SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  97
Sekretariat Pokja
                                                             AMPL




Studi literatur:
Penanganan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan di
Kawasan Kumuh Perkotaan
Dipersiapkan untuk: Oxfam

Diperiapkan oleh: Tim Sekretariat Pokja AMPL




                               15 Maret, 2009
                        Nomor Proposal: 002-03-2009
Daftar Isi
DAFTAR ISI                                                                                                                                                         2
1 PENDAHULUAN                                                                                                                                                      4
1.1 LATAR BELAKANG STUDI: KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA                                                                                                   4
1.2 TUJUAN STUDI                                                                                                                                                 6
1.3 SASARAN STUDI                                                                                                                                                6
1.4 LINGKUP STUDI                                                                                                                                                7
1.5 KERANGKA KERJA LOGIS STUDI                                                                                                                                   7
1.6 METODOLOGI STUDI                                                                                                                                             8
1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN STUDI                                                                                                                                 8
2 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN                                                                                                           10
2.1 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH                                      10
2.2 TIPOLOGI KAWASAN KUMUH BERDASARKAN LOKASI DAN PERMASALAHANNYA 11
3 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BERDASARKAN TIPOLOGI
      KAWASAN KUMUH                                                                                                                                             21
3.1 KEMBALI KE DASAR: MENGAPA AIR MINUM DAN SANITASI DASAR?                                                                                                   21
3.2 PERMASALAHAN UMUM AMPL DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA                                                                                            22
3.2.1 AKSES TERHADAP AIR MINUM.......................................................................................................................22
3.2.2 AKSES TERHADAP SANITASI DASAR................................................................................................................23
3.2.3 PERILAKU HYGIENE.........................................................................................................................................24
3.3 DAMPAK BURUKNYA AKSES TERHADAP AIR MINUM DAN SANITASI DASAR SECARA UMUM BAGI WARGA DI
      KAWASAN KUMUH PERKOTAAN                                                                                                                                 25
3.4 KENDALA DALAM PENYEDIAAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BAGI KAWASAN KUMUH
      PERKOTAAN                                                                                                                                               27
3.5 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH PERKOTAAN BERDASARKAN
      TIPOLOGINYA                                                                                                                                             29
3.5.1 LINGKUP KONDISI DAN PERMASALAHAN..........................................................................................................29
3.5.2 KONDISI DAN PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR PER TIPOLOGI...........................................30
4 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH
      PERKOTAAN                                                                                                                                                 36
4.1 UPAYA PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN                                                                                                                       37
4.1.1 MENEKAN ARUS URBANISASI..........................................................................................................................37
4.1.2 PENEGAKAN IMPLEMENTASI TATA RUANG......................................................................................................39
4.1.3 URBAN RENEWAL...........................................................................................................................................41
4.2 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN (PROYEK DAN
      PROGRAM)                                                                                                                                                     43
4.2.1 SMALL SCALE WATER PROVIDER (PENYEDIAAN AIR MINUM SKALA KECIL).................................................43
4.2.2 KAMPUNG IMPROVEMENT PROGRAM (KIP)...................................................................................................46
4.2.3 NUSSP.........................................................................................................................................................52
4.2.4 SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS)..........................................................................................54
4.2.5 SULAWESI WATER, SANITATION, AND HYGIENE (SWASH) CARE............................................................59
4.2.6 ESP USAID : SAMBUNGAN RUMAH KOMUNAL............................................................................................64
4.2.7 MAKASSAR : SANITATION IMPROVEMENT PROJECT..........................................................................................66
4.2.8 PETOJO : USAID DAN MERCY CORPS...........................................................................................................69
4.2.9 JEMPIRING : SANIMAS – BALI FOKUS .............................................................................................................71
4.2.10 SURABAYA “GREEN AND CLEAN”..................................................................................................................73
4.2.11 PONTIANAK : PEMBANGUNAN TOREN DARI NUSSP...................................................................................76
4.3 KESIMPULAN                                                                                                                                                     77
5 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI
KAWASAN KUMUH PERKOTAAN                                                                                                                                          82
5.1 MENGKAJI KEMBALI UPAYA TERDAHULU                                                                                                                                       82
5.1.1 KRITIK TERHADAP UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN
SAAT INI....................................................................................................................................................................82
5.1.2 ISU KRITIS TERKAIT PENDEKATAN PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN.........................................85
5.2 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH
      PERKOTAAN                                                                                                                                                            86
5.2.1 BEBERAPA ASPEK YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN..........................................................................................86
5.2.2 PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH: MODEL ALTERNATIF.......87
5.3 SIMPULAN                                                                                                                                                               95




                                                                                                                                                                           3
1     PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Studi: Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyajikan potret yang cukup mengejutkan mengenai
kehidupan kota di Asia pada tahun 2010 dimana sebanyak 30 kota Asia akan memiliki
penduduk lebih besar dari 5 juta (sementara di Amerika Serikat hanya 2 dan 6 di
Eropa). Shanghai dan Bombay masing-masing akan dihuni oleh 20 juta penduduk.
Beijing, Dhaka, Jakarta, Manila, Tianjin, Calcutta dan Delhi akan dihuni oleh lebih
dari 15 juta. Tujuh dari 13 kota yang penduduknya lebih dari 10 juta berada di Asia.
Beberapa kota di Asia penduduknya berlipat dua setiap 10 sampai 15 tahun. Pada
tahun 2010, separuh atau 50 persen dari penduduk Cina akan hidup di kawasan
perkotaan. Hal ini berarti naik dari 28 persen pada tahun 1994.


Hingga tahun 2008 , jumlah warga tinggal di kota-kota besar mencapai lebih dari
separuh populasi dunia. Menurut UNFPA sekitar 3,3 milyar orang akan tinggal di
daerah perkotaan pada 2008. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh pesat, dengan
populasi urban dipastikan naik jadi 4,9 milyar orang dalam tahun 2030. Laporan
UNDP tahun 2004 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2002 sebesar
217,1 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 250,4 juta jiwa pada tahun
2015. Tingkat pertumbuhan penduduk tahunan di era 1975 hingga 2002 sebesar 1,8
juta jiwa per tahun dan diperkirakan menjadi 1,1 juta jiwa per tahun dalam kurun
waktu 2002-2015. Populasi yang hidup diperkotaan sebesar 44,5 persen pada 2002
dan diperkirakan meningkat menjadi 57,8 persen pada 2015.


Ruang perkotaan yang semakin sempit seiring meningkatnya jumlah penduduk
merupakan fenomena yang umum kita temui di kota-kota di Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 200 juta jiwa, yang sebagian
besar terkonsentrasi dan tinggal di kota besar terutama di pulau Jawa. Kesenjangan
pembangunan yang terjadi antara kota dan desa, telah menjadi rahasia publik sebagai
pemicu laju tingkat urbanisasi yang sangat cepat terutama ke kota besar sebagai pusat
kegiatan perekonomian, industri, jasa dan perdagangan.


Angka urbanisasi yang cukup tinggi ini secara signifikan telah menyebabkan


                                                                                   4
tumbuhnya kawasan permukiman miskin dan kumuh baru di berbagai bagian wilayah
di perkotaan. Kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang,
prasarana dan sarana serta utilitas yang memadai, menyebabkan suatu kawasan
permukiman     menerima     beban    yang    melebihi    kemampuan      daya    dukung
lingkungannya dan cenderung menjadi kumuh. Pada umumnya, kondisi permukiman
kumuh ini antara lain: (i) luas dan ukuran bangunan yang sangat sempit dengan
kondisi rata-rata yang tidak memenuhi kesehatan maupun standar kehidupan sosial
yang layak; (ii) kondisi bangunan rumah yang saling berhimpitan, sehingga rentan
dan rawan terhadap bahaya kebakaran; (iii) kurangnya suplai terhadap kebutuhan air
bersih dan sanitasi dasar; (iv) jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara
baik, aman dan memadai; (v) kondisi drainase yang sangat buruk; (vi) jalan
lingkungan yang tidak memadai; serta (vii) status lahan yang illegal.


Bermunculannya kawasan kumuh perkotaan kemudian memicu serangkaian
permasalahan baik secara fisik kawasan, lingkungan dan sosio-ekonomi penghuninya.
Hal ini menyebabkan perbaikan kondisi di kawasan kumuh perkotaan dari tahun ke
tahun seakan tidak kunjung tertangani. Bertemunya berbagai faktor sosial, ekonomi,
kesehatan, fisik, dan lain sebagainya, menjadikan dimensi permasalahan pada
kawasan kumuh perkotaan sedemikian kompleksnya sehingga diperlukan suatu
pendekatan yang terpadu oleh berbagai pihak terkait.


Dicanangkannya peningkatan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman
kumuh pada tahun 2020 sebagai salah satu target MDGs menjadi momentum untuk
kembali mengkaji berbagai pendekatan penanganan kawasan kumuh perkotaan
selama ini dan mencoba untuk merumuskan opsi pendekatan yang lebih efektif,
efisien dan terpadu. Berbagai opsi pendekatan tersebut ini sangat diperlukan untuk
manata ulang dan mensinergikan berbagai program yang telah dan akan dilaksanakan
oleh pemerintah untuk mencapai target MDGs sebagai milestone awal dari
pembangunan kawasan perkotaan yang terpadu. Pada tahun 2007, Direktur Jenderal
Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama
dengan 32 kabupaten kota melakukan pembenahan terhadap kawasan kumuh yang
terdapat di 397 kelurahan dengan luas cakupan 3.960 hektare. Dana yang dialokasikan
untuk membenahi kawasan kumuh di 32 kabupaten dan kota mencapai Rp 165,9
miliar. Ditargetkan, kawasan kumuh di lingkungan perkotaan yang dapat ditangani
                                                                                      5
sampai pada tahun 2010 mencapai 100 kota, untuk tahun 2015 mencapai 350 kota,
dan tahun 2030 seluruh kawasan kumuh perkotaan di Indonesia diperkirakan sudah
tertangani semuanya. Untuk melaksanakan program ini dana yang dialokasikan secara
keseluruhan besarnya mencapai Rp 1,2 triliun atau US$ 126 juta.


Alokasi dana yang sedemikian besar di satu sisi tentunya merupakan bentuk
komitmen pemerintah yang sudah sangat tinggi. Namun demikian, di sisi lain
merupakan beban terkait dengan penggunaan dana yang efektif. Seperti yang telah
disampaikan pada uraian sebelumnya, dengan alokasi dana yang demikian besar,
belum termasuk bantuan dari pihak luar, apakah pendekatan penanganan yang kita
miliki sudah cukup efektif dan efisien? Ataukah justru akan menjadi sia-sia?


Terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendekatan penanganan kawasan kumuh
perkotaan di Indonesia, maka dirasakan perlunya studi yang dapat memberikan
tinjauan terhadap alternatif opsi pendekatan penanganan yang terpadu. Studi ini
merupakan salah satu studi yang mencoba menjawab kebutuhan tersebut. Mengingat
kompleksnya dimensi permasalahan di kawasan kumuh perkotaan, maka studi ini
akan dititikberatkan pada sektor air minum dan sanitasi.



1.2     Tujuan Studi

Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji dan merumuskan opsi alternatif pendekatan
penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman di perkotaan
yang efektif dan efisien.



1.3     Sasaran Studi

Untuk mencapai tujuan studi, maka terdapat beberapa sasaran di dalam studi ini:
1. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan kawasan kumuh permukiman di
      perkotaan;
2. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan air minum dan sanitasi kawasan kumuh
      permukiman di perkotaan;
3. Identifikasi ragam pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan
      kumuh permukiman di perkotaan;

                                                                                  6
4. Perumusan opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan
            kumuh permukiman perkotaan.



      1.4    Lingkup Studi

      Sebagai batasan dari studi, maka lingkup studi akan difokuskan pada pendekatan
      penanganan kawasan kumuh permukiman perkotaan untuk sektor air minum dan
      sanitasi dasar (jamban) di Indonesia. Namun demikian, studi ini juga akan
      menekankan keterkaitannya dengan sektor lainnya, untuk memperlihatkan pentingnya
      keterpaduan penanganan di kawasan kumuh perkotaan.



      1.5    Kerangka Kerja Logis Studi

                                                        Metode
         Tujuan                 Indikator                                    Asumsi
                                                      Pengukuran
Tujuan

Mengkaji dan             Jumlah opsi alternatif   •    Studi        Kawasan kumuh
merumuskan opsi          pendekatan penanganan         literatur    permukiman di Indonesia
alternatif pendekatan    air minum dan sanitasi                     terdiri dari beberapa
penanganan air minum     kawasan kumuh                              karakteristik dan
dan sanitasi kawasan     permukiman di perkotaan                    pemerintah serta pelaku
kumuh permukiman di      berdasarkan tipologi                       lainnya telah melakukan
perkotaan yang efektif   karakteristik permukiman                   penanganan melalui
dan efisien              kumuh                                      beberapa pendekatan
                                                                    berbeda
Keluaran
1. Tipologi              •   Jumlah kawasan       •    Studi        Isu berbagai karakteristik
   karakteristik dan         kumuh permukiman          literatur    kawasan kumuh
   isu/permasalahan          di perkotaan yang                      terdokumentasi dengan
   kawasan kumuh             teridentifikasi                        baik dan dapat diakses
   permukiman di         •   Ciri/karakteristik
   perkotaan di              kawasan kumuh
   Indonesia                 permukiman di
                             perkotaan

                         •   Kategori
                             isu/permasalahan
                             pada setiap jenis
                             kawasan kumuh
                             permukiman di
                             perkotaan


                                                                                      7
Metode
       Tujuan                   Indikator                                       Asumsi
                                                        Pengukuran
2. Kondisi air minum    •   Pemetaan isu dan        •    Studi        Terdapat permasalahan
   dan penyehatan           permasalahan AMPL            Literatur    terkait dengan kondisi
   lingkungan               berdasarkan tipologi                      AMPL di kawasan kumuh
   (AMPL) di kawasan        karakteristik kawasan                     permukiman di perkotaan
   kumuh permukiman         kumuh
   di perkotaan
   berdasarkan
   tipologi
   karakteristiknya
3. Upaya eksisting      •   Pemetaan pelaku         •    Studi        Berbagai upaya
   penanganan               penanganan kawasan           literatur    penanganan kawasan
   kawasan kumuh            kumuh perkotaan                           kumuh perkotaan
   permukiman di        •   Pemetaan pendekatan                       terdokumentasi dan dapat
   perkotaan                penanganan kawasan                        diakses
   berdasarkan              kumuh
   tipologi
   karakteristik        •  Pemetaan lokasi
                           kawasan kumuh yang
                           sedang atau sudah
                           ditangani
4. Kajian dan rumusan   Usulan opsi alternatif  •        Studi        Prinsip dasar penanganan
   opsi alternatif      pendekatan penanganan            literatur    kawasan kumuh oleh
   pendekatan           kawasan kumuh                                 pemerintah dan pemangku
   penanganan           permukiman di perkotaan                       kepentingan lainnya
   kawasan kumuh                                                      tersedia
   permukiman di
   perkotaan
   berdasarkan
   tipologi
   karakteristik


      1.6   Metodologi Studi

      Metodologi studi yang digunakan untuk menyusun studi ini adalah studi literatur yang
      akan didukung dengan data sekunder dan analisis deskriptif.



      1.7   Sistematika Pembahasan Studi

      Bab 1         Pendahuluan
                    Bab ini menjelaskan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup,
                    metodologi dan sistematika pembahasan studi air minum dan sanitasi
                    dasar di kawasan kumuh permukiman di perkotaan. Bab ini ditujukan

                                                                                         8
untuk memberikan pemahaman atas kerangka kerja logis yang akan
        menjadi acuan bab-bab berikutnya dii dalam studi ini.
Bab 2   Pengertian Kawasan Kumuh, Tipologi dan Permasalahan
        Bab ini menyajikan pengertian dan kondisi kawasan kumuh perkotaan
        di Indonesia secara umum dan tipologinya berdasarkan karakteristik
        lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai
        permasalahan kawasan kumuh permukiman berdasarkan karakteristik
        lokasi.
Bab 3   Kondisi Air Minum Dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh
        Permukiman Perkotaan Berdasarkan Tipologi Karakteristik
        Lokasi
        Bab ini menjelaskan secara spesifik kondisi, isu dan permasalahan air
        minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan tipologi karakteristik
        lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai
        dimensi persoalan air minum dan sanitasi dalam penanganan kawasan
        kumuh permukiman perkotaan.
Bab 4   Upaya Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan
        Kumuh Permukiman Perkotaan
        Bab ini menjelaskan mengenai berbagai upaya yang telah dilakukan
        oleh berbagai pemangku kepentingan terkait pembangunan air minum
        dan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman perkotaan. Bab ini
        ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai model pendekatan
        pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan
        beberapa aspek penting yang merupakan prinsip dasar penanganan air
        minum dan penyehatan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman
        perkotaan.
Bab 5   Opsi Alternatif Pendekatan Pembangunan Air Minum dan
        Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Permukiman Perkotaan
        Bab ini ditujukan untuk menganalisa berbagai pendekatan yang telah
        dilakukan serta merumuskan opsi alternatif pendekatan pembangunan
        air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman perkotaan
        berdasarkan tipologi karakteristik lokasinya.
Bab 6   Penutup


                                                                           9
2     PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN


Kawasan kumuh pada umumnya merupakan sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan
populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan
kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya identik
dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, sarana dan prasarana yang tidak
memadai, rentan akan permasalahan sosial dan lain-lain. Namun demikian, kondisi kumuh
tidak dapat disamaratakan antara satu kawasan dengan kawasan lain, karena kumuh bersifat
spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Dalam bab ini akan
dikemukakan tentang pengertian kawasan kumuh, kriteria kawasan kumuh, tipologi kawasan
kumuh serta permasalahannya.

2.1     Pengertian Kawasan Kumuh

Kawasan kumuh1 adalah sekelompok orang yang terdiri dari beberapa individu yang
sekurang-kurangnya mengalami satu atau lebih dari kondisi berikut ini : (i) kekurangan akses
kepada air bersih;(ii) kekurangan akes kepada sanitasi;(iii) minim luasan tempat tinggal
menyebabkan kawasan terlihat sangat padat (lebih dari tiga orang tinggal dalam satu
ruangan); (iv) struktur bangunan rumah yang tidak baik.

Selanjutnya        definisi tersebut kemudian berkembang menjadi kriteria untuk mengetahu
apakah suatu kawasan dapat tergolong kumuh atau tidak, yaitu :
1. Kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi yaitu melebihi 150 jiwa
      per hektar
2. Kepadatan bangunan rumah yang sangat tinggi
3. Tata letak bangunan yang tidak teratur
4. Peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
5. Kondisi bangunan rumah yang tidak sesuai dengan standar teknis dan kesehatan
6. Kondisi sarana umum dan sosial yang sangat minim atau tidak tersedia sama sekali
7. Tingkat kesehatan lingkungan yang sangat rendah
8. Tingkat kerawanan sosial yang sangat tinggi


Dari kedelapan kriteria tersebut di atas, ternyata kawasan kumuh juga mempunyai

1
    UN HABITAT Global Urban Observatory, 2008
                                                                                         10
karakteristik yang berbeda terkait dengan permasalahannya pada saat dikaitkan dengan lokasi
dari kawasan kumuh tersebut. Kawasan kumuh di sekitar bantaran sungai akan mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan kawasan kumuh di bantaran rel kereta api. Dengan
demikian pola penanganannya akan mempunyai pola yang berbeda juga. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu identifikasi tipologi kawasan kumuh. berdasarkan lokasinya. Sub bab
berikut akan menguraikan tipologi kawasan kumuh berdasarkan lokasinya.

