SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  51
PAJAK BUMI
DAN
BANGUNAN
(PBB)
PAJAK
BUMI
BANGUNAN
PAJAK BUMI
DAN
BANGUNAN
(PBB)
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
(sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 angka 1)
Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi
badan yang bersifat memaksa
Undang-Undang, dengan tidak
imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
BUMI
– bumi/bu·mi/ n menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah: 1 planet tempat manusia hidup;
dunia; jagat: 2 planet ke-3 dari matahari; 3
dunia; tanah:
BANGUNAN
– Bangunan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah barang yang merupakan bakal untuk
membangun rumah atau gedung dan sebagainya;
– Pengertian Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah Pajak Negara yang
dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
– Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah
dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besarnya pajak.
– Jadi, Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap
bumi atau tanah atau perairan dan/atau bangunan.
PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN
OBJEK PBB
SUBJEK PBB
OBJEK PBB
Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1994 adalah "Bumi
dan atau Bangunan"
• Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi
yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
• Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan,
tambang, dll.BUMI
• Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan.
• Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha,
gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, dermaga, jalan
tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.
BANGUNAN
Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Pasal
3 UU Nomor 12 Tahun 1994
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan,
seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi dll.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan untuk perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 tahun 1994
Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 3 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.
8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Namun untuk
hal ini, NJOPTKP telah ditetapkan sebesar Rp12.000.000 sesuai dengan PMK
No. 23/PMK.03/2014.
Pasal 3 ayat (4) UU No. 12 tahun 1994
Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
PBB
PBB-P3 (Pajak Bumi
dan Bangunan
Perkebunan,
Perhutanan dan
Pertambangan)
dengan dasar hukum
UU No. 12 tahun 1985
sebagaimana telah
beberapa kali diubah
terakhir dengan UU
No. 12 tahun 1994
PBB-P2 (Pajak Bumi
dan Bangunan
Perdesaan dan
Perkotaan
dengan dasar hukum
UU No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1994 )
-Subjek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata:
-Wajib Pajak adalah subjek Pajak yang dikenakan
kewajiban membayar pajak.
mempunyai suatu hak
atas bumi, dan atau;
memperoleh manfaat
atas bumi, dan atau;
memiliki bangunan,
dan atau;
memperoleh manfaat
atas bangunan
SAAT TERUTANGNYA
PBB
Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994
PASAL 6
(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak.
(2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
(3) Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari nilai
jual objek pajak.
(4) Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi
nasional.
PASAL 7
Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak.
PASAL 8
(1) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim.
(2) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut
keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari.
(3) Tempat pajak yang terhutang :
(4) untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
(5) untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II
atau Kotamadya Daerah Tingkat II;
CARA PELUNASAN
PBB
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun
1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994
PASAL 9
(1) Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak.
(2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi
dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh subjek
pajak.
(3) Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
PASAL 10
(1) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1),
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai
berikut:
a. apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (2) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran;
b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
PASAL 10
(3) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar
25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.
(4) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b adalah selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari selisih pajak yang terhutang.
PASAL 11
(1) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak.
(2) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (3) dan ayat (4) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak.
(3) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
PASAL 11
(4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditambah dengan hutang
pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak
oleh wajib pajak.
(5) Pajak yang terhutang dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(6) Tata Cara pembayaran dan penagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri Keuangan.
BEA
PEROLEHAN
HAK ATAS
TANAH DAN
BANGUNAN
(BPHTB)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(1) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan yang selanjutnya disebut pajak
(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan.
(3) Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
OBJEK
BPHTB
Menurut Pasal 2 Undang-
Undang No. 20 tahun 2000
yang menjadi objek pajak
adalah perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Pemindahan hak karena :
1. jual beli;
2. tukarmenukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
Hak atas tanah sebagaimana dimaksud
adalah :
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun;
f. hak pengelolaan.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2000 Objek pajak
yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat
tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama;
e. orang pribadi atau badan karena wakaf;
f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Saat Terutangnya
Menurut Pasal 9 Undang-Undang No. 20 tahun 2000, saat yang menentukan
pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, Pajak
yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Berikut saat yang menentukan terutangnya pajak :
– jual beli : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
– tukar menukar : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
– hibah : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
– waris : sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
– pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
– pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
– lelang : sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
– putusan hakim : sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
– hibah wasiat : sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
– pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak;
– pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
– penggabungan usaha: sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
– peleburan usaha : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
– pemekaran usaha : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
– hadiah : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Cara Pelunasan BPHTB
1. BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan
hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB
2. Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan
pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self
assessment
3. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank
BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
MenKeu dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB
4. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar
Cara Pelunasan BPHTB
5. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan
data baru dan/atau data yang semula Belem terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang
teritang diterbitkannya SKBKBT.
6. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi berupa denda dan/atau
bunga apabila:
a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
b. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis
atau salah hitung
c. Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB
terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan Sejak saat terutangnya BPHTB.
Keterangan PBB BPHTB
Subjek Pajak
-Orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi, dan atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, menguasai, dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan.
-Subjek PBB yang dikenakan kewajiban
membayar PBB berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak yang berlaku
menjadi Wajib Pajak.
Orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan
kewajiban membayar BPHTB menurut
Undang-undang Pajak yang menjadi Wajib
Pajak.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pemindahan Hak dan Pemberian Hak Baru
KETERANGAN PBB BPHTB
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan PBB adalah
Nilai Jual Objek Pajak (sales
value = NJOP), yaitu harga
rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar.
Bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui
perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau
Nilai Jual Objek Pajak
pengganti.
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih
rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP
PBB.
Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya
perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP
PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BEA
MATERAI
(BM)
Pengertian menurut Undang-undang Negara Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai
yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia
Dasar hukum
1. UU Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
2. PP No. 24 tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea
Meterai
SUBJEK BEA MATERAI
Seseorang yang menghendaki mendapat manfaat
dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.
OBJEK BEA MATERAI
Objek Bea Meterai adalah dokumen.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal Yang
Dikenakan Bea Meterai:
Pasal 2 ayat 1
Dokumen yang dikenakan bea meterai berdasarkan undang-undang nomor 13
tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah
1) Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk :
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkaprangkapnya;
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau
4) Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
e. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, dan cek yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
2) Terhadap dokumen sebagaimana dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp 1,000 (seribu rupiah).
3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000 (seribu rupiah) atas dokumen yang
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula.
4)Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan
huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan
tarif Rp 500,00 (lima ratus rupiah) dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp
Pasal 4
Tidak dikenakan bea meterai atas :
a. Dokumen yang berupa :
1) Surat penyimpanan barang;
2) Konosemen;
3) Surat angkutan penumpang dan barang;
4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
angka 2), dan angka 3);
5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman;
7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) sampai angka 6).
Pasal 4
Tidak dikenakan bea meterai atas :
b. Segala bentuk ijazah;
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja
serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu;
Pasal 4
Tidak dikenakan bea meterai atas :
d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank;
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu
dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank;
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank,
koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
h. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan jawatan pegadaian;
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
SAAT TERUTANG
Pihak yang terutang bea meterai, Bea meterai
terutang oleh pihak yang menerima atau
pihak yang mendapat manfaat dari dokumen,
kecuali pihak-pihak yang bersangkutan
menentukan lain.
Pasal 5
saat terhutang bea meterai ditentukan dalam hal :
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat
dokumen itu diserahkan;
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada
saat selesainya dokumen itu dibuat;
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat
digunakan di indonesia.
CARA PELUNASAN
PASAL 7
(1) bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai,
demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian
keabsahannya ditetapkan oleh menteri keuangan.
(2) bea meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :
a. Menggunakan benda meterai;
b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh menteri
keuangan.
CARA PELUNASAN
PASAL 7
(3) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen
yang dikenakan bea meterai.
(4) meterai tempel direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan dibubuhkan.
(5) pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
dilakukan dengan tinta atau sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada
diatas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
(6) jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian
di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
CARA PELUNASAN
PASAL 7
(7) kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
(8) jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang
masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak ber-meterai.
(9) apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak
bermaterai
– Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek bea meterai tidak atau
kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi
sebesar 200% ( dua ratus persen ) dari bea meterai yang tidak atau kurang
bayar
– Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10
harus melunasi bea meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian
kemudian.
– Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris dan pejabat umum lainnya, masing-masing
dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :
 menerima mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau
kurang bayar.
 melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya
pada dokumen lain yang berkaitan.
 membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang bea meterainya tidak
atau kurang dibayar.
 memberikan keterangan atau catatan pada dokukmen yang tidak atau kurang dibayar sesuai
dengan tarif bea meterainya.
– Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan angka 12 dikenakan sangsi
administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
– Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terhutang
menurut undang-undang bea meterai daluwarsa setelah lampau waktu 5
tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.
TERIMA
KASIH

