Dokumen tersebut membahas tentang naskh wa mansukh dalam Al-Quran. Naskh berarti menghapus hukum syara' yang sebelumnya dengan dalil baru, sedangkan mansukh berarti hukum yang dihapus. Naskh dapat terjadi antara ayat-ayat Al-Quran atau antara Al-Quran dan hadis, tetapi memiliki syarat tertentu. Pengetahuan tentang naskh dan mansukh penting bagi pemahaman hukum Islam.
2. Naskh wa Mansukh
Secara bahasa kata naskh juga dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan). Kata naskh juga dipergunakan
untuk makna naqal (memindahkan seuatu dari suatu tempat ke tempat), dan naskh bisa juga bermakna ibthal
(membatalkan).
Berikut ini pendapat dari para ulama tentang naskh wa mansukh yaitu :
• Syeikh ‘Abd al-Wahhâb Khallaf memberikan definisi bahwa naskh menurut para ushûliyyûn adalah
“membatalkan pengamalan satu hukum syar‘i dengan menggunakan dalil yang datang kemu- dian”.
• Menurut Muhammad Abu Zahrah, naskh menurut para ushû- liyyûn adalah “pengangkatan sang pembuat
hukum (syâri‘) satu hukum syariat dengan menggunakan dalil yang datang belakangan”.
Maka dapat kita simpulkan bahwa naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum
(khitbah) syara’ yang lain (yang datang kemudian).
3. Contohnya:
Kasus: Larangan meminum khamar
An-Nisa ayat 43
Larangan orang mabuk untuk mengerjakan
sholat hal ini dapat dismpulkan bahwa ketika
tidak sholat boleh kita mabuk-mabukan
Al-Maidah ayat 90
Disini sangat dijelaskan bahwa khamar adalah
hal yang sangat dilarang karena ini salah satu
perbuatan syaitan.
mansukh naskh
Yg dihapus Yg mengahapus
Contoh diatas menerang kan bahwa surah Al-Maidah menghapus hukum
syara’ pada surah sebelumnya yaitu An-Nissa ayat 43. jadi dapat kita
simpulkan bahwa naskh adalah menghapus hukum syara’ sebelumnya dan
menggatikan hukum baru sedangkan mansukh adalah hukum yang
dihapus.
4. Pembagian
Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an : bagian ini disepakati kebolehannya dan telah terjadi dalam pandangan
para ulama yang mengatakan adalah naskh .
Contoh : QS. a1-Baqarah : 115 tentang kebolehan menghadap ke arah mana saja dalam shalat di naskh oleh QS.
al-Baqarah :l44 yang menegaskan tentang ketentuan menghadap Ka’bah (Qiblat) dalam shalat.
Naskh Al-Qur’an dengan sunnah : sebagian ulama berbeda pendapat karena hanya boleh menggunakan hadist
mutawatir, sedangkan berstatus ahad tidak bisa karena Al-Qur’an itu mutawatir dan menunjukan yakin.
Contohnya : Q.S. Al-Baqarah 180 tentang wasiat bagi kerabat dan karib secara baik di naskh kan oleh hadist
Rasullah S.a.w. yang mengatakan setiap orang mempunyai hak nya, maka tidak ada wasiat bagi bagi ahli waris.
5. Naskh sunnah dengan Al-Qur’an : bagian ini dibolehkan oleh jumhur, namun menurut
imam syafi’I ini tidak di bolehkan.
Contohnya : Kewajiban puasa hari Asyura menurut al-Sunnah, di naskh QS. al-Baqarah
:185 yang menyatakan kewajiban puasa di bulan Ramadhan.
• Naskh sunnah dengan sunnah : bagian ini dikategorikan kepada empat bentuk yaitu
Naskh mutawatir dengan mutawatir,Naskh ahad dengan ahad,Naskh ahad dengan
mutawatir,Nask mutawatir dengan ahad.
Contohnya: sabda Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah tentang Ziarah kubur yang
dulunya di larang kemudian diperbolehkan.`
6. Cara Mengetahui Naskh wa Mansukh
Naskh wa Mansukh dapat diketahui melalui beberapa cara yaitu :
1. Keterangan tegas dari nabi atau sahabat, seperti hadis
2. Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat ini naskhkan dan ayat
itu mansukh.
3. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan kemudian turunya dalam
perspektif sejarah.