2.2   Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi dan Permasalahannya

Berdasarkan berbagai studi literatur yang telah dihimpun, tipologi kawasan kumuh
berdasarkan lokasinya dapat dibagi menjadi empat tipologi, yaitu: kawasan kumuh bantaran
sungai, kawasan kumuh pinggir pantai, kawasan kumuh pusat komersial dan kawasan kumuh
pingir rel kereta api. Walaupun secara umum kawasan kumuh tersebut mempunyai
permasalahan yang sama, namun dalam penanganannya, masing-masing kawasan kumuh
tersebut memerlukan pendekatan yang cukup spesifik. Beberapa hal yang berlaku umum di
semua tipologi kawasan kumuh adalah tingkat kepadatan, tata letak bangunan, jumlah
penduduk miskin, kerentanan terhadap kesehatan lingkungan dan kerawanan sosial. Namun
secara spesifik, beberapa hal/aspek yang membedakan permasalahan di kawasan kumuh
adalah kesesuaian peruntukan lahan, status kepemilikan lahan, mobilitas penduduk, mata
pencaharian, dan kondisi sarana/fasilitas umum dan sosial. Tabel berikut mencoba untuk
menguraikan beberapa perbedaan permasalahan yang spesifik antar kawasan kumuh yang
telah disebutkan di atas dengan berdasarkan hasil kajian yang sudah pernah dilakukan
dimasing-masing tipologi.




                                                                                        11
Matrik Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi


                                                        PINGGIR PANTAI/
       KRITERIA           BANTARAN SUNGAI                                        PUSAT KOMERSIAL                  PINGGIR REL KA
                                                             NELAYAN

                         Linear di sepanjang sungaiBiasanya merupakan            Memusat pada satu titik
                         tetapi dengan tingkat     perkampungan nelayan          yang berdekatan
                         kepadatan yang berbeda,   yang terletak di pinggir      langsung dengan pusat
                         biasanya kawasan pinngiranpantai. Dalam penentuan       komersial
                                                   batas wilayah di peta
                         sungai yang paling luas dan
Batas wilayah dan luas                                                                                      Luas wilayah tidak teridentifikasi
                         padat adalah yang paling  terlihat membentuk
Kawasan Permukiman                                                                                          dengan jelas dalam bentuk
                         dekat dengan jalan utama, linear. (Usaha
Kumuh                                                                            (Kajian pertumbuhan        pemetaan khusus
                         kawasan strategis, dll.   Perbaikan Permukiman
                                                   Kumuh di Petukangan           permukiman ilegal
                         (Hasil Kajian Kawasan     Utara-Jakarta Selatan         kawasan komersial, KK
                         Kumuh di Pinggiran Sungai oleh Sri Kurniasih,           Perencanaan Kota ITB
                         Deli, 2001)               2006)                         2005)

                                                       Mengacu pada UU No.
                                                       27 Tahun 2007 tentang     Menempati tanah ilegal
                         Tidak sesuai dengan
                                                       pengelolaan kawasan       atau tidak sesuai dengan
                         peruntukan fungsi kawasan.
Kesesuaian peruntukan                                  pesisir. Peruntukan       peruntukan
lokasi kawasan           (Sesuai dengan Inmendagri     kawasan pesisir dengan                               Tidak sesuai dengan peruntukan
                                                                                 (Kajian pertumbuhan
permukiman kumuh         No. 14 Tahun 1988 : Lokasi    guna lahan perumahan                                 fungsi kawasan
                                                                                 permukiman ilegal
dengan RDTRK/RUTRK       Ruang Terbuka Hijau bisa      masih dimungkinkan
                                                                                 kawasan komersial, KK
                         berada pada kawasan jalur     sepanjang dipenuhi oleh
                                                                                 Perencanaan Kota ITB
                         sungai)                       aturan zonasi dengan
                                                                                 2005)
                                                       prinsip kegiatan pada
                                                       zonasi yang sama saling


                                                                                                                                         12
PINGGIR PANTAI/
       KRITERIA             BANTARAN SUNGAI                                           PUSAT KOMERSIAL                PINGGIR REL KA
                                                                NELAYAN

                                                          bersinergis.

                           Menempati tanah dengan
                           status ilegal ( Peraturan
                           Menteri PU tentang             Tidak memiliki surat
                           kawasan sempadan               kepemilikan tanah
                           sungai : Sungai yang
                           mempunyai kedalaman            Perencanaan                Tidak memiliki surat
                           tidak lebih 3 (tiga) meter     Permukiman Nelayan di      kepemilikan tanah         Tidak memiliki surat kepemilikan
Status kepemilikan lahan                                  Pantai Timur Surabaya
                           sampai dengan 20                                                                    tanah
                           (duapuluh) meter, garis        oleh Ratna Darmiwati,
                           sempadan ditetapkan            Jurusan T. Arsitektur
                           sekurang-kurangnya 15          Universitas Merdeka
                           (lima belas) meter dihitung    Surabaya, 2001
                           dari tepi sungai pada waktu
                           ditetapkan).

                                                          Letak startegis biasanya
                           Biasanya permukiman
                                                          mendekati fasilitas-
                           kumuh di pinngiran sungai
                                                          fasilitas umum.            1. Letak startegis
                           ada karena letak sungai                                                             Letak tidak strategis karena
Letak/kedudukan lokasi     tersebut yang cukup            Perencanaan                   biasanya berdekatan    dipinggiran rel kereta api rentan
kawasan kumuh              strategis misalnya melintasi   Permukiman Nelayan di         dengan fasilitas-      dengan bahaya kecelakaan kereta
                           pusat kota, jalan utama, dan   Pantai Timur Surabaya         fasilitas komersial.   api dan suara bising.
                           dekat dengan permukiman        oleh Ratna Darmiwati,      2. Harga tanah mahal
                           penduduk.                      Jurusan T. Arsitektur
                                                          Universitas Merdeka


                                                                                                                                           13
PINGGIR PANTAI/
      KRITERIA            BANTARAN SUNGAI                                      PUSAT KOMERSIAL            PINGGIR REL KA
                                                            NELAYAN

                         (hasil pengamatan awal)       Surabaya, 2001

                                                       Tingkat kepadatan
                         Konsentrasi penduduk          penduduk tinggi
                         tinggi terutama untuk
                         sungai-sungai di perkotaanPerencanaan
Tingkat kepadatan        besar.                    Permukiman Nelayan di       Tingkat kepadatan     Tingkat kepadatan penduduk
penduduk                                           Pantai Timur Surabaya       penduduk tinggi       tinggi
                         (Hasil Kajian Kawasan     oleh Ratna Darmiwati,
                         Kumuh di Pinggiran Sungai Jurusan T. Arsitektur
                         Deli, 2001)               Universitas Merdeka
                                                   Surabaya, 2001

                                                       Tingkat ekonomi dan
                                                       pendidikan penduduk
                         Hampir setiap kawasan         bervariasi, tetapi
                         kumuh pinggir sunagi          didominasi penduduk
                                                       miskin                  Tingkat ekonomi dan
                         dihuni oleh 70% penduduk
                                                                               pendidikan penduduk
                         miskin dan 30% penduduk       Perencanaan                                   Tingkat ekonomi dan pendidikan
Jumlah penduduk miskin                                                         berfariasi, tetapi
                         miskin sekali (hasil kajian   Permukiman Nelayan di                         penduduk rendah
                                                                               didominasi penduduk
                         BKKBN : Badan                 Pantai Timur Surabaya   miskin
                         Koordinasi Kelarga            oleh Ratna Darmiwati,
                         Berencana Nasional)           Jurusan T. Arsitektur
                                                       Universitas Merdeka
                                                       Surabaya, 2001



                                                                                                                              14
PINGGIR PANTAI/
      KRITERIA            BANTARAN SUNGAI                                      PUSAT KOMERSIAL                   PINGGIR REL KA
                                                             NELAYAN

                         Penduduk bekerja secara
                         serabutan mulai dari tukang   Didominasi pekerjaan
                         parkir, buruh bangunan atau   disektor informal
                         bahkan pemalak. Kalau pun
                         ada yang bekerja tetap,
Kegiatan usaha ekonomi   biasanya penarik becak    Perencanaan                 Didominasi pekerjaan        Didominasi pekerjaan disektor
penduduk di sektor       atau bekerja sebagai      Permukiman Nelayan di       disektor informal           informal
informal                 penjahit di perusahaan    Pantai Timur Surabaya
                         konveksi.                 oleh Ratna Darmiwati,
                                                   Jurusan T. Arsitektur
                         (Hasil Kajian Kawasan     Universitas Merdeka
                         Kumuh di Pinggiran Sungai Surabaya, 2001
                         Deli, 2001)

                                                       Kepadatan tinggi dan
                                                       tidak teratur, dengan
                         Bangunan terlihat sangat      sebagian besar tidak
                         padat hampir tanpa            dilengkapi IMB
                         pembatas antar satu rumah                             Kepadatan tinggi
Kepadatan rumah /        dan bangunan lainnya.         (Perencanaan
                                                                               sebagian tidak dilengkapi   Kepada tantinggi dengan tidak
bangunan                                               Permukiman Nelayan di
                                                                               IMB sebagian dilengkapi     dilengkapi IMB
                         (Hasil Kajian Kawasan         Pantai Timur Surabaya
                         Kumuh di Pinggiran Sungai     oleh Ratna Darmiwati,
                         Deli, 2001)                   Jurusan T. Arsitektur
                                                       Universitas Merdeka
                                                       Surabaya, 2001)



                                                                                                                                      15
PINGGIR PANTAI/
       KRITERIA              BANTARAN SUNGAI                                       PUSAT KOMERSIAL                 PINGGIR REL KA
                                                              NELAYAN

                                                         •   Biasanya di bangun
                                                             bertingkat 2-4 lantai
                                                             karena sering nya
                                                             terjadi banjir dengan
                                                             konstruksi yang
                            Sebagian bentuknya seperti
                                                             kurang
                            rumah panggung
                                                             memperhitungkan
                            berkolong, menggunakan
                                                             keselamatan.
                            kayu atau beton penyangga
                            yang dicor dengan semen      •   Material bangunan
                            setinggi dua sampai tiga         terbuat dari bahan
                            meter. Luas bangunannya          papan dan padahal     •   Sebagian besar rumah
                            bervariasi. Ada berukuran        sering terendam air       berbentuk permanen.    Sebagian besar kondisi rumah
Kondisi rumah tidak layak                                    sehingga bisa         •   Sebagian besar         tidak layak huni, konstruksi
huni                        3 x 5 meter, 2,5 x 6 meter
                            dan lainnya.                     dikategorikan             kondisir umah layak    bangunan terbuat dari kayu dan
                                                             berbahaya.                huni tetapi minim      triplek.
                                                         •   Sarana aksesibilitas      tingkat kesehatan
                                                             yang ada berupa
                            Kajian kawasan                   jalan tanah selebar 6
                            permukiman kumuh di              meter sebagai jalan
                            pinngiran Sungai Deli,           utama
                            2001
                                                         Perencanaan
                                                         Permukiman Nelayan di
                                                         Pantai Timur Surabaya
                                                         oleh Ratna Darmiwati,
                                                         Jurusan T. Arsitektur


                                                                                                                                         16
PINGGIR PANTAI/
       KRITERIA             BANTARAN SUNGAI                                    PUSAT KOMERSIAL                  PINGGIR REL KA
                                                           NELAYAN

                                                     Universitas Merdeka
                                                     Surabaya, 2001)

                                                     Tata letak bangunan       Tata letak bangunan       Tata letak bangunan tidak teratur
                        Jarak antara satu rumah ke   tidak teratur             tidak teratur
                        rumah lain seperti tak ada   dikarenakan
                        pembatasnya. Umumnya         permukiman tumbuh
                        berhimpitan. Kalau pun       secara incremental
                        berjarak hanyalah jalan      (nataural tanpa adanya
                        setapak menghubungkan        pengendalian secara
Kondisi tata letak      antara rumah ke rumah.       spatial)
rumah/bangunan
                                                     Perencanaan
                                                     Permukiman Nelayan di
                        Kajian Kawasan               Pantai Timur Surabaya
                        Permukiman Kumuh di          oleh Ratna Darmiwati,
                        Kawasan Pinggiran Sungai     Jurusan T. Arsitektur
                        Cikapundung, 2008            Universitas Merdeka
                                                     Surabaya, 2001)

                        •    Terdapat jalan         •    Beberapa sarana dan   •   Terdapat jalan        •   Tidak terdapat jalan
                             lingkungan yang sudah       prasarana belum           lingkungan yang           lingkungan
Kondisi prasarana dan        diperkeras.                 tersedia seperti          sudah diperkeras.     •   Tidak terdapat saluran
sarana lingkungan       •    Kondisi drainase buruk      saluran air bersih,   •   Kondisi drainase          drainase
                             dantidak terawat            saluran pembuangan        buruk dan tidak       •   Tidak memiliki sarana
                        •    Masyarakat sering           air, pengelolaan          terawat                   pengelolaan sampah
                             menggunakan sungai          sampah.               •   Tingginya kepadatan   •   Tidak memiliki akses terhadap


                                                                                                                                      17
PINGGIR PANTAI/
KRITERIA    BANTARAN SUNGAI                                      PUSAT KOMERSIAL                   PINGGIR REL KA
                                             NELAYAN

                                                                     penduduk
              sebagai saluran         •    Saluran drainase          menyebabkan
              drainase                     tidak berfungsi           tingginya timbulan
           • Sungai yang sudah             akibat sampah             sampah,
              terkontaminasi dengan   •    Sistem pembuangan         kemungkinan tidak
              limbah domestik              sampah yang ada           tertanganinya juga
              menjadi sumber air           adalah dengan             tinggi.
              bersih utama.                menimbun lahan-       •   Akses air
           • Akses air minum               lahan kosong                                         air bersih dan air minum,
                                                                     minum/bersih
              kurang.                      sehingga tampak                                      konsumsi air didapatkan dari
                                                                     kurang, dengan
           • Sungai sebagai tempat         kotor terutama bila       kualitas air yang
                                                                                                fasilitas umum disekitarnya
              pembuangan sampah.           tergenang air pada                                   atau membeli.
                                                                     tidak bagus.
           • Sungai sebagai saluran        musim hujan                                      •   Tidak memiliki saluran
                                                                 •   Tidak memiliki
              limbah cair dan padat                                                             limbah apapun.
                                                                     saluran limbah cair,
              domestik                Perencanaan
                                                                     saluran drainase
           (Hasil Pengamatan awal     Permukiman Nelayan di
                                                                     digunakan juga
           dan Kajian Kawasan         Pantai Timur Surabaya
                                                                     sebagai saluran
           Permukiman Kumuh di        oleh Ratna Darmiwati,
                                                                     limbah cair.
           Kawasan Pinggiran          Jurusan T. Arsitektur
                                                                 •   Memiliki saluran
           Sungai Cikapundung,        Universitas Merdeka
                                                                     limbah padat, septic
           2008)                      Surabaya, 2001)
                                                                     tank sendiri




                                                                                                                        18
PINGGIR PANTAI/
       KRITERIA                  BANTARAN SUNGAI                                     PUSAT KOMERSIAL                  PINGGIR REL KA
                                                                 NELAYAN

                                                          •    Rentan terhadap
                                                               penyebaran penyakit
                                                               menular akibat
                                                               kondisi lingkungan
                                                               yang buruk
                             •   Rentan terhadap                                     •   Rentan terhadap
                                                          •    Rawan terhadap            penyebaran penyakit
                                 penyebaran penyakit
                                                               bahaya abrasi laut
                                 menular akibat kondisi                                  menular akibat         •   Rentan terhadap penyebaran
                                 lingkungan yang buruk    •    Rawan terhadap            kondisi lingkungan         penyakit menular akibat
Kerawanan kesehatan &                                          bahaya gelombang          yang buruk
                             •   Rawan terhadap bahaya                                                              kondisi lingkungan yang
lingkungan                                                     dan angin laut        •   Rawan terhadap             buruk
                                 longsor dan banjir
                                                                                         bahaya kebakaran       •   Rawan kebakaran
                             (Hasil Kajian Perencanaan                               •   Kualitas udara yang    •   Rawan penggusuran
                                                       Perencanaan
                             Kawasan Pinggiran Sungai                                    kurang baik
                                                       Permukiman Nelayan di
                             Deli, 2001)                                             •   Rentan penggusuran
                                                       Pantai Timur Surabaya
                                                       oleh Ratna Darmiwati,
                                                       Jurusan T. Arsitektur
                                                       Universitas Merdeka
                                                       Surabaya, 2001)
                             Tergolong tinggi terkait  •  Tingkat kriminalitas       •   Tingkat kriminalitas
                             dengan tingginya jumlah      tidak terlalu tinggi           tinggi, karena         •   Tingkat kriminalitas
Kerawanan sosial (patologi   penduduk yang berada pada    karena biasanya                himpitan dan               tinggi,karena himpitan dan
sosial)                      usia (20 – 40 tahun) akan    mereka yang tinggal            persaingan ekonomi         persaingan ekonomi
                             tetapi dengan keadaan        adalah keluarga            •   Kurangnya kontrol      •   Kurangnya kontrol sosial
                             sosial tanpa pekerjaan.      sendiri yang sudah             sosial antara sesama       antara sesama masyarakat.
                                                          turun temurun                  masyarakat.


                                                                                                                                            19
PINGGIR PANTAI/
KRITERIA    BANTARAN SUNGAI                                      PUSAT KOMERSIAL   PINGGIR REL KA
                                             NELAYAN

                                          (jumlah pendatang
           (Hasil Kajian Perencanaan      baru sangat sedikit)
           Kawasan Pinggiran Sungai
           Deli, 2001)                 Perencanaan
                                       Permukiman Nelayan di
                                       Pantai Timur Surabaya
                                       oleh Ratna Darmiwati,
                                       Jurusan T. Arsitektur
                                       Universitas Merdeka
                                       Surabaya, 2001)




                                                                                                    20
3     PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR
      BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN KUMUH


Salah satu permasalahan pelik yang timbul di kawasan kumuh perkotaan adalah
minimnya akses terhadap layanan air minum dan sanitasi dasar. Permasalahan air
minum dan sanitasi tidak hanya terbatas pada aspek fisik pelayanan saja, namun
permasalahan juga menyentuh berbagai aspek lainnya. Akibatnya, upaya untuk
menyediakan akses air minum dan sanitasi dasar pun tidak jarang menjadi terhambat.


Permasalahan air minum dan sanitasi dasar dapat berbeda berdasarkan karakteristik
lokasinya. Untuk itu, bab ini akan memaparkan permasalahan air minum dan sanitasi
dasar di masing-masing tipologi kawasan yang sudah dijabarkan pada bab
sebelumnya. Permasalahan-permasalahan AMPL tersebut akan ditinjau dari 5 aspek,
yaitu aspek kelembagaan, finansial, sosial, teknis dan lingkungan.



3.1   Kembali ke Dasar: Mengapa Air Minum dan Sanitasi Dasar?

Sebagaimana telah diketahui, permasalahan kawasan kumuh perkotaan adalah multi-
dimensi dan sangat kompleks. Namun demikian, dalam proses penanganan kawasan
kumuh, perlu disusun prioritas agar penanganannya sistematis. Terkait dengan hal ini,
maka prioritas penanganan harus melihat tingkat kerentanan penghuni kawasan
kumuh terhadap permasalahan yang ada, khususnya yang mempunyai dampak pada
adanya kemungkinan korban jiwa.


Salah satu permasalahan yang sangat terkait dengan tingkat kerentanan (vulnerability)
penghuni kawasan kumuh adalah permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Air
minum dan sanitasi dasar merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang, tanpa
membedakan status sosial, suku, agama dan lain sebagainya. Ketersediaan akses
terhadap sarana AMPL bersifat mutlak dalam menunjang kehidupan semua orang.
Namun demikian seringkali permasalahan air minum dan sanitasi dasar ini menjadi
prioritas yang kesekian dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti jalan, listrik,
telekomunikasi dan sebagainya. Oleh karena itu, isu terkait air minum dan sanitasi
dasar di kawasan kumuh perlu diangkat sebagai fokus utama dalam studi ini.