Contenu connexe

Tendances

Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Yudhi Aldriand
 
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunanSidik Abdullah
 
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)Iffa Tabahati
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunandetaangga
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunanPajeg Lempung
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanranioktalia
 
UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirYasir Partomo
 
Makalah wacana penghapusan pbb
Makalah wacana penghapusan pbbMakalah wacana penghapusan pbb
Makalah wacana penghapusan pbbAlfred Luhulima
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPyudi maulana
 
3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesianatal kristiono
 

Tendances (20)

Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
 
Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
 
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan
1.dasar hukum-pajak-bumi-dan-bangunan
 
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)
PRESENTASI PERPAJAKAN (PBB)
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunan
 
Uu 1985 12
Uu 1985 12Uu 1985 12
Uu 1985 12
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
 
Pbb1
Pbb1Pbb1
Pbb1
 
Pp 112 2000
Pp 112 2000Pp 112 2000
Pp 112 2000
 
Pertemuan 9 & 10 pajak
Pertemuan 9 & 10 pajakPertemuan 9 & 10 pajak
Pertemuan 9 & 10 pajak
 
Pajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunanPajak bumi dan bangunan
Pajak bumi dan bangunan
 
UU 21 1997
UU 21 1997UU 21 1997
UU 21 1997
 
UU 12 th 1994
UU 12 th 1994UU 12 th 1994
UU 12 th 1994
 
UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasir
 
UU 20 2000
UU 20 2000UU 20 2000
UU 20 2000
 
Makalah wacana penghapusan pbb
Makalah wacana penghapusan pbbMakalah wacana penghapusan pbb
Makalah wacana penghapusan pbb
 
5
55
5
 
1. sejarah pbb
1. sejarah pbb1. sejarah pbb
1. sejarah pbb
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
 
3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia3 perkembangan perpajakan di indonesia
3 perkembangan perpajakan di indonesia
 

Similaire à D1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan

Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerah
Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerahPerda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerah
Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerahkabupaten_pakpakbharat
 
2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+provPA_Klaten
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2WEST NUSA TENGGARA
 
perda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfperda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfGeorgeTomonob
 
serba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesiaserba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di IndonesiaJulham Efendi
 
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...Moehammad Bambang Soegeng
 
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...Yudhi Aldriand
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkir
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkirPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkir
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkirandika_combat
 
Bendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakBendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakasrikartini
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...andika_combat
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburan
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburanPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburan
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburanandika_combat
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoran
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoranPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoran
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoranandika_combat
 

Similaire à D1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan (20)

Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerah
Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerahPerda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerah
Perda 2014 no. 1 Tentang perubahan pajak daerah
 
