SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  20
MAKALAH
QIYAS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam 1
Dosen Pengampu : ABDUL HAMID ALY, S.Pd., M.Pd
Disusun oleh Kelas M-01
Kelompok 1 :
Nur Rohmah Dhuhaini (21901081003)
Tami Erliani (21901081009)
Riski Abidah El Anisa (21901081012)
Arya Wega Nanda (21901081015)
Fariq Rahman Azis (21901081035)
Aghits Baihaqi (21901081037)
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman- teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan- kekurangnya, baik dari segi
tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang
kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan
saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini.
MALANG , Desember 2019
KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………….………..…………………...…......... 1
1.2 Rumusan Masalah …………….……….………………............... 1
1.3 Tujuan ………………………..…………...………………...….... 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Qiyas ……………………………………………….... 3
2.2 Rukun dan Syarat Qiyas …………………………………………. 5
2.2.1. Ashl (Pokok) .……………………………………………. 5
2.2.2. Al-Hukm ……………………………………………….... 6
2.2.3. Far’u ……………………………………………………... 7
2.2.4. ‘Illat …………………………………………………….... 7
2.3 Macam-macam Qiyas ………..................................................... 9
2.3.1. Qiyas Aulawy ……………………………………………. 9
2.3.2. Qiyas Musawy …………………………………………. 10
2.3.3. Qiyas Adna ……………………………………………... 11
2.4 Qiyas sebagai Sumber Hukum dalam Islam ………...……..….. 11
2.4.1. Dalil Al-Qur’an ………………………………………… 12
2.4.2. Dalil Sunnah ……………………………………………. 14
2.4.3. Atsar Sahabi ……………………………………………. 15
BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………... 16
3.1. Kesimpulan …………………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………..……..……………...…………………………………….. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dinamika hukum Islam dibentuk oleh adanya interaksi antara wahyu dan rasio. Itulah
yang berkembang menjadi ijtihad; upaya ilmiah menggali dan menemukan hukum bagi hal-
hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara tersurat (manshus) dalam syariah (al-kitab wa
sunnah). Dengan demikian, sumber hukum Islam terdiri atas: al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan
akal. Selain dari sumber hukum primer tersebut, dikenal juga adanya sumber-sumber
sekunder (al-mashadir al-tab'iyyah), yaitu: syariah terdahulu (syar' man qablana). Pendapat
sahabat Nabi (qaul al-shahabi), kebiasaan/adat-istiadat (al'urf), Istihsan, Istishlah dan
Istishhab.
Seiring perkembangan masa, semakin banyak problem yang kita dapatkan dalam proses
interaksi manusia. Kita ketahui bahwa al- qur’an dan hadist merupakan sumber hukum
yang masih universal penjelasannya. Sehingga dibutuhkan ijtihad para mujtahid. Tidak bisa
dipungkiri bahwa amalan para mujtahid masih sangat diperlukan dalam menginstinbathkan
hukum syara. Sebab ada hal-hal tertentu dalam hukum syara` yang memang masih butuh
penjelasan lebih lanjut. Biasanya yang menjadi objek dari qiyas ini adalah hal-hal yang
berhubungan dengan cabang bukan pokok dari suatu perkara hukum syara`.
Biasanya untuk hal yang pokok telah dicantumkan hukumnya dalam al-quran maupun
al-hadits. Qiyas menjadi sangat penting mengingat makin banyak permasalahan baru dalam
dunia islam yang berkaitan dengan syara` seiring dengan perkembangan zaman. Oleh
karena itu, pada pembahasan makalah kami ini akan memaparkan sedikit tentang qiyas.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Qiyas?
2. Apa saja rukun dan syarat Qiyas?
3. Apa saja macam-macam Qiyas?
4. Bagaimana Qiyas sebagai Sumber hukum dalam Islam?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Qiyas.
2. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat-syarat Qiyas.
3. Untuk mengetahui Macam-Macam Qiyas.
4. Untuk mengetahui Qiyas sebagai Sumber Hukum Dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Qiyas
Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Menurut para ahli Ushul Fiqih, qiyas ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain : Qiyas ialah
menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash
hukumnya karena adanya persamaan ‘illat hukum.
Karena dengan qiyas ini, berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum
kepada sumbernya al-quran dan hadits. Sebab dalam hukum Islam kadang tersurat jelas
dalam al-quran dan hadits, tapi kadang juga bersifat implicit-analogik (tersirat) yang
terkandung dalam nash. Beliau Imam Syafi’i mengatakan “Setiap peristiwa pasti ada
kepastian hukum dan umat Islam wajib melaksanakannya”. Namun jika tidak ada ketentuan
hukum yang pasti, maka haruslah dicari dengan cara ijtihad. Dan ijtihad itu adalah qiyas.
Jadi, hukum Islam itu ada kalanya dapat diketahui melalui bunyi nash, yakni hukum-
hukum yang secara tegas tersurat dalam Alqur’an dan Hadits, ada kalanya harus digali
melalui kejelian memahami makna dan kandungan nash. Yang demikian itu dapat
diperoleh melalui pendekatan qiyas.
Proses pengqiyasan dilakukan dengan cara menganalogikan sesuatu yang serupa karena
prinsip persamaan‘illat akan melahirkan hukum yang sama. Asas qiyas adalah
menghubungkan dua masalah secara analogis berdasarkan persamaan sebab dan sifatnya.
Apabila pendekatan tersebut menemukan titik persamaan maka konsekuensi hukumnya
harus sama pula dengan hukum yang ditetapkan. Yang kedua adalah analogi beda sifat,
beda hukum. Dalam Firman-Nya telah disebutkan pada QS. Al-Jatsiyah (45) : 21
Artinya :
“Apakah orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan
mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, yaitu sama
antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.”
Dan Firman Allah yang berbunyi dalam QS. Shaad (38) : 28
Artinya :
“Patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sho!eh
samadengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah kami
menganggap orang-orang yang bertaqwa sama dengan orang-orang yang berbuat
maksiat?”
Ada beberapa definisi menurut para ulama tentang pengertian qiyas, diantaranya :
 Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
 Qadhi Abu Bakar
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan
ada hal yang sama antara keduanya.
 Ibnu Subkhi dalam Jam’u al-Jawami’
Menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena
kesamaannya dalam ‘illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan (mujtahid).
 Abu Hasan al-Bashri
Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada “furu’” karena keduanya sama dalam
‘illat hukum menurut mujtahid.
 Al-Baidhawi
Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui karena
keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan.
2.2 Rukun dan Syarat Qiyas
Dari pemahaman definisi mengenai qiyas diatas, maka qiyas mempunyai rukun yang
terdiri dari empat macam, yakni :
2.2.1 Ashl (Pokok)
Yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat menqiyaskan.
Ini bedasarkan pengertian ashl menurut fuqaha. Sedangkan ashl menurut hukum
teolog adalah suatu nash syara’ yang menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata
lain, suatu nash yang menjadi dasar hukum. Ashl itu disebut juga maqish alaih
(yang dijadikan tempat menqiyaskan), mahmul ‘alaih (tempat membandingkan),
atau masyabbah bin (tempat menyerupakan).
Menurut sebagian besar ulama fiqih, sumber hukum yang dipergunakan sebagai
dasar qiyas harus berupa nash, baik nash Al-Qur’an atau hadis atau ijma’. Jadi tidak
