Dokumen tersebut membahas tentang sumber hukum internasional yang terdiri dari perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip umum hukum. Juga dibahas mengenai jenis-jenis perjanjian internasional beserta proses pembentukannya."
2. Definisi
o Hukum Internasional sebagai dasar perbuatan
hukum dan hubungan hukum
transnasional/internasional/antar subyek-subyek
hukum internasional (Material – Dasar
mengikatnya Hukum Internasional) – Non Yuridis;
o Hukum Internasional sebagai dasar
penyelesaian sengketa transnasional
(sengketa yang terjadi karena tidak
terpenuhinya kewajiban) atau dimana kita
mendapatkan ketentuan hukum yang dapat
diterapkan sebagai kaidah dalam satu
persoalan yang konkrit (Formil) - Yuridis;
o Faktor apa yang membantu pembentukan hukum
sebagai perwujudan atau gejala dalam kehidupan
bermasyarakat (Arti lain) – Non Yuridis;
3. Sumber Hukum Internasional
a.
b.
c.
d.
Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional :
Perjanjian Internasional;
Kebiasaan Internasional;
Prinsip-prinsip / Asas-asas Hukum Umum;
Keputusan Pengadilan (Jurisprudensi) &
Pendapat Para Sarjana Terkemuka (Doctrine)
Diluar Pasal 38 (1) MI tersebut ada sumber
hukum internasional lain yang diakui dalam
perkembangannya, yaitu Keputusan
Organisasi Internasional (Resolusi)
4. Perjanjian Internasional, Hukum
Kebiasaan Internasional dan Prinsip/Asas
Hukum Umum merupakan Sumber
Hukum Internasional Primer.
Sedangkan, Jurisprudensi, Doktrin dan
Resolusi merupakan Sumber Hukum
Internasional Sekunder.
Mengapa perlu dibagi primer & sekunder?
karena setiap perbuatan hukum dan dasar
penyelesaiannya harus berdasarkan
perjanjian internasional, hukum kebiasaan
internasional, asas-asas HI bila tidak ada
baru menggunakan yang Sekunder.
7. Unsur – Unsur
Perjanjian Internasional
1.
2.
3.
4.
5.
Kesepakatan;
Subyek-subyek HI;
Tertulis;
Obyek tertentu;
Menimbulkan akibat Hukum tertentu.
8. Pengertian Perjanjian Internasional menurut
Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional adalah Perjanjian
dalam bentuk dan nama tertentu yang
diatur oleh hukum internasional yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan
hak dan kewajiban dibidang hukum publik.
11. • Treaty, biasanya dipergunakan (secara tidak
konsisten) untuk suatu persetujuan yang sifatnya
lebih khidmad (the more solem agreement)
misalnya seperti perjanjian perdamaian, aliansi,
netralitas dan arbitrase.
Dalam Konvensi Wina 1969, Pasal-pasal yang
digunakan lebih banyak memakai treaty,
walaupun nama perjanjian itu sendiri memakai
Konvensi. Di Indonesia seringkali diterjemahkan
sebagai Traktat.
12. • Convention, biasanya digunakan untuk
Perjanjian Internasional yang bersifat Law Making
Treaty, yaitu Perjanjian Internasional yang
melahirkan kaidah-kaidah hukum internasional
baru. Dalam praktek istilah ini paling sering
digunakan oleh negara-negara.
• Charter, lazim digunakan untuk perjanjian yang
membentuk organisasi internasional, seperti
PBB.
13. • Statute, dalam bahasa Indonesia disebut Statuta,
misalnya dipakai nama Piagam oleh Mahkamah
Internasional (statute of the International of juctice) dan
dipakai oleh Peradilan Pidana Internasional (ICC)
dengan Rome Statute (Statuta Roma).
• Agreement, dalam bahasa Indonesia disebut
persetujuan, lazim dipakai untuk perjanjian yang
kurang penting dan biasanya bersifat bilateral.
• Pact, dipergunakan untuk perjanjian yang
membentuk pakta pertahanan atau pakta
perdamaian. Dalam praktek isitlah Pact ini jarang
digunakan pada saat ini.
16. Yang berhak membuat Perjanjian
Internasional (dilihat dari Konstitusi):
Negara dengan Undang-Undang
Dasarnya;
Organisasi Internasional dengan
Anggaran Dasarnya;
Pemberontak dengan kesepakatan.
