4. Kerajaan Tidore
Pengertian: Nama tidore merupakan gabungan dari dua
rangkaian kata, yaitu bahasa Arab dialek Irak; anta thadore
yang artinya “kamu datang” dan bahasa Tidore; to ado re
yang artinya “aku telah sampai”. Nama tersebut
menggantikan nama yang awalnya Kie Duko.
Letak: di sebelah selatan Kerajaan Ternate.
Tahun berdiri: sekitar abad ke-13, sedangkan menurut
catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri sejak Jou
Kolano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul Awal 502 H (1108
M). Namun sumber tersebut tidak menjelaskan secara jelas
tentang letak ibukota dari kerajaan ternate. Sedangkan
tahun kerajaan ini memeluk agama islam yaitu pada
tahun1471(menurut catatan portugis) yang dibawa
oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesebelas. Ciriliyah atau
Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah
Syekh Mansur dari Arab.
5. Sejak awal berdiri hingga raja keempat belum bisa dipastikan letaknya, setelah itu
tejdi beberapa kali pemindahan pusat kerajaan, diantaranya adalah:
Pada masa Jou Kolano Bunga Mabunga Balibung, diperkirakan pusat kerajaan
terletak di Balibunga yang hingga kini masih diperdebatkan letaknya.,dimana ada
yang mengatakan berada di utara Tidore dan ada pula yang mengatakan berada
di pedalaman Tidore selatan.
Pada masa pemerintahan sultan Ciriliyati, yaitu pada tahun 1495 M pusat
kerajaan berada di Gam Tina.
Pada masa pemerintahan sultan Mansur, yaitu pada tahun 1525 M ia
memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum
Tidore Utara yang berdekatan dengan Ternate dan diapit oleh Tanjung Mafugogo
dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota
baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Pada masa Sultan Mole Majimo (Alauddin Syah), yaitu pada tahun 1600 M
ibukota dipindahkan ke Toloa di selatan Tidore.
Perpindahan terakhir yaitu pada masa Sultan Saifudin (Jou Kota), ibukota
dipindahkan ke Limao Timore.
6. Kerajaan tidore dikenal penghasil rempahrempah, sehingga banyak didatangi oleh bangsabangsa eropa. Dalam kehidupan sehari-hari
masyarakatnnya banyak menggunakan hukum
islam, contohnya seperti mengangkat sumpah
dibawah kitab suci al-qur’an.
7.
8.
9.
10. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Adat: kuatnya relasi antara tidore dengan islam terlihat dalam adat
mereka yaitu Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah (Adat
bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah). Adat ge mauri
Syara, Syara mauri Kitabullah (Adat bersendi Syara, Syara bersendi
Kitabullah)
Sistem yang berhubungan dengan garis kekerabatan: masyarakat
Tidore menganut sistem matrilineal, namun terjadi perubahan ke
arah patrilineal seiring dengan menguatnya pengaruh islam di
Tidore.
Perkawinan yang ideal: Perkawinan antara saudara sepupu (kufu).
Setelah pernikahan, setiap pasangan bebas memilih tempat
tinggal, apakah di lingkungan kerabat suami atau istri.
11. Upacara adat: Masyarakat Tidore melakukan berbagai upacara adat untuk
menjaga keharmonisan dengan alam, contohnya seperti upacara Legu Gam
Adat Negeri, Adat Legu Dou, Lufu kie daera se Toloku (mengitari wilayah
diiringi pembacaan do’a selamat), dan sebagainya.
Bahasa yang digunakan: adalah bahasa Tidore yang tergolong dalam
rumpun non-Autronesia.
Sastra: masyarakat tidore mengembangkan sastra lisan dan sastra tulisan.
Sastra Lisan, seperti dola bololo (semacam peribahasa atau pantun
kilat), dalil tifa (ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau gendang), dan
sebagainya.
Sastra Tulisan, dapat dilihat dari peninggalan manuskrip-manuskrip
kesultanan tidore.
12.
13. Sultan Nuku adalah pemimpin yang cerdik, berani, ulet, dan waspada.
Beberapa usaha yang dilakukan oleh sultan Nuku adalah sebagai berikut:
Menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang
dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate.
Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang
biasa.
Memperluas
wilayah
kekuasaan,
meliputi
Pulau
Seram,
Makean
Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Menata sistem pemerintahan dengan baik, sehingga pemerintahan dapat
berjalan dengan baik dan rakyatnya sejahtera.
Berjuang untuk mengusir Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk
Ternate, Bacan dan Jailolo. Perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan
menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21 Juni 1801 M. Dengan
itu, Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo kembali merdeka dari kekuasaan asing.
14. KEDATANGAN PORTUGIS, SPANYOL, DAN BELANDA KE MALUKU
Pada abad ke 16 M, orang Portugis dan Spanyol datang ke Maluku –termasuk
Tidore– untuk mencari rempah-rempah, momonopoli perdagangan kemudian menguasai
dan menjajah negeri kepulauan tersebut. Dalam usaha untuk mempertahankan diri, telah
terjadi beberapa kali pertempuran antara kerajaaan-kerajaan di Kepulauan Maluku
melawan kolonial Portugis dan Spanyol. Terkadang, Tidore, Ternate, Bacan dan Jailolo
bersekutu sehingga kolonial Eropa tersebut mengalami kesulitan untuk menaklukkan
Tidore dan kerajaan lainnya.
Sepeninggal Portugis, datang Belanda ke Tidore dengan tujuan yang sama:
memonopoli dan menguasai Tidore demi keuntungan Belanda sendiri. Dalam sejarah
perjuangan di Tidore, sultan yang dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda
adalah Sultan Nuku (1738-1805 M). Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk mengusir
Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk Ternate, Bacan dan Jailolo. Perjuangan
tersebut membuahkan hasil dengan menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21
Juni 1801 M.