Buku panduan ini membahas pentingnya peran perencanaan dan strategi pembangunan daerah untuk mendukung penguatan ekonomi domestik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Buku ini memberikan panduan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah 2012-2013 agar dapat mendukung sasaran pembangunan nasional. Fokus pembangunan adalah peningkatan daya saing, daya tahan ekonomi, stabilitas politik, dan kesejahteraan
2. Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2012-2013
MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DOMESTIK BAGI PENINGKATAN
DAN PERLUASAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Agustus 2012
4. KATA SAMBUTAN
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan terbitnya Buku
Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk tahun 2012-2013. Buku pegangan ini
mengambil tema mengenai: Memperkuat Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan dan
Perluasan Kesejahteraan Rakyat, sebagai rujukan dalam merencanakan berbagai strategi,
program, dan kegiatan pembangunan di seluruh Wilayah Nusantara.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar peningkatan kesejahteraan rakyat
terutama pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan tanpa mengesampingkan
persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN 2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, pelaksanaan
pembangunan di pusat dan di daerah perlu dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu
pertumbuhan (pro-growth), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor)
dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Di tengah kondisi persaingan ekonomi global yang masih tidak menentu, penguatan ekonomi
domestik menjadi syarat mutlak agar Indonesia dapat tetap menjaga pertumbuhan yang
berkualitas. Sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kualitas pertumbuhan merupakan aspek prioritas yang perlu kita
lakukan bersama-sama. Keberhasilan pembangunan nasional merupakan agregasi dari
keberhasilan pembangunan daerah. Oleh karena itu, penguatan ekonomi nasional adalah
hasil akumulasi dari penguatan ekonomi di daerah. Dengan demikian, komunikasi, koordinasi
dan sinergi kebijakan antara pusat dan daerah harus terus dipertahankan untuk menjaga
momentum pembangunan. Konsistensi kebijakan antara pusat dan daerah akan tercapai jika
dijembatani oleh sinergi pusat-daerah oleh berbagai pemangku kepentingan. Gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah memiliki tugas dan fungsi yang penting untuk
mengkoordinasikan kebijakan pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya dan menjaga
konsistensi kebijakan antara pusat dan daerah.
Saya berharap, buku ini dapat menjadi pegangan bagi segenap aparatur pemerintah dalam
proses perencanaan dan penyusunan strategi pembangunan di daerah. Melalui pemahaman
5. 2 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
konsep dan faktor-faktor penentu penguatan perekonomian domestik bagi peningkatan dan
perluasan kesejahteraan rakyat, segenap jajaran Pemerintah Pusat dan Daerah serta
pemangku kepentingan lainnya dapat bersama-sama menyamakan langkah untuk menyusun
strategi yang terintegrasi dalam mendorong dan menjaga ekonomi domestik yang lebih
berdaya tahan tinggi.
Dengan terbitnya Buku Pegangan Tahun 2012-2013 ini, saya menyampaikan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas yang telah bekerja dengan itikad dan dedikasi yang baik
dalam menyusunnya.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kemudahan dan bimbingan Nya
dalam setiap upaya untuk menguatkan perekonomian nasional, agar pembangunan ekonomi
Indonesia dapat lebih cepat dan lebih luas demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Terima Kasih.
Jakarta, 6 Agustus 2012
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana
6. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penyusunan Buku Pegangan (Handbook) Perencanaan Pembangunan Daerah ini dimaksudkan
untuk memberikan penjelasan tentang pentingnya peran perencanaan dan strategi
pembangunan daerah untuk mendukung penguatan perekonomian domestik bagi
peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat, serta memberikan panduan bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tahun 2012 – 2013 dalam
menentukan strategi-strategi yang dapat memberikan kontribusi terhadap penguatan
ekonomi domestik.
Kondisi ekonomi global di tahun 2012 diperkirakan masih belum membaik, karena masih
rentannya proses pemulihan negara-negara Eropa yang terlilit krisis utang dan terjadinya
perlambatan ekonomi negara-negara maju dan emerging market. Krisis yang dialami negara-
negara Eropa terkait utang dan defisit fiskal masih belum teratasi dengan baik sehingga kondisi
ekonomi global akan masih diliputi oleh ketidakpastian, sementara pemulihan ekonomi AS
masih rentan terhadap guncangan.
Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat menjadi 3,5 persen pada tahun 2012 dan
3,9 persen pada tahun 2013 (IMF, World Economic Outlook, Juli 2012) disebabkan oleh proses
pemulihan AS yang rentan, keberlanjutan krisis keuangan Eropa, serta kemampuan ekonomi
Asia yang menurun. Negara maju diperkirakan hanya tumbuh sebesar 1,4 persen pada tahun
2012 dan 1,9 persen pada tahun 2013. Bahkan ekonomi di beberapa negara Eropa, seperti:
Italia, Spanyol dan Yunani, diproyeksi tumbuh negatif pada tahun 2012.
Sementara itu, negara berkembang Asia akan menjadi penopang pertumbuhan dunia ditengah
krisis global, yang diperkirakan tumbuh mencapai 7,1 persen pada tahun 2012. China dan India
sebagai negara emerging diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 8,0 persen dan 6,1
persen pada tahun 2012. ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina)
diproyeksi mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada tahun 2012.
7. ii Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, perekonomian domestik harus tetap
terjaga dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh dan daya saing yang lebih baik.
Kondisi ini tentunya akan menjadi suatu keharusan bagi Indonesia dan masing-masing daerah
untuk terus bekerja keras dan bersaing dengan negara lain. Langkah ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan daya saing bangsa, memperbaiki kinerja ekonomi nasional yang
didukung struktur ekonomi yang kuat, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan yang
tersebar di seluruh Wilayah Nusantara dan meningkatkan pembangunan wilayah tertinggal
dan wilayah perbatasan.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar peningkatan kesejahteraan rakyat
terutama pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan tanpa mengesampingkan
persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN 2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, pelaksanaan
pembangunan di pusat dan di daerah perlu dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu
pertumbuhan (pro-growth), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor)
dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Dengan berbagai tantangan yang ada, sasaran pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 adalah
sebesar 6,5 persen. Sementara itu, pada tahun 2013, diharapkan perekonomian dapat lebih
baik lagi dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 7,0 persen. Investasi dan konsumsi
masyarakat pada tahun 2012 dan 2013 diharapkan akan menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi, dengan target pertumbuhan untuk investasi adalah sebesar 10,9 persen pada tahun
2012 dan 12,1 persen pada tahun 2013.
Pemerintah melalui mekanisme perencanaannya telah menyusun langkah-langkah
pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), baik yang sedang berjalan yaitu RKP
2012 maupun perencanaan tahun depan dalam RKP 2013. Hal ini demi mencapai sasaran
pembangunan 5 (lima) tahun dalam RPJMN 2010-2014 yaitu “Mewujudkan Indonesia yang
Demokratis, Sejahtera dan Berkeadilan”. Adapun tema dari RKP, ditunjukkan pada Gambar
berikut.
Tema Pembangunan Yang Tertuang Dalam RKP
2010
•Pemulihan Perekonomian Nasional Dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat
2011
•Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkeadilan Didukung Oleh Pemantapan Tatakelola Dan
Sinergi Pusat Dan Daerah
2012
•Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
2013
•MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DOMESTIK BAGI PENINGKATAN DAN PERLUASAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT
8. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
iii
Kebijakan pemerintah dalam rangka perkuatan ekonomi domestik yang pada RKP 2013
difokuskan pada empat aspek, yang merupakan komponen penting untuk mendukung
penguatan ekonomi domestik, seperti yang tercantum dalam gambar berikut.
Faktor Pendukung Penguatan Ekonomi Domestik
Peningkatan daya saing untuk mendukung penguatan ekonomi domestik akan dititikberatkan
kepada isu strategis: Peningkatan Iklim Investasi dan Usaha, Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Peningkatan Pembangunan Industri di Berbagai Koridor Ekonomi dan
Penciptaan Kesempatan Kerja khususnya Tenaga Kerja Muda. Adapun Peningkatan Daya
Tahan Ekonomi akan dititikberatkan pada isu strategis: Peningkatan Ketahanan Pangan
Menuju Pencapaian Surplus Beras 10 juta Ton dan Peningkatan Rasio Elektrifikasi dan
Konversi Energi. Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat akan dititikberatkan pada
isu strategis: Peningkatan Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Percepatan Pengurangan
Kemiskinan – Sinergi Klaster 1-4. Sedangkan, Pemantapan Stabilitas Sosial Politik akan
dititikberatkan pada isu strategis: Persiapan Pemilu 2014, Perbaikan Kinerja Birokrasi dan
Pemberantasan Korupsi dan Percepatan Pembangunan Minimum Essential Force.
Masing-masing faktor pendukung penguatan ekonomi tersebut memiliki kerangka dan jalur
keterkaitan yang berbeda-beda untuk menghasilkan ekonomi domestik yang lebih berdaya
saing dan lebih berdaya tahan. Untuk itu, kerangka keterkaitan isu strategis dengan
penguatan ekonomi domestik telah dijabarkan secara rinci di dalam Bab IV dan dapat
dijadikan sebagai referensi dalam memahami arti pentingnya isu strategis terhadap
pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Dengan memahami kerangka keterkaitan
ini, diharapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki pemahaman yang sama,
PENGUATAN
EKONOMI
DOMESTIK
Peningkatan
Daya Saing
Peningkatan
Daya Tahan
Ekonomi
Pemantapan
Stabilitas Politik
Peningkatan dan
Perluasan
Kesejahteraan
Rakyat
9. iv Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
sehingga dapat secara bersama-sama mensinergikan pembangunan di pusat dan di daerah
dalam rangka memperkuat ekonomi domestik di tengah-tengah kondisi global yang masih
belum menentu.
Kemudian, di dalam Bab V telah dijabarkan secara rinci strategi yang perlu dilakukan dalam
setiap isu strategis serta peran Pemerintah Daerah yang perlu dilaksanakan, agar proses dan
upaya penguatan perekonomian domestik serta peningkatan dan perluasan kesejahteraan
rakyat di pusat dan di daerah dapat lebih sinergi sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih
maksimal. Sebagai contoh, dalam upaya meningkatkan daya saing nasional diperlukan
langkah-langkah konkrit untuk melakukan harmonisasi kebijakan dan peraturan di tingkat
pusat dan daerah, serta melakukan sinergi peraturan dan kebijakan antara pusat dan daerah.
Untuk itu diperlukan upaya di setiap kementerian/lembaga dan daerah untuk dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan melakukan koordinasi dengan berbagai
pemangku kepentingan.
Sementara itu, sinergi kebijakan pembangunan antara pusat dan daerah dan antar daerah,
khususnya dalam kerangka perencanaan kebijakan dapat dilakukan melalui:
1. Memperkuat koordinasi antar pelaku pembangunan di pusat dan daerah;
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar
ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan;
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat di semua tingkatan pemerintahan; serta
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkelanjutan.
Sedangkan upaya bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Sinergi berbagai dokumen perencanaan pembangunan (RPJPN dan RPJPD, RPJM dan
RPJMD, RKP dan RKPD);
2. Sinergi dalam penetapan target pembangunan;
3. Standarisasi indikator pembangunan yang digunakan oleh kementerian/lembaga dan
satuan perangkat kerja daerah;
4. Pengembangan database dan sistem informasi pembangunan yang lengkap dan
akurat;
5. Sinergi dalam kebijakan perijinan investasi di daerah; dan
6. Sinergi dalam kebijakan pengendalian tingkat inflasi.
Isu strategis lainnya yang menjadi fokus perhatian setiap Pemerintah Daerah adalah
pembangunan infrastruktur, dimana infrastruktur menjadi bagian penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik karena dapat menekan ekonomi biaya tinggi,
menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup. Namun demikian, adanya
10. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
v
keterbatasan dana yang dimiliki menjadikan peran bersama antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan swasta perlu disinergikan dengan baik. Koordinasi dan sinergi yang
dilaksanakan dalam keterhubungan antar wilayah (domestic connectivity) mencakup
pembagian peran dan kewenangan, pengembangan kerangka kerja bersama dan pembagian
tugas dan tanggungjawab termasuk pembiayaan.
Di sisi peningkatan daya tahan ekonomi, masyarakat dan pemerintah daerah memiliki
peranan penting dalam membangun ketahanan pangan dimulai dari proses produksi,
distribusi, pengolahan pangan dan pemasaran. Sementara peran pemerintah juga sangat
penting dalam pemberian insentif untuk tetap menjaga ketahanan pangan melalui regulasi,
penciptaan iklim investasi dan pembangunan fasilitas/prasarana publik. Untuk itu,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu memiliki strategi bersama, dengan
memainkan peran masing-masing dalam menjalankan strategi tersebut. Sebagai contoh,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama memiliki peran untuk
peningkatan perluasan areal tanam, kemudian peran Pemerintah Daerah dan Petani sangat
diperlukan dalam menerapkan System of Rice Intensification, menjalankan Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi secara intensifikasi, pengamanan pasca
panen, penguatan penyuluhan dan lain-lain.
