Dokumen tersebut membahas kriteria pengelolaan hutan lestari khususnya aspek konservasi keanekaragaman biologi dan kondisi ekosistem serta produktivitas. Terdapat enam kriteria yaitu konservasi keanekaragaman hayati, keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, kondisi ekosistem dan produktivitas, serta gangguan dan tekanan. Dibahas pula indikator-indikator untuk
Muhammad Hafidz Rahman_F0117076_Keanekaragaman Hayati.pptx
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
1. KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN LESTARI:
ASPEK KONSERVASI KEANEKARAGAMAN BIOLOGI
DAN KONDISI EKOSISTEM & PRODUKTIVITAS
RIKHZAN AINUN NUR (p3700213001)
MUH. IKHWAN K (p3700213005)
ERWIN DWI JAYADI (p3700213007)
ANDI NURULMUKHLISA (p3700213409)
HAMDAN (p3700213014) Perencanaan dan Pembangunan Hutan
Pasca Sarjana Kehutanan Universitas Hasanuddin
2. Pengelolaan Hutan Lestari
Mengacu pada rencana
pengelolaan di Kanada, tepatnya
tahun 1995 ada 6 kriteria , 22
element dan 83 indicator yang
dibentuk untuk membantu
dalam pengelolaan hutan lestari
3. Conservation
of biological
diversity
Ecosystem
diversity
Species
diversity
Genetic
diversity
Ecosystem
condition and
productivity
Disturbance
and stress
Ecosystem
resilience
Extant
biomass
4
indikator
3
indikator
1
indikator
8
indikator
2
indikator
2
indikator
Sustainable forest management
criteria
4. Keanekaragaman hayati disebut juga
“Biodiversitas”. Keanekaragaman
atau keberagaman dari makhluk
hidup dapat terjadi akibat adanya
perbedaan warna, ukuran, bentuk,
jumlah, tekstur, penampilan dan
sifat-sifat lainnya. Sedangkan
keanekaragaman dari makhluk hidup
dapat terlihat dengan adanya
persamaan ciri antara makhluk
hidup.
5. Conservation
of biological
diversity
Ecosystem
diversity
Species
diversity
Genetic
diversity
4
indikator
Persentase dan luas wilayah, tipe-tipe hutan
relatif berdasarkan kondisi sejarah dan luas
total hutan
Persentase dan luas kawasan menurut tipe
hutan dan kelas umur
Wilayah, persentase keterwakilan, dan jenis
hutan di kawasan lindung
Tingkat fragmentasi dan keterkaitan
komponen ekosistem hutan
6. persentase dan luas wilayah, tipe-tipe
hutan relatif berdasarkan kondisi sejarah
dan luas total hutan
Untuk mempermudah dalam proses inventarisasi hutan
Kanada, maka wilayah Kanada dibagi kedalam 3 bentuk
pengelolaan, yaitu ecozones, ecoregion, dan ecodistricts.
Untuk di Indonesia yaitu:
1. Ecozones adalah sistem klasifikasi wilayah berdasarkan faktor kesamaan geografi,
vegetasi, dan kehidupan satwanya. Contoh : pengelolaan hutan berdasarkan jenis
dan struktur tegakan seperti hutan rakyat, hutan tanaman rakyat, HKm, dan hutan
desa
2. Ecoregion : sistem klasifikasi wilayah berdasarkan faktor iklim, bentuk topografi
wilayah, dan karakteristik tanah. Contoh : Ecoregion pada suatu DAS yang
melakukan pengelolaan berdasarkan pola pemanfaatan ruang, yakni kawasan
budidaya, kawasan penyangga, dan kawasan lindung (30%)
3. Ecodistrict : sistem klasifikasi wilayah berdasarkan faktor transportasi (sarana dan
prasarana wialayah). Contoh : program pengembangan kota hijau (P2KH) seperti
taman bungkul di Surabaya
7. Persentase dan luas kawasan
menurut tipe hutan dan kelas umur
Struktur, komposisi, dan kelas umur hutan berubah akibat adanya
kebakaran, serangan hama, dan aktivitas pemanenan kayu.
Struktur dan komposisi tegakan banyak berdampak terhadap
keanekaragaman atau kelansungan satwa yang hidup didalamnya.
Contohnya yaitu perubahan struktur dan komposisi vegetasi
terhadap keberadaan Anoa di Taman Nasional Bogani, Sulawesi
Utara.
Sedangkan, kelas umur tegakan berpengaruh terhadap kegiatan
pemanenan kayunya, atau dengan kata lain sebagai sumber
informasi untuk proses pemanenan (harvesting).
