1. K.H. Agus Salim berperan penting dalam persiapan proklamasi kemerdekaan sebagai anggota Panitia Sembilan BPUPKI dan menteri kabinet pertama Indonesia.
2. Mr. Supomo mengajukan konsep dasar negara Indonesia merdeka dalam sidang BPUPKI dan menjabat sebagai menteri kehakiman pertama.
3. Ir. Sukarno berperan sebagai tokoh perumus Pancasila dan proklamator kemerdekaan bersama Hatta
1. Tugas IPS
PERAN TOKOH-TOKOH DALAM
MEMPERSIAPKAN NEGARA INDONESIA DAN
PERUMUSAN DASAR NEGARA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
AMELIA REGINA
Vb
2. Peran KH Agus Salim dalam Persiapan
Proklamasi Kemerdekaan RI
K.H. Agus Salim lahir di kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 8
Oktober 1884. Ia seorang yang sangat cerdas dengan penguasaan bahasa asing yang sangat luar
biasa. Ia menguasai enam bahasa asing, yaitu bahasa Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, Turki,
dan Arab. K.H. Agus Salim pernah menjadi Ketua Partai Sarekat Islam Indonesia tahun 1929.
Ia bersama Semaun mendirikan Persatuan Pergerakan Buruh pada tahun 1919. Mereka gigih
menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan
Rakyat (Volskraad).
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, K.H. Agus Salim termasuk salah satu anggota
Panitia Sembilan dalam BPUPKI. Ketika masa Kemerdekaan, K.H Agus Salim dipercaya
menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II. Beliau juga pernah ditunjuk
sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Perjuangan K.H. Agus Salim di dalam
negeri maupun luar negeri sangat luar biasa. Ia meninggal pada tanggal 4 November 1954 dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada tahun 1961 pemerintah
Indonesia mengangkat K.H. Agus Salim sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
Pada tahun 1915, K.H. Agus Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi
pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Berikut ini peran K.H. Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI:
1. anggota Volksraad (1921-1924)
2. anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
3. Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
3. 4. pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama
Mesir pada tahun 1947
5. Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
6. Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik
Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun
pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai
akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri. Pada tahun 1952, ia
menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas
namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode
Etik Jurnalistik. Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang
buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu
diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Ia meninggal
dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.
4. Peran Supomo dalam Mengajukan Konsep Dasar
Negara Indonesia Merdeka
Peran Supomo dalam Mengajukan Konsep Dasar Negara Indonesia Merdeka - Selain
Ir. Sukarno dan Brs. Muhammad Hatta, Mr. Supomo juga memiliki peranan yang tidak kalah
penting dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Mr. Supomo dilahirkan pada
tanggal 23 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Supomo muda bersekolah di Europeesche
Lagere School (setingkat SD) dan lulus tahun 1917. Selanjutnya, ia melanjutkan ke Meer
Uitgebreid Larger (setingkat SMP) di Solo dan lulus tahun 1920. Setelah lulus dari SMP
Supomo kemudian berangkat ke Jakarta meneruskan pendidikan Rechtsschool (sekolah
hukum) dan lulus tiga tahun kemudian.
Supomo setahun kemudian mendapat kesempatan belajar di Universitas Leiden dan
memperoleh gelar Meester In Rechten (Mr.) dan doktor ilmu hukum. Selama belajar di Negeri
Belanda, Supomo ikut organisasi Perhimpunan Indonesia. Setelah pulang dari Negeri Belanda,
Supomo menjadi ahli hukum. Karena Supomo ahli hukum maka Jepang menunjuknya untuk
mengepalai Departemen Kehakiman
Mr. Supomo aktif dalam BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945
Supomo mengajukan konsep dasar negara Indonesia merdeka. Mr. Supomo juga aktif menjadi
ketua panitia kecil bagian dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ketika Indonesia
merdeka, Mr. Supomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Ia juga pernah menjadi Duta
Besar Republik Indonesia untuk Inggris. Mr. Supomo meninggal pada tanggal 12 September
1958 di Jakarta dan dimakamkan di Solo. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia menetapkan
Mr. Supomo sebagai Pahlawan Kemerdekaan.