boleh mengqiyaskan sesuatu dengan hukum yang ditetapkan dengan qiyas.
Pembatasan sumber hukum tersebut berdasarkan:
a. Bahwa nash hukum merupakan sumber dan dasar dari segala hukum. Sedang
sumber hukum lain apapun bentuknya bergantung pada nash tersebut. Dengan
demikian nash hukum itu harus dijadikan sebagai dasar bagi bangunan qiyas.
b. Nash hukum dengan berbagai bentuk dan kemungkinan kandungannya
mengandung isyarat adanya ‘‘illat. Dengan menggunakan pemahaman isyarat
kita dapat menemukan ‘‘illat.
c. Sesungguhnya qiyas sendiri berpegang dengan Al-Quran dan hadis.
d. Sebagian besar ulama menetapkan bolehnya mengqiyaskan sesuatu berdasarkan
hukum yang ditetapkan dengan ijma’, sebab sandaran ijma’ adalah nash,
meskipun tidak selalu tegas menunjukkan hukum.
Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyas dari minuman keras adalah
keharamannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu
dibutuhkan Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyas, dimana suatu
permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.
2.2.2 Al-Hukm
Al-Hukm adalah hukum ketetapan nash, baik Al-Qur’an maupun hadist, atau
ketetapan ijma’ (bagi orang yang menganggapnya sebagai sumber hukum asal)
yang hendak ditransfer pada kasus-kasus hukum baru karena adanya unsur
persamaan. Penetapan hukum asal pada kasus hukum baru karena adanya unsur
persamaan antara keduanya, harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
a. Harus berupa hukum syara’ yang amaliah. Qiyas hukum tidak akan terjadi
kecuali pada hukum-hukum yang bersifat amaliah, karena itulah yang menjadi
sasaran atau obyek fiqih Islam, karena kerangka luas.
b. Harus berupa hukum yang rasional (ma’qulul ma’na). Hukum rasional ialah
suatu hukum yang apat ditangkap sebab dan alasan penetapannya, atau setidak-
tidaknya mengandung isyarat akan sebab-sebab itu.
Sebaliknya hukum yang tidak rasional, tidak mampu ditangkap sebab-sebabnya
oleh akal, seperti hukum tayamum dan jumlah rakaat sholat. Oleh sebab itu, di sini
tidak berlaku hukum qiyas.
2.2.3 Far’u
Far’u adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma’
yang tegas dalam menentukan hukumnya. Al-far’u ialah kasus yang hendak
diketahui hukumnya melalui qiyas terhadap hukum asalnya. Al-Far’u atau kasus
baru itu harus memenuhi dua persyaratan :
a. Kasus itu belum terdapat nash hukumnya dalam Al-Quran dan Hadis. Sebab,
qiyas tidak berlaku pada hukum-hukum yang sudah jelas nashnya. Prinsip qiyas
ialah mempertemukan kasus hukm baru yang belum ada nashnya. Oleh sebab
itu tidaklah logis menetapkan hukum Qiyas terhadap kasus hukum yang sudah
ada nashnya.
b. ‘‘Illat hukum itu harus benar-benar terwujud dalam kasus baru, sama jelasnya
dengan ‘‘illat hukum asal. Apabila ‘‘illat dilarangnya meminum minuman
khamer itu ‘memabukkan’ maka setiap minuman atau makanan yang
memabukkan sama hukumnya dengan khomer, yaitu haram. Sebaliknya apabila
makanan atau minuman itu tidak memabukkan, misalnya sekedar membuat
orang pusing, baik karena faktor orang yang meminum atau faktor makanan
atau minuman yang bersifat sementara selama tidak memabukkan, maka
makanan atau minuman tersebut tidak haram, seperti khomer. Alasannya : tidak
adanya kesamaan ‘illat. Makanan dan minuman jenis ini memanglah tidak
memabukkan, berbeda dengan khomer yang mempunyai sifat yang
memabukkan.
2.2.4 ‘Illat
‘Illat adalah pokok yang menjadi landasan qiyas. Imam Fahrul Islam al-Bazdawi
telah menegaskan bahwa ‘‘illat merupakan rukun qiyas dan landasan dari bangunan
qiyas. Sebagian ulama mendefinisikan ‘illat sebagai suatu sifat lahir yang
menetapkan dan sesuai dengan hukum.
Orang yang mengakui adanya ‘illat dalam nash, berarti ia mengakui adanya
qiyas. Kami berpendapat, dalam memandang ‘illat, para ulama terbagi menjadi tiga
golongan:
a. Golongan yang pertama (mazhab Hanafiah dan Jumhur) berpendapat bahwa
nash-nash hukum pasti memiliki ‘illat. Selanjutnya mereka mengatakan:
”sesungguhnya sumber hukum asal adalah ‘illat hukum itu sendiri, hingga ada
petunjuk (dalil) yang menentukan lain.
b. Golongan kedu beranggapan sebaliknya, bahwa nash-nash hukum itu tidak
ber’illat, kecuali ada dalil yang menentukan adanya ‘illat.
c. Golongan ketiga ialah ulama yang menentang qiyas (nufatul qiyas) yang
menganggap tidak adanya ‘illat hukum.
Ada lima syarat yang mengesahkan ‘illat manjadi dasar qiyas ialah sebagai
berikut:
a. ‘Illat harus berupa sifat yang jelas dan tampak, sehingga ia menjadi sesuatu
yang menentukan.
b. ‘Illat harus kuat, tidak terpengaruh oleh perubahan individu, situasi maupun
keadaan lingkungan, dengan satu pengertian yang dapat mengakomodasi
seluruh perubahan yang terjadi secara definitif.
c. Harus ada kolerasi (hubungan yang sesuai) antara hukum dengan sifat yang
menjadi ‘illat.
d. Sifat-sifat yang menjadi ‘illat yang kemudian melahirkan qiyas harus
berjangkauan luas (muta’addy), tidak terbatas hanya pada satu hukum tertentu.
e. Syarat yang terakhir bahwa sifat yang menjadi ‘illat itu tidak dinyatakan batal
oleh suatu dalil.
Contoh : Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu ditetapkan
hukumnya, sedang tidak ada satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar
hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan
mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash,
yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasarkan firman Allah SWT
(Q.S al-Ma’idah (5) : 90.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”
Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan ‘illat, yaitu sama-
sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal.
Berdasarkan persamaan ‘illat itu, ditetapkanlah hukum minum narkotik yaitu
haram, sebagaimana haramnya minum khamr.
a. Segala minuman yang memabukkan ialah Far’un/Cabang, artinya yang
diqiyaskan.
b. Khamr dan Arak ialah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan/
mengiyaskan hukum, artinya Ashal/Pokok.
c. Mabuk merusak akal ialah ‘Ilat penghubung / penyebab.
d. Hukum, Segala minuman yang memabukan hukumnya haram.
2.3 Macam-Macam Qiyas
Qiyas dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
2.3.1 Qiyas Aulawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan antara hukum
asal dan hukum yang disamakan (furu’) dan hukum cabang memiliki hukum yang
lebih utama daripada hukum yang ada pada al-asal. Misalnya: berkata kepada kedua
orang tua dengan mengatakan “uh”, “eh”, “busyet” atau kata-kata lain yang
semakna dan menyakitakan itu hukumnya haram, sesuai dengan firman allah SWT
QS. Al-Isra’ (17) : 23.
Artinya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia (lemah lembut)”.
2.3.2 Qiyas Musawy
Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum dan sama antara
hukum yang ada pada al-ashl maupun hukum yang ada pada al-far’u (cabang).
Contohnya, keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah Surat
An-Nisa’ (4)
Artinya :
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka)".
Dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau kesalahan
pengelolaan atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta tersebut juga
dilarang seperti memakan harta anak yatim tersebut.
2.3.3 Qiyas Adna
Qiyas adna yaitu adanya hukum far’u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al-
ashlu. Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba
fadl (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua
bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus ini ‘illat hukumnya
adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan
ditakar.
2.4 Qiyas Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam
Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat bahwa
qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaran
islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak
diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama’ yang
tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu
cabang Madzab Dzahiri dan Madzab Syi’ah. Ulama’ Zahiriyah berpendapat bahwa secara
logika qiyas memang boleh tetapi tidak ada satu nashpun dalam ayat Alqur’an yang
menyatakan wajib memakai qiyas. Ulama’ Syi’ah Imamiyah dan An-Nazzam dari
Mu’tazilah menyatakan bahwa qiyas tidak bisa dijadikan landasan hukum dan tidak wajib
diamalkan karena mengamalkan qiyas sebagai sesuatu yang bersifat mustahil menurut akal.
Mereka mengambil dalil QS. Al Hujurat (49) : 1
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalah kepada Allah.”
Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah
al-Qur’an dan Al-Hadits serta perbuatan sahabat yaitu :
2.4.1. Dalil Alqur’an
 Allah SWT memberi petunjuk bagi penggunaan qiyas dengan cara menyamakan
dua hal sebagaimana dalam surat Yasin (36), ayat 78-79 :
Artinya :
“Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa kepada kejadiannya,
ia berkata : “ siapakah yang dapat menghidupkan Tulang belulang yang telah
hancur luluh?”. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama dan Dia maha mengetahui tentang segala
makhluk.”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan kemampuan-Nya
menghidupkan tulang belulang yang telah berserakan dikemudian hari dengan
kemampuan-Nya dalam menciptakan tulang belulang pertama kali. Hal ini
berarti bahwa Allah menyamakan menghidupkan tulang tersebut kepada
penciptaan pertama kali.
 Allah menyuruh menggunakan qiyas sebagaimana dipahami dari beberapa ayat
Alqur’an, seperti dalam surat Al-Hasyr (59), ayat 2 :
Artinya :
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari
kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-
benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah
mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-
sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka
memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran,
Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Pada ayat di atas terdapat perkataan fa’ tabiru ya ulil abshar (maka ambillah
tamsil dan ibarat dari kejadian itu hai orang-orang yang mempunyai pandangan
tajam). Maksudnya ialah: Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar
membandingkan kejadian yang terjadi pada diri sendiri kepada kejadian yang
terjadi pada orang-orang kafir itu. Jika orang-orang beriman melakukan
perbuatan seperti perbuatan orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan
memperoleh azab yang serupa. Dari penjelmaan ayat di atas dapat dipahamkan
bahwa orang boleh menetapkan suatu hukum syara’ dengan cara melakukan
perbandingan, persamaan atau qiyas.
2.4.2. Dalil Sunnah
Di antara dalil sunnah yang dikemukakan Jumhur Ulama’ sebagai argumentasi bagi
penggunaan qiyas adalah :
 Hadits mengenai percakapan Nabi dengan Muaz ibn Jabal, saat ia diutus ke
Yaman untuk menjadi penguasa di sana. Nabi bertanya, “dengan cara apa
engkau menetapkan hukum seandainya kepadamu diajukan sebuah perkara?”.
Muaz menjawab, “Saya menetapkan hukum berdasarkan kitab Allah”. Nabi
bertanya lagi, “Bila engkau tidak menemukan hukumnya dalam kitab Allah?”
Jawab Muaz, “Dengan sunnah Rasul.” Nabi bertanya lagi, “kalau dalam
Sunah juga engkau tidak menemukannya?” Muaz menjawab, “Saya akan
menggunakan ijtihad denga nalar (ra’yu) saya.” Nabi bersabda, “segala puji
bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan Rasul Allah dengan apa
yang diridhoi Rasul Allah.”
Hadits tersebut merupakan dalil sunnah yang kuat, menurut jumhur Ulama’,
tentang kekuatan qiyas sebagai dalil Syara’.
 Nabi memberi petunjuk kepada sahabatnya tentang penggunaan qiyas dengan
membandingkan antara dua hal, kemudian mengambil keputusan atas
perbandingan tersebut. Dalam Hadits dari Ibnu ‘Abbas menurut riwayat An-
Nasa’i Nabi bersabda: “Bagaimana pendapatmu bila bapakmu berutang,
apakah engkau akan membayarnya?” Dijawab oleh si penanya (al-
Khatasamiyah), “ya, memang.” Nabi Berkata, “Utang terhadap Allah lebih
patut untuk dibayar.”
Hadits di atas adalah tanggapan atas persoalan si penanya yang bapaknya
bernazar untuk haji tetapi meninggal dunia sebelum sempat mengerjakan haji.
Ditanyakannya kepada Nabi dengan ucapannya, “Bagaimana kalau saya yang
menghajikan bapak saya itu?” Keluarlah jawaban Nabi seperti tersebut di atas.
Dalam hadits itu, Nabi memberikan taqrir (pengakuan) kepada sahabatnya
yang menyamakan utang kepada Allah, yaitu haji lebih patut untuk dibayar.
Dalil ini menurut jumhur ulama’ cukup kuat sebagai alasan penggunaan qiyas.
2.4.3. Atsar Shahabi
Adapun argumentasi jumhur ulama’ berdasarkan atsar sahabat dalam penggunaan
qiyas, adalah :
 Surat Umar Ibn Khattab kepada Abu Musa Al-Asy’ari sewaktu diutus menjadi
qodhi di Yaman. Umar berkata :
“Putuskanlah Hukum berdasarkan kitab Allah. Bila kamu tidak menemukannya,
maka putuskan berdasarkan sunnah Rasul. Jika juga kamu peroleh di dalam
sunnah, berijtihadlah dengan menggunakan ra’yu.”
Pesan Umar dilanjutkan dengan :
“Ketahuilah kesamaan dan keserupaan: Qiyas-kanlah segala urusan waktu
itu.”
Bagian pertama atsar ini menjelaskan suruhan menggunakan ra’yu pada
waktu tidak menemukan jawaban dalam Alqur’an maupun Sunnah, sedangkan
bagian akhir atsar shahabi itu secara jelas menyuruh titik perbandingan dan
kesamaan di antara dua hal dan menggunakan qiyas bila menemukan kesamaan.
 Para Sahabat Nabi banyak menetapkan pendapatnya berdasarkan qiyas. Contoh
yang popular adalah kesepakatan sahabat mengangkat Abu bakar menjadi
khalifah pengganti Nabi. Mereka menetapkannya dengan dasar qiyas, yaitu
karena Abu bakar pernah ditunjuk Nabi menggantikan beliau nmenjadi imam
shalat jamaah sewaktu beliau sakit. Hal ini dijadikan alasan untuk mengangkat
abu bakar menjadi khalifah. Para sahabat berkata: “Nabi telah menunjukkannya
menjadi pemimpin urusan agama kita, kenapa kita tidak memilihnya untuk
memimpin urusan dunia kita.”
Kedudukan abu bakar sebagai khalifah diqiyas-kan kepada kedudukannya
sebagai imam shalat jamaah. Ternyata argumen ini dipahami semua sahabat
(yang hadir dalam pertemuan itu), sehingga mereka sepakat untuk mengangkat
abu bakar dengan cara tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an
dan Hadist dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Rukun qiyas ada 4 yaitu Al-ashlu (pokok), Al-far’u (cabang), Al-Hukum
dan Al-‘illah (sifat). Apabila perkara yang sedang dihadapi tidak terdapat dalam Al-Quran,
Hadis dan perkataan Sahabat. Dengan menghubungkan perkara yang dihadapi kepada nash
yang ada setelah memperhatikan ‘illat yang sama antara keduanya. Metode pengembangan
dari nash yang sudah ada (Al-Quran dan Hadits) untuk bisa diterapkan di berbagai
persoalan kehidupan, yaitu dengan mengambil ‘illat, atau persamaan aspek antara masalah
yang ada nashnya dengan masalah yang tidak ada nashnya. Metode ini kemudian dikenal
dengan nama qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka Firdaus. 2007.
Hakim, Syeh Abdul hamid, Mabadiul Awaliyah.
Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