17. 2. Jumlah Pihak
• Dua (Bilateral)
• Banyak (Multilateral)
– Contoh: Biological Diversity 1992, Liability
Convention 1972, Perjanjian Pengelolaan
Selat Malaka antara Singapura – Indonesia –
Malaysia.
18. 3. Sifat Pelaksanaan
• Menentukan (Dispositive Treaties)
Perjanjian yang begitu dilaksanakan begitu pula
tujuan tercapai dengan sendiri dan perjanjian
tersebut berakhir.
Contoh: Perjanjian batas negara (Indonesia –
Malaysia)
• Melaksanakan (Executory Treaties)
Perjanjian yang melaksanakan (proses & panjang),
tujuan tercapai dalam jangka panjang sapai ada
komitmen untuk mengakhiri.
Contoh: Perjanjian Ekstradisi (Malaysia – Indonesia)
tahun 1973 – sekarang.
* Penerapannya harus memperhatikan Asas Double
Criminality, artinya dike-2 negara harus sama-sama
dapat dipidana.
19. 4. Bentuk – Bentuk
Perjanjian Internasional
• Tertulis – memiliki ketegasan,
kejelasan dan kepastian
hukum.
• Tidak Tertulis/Perjanjian
Internasional Lisan.
20. Perjanjian Internasional dalam
bentuk Tertulis, terdiri dari:
• PI antar negara : cirinya dalam
pembukaannya menggunakan kata “The
States Parties”
• PI antar Kepala Negara : The High Contracting
Parties.
• PI antar Pemerintah : isinya lebih bersifat
teknis, dengan ciri “The Government of … and
The Government of …”
• PI antar Kepala Pemerintah dan Kepala
Negara.
21. Macam-Macam Perjanjian
Internasional ditinjau dari berbagai
Segi/Sudut Pandang
I.
PI ditinjau dari segi jumlah negara
yang menjadi pihak
1.
2.
I.
PI Bilateral
PI Multilateral
PI ditinjau dari segi kesempatan yang
diberikan kepada Negara untuk
menjadi Pihak/Peserta
1.
2.
PI Khusus/Tertutup
PI Umum/Terbuka
22. III. PI ditinjau dari Kaidah Hukum
yang dilahirkan
1. PI yang melahirkan kaidah hukum
khusus bagi para pihak.
2. PI yang melahirkan kaidah hukum
yang berlaku dalam kawasan.
3. PI yang melahirkan kaidah hukum
yang berlaku umum.
23. IV. PI ditinjau dari segi Bahasa
yang dirumuskan
1. PI yang dirumuskan dalam satu
bahasa.
2. PI yang dirumuskan dalam dua
bahasa atau lebih, tetapi hanya satu
bahasa saja yang sah/otentik.
3. PI yang dirumuskan dalam satu
bahasa atau lebih tetapi semua
dianggap sah/otentik.
24. V. PI ditinjau dari segi Substansi
Hukum yang dikandung
1. PI yang seluruh pasalnya merupakan
rumusan dari Kebiasaan Internasional.
2. PI yang rumusan pasalnya merupakan
Kaidah Hukum yang baru.
3. PI yang rumusan pasalnya merupakan
perpaduan antara Kebiasaan Internasional
dan Kaidah Hukum baru.
25. VI. PI ditinjau dari Ruang Lingkup
Berlakunya
1. PI Khusus
2. PI Regional
3. PI Umum/Universal
VI. PI ditinjau dari segi Pemrakarsanya
1. PI yang diprakarsai oleh Negara-Negara
2. PI yang diprakarsai oleh Organisasi
Internasional.
26. 5. Fungsi Perjanjian Internasional dalam
Pembentukan Hukum Internasional
• Treaty Contract
– Bersifat kontraktual, artinya bahwa PI
sebagai hukum bagi para pihak (arti sempit
PI = HI)
• Law Making Treaties
– PI yang membentuk HI, artinya bahwa
Wilayah dan Materi yang ada dalam PI
tersebut Luas dan Umum
27. 6. Proses Pembuatan Perjanjian
Internasional
a. Dengan dasar hukum Konvensi Wina
1969 & 1986, ada 2 proses:
1. 2 tahap, meliputi Perundingan dan
Penandatanganan.
2. 3 tahap, meliputi:
1. Perundingan
2. Penandatanganan
3. Pengesahan, meliputi:
a)
b)
c)
d)
Ratifikasi (ratification)
Aksesi (accesion)
Akseptasi (acceptance)
Persetujuan (approval)
28. b. Menurut Undang-Undang No.