Pengembangan SDM menjadi salah satu isu sentral pembangunan daerah untuk mendukung
upaya meningkatkan dan memperluas kesejahteraan rakyat, dimana pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus memastikan bahwa layanan pendidikan tersedia secara memadai
dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Satuan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi harus dapat mengakomodasi setiap anak usia sekolah yang
memerlukan layanan pendidikan. Bahkan, layanan pendidikan harus dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, yang bermukim di daerah tertinggal, kepulauan, terpencil dan
perbatasan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membangun infrastruktur
pendidikan untuk mendukung peningkatan layanan pendidikan yang bermutu bagi
masyarakat di wilayah tersebut. Untuk itu, pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota harus bersinergi dalam memberikan layanan pendidikan agar
kinerja pendidikan di setiap daerah makin meningkat.
Untuk meningkatkan efektivitas upaya percepatan pengurangan kemiskinan dalam kerangka
penguatan perekonomian domestik juga diperlukan sinergi antara pusat dan daerah. Secara
makro, peran pemerintah pusat lebih dititikberatkan kepada upaya untuk mewujudkan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan melalui pelaksanaan rencana
investasi dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sementara, pemerintah
daerah diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan seluruh kegiatan investasi di koridor-
koridor ekonomi yang berada di daerahnya masing-masing. Dengan sinergi yang tepat dan
koordinasi yang intensif diharapkan pelaksanaan rencana investasi MP3EI akan mampu
menggerakkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan kerja baru dan
11. vi Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
memperluas kesempatan kerja secara nasional. Selanjutnya, secara makro pemerintah pusat
dan pemerintah daerah berperan dalam menjaga agar tingkat konsumsi masyarakat tidak
jatuh melalui upaya mempertahankan kestabilan harga bahan pangan pokok. Harga bahan
pangan pokok yang stabil merupakan kunci dalam pengendalian tingkat inflasi. Oleh karena
itu diperlukan koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam upaya menjaga dan mengamankan ketersediaan stok bahan pangan pokok serta
pengamanan distribusi bahan pangan pokok.
Dalam rangka pemantapan stabilitas politik, langkah utama yang diperlukan dan sangat
mendesak dilakukan adalah memberikan fasilitasi dan dukungan sepenuhnya kepada
Penyelenggaraan Pemilu dalam melaksanakan amanat perundang-undangan untuk
menyelenggarakan Pemilu 2014. Hal ini dengan mengingat amanat Pasal 126 UU No 15 Tahun
2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memberikan bantuan dan fasilitas kepada Penyelenggara Pemilu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sementara itu, perbaikan kinerja birokrasi dan
pemberantasan korupsi merupakan hal penting yang juga perlu mendapatkan perhatian
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang salah satunya adalah melalui penerapan e-
procurement atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Strategi perencanaan dan penganggaran untuk menguatkan perekonomian domestik dapat
dicapai dengan adanya sinergi antar pusat-daerah yang baik. Sinergi dalam kerangka
kebijakan pembangunan Pusat-Daerah dan antar daerah diperlukan untuk menjamin: (1)
koordinasi antar pelaku pembangunan di pusat dan daerah; (2) terciptanya integrasi,
sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah
maupun antara Pusat dan Daerah; (3) keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (4) optimalnya partisipasi masyarakat di semua
tingkatan pemerintahan; dan (5) tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan dan berkelanjutan.
Langkah-langkah yang diperlukan pemerintah daerah melalui sinergi pusat-daerah adalah: (i)
melakukan sinkronisasi RPJMD dan RKPD dengan prioritas nasional yang tercantum dalam
RPJMN 2010 – 2014 dan RKP; (ii) menitikberatkan penganggaran pada peningkatan belanja
modal, terutama untuk meningkatkan daya saing daerah; dan (iii) memonitor pelaksanaan
rencana pembangunan dan realisasi anggaran, terutama yang terkait dengan upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, menjaga iklim investasi, meningkatkan hubungan
kerjasama antar daerah dan kemitraan pemerintah-swasta, serta meningkatkan akses
terhadap sarana dan prasarana fisik pendukung ekonomi daerah.
Untuk itu, buku ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi daerah dalam menentukan
strateginya dalam rangka memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan
perluasan kesejahteraan rakyat.
14. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
ix
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang 2
1.1.1 Perkembangan Kondisi Ekonomi Global 2
1.1.2 Perkembangan Ekonomi Regional 3
1.1.3 Perkembangan Ekonomi Nasional dan Pentingnya Peningkatan Ekonomi
Domestik Untuk Meredam Dampak Krisis Global 4
1.2 Maksud dan Tujuan 5
BAB II KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2013 ..................................................... 8
2.1 Target Pertumbuhan Ekonomi 8
2.2 Tujuh Arahan Presiden 9
2.3 Tema dan Prioritas RKP 2013 9
2.4 Isu Strategis 2013 11
BAB III KONDISI TERKINI DAERAH ............................................................................................. 22
3.1 Kondisi Ekonomi Nasional 22
3.1.1 Pertumbuhan Ekonomi 22
3.1.2 Tingkat Kemiskinan 23
3.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka 26
3.2 Kondisi Ekonomi Daerah 27
3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Daerah 27
3.2.2 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi 28
3.2.3 Tingkat Pengangguran Per Provinsi 30
3.3 Kondisi Daya Beli Masyarakat 32
3.3.1 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat 32
3.3.2 Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah 33
15. x Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
3.4 Kondisi Perdagangan dan Investasi 34
3.4.1 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional 34
3.4.2 Investasi (PMTB) Per Provinsi 35
3.5 Kondisi Infrastruktur Daerah 37
3.5.1 Infrastruktur Jalan 37
3.5.2 Infrastruktur Udara 40
3.5.3 Infrastruktur Laut 41
3.5.4 Infrastruktur Listrik 45
3.5.5 Infrastruktur Telekomunikasi 46
3.6 Kondisi Produksi dan Konsumsi Beras 47
3.7 Kondisi Sumber Daya Manusia 50
3.7.1 Pendidikan 50
3.7.2 Kesehatan 55
3.8 Kondisi Ketenagakerjaan 61
3.8.1 Tenaga Kerja Per Provinsi 61
3.8.2 Upah Minimum Regional Per Provinsi 63
3.8.3 Produktivitas Tenaga Kerja 65
3.9 Perkembangan Reformasi Birokrasi dan Politik 67
3.9.1 Kualitas SDM Aparatur 68
3.9.2 LPSE dan E-Procurement 69
3.9.3 Opini LKPD 71
3.9.4 Implementasi SAKIP 72
3.9.5 Perkembangan Politik 74
3.10 Pelaksanaan Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 82
3.10.1 Pelaksanaan MP3EI Tahun 2011 dan 2012 82
3.10.2 Rencana MP3EI Tahun 2013 84
3.11 Postur Pendapatan dan Belanja Daerah 87
3.11.1 Postur Pendapatan Daerah 87
3.11.2 Postur Belanja Daerah 90
16. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
xi
BAB IV KERANGKA PENGUATAN PEREKONOMIAN DOMESTIK SERTA PENINGKATAN DAN
PERLUASAN KESEJAHTERAAN RAKYAT .......................................................................... 96
4.1 Pengantar Penguatan Ekonomi Domestik 96
4.2 Aspek Peningkatan Daya Saing 97
4.2.1 Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha 97
4.2.2 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 99
4.2.3 Peningkatan Pembangunan Industri di 6 Koridor Ekonomi 101
4.3 Aspek Peningkatan Daya Tahan Ekonomi (Food Security dan Energy Security) 105
4.3.1 Peningkatan Ketahanan Pangan 105
4.3.2 Peningkatan Rasio Elektrifikasi Dan Konversi Energi 109
4.4 Aspek Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat 110
4.4.1 Peningkatan Pembangunan Sumber Daya Manusia 110
4.4.2 Percepatan Pengurangan Kemiskinan 111
4.5 Aspek Pemantapan Stabilitas Politik 113
4.5.1 Persiapan Pemilu 2014 113
4.5.2 Perbaikan Kinerja Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi 114
BAB V LANGKAH-LANGKAH PENGUATAN EKONOMI DOMESTIK SERTA PENINGKATAN DAN
PERLUASAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ......................................................................... 120
5.1 Peningkatan Daya Saing 120
5.1.1 Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha 121
5.1.2 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 127
5.1.3 Peningkatan Pembangunan Industri di 6 Koridor Ekonomi 132
5.1.4 Penciptaan Kesempatan Kerja Khususnya Tenaga Kerja Muda 134
5.2 Peningkatan Daya Tahan Ekonomi 137
5.2.1 Peningkatan Ketahanan Pangan 137
5.2.2 Peningkatan Rasio Elektifikasi dan Konversi Energi 142
5.3 Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat 143
5.3.1 Peningkatan Pembangunan Sumber Daya Manusia 143
5.3.2 Percepatan Pengurangan Kemiskinan 145
17. xii Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
5.4 Pemantapan Stabilitas Politik 147
5.4.1 Persiapan Pemilu 2014 dan Pilkada 147
5.4.2 Perbaikan Kinerja Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi 148
5.5 Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 154
5.5.1 Regulasi 154
5.5.2 Konektivitas 155
5.5.3 Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 156
5.6 Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah Untuk Mendukung Penguatan
Ekonomi Domestik 158
BAB VI PENUTUP ..................................................................................................................... 176
DAFTAR PUSTAKA …………........................................................................................................ 178
18. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2012 – 2013 8
Tabel 2.2 Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan Daya Saing 13
Tabel 2.3 Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan Daya Tahan Ekonomi 14
Tabel 2.4 Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat 15
Tabel 2.5 Sasaran Pokok Isu Strategis Pemantapan Stabilitas Sosial dan Politik 17
Tabel 3.1 Gambaran Ekonomi Makro Tahun 2010 – 2012 23
Tabel 3.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kawasan 24
Tabel 3.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah (Maret 2012) 25
Tabel 3.4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Menurut Kawasan 26
Tabel 3.5 Kabupaten/Kota Dengan Persentase Penduduk Miskin Tertinggi dan
Terendah Per Provinsi Tahun 2010 29
Tabel 3.6 Kondisi Mantap Jalan Tahun 2010 37
Tabel 3.7 Kondisi Jalan Nasional Pada Tahun 2005 dan 2011 38
Tabel 3.8 Kondisi Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota Tahun 2010 39
Tabel 3.9 Jumlah Bandara Per Provinsi Tahun 2010 40
Tabel 3.10 Jumlah Pelabuhan di Indonesia Berdasarkan Jenisnya Tahun 2004 41
Tabel 3.11 Pertumbuhan Produksi Padi Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2009-2011 47
Tabel 3.12 Pertumbuhan Produksi Beras Menurut Kawasan (Ribu Ton) Tahun 2009-2011 47
Tabel 3.13 Alasan Tidak/Belum Bersekolah Tahun 2010 53
Tabel 3.14 Peringkat Indonesia Dalam Pilar Daya Saing Efisiensi Pasar Tenaga Kerja
(Dari 142 Negara) Tahun 2008 – 2011 63
Tabel 3.15 Persentase Perubahan UMP Dibandingkan Dengan Laju Inflasi di Provinsi
Unggulan Industri Tahun 2000 – 2012 63
Tabel 3.16 Peta Sebaran Daerah Dengan LPSE Tahun 2012 69
Tabel 3.17 Peta Sebaran Daerah Yang Sudah Menerapkan E-Proc Tahun 2012 70
Tabel 3.18 Pengkategorian Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 73
Tabel 3.19 Pencapaian Skor LAKIP di Level Provinsi Tahun 2011 74
Tabel 3.20 Rekapitulasi Kegiatan MP3EI Yang Telah Groundbreaking (Sampai Akhir
Desember 2011) 82
Tabel 3.21 Status Penyempurnaan Regulasi (per April 2012) 84