Contenu connexe

Tendances

Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Marhamah Saleh
 
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyaRuang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
sholihiyyah
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Marhamah Saleh
 
Filsafat hukum islam
Filsafat hukum islamFilsafat hukum islam
Filsafat hukum islam
Salim Anshori
 
Sejarah perkembangan fiqh
Sejarah perkembangan fiqhSejarah perkembangan fiqh
Sejarah perkembangan fiqh
indah pertiwi
 

Tendances (20)

Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa MansukhUlumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
sejarah dan perkembangan ilmu tauhid
sejarah dan perkembangan ilmu tauhidsejarah dan perkembangan ilmu tauhid
sejarah dan perkembangan ilmu tauhid
 
8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah
 
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaMakalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
 
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
 
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
 
Tasyri' masa sahabat
Tasyri'  masa sahabatTasyri'  masa sahabat
Tasyri' masa sahabat
 
Ppt sumber hukum islam
Ppt sumber hukum islamPpt sumber hukum islam
Ppt sumber hukum islam
 
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyaRuang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
 
1 pengertian fiqih
1 pengertian fiqih1 pengertian fiqih
1 pengertian fiqih
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
 
Makalah fiqih puasa
Makalah fiqih puasaMakalah fiqih puasa
Makalah fiqih puasa
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
 
Filsafat hukum islam
Filsafat hukum islamFilsafat hukum islam
Filsafat hukum islam
 
Sejarah perkembangan fiqh
Sejarah perkembangan fiqhSejarah perkembangan fiqh
Sejarah perkembangan fiqh
 
9. metode instinbath
9. metode instinbath9. metode instinbath
9. metode instinbath
 
01.1 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.1 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER01.1 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.1 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
 

Similaire à Makalah Qiyas

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
pamtahpamtah
 
hukum islam (1).docx
hukum islam (1).docxhukum islam (1).docx
hukum islam (1).docx
Rizalcogg
 