24 tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tahap Penjajakan
Tahap Perundingan
Tahap Perumusan Naskah
Tahap Penerimaan Naskah
Tahap Penandatangan
Tahap Pengesahan
2
T
A
H
A
P
3
T
A
H
A
P
29. Contoh:
RI
(Perdana Menteri)
Australia
(Perdana Menteri)
Pasal 11
UUDNRI 45
Jo. UU 24/2000
(Pelimpahan
Wewenang)
Harus melalui
Credentials/
Full Powers
(Surat Kuasa
Penuh)
DEPLU
Direktur Hankam
Diwakili oleh
Menlu
DEPLU
Direktur Hankam
Pertukaran Full Powers
30. 1. Perundingan:
a. Perencanaan – Perumusan – Naskah (draft)
b. Penerimaan Naskah
→ Memberi paraf pada masing-masing naskah
→ Pulang mengakhiri perundingan supaya dikonsultasikan
pada masing-masing negara maksimal 1 x 24 jam.
→ Masih ada kemingkinan diubah
→ Misal Pasal “x” tidak setuju dapat diganti “x’”
a. Pengesahan Naskah (final draft)
2. Penandatanganan (Direktur masing-masing
negara)
→ Apa dengan penandatangan, rakyat dan RI (negara)
terikat?
→ Mengikat jika sudah dicantumkan dalam Lembaran Negara
→ Pengesahan
31. →Pengesahan
→Yang mengesahkan:
Presiden dan DPR (menurut UU No. 24 tahun 2000)
Presiden = Produk hukum – Keppres (versi UU No.
24 tahun 2000 – sekarang Perpres versi UU No. 10
tahun 2004)
Apa fungsi lembaga pengesahan?
Sebagai dasar hukum mengikat terhadap
rakyat.
32. Dalam UU 24 tahun 2000
6 bidang yang pengesahannya
menggunakan UU:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Masalah politik, perdamaian dan Hankam;
Perubahan wilayah dan penetapan wilayah;
Perjanjian tentang kedaulatan dan hak berdaulat
HAM dan Lingkungan Hidup;
Pembentukan kaidah-kaidah hukum baru;
Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Selain ke-6 bidang tersebut
pengesahannya menggunakan Keppres
(Perpres)
33. Batal
1.
2.
3.
4.
Kapan perjanjian
internasional itu batal
& berakhir
Hilang/lenyapnya suatu negara;
Paksaan;
Penipuan;
Bertentangan dengan asas Hukum
Internasional;
5. Muncul asas Hukum Internasional baru;
6. Pelanggaran terhadap Hukum Nasional;
34. Berakhir
1. Tujuan yang ada dalam perjanjian tercapai;
2. Habis waktu berlakunya perjanjian;
3. Komitmen dari masing-masing pihak untuk
mengakhiri Perjanjian Internasional;
4. Subyek punah;
5. Dipenuhinya syarat-syarat untuk mengakhiri
Perjanjian Internasional;
6. Diadakan perjanjian kembali;
7. Punahnya objek perjanjian.
35. M
ateri P
erjanjian Internasional
1. Preamble
a. Memuat dasar filosofis/latarbelakang;
b. Memuat dasar yuridis/hukum;
c. Memuat dasar politis/tujuan yang ingin dicapai;
2. Substansi (Hak & Kewajiban)
3. Prosedur (Pelaksanaan & Penegakan
(tidak selalu harus tercantum) )
4. Penutup (Mulai berlaku, bahasa otentik,
dibuat tanggal, dibuat di)
37. Peristilahan
Ada 2 istilah yang biasanya digunakan
secara bergantian, yaitu:
1. Usage (Adat Istiadat)
2. Custom (Kebiasaan)
38. • Adat Istiadat (Usage) merupakan tahapan yang
mendahului adanya kebiasaan (Custom).
• Kebiasaan mulai apabila adat istiadat
berakhir.
• Adat istiadat adalah suatu kebiasaan
bertindak yang belum sepenuhnya
memperoleh pengesahan hukum.
• Adat istiadat bertentangan, namun kebiasaan
harus terunifikasi dan bersesuaian (selfconsistent).
• Kebiasaan, sebagaimana dimaksudkan oleh
hukum, adalah suatu adat istiadat yang
telah memperoleh kekuatan hukum.