Tabel 3.22 Alokasi dan Kebutuhan Tambahan Konektivitas Tahun 2013 (Miliar Rupiah) 85
Tabel 3.23 Daerah Dengan Postur APBD Yang Baik 93
Tabel 5.1 Pemetaan Untuk Kegiatan-Kegiatan Ekonomi Utama Dari
Masing-Masing Koridor 132
Tabel 5.2 Capaian dan Target Produksi Padi Tahun 2010 -2014 138
Tabel 5.3 Sasaran Produksi Padi Tahun 2012-2013 Menurut Provinsi 140
19. xiv Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tema Pembangunan Yang Tertuang Dalam RKP 10
Gambar 2.2 Prioritas Pembangunan Nasional RPJMN 2010-2014 11
Gambar 2.3 Isu Strategis Pembangunan Nasional Dalam RKP 2013 12
Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin
Tahun 2006 - 2012 24
Gambar 3.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2008 – 2012 26
Gambar 3.3 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010 27
Gambar 3.4 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi
Tahun 2011 28
Gambar 3.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Per Provinsi (%) Tahun 2010 - 2011 30
Gambar 3.6 Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu Orang) 31
Gambar 3.7 Pertumbuhan Konsumsi dan Konsumsi per Kapita Menurut Provinsi
Tahun 2009 32
Gambar 3.8 Rata-rata Peran Konsumsi Rumah Tangga Dalam Sumber Pertumbuhan
PDRB Tahun 2006 - 2009 33
Gambar 3.9 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional Tahun 2011 34
Gambar 3.10 PMTB dan Jumlah Penduduk Tahun 2005 – 2009 35
Gambar 3.11 PMTB dan Kepadatan Penduduk Tahun 2005 – 2009 35
Gambar 3.12 Share Industri Pengolahan Dalam PDRB 36
Gambar 3.13 Rasio Kerapatan Jalan (km/km
2
) Tahun 2011 37
Gambar 3.14 Rasio Kapasitas Jalan (km/unit) Tahun 2011 38
Gambar 3.15 Perbandingan Kondisi Jalan Nasional dan Daerah (%) 39
Gambar 3.16 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Per Provinsi Tahun 2010 41
Gambar 3.17 Persentase Tingkat Utiliasi Penggunaan Dermaga Pelabuhan
Tahun 2010 dan 2011 42
Gambar 3.18 Persentase Tingkat Utiliasi Penggunaan Gudang Pelabuhan
Tahun 2010 dan 2011 44
Gambar 3.19 Persentase Tingkat Utiliasi Penggunaan Lapangan Penumpukan
Pelabuhan Tahun 2010 dan 2011 45
Gambar 3.20 Rasio Elektrifikasi Tahun 2011 46
Gambar 3.21 Persentase Kota/Kabupaten yang Dijangkau Layanan Broadband
Tahun 2011 46
Gambar 3.22 Kontribusi Kawasan Per Pulau Terhadap Total Produksi Beras Tahun 2011 48
Gambar 3.23 Produksi Padi di Indonesia Tahun 2009 – 2011 48
Gambar 3.24 Konsumsi Beras Langsung di Rumah Tangga (Kg/Kapita/Tahun)
Pada Tahun 2008-2010 49
Gambar 3.25 Produksi dan Kebutuhan Beras (Ribu Ton) Tahun 2011 50
20. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
xv
Gambar 3.26 Rata-Rata Lama Sekolah (Usia Penduduk >15 Tahun) Tahun 2010 51
Gambar 3.27 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun 2010 52
Gambar 3.28 Persentase Jenjang Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Oleh Penduduk Berusia 10 Tahun Ke Atas Tahun 2010 52
Gambar 3.29 Angka Melek Aksara Penduduk (Berusia > 15 Tahun) Tahun 2010 54
Gambar 3.30 Persentase Guru Belum Berkualifikasi S1/D4 Tahun 2011 55
Gambar 3.31 Persentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih
Menurut Provinsi Tahun 2010 56
Gambar 3.32 Cakupan Pelayanan Antenatal (K4) Tahun 2010 57
Gambar 3.33 Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan Yang Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap
Tahun 2010 58
Gambar 3.34 Persentase Bayi Yang Melakukan Kunjungan Neonatus 6-48 Jam (KN1)
Tahun 2010 58
Gambar 3.35 Prevalensi Pendek (TB/U) Pada Anak 0-59 Bulan Tahun 2010 59
Gambar 3.36 Keragaman Angka Kejadian Malaria Tahun 2010 60
Gambar 3.37 Perkembangan Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non-Perawatan
Tahun 2010 61
Gambar 3.38 Perkembangan Rasio Tempat Tidur RS per 100.000 Penduduk
Tahun 2010 61
Gambar 3.39 Persentase Serta Pertumbuhan Pekerja Sektor Formal dan Informal
Tahun 2005 – 2011 62
Gambar 3.40 Komposisi Pekerja Formal dan Informal di Setiap Provinsi
Tahun 2008 dan 2011 62
Gambar 3.41 UMP Wilayah Sumatera 64
Gambar 3.42 UMP Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara 64
Gambar 3.43 UMP Wilayah Kalimantan dan Sulawesi 64
Gambar 3.44 UMP Wilayah Gorontalo-Maluku-Papua 64
Gambar 3.45 Pertumbuhan Produktivitas Untuk Tiga Sektor Tahun 2006 – 2011 65
Gambar 3.46 Produktivitas per Tenaga Kerja Tahun 2005 dan 2010 (Menurut
Harga Konstan 2000) 66
Gambar 3.47 Persentase Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011 67
Gambar 3.48 Persentase Pekerja Profesional/Semi Skill Terhadap Jumlah Pekerja
Tahun 2011 67
Gambar 3.49 Persentase Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Pendidikan
(per Januari 2012) 68
Gambar 3.50 Peta Kepatuhan Penyampaian LKPD Tahun 2010 71
Gambar 3.51 Pencapaian Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemda Tahun 2012 72
Gambar 3.52 Indeks Demokrasi Indonesia Tahun 2009 dan 2010 74
Gambar 3.53 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2010 75
Gambar 3.54 Indeks Demokrasi Indonesia Berdasarkan Kepulauan Tahun 2010 76
21. xvi Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Gambar 3.55 Jumlah Kabupaten/Kota dan Jumlah Pemilih Pada Pemilu
Anggota DPR, DPD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 77
Gambar 3.56 Tingkat Partisipasi Politik dalam Pemilu Tahun 1971 – 2009 78
Gambar 3.57 Tingkat Partisipasi Politik Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 79
Gambar 3.58 Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilpres di Berbagai Wilayah Tahun 2009 80
Gambar 3.59 Tingkat Partisipasi Politik pada Pemilukada Tahun 2010-2011 81
Gambar 3.60 Jumlah dan Nilai Program Bidang SDM di setiap Koridor Ekonomi
Tahun 2012 83
Gambar 3.61 Jumlah dan Nilai Program Bidang IPTEK di setiap Koridor Ekonomi 83
Gambar 3.62 Rekapitulasi Alokasi Indikatif Kegiatan Konektivitas Tahun 2013
Menurut Kementerian/Lembaga (Miliar Rupiah) 85
Gambar 3.63 Komposisi Pendapatan Daerah Tahun 2007 – 2011 88
Gambar 3.64 Rasio Pendapatan Daerah Menurut Wilayah Tahun 2011 88
Gambar 3.65 Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi
Tahun 2011 89
Gambar 3.66 Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan Provinsi Tahun 2011 89
Gambar 3.67 Komposisi Belanja Daerah Tahun 2007 – 2011 90
Gambar 3.68 Rasio Belanja Daerah Menurut Wilayah Tahun 2011 90
Gambar 3.69 Rasio Belanja Pegawai Kabupaten/Kota Terhadap Total Belanja
Menurut Provinsi Tahun 2008 dan 2011 91
Gambar 3.70 Rasio Belanja Pegawai Provinsi Terhadap Total Belanja
Tahun 2008 dan 2011 91
Gambar 3.71 Komposisi Belanja Kabupaten/Kota Menurut Fungsi dan Provinsi 92
Gambar 3.72 Komposisi Belanja Provinsi Menurut Fungsi 92
Gambar 4.1 Faktor Pendukung Penguatan Ekonomi Domestik 96
Gambar 4.2 Kerangka Peningkatan Iklim Investasi dan Usaha dalam Rangka
Peningkatan Ekonomi Domestik 98
Gambar 4.3 Kerangka Pembangunan Infrastruktur dalam Rangka
Peningkatan Ekonomi Domestik 99
Gambar 4.4 Kerangka Pengembangan Koridor Ekonomi 102
Gambar 4.5 Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia 104
Gambar 4.6 Sistem Ketahanan Pangan 106
Gambar 4.7 Skema Pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton 108
Gambar 4.8 Kerangka Pembangunan Ketenagalistrikan Terhadap Peningkatan
Perekonomian Domestik 109
Gambar 4.9 Kerangka Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan Yang
Berkualitas 111
Gambar 4.10 Kerangka Penguatan Ekonomi Domestik Melalui Upaya Percepatan
Pengurangan Kemiskinan 112
22. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
xvii
Gambar 4.11 Skema Pencapaian Stabilitas Politik 114
Gambar 4.12 Kerangka Peningkatan Kinerja Birokrasi Terhadap Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat 115
Gambar 5.1 Peran Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 122
Gambar 5.2 Mekanisme Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Melalui Skema
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) 128
Gambar 5.3 Tahapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
Tahun 2014 148
Gambar 5.4 Faktor Pendukung Daya Saing Daerah 158
25. 2 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Perkembangan Kondisi Ekonomi Global
Kondisi ekonomi global di tahun 2012 diperkirakan masih belum membaik, karena masih
rentannya proses pemulihan negara-negara Eropa yang terlilit krisis utang dan terjadinya
perlambatan ekonomi negara-negara maju dan emerging market. Krisis yang dialami negara-
negara Eropa terkait utang dan defisit fiskal masih belum teratasi dengan baik sehingga kondisi
ekonomi global akan masih diliputi oleh ketidakpastian. Sementara itu, pemulihan ekonomi AS
masih rentan terhadap guncangan. Spanyol yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar
keempat di Eropa diprediksi akan menjadi anggota keempat Uni Eropa yang membutuhkan
dana talangan. Utang negara Spanyol mencapai €709 miliar atau sekitar 2 kali jumlah utang
gabungan tiga negara yang mendapat dana talangan sebelumnya (Yunani, Irlandia dan
Portugal), sehingga dana talangan untuk menyelamatkan perekonomian Spanyol akan menjadi
beban yang berat bagi zona Eropa. Namun demikian, dampak krisis Eropa maupun AS
terhadap ekonomi Indonesia ini secara keseluruhan relatif terkendali hingga saat ini.
Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat menjadi 3,5 persen pada tahun 2012 dan
3,9 persen pada tahun 2013 (IMF, World Economic Outlook, Juli 2012) disebabkan oleh proses
pemulihan AS yang rentan, keberlanjutan krisis keuangan Eropa, serta kemampuan ekonomi
Asia yang menurun. Negara maju diperkirakan hanya tumbuh sebesar 1,4 persen pada tahun
2012 dan 1,9 persen pada tahun 2013. Bahkan ekonomi di beberapa negara Eropa, seperti:
Italia, Spanyol dan Yunani, diproyeksi tumbuh negatif pada tahun 2012.
Sementara itu, negara berkembang Asia akan menjadi penopang pertumbuhan dunia ditengah
krisis global, yang diperkirakan tumbuh mencapai 7,1 persen pada tahun 2012. China dan India
sebagai negara emerging diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 8,0 persen dan 6,1
persen pada tahun 2012. ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina)
diproyeksi mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada tahun 2012.
Sisi permintaan yang menurun di Kawasan Eropa dan Amerika Serikat telah menyebabkan
volume perdagangan dunia cenderung tumbuh melambat. Akibatnya, aktivitas ekonomi
negara-negara berkembang dan emerging market cenderung menurun, karena sebagian
negara berkembang merupakan pemasok utama pasar Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini
kemudian berdampak terhadap menurunnya harga komoditas global non-energi terutama
komoditas yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri.
26. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
3
1.1.2 Perkembangan Ekonomi Regional
Pergeseran geopolitik dan geoekonomi dunia yang ditandai dengan menguatnya peran Asia
sebagai pusat kekuatan ekonomi global telah terjadi dalam satu dekade terakhir. Beberapa
negara di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan, telah lebih dulu maju dengan mengandalkan
perkembangan sektor industrinya. Selanjutnya, China dan India menyusul sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi regional dengan statusnya sebagai negara emerging dengan populasi
terbesar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara itu, Indonesia dan negara anggota
ASEAN lainnya yang memiliki total jumlah penduduk sekitar 598 juta jiwa dan nilai PDB
mencapai US$ 1,85 triliun atau sekitar tiga persen dari PDB dunia menjadi kawasan strategis
dalam tatanan ekonomi global.
Dalam rangka mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, makmur, serta memiliki daya
saing yang ditandai dengan kemampuan menjalankan perdagangan barang, jasa, investasi dan
modal yang bebas, para kepala negara ASEAN telah mencanangkan ASEAN VISION 2020.