Naskh tidak ditetapkan berdasarkan ijtihad, pendapat mufasir, atau keadaan
dalil-dalil yang secara tampak kontadiktif.
7. Ayat yang Terkena Naskh
Tidak semua ayat-ayat di Al-quran bisa di nasakh, naskh hanya terjadi pada ayat
berisi tentang : amar (perintah) dan nahi (larangan). Amar dan nabi itu
berbentuk khabar (kalimat berita) yang mempunyai pesan thalab (permintaan).
Sementara pada kalimat berbentuk khabar yang bukan bermakna thalab naskh
tidak terjadi.
8. Contoh ayat yang terkena naskh
1. Ayat yang terkena naskh
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan rasul
hendaklah kamu mengluarkan sedekah (kepadan orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang
demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik bersih jika kamu tidak memperoleh (yang
disedekahkan ) maka sesungguhnya Allah maha pegampun lagi maha penyayang” (QS.
Mujadilah:12)
9. Ayat-ayat yang Tidak Terkena Naskh
Seperti kita ketahui bahwa naskh terjadi hanya pada ayat amar (perintah) dan
nahi (larangan). Diluar ayat-ayat yang berbentuk semacam ini, naskh tidak
terjadi. Berikut ini diturunkan beberapa ayat berbentuk kahabr yang tidak
mengandung makna thalab, janji (wa’d), ancaman (wa’id).
10. “ Dan sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dari saripati dari tanah. Kemudian kami
jadikan dia nutfah ( seprma atau ovum yang disimpan ) ditempat yang kokoh, kemudian kami
ciptakan nutfah menjadi ‘alaqah (darah kental yang melekat pada dinding Rahim ). Maka
kamui ciptakan mudghah tulang belulang. Maka kami bungkus tulanng belulang dengan
daging. Kemudian kamu jadikan dia kejadian lain. Maha suci Allah sebagus bagusnya
pencipta “QS. Al- Mukminun : 12-14”
Contoh Ayat yang Tidak Terkena Naskh
11. Syarat Terjadinya Naskh
Naskh tidak ditentukan oleh seseorang sesuai dengan kehendaknya, ia mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
• Hukum yang di–mansukh–kan itu adalah kaum syara’. Maksudnya, tidak termasuk kategori
kajian ini pembatalan hukum ghayr asy-syar’ (yang bukan hukum syara’) atau yangtidak
menyangkut dengan hukum.
• Hukum yang terkandung pada nash al-nasikh bertentangan dengan hukum yang terkandung
dalam nash al-masukh. Nasakh tidak pernah ada jika makna makna nash itu tidak
bertentangan.
• Dalil yang di-naskh-kan mesti muncul lebih wal dari dalil yang me naskh kan, tidak boleh
sebaliknya. Maka ayat al-makiyyah tidak bisa menaskhkan atau al-madaniyah. Akan tetapi, ayat
al-madaniyah dapat menaskhkan ayat al-makiyyah.
12. • Hukum yang di-naskh-kan itu mestilah hal-hal yang menyangkut dengan perintah, larangan,
dan hukuman. Nasakh tidak terjadi pada hal- hal yang menyangkut berita. Sebab, Jika nasakh
terjadi pada ayat-ayat berita berarti telah terjadi kebohongan pada ayat yang di-naskh-kan. Hal
ini jelas mustahil.
• Hukum yang di-nasakh-kan tidak terbatas pada waktu tertetu, tetapi mesti berlaku
disepanjang waktu.
• Hukum yang terkandung dalam naskh al-masukh telah ditetapkan sebelum munculnya nash an-
nasikh .
• Status naskh an – nasikh mesti sama dengan naskh al-mansukh. Maka nash yang zhanni al-
wurud tidak bisa menaskh kan nash yang qathi’I al-wurud. Jika ditemukan peretentangan
diantara keduanya maka jelas yang dipegangi adalah nash qathi’I al-wurud
13. Kesimpulan
Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitbah)
syara’ yang lain (yang datang kemudian). Pengetahuan tentang naskh dan mansukh
mempunyai fungsi dan manfaat yang cukup besar bagi para ahli ilmu, terutama bagi
mufassir,fuqaha, dan ahli ushul. Tujuannya agar pengetahuan mereka tentang hukum
tidak menjadi kacau dan kabur.