                                                                                  21
3.2     Permasalahan Umum AMPL di Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia

3.2.1    Akses Terhadap Air Minum

Air merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Pentingnya air dalam meningkatkan
kesehatan dan penanggulangan kemiskinan telah diketahui sejak 100 tahun lalu
namun masih banyak penduduk dunia yang tidak terlayani (Mungkasa, 2005). Di
perkotaan, umumnya air bersih disediakan melalui suatu sistem penyediaan air
perpipaan yang terpusat. Namun cakupan pelayanan sistem tersebut pada umumnya
tidak menjangkau warga yang tinggal di kawasan kumuh. Penelitian oleh USAEP
(2002) mengenai akses air di kawasan kumuh perkotaan memberikan hasil sebagai
berikut:
a. Akibat tidak terkoneksi dengan penyedia air bersih, maka untuk memperoleh air
      bersih, warga di kawasan kumuh perkotaan terpaksa harus membeli air dari para
      penjaja air. Calaguas dan Roaf (2001) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan
      untuk membeli air dari biasanya berkisar 5 – 2.500% lebih besar dibandingkan
      dengan biaya yang dikeluarkan oleh warga yang yang memperoleh air dari sistem
      perpipaan kota. Selain itu, kontinuitas air pun tidak dapat dijamin. Terkadang para
      penjaja air baru datang setelah warga menunggu berjam-jam, tidak menentu.
      Warga pun harus mengantri untuk bisa membeli air. Selain itu, para penjaja air
      biasanya menetap di satu lokasi tertentu yang letaknya jauh dari rumah, sehingga
      warga yang membeli air harus menggotong jerigen atau tempat penampungan air
      dari lokasi penjual ke rumahnya.


b. Tingkat konsumsi air dari warga yang tidak terkoneksi dengan sistem perpipaan
      pada umumnya lebih kecil dibandingkan standar minimum kesehatan yang
      berlaku, baik nasional maupun internasional. Konsumsi air minimum yang
      memenuhi standar kesehatan nasional adalah 60 l/o/h, sementara standar
      internasional adalah 100 l/o/h. Tabel 3.1 berikut ini menunjukkan besar konsumsi
      air rata-rata dari kelompok masyarakat miskin di beberapa kota di Indonesia.




                                                                                      22
Tabel 3.1
         Konsumsi Air Rata-rata Kelompok Masyarakat Miskin Perkotaan
                             di 3 Kota di Indonesia

              No               Kota           Konsumsi air (l/o/h)
               1             Semarang                 16.92
               2            Tangerang                  8.07
               3            Indramayu                 10.16
              Sumber: Final Report UPDATE Project, 2002


Studi yang dilakukan oleh ESP-USAID di beberapa kota di 8 provinsi di Indonesia
telah berhasil mengidentifikasi 4 sumber air bagi masyarakat berpenghasilan rendah
di perkotaan. Selain dari PDAM dan penjaja air, sumber air lain yang digunakan oleh
warga adalah sumur gali dan air permukaan seperti sungai. Satu contoh penggunaan
air sungai sebagai sumber air bagi keutuhan sehari-hari warga di daerah kumuh
perkotaan adalah seperti yang terjadi di kawasan kumuh di Gang Nibung, Kota
Samarinda yang lokasinya dekat dengan Sungai Karang Mumus. Warga masih
menggunakan air dari sungai Karang Mumus tersebut untuk kebutuhan sehari-hari,
meskipun kualitas air yang tersedia tidak memenuhi persyaratan kesehatan seperti
yang telah ditetapkan melalui Kepmenkes No 907 Tahun 2002.


Jaringan pipa sistem penyediaan air bersih kota terkadang melewati daerah kumuh
perkotaan. Namun, ironisnya, warga yang tinggal di daerah yang dilalui jaringan pipa
tersebut tidak dapat mengakses air perpipaan. Hal ini memicu kecemburuan warga
yang berujung pada penyambungan secara ilegal.



3.2.2   Akses Terhadap Sanitasi Dasar

Tidak hanya permasalahan dalam pelayanan air bersih, warga di kawasan kumuh
perkotaan pun memiliki masalah terkait akses terhadap fasilitas sanitasi yang
memadai. Beberapa permasalahan yang ditemukan tersebut antara lain:
a. Terbatasnya sarana jamban keluarga
   Pada umumnya, sarana sanitasi berupa jamban keluarga tidak tersedia. Sarana
   sanitasi yang tersedia biasanya berupa jamban komunal, yang jumlahnya pun
   terbatas. Irie (2004) dalam penelitiannya di daerah Kiara Condong, Bandung,
   menemukan bahwa 87% penduduk menggunakan sarana jamban komunal. Dalam


                                                                                 23
penelitian lain (Kurniawan, 2007) mengungkapkan bahwa di kawasan Sentiong, di
   Kota bengkulu, hanya 25% penduduk yang memiliki WC.


b. Tidak adanya sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang memadai
   Meskipun beberapa rumah tangga telah memiliki jamban, namun terkadang
   kondisinya masih belum dapat dikatakan sebagai jamban yang sehat. Ada tiga
   kriteria sebuah bangunan sarana sanitasi, yaitu: (i) bangunan dinding untuk
   kenyamanan, psikologis dan keindahan; (ii) bangunan permukaan tanah
   (landasan) untuk keamanan saaat buang air besar; dan (iii) bangunan bawah
   sebagai tempat pembuangan tinja dan melokalisir serta mengubahnya menjadi
   lumpur yang stabil.


   Kondisi yang ditemukan di beberapa kawasan kumuh masih menunjukkan ketiga
   kriteria jamban tersebut masih belum terpenuhi. Di Kiara Condong, Bandung,
   hanya 47% yang mengolah limbah dari jamban dengan septic tank. Sisanya yaitu
   sebesar 53% membuang limbahnya langsung ke badan air atau ke saluran (got)
   yang ada (Irie, 2004). Selain itu, septic tank yang ada pun tidak dibangun dengan
   benar. Upaya memutus alur kontaminasi tidak berfungsi dengan baik, karena
   septic tank yang ada tidak ada penutup di bagian bawahnya, sehingga berpotensi
   mencemari air tanah. Selain itu, lumpur dari septic tank juga dibuang langsung ke
   sungai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah domestik di daerah
   kiara condong tidak berfungsi dengan baik.


   Menurut Kurniawan (2007), di Kawasan Sentiong, Kota Bengkulu, dari jamban
   yang ada, hanya 16% yang sudah memiliki septic tank, sisanya langsung
   membuang limbahnya ke saluran drainase. Sementara di kawasan lain, yaitu di
   Kota samarinda, di kawasan bantaran sungai Karang Mumus, tepatnya di gang
   Nibung, hasil studi yang dilakukan Kertayasa menunjukkan bahwa limbah dari
   jamban/WC masih dibuang langsung ke Sungai Karang Mumus.



3.2.3   Perilaku Hygiene

Kurangnya akses terhadap air minum dan sarana sanitasi bagi warga di kawasan
kumuh perkotaan berimplikasi pada perilaku hidup yang tidak sehat. Masih banyak

                                                                                 24
warga yang buang air besar secara terbuka. Sebagai contoh adalah pada dua lokasi
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK)
Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana, yaitu Br. Belong Menak dan Gang
Angsa di Kota Denpasar. 80% dari responden menyatakan bahwa akibat tidak adanya
jamban keluarga, mereka memilih untuk buang air besar di sungai (Balipost online,
2007). Sementara 95% warga Kawasan Malabero, Kota Bengkulu, menyatakan
bahwa mereka membuang air limbah (termasuk tinja) langsung ke saluran drainase
atau ke laut (Kurniawan, 2007).


Sebuah studi mengenai praktek hygiene pernah dilakukan oleh ESP-USAID pada
tahun 2006 di beberapa lokasi, termasuk lokasi masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan urban. Ada dua macam praktek hygiene yang diteliti, yaitu cuci tangan pakai
sabun dan mencuci bahan makanan sebelum diolah. Hasil studi menunjukkan bahwa
cuci tangan merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh penduduk, terutama
setelah buang air besar dan membersihkan kotoran anak. Namun, pemakaian sabun
pada saat cuci tangan masih jarang dilakukan. Sementara itu, terkait dengan praktek
membersihkan bahan makanan sebelum diolah, hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat pada umumnya mencuci bahan-bahan makanan sebelum diolah, terutama
untuk jenis sayur-sayuran. Meskipun begitu, cara mencuci bahan makanan tersebut
masih memungkinkan bahan makanan untuk terkontaminasi, karena masyarakat tidak
mencuci dengan air yang mengalir, melainkan dengan menggunakan air yang
ditampung dalam wadah dan digunakan untuk beberapa bahan makanan.



3.3   Dampak Buruknya Akses terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar Secara
      Umum Bagi Warga di Kawasan Kumuh Perkotaan

Ketidaktersediaan air bersih dan layanan sanitasi lingkungan akan membawa dampak
ke seluruh kelompok masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan
kumuh perkotaan. Tanpa adanya tindakan untuk penanggulangan permasalahan
tersebut, maka akan sangat berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi penataan
kawasan kota dan timbulnya masalah kesehatan. Dengan demikian, masalah air
minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh pada akhirnya juga akan menjadi
masalah bersama.


                                                                                25
Beberapa temuan yang diperoleh dari beberapa penelitian mengenai dampak dari
minimnya akses terhadap air bersih di kawasan kumuh perkotaan, yaitu:
a. Masyarakat di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih besar
   untuk memperoleh air bersih dibandingkan dengan warga yang memperoleh air
   bersih dari penyedia air bersih. Sehingga kemudian, dalam satu bulan, warga
   kawasan kumuh membelanjakan dana yang lebih besar untuk air dibandingkan
   dengan warga yang terkoneksi dengan penyedia air bersih perpipaan. Bahkan,
   pengeluaran untuk air mengambil porsi yang besar dibandingkan dengan total
   pengeluaran sehari-harinya (USAEP, 2002).


b. Akibat dari tidak tersedianya air dengan kualitas yang memadai, maka warga di
   kawasan kumuh perkotaan memiliki potensi besar untuk terjangkit penyakit
   bawaan air, seperti diare, kolera dan penyakit kulit, yang mengharuskan mereka
   mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis, mengakibatkan anak-anak
   tidak dapat sekolah, atau mengakibatkan orang dewasa kehilangan penghasilan
   karena tidak dapat bekerja.


c. Jika lokasi kawasan dekat dengan sumber air, misalnya mata air, sumur, atau pipa
   penyedia air bersih yang bocor, maka pengeluaran rumah tangga untuk air bisa
   berkurang. Namun, bisa jadi pengeluaran tersebut teralokasikan kepada kebutuhan
   lain seperti biaya pengobatan untuk penyakit kulit karena mandi dari air yang
   sumbernya tercemar, atau untuk membayar denda (untuk sambungan ilegal), atau
   biaya untuk membayar preman lokal sebagai jaminan untuk tetap bisa
   menggunakan sambungan ilegal tersebut (Calaguas dan Roaf, 2001).


d. Sementara itu, akibat tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban keluarga,
   warga di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih untuk
   menggunakan jamban komunal atau lebih memilih untuk buang air besar secara
   sembarangan yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko penyakit bagi diri
   pribadi dan kelompok masyarakat. Perilaku seperti ini pun menambah tingkat
   kesulitan bagi warga daerah kumuh untuk memperoleh air bersih, karena potensi
   pencemaran sumber air yang ditimbulkan. Tidak tersedianya layanan sanitasi yang
   baik pun mengakibatkan kawasan kumuh berpotensi menjadi sarang bagi vektor
   penyakit seperti lalat, nyamuk dan tikus.

                                                                                26
e. Layanan sanitasi yang buruk juga berdampak signifikan bagi perempuan.
      Keluarga yang dikepalai oleh seorang perempuan juga lebih dirugikan dengan
      minimnya layanan sanitasi jika dibandingkan dengan keluarga yang dikepalai oleh
      seorang laki-laki. Jika layanan sanitasi dan air bersih yang ada jauh dari jangkauan
      dan mahal, maka waktu dan uang merekalah yang harus digunakan untuk bisa
      memperoleh layanan tersebut.



3.4     Kendala Dalam Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi Dasar Bagi
        Kawasan Kumuh Perkotaan

Beberapa kendala dalam penyediaan layanan AMPL pada kelompok masyarakat
miskin perkotaan antara lain2:

a. Tidak adanya dukungan suara bagi warga miskin perkotaan.
      Terdapat banyak persepsi yang salah mengenai kondisi masyarakat miskin
      perkotaan.

b. Kendala administratif dan hukum (terutama masalah kepemilikan lahan)
      Menurut Rolf dan Calaguas (2001), pada umumnya, penyedia air bersih tidak
      melayani warga di lokasi yang tidak jelas kepemilikan lahannya. Beberapa alasan
      yang muncul antara lain karena lahan tersebut tidak dialokasikan sebagai kawasan
      permukiman, tidak dapat dijangkau, terlalu padat, serta berkembangnya
      pandangan bahwa warga yang mendiami kawasan tersebut tidak mampu
      membayar tarif layanan. Selain itu, jika penyedia memberikan layanan kepada
      warga di kawasan tersebut, hal ini akan dilihat sebagai pemberian legitimasi
      kepada warga untuk mendiami kawasan tersebut. Sehingga meskipun kebijakan
      menyatakan bahwa pemerintah wajib untuk menyediakan air bagi seluruh warga,
      pada prakteknya warga di kawasan permukiman kumuh yang umumnya tidak
      memiliki hak legal atas tanah tidak dapat menjangkau pelayanan air bersih atau
      sanitasi.

c. Ada beragam kepentingan pribadi/kelompok (penjaja air, kriminal, pemerintah

2
 Diambil dari Guidance Notes on Services for The urban Poor: A Practical guide for Improving Water Supply and
Sanitation Services, WSP 2008

                                                                                                           27
daerah yang korupsi, dan pengelola sarana memiliki kepentingan masing-masing
   yang mungkin dapat menghalangi upaya penyediaan akses terhadap air bersih)
   Warga di kawasan kumuh pada umumnya dianggap sebagai kelompok miskin
   yang tidak mau dan tidak mampu membayar untuk pelayanan air bersih dan
   sanitasi. Selain itu, kawasan permukiman kumuh dipandang sebagai kawasan
   yang tidak aman, identik dengan tindakan kriminal. Pandangan-pangdangan
   tersebut menjadikan kelompok masyarakat di kawasan permukiman kumuh sangat
   jarang dilibatkan dalam proyek pembangunan. Meskipun demikian, pada saat
   tertentu, misalnya menjelang pemilihan umum, warga di kawasan kumuh
   dimanfaatkan untuk mendukung politikus maupun partai politik melalui janji-janji
   penyediaan layanan dasar seperti penyediaan air secara gratis dan perbaikan
   lingkungan.

d. Kendala keuangan
   Biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mengakses layanan air bersih dan
   sanitasi bergantung pada legalitas dan kondisi lokal. Meskipun begitu, melalui
   beberapa studi, sudah dapat dibuktikan bahwa masyarakat di kawasan
   permukiman kumuh mengeluarkan dana lebih besar untuk bisa memperolah air
   bersih dan mengakses sarana sanitasi dibandingkan dengan warga dengan
   penghasilan lebih tinggi. Upaya subsidi yang diberikan berupa rendahnya harga
   air, bagi sebagian penduduk miskin tidak bermanfaat karena mereka tidak
   berlangganan air tetapi membeli dari penjaja keliling. Akibatnya manfaat subsidi
   hanya dirasakan oleh pelanggan kelas menengah ke atas

e. Kendala infrastruktur dan teknis
   Calagus dan Rolf (2001) menyebutkan faktor ini sebagai kondisi lokal (lokalitas).
   Kondisi lokal ini seperti lokasi kawasan permukiman kumuh yang umumnya jauh
   dari penyedia layanan atau berada di perbatasan kota mengakibatkan terbatasnya
   layanan yang tersedia. Selain itu, faktor seperti kondisi jalan, kepadatan penduduk
   dan ketersediaan lahan juga menjadi kendala dalam upaya penyediaan layanan
   dasar, terutama dalam pilihan teknologi




                                                                                   28
3.5     Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh Perkotaan
        Berdasarkan Tipologinya

Walaupun secara umum permasalahan, dampak dan kendala air minum dan sanitasi
dasar dapat dijelaskan seperti pada bagian sebelumnya, namun jika kita mencoba
untuk melihat berdasarkan tipologi yang berhasil dipetakan pada bab sebelumnya,
maka isu dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar akan sangat bervariasi sesuai
dengan spesifik lokasinya. Dalam menggali permasalahan air minum dan sanitasi
dasar, konteks lokasi akan sangat berpengaruh pada jenis permasalahan yang
mengemuka, dampaknya dan kendala yang menyebabkan lambatnya proses
penanganan kawasan kumuh perkotaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi
permasalahan air minum dan sanitasi dasar untuk setiap tipologinya.



3.5.1    Lingkup Kondisi dan Permasalahan

Sesuai dengan ruang lingkup dari studi ini, identifikasi isu dan masalah dibagi
menurut 2 komponen besar air minum dan sanitasi dasar, yaitu (i) air minum dan ii)
air limbah, khususnya tinja. Dari setiap komponen, penggalian kondisi dan
permasalahan akan di bagi ke dalam beberapa aspek, yaitu (i) kelembagaan; (ii)
sosial; (iii) finansial; (iv) teknologi; (v) lingkungan. Kelima aspek tersebut akan
menjadi kerangka dalam mengidentifikasi kondisi dan permaslahan air minum dan
sanitasi. Terkait dengan hal tersebut, maka masing-masing aspek harus secara jelas
dipahami lingkupnya. Berikut ini lingkup dari masing-masing aspek tersebut:
a. Kelembagaan;
      Lingkup aspek kelembagaan meliputi potensi kelembagaan di tingkat masyarakat
      dan pemerintah, kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, serta
      kebijakan dan regulasi yang mengatur pelayanan air minum dan sanitasi dasar.
b. Sosial
      Lingkup aspek sosial meliputi kesadaran masyarakat terkait pentingnya
      pelayanan air minum dan sanitasi dasar, perilaku kesehatan masyarakat, tingkat
      insiden penyakit yang terkait dengan minimnya akses terhadap air minum dan
      sanitasi dasar,
c. Finansial;
      Lingkup aspek finansial meliputi prinsip cost recovery, dan kapasitas pembiayaan


                                                                                     29
air minum dan sanitasi dasar pemerintah.
d. Teknologi
    Lingkup aspek teknologi meliputi ketersediaan sarana/teknologi yang sesuai
    dengan kondisi wilayah (kriteria teknis) dan sesuai dengan kondisi sosial (kriteria
    sosial/berbasis masyarakat)
e. PHBS dan Kesehatan
    Lingkup aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan kesehatan meliputi
    perilaku masyarakat terkait dengan air minum dan sanitasi, serta permasalahan
    kesehatany ang mungkin timbul pada masing-masing tipologi kawasan.
f. Lingkungan.
    Lingkup aspek lingkungan meliputi daya dukung lingkungan



3.5.2    Kondisi dan Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar per Tipologi

Berdasarkan studi yang telah dilakukan di beberapa lokasi kawasan permukiman
kumuh, dapat disimpulkan bahwa umumnya permasalahan air minum dan sanitasi
dasar di kawasan kumuh perkotaan relatif serupa. Sarana air minum dan sanitasi dasar
yang memadai masih belum bisa dinikmati oleh warga masyarakat di kawasan
permukiman kumuh perkotaan. Kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
juga masih rendah, terutama di daerah yang memang sarana air minum dan
sanitasinya sangat sulit. Walupun kesadaran tersebut sudah mulai tumbuh, masyarakat
masih perlu dibina untuk bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yang
benar.


