1. Memelihara Keikhlasan
Keikhlasan adakah sesuatu yang bisa tumbuh pada diri
seseorang karena upaya optimal dari setiap orang ketika dirinya mampu
menjaga keutuhan niatnya dalam melakukan tindakan apa pun, dan
‘tiba-tiba’ bisa sirna dari diri seseorang tanpa terduga. Oleh karenanya,
Allah dan Rasul-Nya selalu mengingatkan agar setiap orang bisa
menjaga diri agar tetap menjadi orang yang ikhlas dengan cara
memelihara diri dari sikap-sikap yang bisa melunturkan niatnya.
Allah SWT berfirman:
َ ِّ ُ هَّ ا ُ ِلْل نيِ َ َ ا
ا اوا مللاا أم لراواا إالا نيِنيعب لداواا اللللا مخنيِصللنينا ل لها ال لدَنين
َ
ُ َ ا ُ نيِ ا ُ نيِ هَّ ل َ ِلْ ا ُ ا
ُ هَّ َ َ نيِ َ نيِ ا
ا حنافاءا َ َنيقنيماواا الصةالةا َ َنيؤتاواا الزةاكاةا اوا ذلكا دَنيللن
ُ هَّ َ اوا ا ُ ِلْ ا
ُ ا ُ َ َ اوا ا ُ نيِ ا
ِِلْقِّ َ ني
ال َنيمة
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus [Lurus berarti jauh dari syirik (memersekutukan
Allah) dan jauh dari kesesatan], dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus." (QS al-Bayyinah/98: 5).
Dalam ayat lainnya Allah berfirman:
ِّ ُ ا ُ ِلْ َ َ َ َِّ نيِ ِلْ نيِ ِلْ نيِ َ َ نيِ ا ُ ِلْ ا ُج َ ا ُ ِلْ نيِ َ ا
ا قلا أمرا ربللب يا بالقسلطا اوأقنيملاواا او ا ُللاوهكما عنلدا ةاكلل
ْ َ ِلْ نيِ و ٍ َ ِلْ ا ُ ا ُ ا ُ ِلْنيِ نيِ َ َ ا ُ ِّ َ َ َ َ َ َ ا ُ ِل
ا مسللجدا اوادعللاوها مخلصللنينا لللها الللدَنينا ةاكمللاا بللدأةاكم
َ ُ َ ا ُ ا
ا ا تعاوداون
"Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan
(katakanlah):
"Luruskanlah
muka
(diri)mu
[Maksudnya:
tumpahkanlah perhatianmu kepada shalat itu dan pusatkanlah
perhatianmu semata-mata kepada Allah] di setiap shalat dan
sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.
sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian
pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (QS al-A’raf/7: 29).
Para Mufassir (Pakar Tafsir) menjelaskan, bahwa yang dimaksud
dengan kata ‘lurus’ adalah menghindari perbuatan syirik (menyekutukan
Allah SWT dalam segala bentuknya dan terhindar dari penyimpangan
sekecil apa pun).
Kewajiban menjaga keikhlasan dalam beribadah kepada Allah
SWT ditegaskan berulang-ulang di dalam al-Quran. Bahkan, surah ke-112
1
2. dari al-Quran dinamai dengan al-Ikhlâsh (memurnikan keesaan Allah),
yang secara fisik surah al-Ikhlâsh itu hanya terdiri atas empat ayat
pendek, namun kandungannya sangat panjang dan luar biasa.