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesiaMakalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
dianani9
 
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdfMakalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
BregedekTutut
 
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanyaHakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
Susand Susand
 

Similaire à Makalah Qiyas (20)

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
Makalah pai
Makalah paiMakalah pai
Makalah pai
 
hukum islam (1).docx
hukum islam (1).docxhukum islam (1).docx
hukum islam (1).docx
 
Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam  Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam
 
Ijtihad sebagai sumber dan metode study islam (autosaved)
Ijtihad sebagai sumber dan metode study islam (autosaved)Ijtihad sebagai sumber dan metode study islam (autosaved)
Ijtihad sebagai sumber dan metode study islam (autosaved)
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
 
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesiaMakalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
Makalah_Hukum_Islam.doc yang menjelaskan hukum islam diindonesia
 
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdfMakalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
Makalah_HUKUM_DAN_MORAL_DALAM_ISLAM_Disu.pdf
 
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanyaHakim dan sesuatu yang ada padanya
Hakim dan sesuatu yang ada padanya
 
makalah ovi.pdf
makalah ovi.pdfmakalah ovi.pdf
makalah ovi.pdf
 
NORMA, HUKUM DAN PERATURAN
NORMA, HUKUM DAN PERATURAN NORMA, HUKUM DAN PERATURAN
NORMA, HUKUM DAN PERATURAN
 
Makalah agama islam 3 syirah nabawiyah
Makalah agama islam 3 syirah nabawiyahMakalah agama islam 3 syirah nabawiyah
Makalah agama islam 3 syirah nabawiyah
 
Makalah IJTIHAD
Makalah IJTIHADMakalah IJTIHAD
Makalah IJTIHAD
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
 
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafterUshul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
Ushul fiqh ijtihad PDF Miftah'll everafter
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 
Ijtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfIjtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdf
 
Ilmu nasikh mansukh
Ilmu nasikh mansukhIlmu nasikh mansukh
Ilmu nasikh mansukh
 
SKL UAMBN FIKIH - 2017
SKL UAMBN FIKIH - 2017SKL UAMBN FIKIH - 2017
SKL UAMBN FIKIH - 2017
 

Plus de Nur Rohmah (8)

KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
 
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
PETUNJUK ALLAH SWT (HIDAYAH)
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Qiyas
QiyasQiyas
Qiyas
 
Makalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IIMakalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an II
 
Al-Qur'an II
Al-Qur'an IIAl-Qur'an II
Al-Qur'an II
 

Dernier

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Adam Hiola
 
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
MeidarLamskingBoangm
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Ustadz Habib
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
puji239858
 

Dernier (8)

SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
 
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
 
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
KUASA DARAH YESUS.PPT menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
 