Namun, secara spesifik, kondisi dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar
sebenarnya akan sangat berlainan antara satu dengan yang lainnya jika dilihat pada
masing-masing aspek seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya.
Sebagai contoh, struktur masyarakat dan mata pencaharian masyarakat (aspek sosial)
akan sangat mempengaruhi masalah kesiapan masyarakat dalam membentuk lembaga
untuk mengelola sarana air minum dan sanitasi yang mungkin sudah pernah
dibangun. Contoh lain adalah kondisi lingkungan yang (aspek lingkungan) yang
menyebabkan sulitnya memutuskan opsi teknologi yang dapat digunakan untuk
menjamin pelayanan air minum dan sanitasi dasar. Terkait dengan hal ini, maka perlu
diidentifikasi kondisi dan permaslahan air minum dan sanitasi dasar yang secara

                                                                                    30
spesifik membedakan antara tipologi sat dengan tipologi lainnya. Tabel berikut ini
menjelaskan perbedaan spefisik berdasarkan tipologinya.




                                                                               31
Tabel 3.2.
                Kondisi dan Permasalahan Komponen Air Minum dan Sanitasi Dasar Berdasarkan Tipologi Lokasinya
                                                       Kondisi dan permasalahan AMPL
     Tipologi
No                                                                                             PHBS dan
     Kawasan     Kelembagaan           Sosial            Finansial           Teknis                             Lingkungan
                                                                                               Kesehatan
1 Kawasan                        Masyarakat            •   Butuh biaya           SAB yang          •   Laut sebagai    • Potensi intrusi
  pinggir                        umumnya                   investasi yang         tersedia berupa       tempat              air laut pada air
  pantai                         homogen, misalnya         besar untuk            komunal /             pembuangan air      tanah tinggi
                                 kelompok                  penyediaan             hidran umum           limbah          • Muka air tanah
                                 penduduk yang             sarana air minum      Minimnya              domestik            relatif dangkal
2 Kawasan
                  Kebijakan      berprofesi sebagai        dan sanitasi           jamban keluarga       (pencemaran air • Adanya sungai-
  komersial   •
                  pemerintah     nelayan               •   Pemberlakuan          Opsi teknologi        laut)               sungai bawah
                  tersedia namun                           retribusi untuk        air limbah        •   Banyak timbul       tanah di
                  implementasiny                           SABS berjalan          komunal sangat        berbagai            beberapa
                  a sering                                 cukup baik             terbatas dan          penyakit akibat     lingkungan
                  terhambat                            •   Pendapatan             mahal                 rendahnya           pesisir sebagai
                  terkait dengan                           masyarakat                                   akses terhadap      sumber air
                  kondisi                                  pesisir ± Rp                                 air bersih          minum
                  eksisting                                300.000,-/bulan                              penyakit kulit
                  kawasan                                                                               dan diare
                  (kondisi fisik, •   Merupakan        Biasanya sudah ada   •     SAB yang ada                           Timbulnya
                  pembebasan          daerah dengan    retribusi yang             berupa PDAM,                          pencemaran air
                  lahan, dsb)         kelompok         diberlakukan untuk         kran umum dan                         tanah akibat limbah
                                      masyarakat       penggunaan SABS,           sumur gali                            domestik
              •   Umumnya             homogen          namun                •     Hanya sebagian                        (khususnya tinja)
                  terdapat            (berprofesi      penerimaannya              kecil memiliki                        masih belum
                  kelompok            sebagai          masih belum                sarana jamban                         terkelola dengan
                  masyarakat,         pedagang)        mencukupi untuk            dengan septic                         baik
                  namun belum    •    Umumnya          biaya investasi SABS       tank, akibat
                  menangani           penduduk         yang layak                 keterbatasan
                  penggunaan          sebagian besar                              lahan
                  sarana air          tidak menetap
                  bersih         •    Partisipasi
                                      masyarakat
                                      dalam
                                      pengelolaan
                                      lingkungan
                                      umumnya
3 Kawasan      •   Sebagian besar    Ada sistem retribusi   •   Layanan                                Sumber air terbatas
  terminal         penduduk          untuk SABS                 perpipaan
                   merupakan         komunal                    (PDAM) dan
                   pendatang                                    sumur gali
                   sehingga                                 •   Sarana sanitasi
                   penduduk                                     berupa jamban
                   umumnya                                      komunal
                   berasal etnis                                (belum tentu
                   dan daerah                                   dilengkapi
               • Berprofesi                                     dengan septic
                   sebagai pekerja                              tank)
                   di sektor
                   informal
               • Kesadaran
                   masyarakat
                   yang rendah
                   dalam
                   partisipasinya
                   untuk merawat
                   dan menjaga
                   kebersihan
                   fasilitas yang
                   dimiliki secara
                   pribadi maupun
                   secara umum
4   Kawasan    Masyarakatnya         •   Merupakan          •   Sarana sanitasi •    Kesadaran         air sungai yang
    bantaran   lebih heterogen           masyarakat             layak belum          mengenai          tercemar juga
    sungai     (bekerja sebagai          berpenghasilan         ada, umumnya         kebersihan diri   dijadikan sumber
               pedagang keliling,        rendah                 masih berupa         masih rendah      air untuk kebutuhan
               kuli bangunan,        •   Pada musim             bilik di atas                          sehari-hari
               buruh, dll) dan           kemarau, harus         sungai yang      •   Sungai sebagai
               biasanya pekerjaan        mengeluarkan           jauh dari tempat     tempat
musiman.                  dana lebih besar       tinggal               pembuangan air
                                           untuk membeli      •   SAB komunal,          limbah
                                           air                    beberapa lokasi       domestik
                                                                  menunjukkan           (pencemaran air
                                                                  adanya SAB            sungai)
                                                                  individu seperti
                                                                  pompa tangan,
                                                                  bahkan PDAM
5 Kawasan        •   Masyarakatnya      Pendapatan warga     •    SAB terbatas       Kesadaran
  bantaran rel       lebih heterogen    Rp                   •    Sarana sanitasi    mengenai
  kereta api         (bekerja sebagai   10.000-15.000/hari/K      (MCK) belum        kebersihan diri
                     pemulung,          K. Sementara              memadai            masih rendah
                     lapak jual-beli    pengeluaran Rp
                     barang bekas,      4.000-9.000/hari/KK
                     buruh pasar,       hanya untuk air
                     pedagang kaki      bersih, MCK dan
                     lima dan           listrik
                     penarik becak)
4   UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN
    KUMUH PERKOTAAN



Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, permasalahan air minum dan sanitasi
dasar merupakan salah satu bagian dari berbagai permasalahan yang terjadi pada kawasan
kumuh perkotaan. Seperti halnya seluruh permasalahan yang ada pada kawasan kumuh
perkotaan, permasalahan air minum dan sanitasi dasar juga dapat diselesaikan dengan
pendekatan-pendekatan yang bersifat makro dalam konteks pencegahan munculnya kawasan-
kawasan kumuh diperkotaan besar di Indonesia dan pendekatan spesifik yang secara
langsung terkait dengan permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Bab ini mencoba
memaparkan berbagai upaya baik dalam skala makro atau ketataruangan maupun upaya yang
terkait langsung dengan sektor air minum dan sanitasi dasar.
4.1     Upaya Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

4.1.1    Menekan Arus Urbanisasi

          Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kawasan kumuh yang ada diperkotaan
          khususnya kota-kota besar di Indonesia pada umumnya dihuni oleh orang-orang
          yang berasal dari luar daerah kota itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya proses
          urbanisasi. Urbanisasi sendiri adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.
          Urbanisasi saat ini menjadi masalah yang cukup serius bagi kita semua. Jumlah
          peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
          jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
          penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah sumber permasalahan yang ada
          di perkotaan, termasuk munculnya kawasan kumuh (Sutjipto,2008).


          Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat akibat urbanisasi tidak diimbangi
          dengan   bertambahnya     luas   permukiman     mendorong    munculnya     berbagai
          permukiman kumuh yang ditempati oleh sebagian besar kaum urban. Sebagian besar
          lahan permukiman kumuh ini ilegal dan biasanya terletak di daerah aliran sungai
          (DAS) sehingga sangat mengganggu aliran sungai dan memicu banjir ketika musim
          hujan tiba. Namun tidak tertutup kemungkinan juga kawasan kumuh kerap muncul
          di daerah-daerah pusat perkotaan, daerah konservasi non-bantaran sungai, dan
          lokasi-lokasi lainnya (World Bank, 2004).


Laju pertumbuhan urbanisasi cenderung melambat tapi tetap meningkat pada beberapa negara
diantaranya Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan akan
mencapai 55 persen, meningkat dari sekitar 45 persen (2000). Sementara itu, pada tahun 2010
penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen dari total penduduk miskin Indonesia,
meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun 2000 (Dasgupta, 2002 dalam Mungkasa, 2005).
Jakarta (tanpa Bodetabek) merupakan salah satu kota besar dunia yang penduduknya
diperkirakan akan mencapai di atas 10 juta jiwa pada tahun 2015 (World Bank, 2003 dalam
Mungkasa, 2005).
Sebagai gambaran lain, jumlah urbanisasi yang terjadi di Kota Bandung adalah
          sebesar 150.000 orang selama tahun 2007 dari total jumlah penduduk sebesar 2,9
          juta orang. Jumlah ini sama dengan 65% dari besarnya pertambahan penduduk kota
          Bandung selama tahun 2007.3 Untuk DKI Jakarta sendiri, jumlah pendatang ilegal
          memang tidak bisa dihitung secara presisi, namun berdasarkan data dari BPS tahun
          2006, jumlah penduduk musiman yang terdapat di DKI Jakarta mencapai 2 juta
          orang, atau mencapai 22% dari total penduduk. Penduduk musiman ini disinyalir
          sebagai penduduk pendatang dari luar daerah yang mendiami kawasan-kawasan
          kumuh di Jakarta, terutama Jakarta Utara.4


          Sebagai akibat urbanisasi dan menurunnya kinerja perekonomian, banyak kota di
          negara berkembang mengalami penambahan signifikan penduduk miskin. Sebagian
          besar dari penduduk miskin berlokasi di permukiman liar dengan akses terbatas pada
          air minum dan sanitasi yang terjangkau. Kondisi ini mengakibatkan tingginya
          insiden penyakit terkait air, kehilangan pekerjaan dan kebanggaan, yang
          kesemuanya mengarah pada penurunan kinerja perekonomian kota dan nasional.
          Terdapat bukti bahwa perbaikan akses air minum dan sanitasi dapat mempunyai
          dampak positif pada kesehatan, efisiensi dan produktifitas (Mungkasa, 2005).


          Ada dua faktor warga melakukan migrasi. Pertama, faktor penarik migrasi, yaitu
          prospek lapangan kerja di perkotaan yang cukup terbuka. Selain itu, mereka tergiur
          oleh sukses yang diraih warga daerah asalnya yang migrasi ke kota meskipun tidak
          sedikit yang pulang kampung gagal menaklukkan kehidupan kota.


          Kedua, faktor pendorong migrasi di mana desa atau daerah asal orang-orang yang
          bermigrasi ke kota sama sekali tidak memberikan jaminan perbaikan masa depan.
          Desa tetap terbelakang dan taraf kehidupan masyarakatnya masih terkategori miskin
          (Firman, 2004).


Terkait dengan permasalahan urbanisasi ini, pemerintah perlu memperhatikan 2 (dua) faktor
di atas yang menjadi penyebab dalam terjadinya arus migrasi penduduk dari desa ke kota.
3
    Diambil dari www.mimbaropini.com “Lebaran dan Arus Urbanisasi”
4
 Situs resmi Walikota Jakarta Pusat, www.jakartapusat.go.id. “Arus Urbanisasi Lebih
Tinggi dari Angka Kelahiran Penduduk”
Selama ini urbanisasi sudah menjadi isu yang sangat dipahami sebagai “biang keladi” dari
berbagai permasalahan yang muncul di perkotaan. Namun sebaliknya, permasalahan
urbanisasi ini juga masih menjadi permasalahan yang tak kunjung dapat diselesaikan. Jika
dilihat lebih jauh, apabila urbanisasi dapat ditekan pada angka yang lebih kecil tentunya
permasalahan-permasalahan yang timbul di perkotaan tidak menjadi rumit seperti yang
terjadi saat ini (Firman, 2004). Salah satu permasalahan yang juga dapat diredam melalui
penekanan arus urbanisasi adalah munculnya kawasan kumuh di perkotaan yang berarti juga
mengurangi munculnya lingkungan-lingkungan permukiman dengan kualitas sarana AMPL
yang mengkhawatirkan seperti yang ada saat ini.



4.1.2   Penegakan Implementasi Tata Ruang

Munculnya permukiman kumuh di kawasan perkotaan utamanya tersebar pada kawasan yang
pada dasarnya bukan sebagai peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan tata
ruang. Permukiman kumuh ini pada umumnya terdapat pada kawasan non-budidaya yang
diperuntukkan sebagai kawasan konservasi, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah
sempadan rel kereta api, daerah sempadan pesisir pantai, Ruang Terbuka Hijau (RTH),
maupun daerah pusat komersial (Purboyo, 2000).


Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kota telah diatur tata pemanfaatan ruang
yang bertujuan untuk optimalisasi ruang yang ada dan menciptakan keterkaitan antar kegiatan
yang ada di kota. RTRW disusun dengan pertimbangan kegiatan yang perlu berkembang
pada suatu kota disesuaikan dengan daya dukung kota itu sendiri (Sudrajat, 2004).


Seluruh kota besar di Indonesia telah memiliki RTRW Kota masing-masing yang di
dalamnya menjelasakan rencana peruntukan ruang di masing-masing zona ruang kota
tersebut. Seluruh RTRW Kota tidak ada yang mengakomodir kawasannya direncanakan
sebagai kawasan kumuh sehingga kawasan kumuh yang timbul saat ini mayoritas merupakan
kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan
rencana tata ruang yang ada. Hal ini antara lain dikarenakan pemerintah daerah belum tegas
dalam mematuhi pemanfaatan ruang sesuai dengan yang telah direncanakan dalam RTRW
Kota yang ada.


Legislatif saat ini telah melahirkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang.
Salah satu pembaruan yang dilakukan pada aturan tentang tata ruang tersebut adalah pasal
tentang sanksi. Bila pada aturan lama sanksi bagi pelanggaran tata ruang hanya berupa sanksi
administratif, sementara pada aturan yang baru pelanggar tata ruang dikenai sanksi pidana.
Bahkan sanksi bisa dijatuhkan bagi pembuat kebijakan seperti pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan kebijakan yang dibuat terbukti merugikan masyarakat.
Dalam hal ini, seluruh rencana tata ruang yang ada pada RTRW harus dipatuhi oleh seluruh
stakeholder yang ada pada tingkat kota (Anas, 2008).


Melihat permasalahan yang ada diperkotaan ini, salah satu kesimpulan yang dapat diketahui
adalah bahwa hampir seluruh kota-kota di Indonesia masih belum mempunyai kemauan yang
kuat dalam melakukan law enforcement atau penegakan hukum terkait dengan implementasi
tata ruang yang ada. Pemerintah kota cenderung mengabaikan pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana yang ada, karena unsur pengawasan dan pengendalian dalam
penerapan tata ruang masih belum menjadi perhatian pemerintah kota (Daryoni, 2008).


Apabila seluruh Pemerintah Kota khususnya dinas terkait telah memiliki kesadaran dan
kemauan untuk melakukan penegakan hukum dalam hal implementasi tata ruang, tentunya
permasalahan munculnya permukiman-permukiman kumuh di perkotaan dapat ditanggulangi.
Beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Palembang, Malang dan Makassar
merupakan beberapa contoh kota yang sudah memulai penegakan hukum untuk
menyesuaikan pembangunan dengan tata ruang yang ada. Penggusuran Pedagang Kaki Lima
(PKL) dan pembongkaran permukiman-permukiman kumuh merupakan salah satu bentuk
nyata dari keberanian pemerintah kota dalam penegakan hukum tata ruang. Meskipun terlihat
sangat bertentangan dengan keberadaan masyarakat miskin, penggusuran ini merupakan
sebuah fenomena growing pain dari sebuah kota yang pada gilirannya akan memberikan
dampak positif pada pembangunan yang berkelanjutan (Danisworo, 2007).


Apabila pemerintah kota di Indonesia telah benar-benar memiliki RTRW yang mengacu pada
pembangunan berkelanjutan, serta memiliki kemauan untuk menerapkan pembangunan
berdasarkan rencana tata ruang yang ada, permasalahan munculnya permukiman-
permukiman kumuh diperkotaan dapat diredam semaksimal mungkin. Dengan berkurangnya
keberadaan kawasan kumuh diperkotaan berarti juga pengurangan masyarakat yang tinggal di
permukiman dengan kualitas lingkungan yang buruk, serta sarana AMPL yang jauh dari
memadai.
4.1.3    Urban Renewal

Urban Renewal sering dikaitkan dengan penataan kembali suatu kawasan untuk mencapai
optimalisasi pemanfaatan setiap petak tanah perkotaan yang ada sesuai dengan fungsi yang
telah digariskan. Terkait dengan penataan kembali suatu kawasan, apabila diperlukan relokasi
penduduk (resettlement) maka harus dipersiapkan pula kawasan pengembangan permukiman
baru yang harus menganut prinsip ’berkeadilan’ bagi warga yang dipindahkan (Sudarpo,
2006).


Salah satu konsep penataan kembali suatu kawasan yang belakangan ini dilakukan
Pemerintah Kota adalah dengan melakukan pembangunan rumah susun atau lebih dikenal
dengan Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa. Berdasalkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Departemen PU, sebagian besar rumah tangga pada lingkungan permukiman
kumuh di Kelapa Gading, Jakarta mengeluarkan uang sebesar Rp. 600.000 setiap bulannya
untuk membayar pungutan liar permukiman, membeli air, dan membayar listrik. Sedangkan
warga permukiman kumuh di Penjaringan Sari, Surabaya mengeluarkan Rp. 500.000 untuk
keperluan yang sama.


Hal di atas menujukkan bahwa pada dasarnya masyarakat permukiman kumuh memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan uang untuk mendapatkan permukiman yang lebih layak.
Salah satunya adalah permukiman yang berupa Rusunawa yang pembangunannya
menggunakan subsidi dari pemerintah dan secara prinsip juga memang diperuntukkan bagi
masyarakat yang tidak mampu. Di Jakarta, tarif rata-rata Rusunawa per bulan sebesar Rp.
400.000 hingga Rp. 500.000 dan ini berarti dapat dijangkau bagi masyarakat yang selama ini
membayar lebih hanya untuk tinggal di kawasan kumuh perkotaan.


Upaya pemerintah untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa dan Milik, atau yang
biasa dikenal dengan Rusunawa bagi rakyatnya, tidaklah main-main. Pemerintah sangat
berharap pembangunan hunian vertikal bersubsidi ini dapat mengubah kebiasaan masyarakat
urban untuk tinggal di rumah susun. Adapun upaya pemerintah yaitu:
a. Dalam 2 tahun terkahir ini, industri properti di Indonesia memang terus mengalami
   perkembangan tiada henti. Tetapi dari sekian banyak sub-sektor properti yang tumbuh,
   hampir semua pihak sepakat bila program pemerintah membangun 1.000 Tower Rumah
Susun Sederhana adalah yang paling mencuri perhatian (Ningtyas, 2008).


b. Pembangunan superblok yang digawangi oleh para pengembang raksasa, sepertinya kalah
   populer dan tenggelam oleh mega proyek yang digagas pemerintah itu. Selain
   mengemban misi tersebut, dengan adanya 1.000 Tower Rumah Susun Sederhana juga
   diharapkan menjadi trend setter atau membiasakan masyarakat kelas menengah ke bawah
   perkotaan untuk tinggal di hunian vertikal. Untuk membangun mega proyek ini memang
   tidak mudah. Selain menyiapkan seperangkat peraturan yang memudahkan keterlibatan
   para pengembang swasta, pemerintah juga sudah menyiapkan insentif bertingkat dalam
   bentuk subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga (Ningtyas, 2008).