39. Penger tian
Dalam Pasal 38 (1) sub b Statuta MI,
dinyatakan, bahwa:
“International Custom as evidence of a general
practice accepted as law”
Artinya bahwa: Kebiasaan internasional
yang merupakan bukti dari adanya
praktek atau perilaku yang berlaku umum
dan diakui atau diterima sebagai hukum.
40. Kebiasaan sebagai Sumber Hukum
Ada 2 unsur, yaitu:
• Perilaku (kebiasaan) itu merupakan fakta dari
praktek atau perilaku yang secara umum telah
dilakukan atau dipraktekan oleh negara-negara
(the evidence of material fact);
• Perilaku yang telah dipraktekan secara umum
tersebut, oleh negara-negara atau masyarakat
internasional, telah diterima atau ditaati
sebagai perilaku yang memiliki nilai sebagai
hukum. (opinio juris sive necessitatis).
41. Dimana kita dapat mengetahui bukti
adanya Hukum Kebiasaan Internasional?
Hukum kebiasaan internasional dapat
dilihat dan diamati serta dibuktikan
eksistensinya, misalnya dalam bentuk:
1.
2.
3.
4.
Perilaku atau tindakan pejabat-pejabat negara;
Perjanjian-perjanjian Internasional;
Perundang-undangan nasional negara-negara;
Putusan-putusan pengadilan internasional
maupun nasional;
5. Tulisan-tulisan atau karya-karya yuridis para
sarjana;
6. Pernyataan-pernyataan pejabat tinggi negara.
42. P
erilaku/
tindakan P
ejabat Negara
• Perilaku negara-negara dilakukan oleh
pejabat-pejabatnya, dari perilaku-perilaku
tersebut sebagai cermin adanya
kebiasaan internasional;
• Perilaku baik aktif maupun pasif.
43. Perjanjian-perjanjian Internasional
Jika dibuat perjanjian bilateral atau
multilateral mengenai hal tertentu,
kemudian negara-negara lain meniru dan
mengikutinya dengan jalan membuat
perjanjian yang serupa, maka pokok
masalah yang dituangkan dan
dirumuskan dalam perjanjian-perjanjian itu
sebagai petunjuk tentang adanya atau
lahirnya hukum kebiasaan internasional.
44. Peraturan Perundangundangan Nasional Negaranegara
• Dari perundang-undangan nasional yang
mengandung aspek-aspek hukum
internasional, pengaturannya di dalam
perundang-undangan nasional tiap-tiap
negara terdapat kesamaan antara satu
dengan lainnya.
• Adanya kesamaan ini menunjukan adanya
perilaku atau praktek yang sama antara
negara-negara mengenai masalah yang
bersangkutan.
45. • Contoh: Undang-undang Tentang Batas
Wilayah Negara, Undang-undang
Tentang Kewarganegaraan, Undangundang Tentang Laut Teritorial, Undangundang Tentang Hak Lintas Damai,
Undang-undang Tentang Zona Ekonomi
Eksklusif.
46. Putusan Badan Peradilan
Nasional dan Internasional
• Putusan pengadilan itu telah mempengaruhi
praktek dan perilaku negaranya masingmasing.
• Dari putusan-putusan tersebut dapat dilihat
bahwa negara-negara dalam kasus yang
sama tampak berperilaku sama, sehingga
dapat dikatakan disini ada hukum
kebiasaan internasional.
47. Tulisan-tulisan atau karyakarya yuridis para sarjana
• Dibatasi tulisan-tulisan yang isinya
menguraikan atau mengungkapkan faktafakta yang mempunyai nilai hukum
kebiasaan internasional, yakni sebagai
pembenaran atas adanya perilaku atau
praktek negara-negara mengenai suatu
masalah tertentu.
• Bukan tulisan yang merupakan pendapat
atau pandangan pribadinya mengenai
suatu persoalan tertentu.
48. Pernyataan-pernyataan
pejabat tinggi negara
• Peristiwa yang sama atau sejenis, yang
terjadi berulang-ulang dalam kurun waktu
yang berbeda-beda seringkali menimbulkan
reaksi yang sama dari negara-negara di
dunia.
• Peristiwa yang sama berulang-ulang terjadi,
menimbulkan reaksi yang sama dan
berulang-ulang pula.