Makalah Qiyas

  • 1. MAKALAH QIYAS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam 1 Dosen Pengampu : ABDUL HAMID ALY, S.Pd., M.Pd Disusun oleh Kelas M-01 Kelompok 1 : Nur Rohmah Dhuhaini (21901081003) Tami Erliani (21901081009) Riski Abidah El Anisa (21901081012) Arya Wega Nanda (21901081015) Fariq Rahman Azis (21901081035) Aghits Baihaqi (21901081037) UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI MANAJEMEN 2019
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat. Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman- teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan- kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini. MALANG , Desember 2019 KELOMPOK 1
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. i DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………... ii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………….………..…………………...…......... 1 1.2 Rumusan Masalah …………….……….………………............... 1 1.3 Tujuan ………………………..…………...………………...….... 2 BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Qiyas ……………………………………………….... 3 2.2 Rukun dan Syarat Qiyas …………………………………………. 5 2.2.1. Ashl (Pokok) .……………………………………………. 5 2.2.2. Al-Hukm ……………………………………………….... 6 2.2.3. Far’u ……………………………………………………... 7 2.2.4. ‘Illat …………………………………………………….... 7 2.3 Macam-macam Qiyas ………..................................................... 9 2.3.1. Qiyas Aulawy ……………………………………………. 9 2.3.2. Qiyas Musawy …………………………………………. 10 2.3.3. Qiyas Adna ……………………………………………... 11 2.4 Qiyas sebagai Sumber Hukum dalam Islam ………...……..….. 11 2.4.1. Dalil Al-Qur’an ………………………………………… 12 2.4.2. Dalil Sunnah ……………………………………………. 14 2.4.3. Atsar Sahabi ……………………………………………. 15 BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………... 16 3.1. Kesimpulan …………………………………………………….. 16 DAFTAR PUSTAKA ……………..……..……………...…………………………………….. 17
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika hukum Islam dibentuk oleh adanya interaksi antara wahyu dan rasio. Itulah yang berkembang menjadi ijtihad; upaya ilmiah menggali dan menemukan hukum bagi hal- hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara tersurat (manshus) dalam syariah (al-kitab wa sunnah). Dengan demikian, sumber hukum Islam terdiri atas: al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan akal. Selain dari sumber hukum primer tersebut, dikenal juga adanya sumber-sumber sekunder (al-mashadir al-tab'iyyah), yaitu: syariah terdahulu (syar' man qablana). Pendapat sahabat Nabi (qaul al-shahabi), kebiasaan/adat-istiadat (al'urf), Istihsan, Istishlah dan Istishhab. Seiring perkembangan masa, semakin banyak problem yang kita dapatkan dalam proses interaksi manusia. Kita ketahui bahwa al- qur’an dan hadist merupakan sumber hukum yang masih universal penjelasannya. Sehingga dibutuhkan ijtihad para mujtahid. Tidak bisa dipungkiri bahwa amalan para mujtahid masih sangat diperlukan dalam menginstinbathkan hukum syara. Sebab ada hal-hal tertentu dalam hukum syara` yang memang masih butuh penjelasan lebih lanjut. Biasanya yang menjadi objek dari qiyas ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan cabang bukan pokok dari suatu perkara hukum syara`. Biasanya untuk hal yang pokok telah dicantumkan hukumnya dalam al-quran maupun al-hadits. Qiyas menjadi sangat penting mengingat makin banyak permasalahan baru dalam dunia islam yang berkaitan dengan syara` seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, pada pembahasan makalah kami ini akan memaparkan sedikit tentang qiyas. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Qiyas? 2. Apa saja rukun dan syarat Qiyas? 3. Apa saja macam-macam Qiyas? 4. Bagaimana Qiyas sebagai Sumber hukum dalam Islam?
  • 5. 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui Pengertian dari Qiyas. 2. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat-syarat Qiyas. 3. Untuk mengetahui Macam-Macam Qiyas. 4. Untuk mengetahui Qiyas sebagai Sumber Hukum Dalam Islam.
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Qiyas Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Menurut para ahli Ushul Fiqih, qiyas ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Alqur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain : Qiyas ialah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan ‘illat hukum. Karena dengan qiyas ini, berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum kepada sumbernya al-quran dan hadits. Sebab dalam hukum Islam kadang tersurat jelas dalam al-quran dan hadits, tapi kadang juga bersifat implicit-analogik (tersirat) yang terkandung dalam nash. Beliau Imam Syafi’i mengatakan “Setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat Islam wajib melaksanakannya”. Namun jika tidak ada ketentuan hukum yang pasti, maka haruslah dicari dengan cara ijtihad. Dan ijtihad itu adalah qiyas. Jadi, hukum Islam itu ada kalanya dapat diketahui melalui bunyi nash, yakni hukum- hukum yang secara tegas tersurat dalam Alqur’an dan Hadits, ada kalanya harus digali melalui kejelian memahami makna dan kandungan nash. Yang demikian itu dapat diperoleh melalui pendekatan qiyas. Proses pengqiyasan dilakukan dengan cara menganalogikan sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan‘illat akan melahirkan hukum yang sama. Asas qiyas adalah menghubungkan dua masalah secara analogis berdasarkan persamaan sebab dan sifatnya. Apabila pendekatan tersebut menemukan titik persamaan maka konsekuensi hukumnya harus sama pula dengan hukum yang ditetapkan. Yang kedua adalah analogi beda sifat, beda hukum. Dalam Firman-Nya telah disebutkan pada QS. Al-Jatsiyah (45) : 21
  • 7. Artinya : “Apakah orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” Dan Firman Allah yang berbunyi dalam QS. Shaad (38) : 28 Artinya : “Patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sho!eh samadengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah kami menganggap orang-orang yang bertaqwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” Ada beberapa definisi menurut para ulama tentang pengertian qiyas, diantaranya :  Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
  • 8.  Qadhi Abu Bakar Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya.  Ibnu Subkhi dalam Jam’u al-Jawami’ Menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaannya dalam ‘illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan (mujtahid).  Abu Hasan al-Bashri Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada “furu’” karena keduanya sama dalam ‘illat hukum menurut mujtahid.  Al-Baidhawi Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui karena keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan. 2.2 Rukun dan Syarat Qiyas Dari pemahaman definisi mengenai qiyas diatas, maka qiyas mempunyai rukun yang terdiri dari empat macam, yakni : 2.2.1 Ashl (Pokok) Yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat menqiyaskan. Ini bedasarkan pengertian ashl menurut fuqaha. Sedangkan ashl menurut hukum teolog adalah suatu nash syara’ yang menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain, suatu nash yang menjadi dasar hukum. Ashl itu disebut juga maqish alaih (yang dijadikan tempat menqiyaskan), mahmul ‘alaih (tempat membandingkan), atau masyabbah bin (tempat menyerupakan). Menurut sebagian besar ulama fiqih, sumber hukum yang dipergunakan sebagai dasar qiyas harus berupa nash, baik nash Al-Qur’an atau hadis atau ijma’. Jadi tidak boleh mengqiyaskan sesuatu dengan hukum yang ditetapkan dengan qiyas.