       (Beberapa pembangunan Rusunawa di Jakarta Utara, Surabaya, dan Makassar)




Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi pemerintah jika ingin menjadikan Rumah Susun
sebagai solusi bagi masyarakat golongan bawah adalah sebagai berikut:
1. Harga jual rumah susun dapat dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menegah ke
   bawah;
2. Apabila rumah susun yang dijual secara kredit kepada masyarakat mempuinyai bunga
   yang kecil;
3. Rumah susun harus menyertakan ketersedian sarana-prasarana dasar bagi penghuninya;
4. Karena rumah susun diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke
   bawah maka pemerintah harus memberikan subsidi bagi pembangunan rumah susun
   (Indriana, 2006).


Dengan adanya pembangunan Rusunawa, maka masyarakat yang tinggal di permukiman
kumuh akan memiliki alternatif untuk mendapatkan lingkungan permukiman yang lebih baik,
termasuk ketersediaan sarana dan prasarana AMPL. Dengan begitu masyarakat yang pada
awalnya “terpaksa” untuk tinggal di kawasan kumuh dapat beralih ke kepemilikan Rusunawa.



4.2   Upaya Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Perkotaan
      (Proyek dan Program)

4.2.1 Small Scale Water Provider (Penyediaan Air Minum Skala Kecil)

Salah satu upaya penyediaan air minum pada kawasan perkotaan, termasuk kawasan kumuh
perkotaan, di beberapa kota di Indonesia adalah dengan penyediaan air minum skala kecil.
Sebagian besar penyediaan air minum skala kecil ini muncul dari masyarakat setempat
ataupun dari para pengusaha setempat.


Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air
minum skala kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam
jumlah kecil; (ii) melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi
keuntungan; (iii) menggunakan modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv)
menyediakan air minum merupakan kegiatan utamanya (Conan, 2002 dalam Mungkasa,
2005).


Beberapa alasan maraknya penyedia air minum skala kecil khususnya kios air diantaranya
adalah (i) memungkinkan pengguna membeli dalam jumlah dan waktu yang sesuai
kemampuan mereka; (ii) memungkinkan biaya modal rendah per rumah tangga yang
terlayani; (iii) memungkinkan tingkat pemulihan biaya (cost recovery) perusahaan air minum
lebih baik karena penyedia air minum skala kecil membayar sesuai dengan yang
dipergunakannya. Dengan kata lain, kios air memberikan layanan fleksibel, sesuai kebutuhan
bagi penduduk miskin dengan memungkinkan mereka membeli dalam jumlah kecil sesuai
kemampuan. Penduduk miskin mendapat air dan perusahaan mendapat pengembalian biaya
(Gulyani dkk, 2005 dalam Mungkasa, 2005).


Beberapa tipe penyediaan air minum yang masuk dalam kategori penyediaan air minum skala
kecil dapat dilihat pada tabel berikut ini:
                                              Tabel 4.1
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Contenu connexe

Tendances

Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTRhenny ferniza
 
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraReview UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraW. Riany
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)Joy Irman
 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerahushfia
 
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Joy Irman
 
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)infosanitasi
 
Foto Mapping Analisis Potensi Dan Masalah
Foto Mapping Analisis Potensi Dan MasalahFoto Mapping Analisis Potensi Dan Masalah
Foto Mapping Analisis Potensi Dan MasalahBrawijaya
 
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanKonsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanAulia Arif
 
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan SanitasiKebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasiinfosanitasi
 
Sistem pengelolaan persampahan
Sistem pengelolaan persampahanSistem pengelolaan persampahan
Sistem pengelolaan persampahanJoy Irman
 
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah H2O Management
 
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase PerkotaanTata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase PerkotaanJoy Irman
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaaninfosanitasi
 
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Dadang Solihin
 
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPAL
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPALRencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPAL
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPALJoy Irman
 
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)Joy Irman
 

Tendances (20)

Pemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas DesaPemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas Desa
 
Pedoman RTRW Segala Aspek
Pedoman RTRW Segala AspekPedoman RTRW Segala Aspek
Pedoman RTRW Segala Aspek
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
 
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraReview UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
 
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
 
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
 
Foto Mapping Analisis Potensi Dan Masalah
Foto Mapping Analisis Potensi Dan MasalahFoto Mapping Analisis Potensi Dan Masalah
Foto Mapping Analisis Potensi Dan Masalah
 
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanKonsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
 
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan SanitasiKebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
 
Sistem pengelolaan persampahan
Sistem pengelolaan persampahanSistem pengelolaan persampahan
Sistem pengelolaan persampahan
 
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah
Konektivitas Infrastruktur Wilayah dan Antar Wilayah
 
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase PerkotaanTata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
 
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
 
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPAL
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPALRencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPAL
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) - Strategi Pengembangan SPAL
 
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
 
Drainase
DrainaseDrainase
Drainase
 
Penyusunan RPJP Lampung.pdf
Penyusunan RPJP Lampung.pdfPenyusunan RPJP Lampung.pdf
Penyusunan RPJP Lampung.pdf
 

Similaire à Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Buku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Buku Panduan Penyehatan Lingkungan PermukimanBuku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Buku Panduan Penyehatan Lingkungan PermukimanJoy Irman
 
audit energy andry swantana
audit energy andry swantanaaudit energy andry swantana
audit energy andry swantanaAndry Swantana
 
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minuminfosanitasi
 
Menimbang SIstem Budidaya Udang Berkelanjutan
Menimbang SIstem Budidaya Udang BerkelanjutanMenimbang SIstem Budidaya Udang Berkelanjutan
Menimbang SIstem Budidaya Udang BerkelanjutanSyauqy Nurul Aziz
 
Pedoman TTG 2023.docx
Pedoman TTG 2023.docxPedoman TTG 2023.docx
Pedoman TTG 2023.docxninidelvina60
 
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroModul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroDede Heryadi
 
130417 Scorecard
130417 Scorecard130417 Scorecard
130417 ScorecardRuurdKuiper
 
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minuminfosanitasi
 
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...deliadzanni
 
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)an__r_
 
Buku Panduan Pengembangan Air Minum
Buku Panduan Pengembangan Air MinumBuku Panduan Pengembangan Air Minum
Buku Panduan Pengembangan Air MinumJoy Irman
 
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012Buku pedoman akademik a 4-2011-2012
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012Didik Purwiyanto Vay
 
Azas teknik k imia
Azas teknik k imiaAzas teknik k imia
Azas teknik k imiaMesut Ozil
 
deepwater drilling.pptx
deepwater drilling.pptxdeepwater drilling.pptx
deepwater drilling.pptxcemjakarta
 
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air PermukaanSNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaannyampling.com
 
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udara
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udaraMemperkirakan dampak lingkungan kualitas udara
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udaraFurqaan Hamsyani
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADEKPD
 
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minuminfosanitasi
 

Similaire à Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study (20)

Buku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Buku Panduan Penyehatan Lingkungan PermukimanBuku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Buku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman
 
audit energy andry swantana
audit energy andry swantanaaudit energy andry swantana
audit energy andry swantana
 
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Pemeliharaan dan Rehabilitasi Sistem Penyediaan Air Minum
 
Menimbang SIstem Budidaya Udang Berkelanjutan
Menimbang SIstem Budidaya Udang BerkelanjutanMenimbang SIstem Budidaya Udang Berkelanjutan
Menimbang SIstem Budidaya Udang Berkelanjutan
 
Pedoman TTG 2023.docx
Pedoman TTG 2023.docxPedoman TTG 2023.docx
Pedoman TTG 2023.docx
 
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidroModul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
Modul pelatihan studi kelayakan pembangunan mikrohidro
 
130417 Scorecard
130417 Scorecard130417 Scorecard
130417 Scorecard
 
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
 
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...
STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN POTENSI PARIWISATA KAWASAN WADUK JEHEM KABUPA...
 
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)
1. sni 6989.57 2008 (penyamplingan)
 
Sni 6774 2008.air bersih
Sni 6774 2008.air bersihSni 6774 2008.air bersih
Sni 6774 2008.air bersih
 
Buku Panduan Pengembangan Air Minum
Buku Panduan Pengembangan Air MinumBuku Panduan Pengembangan Air Minum
Buku Panduan Pengembangan Air Minum
 
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012Buku pedoman akademik a 4-2011-2012
Buku pedoman akademik a 4-2011-2012
 
Azas teknik k imia
Azas teknik k imiaAzas teknik k imia
Azas teknik k imia
 
deepwater drilling.pptx
deepwater drilling.pptxdeepwater drilling.pptx
deepwater drilling.pptx
 
Persiapan Pelaksanaan PKM 2013
Persiapan Pelaksanaan PKM 2013Persiapan Pelaksanaan PKM 2013
Persiapan Pelaksanaan PKM 2013
 
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air PermukaanSNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan
SNI 6989.57.2008 Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan
 
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udara
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udaraMemperkirakan dampak lingkungan kualitas udara
Memperkirakan dampak lingkungan kualitas udara
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
 
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
 

Plus de Oswar Mungkasa

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingOswar Mungkasa
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 

Plus de Oswar Mungkasa (20)

