1. KEHIDUPAN MASYARAKAT
BERCOCOK TANAM DAN HIDUP
MENETAP
Kelompok 5:
Akmal Yusufianto
Endang Pelayasica Ginting
Glan Vinarito
Muhammad Satrya Akbar
Nadila Embun Sari
Primaning Pangasa
Salma Nur Azizah Azzahra
Tengku Ryan Fakhry
2. Kehidupan manusia purba pada masa menetap dan
bercocok tanam berlangsung pada zaman Neolitikum.
Peralihan zaman Mesolitikum ke Neolitikum
menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food
gathering menuju food producing. Manusia
pendukung dari zaman ini adalah Homo sapiens.
3. A. Kehidupan Alam
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali
dikenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma
adalah teknik bercocok tanam dengan cara
membersihkan hutan dan menanamnya, setelah
tanah tidak subur mereka pindah dan mencari
bagian hutan yang lain. Dalam perkembangannya,
manusia mulai menerapkan persawahan untuk
bertani saat mulai mengenal pengairan. Berbagai
macam hewan juga mulai dijinakkan dan
diternakkan.
4. 1. Cara Memperoleh Makanan (Tanaman)
Masyarakat pada zaman ini
menghasilkan makanan
dengan cara bercocok
tanam dan beternak.
Jenis-jenis tanaman yang
mereka tanam pada mulanya
yaitu umbi-umbian,
sukun, pisang, durian,
rambutan, duku, kelapa, sagu,
dan sebagainya. Selanjutnya
mereka mengenal padi-padian
(jewawut).
5. 2. Cara Memperoleh Makanan (Hewan)
Hewan yang pada
mulanya mereka jinakkan
adalah anjing, ayam,
kerbau dan babi. Hewan-
hewan ini mereka gunakan
untuk konsumsi, sesajian,
maupun untuk membantu
kehidupan sehari-hari.
Sementara itu,
kegiatan berburu
dan menangkap
ikan masih mereka
lakukan di waktu-waktu
senggang.
6. B. Kehidupan Sosial
Pada masa ini, masyarakat
mulai mempunyai tempat
tinggal. Tempat tinggal manusia
pada zaman ini berupa rumah
sederhana kebulat-bulatan
dengan atap dari daun-daunan
Kehidupan sosial yang
dilakukan terlihat melalui cara
bekerja dengan bergotong
royong. Pada masa ini, sudah
terlihat peran pemimpin atau
kepala suku (primus inter
pares) dengan gelar ratu atau
datuk.
7. C. Kehidupan Ekonomi
Sekitar tahun 2000-1500 SM,
mulai terjadi perpindahan orang-
orang dari Yunnan ke Kepulauan
Indonesia. Seiring kedatangan
orang-orang Yunnan, kegiatan
perdagangan mulai dikenal dan
sistem barter mulai berkembang.
Sistem ini berkembang dengan
cara, masyarakat menjalin
hubungan yang erat dengan
sesama anggota masyarakat, dan
masyarakat yang berbeda diluar
daerah tempat tinggalnya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
8. D. Bahasa Yang Digunakan
Menurut H. Kern, bahasa yang digunakan oleh penduduk di
kepulauan Indonesia pada zaman Neolithikum (Masa
Bercocok Tanam) adalah bahasa Melayu-Polinesia yang
merupakan rumpun bahasa Austronesia.
Pendapat ini diperkuat oleh Von Heine Geldern melalui
penelitian penyebaran kapak persegi.
9. E. Kehidupan Kepercayaan
Pada masa ini, mereka mempunyai konsep alam dan
kehidupan setelah kematian. Masyarakat percaya bahwa
orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke suatu tempat
yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, sehingga sewaktu-
waktu dapat dipanggil untuk dimintai bantuannya dalam
kasus tertentu seperti menanggulani wabah penyakit.
Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam
berbagai bentuk diantaranya karya seni, seperti bekal
kubur dan tempat penguburan.
11. 1. Animisme
Animisme adalah kepercayaan terhadap roh nenek
moyang. Manusia purba percaya bahwa roh nenek
moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di
dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh
manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik.
Roh-roh itu mendiami benda, misalnya pohon, batu,
gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat,
mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.
12. 2. Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa pada benda-
benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan juga
benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris)
mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci.
Benda suci itu mempunyai sifat yang luar biasa karena
kebaikan atau keburukannya sehingga dapat
memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada
manusia dan dunia sekitarnya.
13. 3. Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu
dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan
supranatural. Kepercayaan totemisme biasanya diikuti
dengan beberapa aturan terkait totem yang mereka
percayai, misalnya, komunitas tidak boleh menyakiti,
membunuh atau memakan binatang yang dianggap
suci. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular,
beruang dan harimau.
14. F. Kehidupan Budaya
Perkembangan kebudayaan pada masa bercocok
tanam semakin bertambah pesat, karena manusia
mulai dapat mengembangkan dirinya untuk
menciptakan kebudayaan yang lebih baik.
Peninggalan-peninggalan kebudayaan manusia pada
masa kehidupan bercocok tanam semakin banyak dan
beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu,
maupun tulang. Pada masa ini, masyarakat telah
mengenal seni.
16. Beliung Persegi
Benda kebudayaan ini diduga
benda upacara. Cara
pembuatannya adalah seluruh
permukaannya diasah halus
kecuali di bagian pangkal untuk
tempat mengikat tangkainya.
Daerah-daerah tempat
penemuannya antara lain
Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Kapak Lonjong
Kapak ini ada yang berukuran
besar dan kecil. Pada umumnya
kapak lonjong terbuat dari batu
kali yang berwarna kehitam-
hitaman, cara pembuatannya
adalah dengan diumpan sampai
halus. Kapak lonjong ini
ditemukan oleh para ahli
sejarah di daerah Maluku,
Papua, dan sebagaian daerah
Sulawesi Utara
17. Gerabah
Gerabah terbuat dari tanah liat di
bakar dengan menggunakan
tangan. Alat-alat itu digunakan
sebagai tempat untuk
menyimpan benda-benda
perhiasan. Gerabah dihias
dengan beraneka ragam hiasan.
Gerabah banyak ditemukan di
daerah Kalapadua, Kalumpang
dan Kedenglebu.
Mata Panah
Mata panah merupakan salah
satu dari perlengkapan berburu
maupun menangkap ikan.
Mata panah terbuat dari batu
atau tulang yang telah diasah
halus. Sisa-sisa mata panah
dari zaman kehidupan
masyarakat bercocok tanam
berhasil ditemukan didalam
goa-goa yang ada di pinggir
sungai.
18. Perhiasan
Pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam telah
dikenal berbagai bentuk perhiasan. Bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat perhiasan seperti tanah liat, batu
kalsedon, yaspur dan agat. Dari bahan-bahan itu, masyarakat
membuat berbagai bentuk perhiasan yang diinginkannya seperti
kalung, gelang, dan lain-lain. Perhiasan pada masa bercocok
tanam berfungsi sebagai penanda status sosial bagi yang
memakainya.