak pemegang kekuasaan. Hukum merupakan cerminan dari keinginan penguasa (negara), dimana hukum dapat menjadi alat legitimasi bagi setiap tindakan negara. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Machiavelli dalam The Prince, “tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksakannya”. Atau sama yang dikatakan oleh Trasymachus, “hukum tidak lain 17 http://nasional.kompas.com/read/2015/02/06/18190971/Putusan.Banding.Hukuman.Anas.Lebih.Ringan. Jadi.7.Tahun.Penjara
  • 8. 8 kecuali kepentingan mereka yang kuat”. Dengan demikian pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum adalah alat kekuasaan dan dalam arti tertentu menjadi alat pembenaran kekuasaan. Kedua, hukum merupakan kendaraan untuk kepentingan- kepentingan mereka yang kuat (Mahfud, 1998). Aparat penegak hukum sebagai faktor penentu terwujudnya keadilan dan ketertiban harus mulai dibenahi. Political will atau kehendak politik menjadi dasar bagi keadilan hukum. Dimulai dari atas, pembenahan itu dilakukan sebagai langkah prioritas. Artinya mulai dari pimpinan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif (Presiden, Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Kapolri) harus dilakukan upaya „bersih- bersih‟. Diharapkan dengan langkah seperti itu akan terjadi trickle down effect, curahan menurun sehingga muncul budaya malu di kalangan aparat penegak hukum di bawahnya. Dalam Krisanto 2004, Putusan hakim dalam kasus-kasus korupsi sama sekali tidak mendukung keinginan bangsa ini untuk memberantas korupsi. Vonis hakim yang menghukum terdakwa, tapi tidak memerintahkan yang dihukum masuk penjara tampaknya menjadi model penyelesaian kasus korupsi lewat pengadilan. Telah terjadi “perselingkuhan hukum” antara hakim dan hukum (baca: undang-undang), bahwa apabila melihat kebiasaan dan kepatutan yang dipraktikkan pada setiap kasus, apabila vonis hakim sudah dijatuhkan dan terdakwa dinyatakan bersalah, maka akan selalu diikuti dengan proses pemenjaraan. Apa yang membedakan antara kasus korupsi dengan street crimes sehingga hakim dalam menjatuhkan putusan dapat berbeda? Ketua Muda Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung, Mariadi Sutadi, berpendapat bahwa “kewenangan untuk menetapkan seseorang perlu dihukum atau tidak sepenuhnya ada pada hakim yang mengadili”. Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 KUHAP, hakim dapat memerin-tahkan menahan seseorang jika ada kekuatiran si terdakwa akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidananya. “Jika tidak khawatir, ya tidak perlu ditahan”, katanya. Fakta menunjukkan bahwa seorang terpidana BLBI, David Nusa Widjaya dapat melarikan diri karena putus-an (vonis) hakim tidak memerintahkan terpidana langsung masuk penjara. Hakim melihat bahwa tidak cukup bukti bahwa terpidana akan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatannya atau melarikan diri. Hak apa yang melekat pada diri hakim untuk menilai watak atau sifat seseorang, bahwa seseorang tidak akan melarikan diri? Atau pertanyaan yang dapat diajukan, apakah apabila terdakwa maling dua balok kayu seperti yang didakwakan pada Asyani, putusan hakim akan sama dengan putusan terhadap David Nusa Widjaya?
  • 9. 9 Hukum memang selalu berkaitan dengan yang menegakkkan. Tergantung siapa dan bagaimana orang yang menegakkan. Dari sini dapat diluruskan bahwa terkait keadilan, bukan hukumnya yang tidak tegak atau adil, namun penegakkanya. PENUTUP Hukum berpotensi untuk menjadi tidak adil, tetapi perlu diusahakan agar keadilan dapat diwujudnyatakan. Solusi konkretnya pertama, menjadi tugas pembuat hukum untuk memimalisasikan ketidakadilan hukum. Kedua, perlunya konsistensi penegakan hukum bagi aparat penegak hukum yang terbukti melakukan “perselingkuhan hukum” dalam bentuk korupsi. Ketiga, menjadi tanggung jawab bersama warga negara dalam menjaga ketertiban hukum dengan ikut mengawasi pelaksanaannya dan mengkritisi penyelewengannya. Solusi lain “apabila setiap manusia menggunakan hati nurani dalam setiap pekerjaanya, maka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial”. REFERENSI: Asyani Gambaran Proses Hukum yang Timpang. Harian Kompas, 17 Maret 2015. Diktat PHI (Sejarah Hukum) Dwisvimiar, Inge. 2011. Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 (3) September. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 2012. Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI. Harian Kompas, 18 Maret 2015. http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus-sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan- bagi-masyarakat-kecil-425813.html. http://nasional.kompas.com/read/2015/02/06/18190971/Putusan.Banding.Hukuman.Anas.Leb ih.Ringan. Jadi.7.Tahun.Penjara http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/17/erwiana-dan-keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat- 628420.html Koeswanti, Henny D. 2014. Pancasila: Negara yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Salatiga: Tisara Grafika. Krisanto, Yakup A. 2004. Ketidakadilan Hukum. Kritis: Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Vol. XVI (1). Universitas Kristen Satya Wacana,. Notonagoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bina Aksara. Susanto, Anthon F. 2010. “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”. Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1.
  • 10. 10 Susilo, Agus B. 2011. Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat Hermeneutika Hukum: Suatu Alternatif Solusi Terhadap Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia. Prespektif, Vol. XVI (4) September.