Perang Padri adalah perang saudara antara Kaum Padri dan Kaum Adat di Sumatera Barat pada 1803-1808 yang kemudian berubah menjadi perang melawan kolonial Belanda. Perang ini dipimpin oleh tokoh pejuang kemerdekaan Tuanku Imam Bonjol melawan campur tangan dan penjajahan Belanda.
3. Perang Padri adalah perang yang
berlangsung pada tahun 1803-1808 di
Sumatera Barat, tepatnya di Kerajaan
Pagaruyung. Awalnya, perang ini
merupakan perang saudara antara Kaum
Padri dan Kaum Adat (Perang Padri I).
Kemudian, perang ini berubah menjadi
perang melawan pemerintah kolonial
Belanda (Perang Padri II). Tokoh paling
terkenal dari perang ini adalah Tuanku
Imam Bonjol.
4. WHO
Haji Miskin,
Haji Sumanik,
Haji Piobang
Tuanku Imam Bonjol
Tuanku
Tambusai
Menyatukan kaum Padri dan
kaum Adat
Memimpin berbagai pasukan dalam
melawan Belanda seperti pasukan
gabungan Dalu-Dalu,
Lubuksikaping, Padanglawas, dll.
Menyebarkan Islam aliran
Wahabi ke daerah mereka
Tuanku Nan
Renceh
Salah satu pendiri
organisasi Harimau
Nan Salapan
Menahan serangan Belanda di
Natal, Sumatera Utara
Tuanku Nan Cerdik
Tuanku Nan Alahan
Perang Padri berakhir setelah
Tuanku Nan Alahan menyerah Sentot Ali
Basyah
Prawirodirdjo
Awalnya di pihak Belanda kemudian
mendukung perjuangan Kaum Padri.
Sultan Arifin
Muningsyah
Sultan Kerajaan Pagaruyung dan
salah satu tokoh Kaum Adat
5. Perbedaan pandangan antara Kaum Adat dan Kaum Padri
Campur tangan Belanda dengan membantu Kaum Adat
Kaum Adat dan Kaum Padri menyadari politik adu domba
Belanda pada Perang Padri fase pertama sehingga mereka
bersatu melawan Belanda
PERANG PADRI 1
(1821-1825)
PERANG PADRI 2
(1830-1837)
6. Penetapan batas daerah kedua belah pihak.
Kaum Padri harus mengadakan perdagangan hanya dengan pihak
Belanda.
Belanda mengakui kekuasaan Padri di Batusangkar, Saruaso,
Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi.
Menjamin pelaksanaan sistem agama di daerah.
Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang.
Melindungi para pedangang, orang yang melakukan perjalanan.
Bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.
22 Januari 1824: Perjanjian Masang, ditandatangani di Bonjol
15 November 1825: Perjanjian Padang
7. Belanda menyatakan bahwa kedatangannya ke Minangkabau
tidaklah bermaksud untuk menguasai negeri tersebut, tetapi hanya
untuk berdagang dan menjaga keamanan.
Tidak mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau
Penghulu atau pemimpin di Minangkabau akan diangkat menjadi
wakil pemerintah Belanda dengan imbalan gaji dari pemerintah.
Masyarakat akan dilindungi sepenuhnya oleh pemerintah.
Tidak akan ada lagi pungutan pajak, tetapi masyarakat
Minangkabau diminta memperluas penanaman kopi.
25 Oktober 1833: Plakat Panjang
8. 15 Agustus 1837: Benteng Bonjol direbut Belanda
25 Oktober 1837: Tuanku Imam Bonjol ditangkap
28 Desember 1839: Benteng Tujuh Lapis direbut Belanda
9. PERANG PADRI 1
Serangan Kaum Padri ke pos-pos
Belanda di Sumawang, Sulit Air, Enam
Kota, Rao, dan Tanjung Alam
Kekuatan Kaum Padri berpusat di Bonjol
dan Alam Panjang
10. FORT DE KOCK
Bukit Jirek, Kota Bukittingi,
Sumatera Barat
Didirikan Belanda pada 1825
FORT VAN DER
CAPPELLEN
Dulu basis pertahanan pendukung
Tuanku Imam Bonjol
Nama lain = Benteng Bonjol
Milik kaum Padri
Kampung Chaniago, Nagari Ganggo Hilie,
Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman,
Sumatera Barat
Kota Batusangkar, Tanah
Datar, Sumatera Barat
Didirikan Belanda pada 1824
BENTENG
TUJUH LAPIS
Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu,
Riau
Benteng pertahanan terakhir milik
Kaum Padri
11. Jatuhnya Kerajaan Pagaruyung atau wilayah Sumatera Barat ke
tangan Kolonial Belanda.
Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Cianjur, setelah itu
Ambon, dan terakhir Manado
Benteng Bonjol dikuasai Belanda
Rakyat semakin menderita karena Belanda menerapkan sistem
kerja paksa setelah menguasai Sumatera Barat
Komoditas kopi di Minangkabau dikuasai Belanda
Lahirnya persatuan pemimpin adat dan agama
Pembangunan Monumen Padri
HOW: DAMPAK PERANG PADRI