2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov
 
PBB
PBBPBB
PBB
 
Perda 11 2011
Perda 11 2011Perda 11 2011
Perda 11 2011
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
 
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab SumbawaPerda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
 
Perda 10 2011
Perda 10 2011Perda 10 2011
Perda 10 2011
 
Perda 10 2011
Perda 10 2011Perda 10 2011
Perda 10 2011
 
PBB & BPHTB.pptx
PBB & BPHTB.pptxPBB & BPHTB.pptx
PBB & BPHTB.pptx
 
perda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdfperda pajak kalteng.pdf
perda pajak kalteng.pdf
 
serba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesiaserba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesia
 
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...
Pengantar tek pertambangan-02 pendapatan negara sektor pertambangan dalam per...
 
6 pbb-2
6 pbb-26 pbb-2
6 pbb-2
 
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...
PERATURAN MENKEU RI No 118/PMK.03/2016 ttg Pelaksanaan Undang-undang No 11 Ta...
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkir
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkirPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkir
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 3 tahun 2012 tentang pajak parkir
 
Bendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakBendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajak
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 4 tahun 2012 tentang pajak penerang...
 
Materi PBB.pptx
Materi PBB.pptxMateri PBB.pptx
Materi PBB.pptx
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburan
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburanPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburan
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 12 tahun 2011 tentang pajak hiburan
 
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoran
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoranPeraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoran
Peraturan daerah kabupaten ketapang nomor 11 tahun 2011 tentang pajak restoran
 

Plus de Nur Rina Martyas Ningrum

D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal
D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan FiskalD1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal
D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan FiskalNur Rina Martyas Ningrum
 
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...Nur Rina Martyas Ningrum
 
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat DikreditkanD1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat DikreditkanNur Rina Martyas Ningrum
 
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKP
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKPD1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKP
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKPNur Rina Martyas Ningrum
 

Plus de Nur Rina Martyas Ningrum (20)

D1 Pajak: Tax Ratio
D1 Pajak: Tax RatioD1 Pajak: Tax Ratio
D1 Pajak: Tax Ratio
 
D1 Pajak: Sumber Sumber Penerimaan Negara
D1 Pajak: Sumber Sumber Penerimaan NegaraD1 Pajak: Sumber Sumber Penerimaan Negara
D1 Pajak: Sumber Sumber Penerimaan Negara
 
X: Sumber Hukum Formal
X: Sumber Hukum FormalX: Sumber Hukum Formal
X: Sumber Hukum Formal
 
D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal
D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan FiskalD1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal
D1 Pajak: Penyusunan APBN dan Kebijakan Fiskal
 
D1 Pajak: Peradilan Umum
D1 Pajak: Peradilan UmumD1 Pajak: Peradilan Umum
D1 Pajak: Peradilan Umum
 
D1 Pajak: Peradilan Tata Usaha Negara
D1 Pajak: Peradilan Tata Usaha NegaraD1 Pajak: Peradilan Tata Usaha Negara
D1 Pajak: Peradilan Tata Usaha Negara
 
D1 Pajak: Peradilan Pajak
D1 Pajak: Peradilan PajakD1 Pajak: Peradilan Pajak
D1 Pajak: Peradilan Pajak
 
D1 Pajak: Peradilan Militer
D1 Pajak: Peradilan MiliterD1 Pajak: Peradilan Militer
D1 Pajak: Peradilan Militer
 
D1 Pajak: Peradilan International
D1 Pajak: Peradilan InternationalD1 Pajak: Peradilan International
D1 Pajak: Peradilan International
 
D1 Pajak: Peradilan Agama
D1 Pajak: Peradilan AgamaD1 Pajak: Peradilan Agama
D1 Pajak: Peradilan Agama
 
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakimanD1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
 
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...
D1 Pajak: Asas Asas Pemungutan Pajak, Teori Pemungutan Pajak Adil, Yurisdiksi...
 