5. Peran Ir. Sukarno sebagai Tokoh Perumus
Dasar Negara Pancasila
Peran Ir. Sukarno sebagai Tokoh Perumus Dasar Negara Pancasila - Ir. Sukarno lahir
di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sasrodiharjo
yang masih keturunan Raja Kediri. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang masih
keturunan bangsawan Bali. Sukarno muda ketika menjadi mahasiswa di Sekolah Teknik
Bandung (sekarang ITB) membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres PNI
Pertama, Sukarno terpilih sebagai Ketua PNI. Kegiatan politik Sukarno muda tidak disukai
Belanda sehingga ia sering dipenjarakan. Meskipun demikian, Sukarno tidak patah semangat
untuk berjuang memerdekakan Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang, Ir. Sukarno diminta Jepang mengobarkan semangat
bangsa Indonesia agar bersedia membantu melawan Sekutu. Untuk itu, Ir. Sukarno bersama
dengan Drs. Moh. Hatta. K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai)
ditunjuk sebagai pemimpin organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh
Empat Serangkai, Putera justru dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa Indonesia
agar lebih cinta dan rela berkorban untuk tanah airnya.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Ir. Sukarno berjuang di dalam organisasi BPUPKI
dan PPKI. Ir. Sukarno menyumbangkan pemikirannya dalam pembentukan dasar negara
Indonesia merdeka yang disebutnya dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Ir. Sukarno juga
dipercaya menjadi Ketua PPKI yang dipersiapkan untuk membentuk Indonesia merdeka.
Puncaknya, Ir. Sukarno bersama Drs. Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945
mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia.
Meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, perjuangan Ir. Sukarno tidak berhenti begitu saja.
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Sukarno terpilih dan dilantik sebagai Presiden
Republik Indonesia yang pertama. Ir. Sukarno wafat pada tanggal 20 Juni 1970 dan
dimakamkan di Blitar Jawa Timur. Pada tahun 1986 oleh pemerintah Indonesia Ir. Sukarno dan
Drs. Moh. Hatta dianugerahi gelar Proklamator Indonesia.
6. Peran Kasman Singodimejo: Singa Podium , Penuntut Islam Sebagai
Dasar Negara
Kasman Singodimejo adalah orang yang diperintahkan oleh Soekarno untuk
melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu, yang
tetap keukeuhdengan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, diktum soal kewajiban menjalankan
syariah Islam.
Ksatria salih dari Purworejo, Jawa Tengah ini merasa ‘bersalah’ atas keberhasilan lobinya
tersebut. Kasman menyadari dirinya terlalu praktis dan tidak berpikir jauh dalam memandang
Piagam Jakarta. Ia hanya terbuai dengan janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan
lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan dapat memperbaiki kembali
semua itu. Padahal dalam waktu enam bulan, mustahil untuk melakukan sidang perubahan di
tengah kondisi yang masih bergolak. Meski Kasman telah mengambil langkah keliru, niat di
hatinya sesungguhnya sangat baik, ingin bangsa ini bersatu. “Sayalah yang bertanggung
jawab dalam masalalah ini dan semoga Allah mengampuni dosa saya,” kata Kasman sambil
menetaskan air mata.1
Seolah ingin mengobati rasa bersalah penyesalannya pada peristiwa 18 Agustus 1945, pada
sidang di Majelis Konstituante 2 Desember 1957, Kasman tak lagi sekadar menjadi
“Singodimejo”, tetapi berubah menjadi “Singa di Podium” yang menuntut Islam sebagai
dasar negara.
Dalam pidatonya di sidang Konstituante, Kasman menuntut:
Saudara Ketua, satu-satunya tempat yang tepat untuk menetapkan Undang-undang Dasar
yang tetap dan untuk menentukan dasar negara yang tentu itu ialah Dewan Kosntituante ini!