8. Wilayah, persentase keterwakilan,
dan jenis hutan di kawasan lindung
Kawasan lindung merupakan wilayah preservasi yang harus
dialokasikan dalam suatu wilayah perencanaan minimal
mencapai 30 % berupa lahan alami atau hutan (dapat berupa
hutan lindung, hutan produksi atau hutan wisata) untuk
tercapainya keseimbangan antara wilayah terbangun dengan
wilayah alami.
Kawasan lindung dimaksudkan untuk memelihara dan
mewujudkan kelestarian fungsi ekosistem dan mencegah
timbulnya kerusakan terhadap ekositem.
Jenis hutan di kawasan lindung, dapat berupa hutan lindung
(daerah resapan air, perlindungan plasma nutfah), dan hutan
wisata (taman nasional, suaka alam, cagar alam).
9. Tingkat fragmentasi dan keterkaitan
komponen ekosistemhutan
1. Setiap komponen ekosistem dalam hutan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain karena dapat mempengaruhi
keseimbangan ekosistem itu sendiri
2. Jalan menjadi prasarana transportasi yang
diperuntukkan untuk menunjang aktivitas atau kegiatan
manusia.
10. Conservation
of biological
diversity
Ecosystem
diversity
Species
diversity
Genetic
diversity
3
indikator
Jumlah jenis yang tergantung pada
hutan diklasifikasi punah, terancam
punah, langka atau rawan
Perubahan Tingkat populasi dari
waktu ke waktu pada jenis tertentu
Jumlah spesies yang diketahui
bergantung pada hutan hanya
menempati sebagian kecil dari
jangkauan mereka
11. Jumlah jenis yang tergantung pada hutan
diklasifikasi punah, terancam punah,
langka atau rawan
Punah : Harimau Jawa (Panthera tigris javanica),
Harimau Bali (Panthera tigris balica)
Terancam Punah : Jalak Bali (Leucopsar rothschildi),
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)
Langka atau Rawan : Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae), Maleo (Macrocephalon maleo), Orang Utan
Kalimantan (Pongo pygmaeus)
12. Perubahan Tingkat populasi dari waktu
ke waktu pada jenis tertentu
Menurut Bank Dunia dalam kurun waktu 1985-1997 degradasi hutan
di Indonesia rata-rata 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan
sekitar 20 juta hektar hutan produksi yang tersisa. Sedangkan
berdasarkan analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas
tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total
tutupan hutan di seluruh Indonesia
13. Habitat Spesies yang bergantung pada hutan
semakin kecil
Ancaman utama pada keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya
habitat. Kelompok vertebrata, invertebrata, tumbuhan dan jamur akan
kehilangan tempat jika habitat rusak atau hilang. Kerusakan hutan hutan
tropis akibat penebangan liar yang tak terkendali sama halnya dengan
kepunahan spesies.
Proses laju penurunan mutu hutan dan pengundulan hutan pada hutan
alam dikhawatirkan telah menyebabkan kepunahan banyak
spesies. Kepunahan spesies merupakan aspek kerusakan lingkungan yang
sangat serius. Apabila suatu spesies punah, populasinya tidak akan pernah
pulih, dan komunitas tempat hidupnya akan tidak seimbang.
Perusakan habitat alami maupun mengubah habitat alami menjadi areal
hutan tanaman industri, areal perkebunan, areal pertanian, dan
penukiman telah memberikan andil yang besar bagi kepunahan
keanekaragaman hayati di Indonesia.
14. Conservation
of biological
diversity
Ecosystem
diversity
Species
diversity
Genetic
diversity
1
indikator
Konservasi jenis in situ dan ex situ
untuk jenis vegetasi hutan komersial
dan terancam punah.
15. Konservasi jenis in situ dan ex situ untuk
jenis vegetasi hutan komersial dan
terancam punah.
1 Konservasi ex-situ adalah konservasi tumbuhan dan atau
satwa yang dilakukan di luar habitat alaminya (PerMenHut
Nomor : P.31/Menhut-II/2012). Kebun binatang, Taman
Safari, Arboretum,Penangkaran (mis. Buaya, Maleo, dll).
2. Konservasi in-situ (di dalam kawasan) adalah konservasi
flora fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam habitat
aslinya agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang
terjadi berjalan secara alami.