  • 9. Pembatasan sumber hukum tersebut berdasarkan: a. Bahwa nash hukum merupakan sumber dan dasar dari segala hukum. Sedang sumber hukum lain apapun bentuknya bergantung pada nash tersebut. Dengan demikian nash hukum itu harus dijadikan sebagai dasar bagi bangunan qiyas. b. Nash hukum dengan berbagai bentuk dan kemungkinan kandungannya mengandung isyarat adanya ‘‘illat. Dengan menggunakan pemahaman isyarat kita dapat menemukan ‘‘illat. c. Sesungguhnya qiyas sendiri berpegang dengan Al-Quran dan hadis. d. Sebagian besar ulama menetapkan bolehnya mengqiyaskan sesuatu berdasarkan hukum yang ditetapkan dengan ijma’, sebab sandaran ijma’ adalah nash, meskipun tidak selalu tegas menunjukkan hukum. Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyas dari minuman keras adalah keharamannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyas, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya. 2.2.2 Al-Hukm Al-Hukm adalah hukum ketetapan nash, baik Al-Qur’an maupun hadist, atau ketetapan ijma’ (bagi orang yang menganggapnya sebagai sumber hukum asal) yang hendak ditransfer pada kasus-kasus hukum baru karena adanya unsur persamaan. Penetapan hukum asal pada kasus hukum baru karena adanya unsur persamaan antara keduanya, harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain: a. Harus berupa hukum syara’ yang amaliah. Qiyas hukum tidak akan terjadi kecuali pada hukum-hukum yang bersifat amaliah, karena itulah yang menjadi sasaran atau obyek fiqih Islam, karena kerangka luas. b. Harus berupa hukum yang rasional (ma’qulul ma’na). Hukum rasional ialah suatu hukum yang apat ditangkap sebab dan alasan penetapannya, atau setidak- tidaknya mengandung isyarat akan sebab-sebab itu. Sebaliknya hukum yang tidak rasional, tidak mampu ditangkap sebab-sebabnya oleh akal, seperti hukum tayamum dan jumlah rakaat sholat. Oleh sebab itu, di sini tidak berlaku hukum qiyas.
  • 10. 2.2.3 Far’u Far’u adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya. Al-far’u ialah kasus yang hendak diketahui hukumnya melalui qiyas terhadap hukum asalnya. Al-Far’u atau kasus baru itu harus memenuhi dua persyaratan : a. Kasus itu belum terdapat nash hukumnya dalam Al-Quran dan Hadis. Sebab, qiyas tidak berlaku pada hukum-hukum yang sudah jelas nashnya. Prinsip qiyas ialah mempertemukan kasus hukm baru yang belum ada nashnya. Oleh sebab itu tidaklah logis menetapkan hukum Qiyas terhadap kasus hukum yang sudah ada nashnya. b. ‘‘Illat hukum itu harus benar-benar terwujud dalam kasus baru, sama jelasnya dengan ‘‘illat hukum asal. Apabila ‘‘illat dilarangnya meminum minuman khamer itu ‘memabukkan’ maka setiap minuman atau makanan yang memabukkan sama hukumnya dengan khomer, yaitu haram. Sebaliknya apabila makanan atau minuman itu tidak memabukkan, misalnya sekedar membuat orang pusing, baik karena faktor orang yang meminum atau faktor makanan atau minuman yang bersifat sementara selama tidak memabukkan, maka makanan atau minuman tersebut tidak haram, seperti khomer. Alasannya : tidak adanya kesamaan ‘illat. Makanan dan minuman jenis ini memanglah tidak memabukkan, berbeda dengan khomer yang mempunyai sifat yang memabukkan. 2.2.4 ‘Illat ‘Illat adalah pokok yang menjadi landasan qiyas. Imam Fahrul Islam al-Bazdawi telah menegaskan bahwa ‘‘illat merupakan rukun qiyas dan landasan dari bangunan qiyas. Sebagian ulama mendefinisikan ‘illat sebagai suatu sifat lahir yang menetapkan dan sesuai dengan hukum. Orang yang mengakui adanya ‘illat dalam nash, berarti ia mengakui adanya qiyas. Kami berpendapat, dalam memandang ‘illat, para ulama terbagi menjadi tiga golongan:
  • 11. a. Golongan yang pertama (mazhab Hanafiah dan Jumhur) berpendapat bahwa nash-nash hukum pasti memiliki ‘illat. Selanjutnya mereka mengatakan: ”sesungguhnya sumber hukum asal adalah ‘illat hukum itu sendiri, hingga ada petunjuk (dalil) yang menentukan lain. b. Golongan kedu beranggapan sebaliknya, bahwa nash-nash hukum itu tidak ber’illat, kecuali ada dalil yang menentukan adanya ‘illat. c. Golongan ketiga ialah ulama yang menentang qiyas (nufatul qiyas) yang menganggap tidak adanya ‘illat hukum. Ada lima syarat yang mengesahkan ‘illat manjadi dasar qiyas ialah sebagai berikut: a. ‘Illat harus berupa sifat yang jelas dan tampak, sehingga ia menjadi sesuatu yang menentukan. b. ‘Illat harus kuat, tidak terpengaruh oleh perubahan individu, situasi maupun keadaan lingkungan, dengan satu pengertian yang dapat mengakomodasi seluruh perubahan yang terjadi secara definitif. c. Harus ada kolerasi (hubungan yang sesuai) antara hukum dengan sifat yang menjadi ‘illat. d. Sifat-sifat yang menjadi ‘illat yang kemudian melahirkan qiyas harus berjangkauan luas (muta’addy), tidak terbatas hanya pada satu hukum tertentu. e. Syarat yang terakhir bahwa sifat yang menjadi ‘illat itu tidak dinyatakan batal oleh suatu dalil. Contoh : Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu ditetapkan hukumnya, sedang tidak ada satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasarkan firman Allah SWT (Q.S al-Ma’idah (5) : 90.
  • 12. Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan ‘illat, yaitu sama- sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan ‘illat itu, ditetapkanlah hukum minum narkotik yaitu haram, sebagaimana haramnya minum khamr. a. Segala minuman yang memabukkan ialah Far’un/Cabang, artinya yang diqiyaskan. b. Khamr dan Arak ialah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan/ mengiyaskan hukum, artinya Ashal/Pokok. c. Mabuk merusak akal ialah ‘Ilat penghubung / penyebab. d. Hukum, Segala minuman yang memabukan hukumnya haram. 2.3 Macam-Macam Qiyas Qiyas dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 2.3.1 Qiyas Aulawy Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan antara hukum asal dan hukum yang disamakan (furu’) dan hukum cabang memiliki hukum yang lebih utama daripada hukum yang ada pada al-asal. Misalnya: berkata kepada kedua orang tua dengan mengatakan “uh”, “eh”, “busyet” atau kata-kata lain yang semakna dan menyakitakan itu hukumnya haram, sesuai dengan firman allah SWT QS. Al-Isra’ (17) : 23.
  • 13. Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (lemah lembut)”. 2.3.2 Qiyas Musawy Yaitu qiyas yang apabila ‘illatnya mewajibkan adanya hukum dan sama antara hukum yang ada pada al-ashl maupun hukum yang ada pada al-far’u (cabang). Contohnya, keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah Surat An-Nisa’ (4) Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". Dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau kesalahan pengelolaan atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta tersebut juga dilarang seperti memakan harta anak yatim tersebut.