Sasaran akhir ASEAN VISION 2020 adalah kerjasama dalam bidang politik dan keamanan,
ekonomi, serta sosial budaya yang tertuang dalam perwujudan Masyarakat ASEAN tahun
2020 dengan berlandaskan pada tiga pilar yaitu: (i) Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN
Security Community); (ii) Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community); dan (iii)
Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). Pada Pertemuan 12th
ASEAN Summit di Cebu, Filipina, bulan Januari 2007 dideklarasikan Percepatan untuk
Membangun Masyarakat Bersama ASEAN (ASEAN Community) dari tahun 2020 menjadi tahun
2015 (Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina), 2020 (Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam) dan 2010 (Singapura dan Brunei Darussalam). Kemudian pada Pertemuan 13th
ASEAN Summit di Singapura bulan November 2007 ditandatangani ASEAN Charter dan Cetak
Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC Blueprint) yang
merupakan momentum perkuatan komitmen bersama dari negara-negara ASEAN yang
mengikat secara hukum bagi terwujudnya AEC. Dalam perkembangannya, pelaksanaan AEC
berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan
sosial budaya.
Pembentukan AEC 2015 menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan arus barang, jasa,
investasi, pekerja terampil dan arus modal yang lebih bebas, mempunyai daya saing tinggi,
dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata, serta terintegrasi dalam ekonomi global.
Pembentukan AEC 2015 menimbulkan tantangan bagi Indonesia berupa keharusan untuk
meningkatkan pemahaman publik dalam negeri mengenai ASEAN baik bagi kalangan
Pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah; serta
meningkatkan daya saing nasional. Disamping itu, pembentukan AEC akan memberikan
peluang bagi Indonesia dengan terbukanya pasar baru bagi barang, jasa, investasi, pekerja
terampil dan arus modal di kawasan ASEAN. Dalam menghadapi AEC 2015, bangsa Indonesia
harus bekerja keras untuk memperkuat ketahanan nasional sebagai prasyarat untuk dapat
bersaing dengan bangsa lain. Langkah ini hanya dapat dilakukan dengan memperbaiki kinerja
27. 4 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
ekonomi nasional yang didukung struktur ekonomi yang kuat, pelaku ekonomi yang berdaya
saing tinggi, berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan yang tersebar di seluruh Wilayah
Nusantara dan meratanya pembangunan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Dengan
demikian, diharapkan Indonesia akan dapat menarik manfaat dari integrasi ekonomi kawasan
yang berdaya saing tinggi dan terintegrasi dalam ekonomi global, sehingga pada gilirannya
akan memberikan manfaat ekonomi secara luas bagi seluruh rakyat Indonesia.
1.1.3 Perkembangan Ekonomi Nasional dan Pentingnya Peningkatan Ekonomi
Domestik Untuk Meredam Dampak Krisis Global
Saat ini, tingkat persaingan di antara negara-negara berkembang semakin tinggi. Era
globalisasi dan kesepakatan perdagangan bebas telah menyebabkan tipisnya batas antar
negara, rendahnya hambatan perdagangan barang dan jasa, serta semakin mudahnya arus
masuk dan keluar investasi dari suatu negara. Globalisasi telah mendorong semangat
persaingan antar negara, sehingga setiap negara dituntut untuk meningkatkan daya saingnya
dengan cara lebih produktif dan efisien. Hal ini menyebabkan produk barang dan jasa
domestik akan mengalami tingkat persaingan yang cenderung semakin tinggi, baik di pasar
global maupun di pasar domestik. Persaingan yang semakin ketat ini tidak hanya dirasakan di
tingkat nasional, tetapi juga akan sangat terasa di tingkat daerah.
Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, perekonomian domestik harus tetap
terjaga dengan fundamental ekonomi yang tetap kokoh dan daya saing yang lebih baik.
Kondisi ini tentunya akan menjadi suatu keharusan bagi Indonesia dan masing-masing daerah
untuk terus bekerja keras dan bersaing dengan negara lain. Langkah ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan daya saing bangsa, memperbaiki kinerja ekonomi nasional yang
didukung struktur ekonomi yang kuat, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan yang
tersebar di seluruh Wilayah Nusantara dan meningkatkan pembangunan wilayah tertinggal
dan wilayah perbatasan.
Momentum pertumbuhan ekonomi perlu tetap dijaga agar peningkatan kesejahteraan rakyat
terutama pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran dapat dipercepat. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pun perlu dilakukan tanpa mengesampingkan
persoalan lingkungan. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN 2010-2014) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, pelaksanaan
pembangunan di pusat dan di daerah perlu dilaksanakan melalui empat jalur strategi, yaitu
pertumbuhan (pro-growth), kesempatan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan (pro-poor)
dan pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Perekonomian domestik yang kuat, berdaya saing, berdaya tahan, menyejahterakan rakyat
serta stabil secara keseluruhan akan bergantung kepada daerah, terutama karena era otonomi
daerah. Dengan kata lain, tingginya daya saing daerah di Indonesia secara keseluruhan akan
28. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
5
menjadi ujung tombak daya saing nasional, yang akan menjadi faktor terpenting untuk
Indonesia dalam bersaing di tingkat global (PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD, 2008).
Peningkatan daya tahan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat serta pemantapan
stabilitas sosial politik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga
menjadi tanggung jawab daerah.
Peningkatan perekonomian domestik, baik oleh daerah dan nasional akan menjadi modal
utama untuk menjaga momentum pembangunan dan melakukan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi untuk menuju ke arah transformasi ekonomi menjadi negara maju
dan berdaya saing. Oleh sebab itu, peran daerah untuk meningkatkan daya saing daerahnya
akan sangat bergantung kepada kemampuan daerah untuk melakukan identifikasi faktor
penentu daya saing dan strategi untuk meningkatkan daya saing.
Sementara itu untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi, Pemerintah
telah meluncurkan berbagai kebijakan untuk mendorong implementasi dari Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Keberhasilan
pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut sangat ditentukan oleh peran aktif Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, bersama-sama dengan Pemerintah Pusat. Oleh
sebab itu, penguatan sinergi dan koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi sangat penting untuk mendorong peningkatan daya
saing dan penguatan ekonomi domestik.
1.2 Maksud dan Tujuan
Buku Pegangan (Handbook) Perencanaan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah ini
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang pentingnya peran perencanaan daerah
untuk mendukung penguatan perekonomian domestik, serta memberikan panduan bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tahun 2012 – 2013 dalam
menentukan strategi-strategi yang dapat memberikan kontribusi terhadap penguatan
perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat.
Secara rinci, tujuan penyusunan Buku Pegangan (Handbook) Perencanaan Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah Tahun 2012 – 2013 adalah sebagai berikut:
1. Membangun kesepahaman tentang pentingnya dukungan daerah dalam mendorong
dan meningkatkan penguatan perekonomian domestik bagi peningkatan dan
perluasan kesejahteraan rakyat;
2. Menjelaskan langkah-langkah perencanaan dan strategi yang perlu dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam rangka mendukung penguatan perekonomian domestik
bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat di daerah.
31. 8 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
BAB II
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2013
2.1 Target Pertumbuhan Ekonomi
Dengan berbagai tantangan yang ada, sasaran pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 adalah
sekitar 6,5 persen. Sementara itu, pada tahun 2013, diharapkan perekonomian dapat lebih
baik lagi dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 - 7,2 persen. Investasi dan
konsumsi masyarakat pada tahun 2012 dan 2013 diharapkan akan menjadi sumber
pertumbuhan ekonomi, dengan target pertumbuhan untuk investasi adalah sebesar 10,9
persen pada tahun 2012 dan 11,9 - 12,3 persen pada tahun 2013.
Tabel 2.1
Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2012 – 2013
2012 2013
PERTUMBUHAN EKONOMI ( persen) 6,5 6,8 - 7,2
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Masyarakat 4,9 4,8 - 5,2
Konsumsi Pemerintah 6,8 6,7 - 7,1
PMTB 10,9 11,9 - 12,3
Ekspor Barang dan Jasa 9,9 11,7 - 12,1
Impor Barang dan Jasa 11,4 13,5 - 13,9
Sisi Produksi
Pertanian 3,5 3,7 - 4,1
Pertambangan 2,0 2,8 - 3,2
Industri Pengolahan 6,1 6,5 - 6,9
Listrik, Gas dan Air Bersih 6,2 6,6 - 7,0
Bangunan 7,0 7,5 - 7,9
Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,9 8,9 - 9,3
Pengangkutan dan Komunikasi 11,2 12,1 - 12,5
Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 6,3 6,1 - 6,5
Jasa-jasa 6,2 6,0 - 6,4
LAJU INFLASI ( persen) 6,8 4,5 - 5,5
PENGANGGURAN TERBUKA ( persen) 6,4-6,6 5,8 - 6,1
PENDUDUK MISKIN ( persen) 10,5-11,5 9,5 - 10,5
Sumber: Bappenas (RKP 2013 )
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 didorong dengan upaya meningkatkan investasi,
menjaga ekspor nonmigas, serta memberi dorongan fiskal dalam batas kemampuan keuangan
negara dengan mempertajam belanja negara. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter dan
sektor riil, ditingkatkan untuk mendorong peran masyarakat dalam pembangunan ekonomi.
Sementara itu, daya beli masyarakat perlu dijaga untuk dapat tetap menjaga peran konsumsi
masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka akan menurun menjadi
5,8 - 6,1 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi 9,5 – 10,5 persen
pada tahun 2013.
32. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
9
2.2 Tujuh Arahan Presiden
Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional yang tinggi, ditengah berbagai tantangan
yang ada, pemerintah perlu melakukan upaya-upaya khusus. Untuk itu pada Sidang Kabinet
Paripurna 24 April 2012, Presiden memberikan 7 (tujuh) arahan pokok dalam upaya
mencapai target pertumbuhan ekonomi 2012 sebesar 6,5 persen. Adapun arahan tersebut
adalah:
1. Mendorong percepatan belanja pemerintah sehingga dapat menstimulasi
pertumbuhan ekonomi, termasuk didalamnya menyelesaikan perubahan Peraturan
Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa -
Pemerintah;
2. Menjaga tingkat daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi pada tingkat yang
rendah;
3. Mengoptimalkan program perlindungan sosial antara lain Jamkesmas, Program
Keluarga Harapan, PNPM, BOS dan Raskin;
4. Menerbitkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan investasi;
5. Peningkatan daya saing ekspor, terutama produk ekspor non migas melalui
diversifikasi tujuan ekspor dengan meningkatkan keberagaman dan kualitas produk;
6. Penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran
barang serta menciptakan iklim usaha yang sehat;
7. Mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing
produk domestik di pasar dalam negeri.
2.3 Tema dan Prioritas RKP 2013
Dengan berbagai kondisi perkembangan ekonomi terkini tersebut, pemerintah melalui
mekanisme perencanaannya telah menyusun langkah-langkah pembangunan dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP), baik yang sedang berjalan yaitu RKP 2012 maupun perencanaan
tahun depan dalam RKP 2013. Hal ini demi mencapai sasaran pembangunan 5 (lima) tahun
dalam RPJMN 2010-2014 yaitu “Mewujudkan Indonesia yang Demokratis, Sejahtera dan
Berkeadilan”. Adapun tema dari RKP, ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Pada tahun 2012, tema pembangunan nasional adalah: “Percepatan dan Perluasan
Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan bagi Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat”. Indonesia harus siap menghadapi situasi yang dinamis dan penuh
tantangan tersebut, menjaga momentum pertumbuhan yang telah dicapai, bahkan
mempercepat dan memperluas pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif serta
berkeadilan. Pertumbuhan ekonomi tersebut pada gilirannya harus dapat menciptakan
33. 10 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
lapangan kerja yang lebih banyak dan pada gilirannya mempercepat pengurangan
kemiskinan.
Gambar 2.1
Tema Pembangunan Yang Tertuang Dalam RKP
Pada tahun 2013, tema pembangunan yang dituangkan dalam RKP adalah: “Memperkuat
Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat”.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, perlu didorong dengan kemampuan
pemerataan pembangunan yang lebih luas. Dalam kaitan dengan itu, potensi perekonomian
domestik yang besar akan ditumbuhkembangkan guna menghadapi berbagai tantangan
eksternal perlambatan perekonomian dunia. Daya tahan perekonomian terus diperkuat,
dengan peningkatan daya saing nasional terutama di sektor-sektor produksi, yaitu industri,
pertanian dan pariwisata. Semua ini perlu didorong dengan pembangunan infrastruktur,
penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta penyelesaian
berbagai hambatan perekenomian terutama melalui reformasi birokrasi dan pemberantasan
korupsi.