D1 Pajak: Mahkamah Konstitusi
D1 Pajak: Mahkamah KonstitusiD1 Pajak: Mahkamah Konstitusi
D1 Pajak: Mahkamah Konstitusi
 
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat DikreditkanD1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
D1 Pajak: Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
 
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKP
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKPD1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKP
D1 Pajak: Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai PKP
 
D1 Pajak: Hukum Pajak
D1 Pajak: Hukum PajakD1 Pajak: Hukum Pajak
D1 Pajak: Hukum Pajak
 
X: Kerajaan Banten
X: Kerajaan BantenX: Kerajaan Banten
X: Kerajaan Banten
 
X: Penerapan Trigonometri
X: Penerapan TrigonometriX: Penerapan Trigonometri
X: Penerapan Trigonometri
 
X: Kerajaan Panjalu
X: Kerajaan PanjaluX: Kerajaan Panjalu
X: Kerajaan Panjalu
 
X: Perkembangan Teori Atom
X: Perkembangan Teori AtomX: Perkembangan Teori Atom
X: Perkembangan Teori Atom
 

Dernier

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxfitriaoskar
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 

Dernier (20)

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 

D1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan

  • 3. Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 angka 1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi badan yang bersifat memaksa Undang-Undang, dengan tidak imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
  • 4. BUMI – bumi/bu·mi/ n menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1 planet tempat manusia hidup; dunia; jagat: 2 planet ke-3 dari matahari; 3 dunia; tanah: BANGUNAN – Bangunan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang yang merupakan bakal untuk membangun rumah atau gedung dan sebagainya;
  • 5. – Pengertian Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. – Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. – Jadi, Pajak Bumi dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi atau tanah atau perairan dan/atau bangunan.
  • 7. OBJEK PBB Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1994 adalah "Bumi dan atau Bangunan" • Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. • Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dll.BUMI • Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. • Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, dermaga, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll. BANGUNAN
  • 8. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1994 1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi dll. 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu. 3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 4. Digunakan untuk perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
  • 9. Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 tahun 1994 Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 3 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994 Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Namun untuk hal ini, NJOPTKP telah ditetapkan sebesar Rp12.000.000 sesuai dengan PMK No. 23/PMK.03/2014. Pasal 3 ayat (4) UU No. 12 tahun 1994 Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • 10. PBB PBB-P3 (Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) dengan dasar hukum UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 12 tahun 1994 PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan dasar hukum UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  • 11. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1994 ) -Subjek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata: -Wajib Pajak adalah subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau; memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; memiliki bangunan, dan atau; memperoleh manfaat atas bangunan
  • 12. SAAT TERUTANGNYA PBB Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994
  • 13. PASAL 6 (1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak. (2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. (3) Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah- rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari nilai jual objek pajak. (4) Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
  • 14. PASAL 7 Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak. PASAL 8 (1) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. (2) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari. (3) Tempat pajak yang terhutang : (4) untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; (5) untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya Daerah Tingkat II;
  • 15. CARA PELUNASAN PBB Menurut Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994
  • 16. PASAL 9 (1) Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak. (2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh subjek pajak. (3) Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
  • 17. PASAL 10 (1) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang. (2) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
  • 18. PASAL 10 (3) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. (4) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b adalah selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terhutang.
  • 19. PASAL 11 (1) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak. (2) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak. (3) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
  • 20. PASAL 11 (4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak oleh wajib pajak. (5) Pajak yang terhutang dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (6) Tata Cara pembayaran dan penagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri Keuangan.
  • 22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (1) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang selanjutnya disebut pajak (2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. (3) Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
  • 23. OBJEK BPHTB Menurut Pasal 2 Undang- Undang No. 20 tahun 2000 yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
  • 24. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud meliputi: a. Pemindahan hak karena : 1. jual beli; 2. tukarmenukar; 3. hibah; 4. hibah wasiat; 5. waris; 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya; 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8. penunjukan pembeli dalam lelang; 9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10. penggabungan usaha; 11. peleburan usaha; 12. pemekaran usaha; 13. hadiah.
  • 25. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; f. hak pengelolaan.
  • 26. Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2000 Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau badan karena wakaf; f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