Rasulullah s.a.w. bersabda,
ُ ْعَ ْعَ مَّ ُزِ ُّ ْعَمَّ مَّ ْعَْعَ ِجْ ُزِ ْعَ ْعَ مَّ ْعَ ُزِ ِجْ ْعَ ُزِ ُزِ ْعَ ْعَ ِجْ ُزِ أ
أ قبالأ النبيأ صلا ىأ اللججأ عليجهأ وسجلمأ لصجحبابهأ أيعججز
َْع
ُ أ
ْْعَ ْعَ أ ُ أ ُ ِجْ ْعَ ِجْ ْعَ ِجْ ْعَْعَ أ ُأ ُ ْعَ ِجْ أ ُ ِجْ ُزِ ُزِ ْعَ ِجْْعَ ف ٍ ْعَ ْعَ مَّ ْعَُزِ ْعَ ْعَْعَ ِجْ ُزِ ِج
أ أحدكمأ أنأ يقرأأ ثلثأ القرنآنأ فيأ ليلةأ فشقأ ذلكأ عليهم
ُ ْعَ ْعَ أ ُ ْعَ ُّ ْعَ أ ُ ُزِ أ ُ ْعَُزِ ْعَ ْعَ ْعَ أ ُ ْعَ مَّ ْعَ ْعَ ْعَ مَّ ِجْ ْعَ ُزِ أ
أ وقبالواأ أينباأ يطيقأ ذلكأ يباأ رسولأ اللأ فقبالأ اللأ الواحججد
ُ أ
ُِز
ِمَّ ْعَ أ ُ أ ُأ ُ أ ُ ِجْ أ ُ ِجْ ُز
الصمدأ ثلثأ القرنآن
“Nabi s.a.w. pernah bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah
salah seorang dari kalian tidak mampu bila ia membaca sepertiga
dari al-Quran pada setiap malamnya?" Dan ternyata para sahabat
merasa kesulitan, seraya berkata, "Siapakah di antara kami yang
mampu melakukan hal itu wahai Rasulullah?" Maka beliau pun
bersabda: "allâhul wâhid ash-shamad (maksudnya surat al-ikhlâsh)
nilainya adalah sepertiga al-Quran." (HR al-Bukhari dari Abu
Sa’id al-Khudriy r.a., Shahîh al-Bukhâriy, VI/233, hadits no.
5015)
Dalam riwayat Muslim, dinyatakan:
-أ عنأ أبا ىأ الدرداءأ عنأ النبا ىأ -صلا ىأ اللأ عليهأ وسججلم
ِّ ِْعَ ِجْ ْعَ ُزِ مَّ ِجْ ْعَ ُزِ ْعَ ُزِ مَّ ُز
.« أ قبالأ »أيعجزأ أحدكمأ أنأ يقرأأ فا ىأ ليلةأ ثلثأ القرنآنأ
ِْعَ ْعَ ْعَ ْعَ ِجْ ُزِ أ ُ ْعَ ْعَ أ ُ أ ُ ِجْ ْعَ ِجْ ْعَ ِجْ ْعَْعَ ُزِ ْعَ ِجْْعَ ف ٍ أ ُأ ُ ْعَ ِجْ أ ُ ِجْ ُز
أ قبالواأ وكيفأ يقرأأ ثلثأ القجرنآنأ قججبالأ »أ )قجلأ هجوأ اللج
ُ أ
َّْعَ أ ُ ْعَ ْعَ ِجْ ْعَ ْعَ ِجْ ْعَأ ُ أ ُأ ُ ْعَ ِجْ أ ُ ِجْ ُزِ ْعَ ْعَ أ ُ ِجْ أ ُ ْعَ م
ِْعَ ْعَ (ٌ ْعَ ِجْ ُزِ أ ُ أ ُأ ُ ْعَ ِجْ أ ُ ِجْ ُز
.»أحد (أ يعدلأ ثلثأ القرنآن
“Dari Abu Darda` dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: "Tidak
sanggupkah salah seorang dari kalian membaca sepertiga al-Quran
dalam semalam?" Mereka balik bertanya, "Bagaimana cara
membaca sepertiganya?" Nabi s.a.w. pun menjawab: (qul
huwallâhu ahad) [maksudnya: surat al-Ikhlâsh] sama dengan
sepertiga al-Quran." (HR Muslim dari Abu Darda’, Shahîh
Muslim, II/199, 1922)
Jadi, kesimpulannya: "Membaca 'qul huwallâhu ahad' pahalanya
setara dengan membaca sepertiga al-Quran."