Justru itulah yang menjadi way out daripada pertempuran sengit di dalam Panitia Persiapan
kemerdekaan Indonesia yang telah pula saya singgung dalam pidato saya dalam pandangan
umum babak pertama. Saudara Ketua, saya masih ingat, bagaimana ngototnya almarhum Ki
Bagus Hadikusumo Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah yang pada waktu itu
sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempertahankan agama Islam
untuk dimasukkan dalam muqoddimah dan Undang-undang Dasar 1945. Begitu ngotot
saudara ketua, sehingga Bung Karno dan Bung Hatta menyuruh Mr T.M Hassan sebagai
putera Aceh menyantuni Ki Bagus Hadikusumo guna menentramkannya. Hanya dengan
kepastian dan jaminan bahwa 6 bulan lagi sesudah Agustus 1945 kita akan bentuk sebuah
7. Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis Pembuat Undang-undang Dasar yang tetap,
maka bersabarlah Ki Bagus Hadikusumo untuk menanti. Saudara Ketua, kini juru bicara
Islam Ki Bagus Hadikusumo itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamannya, karena
telah berpulang ke rakhmatullah. Beliau telah menanti dengan sabarnya, bukan menanti 6
bulan seperti yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau menanti, ya menanti sampai dengan
wafatnya… Gentlement agreement itu sama sekali tidak bisa dipisahkan daripada “janji”
yang telah diikrarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kepada kami golongan
Islam yang berada dalam panitia tersebut. Di dalam hal ini Dewan Konstituante yang
terhormat dapat memanggil Mr. T.M Hassan, Bung Karno dan Bung Hatta sebagai saksi
mutlak yang masih hidup guna mempersaksikan kebenaran uraian saya ini…. Saudara
Ketua, di mana lagi jika tidak di Dewan Konstituante yang terhormat ini, Saudara Ketua,
dimanakah kami golongan Islam menuntut penunaian “janji” tadi itu? Di mana lagi
tempatnya? Apakah Prof. Mr Soehardi mau memaksa kita mengadakan revolusi? Saya
persilakan saudara Prof Mr. Soehardi menjawab pertanyaan saya ini secara tegas! Silakan!
Saudara Ketua, jikalau dulu pada tanggal 18 Agustus 1945 kami golongan Islam telah di-
fait-a-compli-kan dengan suatu janji dan/atau harapan dengan menantikan waktu 6 bulan,
menantikan suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat Undang-undang Dasar
yang baru dan yang permanen, Saudara Ketua, janganlah kami golongan Islam di Dewan
Konstituante sekarang ini di-fait-a-compli-kan lagi dengan anggapan-anggapan semacam:
Undang-undang Dasar Sementara dan Dasar Negara tidak boleh dirubah, tidak boleh
diganti, tidak boleh diganggu gugat! Sebab fait-a-compli semacam itu sekali ini, Saudara
Ketua, hanya akan memaksa dada meledak!” Pidato Kasman di Sidang Konstituante yang
sangat berapi-api mengusulkan Islam sebagai dasar negara sungguh sebuah ‘penebusan
kesalahan’ yang sangat luar biasa. Dalam pidato-pidatonya di Konstituante itu, Kasman
secara detil mengemukakan alasan-alasannya mengapa Islam layak dijadikan dasar negara,
dan menantang golongan/kelompok lain untuk mengemukakan alasan-alasannya terhadap
Pancasila. Dengan adu argumen ini akan terlihat mana yang benar dan solutif. Bagi Kasman,
Islam adalah sumber mataair yang tak pernah kering dan tak akan ada habisnya untuk
digunakan sebagai dasar dari NKRI ini jika negara ini dilandaskan pada Islam. Sebaliknya,
Pancasila yang dijadikan dasar negara tak lebih seperti “air dalam tempayan”, yang diambil-
diangsur, digali dari “mataair” atau sumber yang universal itu, yaitu Islam
8. PERAN Dr. K.R.T. RADJIMAN WEDYODININGRAT
Peran Sang Dokter Kasunanan
Dia dokter bumiputera yang cemerlang. Perannya penting dalam memimpin rapat
persiapan pembentukan negara Indonesia merdeka. WAKILNYA di Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), RP Soeroso, mendapat gelar Pahlawan
Nasional pada 1986. Sementara sang ketua, KRT Radjiman Wedyodiningrat, baru tahun ini
mendapat gelar tersebut.