Sebagai penjabaran RPJMN 2010-2014, pembangunan nasional dalam RKP 2012 dan RKP 2013
dituangkan ke dalam 11 Prioritas Nasional dan 3 Prioritas Lainnya, termasuk di dalamnya
prakarsa-prakarsa baru yang terintegrasi dengan RPJMN dan RKP untuk menanggapi situasi
kekinian dan menjaga momentum positif yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan
selama ini. Prakarsa-prakarsa baru tersebut menunjukkan bahwa Indonesia selalu siap dalam
mengantisipasi dan merespon berbagai perkembangan yang terjadi serta melakukan
perubahan untuk mencapai kemajuan dan hasil pembangunan yang lebih baik. Selanjutnya,
11 Proritas Nasional dan 3 Prioritas Lainnya ditunjukkan pada Gambar 2.2.
2010
•Pemulihan Perekonomian Nasional Dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat
2011
•Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkeadilan Didukung Oleh Pemantapan Tatakelola Dan
Sinergi Pusat Dan Daerah
2012
•Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
2013
•MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DOMESTIK BAGI PENINGKATAN DAN PERLUASAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT
Sumber: RKP 2013, Bappenas
34. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
11
Gambar 2.2
Prioritas Pembangunan Nasional RPJMN 2010-2014
Sumber: RKP 2013, Bappenas
2.4 Isu Strategis 2013
Dalam tahun 2013, perekonomian domestik akan lebih ditingkatkan guna menghadapi
perekonomian dunia yang masih beresiko dan persaingan yang semakin ketat. Potensi
perekonomian domestik yang besar akan lebih didorong untuk berkembang. Investasi akan
terus didorong, baik investasi yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, yang akan
didukung oleh pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi. Pembangunan
infrastruktur dibangun untuk memperkuat national connectivity dan ketahanan energi,
melalui pembiayaan pemerintah, dunia usaha dan kerjasama pemerintah dan swasta. Untuk
itu hambatan perekonomian, terutama inefisiensi/hambatan-hambatan birokrasi, korupsi dan
pelayanan perijinan akan ditangani secara serius agar tercipta iklim investasi dan usaha yang
lebih baik. Pembangunan infrastruktur, penguatan kelembagaan, serta peningkatan
kesehatan dan pendidikan sangat penting untuk mendorong produktivitas ekonomi.
Kebijakan pemerintah dalam perkuatan ekonomi domestik telah dituangkan pada RKP 2013,
dimana terdapat empat isu strategis yang menjadi fokus pemerintah. Isu strategis tersebut
adalah peningkatan daya saing nasional, peningkatan daya tahan ekonomi, peningkatan dan
perluasan kesejahteraan rakyat dan pemantapan stabilitas sosial politik. Isu strategis yang
menjadi fokus pemerintah pada tahun 2013 ditunjukkan pada Gambar 2.3.
ReformasiBirokrasi dan Tata Kelola
Pendidikan
Kesehatan
Penanggulangan Kemiskinan
Ketahanan Pangan
Infrastruktur
Iklim Investasidan Iklim Usaha
Energi
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik
Kebudayaan, Kreativitas dan InovasiTeknologi
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Bidang Perekonomian
Bidang Kesejahteraan Rakyat
35. 12 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Gambar 2.3
Isu Strategis Pembangunan Nasional Dalam RKP 2013
Sumber: RKP 2013 (diolah)
Peningkatan Daya Saing
Peningkatan daya saing nasional perlu ditingkatkan pada sektor-sektor produksi, utamanya
industri, pertanian dan pariwisata. Pembangunan industri didorong untuk meningkatkan nilai
tambah berbagai komoditi unggulan di berbagai Wilayah Indonesia, khususnya koridor-
koridor ekonomi dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Namun demikian, daya saing nasional dapat meningkat, jika daya saing daerah lebih baik.
Peningkatan daya saing nasional tidak dapat lepas dari kemampuan daerah untuk
meningkatkan daya saingnya. Oleh sebab itu, peningkatan daya saing nasional perlu dilakukan
melalui peningkatan daya saing daerah secara merata dan terintegrasi.
Dalam rangka peningkatan daya saing, iklim investasi akan terus diperbaiki, dengan indikator
pencapaiannya adalah target pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap
Bruto/PMTB) sebesar 10,9 persen pada tahun 2012 dan 12,1 persen pada tahun 2013. Selain
itu, untuk peningkatan daya saing nasional akan dilakukan juga peningkatan iklim usaha,
dimana sasarannya adalah membaiknya indikator-indikator kemudahan berusaha yang ada
pada Ease of Doing Business. Target perbaikan iklim usaha pada tahun 2013 adalah: (1) waktu
memulai usaha turun menjadi 20 hari; (2) waktu perijinan mendirikan bangunan yang turun
menjadi 137 hari; (3) waktu perolehan akses listrik menjadi 90 hari; serta (4) waktu
pendaftaran properti menjadi 20 hari.
Sementara itu, langkah-langkah pemerintah untuk mencapai hal tersebut dituangkan pada
Prioritas Nasional 7, dengan upaya yang difokuskan pada: (1) penyederhanaan prosedur
investasi dan prosedur berusaha; (2) peningkatan efisiensi logistik nasional; (3)
Peningkatan Daya Saing
•Peningkatan Iklim Investasi
dan Usaha;
•Percepatan Pembangunan
Infrastruktur;
•Peningkatan Pembangunan
Industri di Berbagai Koridor
Ekonomi;
•Penciptaan Kesempatan
Kerja khususnya Tenaga
Kerja Muda;
Peningkatan Daya Tahan
Ekonomi
•Peningkatan Ketahanan
Pangan: Menuju
Pencapaian Surplus Beras
10 juta ton;
•Peningkatan Rasio
Elektrifikasi dan Konversi
Energi;
Peningkatan Dan
Perluasan Kesejahteraan
Rakyat
•Peningkatan Pembangunan
Sumber Daya Manusia;
•Percepatan Pengurangan
Kemiskinan: Sinergi Klaster
1-4;
Pemantapan Stabilitas
Sospol
•Persiapan Pemilu 2014;
•Perbaikan Kinerja Birokrasi
dan Pemberantasan
Korupsi;
•Percepatan Pembangunan
Minimum Essential Force.
36. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
13
pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK); dan (4) harmonisasi kebijakan
ketenagakerjaan.
Percepatan pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mendukung penguatan konektivitas
di dalam wilayah maupun antar wilayah. Selama ini telah diketahui bahwa arus barang di
Indonesia harus mengeluarkan biaya transportasi yang relatif tinggi sehingga tidak mampu
bersaing dengan komoditas impor. Melalui penguataan konektivitas antar wilayah dan di
dalam wilayah itu sendiri diharapkan akan menurunkan biaya transportasi barang dan jasa
khususnya ke daerah-daerah yang berada jauh dari lokus produksi barang yang nantinya akan
menguntungkan para pelaku usaha (produsen), masyarakat (konsumen) dan pemerintah.
Sasaran yang akan dicapai dalam percepatan pembangunan infrastruktur adalah kondisi
mantap jalan nasional yang mencapai 92,5 persen pada tahun 2013 dan pangsa angkutan laut
ekspor impor yang mencapai 12 persen.
Tabel 2.2
Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan Daya Saing
ISU STRATEGIS
2011 2012 2013
1. Peningkatan Iklim Investasi dan Usaha
a. Peningkatan Investasi (%) 8,8 10,9 11,1
b. Tingkat Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business)1
:
Waktu untuk memulai usaha (hari) 45 36 20
Perijinan mendirikan bangunan (hari) 158 145 137
Perolehan akses listrik (hari) 108 108 90
Pendaftaran properti (hari) 22 22 20
2. Percepatan Pembangunan Infrastruktur: Domestic Connectivity
a. Kondisi Mantap Jalan Nasional (%) 88,50 90,50 92,50
b. Pangsa Angkutan Laut Ekspor Impor (%) 11 11,5 12
c. Pangsa Angkutan KA Barang (%) 1 2 3
d. Pangsa Angkutan KA Penumpang terhadap Total Angkutan
Umum (%)
6 8 10
e. Pertumbuhan Penumpang Angkutan Udara Dalam Negeri
(%/tahun)
9,78 10,50 11,50
f. Pertumbuhan Penumpang Angkutan Udara Luar Negeri
(%/tahun)
12,30 12,50 13,00
g. Ibukota Babupaten/Kota yang dilayani Jaringan Broadband
(%)
66 76 83
3. Peningkatan Pembangunan Industri di Berbagai Koridor
Ekonomi
a. Peningkatan Industri Pengolahan (%) 6,2 6,1 6,7
b. Peningkatan Industri Pengolahan Nonmigas (%) 6,8 6,6 7,2
4. Penciptaan Kesempatan Kerja khususnya Tenaga Kerja Muda
— Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 6,6 6,4-6,6 6,0-6,4
Peningkatan Keahlian untuk Bekerja (orang) 449.099 395.434 502.880
Peningkatan Kualitas Pemagangan Berdasarkan
Kebutuhan Industri (orang)
34.150 58.500 34.750
Peningkatan Akses Berusaha dan Berwirausaha bagi
Tenaga Kerja Muda (orang)
40.367 32.530 52.080
Sumber: RKP 2013, Bappenas
1
Data pencapaian target kemudahan berusaha tahun ke-n akan diperoleh di awal tahun ke-n+1.
37. 14 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Peningkatan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi pada tahun 2013 akan
dilakukan dengan sasaran peningkatan industri pengolahan sebesar 6,7 persen dan
peningkatan industri pengolahan non migas sebesar 7,2 persen. Selain itu, peningkatan daya
saing ditargetkan pula dengan menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 6,0-6,4
persen pada tahun 2013.
Peningkatan Daya Tahan Ekonomi
Kebutuhan penyediaan pangan terus meningkat baik jumlah maupun kualitasnya seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahun dan peningkatan pendapatan
masyarakat. Penyediaan pangan pokok seperti beras tidak bisa mengandalkan dari luar
negeri, oleh karena itu produksi dalam negeri harus ditingkatkan. Ketahanan pangan yang
kuat akan menjadi salah satu pendorong dalam menciptakan perekonomian yang berdaya
tahan. Dalam hal ini, beberapa langkah yang akan dilakukan pemerintah yang dimasukkan
dalam isu strategis ketahanan pangan adalah: (1) peningkatan produksi pangan, termasuk
upaya menuju surplus beras 10 juta ton per tahun mulai tahun 2014 serta pencapaian
produksi perikanan 22,39 juta ton pada tahun 2014; (2) pengembangan diversifikasi pangan;
(3) stabilisasi harga bahan pangan dalam negeri; dan (4) peningkatan kesejahteraan petani.
Selain itu, tersedianya energi juga merupakan salah satu faktor pendukung daya tahan
ekonomi nasional. Ketersediaan listrik di seluruh wilayah Indonesia merupakan suatu
keharusan, untuk itu pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi (RE) sebesar 77,6 persen.
Konversi energi dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM, mengurangi
subsidi energi, meningkatkan aksesibilitas terhadap infrastruktur energi dan meningkatkan
pasokan energi domestik juga menjadi fokus pemerintah. Dalam kaitan itu, pemerintah akan
terus melanjutkan pembangunan infrastruktur energi dalam bentuk gas serta jaringan
distribusinya.
Tabel 2.3
Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan Daya Tahan Ekonomi
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
1. Peningkatan Ketahanan Pangan: Menuju Pencapaian Surplus
Beras 10 juta ton
a. Produksi Padi (juta ton GKG) 65,7 67,8 72,1
b. PenurunanKonsumsi Beras (%/tahun) 1,5 1,5 1,5
c. Pencetakan Sawah Baru (ribu ha) 62,1 100 100
2. Peningkatan Rasio Elektrifikasi dan Konversi Energi
Peningkatan Rasio Elektrifikasi
a. Rasio Elektrifikasi (%) 72,95 73,60 77,60
b. Rasio Desa Berlistrik (%) 96,02 96,70 97,80
c. Kapasitas Pembangkit (MW) 37.353 43.653 48.555
Pelaksanaan Konversi Gas
a. Pembangunan Jaringan Distribusi Gas untuk Rumah Tangga
(kota)
5 5 4
b. Sambungan Gas ke Rumah Tangga 17.939 16.000 16.000
Sumber: RKP 2013, Bappenas
38. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
15
Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
Perekonomian domestik yang kuat tentunya ditujukan untuk peningkatan dan perluasan
kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini perlu didorong dengan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, yaitu berpendidikan dan sehat. Layanan pendidikan yang berkualitas, terjangkau,
relevan dan efisien menjadi kebutuhan mendasar dalam menciptakan SDM yang cerdas,
terampil, produktif, mandiri, berbudi pekerti luhur, serta memiliki karakter bangsa yang kuat.
