1. Teks Ulasan Buku Non Akademik
Nama: Naeni Ummahati S.
NIM : 1810302013
Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
A. IDENTITAS
Judul buku :Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
Nama penulis :Marah Rusli
Nama penerbit :Balai Pustaka
Tahun penerbitan :2008
Hak cipta :Marah Rusli
Jumlah halaman :334
Bahasa yang digunakan :Bahasa Indonesia
Warna sampul buku :Hijau kecoklatan, hitam
Harga buku :Rp 50.000,00
Nomor ISBN :979-407-167-6
1
2. Lingkup penerbitan :Nasional
B. ORIENTASI
Buku Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) ditulis oleh Marah Rusli,
nama lengkapnya yaitu Marah Halim bin Sutan Abu Bakar. Beliau
dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1889 di Padang, Sumatra Barat. Beliau
pernah mengenyam pendidikan di Taman Sekolah Rakyat di Padang
(1904), kemudian melanjutkan di Taman Sekolah Raja di Bukit Tinggi
(1909), dan menempuh pendidikan terakhir di Taman Sekolah Dokter
Hewan di Bogor (1915). Marah Rusli meninggal dunia pada tanggal 17
Januari 1968 dan dimakamkan di bogor. Selain mengarang, beliau juga
mempunyai hobi berolahraga, music, melukis, dan sandiwara. Buku karya
Marah Rusli yang lain adalah Anak dan Kemenakan, Lahami, Memang
Jodoh, dan Gadis yang malang (terjemahan dari novel Charles Dickens).
Buku ini menceritakan tentang seorang gadis yang bernama Siti
Nurbaya yang kisah hidupnya tidak seperti anak gadis pada umumnya.
Sejak masa kanak-kanak ia sudah merasakan berbagai macam penderitaan
dan ketidakadilan.
Buku ini ditujukan untuk semua kalangan karena dengan membaca
buku ini, pembaca akan menemukan makna-makna baru meskipun sudah
dibaca berulang-ulang. Dengan aliran sastra klasiknya, Marah Rusli
mampu membawa sang pembaca menikmati keindahan pada setiap alur
ceritanya.
C. TAFSIRAN ISI
Sitti Nurbaya adalah seorang gadis desa yang canti jelita. Semenjak
belia, dia sudah dijodohkan dengan seorang pria yang sudah berumur yaitu
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih adalah seorang pengusaha kaya yang
2
3. sangat ditakuti di desanya karena kekejamannya terhadap orang yang
meminjam uang kepadanya. Keluarga Sitti Nurbaya adalah salah satunya.
Ia adalah salah satu korban dari perbuatan orang tuanya yang tidak bisa
mengembalikan hutangnya kepada Datuk Maringgih.
Ibunya meninggal saat Sitti Nurbaya masih kanak-kanak, maka
bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga
dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman,
ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang
terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang
pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat
kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk
Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih
menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman.
Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan
tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan
inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak
Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua
hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda
Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk
Maringgih. Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang
memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak
menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih.
Sitti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang
cantik dan muda belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua
bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia
teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta.
Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan
ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan.
3
4. Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang
terjadi di desanya, terlebih karena Sitti Nurbaya mengirimkan surat yang
menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Pada suatu hari
ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu
empat mata dengan Sitti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk
Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi
keributan. Teriakan Sitti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah
terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi
akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri, yaitu Sultan Mahmud yang
kebetulan menjadi penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya.
Sehingga Samsulbahri harus kembali ke Jakarta dan ia berjanji untuk tidak
kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak
tinggal diam, karena Siti Nurbaya diusirnya.
Sitti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang
tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta.
Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu
dengan siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki
tangannya dapat memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan
polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena
memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk
Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri
sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan
tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak
meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi
huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-
orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk
4
5. melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi
Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk
Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri
menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas
ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.
Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit.
Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan
dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum
Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya.
D. EVALUASI
Buku Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) mengandung banyak
makna dan nilai yang dapat diambil oleh pembaca. Berkali-kali buku ini
dibaca, berkali-kali pula ditemukan makna-makna baru yang sangat
berkesan. Dengan gaya penulisan sastra klasik yang sudah direvisi dengan
tata bahasa Indonesia pada cetakan Balai Pustaka edisi ke-44 ini,
menjadikan buku ini mudah dimengerti oleh pembaca sehingga nilai yang
terkandung di dalamnya akan mudah dimengerti.
Sebuah buku yang disusun dengan berimbang dan terstruktur
mampu membawa pembaca ke dalam situasi pada zaman itu. Tentang
sebuah keindahan cinta, patriotism, perjuangan tentang sebuah
ketidakadilan, serta kisah tragis yang dialami oleh sang tokoh.
Meskipun buku ini sangat bermanfaat, buku ini jugan bukan tanpa
kelemahan. Isi buku yang hanya bisa dipahami oleh orang dewasa, dengan
berbagai macam sudut pandang isi yang ada di dalamnya, anak-anak
dibawah usianya tidak seharusnya membaca buku ini. Padahal, seharusnya
buku ini dapat menjadi media pembelajaran yang sangat menarik. Selain
5
6. untuk membekali siswa dalam pelatihan literasi, buku ini seharusnya dapat
juga sebagai sarana pengetahuan tentang sebuah perkembangan zaman.
E. RANGKUMAN
Dapat disimpulkan bahwa buku Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
ini menceritakan tentang perjuangan hidup seorang gadis desa yang
bernama Sitti Nurbaya yang pada masanya mengalami sebuah
ketitakadilan kemanusiaan. Genre yang digunakan pada buku ini adalah
narasi.
Buku ini memiliki segudang makna yang terkandung di dalamnya,
sehingga disarankan kepada pembaca agar melihat dari berbagai sisi sudut
pandang ketika menelaah buku ini agar pembaca mampu menikmati
keindahan karya klasik yang ada di dalamnya.
6
7. untuk membekali siswa dalam pelatihan literasi, buku ini seharusnya dapat
juga sebagai sarana pengetahuan tentang sebuah perkembangan zaman.
E. RANGKUMAN
Dapat disimpulkan bahwa buku Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
ini menceritakan tentang perjuangan hidup seorang gadis desa yang
bernama Sitti Nurbaya yang pada masanya mengalami sebuah
ketitakadilan kemanusiaan. Genre yang digunakan pada buku ini adalah
narasi.
Buku ini memiliki segudang makna yang terkandung di dalamnya,
sehingga disarankan kepada pembaca agar melihat dari berbagai sisi sudut
pandang ketika menelaah buku ini agar pembaca mampu menikmati
keindahan karya klasik yang ada di dalamnya.
6