  • 27. Saat Terutangnya Menurut Pasal 9 Undang-Undang No. 20 tahun 2000, saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak Berikut saat yang menentukan terutangnya pajak : – jual beli : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – tukar menukar : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – hibah : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – waris : sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan; – pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – lelang : sejak tanggal penunjukan pemenang lelang; – putusan hakim : sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; – hibah wasiat : sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan; – pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; – pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; – penggabungan usaha: sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – peleburan usaha : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – pemekaran usaha : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; – hadiah : sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
  • 28. Cara Pelunasan BPHTB 1. BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB 2. Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment 3. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB 4. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar
  • 29. Cara Pelunasan BPHTB 5. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula Belem terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang teritang diterbitkannya SKBKBT. 6. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila: a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar b. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah hitung c. Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan Sejak saat terutangnya BPHTB.
  • 30. Keterangan PBB BPHTB Subjek Pajak -Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. -Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak yang berlaku menjadi Wajib Pajak. Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut Undang-undang Pajak yang menjadi Wajib Pajak. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pemindahan Hak dan Pemberian Hak Baru
  • 31. KETERANGAN PBB BPHTB Dasar Pengenaan Pajak Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • 33. Pengertian menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia
  • 34. Dasar hukum 1. UU Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai 2. PP No. 24 tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai
  • 35. SUBJEK BEA MATERAI Seseorang yang menghendaki mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
  • 36. OBJEK BEA MATERAI Objek Bea Meterai adalah dokumen. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai:
  • 37. Pasal 2 ayat 1 Dokumen yang dikenakan bea meterai berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah 1) Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk : a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; b. Akta-akta notaris termasuk salinannya; c. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkaprangkapnya; d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu : 1) Yang menyebutkan penerimaan uang; 2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; 3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau 4) Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
  • 38. e. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) 2) Terhadap dokumen sebagaimana dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1,000 (seribu rupiah).
  • 39. 3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000 (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu : 1. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; 2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula. 4)Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 500,00 (lima ratus rupiah) dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp
  • 40. Pasal 4 Tidak dikenakan bea meterai atas : a. Dokumen yang berupa : 1) Surat penyimpanan barang; 2) Konosemen; 3) Surat angkutan penumpang dan barang; 4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3); 5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang; 6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman; 7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).
  • 41. Pasal 4 Tidak dikenakan bea meterai atas : b. Segala bentuk ijazah; c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;
  • 42. Pasal 4 Tidak dikenakan bea meterai atas : d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank; e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank; f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi; g. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; h. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan jawatan pegadaian; i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  • 43. SAAT TERUTANG Pihak yang terutang bea meterai, Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
  • 44. Pasal 5 saat terhutang bea meterai ditentukan dalam hal : a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan; b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat; c. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di indonesia.
  • 45. CARA PELUNASAN PASAL 7 (1) bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh menteri keuangan. (2) bea meterai atas dokumen dilunasi dengan cara : a. Menggunakan benda meterai; b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
  • 46. CARA PELUNASAN PASAL 7 (3) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai. (4) meterai tempel direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan dibubuhkan. (5) pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. (6) jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
  • 47. CARA PELUNASAN PASAL 7 (7) kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. (8) jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak ber-meterai. (9) apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai
  • 48. – Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek bea meterai tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% ( dua ratus persen ) dari bea meterai yang tidak atau kurang bayar – Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 harus melunasi bea meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian kemudian.
  • 49. – Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :  menerima mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang bayar.  melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan.  membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar.  memberikan keterangan atau catatan pada dokukmen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya.
  • 50. – Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan angka 12 dikenakan sangsi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku – Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terhutang menurut undang-undang bea meterai daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.