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 

Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

  • 1. Sekretariat Pokja AMPL Studi literatur: Penanganan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Kawasan Kumuh Perkotaan Dipersiapkan untuk: Oxfam Diperiapkan oleh: Tim Sekretariat Pokja AMPL 15 Maret, 2009 Nomor Proposal: 002-03-2009
  • 2. Daftar Isi DAFTAR ISI 2 1 PENDAHULUAN 4 1.1 LATAR BELAKANG STUDI: KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA 4 1.2 TUJUAN STUDI 6 1.3 SASARAN STUDI 6 1.4 LINGKUP STUDI 7 1.5 KERANGKA KERJA LOGIS STUDI 7 1.6 METODOLOGI STUDI 8 1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN STUDI 8 2 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN 10 2.1 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH 10 2.2 TIPOLOGI KAWASAN KUMUH BERDASARKAN LOKASI DAN PERMASALAHANNYA 11 3 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN KUMUH 21 3.1 KEMBALI KE DASAR: MENGAPA AIR MINUM DAN SANITASI DASAR? 21 3.2 PERMASALAHAN UMUM AMPL DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA 22 3.2.1 AKSES TERHADAP AIR MINUM.......................................................................................................................22 3.2.2 AKSES TERHADAP SANITASI DASAR................................................................................................................23 3.2.3 PERILAKU HYGIENE.........................................................................................................................................24 3.3 DAMPAK BURUKNYA AKSES TERHADAP AIR MINUM DAN SANITASI DASAR SECARA UMUM BAGI WARGA DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 25 3.4 KENDALA DALAM PENYEDIAAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BAGI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 27 3.5 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH PERKOTAAN BERDASARKAN TIPOLOGINYA 29 3.5.1 LINGKUP KONDISI DAN PERMASALAHAN..........................................................................................................29 3.5.2 KONDISI DAN PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR PER TIPOLOGI...........................................30 4 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 36 4.1 UPAYA PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 37 4.1.1 MENEKAN ARUS URBANISASI..........................................................................................................................37 4.1.2 PENEGAKAN IMPLEMENTASI TATA RUANG......................................................................................................39 4.1.3 URBAN RENEWAL...........................................................................................................................................41 4.2 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN (PROYEK DAN PROGRAM) 43 4.2.1 SMALL SCALE WATER PROVIDER (PENYEDIAAN AIR MINUM SKALA KECIL).................................................43 4.2.2 KAMPUNG IMPROVEMENT PROGRAM (KIP)...................................................................................................46 4.2.3 NUSSP.........................................................................................................................................................52 4.2.4 SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS)..........................................................................................54 4.2.5 SULAWESI WATER, SANITATION, AND HYGIENE (SWASH) CARE............................................................59 4.2.6 ESP USAID : SAMBUNGAN RUMAH KOMUNAL............................................................................................64 4.2.7 MAKASSAR : SANITATION IMPROVEMENT PROJECT..........................................................................................66 4.2.8 PETOJO : USAID DAN MERCY CORPS...........................................................................................................69 4.2.9 JEMPIRING : SANIMAS – BALI FOKUS .............................................................................................................71 4.2.10 SURABAYA “GREEN AND CLEAN”..................................................................................................................73 4.2.11 PONTIANAK : PEMBANGUNAN TOREN DARI NUSSP...................................................................................76 4.3 KESIMPULAN 77 5 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI
  • 3. KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 82 5.1 MENGKAJI KEMBALI UPAYA TERDAHULU 82 5.1.1 KRITIK TERHADAP UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN SAAT INI....................................................................................................................................................................82 5.1.2 ISU KRITIS TERKAIT PENDEKATAN PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN.........................................85 5.2 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 86 5.2.1 BEBERAPA ASPEK YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN..........................................................................................86 5.2.2 PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH: MODEL ALTERNATIF.......87 5.3 SIMPULAN 95 3
  • 4. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi: Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyajikan potret yang cukup mengejutkan mengenai kehidupan kota di Asia pada tahun 2010 dimana sebanyak 30 kota Asia akan memiliki penduduk lebih besar dari 5 juta (sementara di Amerika Serikat hanya 2 dan 6 di Eropa). Shanghai dan Bombay masing-masing akan dihuni oleh 20 juta penduduk. Beijing, Dhaka, Jakarta, Manila, Tianjin, Calcutta dan Delhi akan dihuni oleh lebih dari 15 juta. Tujuh dari 13 kota yang penduduknya lebih dari 10 juta berada di Asia. Beberapa kota di Asia penduduknya berlipat dua setiap 10 sampai 15 tahun. Pada tahun 2010, separuh atau 50 persen dari penduduk Cina akan hidup di kawasan perkotaan. Hal ini berarti naik dari 28 persen pada tahun 1994. Hingga tahun 2008 , jumlah warga tinggal di kota-kota besar mencapai lebih dari separuh populasi dunia. Menurut UNFPA sekitar 3,3 milyar orang akan tinggal di daerah perkotaan pada 2008. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh pesat, dengan populasi urban dipastikan naik jadi 4,9 milyar orang dalam tahun 2030. Laporan UNDP tahun 2004 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2002 sebesar 217,1 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 250,4 juta jiwa pada tahun 2015. Tingkat pertumbuhan penduduk tahunan di era 1975 hingga 2002 sebesar 1,8 juta jiwa per tahun dan diperkirakan menjadi 1,1 juta jiwa per tahun dalam kurun waktu 2002-2015. Populasi yang hidup diperkotaan sebesar 44,5 persen pada 2002 dan diperkirakan meningkat menjadi 57,8 persen pada 2015. Ruang perkotaan yang semakin sempit seiring meningkatnya jumlah penduduk merupakan fenomena yang umum kita temui di kota-kota di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 200 juta jiwa, yang sebagian besar terkonsentrasi dan tinggal di kota besar terutama di pulau Jawa. Kesenjangan pembangunan yang terjadi antara kota dan desa, telah menjadi rahasia publik sebagai pemicu laju tingkat urbanisasi yang sangat cepat terutama ke kota besar sebagai pusat kegiatan perekonomian, industri, jasa dan perdagangan. Angka urbanisasi yang cukup tinggi ini secara signifikan telah menyebabkan 4
  • 5. tumbuhnya kawasan permukiman miskin dan kumuh baru di berbagai bagian wilayah di perkotaan. Kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana serta utilitas yang memadai, menyebabkan suatu kawasan permukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungannya dan cenderung menjadi kumuh. Pada umumnya, kondisi permukiman kumuh ini antara lain: (i) luas dan ukuran bangunan yang sangat sempit dengan kondisi rata-rata yang tidak memenuhi kesehatan maupun standar kehidupan sosial yang layak; (ii) kondisi bangunan rumah yang saling berhimpitan, sehingga rentan dan rawan terhadap bahaya kebakaran; (iii) kurangnya suplai terhadap kebutuhan air bersih dan sanitasi dasar; (iv) jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara baik, aman dan memadai; (v) kondisi drainase yang sangat buruk; (vi) jalan lingkungan yang tidak memadai; serta (vii) status lahan yang illegal. Bermunculannya kawasan kumuh perkotaan kemudian memicu serangkaian permasalahan baik secara fisik kawasan, lingkungan dan sosio-ekonomi penghuninya. Hal ini menyebabkan perbaikan kondisi di kawasan kumuh perkotaan dari tahun ke tahun seakan tidak kunjung tertangani. Bertemunya berbagai faktor sosial, ekonomi, kesehatan, fisik, dan lain sebagainya, menjadikan dimensi permasalahan pada kawasan kumuh perkotaan sedemikian kompleksnya sehingga diperlukan suatu pendekatan yang terpadu oleh berbagai pihak terkait. Dicanangkannya peningkatan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020 sebagai salah satu target MDGs menjadi momentum untuk kembali mengkaji berbagai pendekatan penanganan kawasan kumuh perkotaan selama ini dan mencoba untuk merumuskan opsi pendekatan yang lebih efektif, efisien dan terpadu. Berbagai opsi pendekatan tersebut ini sangat diperlukan untuk manata ulang dan mensinergikan berbagai program yang telah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai target MDGs sebagai milestone awal dari pembangunan kawasan perkotaan yang terpadu. Pada tahun 2007, Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan 32 kabupaten kota melakukan pembenahan terhadap kawasan kumuh yang terdapat di 397 kelurahan dengan luas cakupan 3.960 hektare. Dana yang dialokasikan untuk membenahi kawasan kumuh di 32 kabupaten dan kota mencapai Rp 165,9 miliar. Ditargetkan, kawasan kumuh di lingkungan perkotaan yang dapat ditangani 5
  • 6. sampai pada tahun 2010 mencapai 100 kota, untuk tahun 2015 mencapai 350 kota, dan tahun 2030 seluruh kawasan kumuh perkotaan di Indonesia diperkirakan sudah tertangani semuanya. Untuk melaksanakan program ini dana yang dialokasikan secara keseluruhan besarnya mencapai Rp 1,2 triliun atau US$ 126 juta. Alokasi dana yang sedemikian besar di satu sisi tentunya merupakan bentuk komitmen pemerintah yang sudah sangat tinggi. Namun demikian, di sisi lain merupakan beban terkait dengan penggunaan dana yang efektif. Seperti yang telah disampaikan pada uraian sebelumnya, dengan alokasi dana yang demikian besar, belum termasuk bantuan dari pihak luar, apakah pendekatan penanganan yang kita miliki sudah cukup efektif dan efisien? Ataukah justru akan menjadi sia-sia? Terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendekatan penanganan kawasan kumuh perkotaan di Indonesia, maka dirasakan perlunya studi yang dapat memberikan tinjauan terhadap alternatif opsi pendekatan penanganan yang terpadu. Studi ini merupakan salah satu studi yang mencoba menjawab kebutuhan tersebut. Mengingat kompleksnya dimensi permasalahan di kawasan kumuh perkotaan, maka studi ini akan dititikberatkan pada sektor air minum dan sanitasi. 1.2 Tujuan Studi Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji dan merumuskan opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman di perkotaan yang efektif dan efisien. 1.3 Sasaran Studi Untuk mencapai tujuan studi, maka terdapat beberapa sasaran di dalam studi ini: 1. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan kawasan kumuh permukiman di perkotaan; 2. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan air minum dan sanitasi kawasan kumuh permukiman di perkotaan; 3. Identifikasi ragam pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan kumuh permukiman di perkotaan; 6
  • 7. 4. Perumusan opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan kumuh permukiman perkotaan. 1.4 Lingkup Studi Sebagai batasan dari studi, maka lingkup studi akan difokuskan pada pendekatan penanganan kawasan kumuh permukiman perkotaan untuk sektor air minum dan sanitasi dasar (jamban) di Indonesia. Namun demikian, studi ini juga akan menekankan keterkaitannya dengan sektor lainnya, untuk memperlihatkan pentingnya keterpaduan penanganan di kawasan kumuh perkotaan. 1.5 Kerangka Kerja Logis Studi Metode Tujuan Indikator Asumsi Pengukuran Tujuan Mengkaji dan Jumlah opsi alternatif • Studi Kawasan kumuh merumuskan opsi pendekatan penanganan literatur permukiman di Indonesia alternatif pendekatan air minum dan sanitasi terdiri dari beberapa penanganan air minum kawasan kumuh karakteristik dan dan sanitasi kawasan permukiman di perkotaan pemerintah serta pelaku kumuh permukiman di berdasarkan tipologi lainnya telah melakukan perkotaan yang efektif karakteristik permukiman penanganan melalui dan efisien kumuh beberapa pendekatan berbeda Keluaran 1. Tipologi • Jumlah kawasan • Studi Isu berbagai karakteristik karakteristik dan kumuh permukiman literatur kawasan kumuh isu/permasalahan di perkotaan yang terdokumentasi dengan kawasan kumuh teridentifikasi baik dan dapat diakses permukiman di • Ciri/karakteristik perkotaan di kawasan kumuh Indonesia permukiman di perkotaan • Kategori isu/permasalahan pada setiap jenis kawasan kumuh permukiman di perkotaan 7
  • 8. Metode Tujuan Indikator Asumsi Pengukuran 2. Kondisi air minum • Pemetaan isu dan • Studi Terdapat permasalahan dan penyehatan permasalahan AMPL Literatur terkait dengan kondisi lingkungan berdasarkan tipologi AMPL di kawasan kumuh (AMPL) di kawasan karakteristik kawasan permukiman di perkotaan kumuh permukiman kumuh di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristiknya 3. Upaya eksisting • Pemetaan pelaku • Studi Berbagai upaya penanganan penanganan kawasan literatur penanganan kawasan kawasan kumuh kumuh perkotaan kumuh perkotaan permukiman di • Pemetaan pendekatan terdokumentasi dan dapat perkotaan penanganan kawasan diakses berdasarkan kumuh tipologi karakteristik • Pemetaan lokasi kawasan kumuh yang sedang atau sudah ditangani 4. Kajian dan rumusan Usulan opsi alternatif • Studi Prinsip dasar penanganan opsi alternatif pendekatan penanganan literatur kawasan kumuh oleh pendekatan kawasan kumuh pemerintah dan pemangku penanganan permukiman di perkotaan kepentingan lainnya kawasan kumuh tersedia permukiman di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristik 1.6 Metodologi Studi Metodologi studi yang digunakan untuk menyusun studi ini adalah studi literatur yang akan didukung dengan data sekunder dan analisis deskriptif. 1.7 Sistematika Pembahasan Studi Bab 1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, metodologi dan sistematika pembahasan studi air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman di perkotaan. Bab ini ditujukan 8
  • 9. untuk memberikan pemahaman atas kerangka kerja logis yang akan menjadi acuan bab-bab berikutnya dii dalam studi ini. Bab 2 Pengertian Kawasan Kumuh, Tipologi dan Permasalahan Bab ini menyajikan pengertian dan kondisi kawasan kumuh perkotaan di Indonesia secara umum dan tipologinya berdasarkan karakteristik lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai permasalahan kawasan kumuh permukiman berdasarkan karakteristik lokasi. Bab 3 Kondisi Air Minum Dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh Permukiman Perkotaan Berdasarkan Tipologi Karakteristik Lokasi Bab ini menjelaskan secara spesifik kondisi, isu dan permasalahan air minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan tipologi karakteristik lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai dimensi persoalan air minum dan sanitasi dalam penanganan kawasan kumuh permukiman perkotaan. Bab 4 Upaya Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Permukiman Perkotaan Bab ini menjelaskan mengenai berbagai upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan terkait pembangunan air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman perkotaan. Bab ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai model pendekatan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan beberapa aspek penting yang merupakan prinsip dasar penanganan air minum dan penyehatan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman perkotaan. Bab 5 Opsi Alternatif Pendekatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Permukiman Perkotaan Bab ini ditujukan untuk menganalisa berbagai pendekatan yang telah dilakukan serta merumuskan opsi alternatif pendekatan pembangunan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman perkotaan berdasarkan tipologi karakteristik lokasinya. Bab 6 Penutup 9
  • 10. 2 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN Kawasan kumuh pada umumnya merupakan sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya identik dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, sarana dan prasarana yang tidak memadai, rentan akan permasalahan sosial dan lain-lain. Namun demikian, kondisi kumuh tidak dapat disamaratakan antara satu kawasan dengan kawasan lain, karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Dalam bab ini akan dikemukakan tentang pengertian kawasan kumuh, kriteria kawasan kumuh, tipologi kawasan kumuh serta permasalahannya. 2.1 Pengertian Kawasan Kumuh Kawasan kumuh1 adalah sekelompok orang yang terdiri dari beberapa individu yang sekurang-kurangnya mengalami satu atau lebih dari kondisi berikut ini : (i) kekurangan akses kepada air bersih;(ii) kekurangan akes kepada sanitasi;(iii) minim luasan tempat tinggal menyebabkan kawasan terlihat sangat padat (lebih dari tiga orang tinggal dalam satu ruangan); (iv) struktur bangunan rumah yang tidak baik. Selanjutnya definisi tersebut kemudian berkembang menjadi kriteria untuk mengetahu apakah suatu kawasan dapat tergolong kumuh atau tidak, yaitu : 1. Kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi yaitu melebihi 150 jiwa per hektar 2. Kepadatan bangunan rumah yang sangat tinggi 3. Tata letak bangunan yang tidak teratur 4. Peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang 5. Kondisi bangunan rumah yang tidak sesuai dengan standar teknis dan kesehatan 6. Kondisi sarana umum dan sosial yang sangat minim atau tidak tersedia sama sekali 7. Tingkat kesehatan lingkungan yang sangat rendah 8. Tingkat kerawanan sosial yang sangat tinggi Dari kedelapan kriteria tersebut di atas, ternyata kawasan kumuh juga mempunyai 1 UN HABITAT Global Urban Observatory, 2008 10
  • 11. karakteristik yang berbeda terkait dengan permasalahannya pada saat dikaitkan dengan lokasi dari kawasan kumuh tersebut. Kawasan kumuh di sekitar bantaran sungai akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kawasan kumuh di bantaran rel kereta api. Dengan demikian pola penanganannya akan mempunyai pola yang berbeda juga. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu identifikasi tipologi kawasan kumuh. berdasarkan lokasinya. Sub bab berikut akan menguraikan tipologi kawasan kumuh berdasarkan lokasinya. 2.2 Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi dan Permasalahannya Berdasarkan berbagai studi literatur yang telah dihimpun, tipologi kawasan kumuh berdasarkan lokasinya dapat dibagi menjadi empat tipologi, yaitu: kawasan kumuh bantaran sungai, kawasan kumuh pinggir pantai, kawasan kumuh pusat komersial dan kawasan kumuh pingir rel kereta api. Walaupun secara umum kawasan kumuh tersebut mempunyai permasalahan yang sama, namun dalam penanganannya, masing-masing kawasan kumuh tersebut memerlukan pendekatan yang cukup spesifik. Beberapa hal yang berlaku umum di semua tipologi kawasan kumuh adalah tingkat kepadatan, tata letak bangunan, jumlah penduduk miskin, kerentanan terhadap kesehatan lingkungan dan kerawanan sosial. Namun secara spesifik, beberapa hal/aspek yang membedakan permasalahan di kawasan kumuh adalah kesesuaian peruntukan lahan, status kepemilikan lahan, mobilitas penduduk, mata pencaharian, dan kondisi sarana/fasilitas umum dan sosial. Tabel berikut mencoba untuk menguraikan beberapa perbedaan permasalahan yang spesifik antar kawasan kumuh yang telah disebutkan di atas dengan berdasarkan hasil kajian yang sudah pernah dilakukan dimasing-masing tipologi. 11
  • 12. Matrik Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN Linear di sepanjang sungaiBiasanya merupakan Memusat pada satu titik tetapi dengan tingkat perkampungan nelayan yang berdekatan kepadatan yang berbeda, yang terletak di pinggir langsung dengan pusat biasanya kawasan pinngiranpantai. Dalam penentuan komersial batas wilayah di peta sungai yang paling luas dan Batas wilayah dan luas Luas wilayah tidak teridentifikasi padat adalah yang paling terlihat membentuk Kawasan Permukiman dengan jelas dalam bentuk dekat dengan jalan utama, linear. (Usaha Kumuh (Kajian pertumbuhan pemetaan khusus kawasan strategis, dll. Perbaikan Permukiman Kumuh di Petukangan permukiman ilegal (Hasil Kajian Kawasan Utara-Jakarta Selatan kawasan komersial, KK Kumuh di Pinggiran Sungai oleh Sri Kurniasih, Perencanaan Kota ITB Deli, 2001) 2006) 2005) Mengacu pada UU No. 27 Tahun 2007 tentang Menempati tanah ilegal Tidak sesuai dengan pengelolaan kawasan atau tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan. Kesesuaian peruntukan pesisir. Peruntukan peruntukan lokasi kawasan (Sesuai dengan Inmendagri kawasan pesisir dengan Tidak sesuai dengan peruntukan (Kajian pertumbuhan permukiman kumuh No. 14 Tahun 1988 : Lokasi guna lahan perumahan fungsi kawasan permukiman ilegal dengan RDTRK/RUTRK Ruang Terbuka Hijau bisa masih dimungkinkan kawasan komersial, KK berada pada kawasan jalur sepanjang dipenuhi oleh Perencanaan Kota ITB sungai) aturan zonasi dengan 2005) prinsip kegiatan pada zonasi yang sama saling 12
  • 13. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN bersinergis. Menempati tanah dengan status ilegal ( Peraturan Menteri PU tentang Tidak memiliki surat kawasan sempadan kepemilikan tanah sungai : Sungai yang mempunyai kedalaman Perencanaan Tidak memiliki surat tidak lebih 3 (tiga) meter Permukiman Nelayan di kepemilikan tanah Tidak memiliki surat kepemilikan Status kepemilikan lahan Pantai Timur Surabaya sampai dengan 20 tanah (duapuluh) meter, garis oleh Ratna Darmiwati, sempadan ditetapkan Jurusan T. Arsitektur sekurang-kurangnya 15 Universitas Merdeka (lima belas) meter dihitung Surabaya, 2001 dari tepi sungai pada waktu ditetapkan). Letak startegis biasanya Biasanya permukiman mendekati fasilitas- kumuh di pinngiran sungai fasilitas umum. 1. Letak startegis ada karena letak sungai Letak tidak strategis karena Letak/kedudukan lokasi tersebut yang cukup Perencanaan biasanya berdekatan dipinggiran rel kereta api rentan kawasan kumuh strategis misalnya melintasi Permukiman Nelayan di dengan fasilitas- dengan bahaya kecelakaan kereta pusat kota, jalan utama, dan Pantai Timur Surabaya fasilitas komersial. api dan suara bising. dekat dengan permukiman oleh Ratna Darmiwati, 2. Harga tanah mahal penduduk. Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka 13