  • 14. 2.3.3 Qiyas Adna Qiyas adna yaitu adanya hukum far’u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al- ashlu. Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus ini ‘illat hukumnya adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan ditakar. 2.4 Qiyas Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam Sebagian para ulama’ fiqh dan para pengikut madzab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaran islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama’ yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan Madzab Syi’ah. Ulama’ Zahiriyah berpendapat bahwa secara logika qiyas memang boleh tetapi tidak ada satu nashpun dalam ayat Alqur’an yang menyatakan wajib memakai qiyas. Ulama’ Syi’ah Imamiyah dan An-Nazzam dari Mu’tazilah menyatakan bahwa qiyas tidak bisa dijadikan landasan hukum dan tidak wajib diamalkan karena mengamalkan qiyas sebagai sesuatu yang bersifat mustahil menurut akal. Mereka mengambil dalil QS. Al Hujurat (49) : 1 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah.”
  • 15. Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Qur’an dan Al-Hadits serta perbuatan sahabat yaitu : 2.4.1. Dalil Alqur’an  Allah SWT memberi petunjuk bagi penggunaan qiyas dengan cara menyamakan dua hal sebagaimana dalam surat Yasin (36), ayat 78-79 : Artinya : “Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata : “ siapakah yang dapat menghidupkan Tulang belulang yang telah hancur luluh?”. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama dan Dia maha mengetahui tentang segala makhluk.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan kemampuan-Nya menghidupkan tulang belulang yang telah berserakan dikemudian hari dengan kemampuan-Nya dalam menciptakan tulang belulang pertama kali. Hal ini berarti bahwa Allah menyamakan menghidupkan tulang tersebut kepada penciptaan pertama kali.  Allah menyuruh menggunakan qiyas sebagaimana dipahami dari beberapa ayat Alqur’an, seperti dalam surat Al-Hasyr (59), ayat 2 :
  • 16. Artinya : “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng- benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka- sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” Pada ayat di atas terdapat perkataan fa’ tabiru ya ulil abshar (maka ambillah tamsil dan ibarat dari kejadian itu hai orang-orang yang mempunyai pandangan tajam). Maksudnya ialah: Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar membandingkan kejadian yang terjadi pada diri sendiri kepada kejadian yang terjadi pada orang-orang kafir itu. Jika orang-orang beriman melakukan perbuatan seperti perbuatan orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan memperoleh azab yang serupa. Dari penjelmaan ayat di atas dapat dipahamkan bahwa orang boleh menetapkan suatu hukum syara’ dengan cara melakukan perbandingan, persamaan atau qiyas.
  • 17. 2.4.2. Dalil Sunnah Di antara dalil sunnah yang dikemukakan Jumhur Ulama’ sebagai argumentasi bagi penggunaan qiyas adalah :  Hadits mengenai percakapan Nabi dengan Muaz ibn Jabal, saat ia diutus ke Yaman untuk menjadi penguasa di sana. Nabi bertanya, “dengan cara apa engkau menetapkan hukum seandainya kepadamu diajukan sebuah perkara?”. Muaz menjawab, “Saya menetapkan hukum berdasarkan kitab Allah”. Nabi bertanya lagi, “Bila engkau tidak menemukan hukumnya dalam kitab Allah?” Jawab Muaz, “Dengan sunnah Rasul.” Nabi bertanya lagi, “kalau dalam Sunah juga engkau tidak menemukannya?” Muaz menjawab, “Saya akan menggunakan ijtihad denga nalar (ra’yu) saya.” Nabi bersabda, “segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan Rasul Allah dengan apa yang diridhoi Rasul Allah.” Hadits tersebut merupakan dalil sunnah yang kuat, menurut jumhur Ulama’, tentang kekuatan qiyas sebagai dalil Syara’.  Nabi memberi petunjuk kepada sahabatnya tentang penggunaan qiyas dengan membandingkan antara dua hal, kemudian mengambil keputusan atas perbandingan tersebut. Dalam Hadits dari Ibnu ‘Abbas menurut riwayat An- Nasa’i Nabi bersabda: “Bagaimana pendapatmu bila bapakmu berutang, apakah engkau akan membayarnya?” Dijawab oleh si penanya (al- Khatasamiyah), “ya, memang.” Nabi Berkata, “Utang terhadap Allah lebih patut untuk dibayar.” Hadits di atas adalah tanggapan atas persoalan si penanya yang bapaknya bernazar untuk haji tetapi meninggal dunia sebelum sempat mengerjakan haji. Ditanyakannya kepada Nabi dengan ucapannya, “Bagaimana kalau saya yang menghajikan bapak saya itu?” Keluarlah jawaban Nabi seperti tersebut di atas. Dalam hadits itu, Nabi memberikan taqrir (pengakuan) kepada sahabatnya yang menyamakan utang kepada Allah, yaitu haji lebih patut untuk dibayar. Dalil ini menurut jumhur ulama’ cukup kuat sebagai alasan penggunaan qiyas.
  • 18. 2.4.3. Atsar Shahabi Adapun argumentasi jumhur ulama’ berdasarkan atsar sahabat dalam penggunaan qiyas, adalah :  Surat Umar Ibn Khattab kepada Abu Musa Al-Asy’ari sewaktu diutus menjadi qodhi di Yaman. Umar berkata : “Putuskanlah Hukum berdasarkan kitab Allah. Bila kamu tidak menemukannya, maka putuskan berdasarkan sunnah Rasul. Jika juga kamu peroleh di dalam sunnah, berijtihadlah dengan menggunakan ra’yu.” Pesan Umar dilanjutkan dengan : “Ketahuilah kesamaan dan keserupaan: Qiyas-kanlah segala urusan waktu itu.” Bagian pertama atsar ini menjelaskan suruhan menggunakan ra’yu pada waktu tidak menemukan jawaban dalam Alqur’an maupun Sunnah, sedangkan bagian akhir atsar shahabi itu secara jelas menyuruh titik perbandingan dan kesamaan di antara dua hal dan menggunakan qiyas bila menemukan kesamaan.  Para Sahabat Nabi banyak menetapkan pendapatnya berdasarkan qiyas. Contoh yang popular adalah kesepakatan sahabat mengangkat Abu bakar menjadi khalifah pengganti Nabi. Mereka menetapkannya dengan dasar qiyas, yaitu karena Abu bakar pernah ditunjuk Nabi menggantikan beliau nmenjadi imam shalat jamaah sewaktu beliau sakit. Hal ini dijadikan alasan untuk mengangkat abu bakar menjadi khalifah. Para sahabat berkata: “Nabi telah menunjukkannya menjadi pemimpin urusan agama kita, kenapa kita tidak memilihnya untuk memimpin urusan dunia kita.” Kedudukan abu bakar sebagai khalifah diqiyas-kan kepada kedudukannya sebagai imam shalat jamaah. Ternyata argumen ini dipahami semua sahabat (yang hadir dalam pertemuan itu), sehingga mereka sepakat untuk mengangkat abu bakar dengan cara tersebut.
  • 19. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Rukun qiyas ada 4 yaitu Al-ashlu (pokok), Al-far’u (cabang), Al-Hukum dan Al-‘illah (sifat). Apabila perkara yang sedang dihadapi tidak terdapat dalam Al-Quran, Hadis dan perkataan Sahabat. Dengan menghubungkan perkara yang dihadapi kepada nash yang ada setelah memperhatikan ‘illat yang sama antara keduanya. Metode pengembangan dari nash yang sudah ada (Al-Quran dan Hadits) untuk bisa diterapkan di berbagai persoalan kehidupan, yaitu dengan mengambil ‘illat, atau persamaan aspek antara masalah yang ada nashnya dengan masalah yang tidak ada nashnya. Metode ini kemudian dikenal dengan nama qiyas.
  • 20. DAFTAR PUSTAKA Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka Firdaus. 2007. Hakim, Syeh Abdul hamid, Mabadiul Awaliyah. Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang. Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.