50. Pengertian
Dalam Pasal 38 (1) sub c Statuta MI,
dinyatakan bahwa:
“The General Principles of Law recognized by Civilized
Nations”
Artinya: Prinsip-prinsip hukum umum yang
diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
51. Latar belakang
Ada 2 kelompok yang memberikan
pemahaman yang berbeda:
1. Prinsip-prinsip umum hukum internasional
beranggapan apabila sub c tidak
menunjukan pada sumber-sumber
hukum yang telah ada. (Luas)
2. Dengan adanya sub c maka Pengadilan
dituntut supaya menggunakan prinsipprinsip hukum lokal yang telah dikenal
oleh hampir seluruh bangsa dalam
upayanya mengisi kekosongan hukum.
(Terbatas)
52. Dilihat dari sisi fungsinya
Hukum Kebiasaan
Internasional
masukan
dasar
Asas Hukum
Internasional
54. • Continuity Of Treaties
• Procedure of Disputes Settlement (Litigasi
& Kooperasi (Non Litigasi))
• Polluter Prevention Pays
• Good Faith
• Pacta Sunt Servanda
• Freedom of High Seas
• National Treatment
• Ne bis in idem
56. Sumber Hukum Internasional
Tambahan
• Fungsi: Ketentuan Hukum
Internasional bersifat membuktikan dan
mengembangkan ketentuan Hukum
Internasional Primer;
• Ar ti: Ketentuan Hukum Internasional
yang berkembang mengikuti
keberadaan masyarakat internasional.
57. Jurisprudensi
Putusan tidak hanya terbatas pada badan
peradilan nasional saja, seperti putusan
Mahkamah Internasional, Mahkamah Internasional
Permanen, badan-badan arbitrase internasional,
mahkamah Hak-hak Asasi Manusia, atau yang
lainnya, termasuk didalamnya putusan badan
peradilan nasional negara-negara, badan arbitrase
internasional maupun badan peradilan nasional
lainnya yang mungkin ada dalam suatu negara.
58. Dibagi 2 jenis:
1. Solution Paradigm
–
–
Harus ada putusan (Jalur Litigasi)
Contoh: Putusan MI PBB tentang penguasaan
pulau Sipadan dan Ligitan, 2004.
1. Cooperative Paradigm
–
–
ADR (Alternative Disputes Resolution) atau Jalur
Non Litigasi.
Contoh: Perundingan, Kesepakatan, Mediasi,
Konsiliasi, Jasa-jasa Baik, Rechtvinding.
59. Doktrin
Pendapat seorang atau beberapa para
sarjana (dalam suatu komisi) yang
kemudian dikutip dan disetujui oleh
sarjana lain, yang kemudian
berkembang menjadi suatu kesamaan
padangan para sarjana maupun
anggota masyarakat luas tentang
masalah yang diberi pendapat oleh
sarjana tersebut.
60. Doktrine Hukum Internasional
1. The Objective Sovereignty of a State
Doctrine;
2. The Objective Responsibility of a
State Doctrine;
3. Imputability Doctrine;
4. Culpa Doctrine.
61. Resolusi
• Resolusi mengikat sebagai hukum bagi
organisasi internasional tersebut maupun
mengikat bagi negara-negara anggotanya;
• Resolusi (misal resolusi majelis umum
PBB), ada yang lahir dengan suara bulat
atau konsensus, ada yang lahir dengan
suara terbanyak, baik karena sejumlah
mayoritas yang pro berhadapan dengan
minoritas yang kontra, atau ditengahnya
ada yang abstain.
62. • Bagaimana dengan negara yang kontra
dan abstain, apakah harus
mentaati/melaksanakan resolusi tersebut?
• Karena pada hakekatnya sikap kontra
atau abstain tersebut merupakan
manifestasi dari sikap politik negara
tersebut yang sedapat mungkin harus ia
pertahankan.
• Dengan kondisi masyarakat internasional
yang koordinatif, maka tidak ada satu
pihakpun yang dapat memaksa negara
yang kontra dan abstain tersebut.
63. • Terhadap masalah tersebut, berdasarkan
asas demokrasi yang juga berlaku bagi
masyarakat internasional, maka negara
yang kontra dan abstain tersebut harus
terikat pada resolusi tersebut.
• Pandangan seperti ini menganalogikan
masyarakat internasional seperti
masyarakat nasional.
• Tinggal apakah, negara yang kontra dan
abstain tersebut benar-benar mentaati
atau setidak-tidaknya tidak bertentangan
dengan resolusi yang telah disepakati.