  • 14. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN (hasil pengamatan awal) Surabaya, 2001 Tingkat kepadatan Konsentrasi penduduk penduduk tinggi tinggi terutama untuk sungai-sungai di perkotaanPerencanaan Tingkat kepadatan besar. Permukiman Nelayan di Tingkat kepadatan Tingkat kepadatan penduduk penduduk Pantai Timur Surabaya penduduk tinggi tinggi (Hasil Kajian Kawasan oleh Ratna Darmiwati, Kumuh di Pinggiran Sungai Jurusan T. Arsitektur Deli, 2001) Universitas Merdeka Surabaya, 2001 Tingkat ekonomi dan pendidikan penduduk Hampir setiap kawasan bervariasi, tetapi kumuh pinggir sunagi didominasi penduduk miskin Tingkat ekonomi dan dihuni oleh 70% penduduk pendidikan penduduk miskin dan 30% penduduk Perencanaan Tingkat ekonomi dan pendidikan Jumlah penduduk miskin berfariasi, tetapi miskin sekali (hasil kajian Permukiman Nelayan di penduduk rendah didominasi penduduk BKKBN : Badan Pantai Timur Surabaya miskin Koordinasi Kelarga oleh Ratna Darmiwati, Berencana Nasional) Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001 14
  • 15. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN Penduduk bekerja secara serabutan mulai dari tukang Didominasi pekerjaan parkir, buruh bangunan atau disektor informal bahkan pemalak. Kalau pun ada yang bekerja tetap, Kegiatan usaha ekonomi biasanya penarik becak Perencanaan Didominasi pekerjaan Didominasi pekerjaan disektor penduduk di sektor atau bekerja sebagai Permukiman Nelayan di disektor informal informal informal penjahit di perusahaan Pantai Timur Surabaya konveksi. oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur (Hasil Kajian Kawasan Universitas Merdeka Kumuh di Pinggiran Sungai Surabaya, 2001 Deli, 2001) Kepadatan tinggi dan tidak teratur, dengan Bangunan terlihat sangat sebagian besar tidak padat hampir tanpa dilengkapi IMB pembatas antar satu rumah Kepadatan tinggi Kepadatan rumah / dan bangunan lainnya. (Perencanaan sebagian tidak dilengkapi Kepada tantinggi dengan tidak bangunan Permukiman Nelayan di IMB sebagian dilengkapi dilengkapi IMB (Hasil Kajian Kawasan Pantai Timur Surabaya Kumuh di Pinggiran Sungai oleh Ratna Darmiwati, Deli, 2001) Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001) 15
  • 16. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN • Biasanya di bangun bertingkat 2-4 lantai karena sering nya terjadi banjir dengan konstruksi yang Sebagian bentuknya seperti kurang rumah panggung memperhitungkan berkolong, menggunakan keselamatan. kayu atau beton penyangga yang dicor dengan semen • Material bangunan setinggi dua sampai tiga terbuat dari bahan meter. Luas bangunannya papan dan padahal • Sebagian besar rumah bervariasi. Ada berukuran sering terendam air berbentuk permanen. Sebagian besar kondisi rumah Kondisi rumah tidak layak sehingga bisa • Sebagian besar tidak layak huni, konstruksi huni 3 x 5 meter, 2,5 x 6 meter dan lainnya. dikategorikan kondisir umah layak bangunan terbuat dari kayu dan berbahaya. huni tetapi minim triplek. • Sarana aksesibilitas tingkat kesehatan yang ada berupa Kajian kawasan jalan tanah selebar 6 permukiman kumuh di meter sebagai jalan pinngiran Sungai Deli, utama 2001 Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur 16
  • 17. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN Universitas Merdeka Surabaya, 2001) Tata letak bangunan Tata letak bangunan Tata letak bangunan tidak teratur Jarak antara satu rumah ke tidak teratur tidak teratur rumah lain seperti tak ada dikarenakan pembatasnya. Umumnya permukiman tumbuh berhimpitan. Kalau pun secara incremental berjarak hanyalah jalan (nataural tanpa adanya setapak menghubungkan pengendalian secara Kondisi tata letak antara rumah ke rumah. spatial) rumah/bangunan Perencanaan Permukiman Nelayan di Kajian Kawasan Pantai Timur Surabaya Permukiman Kumuh di oleh Ratna Darmiwati, Kawasan Pinggiran Sungai Jurusan T. Arsitektur Cikapundung, 2008 Universitas Merdeka Surabaya, 2001) • Terdapat jalan • Beberapa sarana dan • Terdapat jalan • Tidak terdapat jalan lingkungan yang sudah prasarana belum lingkungan yang lingkungan Kondisi prasarana dan diperkeras. tersedia seperti sudah diperkeras. • Tidak terdapat saluran sarana lingkungan • Kondisi drainase buruk saluran air bersih, • Kondisi drainase drainase dantidak terawat saluran pembuangan buruk dan tidak • Tidak memiliki sarana • Masyarakat sering air, pengelolaan terawat pengelolaan sampah menggunakan sungai sampah. • Tingginya kepadatan • Tidak memiliki akses terhadap 17
  • 18. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN penduduk sebagai saluran • Saluran drainase menyebabkan drainase tidak berfungsi tingginya timbulan • Sungai yang sudah akibat sampah sampah, terkontaminasi dengan • Sistem pembuangan kemungkinan tidak limbah domestik sampah yang ada tertanganinya juga menjadi sumber air adalah dengan tinggi. bersih utama. menimbun lahan- • Akses air • Akses air minum lahan kosong air bersih dan air minum, minum/bersih kurang. sehingga tampak konsumsi air didapatkan dari kurang, dengan • Sungai sebagai tempat kotor terutama bila kualitas air yang fasilitas umum disekitarnya pembuangan sampah. tergenang air pada atau membeli. tidak bagus. • Sungai sebagai saluran musim hujan • Tidak memiliki saluran • Tidak memiliki limbah cair dan padat limbah apapun. saluran limbah cair, domestik Perencanaan saluran drainase (Hasil Pengamatan awal Permukiman Nelayan di digunakan juga dan Kajian Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai saluran Permukiman Kumuh di oleh Ratna Darmiwati, limbah cair. Kawasan Pinggiran Jurusan T. Arsitektur • Memiliki saluran Sungai Cikapundung, Universitas Merdeka limbah padat, septic 2008) Surabaya, 2001) tank sendiri 18
  • 19. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN • Rentan terhadap penyebaran penyakit menular akibat kondisi lingkungan yang buruk • Rentan terhadap • Rentan terhadap • Rawan terhadap penyebaran penyakit penyebaran penyakit bahaya abrasi laut menular akibat kondisi menular akibat • Rentan terhadap penyebaran lingkungan yang buruk • Rawan terhadap kondisi lingkungan penyakit menular akibat Kerawanan kesehatan & bahaya gelombang yang buruk • Rawan terhadap bahaya kondisi lingkungan yang lingkungan dan angin laut • Rawan terhadap buruk longsor dan banjir bahaya kebakaran • Rawan kebakaran (Hasil Kajian Perencanaan • Kualitas udara yang • Rawan penggusuran Perencanaan Kawasan Pinggiran Sungai kurang baik Permukiman Nelayan di Deli, 2001) • Rentan penggusuran Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001) Tergolong tinggi terkait • Tingkat kriminalitas • Tingkat kriminalitas dengan tingginya jumlah tidak terlalu tinggi tinggi, karena • Tingkat kriminalitas Kerawanan sosial (patologi penduduk yang berada pada karena biasanya himpitan dan tinggi,karena himpitan dan sosial) usia (20 – 40 tahun) akan mereka yang tinggal persaingan ekonomi persaingan ekonomi tetapi dengan keadaan adalah keluarga • Kurangnya kontrol • Kurangnya kontrol sosial sosial tanpa pekerjaan. sendiri yang sudah sosial antara sesama antara sesama masyarakat. turun temurun masyarakat. 19
  • 20. PINGGIR PANTAI/ KRITERIA BANTARAN SUNGAI PUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA NELAYAN (jumlah pendatang (Hasil Kajian Perencanaan baru sangat sedikit) Kawasan Pinggiran Sungai Deli, 2001) Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001) 20
  • 21. 3 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN KUMUH Salah satu permasalahan pelik yang timbul di kawasan kumuh perkotaan adalah minimnya akses terhadap layanan air minum dan sanitasi dasar. Permasalahan air minum dan sanitasi tidak hanya terbatas pada aspek fisik pelayanan saja, namun permasalahan juga menyentuh berbagai aspek lainnya. Akibatnya, upaya untuk menyediakan akses air minum dan sanitasi dasar pun tidak jarang menjadi terhambat. Permasalahan air minum dan sanitasi dasar dapat berbeda berdasarkan karakteristik lokasinya. Untuk itu, bab ini akan memaparkan permasalahan air minum dan sanitasi dasar di masing-masing tipologi kawasan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya. Permasalahan-permasalahan AMPL tersebut akan ditinjau dari 5 aspek, yaitu aspek kelembagaan, finansial, sosial, teknis dan lingkungan. 3.1 Kembali ke Dasar: Mengapa Air Minum dan Sanitasi Dasar? Sebagaimana telah diketahui, permasalahan kawasan kumuh perkotaan adalah multi- dimensi dan sangat kompleks. Namun demikian, dalam proses penanganan kawasan kumuh, perlu disusun prioritas agar penanganannya sistematis. Terkait dengan hal ini, maka prioritas penanganan harus melihat tingkat kerentanan penghuni kawasan kumuh terhadap permasalahan yang ada, khususnya yang mempunyai dampak pada adanya kemungkinan korban jiwa. Salah satu permasalahan yang sangat terkait dengan tingkat kerentanan (vulnerability) penghuni kawasan kumuh adalah permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Air minum dan sanitasi dasar merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang, tanpa membedakan status sosial, suku, agama dan lain sebagainya. Ketersediaan akses terhadap sarana AMPL bersifat mutlak dalam menunjang kehidupan semua orang. Namun demikian seringkali permasalahan air minum dan sanitasi dasar ini menjadi prioritas yang kesekian dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti jalan, listrik, telekomunikasi dan sebagainya. Oleh karena itu, isu terkait air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh perlu diangkat sebagai fokus utama dalam studi ini. 21
  • 22. 3.2 Permasalahan Umum AMPL di Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia 3.2.1 Akses Terhadap Air Minum Air merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Pentingnya air dalam meningkatkan kesehatan dan penanggulangan kemiskinan telah diketahui sejak 100 tahun lalu namun masih banyak penduduk dunia yang tidak terlayani (Mungkasa, 2005). Di perkotaan, umumnya air bersih disediakan melalui suatu sistem penyediaan air perpipaan yang terpusat. Namun cakupan pelayanan sistem tersebut pada umumnya tidak menjangkau warga yang tinggal di kawasan kumuh. Penelitian oleh USAEP (2002) mengenai akses air di kawasan kumuh perkotaan memberikan hasil sebagai berikut: a. Akibat tidak terkoneksi dengan penyedia air bersih, maka untuk memperoleh air bersih, warga di kawasan kumuh perkotaan terpaksa harus membeli air dari para penjaja air. Calaguas dan Roaf (2001) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membeli air dari biasanya berkisar 5 – 2.500% lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh warga yang yang memperoleh air dari sistem perpipaan kota. Selain itu, kontinuitas air pun tidak dapat dijamin. Terkadang para penjaja air baru datang setelah warga menunggu berjam-jam, tidak menentu. Warga pun harus mengantri untuk bisa membeli air. Selain itu, para penjaja air biasanya menetap di satu lokasi tertentu yang letaknya jauh dari rumah, sehingga warga yang membeli air harus menggotong jerigen atau tempat penampungan air dari lokasi penjual ke rumahnya. b. Tingkat konsumsi air dari warga yang tidak terkoneksi dengan sistem perpipaan pada umumnya lebih kecil dibandingkan standar minimum kesehatan yang berlaku, baik nasional maupun internasional. Konsumsi air minimum yang memenuhi standar kesehatan nasional adalah 60 l/o/h, sementara standar internasional adalah 100 l/o/h. Tabel 3.1 berikut ini menunjukkan besar konsumsi air rata-rata dari kelompok masyarakat miskin di beberapa kota di Indonesia. 22
  • 23. Tabel 3.1 Konsumsi Air Rata-rata Kelompok Masyarakat Miskin Perkotaan di 3 Kota di Indonesia No Kota Konsumsi air (l/o/h) 1 Semarang 16.92 2 Tangerang 8.07 3 Indramayu 10.16 Sumber: Final Report UPDATE Project, 2002 Studi yang dilakukan oleh ESP-USAID di beberapa kota di 8 provinsi di Indonesia telah berhasil mengidentifikasi 4 sumber air bagi masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan. Selain dari PDAM dan penjaja air, sumber air lain yang digunakan oleh warga adalah sumur gali dan air permukaan seperti sungai. Satu contoh penggunaan air sungai sebagai sumber air bagi keutuhan sehari-hari warga di daerah kumuh perkotaan adalah seperti yang terjadi di kawasan kumuh di Gang Nibung, Kota Samarinda yang lokasinya dekat dengan Sungai Karang Mumus. Warga masih menggunakan air dari sungai Karang Mumus tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, meskipun kualitas air yang tersedia tidak memenuhi persyaratan kesehatan seperti yang telah ditetapkan melalui Kepmenkes No 907 Tahun 2002. Jaringan pipa sistem penyediaan air bersih kota terkadang melewati daerah kumuh perkotaan. Namun, ironisnya, warga yang tinggal di daerah yang dilalui jaringan pipa tersebut tidak dapat mengakses air perpipaan. Hal ini memicu kecemburuan warga yang berujung pada penyambungan secara ilegal. 3.2.2 Akses Terhadap Sanitasi Dasar Tidak hanya permasalahan dalam pelayanan air bersih, warga di kawasan kumuh perkotaan pun memiliki masalah terkait akses terhadap fasilitas sanitasi yang memadai. Beberapa permasalahan yang ditemukan tersebut antara lain: a. Terbatasnya sarana jamban keluarga Pada umumnya, sarana sanitasi berupa jamban keluarga tidak tersedia. Sarana sanitasi yang tersedia biasanya berupa jamban komunal, yang jumlahnya pun terbatas. Irie (2004) dalam penelitiannya di daerah Kiara Condong, Bandung, menemukan bahwa 87% penduduk menggunakan sarana jamban komunal. Dalam 23
  • 24. penelitian lain (Kurniawan, 2007) mengungkapkan bahwa di kawasan Sentiong, di Kota bengkulu, hanya 25% penduduk yang memiliki WC. b. Tidak adanya sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang memadai Meskipun beberapa rumah tangga telah memiliki jamban, namun terkadang kondisinya masih belum dapat dikatakan sebagai jamban yang sehat. Ada tiga kriteria sebuah bangunan sarana sanitasi, yaitu: (i) bangunan dinding untuk kenyamanan, psikologis dan keindahan; (ii) bangunan permukaan tanah (landasan) untuk keamanan saaat buang air besar; dan (iii) bangunan bawah sebagai tempat pembuangan tinja dan melokalisir serta mengubahnya menjadi lumpur yang stabil. Kondisi yang ditemukan di beberapa kawasan kumuh masih menunjukkan ketiga kriteria jamban tersebut masih belum terpenuhi. Di Kiara Condong, Bandung, hanya 47% yang mengolah limbah dari jamban dengan septic tank. Sisanya yaitu sebesar 53% membuang limbahnya langsung ke badan air atau ke saluran (got) yang ada (Irie, 2004). Selain itu, septic tank yang ada pun tidak dibangun dengan benar. Upaya memutus alur kontaminasi tidak berfungsi dengan baik, karena septic tank yang ada tidak ada penutup di bagian bawahnya, sehingga berpotensi mencemari air tanah. Selain itu, lumpur dari septic tank juga dibuang langsung ke sungai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah domestik di daerah kiara condong tidak berfungsi dengan baik. Menurut Kurniawan (2007), di Kawasan Sentiong, Kota Bengkulu, dari jamban yang ada, hanya 16% yang sudah memiliki septic tank, sisanya langsung membuang limbahnya ke saluran drainase. Sementara di kawasan lain, yaitu di Kota samarinda, di kawasan bantaran sungai Karang Mumus, tepatnya di gang Nibung, hasil studi yang dilakukan Kertayasa menunjukkan bahwa limbah dari jamban/WC masih dibuang langsung ke Sungai Karang Mumus. 3.2.3 Perilaku Hygiene Kurangnya akses terhadap air minum dan sarana sanitasi bagi warga di kawasan kumuh perkotaan berimplikasi pada perilaku hidup yang tidak sehat. Masih banyak 24
  • 25. warga yang buang air besar secara terbuka. Sebagai contoh adalah pada dua lokasi penelitian yang dilakukan oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana, yaitu Br. Belong Menak dan Gang Angsa di Kota Denpasar. 80% dari responden menyatakan bahwa akibat tidak adanya jamban keluarga, mereka memilih untuk buang air besar di sungai (Balipost online, 2007). Sementara 95% warga Kawasan Malabero, Kota Bengkulu, menyatakan bahwa mereka membuang air limbah (termasuk tinja) langsung ke saluran drainase atau ke laut (Kurniawan, 2007). Sebuah studi mengenai praktek hygiene pernah dilakukan oleh ESP-USAID pada tahun 2006 di beberapa lokasi, termasuk lokasi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan urban. Ada dua macam praktek hygiene yang diteliti, yaitu cuci tangan pakai sabun dan mencuci bahan makanan sebelum diolah. Hasil studi menunjukkan bahwa cuci tangan merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh penduduk, terutama setelah buang air besar dan membersihkan kotoran anak. Namun, pemakaian sabun pada saat cuci tangan masih jarang dilakukan. Sementara itu, terkait dengan praktek membersihkan bahan makanan sebelum diolah, hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya mencuci bahan-bahan makanan sebelum diolah, terutama untuk jenis sayur-sayuran. Meskipun begitu, cara mencuci bahan makanan tersebut masih memungkinkan bahan makanan untuk terkontaminasi, karena masyarakat tidak mencuci dengan air yang mengalir, melainkan dengan menggunakan air yang ditampung dalam wadah dan digunakan untuk beberapa bahan makanan. 3.3 Dampak Buruknya Akses terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar Secara Umum Bagi Warga di Kawasan Kumuh Perkotaan Ketidaktersediaan air bersih dan layanan sanitasi lingkungan akan membawa dampak ke seluruh kelompok masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan. Tanpa adanya tindakan untuk penanggulangan permasalahan tersebut, maka akan sangat berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi penataan kawasan kota dan timbulnya masalah kesehatan. Dengan demikian, masalah air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh pada akhirnya juga akan menjadi masalah bersama. 25
  • 26. Beberapa temuan yang diperoleh dari beberapa penelitian mengenai dampak dari minimnya akses terhadap air bersih di kawasan kumuh perkotaan, yaitu: a. Masyarakat di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih besar untuk memperoleh air bersih dibandingkan dengan warga yang memperoleh air bersih dari penyedia air bersih. Sehingga kemudian, dalam satu bulan, warga kawasan kumuh membelanjakan dana yang lebih besar untuk air dibandingkan dengan warga yang terkoneksi dengan penyedia air bersih perpipaan. Bahkan, pengeluaran untuk air mengambil porsi yang besar dibandingkan dengan total pengeluaran sehari-harinya (USAEP, 2002). b. Akibat dari tidak tersedianya air dengan kualitas yang memadai, maka warga di kawasan kumuh perkotaan memiliki potensi besar untuk terjangkit penyakit bawaan air, seperti diare, kolera dan penyakit kulit, yang mengharuskan mereka mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis, mengakibatkan anak-anak tidak dapat sekolah, atau mengakibatkan orang dewasa kehilangan penghasilan karena tidak dapat bekerja. c. Jika lokasi kawasan dekat dengan sumber air, misalnya mata air, sumur, atau pipa penyedia air bersih yang bocor, maka pengeluaran rumah tangga untuk air bisa berkurang. Namun, bisa jadi pengeluaran tersebut teralokasikan kepada kebutuhan lain seperti biaya pengobatan untuk penyakit kulit karena mandi dari air yang sumbernya tercemar, atau untuk membayar denda (untuk sambungan ilegal), atau biaya untuk membayar preman lokal sebagai jaminan untuk tetap bisa menggunakan sambungan ilegal tersebut (Calaguas dan Roaf, 2001). d. Sementara itu, akibat tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban keluarga, warga di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih untuk menggunakan jamban komunal atau lebih memilih untuk buang air besar secara sembarangan yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko penyakit bagi diri pribadi dan kelompok masyarakat. Perilaku seperti ini pun menambah tingkat kesulitan bagi warga daerah kumuh untuk memperoleh air bersih, karena potensi pencemaran sumber air yang ditimbulkan. Tidak tersedianya layanan sanitasi yang baik pun mengakibatkan kawasan kumuh berpotensi menjadi sarang bagi vektor penyakit seperti lalat, nyamuk dan tikus. 26
  • 27. e. Layanan sanitasi yang buruk juga berdampak signifikan bagi perempuan. Keluarga yang dikepalai oleh seorang perempuan juga lebih dirugikan dengan minimnya layanan sanitasi jika dibandingkan dengan keluarga yang dikepalai oleh seorang laki-laki. Jika layanan sanitasi dan air bersih yang ada jauh dari jangkauan dan mahal, maka waktu dan uang merekalah yang harus digunakan untuk bisa memperoleh layanan tersebut. 3.4 Kendala Dalam Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi Dasar Bagi Kawasan Kumuh Perkotaan Beberapa kendala dalam penyediaan layanan AMPL pada kelompok masyarakat miskin perkotaan antara lain2: a. Tidak adanya dukungan suara bagi warga miskin perkotaan. Terdapat banyak persepsi yang salah mengenai kondisi masyarakat miskin perkotaan. b. Kendala administratif dan hukum (terutama masalah kepemilikan lahan) Menurut Rolf dan Calaguas (2001), pada umumnya, penyedia air bersih tidak melayani warga di lokasi yang tidak jelas kepemilikan lahannya. Beberapa alasan yang muncul antara lain karena lahan tersebut tidak dialokasikan sebagai kawasan permukiman, tidak dapat dijangkau, terlalu padat, serta berkembangnya pandangan bahwa warga yang mendiami kawasan tersebut tidak mampu membayar tarif layanan. Selain itu, jika penyedia memberikan layanan kepada warga di kawasan tersebut, hal ini akan dilihat sebagai pemberian legitimasi kepada warga untuk mendiami kawasan tersebut. Sehingga meskipun kebijakan menyatakan bahwa pemerintah wajib untuk menyediakan air bagi seluruh warga, pada prakteknya warga di kawasan permukiman kumuh yang umumnya tidak memiliki hak legal atas tanah tidak dapat menjangkau pelayanan air bersih atau sanitasi. c. Ada beragam kepentingan pribadi/kelompok (penjaja air, kriminal, pemerintah 2 Diambil dari Guidance Notes on Services for The urban Poor: A Practical guide for Improving Water Supply and Sanitation Services, WSP 2008 27
  • 28. daerah yang korupsi, dan pengelola sarana memiliki kepentingan masing-masing yang mungkin dapat menghalangi upaya penyediaan akses terhadap air bersih) Warga di kawasan kumuh pada umumnya dianggap sebagai kelompok miskin yang tidak mau dan tidak mampu membayar untuk pelayanan air bersih dan sanitasi. Selain itu, kawasan permukiman kumuh dipandang sebagai kawasan yang tidak aman, identik dengan tindakan kriminal. Pandangan-pangdangan tersebut menjadikan kelompok masyarakat di kawasan permukiman kumuh sangat jarang dilibatkan dalam proyek pembangunan. Meskipun demikian, pada saat tertentu, misalnya menjelang pemilihan umum, warga di kawasan kumuh dimanfaatkan untuk mendukung politikus maupun partai politik melalui janji-janji penyediaan layanan dasar seperti penyediaan air secara gratis dan perbaikan lingkungan. d. Kendala keuangan Biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mengakses layanan air bersih dan sanitasi bergantung pada legalitas dan kondisi lokal. Meskipun begitu, melalui beberapa studi, sudah dapat dibuktikan bahwa masyarakat di kawasan permukiman kumuh mengeluarkan dana lebih besar untuk bisa memperolah air bersih dan mengakses sarana sanitasi dibandingkan dengan warga dengan penghasilan lebih tinggi. Upaya subsidi yang diberikan berupa rendahnya harga air, bagi sebagian penduduk miskin tidak bermanfaat karena mereka tidak berlangganan air tetapi membeli dari penjaja keliling. Akibatnya manfaat subsidi hanya dirasakan oleh pelanggan kelas menengah ke atas e. Kendala infrastruktur dan teknis Calagus dan Rolf (2001) menyebutkan faktor ini sebagai kondisi lokal (lokalitas). Kondisi lokal ini seperti lokasi kawasan permukiman kumuh yang umumnya jauh dari penyedia layanan atau berada di perbatasan kota mengakibatkan terbatasnya layanan yang tersedia. Selain itu, faktor seperti kondisi jalan, kepadatan penduduk dan ketersediaan lahan juga menjadi kendala dalam upaya penyediaan layanan dasar, terutama dalam pilihan teknologi 28