Isu strategis pendidikan diarahkan untuk pemenuhan layanan pendidikan dasar, menengah,
tinggi yang berkualitas, berdaya saing dan selaras dengan kebutuhan pembangunan.
Sementara itu, peningkatan kualitas SDM yang sehat juga perlu diraih dengan peningkatan
akses dan layanan kesehatan yang berkualitas, merata, terjangkau dan terlindungi bagi
penduduk Indonesia. Antara lain dengan: (1) peningkatan akses pelayanan kesehatan dan gizi
yang berkualitas bagi ibu dan anak; (2) peningkatan pengendalian penyakit menular dan tidak
menular serta penyehatan lingkungan; (3) peningkatan profesionalisme dan pendayagunaan
tenaga kesehatan yang merata; (4) peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan; (5)
peningkatan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan, jaminan keamanan, khasiat/manfaat
dan mutu obat, alat kesehatan dan makanan, serta daya saing produk dalam negeri; (6)
peningkatan akses pelayanan KB berkualitas yang merata.
Peningkatan dan perluasan kesejahteraan masyarakat perlu didukung dengan upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan. Saat ini pemerintah sedang menyusun dokumen Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) 2011-2025. MP3KI
diarahkan untuk mendorong perwujudan pembangunan yang lebih inklusif dan berkeadilan,
khususnya bagi masyarakat miskin dan marjinal sehingga dapat terlibat langsung dan
menerima manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. MP3KI merupakan kebijakan
afirmatif dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi yang pro-growth, pro-poor, pro-
job dan pro-environment.
Tabel 2.4
Sasaran Pokok Isu Strategis Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
1. Peningkatan Pembangunan Sumber Daya Manusia
Pendidikan
a. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke
Atas (tahun)
7,75 7,85 8,25
b. Angka Buta Aksara Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas (%) 5,17 4,8 4,40
c. APM SD/SDLB/MI/Paket A (%) 95,3 95,7 95,80
d. APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B (%) 74,7 75,4 76,00
e. APK SD/SDLB/MI/Paket A (%) 117,6 118,2 118,6
f. APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B (%) 101,5 103,9 106,8
g. APK SMA/SMK/MA/Paket C (%) 76,0 79,0 82,0
h. APK PT usia 19-23 Tahun (%) 26,1 27,4 28,24
i. APS Penduduk Usia 7-12 Tahun (%) 98,1 98,7 99,0
j. APS Penduduk Usia 13-15 Tahun (%) 90,3 93,6 95,0
39. 16 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
Kesehatan
a. Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan dan Gizi yang Berkualitas
bagi Ibu dan Anak
Persentase Ibu Bersalin yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Terlatih (cakupan PN)
86,3 88 89
Persentase Bayi Usia 0-11 Bulan yang Mendapat Imunisasi
Dasar Lengkap
84,7 85 88
Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) 71,4 75 80
Jumlah Puskesmas yang Mendapatkan Bantuan Operasional
Kesehatan
8.608 9.236 9.323
b. Peningkatan Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular
serta Penyehatan Lingkungan
Persentase Kasus Baru TB Paru (BTA positif) yang
Disembuhkan
86,2 87 87
Angka Penemuan Kasus Malaria per 1.000 Penduduk 1,75 1,5 1,25
Persentase Provinsi yang memiliki Perda tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR)
63,6 80 90
Jumlah Desa yang Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM)
6.235 11.000 16.000
c. Peningkatan Profesionalisme dan PendayagunaanTenaga
Kesehatan yang Merata
Persentase Pemenuhan Kebutuhan SDM Aparatur (PNS dan
PTT)
62,2 80 85
Jumlah Tenaga Kesehatan yang Didayagunakan dan Diberi
Insentif di DTPK dan di DBK
1.376 3.820 5.320
d. Peningkatan Jaminan Pembiayaan Kesehatan
Jumlah TT Kelas III RS yang Digunakan untuk Pelayanan
Kesehatan (new initiave)
- - 9.600
Jumlah Puskesmas yang Memberikan Pelayanan Kesehatan
Dasar bagi Penduduk Miskin
9.125 9.236 9.323
e. Peningkatan Ketersediaan, Pemerataan, Keterjangkauan, Jaminan
Keamanan, Khasiat/Manfaat dan Mutu Obat, Alat Kesehatan dan
Makanan, serta Daya Saing Produk Dalam Negeri
Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin 87 90 95
f. Peningkatan Akses Pelayanan KB Berkualitas yang Merata
Jumlah Peserta KB baru dari Keluarga Miskin (KPS dan KS-I)
yang Mendapatkan Jaminan Ketersediaan Kontrasepsi (juta
akseptor)
4,29 3,89 3,97
Jumlah Klinik KB Pemerintah dan Swasta yang Mendapatkan
Dukungan Sarana dan Prasarana Pelayanan KB
4.700 4.700 4.700
Jumlah Klinik KB Pemerintah dan Swasta yang Mendapat
Dukungan Penggerakan Pelayanan KB
23.500 23.500 23.500
Persentase Komplikasi Berat dan Kegagalan KB yang Dilayani 0,11 0,11 0,11
Jumlah PPLKB, PLKB/PKB dan IMP yang Mendapatkan
Dukungan Operasional dan Mekanisme Operasional
Lapangan
- 501.593 745.491
Jumlah Peserta KB yang Berasal dari Anggota Kelompok BKB
yang Mendapatkan Penggerakan Rintisan BKB dan Penguatan
Kelembagaan BKB (New Inisiative)
- -
- Kelompok Rintisan 702
- Kelompok Paripurna 444
Jumlah provinsi sebagai model manajemen pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi (program KB Kencana) (New Inisiative)
- - 4
40. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
17
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
2. Percepatan Pengurangan Kemiskinan: Sinergi klaster 1-4
a. Penurunan Angka Kemiskinan (%) 12,5 10,5-11,5 9,5-10,5
Klaster I
- PKH (juta RTSM) 1,116 1,516 2,4
- Raskin (juta RTS) 17,5 17,5 17,52
15,53
- Jamkesmas (juta RTS) 8,61 9,24 9,33
- Beasiswa Miskin
i. SD/MI s/d SMA/MA/SMK (ribu siswa) 4.950,5 7.698,6 14.068,0
ii. PT Umum dan Islam (ribu mahasiswa) 239,5 303,9 186,0
Klaster II
- PNPM Perdesaan (Kecamatan) 5.020 5.100 5.230
- PNPM Perkotaan (Desa/Kelurahan) 10.948 10.948 10.922
Klaster III
- Perluasan Kredit Usaha Rakyat
i. Jumlah Provinsi 33 33 33
ii. Jumlah UMKM 27.520 27.520
Klaster IV
- Pembangunan Perumahan Swadaya/Rumah Sangat Murah
(ribu unit)
60 298,25
Sumber: RKP 2013, Bappenas
Pemantapan Stabilitas Sosial dan Politik
Perekonomian domestik yang kuat perlu didukung oleh kemantapan stabilitas sosial dan
politik. Dalam rangka hal tersebut, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan perlu
terus ditingkatkan baik di pusat dan daerah. Reformasi birokrasi di daerah harus sejalan
dengan pemantapan penataan otonomi daerah agar kapasitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah makin meningkat, khususnya dalam pengelolaan pemerintahan dan
pembangunan.
Sementara itu, kondisi sosial dan politik menuju pemilu 2014 juga perlu terus dijaga.
Tantangan penyelenggaraan pemilu sangat besar dan masyarakat menaruh harapan luar biasa
pada penyelenggaraan pemilu agar dapat berlangsung secara jujur, adil, demokratis dan
aman.
Tabel 2.5
Sasaran Pokok Isu Strategis Pemantapan Stabilitas Sosial dan Politik
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
1. Persiapan Pemilu 2014
— Tingkat Partisipasi Politik Tahun 2014 (%) 751)
2. Perbaikan Kinerja Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi
a. Indeks Persepsi Korupsi 3,0 3,2 4,0
b. Opini WTP atas Laporan Keuangan (%)
Kementerian/Lembaga 63 80 100
Provinsi 18 40 60
Kabupaten/Kota 8,5 20 40
2
Jan-Jun, PPLS 2008
3
Jul-Des, PPLS 2011
41. 18 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
ISU STRATEGIS 2011 2012 2013
c. Integritas Pelayanan Publik (Pusat) 7,07 7,25 7,5
d. Integritas Pelayanan Publik (Daerah) 6,00 6,5 7,0
e. Jumlah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Daerah (%) 85 90 100
f. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (%)
Kementerian/Lembaga 21 80 100
Provinsi - 100 100
Kabupaten/Kota - 15 40
g. Instansi Pemerintah yang Akuntabel (%)
Kementerian/Lembaga 82,93 85 90
Provinsi 63,33 65 70
Kabupaten/Kota 12,78 30 50
3. Percepatan Pembangunan Minimum Essential Force
Peningkatan Alutsista (%)
a. Matra Darat 17 30 37
b. Matra Laut 15 19 21
c. Matra Udara 22 24 31
Sumber: RKP 2013, Bappenas
45. 22 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
BAB III
KONDISI TERKINI DAERAH
3.1 Kondisi Ekonomi Nasional
3.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pada tahun 2011, kinerja ekonomi Indonesia sangat baik dengan pertumbuhan ekonomi yang
mencapai 6,5 persen, atau lebih tinggi dari tahun 2010 yang tumbuh 6,2 persen. Sementara
itu, inflasi bisa ditekan hingga 3,8 persen, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 7,0
persen. Tingkat pengangguran terbuka serta penduduk miskin juga menurun hingga mencapai
masing-masing sebesar 6,6 persen dan 12,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 terutama ditopang oleh ketahanan domestik berupa
investasi yang meningkat dan daya beli masyarakat yang terjaga serta ekspor barang dan jasa
yang tetap tumbuh. Stabilitas ekonomi Indonesia pada tahun 2011 masih terjaga di tengah
berbagai krisis eksternal.
Di sisi pengeluaran, investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada tahun
2011 meningkat dengan pertumbuhan sebesar 8,8 persen. Pengeluaran pemerintah juga
meningkat sebesar 3,2 persen. Sementara itu, konsumsi masyarakat tetap tumbuh sebesar
4,7 persen, sama dengan tahun sebelumnya. Di lain pihak, ekspor dan impor tumbuh
melambat karena dampak dari krisis global, dimana pertumbuhannya masing-masing sebesar
13,6 persen dan 13,3 persen.
Di sisi produksi, sektor pertanian tumbuh 3,0 persen dan sektor industri pengolahan
diperkirakan tumbuh 6,2 persen. Sektor tersier yang meliputi listrik, gas dan air bersih;
konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan,
real estat dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa tumbuh masing-masing sebesar 4,8 persen; 6,7
persen; 9,2 persen; 10,7 persen; 6,8 persen; serta 6,7 persen.
Kemudian pada Triwulan I tahun 2012, perekonomian Indonesia tetap tumbuh baik dengan
laju sebesar 6,3 persen. Konsumsi masyarakat dan investasi menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran, dimana kontribusi keduanya terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,1 persen. Di sisi produksi, sektor yang memberikan
sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran; Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.
Pada tahun 2012 ini, sasaran pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,5 persen. Tingkat
pertumbuhan ini diperkirakan dikontribusikan oleh antara lain pertumbuhan konsumsi
masyarakat sebesar 4,9 persen, konsumsi pemerintah sebesar 6,8 persen dan PMTB sebesar
10,9 persen. Sementara itu ekspor dan impor diperkirakan hanya tumbuh sebesar 9,9 persen
46. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
23
dan 11,4 persen dikarenakan kondisi ekonomi dunia yang masih belum pulih.
Tabel 3.1
Gambaran Ekonomi Makro Tahun 2010 – 2012
2010 2011 2012 (Sasaran)
PERTUMBUHAN EKONOMI ( persen) 6,2 6,5 6,5
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Masyarakat 4,7 4,7 4,9
Konsumsi Pemerintah 0,3 3,2 6,8
PMTB 8,5 8,8 10,9
Ekspor Barang dan Jasa 15,3 13,6 9,9
Impor Barang dan Jasa 17,3 13,3 11,4
Sisi Produksi
Pertanian 3,0 3,0 3,5
Pertambangan 3,6 1,4 2,0
Industri Pengolahan 4,7 6,2 6,1
Listrik, Gas dan Air Bersih 5,3 4,8 6,2
Bangunan 7,0 6,7 7,0
Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,7 9,2 8,9
Pengangkutan dan Komunikasi 13,4 10,7 11,2
Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha 5,7 6,8 6,3
Jasa-jasa 6,0 6,7 6,2
LAJU INFLASI ( persen) 7,0 3,8 6,8
PENGANGGURAN TERBUKA ( persen) 7,1 6,6 6,4-6,6
PENDUDUK MISKIN ( persen) 13,3 12,5 10,5-11,5
Sumber: Bappenas (RKP 2013)
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan dikontribusikan oleh
antara lain pertumbuhan sektor pertanian, pertambangan dan industri pengolahan masing-
masing sebesar 3,5 persen, 2,0 persen dan 6,1 persen. Sementara itu sektor listrik, gas dan air
bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi;
keuangan, real estat dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa masing-masing diperkirakan tumbuh
sebesar 6,2 persen; 7,0 persen; 8,9 persen; 11,2 persen; 6,3 persen dan 6,2 persen.