Oleh karena itu, Raja' al-Ghanawi r.a. mengatakan,
َْعَ ِجْ ْعَ ْعَْعَ أ ُ ِجْ أ ُ ْعَ أ ُ ْعَ ْعَ (ٌ ْعَ ْعَ ْعَ ْعَ مَّ ف ٍ ْعَ ْعَْعَ ْعَ ْعَ ْعَ ْعَْعَ ِجْ أ ُ ِجْ ْعَ ْعَ ِجْ ْعَ ْع
منأ قرأأ قلأ هوأ اللأ أحدأ ثالثأ مراتأ فكأنمباأ قرأأ القرنآنأ أجمع
2
3. "Barangsiapa membaca 'qul huwallâhu ahad' tiga kali, maka ia seakan-akan
membaca al-Quran seluruhnya." )HR Al-‘Uqaili dari Raja’ al-Ghanawi, AdhDhu’afâ al-Kabîr li al-‘Uqailiy, I/374, hadits no. 215, yang oleh para ulama
hadits dinyatakan sebagai hadits dha’if)
Atau, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal,
bahwa Muadz bin Anas al-Juhani berkata,
من قرأ : قل هو الل أحد حت ى يختمه ا عشر مرات ، بن ى الللل
ُ ُهَل
َّ ىَ َرْ ىَ ىَ ىَ ُهَل ُ َرْ ُهَل ُ ىَ هَّ ىَ ىَ ح ٌ ىَهَّ ىَ َرْ َمِ ىَ ىَ ىَ َرْ ىَ ىَ هَّ ،ٍ ىَ ىَ ه
ُ ُهَل
ِ ىَ ُهَل ُ ىَ َرْ اً َمِ َرْج هَّ َم
له قصرا ف ي ال ىَنة
"Barangsiapa membaca 'qul huwallâhu ahad' sampai selesai sebanyak sepuluh
kali, maka Allah (akan) membangunkan sebuah rumah untuknya di surga." (HR
Ahmad bin Hanbal dari Mu’adz bin Anas al-Juhani, Musnad Ahmad ibn
Hanbal, III/437, hadits no. 15646)
Atau, seperti yang diriwayatkan ath-Thabarani, bahwa Fairuz
ad-Dailami r.a. berkata,
"من قرأ : قل هو الل أحد م ائة ملرة فلل ي الصللةالة أ و غيرهلل ا
َهَّ َمِ ىَ ىَ َرْ َمِ ى
ِ ىَ َرْ ىَ ىَ ىَ ُهَل ُ َرْ ُهَل ُ ىَ هَّ ىَ ىَ ح ٌ َمِ ىَ ىَ ىَ هَّ ،ٍ َم
ُ ُهَل
ِ ىَ ىَ ىَ هَّ ىَ ُهَل ُ ىَ ىَ ىَ اً َمِ ىَ هَّ َم
"كتب الل له براءة من الن ار
ُ ُهَل
"Barangsiapa membaca 'Qul huwallâhu ahad' seratus kali, di dalam shalat atau
lainnya, maka ia dicatat oleh Allah sebagai orang yang terbebas dari siksa
neraka." (HR ath-Thabarani dari Fairuz ad-Dailami, Al-Mu’jam al-Kabîr,
13/270, hadits no. 15246)
Dan, masih ada beberapa riwayat yang lainnya. Namun,
pertanyaannya: “Perlukah kita menghitung-hitung kebaikan atau
ketaatan kita sendiri?”
Menurut Ibnu Sina, sebagaimana dikutip Prof.Dr. Muhammad
Quraish Shihab, M.A., niat atau motivasi beribadah itu bertingkattingkat.
Pertama, tipe pedagang (mengharap keuntungan).
Kedua, tipe budak atau pelayan (takut terhadap majikannya).
Ketiga, tipe 'arif (bersyukur atas segala yang diberikan Allah
SWT kepadanya).
Dan tipe keempat, dinamakan sebagai tipe robot (otomatis, tanpa
pemikiran, tanpa pemahaman, dan tanpa penghayatan).
Tentu akan lebih bijaksana, jika kita terbiasa melaksanakan
ibadah menurut tipe 'arif. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya bahwa tidak sedikit amal (ibadah) yang dibatalkan atau
3
4. dihapuskan pahalanya akibat niatnya tidak ikhlas (tidak murni) karena
Allah SWT.
Wallâhu A’lam.
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Mahmud Yunus dalam
http://muchroji.multiply.com/journal/item/4286)
4