  • 29. 3.5 Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh Perkotaan Berdasarkan Tipologinya Walaupun secara umum permasalahan, dampak dan kendala air minum dan sanitasi dasar dapat dijelaskan seperti pada bagian sebelumnya, namun jika kita mencoba untuk melihat berdasarkan tipologi yang berhasil dipetakan pada bab sebelumnya, maka isu dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar akan sangat bervariasi sesuai dengan spesifik lokasinya. Dalam menggali permasalahan air minum dan sanitasi dasar, konteks lokasi akan sangat berpengaruh pada jenis permasalahan yang mengemuka, dampaknya dan kendala yang menyebabkan lambatnya proses penanganan kawasan kumuh perkotaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi permasalahan air minum dan sanitasi dasar untuk setiap tipologinya. 3.5.1 Lingkup Kondisi dan Permasalahan Sesuai dengan ruang lingkup dari studi ini, identifikasi isu dan masalah dibagi menurut 2 komponen besar air minum dan sanitasi dasar, yaitu (i) air minum dan ii) air limbah, khususnya tinja. Dari setiap komponen, penggalian kondisi dan permasalahan akan di bagi ke dalam beberapa aspek, yaitu (i) kelembagaan; (ii) sosial; (iii) finansial; (iv) teknologi; (v) lingkungan. Kelima aspek tersebut akan menjadi kerangka dalam mengidentifikasi kondisi dan permaslahan air minum dan sanitasi. Terkait dengan hal tersebut, maka masing-masing aspek harus secara jelas dipahami lingkupnya. Berikut ini lingkup dari masing-masing aspek tersebut: a. Kelembagaan; Lingkup aspek kelembagaan meliputi potensi kelembagaan di tingkat masyarakat dan pemerintah, kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, serta kebijakan dan regulasi yang mengatur pelayanan air minum dan sanitasi dasar. b. Sosial Lingkup aspek sosial meliputi kesadaran masyarakat terkait pentingnya pelayanan air minum dan sanitasi dasar, perilaku kesehatan masyarakat, tingkat insiden penyakit yang terkait dengan minimnya akses terhadap air minum dan sanitasi dasar, c. Finansial; Lingkup aspek finansial meliputi prinsip cost recovery, dan kapasitas pembiayaan 29
  • 30. air minum dan sanitasi dasar pemerintah. d. Teknologi Lingkup aspek teknologi meliputi ketersediaan sarana/teknologi yang sesuai dengan kondisi wilayah (kriteria teknis) dan sesuai dengan kondisi sosial (kriteria sosial/berbasis masyarakat) e. PHBS dan Kesehatan Lingkup aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan kesehatan meliputi perilaku masyarakat terkait dengan air minum dan sanitasi, serta permasalahan kesehatany ang mungkin timbul pada masing-masing tipologi kawasan. f. Lingkungan. Lingkup aspek lingkungan meliputi daya dukung lingkungan 3.5.2 Kondisi dan Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar per Tipologi Berdasarkan studi yang telah dilakukan di beberapa lokasi kawasan permukiman kumuh, dapat disimpulkan bahwa umumnya permasalahan air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh perkotaan relatif serupa. Sarana air minum dan sanitasi dasar yang memadai masih belum bisa dinikmati oleh warga masyarakat di kawasan permukiman kumuh perkotaan. Kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat juga masih rendah, terutama di daerah yang memang sarana air minum dan sanitasinya sangat sulit. Walupun kesadaran tersebut sudah mulai tumbuh, masyarakat masih perlu dibina untuk bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yang benar. Namun, secara spesifik, kondisi dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar sebenarnya akan sangat berlainan antara satu dengan yang lainnya jika dilihat pada masing-masing aspek seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya. Sebagai contoh, struktur masyarakat dan mata pencaharian masyarakat (aspek sosial) akan sangat mempengaruhi masalah kesiapan masyarakat dalam membentuk lembaga untuk mengelola sarana air minum dan sanitasi yang mungkin sudah pernah dibangun. Contoh lain adalah kondisi lingkungan yang (aspek lingkungan) yang menyebabkan sulitnya memutuskan opsi teknologi yang dapat digunakan untuk menjamin pelayanan air minum dan sanitasi dasar. Terkait dengan hal ini, maka perlu diidentifikasi kondisi dan permaslahan air minum dan sanitasi dasar yang secara 30
  • 31. spesifik membedakan antara tipologi sat dengan tipologi lainnya. Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan spefisik berdasarkan tipologinya. 31
  • 32. Tabel 3.2. Kondisi dan Permasalahan Komponen Air Minum dan Sanitasi Dasar Berdasarkan Tipologi Lokasinya Kondisi dan permasalahan AMPL Tipologi No PHBS dan Kawasan Kelembagaan Sosial Finansial Teknis Lingkungan Kesehatan
  • 33. 1 Kawasan Masyarakat • Butuh biaya  SAB yang • Laut sebagai • Potensi intrusi pinggir umumnya investasi yang tersedia berupa tempat air laut pada air pantai homogen, misalnya besar untuk komunal / pembuangan air tanah tinggi kelompok penyediaan hidran umum limbah • Muka air tanah penduduk yang sarana air minum  Minimnya domestik relatif dangkal 2 Kawasan Kebijakan berprofesi sebagai dan sanitasi jamban keluarga (pencemaran air • Adanya sungai- komersial • pemerintah nelayan • Pemberlakuan  Opsi teknologi laut) sungai bawah tersedia namun retribusi untuk air limbah • Banyak timbul tanah di implementasiny SABS berjalan komunal sangat berbagai beberapa a sering cukup baik terbatas dan penyakit akibat lingkungan terhambat • Pendapatan mahal rendahnya pesisir sebagai terkait dengan masyarakat akses terhadap sumber air kondisi pesisir ± Rp air bersih minum eksisting 300.000,-/bulan penyakit kulit kawasan dan diare (kondisi fisik, • Merupakan Biasanya sudah ada • SAB yang ada Timbulnya pembebasan daerah dengan retribusi yang berupa PDAM, pencemaran air lahan, dsb) kelompok diberlakukan untuk kran umum dan tanah akibat limbah masyarakat penggunaan SABS, sumur gali domestik • Umumnya homogen namun • Hanya sebagian (khususnya tinja) terdapat (berprofesi penerimaannya kecil memiliki masih belum kelompok sebagai masih belum sarana jamban terkelola dengan masyarakat, pedagang) mencukupi untuk dengan septic baik namun belum • Umumnya biaya investasi SABS tank, akibat menangani penduduk yang layak keterbatasan penggunaan sebagian besar lahan sarana air tidak menetap bersih • Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan umumnya
  • 34. 3 Kawasan • Sebagian besar Ada sistem retribusi • Layanan Sumber air terbatas terminal penduduk untuk SABS perpipaan merupakan komunal (PDAM) dan pendatang sumur gali sehingga • Sarana sanitasi penduduk berupa jamban umumnya komunal berasal etnis (belum tentu dan daerah dilengkapi • Berprofesi dengan septic sebagai pekerja tank) di sektor informal • Kesadaran masyarakat yang rendah dalam partisipasinya untuk merawat dan menjaga kebersihan fasilitas yang dimiliki secara pribadi maupun secara umum 4 Kawasan Masyarakatnya • Merupakan • Sarana sanitasi • Kesadaran air sungai yang bantaran lebih heterogen masyarakat layak belum mengenai tercemar juga sungai (bekerja sebagai berpenghasilan ada, umumnya kebersihan diri dijadikan sumber pedagang keliling, rendah masih berupa masih rendah air untuk kebutuhan kuli bangunan, • Pada musim bilik di atas sehari-hari buruh, dll) dan kemarau, harus sungai yang • Sungai sebagai biasanya pekerjaan mengeluarkan jauh dari tempat tempat
  • 35. musiman. dana lebih besar tinggal pembuangan air untuk membeli • SAB komunal, limbah air beberapa lokasi domestik menunjukkan (pencemaran air adanya SAB sungai) individu seperti pompa tangan, bahkan PDAM 5 Kawasan • Masyarakatnya Pendapatan warga • SAB terbatas Kesadaran bantaran rel lebih heterogen Rp • Sarana sanitasi mengenai kereta api (bekerja sebagai 10.000-15.000/hari/K (MCK) belum kebersihan diri pemulung, K. Sementara memadai masih rendah lapak jual-beli pengeluaran Rp barang bekas, 4.000-9.000/hari/KK buruh pasar, hanya untuk air pedagang kaki bersih, MCK dan lima dan listrik penarik becak)
  • 36. 4 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, permasalahan air minum dan sanitasi dasar merupakan salah satu bagian dari berbagai permasalahan yang terjadi pada kawasan kumuh perkotaan. Seperti halnya seluruh permasalahan yang ada pada kawasan kumuh perkotaan, permasalahan air minum dan sanitasi dasar juga dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan yang bersifat makro dalam konteks pencegahan munculnya kawasan- kawasan kumuh diperkotaan besar di Indonesia dan pendekatan spesifik yang secara langsung terkait dengan permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Bab ini mencoba memaparkan berbagai upaya baik dalam skala makro atau ketataruangan maupun upaya yang terkait langsung dengan sektor air minum dan sanitasi dasar.
  • 37. 4.1 Upaya Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan 4.1.1 Menekan Arus Urbanisasi Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kawasan kumuh yang ada diperkotaan khususnya kota-kota besar di Indonesia pada umumnya dihuni oleh orang-orang yang berasal dari luar daerah kota itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya proses urbanisasi. Urbanisasi sendiri adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi saat ini menjadi masalah yang cukup serius bagi kita semua. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah sumber permasalahan yang ada di perkotaan, termasuk munculnya kawasan kumuh (Sutjipto,2008). Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat akibat urbanisasi tidak diimbangi dengan bertambahnya luas permukiman mendorong munculnya berbagai permukiman kumuh yang ditempati oleh sebagian besar kaum urban. Sebagian besar lahan permukiman kumuh ini ilegal dan biasanya terletak di daerah aliran sungai (DAS) sehingga sangat mengganggu aliran sungai dan memicu banjir ketika musim hujan tiba. Namun tidak tertutup kemungkinan juga kawasan kumuh kerap muncul di daerah-daerah pusat perkotaan, daerah konservasi non-bantaran sungai, dan lokasi-lokasi lainnya (World Bank, 2004). Laju pertumbuhan urbanisasi cenderung melambat tapi tetap meningkat pada beberapa negara diantaranya Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan akan mencapai 55 persen, meningkat dari sekitar 45 persen (2000). Sementara itu, pada tahun 2010 penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen dari total penduduk miskin Indonesia, meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun 2000 (Dasgupta, 2002 dalam Mungkasa, 2005). Jakarta (tanpa Bodetabek) merupakan salah satu kota besar dunia yang penduduknya diperkirakan akan mencapai di atas 10 juta jiwa pada tahun 2015 (World Bank, 2003 dalam Mungkasa, 2005).
  • 38. Sebagai gambaran lain, jumlah urbanisasi yang terjadi di Kota Bandung adalah sebesar 150.000 orang selama tahun 2007 dari total jumlah penduduk sebesar 2,9 juta orang. Jumlah ini sama dengan 65% dari besarnya pertambahan penduduk kota Bandung selama tahun 2007.3 Untuk DKI Jakarta sendiri, jumlah pendatang ilegal memang tidak bisa dihitung secara presisi, namun berdasarkan data dari BPS tahun 2006, jumlah penduduk musiman yang terdapat di DKI Jakarta mencapai 2 juta orang, atau mencapai 22% dari total penduduk. Penduduk musiman ini disinyalir sebagai penduduk pendatang dari luar daerah yang mendiami kawasan-kawasan kumuh di Jakarta, terutama Jakarta Utara.4 Sebagai akibat urbanisasi dan menurunnya kinerja perekonomian, banyak kota di negara berkembang mengalami penambahan signifikan penduduk miskin. Sebagian besar dari penduduk miskin berlokasi di permukiman liar dengan akses terbatas pada air minum dan sanitasi yang terjangkau. Kondisi ini mengakibatkan tingginya insiden penyakit terkait air, kehilangan pekerjaan dan kebanggaan, yang kesemuanya mengarah pada penurunan kinerja perekonomian kota dan nasional. Terdapat bukti bahwa perbaikan akses air minum dan sanitasi dapat mempunyai dampak positif pada kesehatan, efisiensi dan produktifitas (Mungkasa, 2005). Ada dua faktor warga melakukan migrasi. Pertama, faktor penarik migrasi, yaitu prospek lapangan kerja di perkotaan yang cukup terbuka. Selain itu, mereka tergiur oleh sukses yang diraih warga daerah asalnya yang migrasi ke kota meskipun tidak sedikit yang pulang kampung gagal menaklukkan kehidupan kota. Kedua, faktor pendorong migrasi di mana desa atau daerah asal orang-orang yang bermigrasi ke kota sama sekali tidak memberikan jaminan perbaikan masa depan. Desa tetap terbelakang dan taraf kehidupan masyarakatnya masih terkategori miskin (Firman, 2004). Terkait dengan permasalahan urbanisasi ini, pemerintah perlu memperhatikan 2 (dua) faktor di atas yang menjadi penyebab dalam terjadinya arus migrasi penduduk dari desa ke kota. 3 Diambil dari www.mimbaropini.com “Lebaran dan Arus Urbanisasi” 4 Situs resmi Walikota Jakarta Pusat, www.jakartapusat.go.id. “Arus Urbanisasi Lebih Tinggi dari Angka Kelahiran Penduduk”
  • 39. Selama ini urbanisasi sudah menjadi isu yang sangat dipahami sebagai “biang keladi” dari berbagai permasalahan yang muncul di perkotaan. Namun sebaliknya, permasalahan urbanisasi ini juga masih menjadi permasalahan yang tak kunjung dapat diselesaikan. Jika dilihat lebih jauh, apabila urbanisasi dapat ditekan pada angka yang lebih kecil tentunya permasalahan-permasalahan yang timbul di perkotaan tidak menjadi rumit seperti yang terjadi saat ini (Firman, 2004). Salah satu permasalahan yang juga dapat diredam melalui penekanan arus urbanisasi adalah munculnya kawasan kumuh di perkotaan yang berarti juga mengurangi munculnya lingkungan-lingkungan permukiman dengan kualitas sarana AMPL yang mengkhawatirkan seperti yang ada saat ini. 4.1.2 Penegakan Implementasi Tata Ruang Munculnya permukiman kumuh di kawasan perkotaan utamanya tersebar pada kawasan yang pada dasarnya bukan sebagai peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan tata ruang. Permukiman kumuh ini pada umumnya terdapat pada kawasan non-budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan konservasi, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah sempadan rel kereta api, daerah sempadan pesisir pantai, Ruang Terbuka Hijau (RTH), maupun daerah pusat komersial (Purboyo, 2000). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kota telah diatur tata pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk optimalisasi ruang yang ada dan menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang ada di kota. RTRW disusun dengan pertimbangan kegiatan yang perlu berkembang pada suatu kota disesuaikan dengan daya dukung kota itu sendiri (Sudrajat, 2004). Seluruh kota besar di Indonesia telah memiliki RTRW Kota masing-masing yang di dalamnya menjelasakan rencana peruntukan ruang di masing-masing zona ruang kota tersebut. Seluruh RTRW Kota tidak ada yang mengakomodir kawasannya direncanakan sebagai kawasan kumuh sehingga kawasan kumuh yang timbul saat ini mayoritas merupakan kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan rencana tata ruang yang ada. Hal ini antara lain dikarenakan pemerintah daerah belum tegas dalam mematuhi pemanfaatan ruang sesuai dengan yang telah direncanakan dalam RTRW Kota yang ada. Legislatif saat ini telah melahirkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang.
  • 40. Salah satu pembaruan yang dilakukan pada aturan tentang tata ruang tersebut adalah pasal tentang sanksi. Bila pada aturan lama sanksi bagi pelanggaran tata ruang hanya berupa sanksi administratif, sementara pada aturan yang baru pelanggar tata ruang dikenai sanksi pidana. Bahkan sanksi bisa dijatuhkan bagi pembuat kebijakan seperti pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan kebijakan yang dibuat terbukti merugikan masyarakat. Dalam hal ini, seluruh rencana tata ruang yang ada pada RTRW harus dipatuhi oleh seluruh stakeholder yang ada pada tingkat kota (Anas, 2008). Melihat permasalahan yang ada diperkotaan ini, salah satu kesimpulan yang dapat diketahui adalah bahwa hampir seluruh kota-kota di Indonesia masih belum mempunyai kemauan yang kuat dalam melakukan law enforcement atau penegakan hukum terkait dengan implementasi tata ruang yang ada. Pemerintah kota cenderung mengabaikan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana yang ada, karena unsur pengawasan dan pengendalian dalam penerapan tata ruang masih belum menjadi perhatian pemerintah kota (Daryoni, 2008). Apabila seluruh Pemerintah Kota khususnya dinas terkait telah memiliki kesadaran dan kemauan untuk melakukan penegakan hukum dalam hal implementasi tata ruang, tentunya permasalahan munculnya permukiman-permukiman kumuh di perkotaan dapat ditanggulangi. Beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Palembang, Malang dan Makassar merupakan beberapa contoh kota yang sudah memulai penegakan hukum untuk menyesuaikan pembangunan dengan tata ruang yang ada. Penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pembongkaran permukiman-permukiman kumuh merupakan salah satu bentuk nyata dari keberanian pemerintah kota dalam penegakan hukum tata ruang. Meskipun terlihat sangat bertentangan dengan keberadaan masyarakat miskin, penggusuran ini merupakan sebuah fenomena growing pain dari sebuah kota yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif pada pembangunan yang berkelanjutan (Danisworo, 2007). Apabila pemerintah kota di Indonesia telah benar-benar memiliki RTRW yang mengacu pada pembangunan berkelanjutan, serta memiliki kemauan untuk menerapkan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang ada, permasalahan munculnya permukiman- permukiman kumuh diperkotaan dapat diredam semaksimal mungkin. Dengan berkurangnya keberadaan kawasan kumuh diperkotaan berarti juga pengurangan masyarakat yang tinggal di permukiman dengan kualitas lingkungan yang buruk, serta sarana AMPL yang jauh dari memadai.
  • 41. 4.1.3 Urban Renewal Urban Renewal sering dikaitkan dengan penataan kembali suatu kawasan untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan setiap petak tanah perkotaan yang ada sesuai dengan fungsi yang telah digariskan. Terkait dengan penataan kembali suatu kawasan, apabila diperlukan relokasi penduduk (resettlement) maka harus dipersiapkan pula kawasan pengembangan permukiman baru yang harus menganut prinsip ’berkeadilan’ bagi warga yang dipindahkan (Sudarpo, 2006). Salah satu konsep penataan kembali suatu kawasan yang belakangan ini dilakukan Pemerintah Kota adalah dengan melakukan pembangunan rumah susun atau lebih dikenal dengan Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa. Berdasalkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen PU, sebagian besar rumah tangga pada lingkungan permukiman kumuh di Kelapa Gading, Jakarta mengeluarkan uang sebesar Rp. 600.000 setiap bulannya untuk membayar pungutan liar permukiman, membeli air, dan membayar listrik. Sedangkan warga permukiman kumuh di Penjaringan Sari, Surabaya mengeluarkan Rp. 500.000 untuk keperluan yang sama. Hal di atas menujukkan bahwa pada dasarnya masyarakat permukiman kumuh memiliki kemampuan untuk mengeluarkan uang untuk mendapatkan permukiman yang lebih layak. Salah satunya adalah permukiman yang berupa Rusunawa yang pembangunannya menggunakan subsidi dari pemerintah dan secara prinsip juga memang diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu. Di Jakarta, tarif rata-rata Rusunawa per bulan sebesar Rp. 400.000 hingga Rp. 500.000 dan ini berarti dapat dijangkau bagi masyarakat yang selama ini membayar lebih hanya untuk tinggal di kawasan kumuh perkotaan. Upaya pemerintah untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa dan Milik, atau yang biasa dikenal dengan Rusunawa bagi rakyatnya, tidaklah main-main. Pemerintah sangat berharap pembangunan hunian vertikal bersubsidi ini dapat mengubah kebiasaan masyarakat urban untuk tinggal di rumah susun. Adapun upaya pemerintah yaitu: a. Dalam 2 tahun terkahir ini, industri properti di Indonesia memang terus mengalami perkembangan tiada henti. Tetapi dari sekian banyak sub-sektor properti yang tumbuh, hampir semua pihak sepakat bila program pemerintah membangun 1.000 Tower Rumah
  • 42. Susun Sederhana adalah yang paling mencuri perhatian (Ningtyas, 2008). b. Pembangunan superblok yang digawangi oleh para pengembang raksasa, sepertinya kalah populer dan tenggelam oleh mega proyek yang digagas pemerintah itu. Selain mengemban misi tersebut, dengan adanya 1.000 Tower Rumah Susun Sederhana juga diharapkan menjadi trend setter atau membiasakan masyarakat kelas menengah ke bawah perkotaan untuk tinggal di hunian vertikal. Untuk membangun mega proyek ini memang tidak mudah. Selain menyiapkan seperangkat peraturan yang memudahkan keterlibatan para pengembang swasta, pemerintah juga sudah menyiapkan insentif bertingkat dalam bentuk subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga (Ningtyas, 2008). (Beberapa pembangunan Rusunawa di Jakarta Utara, Surabaya, dan Makassar) Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi pemerintah jika ingin menjadikan Rumah Susun sebagai solusi bagi masyarakat golongan bawah adalah sebagai berikut: 1. Harga jual rumah susun dapat dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menegah ke bawah; 2. Apabila rumah susun yang dijual secara kredit kepada masyarakat mempuinyai bunga yang kecil; 3. Rumah susun harus menyertakan ketersedian sarana-prasarana dasar bagi penghuninya; 4. Karena rumah susun diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah maka pemerintah harus memberikan subsidi bagi pembangunan rumah susun (Indriana, 2006). Dengan adanya pembangunan Rusunawa, maka masyarakat yang tinggal di permukiman
  • 43. kumuh akan memiliki alternatif untuk mendapatkan lingkungan permukiman yang lebih baik, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana AMPL. Dengan begitu masyarakat yang pada awalnya “terpaksa” untuk tinggal di kawasan kumuh dapat beralih ke kepemilikan Rusunawa. 4.2 Upaya Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Perkotaan (Proyek dan Program) 4.2.1 Small Scale Water Provider (Penyediaan Air Minum Skala Kecil) Salah satu upaya penyediaan air minum pada kawasan perkotaan, termasuk kawasan kumuh perkotaan, di beberapa kota di Indonesia adalah dengan penyediaan air minum skala kecil. Sebagian besar penyediaan air minum skala kecil ini muncul dari masyarakat setempat ataupun dari para pengusaha setempat. Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air minum skala kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam jumlah kecil; (ii) melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi keuntungan; (iii) menggunakan modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv) menyediakan air minum merupakan kegiatan utamanya (Conan, 2002 dalam Mungkasa, 2005). Beberapa alasan maraknya penyedia air minum skala kecil khususnya kios air diantaranya adalah (i) memungkinkan pengguna membeli dalam jumlah dan waktu yang sesuai kemampuan mereka; (ii) memungkinkan biaya modal rendah per rumah tangga yang terlayani; (iii) memungkinkan tingkat pemulihan biaya (cost recovery) perusahaan air minum lebih baik karena penyedia air minum skala kecil membayar sesuai dengan yang dipergunakannya. Dengan kata lain, kios air memberikan layanan fleksibel, sesuai kebutuhan bagi penduduk miskin dengan memungkinkan mereka membeli dalam jumlah kecil sesuai kemampuan. Penduduk miskin mendapat air dan perusahaan mendapat pengembalian biaya (Gulyani dkk, 2005 dalam Mungkasa, 2005). Beberapa tipe penyediaan air minum yang masuk dalam kategori penyediaan air minum skala kecil dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1