16. Ecosystem
condition and
productivity
Disturbance
and stress
Ecosystem
resilience
Extant
biomass
8
indikator
Luas dan keparahan serangan serangga
Luas dan keparahan penyakit kutu
Luas dan keparahan kerusakan kebakaran
Tingkat deposisi polutan
Konsentrasi ozon di wilayah hutan
Transparansi tajuk dalam persentase
Luas dan keparahan terjadinya spesies
eksotis merugikan kondisi hutan
Perubahan iklim yang diukur dengan
jumlah suhu
17. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
Pembagian hama hutan berdasarkan bagian pohon yang
rusak adalah sebagai berikut:
1. Serangga perusak daun (Defoliating insects).
2. Serangga penggerek kulit pohon (Inner bark boring
insects)
3. Serangga pengebor batang pohon dan kayu (Wood
boring insects)
4.Serangga pengisap cairan pohon (Sapsucking insects)
5. Serangga perusak pucuk dan cabang (Bud and twig
insects)
6. Serangga perusak anakan (Seedling insects)
7. Serangga perusak akar (Root Insects)
18. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
1. Serangga perusak daun (Defoliating insects).
Serangan serangga mengakibatkan sebagian atau seluruh
bagian dari daun rusak karena dimakan. Biasanya
serangga perusak daun ini termasuk di dalam ordo-ordo
Lepidoptera, Hymenoptera, dan Diptera hanya stadium
larvanya yang merusak daun, sedangkan dari ordo
Coleoptera dan Orthoptera stadium larva dan stadium
imagonya yang dapat merusak daun.
19. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
2. Serangga penggerek kulit pohon (Inner bark boring
insects)
Bagian yang dirusak adalah kulit pohon bagian dalam
sampai ke kambium. Lubang gerekan serangga dapat
merusak atau menutup jalan pengiriman bahan makanan
pohon yang di kirim dari daun ke akarnya. Apabila
kerusakan yang ditimbulkan sampai melingkari pohon,
maka akan dapat membentuk suatu terusan yang
mengakibatkan terhalangnya pengiriman makanan dari
daun ke akar, sehingga bila akar pohon sampai mati.
Serangga pengebor kulit pohon ini biasanya termasuk di
dalam ordo Coleoptera.
20. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
3. Serangga pengebor batang pohon dan kayu (Wood
boring insects)
Kerusakan berbentuk lubang-lubang yang mempunyai
bermacam-macam ukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat
dijumpai, baik pada batang dan cabang yang masih hidup
ataupun pada balok-balok dan kayu-kayu kering. Tiap-tiap
serangga pengebor kayu mempunyai spesifikasi tersendiri.
Ada yang tinggal di dalam kayu sebagai tempat tinggalnya
saja, tetapi kebanyakan hidup dengan makan batang kayu.
Beberapa serangga ada yang hanya merusak pohon yang
sehat, ada yang merusak pohon yang sedang merana.
Serangga pengebor batang atau kayu termasuk ke dalam
ordo Coleoptera.
21. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
4. Serangga pengisap cairan pohon (Sapsucking insects)
Kerusakan yang ditimbulkan berbentuk noda-noda,
perubahan warna (discoloration), bentuk
yang membesar (malformation), atau terhentinya
pertumbuhan bagian-bagian tertentu, misalnya
daun-daun atau cabang-cabang. Serangga
pengisap cairan pohon hampir semuanya
termasuk ordo Homoptera, Hymenoptera, Diptera,
dan Hiteroptera.
22. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
5. Serangga perusak pucuk dan cabang (Bud and twig
insects)
Kerusakan yang timbul akibat dari pucuk dan
cabang yang dirusak merupakan tempat
pertumbuhan dari pohon, maka serangga perusak
pucuk dan cabang sangatlah merugikan.
Penderitaan paling berat ialah bila serangganya
mengebor kedalam pucuk pohon. Serangga yang
merusak pucuk biasanya termasuk kedalam ordo
Lepidotera, Coleoptera, Hemiptera, dan
Hymenoptera.
23. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
6. Serangga perusak anakan (Seedling insects)
Pada umumnya seluruh bagian dari anakan
merupakan makanan yang digemari oleh
bermacam-macam serangga karena bagian-bagian
itu masih muda dan lunak. Pada umumnya
serangga atau binatang perusak anakan merusak
pada malam hari, sehingga pada siang harinya
anakan telah putus-putus batang, akar atau
daunnya, sedangkan kalau dicari serangga-serangga
perusaknya sudah tidak ada lagi.
24. Luas dan keparahan serangan
serangga dan kutu
7. Serangga perusak akar (Root Insects)
Pada umumnya bagian akar yang rusak adalah
ujung akar tanaman muda yang merupakan bagian
yang sangat lunak. Anak-anakan yang dirusak
biasanya anakan yang masih berada di tempat
persemaian. Di samping serangga, binatang
perusak akar yang sering dijumpai adalah cacing
bulat (Nematoda). Serangga perusak akar biasanya
masuk dalam ordo Coleoptera.