3.1.2 Tingkat Kemiskinan
Secara nasional, jumlah penduduk miskin selama periode 2006-2012 mengalami penurunan
yang signifikan, dari 39,3 juta jiwa pada 2006 menjadi 29,13 juta jiwa pada 2012 sehingga
selama periode tersebut jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 10,17 juta jiwa atau
secara rata-rata sebesar 1,45 juta jiwa per tahun (Gambar 3.1). Tren yang serupa juga terjadi
dalam perkembangan persentase penduduk miskin dalam periode yang sama, dimana terjadi
penurunan yang tajam dari sekitar 17,75 persen pada 2006 menjadi sekitar 11,96 persen pada
2012. Dengan demikian, selama periode 2006-2012 terjadi penurunan persentase penduduk
miskin sekitar 32,6 persen atau secara rata-rata sekitar 4,65 persen per tahun.
47. 24 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Gambar 3.1
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2006 - 2012
Dengan menggunakan data kemiskinan yang mutakhir (Susenas, Maret 2012), jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada Maret tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang (11,96
persen). Apabila dibandingkan dengan perhitungan jumlah penduduk miskin berdasarkan
Susenas Maret 2011 yang berjumlah 30,02 juta (12,49 persen) maka terjadi penurunan
jumlah penduduk miskin sebesar 0,13 juta orang selama periode Maret 2011 – Maret 2012.
Selama periode tersebut, jumlah penduduk miskin menurut kawasan baik perkotaan maupun
perdesaan masing-masing turun menjadi 3,61 persen dan 2,6 persen. Jumlah penduduk
miskin di perkotaan berkurang sebesar 0,40 juta orang, sementara di perdesaan berkurang
sebesar 0,49 juta orang (Tabel 3.2). Selama periode tersebut, persentase penduduk miskin di
perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah.
Tabel 3.2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kawasan
Kawasan Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin (%)
Perkotaan
Maret 2011 11,05 9,23
September 2011
Maret 2012
10,95
10,65
9,09
8,78
Perdesaan
Maret 2011 18,97 15,72
September 2011
Maret 2012
18,94
18,48
15,59
15,12
Perkotaan+Perdesaan
Maret 2011 30,02 12,49
September 2011
Maret 2012
29,89
29,13
12,36
11,96
Sumber: BPS
39,3
37,17
34,96
32,53
31,02 30,02 29,13
17,75 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)
Sumber: BPS
48. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
25
Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: (1) inflasi umum yang relatif rendah, (2) penurunan harga eceran
beberapa komoditas bahan pokok, (3) perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan dengan
naiknya nilai tukar petani, (4) terjaganya kinerja pertumbuhan ekonomi nasional sampai
dengan triwulan III dan (5) penurunan tingkat pengangguran terbuka.
Berdasarkan wilayah, persentase penduduk miskin terbesar di Wilayah Maluku dan Papua,
yaitu sebesar 24,77 persen, sementara persentase penduduk miskin terkecil di Wilayah
Kalimantan, yaitu sebesar 6,69 persen. Namun demikian, apabila dilihat dari jumlah penduduk
maka sebagian besar penduduk miskin terkonsentrasi di Wilayah Jawa, yaitu sebesar 16,11
juta orang, sementara jumlah penduduk miskin terkecil berada di Wilayah Kalimantan, yaitu
sebesar 0,95 juta orang (Tabel 3.3).
Tabel 3.3
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah (Maret 2012)
Pulau Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Sumatera 2.075,54 4.225,33 6.300,87 10,15 13,30 12,07
Jawa 7.209,94 8.897,26 16.107,20 8,84 15,46 11,57
Bali dan Nusa Tenggara 640,23 1.393,71 2.033,94 12,13 17,03 15,11
Kalimantan 266,15 688,42 954,57 4,41 8,37 6,69
Sulawesi 341,04 1.756,20 2.097,24 5,70 14,86 11,78
Maluku dan Papua 114,33 1.524,27 1.638,60 5,88 32,64 24,77
Indonesia 10.647,23 18.485,19 29.132,42 8,78 15,12 11,96
Sumber: BPS
Pada periode Maret 2011–Maret 2012 secara umum terjadi perbaikan kondisi penduduk
miskin yang ditunjukkan adanya penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2). Nilai P1 turun dari 2,08 pada Maret 2011 menjadi 1,88 pada
Maret 2012, sementara nilai P2 turun dari 0,55 menjadi 0,47 pada periode yang sama (Tabel
3.4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan serta berkurangnya
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Berdasarkan kawasan, nilai P1 dan P2 di
perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada Maret 2012, nilai P1 untuk
perkotaan hanya 1,40 sementara di perdesaan mencapai 2,36. Selanjutnya, nilai P2 untuk
perkotaan hanya 0,36 sementara di perdesaan mencapai 0,59. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa tingkat kemiskinan di perdesaan lebih buruk daripada di perkotaan.
49. 26 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Tabel 3.4
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Menurut Kawasan
Indeks Kota Desa Kota+Desa
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Maret 2011 1,52 2,63 2,08
September 2011
Maret 2012
1,48
1,40
2,61
2,36
2,05
1,88
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2011 0,39 0,70 0,55
September 2011
Maret 2012
0,39
0,36
0,68
0,59
0,53
0,47
Sumber: BPS
3.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka
Secara nasional, tingkat pengangguran terbuka (TPT) cenderung terus menurun selama lima
tahun terakhir. Pada bulan Februari 2012 TPT nasional telah mencapai 6,32 persen, menurun
cukup tinggi dari TPT pada tahun 2008 yang masih sebesar 8,46 persen. Antara 2011 – 2012,
jumlah angkatan kerja bertambah 1,01 juta orang menjadi sebesar 120,41 juta. Dalam kurun
waktu tersebut jumlah kesempatan kerja baru yang tercipta sebesar 1,52 juta orang, sehingga
dengan demikian jumlah penganggur menurun sekitar 500 ribu orang.
Gambar 3.2
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2008 – 2012
8,46% 8,14%
7,41%
6,80%
6,32%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
0
20
40
60
80
100
120
140
2008 2009 2010 2011 2012
JutaOrang
Angkatan Kerja Bekerja Penganggur Terbuka TPT
Sumber: Sakernas, BPS
50. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
27
3.2 Kondisi Ekonomi Daerah
3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Daerah
Ukuran pasar domestik di dalam perekonomian daerah tergambar dari besarnya nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk. Pasar yang besar memiliki daya tarik
yang lebih tinggi bagi investor karena menawarkan beberapa keuntungan (agglomeration
economies). Pertama, pasar yang besar memfasilitasi para pelaku usaha untuk berproduksi
pada skala ekonomi yang optimal. Kondisi ini akan meningkatkan daya saing perusahaan-
perusahaan di daerah tersebut karena mampu berproduksi secara lebih efisien. Kedua,
semakin besar ukuran pasar semakin besar pula kemungkinan terjadinya linkages atau
keterkaitan, baik keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan. Di perekonomian
yang besar, para pelaku usaha akan lebih mudah menemukan pembeli, penyuplai bahan
baku, maupun industri pengguna produknya untuk diolah lebih lanjut. Ketiga, daerah-daerah
dengan populasi besar juga memfasilitasi berfungsinya pasar tenaga kerja secara lebih efisien.
Dalam hal ini pengusaha akan lebih mudah menemukan tenaga kerja dengan spesialisasi yang
sesuai dengan kebutuhan di daerah padat penduduk dibandingkan dengan di daerah
berpenduduk sedikit. Bagi pekerja kondisi ini juga memberikan manfaat bagi peningkatan
spesialisasi. Kondisi ini berpotensi meningkatkan produktivitas dalam perekonomian.
Keuntungan aglomerasi yang terakhir adalah adanya eksternalitas positif dari
terkonsentrasinya industri dan investasi di suatu lokasi, berupa limpahan (spillover) informasi
dan pengetahuan.
Gambar 3.3
PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010
(4)
-
4
8
12
-
300
600
900
NAD
SumateraUtara
SumateraBarat
Riau
Jambi
SumateraSelatan
Bengkulu
Lampung
Kep.BangkaBelitung
Kep.Riau
DKIJakarta
JawaBarat
JawaTengah
DI.Yogyakarta
JawaTimur
Banten
Bali
NusaTenggaraBarat
NusaTenggaraTimur
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
SulawesiUtara
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo
SulawesiBarat
Maluku
MalukuUtara
PapuaBarat
Papua
Persen
RpTriliun
PDRB ADHB Th. 2010 (Rp Trilyun) Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi 2005-2010
Sumber: BPS
51. 28 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Pola di atas juga nampak dalam kinerja perekonomian daerah (provinsi) di Indonesia. PDRB
provinsi-provinsi di Jawa mendominasi PDRB provinsi-provinsi lainnya dalam hal peran PDRB
terhadap perekonomian nasional. DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat adalah tiga provinsi
dengan PDRB terbesar, masing-masing berperan sebesar 16,4 persen, 14,8 persen dan 14,7
persen terhadap perekonomian nasional (total PDRB 33 provinsi). Sementara itu Maluku
Utara, Gorontalo dan Maluku merupakan tiga provinsi dengan PDRB terkecil secara nasional
dengan peran masing-masing kurang dari 0,2 persen.
Provinsi-provinsi di Jawa juga masih merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Wilayah lain yang memiliki kinerja pertumbuhan baik adalah Sulawesi. Bahkan dalam lima
tahun terakhir kinerja pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Sulawesi termasuk yang
paling tinggi di antara provinsi-provinsi lainnya. Bila kecenderungan ini terus berlanjut maka
peran Wilayah Sulawesi yang saat ini relatif kecil akan semakin meningkat dan semakin
penting sebagai pendorong pertumbuhan Wilayah Kawasan Timur Indonesia.
3.2.2 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi
Secara geografis, konsentrasi penduduk miskin pada tahun 2011 masih berada di Wilayah
Jawa, terutama di Jawa Barat (4,7 juta jiwa), Jawa Tengah (5,1 juta jiwa) dan Jawa Timur (5,4
juta jiwa). Diluar ketiga provinsi tersebut masih terdapat provinsi-provinsi lain dengan jumlah
penduduk miskin lebih dari 1 juta orang, yaitu Sumatera Utara (1,4 juta jiwa), Sumatera
Selatan (1,07 juta jiwa), Lampung (1,2 juta jiwa) dan Nusa Tenggara Timur (1,01 juta jiwa).
Secara nasional, Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin terbesar, sedangkan Papua
memiliki persentase penduduk miskin terbesar (Gambar 3.4).
Gambar 3.4
Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Tahun 2011
0
5
10
15
20
25
30
35
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
NAD
SumateraUtara
SumateraBarat
Riau
Jambi
SumateraSelatan
Bengkulu
Lampung
Kep.BangkaBelitung
Kep.Riau
DKIJakarta
JawaBarat
JawaTengah
DIYogyakarta
JawaTimur
Banten
Bali
NusaTenggaraBarat
NusaTenggaraTimur
KalimantanBarat
KalimantanTengah
Kalimantanselatan
KalimantanTimur
SulawesiUtara
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo
SulawesiBarat
Maluku
MalukuUtara
PapuaBarat
Papua
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)
Sumber: BPS
52. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
29
Dalam publikasi yang berjudul Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi
Indonesia, 2012, Badan Pusat Statistik (BPS) telah memetakan kabupaten/kota di masing-
masing provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin tertinggi dan terendah pada 2010.
Dari pemetaan tersebut tercatat bahwa kabupaten Deyai di provinsi Papua memiliki
persentase penduduk miskin tertinggi secara nasional, yaitu sekitar 49,58 persen, sedangkan
kota Tangerang Selatan memiliki persentase penduduk miskin terendah, yaitu sekitar 1,67
persen.