“Peranannya yang terpenting sebagai ketua BPUPKI adalah memberikan arah pada seluruh
wacana penyusunan dasar negara, dalam arti menyetujui atau menolak usul-usul anggota,” tulis
Saafroedin Bahar, “Sumbangan Daerah dalam Proses Nation Building”, termuat dalam
Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional karya Ichlasul Amal dan Armaidy
Armawi. Radjiman Wedyodiningrat lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879 dari keluarga
biasa. Selagi masih kecil, dia sudah kehilangan orangtuanya. Prihatin dengan nasibnya, Dr
Wahidin Soedirohoesodo menolong pemuda berbakat dan penuh cita-cita itu untuk
memperoleh pengajaran yang baik.
Menurut AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum, Radjiman lulus dari Sekolah
Dokter Bumiputera (Stovia) sebagai “dokter jiwa” pada 1898. Setelah beberapa tahun bekerja
di Banyumas, Purworejo, Semarang, dan Madiun, dia meneruskan pendidikannya dan menjadi
asisten di Stovia sampai lulus sebagai Indisch Arts.
Dia kemudian bekerja di Sragen, menjadi asisten dokter istana Kasunanan Surakarta,
dan dokter rumahsakit jiwa Lawang Jawa Timur –namanya kemudian dilekatkan pada
rumahsakit tersebut: Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat. “Pada Oktober 1909 ia
tiba di Negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikan sebagai dokter dan untuk mengkhitan
putra-putra Susuhunan,” tulis Harry Poeze dalam Di Negeri Penjajah, Orang Indonesia di
Negeri Penjajah 1600-1950.
Dia lulus dengan “hasil cemerlang” dan bergelar Arts. “Dengan demikian kedudukan
dokter Radjiman setaraf dengan dokter-dokter lulusan Universitas bangsa Belanda,” tulis
Pringgodigdo, “suatu hal yang waktu itu tidak mudah dicapai oleh seorang anak pribumi, jika
tidak sungguh-sungguh cemerlang kecakapan dan kepandaiannya.” Radjiman menjadi orang
Indonesia kedua, setelah WK Tehupeiory, yang berceramah di Indisch Genootschap (Indies
Institute) pada Februari 1911. Dalam ceramahnya, dia memberikan jawaban atas pertanyaan
“apakah orang Jawa dapat menerima pencerahan lebih lanjut.” Pidato Radjiman, yang
dilengkapi cuplikan dari buku-buku psikologi, diterima dengan penuh pujian.
9. Selain di Belanda, Radjiman memperdalam keahliannya di Berlin dan Paris.
“Wedyodiningrat menjadi dokter ahli bedah, ahli ilmu bersalin, dan ahli penyakit kandungan,”
tulis Pringgodigdo. Sepulang dari Belanda pada pertengahan 1911, Radjiman menjadi dokter
istana Kasunanan Surakarta yang pertama di Solo. Selain itu, dia kembali aktif di Boedi
Oetomo sebagai wakil ketua, menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), dan memimpin
majalah tengah bulanan Timboel.
Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman menduduki jabatan-jabatan prestius tapi
yang terpenting adalah ketua BPUPKI. “Apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?”
adalah pertanyaan yang diajukannya dalam sidang BPUPKI yang kemudian dijawab Sukarno
dengan uraian mengenai Pancasila. Radjiman Wedyodiningrat wafat pada 20 September 1952.
Jenazahnya dikebumikan di Desa Melati, Sleman, Yogyakarta, tempat peristirahatan terakhir
bapak angkatnya, Wahidin Soedirohusodo.