25. Luas dan dampak kerusakan
kebakaran
Terbakarnya hutan tentu mengakibatkan banyak efek negatif,
baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan politis. Bagi
masyarakat, efek dominan dan paling dirasakan yaitu
gangguan asap sebab berdampak langsung terhadap
kehidupan manusia sehari-hari. Hingga saat ini, kebakaran di
hutan masih sering terjadi. Berdasarkan data hotspot (titik
panas) dari NOAA-18 hingga akhir bulan September 2012,
penyebaran titik panas masih terjadi di sejumlah provinsi
seperti di Kalimantan Barat sekitar 6.289 titik, Riau sebanyak
4.600 titik, Sumatera Selatan sebanyak 5.714 titik, Jambi
sebanyak 2.311 titik, dan Kalimantan Tengah sebanyak 3.205
titik.Melihat fakta seperti ini, diperlukan penanganan serius
untuk mengatasi kebakaran di hutan Indonesia saat ini.
26. Tingkat deposisi polutan
Deposisi polutan ada dua jenis, yaitu :
1. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan
mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat
terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara
akibat kendaraan maupun asap pabrik. Biasanya deposisi
jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
2. Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk
hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di
dalam butir-butir air di awan.
27. Konsentrasi ozon di wilayah
hutan
Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer pada ketinggian 19 – 48 km (12 –
30 mil) di atas permukaan Bumi yang mengandung molekul-molekul
ozon. Konsentrasi ozon di lapisan ini mencapai 10 ppm dan terbentuk
akibat pengaruh sinar ultraviolet Matahari terhadap molekul-molekul
oksigen. Peristiwa ini telah terjadi sejak berjuta-juta tahun yang lalu,
tetapi campuran molekul-molekul nitrogen yang muncul di atmosfer
menjaga konsentrasi ozon relatif stabil. Perlindungan kapasitas dari fungsi
atmosfer merupakan isu lingkungan yang sangat penting bagi Indonesia.
Atmosfer mempunyai fungsi yang sangat vital sebagai sistem
pendukung kehidupan di bumi, baik adanya lapisan ozon pada ketinggian
antara 25-40 km maupun konsentrasi gas-gas rumah kaca pada ketinggian
antara 10-25 km. Lapisan ozon berfungsi melindungi bumi dari sinar ultra
violet yang dipancarkan oleh matahari. Penipisan lapisan ozon
disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia perusak lapisan ozon
(ozone depliting substance – ODS).
28. Luas dan keparahan terjadinya
spesies eksotis merugikan kondisi
hutan
Spesies eksotik biasanya berasal dari wilayah lain dan terbawa
mungkin oleh alam atau (seringkali) manusia. Kalau manusia-lah
dalangnya, bisa jadi proses pemindahan wilayah hidup itu
dilakukan secara sengaja (karena buahnya mahal dijual atau
sebab lainnya) atau tidak sengaja (benihnya tersangkut di baju
atau hewannya menyusup masuk kapal). Dalam buku
Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebutkan bahwa suatu
pohon dianggap eksotik apabila pohon tersebut tumbuh diluar
sebaran alaminya.
Acacia nilotica menjadi tanaman yang sangat agresif
perkembangannya di Taman Nasional Baluran sehingga
mendesak ruang tumbuh bagi spesies lain; spesies ini
diintroduksi pertama kali dari Afrika sebagai tanaman pagar.
Eceng gondok tumbuh sangat cepat di sungai-sungai dan danau.
Spesies ini awalnya diintroduksi sebagai tanaman ornamental.
29. Ecosystem
condition and
productivity
Disturbance
and stress
Ecosystem
resilience
Extant
biomass
2
indikator
Persentase dan luasnya kawasan
menurut tipe hutan dan kelas umur
Persentase luas berhasil alami
regenerasi dan artifisial diregenerasi
30. Persentase luas berhasil alami
regenerasi dan artifisial
diregenerasi
Yang paling banyak digunakan sistem silvikultur di
Kanada adalah panen tebang habis, yang menciptakan
lingkungan terbuka yang mendukung pertumbuhan bibit.
Sebagian besar hutan kita bahkan usia dan terdiri dari
spesies yang beregenerasi setelah gangguan besar,
seperti kebakaran dan panen tebang habis
31. Ecosystem
condition and
productivity
Disturbance
and stress
Ecosystem
resilience
Extant
biomass
2
indikator
Arti kenaikan tahunan menurut tipe
hutan dan kelas umur
Frekuensi kejadian dalam spesies
indikator yang dipilih (vegetasi,
burung, mamalia dan ikan)
32. Produksi biomassa spesies pohon merupakan salah satu
indikator kemampuan ekosistem untuk mendukung dan
menjaga bentuk kehidupan. Di masa depan, seperti
inventarisasi hutan ditingkatkan dan standar pengukuran umum
diadopsi di Kanada, pertumbuhan aktual dapat diturunkan
dengan menggunakan model pertumbuhan berdasarkan
masukan seperti iklim, karakteristik situs dan tipe hutan.