Tabel 3.5
Kabupaten/Kota Dengan Persentase Penduduk Miskin Tertinggi dan Terendah
Per Provinsi Tahun 2010
Provinsi Kabupaten/Kota Tertinggi
%
Kabupaten/Kota Terendah
%
NAD Kab. Bener Meriah 26,23 Kota Banda Aceh 9,19
Sumatera Utara Kota Gunungsitoli 33,87 Kab. Deli Serdang 5,34
Sumatera Barat Kab. Kepulauan Mentawai 19,77 Kota Sawahlunto 2,48
Riau Kab. Kepulauan Meranti 42,57 Kota Pekan Baru 4,20
Kepulauan Riau Kab. Lingga 15,83 Kab. Kepulauan Anambas 4,80
Jambi Kab. Tanjung Jabung Timur 12,41 Kota Sungai Penuh 3,64
Sumatera Selatan Kab. Musi Banyuasin 20,06 Kab. OKU Timur 9,81
Kep. Bangka Belitung Kab. Belitung Timur 10,36 Kab. Bangka Barat 5,25
Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan 22,64 Bengkulu Tengah 6,43
Lampung Kab. Lampung Utara 28,19 Kab. Tulangbawang Barat 7,63
DKI Jakarta Kab. Kepulauan Seribu 13,07 Kota Jakarta Timur 3,40
Jawa Barat Kota Tasikmalaya 20,71 Kota Depok 2,84
Banten Kab. Pandeglang 11,14 Kota Tangerang Selatan 1,67
Jawa Tengah Kab. Purbalingga 24,58 Kota Semarang 5,12
DI Yogyakarta Kab. Kulon Progo 23,15 Kota Yogyakarta 9,75
Jawa Timur Kab. Sampang 32,47 Kota Batu 5,11
Bali Kab. Jembrana 8,11 Kota Denpasar 2,21
Nusa Tenggara Barat Kab. Lombok Utara 43,14 Kota Bima 12,80
Nusa Tenggara Timur Kab. Sabu Raijua 41,16 Kab. Flores Timur 9,61
Kalimantan Barat Kab. Landak 14,06 Kab. Sanggau 5,02
Kalimantan Tengah Kab. Barito Timur 10,51 Kota Palangka Raya 5,31
Kalimantan Selatan Kab. Hulu Sungai Utara 7,76 Kab. Banjar 3,34
Kalimantan Timur Kab. Malinau 15,31 Kota Balikpapan 4,07
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow
Selatan
18,84 Kota Manado 6,51
Gorontalo Kab. Boalemo 19,84 Kota Gorontalo 5,49
Sulawesi Tengah Kab. Tojo Una Una 24,07 Kota Palu 9,98
Sulawesi Selatan Kab. Pangkajene Kepulauan 19,26 Kota Makassar 5,86
Sulawesi Barat Kab. Polewali Mamasa 21,24 Kab. Mamuju Utara 6,20
Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara 20,06 Kota Kendari 8,02
Maluku Kab. Maluku Barat Daya 39,28 Kota Ambon 7,67
Maluku Utara Kab. Halmahera Tengah 24,57 Kota Ternate 4,53
Papua Kab. Deiyai 49,58 Kab. Merauke 14,54
Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 47,62 Kota Sorong 14,03
Sumber : BPS
53. 30 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Dari data tersebut terlihat pula bahwa terdapat 5 (lima) provinsi yang memiliki
kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin tertinggi diatas 40 persen, yaitu Riau,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Selanjutnya, nilai
terendah persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat sekitar 14
persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai persentase penduduk
miskin kabupaten/kota baik nilai tertinggi maupun terendah, tingkat kemiskinan di Wilayah
Indonesia Timur sangat serius sehingga memerlukan perhatian yang khusus baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3.2.3 Tingkat Pengangguran Per Provinsi
Distribusi Regional
Berdasarkan Sakernas Agustus 2011, jumlah tenaga kerja yang berstatus penganggur di
Indonesia adalah sebanyak 7,7 juta orang, yang merupakan 6,56 persen dari keseluruhan
angkatan kerja yang berjumlah sekitar 117,37 juta orang. Distribusi jumlah penganggur
menurut masing-masing provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5
Tingkat Pengangguran Terbuka Per Provinsi (%) Tahun 2010 - 2011
Konsentrasi penganggur di Indonesia berada di Wilayah Indonesia Barat. Mayoritas
penganggur yang berada di Pulau Jawa dan Bali berjumlah 5,08 juta orang atau sekitar 64,0
persen dari total penganggur Indonesia. Sementara itu penganggur di Pulau Sumatera
3,06
3,25
3,34
3,55
4,14
4,25
4,59
4,61
4,61
4,62
5,16
5,25
5,29
5,39
5,57
5,63
5,69
6,03
6,21
6,65
6,90
6,95
7,14
7,43
7,68
8,37
8,37
8,72
9,61
9,97
10,10
10,33
11,05
13,68
2,86
2,70
2,67
3,72
3,66
4,18
3,41
4,27
4,34
4,99
4,61
5,62
5,35
3,85
5,24
3,25
5,47
5,62
6,07
6,07
7,04
7,14
6,56
7,18
8,28
8,27
6,69
7,17
9,19
7,72
10,21
9,84
10,83
13,50
Bali
SulawesiBarat
NusaTenggaraTimur
Papua
KalimantanTengah
JawaTimur
Bengkulu
SulawesiTengah
SulawesiTenggara
KalimantanBarat
Gorontalo
KalimantanSelatan
NusaTenggaraBarat
Jambi
Lampung
Kep.BangkaBelitung
DIYogyakarta
MalukuUtara
JawaTengah
SumateraSelatan
Kep.Riau
SumateraBarat
INDONESIA
SumateraUtara
PapuaBarat
NAD
SulawesiSelatan
Riau
SulawesiUtara
Maluku
KalimantanTimur
JawaBarat
DKIJakarta
Banten
TPT 2010 TPT 2011
Sumber: Sakernas, BPS
54. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
31
berjumlah sekitar 1,44 juta orang, atau sekitar 18,5 persen dari total penganggur Indonesia.
Dua bagian kawasan barat Indonesia ini telah menampung sekitar 85,0 persen total
penganggur Indonesia atau 6,52 juta. Provinsi dengan jumlah penganggur terbesar adalah
Jawa Barat (1,9 juta orang), diikuti oleh Jawa Tengah (1,0 juta orang) dan juga Jawa Timur
(821,6 ribu orang). Tiga provinsi ini memberikan kontribusi hampir sekitar 50 persen
penganggur yang ada di Indonesia.
Distribusi Pengangguran Kota-Desa
Berdasarkan distribusi pengangguran kota-desa di setiap provinsi, konsentrasi pengangguran
di daerah perkotaan secara umum terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah
perdesaan. Tingkat pengangguran di daerah perkotaan secara nasional adalah 8,22 persen
sementara di daerah perdesaan adalah 4,96 persen. Kecuali provinsi Jambi dan NAD, yang
memiliki tingkat penganggurannya lebih tinggi di daerah perdesaan.
Gambar 3.6
Jumlah Penganggur Berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan (Ribu Orang)
1282,109
555,408
504,551
493,452
417,037
267,133
122,953
118,159
109,156
101,115
80,075
77,168
59,473
58,318
57,258
53,544
48,884
40,785
40,54
37,192
31,739
26,461
24,825
19,602
15,617
14,094
13,975
13,767
11,398
10,235
8,502
7,564
4,122
619,734
187,112
404,509
134,992
50,740
99,410
104,609
135,811
56,147
65,620
14,844
7,855
36,225
47,211
61,658
11,599
46,083
111,594
28,762
25,320
33,174
13,429
37,064
18,357
46,194
8,297
17,488
15,499
11,315
13,651
11,461
1.000,000 500,000 0,000 500,000 1.000,000 1.500,000
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Banten
Jawa Timur
Sumatera Utara
Kalimantan Timur
Sumatera Selatan
Lampung
Sulawesi Selatan
Riau
Sumatera Barat
DI Yogyakarta
Kep. Riau
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat
Bali
Kalimanta Barat
NAD
Papua
Maluku
Nusa Tenggara Timur
Papua Barat
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Jambi
Kep. Bangka Belitung
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Gorontalo
Bengkulu
Sulawesi Barat
Perdesaan Perkotaan
Sumber: Sakernas, BPS
55. 32 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
Untuk daerah-daerah tertentu, seperti provinsi Papua Barat, Banten, Lampung, Sulawesi
Utara, Kalimantan Timur, Maluku, DKI Jakarta dan Jawa Barat, tingkat penganggurannya
diatas 10,0 persen. Sementara daerah yang tingkat penganggurannya dibawah 5,0 persen
adalah DI Yogyakarta, Kep. Bangka Belitung, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Jambi, Kalimantan
Tengah, Bali dan Bengkulu.
Provinsi Banten, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat memiliki tingkat pengangguran yang
hampir sama antara di kota dan desa. Gambaran daerah lainnya, seperti Papua, Lampung,
Sumatera utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara,
merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran antara kota dan desa yang perbedaannya
sangat besar.
3.3 Kondisi Daya Beli Masyarakat
3.3.1 Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat
Konsumsi masyarakat mengalami pertumbuhan positif di semua provinsi selama periode
2006-2009, namun dengan kisaran yang cukup lebar. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
tertinggi terjadi di provinsi Kepulauan Riau dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 14,2
persen, sedangkan pertumbuhan konsumsi terendah terjadi di NAD sebesar 0,82 persen.
Sebanyak dua belas provinsi mengalami pertumbuhan konsumsi cukup tinggi di atas 7 persen,
sebagian besar di Wilayah luar Jawa. Hal ini menandakan meningkatnya daya beli masyarakat
secara riil di wilayah-wilayah tersebut.
Gambar 3.7
Pertumbuhan Konsumsi dan Konsumsi per Kapita Menurut Provinsi Tahun 2009
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Aceh
SumateraUtara
SumateraBarat
Riau
Jambi
SumateraSelatan
Bengkulu
Lampung
KepulauanBangkaBelitung
KepulauanRiau
DKIJakarta
JawaBarat
JawaTengah
DIYogyakarta
JawaTimur
Banten
Bali
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
SulawesiUtara
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo
SulawesiBarat
NusaTenggaraBarat
NusaTenggaraTimur
Maluku
MalukuUtara
PapuaBarat
Papua
JutaRp
Persen
Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita (ADHB) Tahun 2009 (Juta Rp) Rata-rata pertumbuhan konsumsi 2006-2009 (%) - sisi kiri
Sumber : BPS diolah
56. Memperkuat Perekonomian Domestik
Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat
33
Sementara itu enam provinsi mengalami pertumbuhan konsumsi relatif rendah, kurang dari 4
persen per tahun dan lima belas provinsi sisanya mengalami pertumbuhan konsumsi relatif
moderat antara 4 sampai 7 persen. Bila kinerja pertumbuhan ini dikaitkan dengan tingkat
konsumsi per kapita maka terlihat kecenderungan pemerataan daya beli masyarakat. Hal ini
ditunjukkan oleh relatif tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada provinsi-
provinsi dengan tingkat konsumsi per kapita relatif rendah, khususnya di Wilayah Indonesia
Timur. Namun demikian di daerah-daerah tersebut investasi dan perdagangan perlu tumbuh
lebih tinggi agar pertumbuhan konsumsi ini berkelanjutan.
3.3.2 Peran Konsumsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Peran konsumsi masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilihat dari
pangsanya dalam PDRB dan laju pertumbuhannya. Pangsa konsumsi rumah tangga dalam
PDRB bervariasi antar provinsi, dari yang terkecil 15,8 persen di Kalimantan Timur hingga yang
terbesar 86,4 persen di Nusa Tenggara Timur. Pangsa konsumsi yang rendah di Kalimantan
Timur disebabkan oleh tingginya pangsa ekspor sumber daya alam dalam PDRB. Kondisi
serupa ditemui di Provinsi NAD dan Riau. Sementara itu tingginya pangsa konsumsi rumah
tangga dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur menggambarkan relatif belum
berkembangnya kegiatan investasi dan kegiatan produktif yang menghasilkan komoditi
ekspor daerah. Hal serupa juga terjadi di Provinsi Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Barat.
Gambar 3.8
Rata-rata Peran Konsumsi Rumah Tangga Dalam Sumber Pertumbuhan PDRB
Tahun 2006 - 2009
Selama periode 2006-2009 peran konsumsi rumah tangga dalam sumber pertumbuhan
daerah sangat bervariasi antar provinsi. Namun demikian di sebagian besar provinsi, konsumsi
0
20
40
60
80
100
120
NAD
SumateraUtara
SumateraBarat
Riau
Jambi
SumateraSelatan
Bengkulu
Lampung
Kep.BangkaBelitung
Kep.Riau
DKIJakarta
JawaBarat
JawaTengah
DIYogyakarta
JawaTimur
Banten
Bali
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
SulawesiUtara
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiTenggara
Gorontalo
SulawesiBarat
NusaTenggaraBarat
NusaTenggaraTimur
Maluku
MalukuUtara
PapuaBarat
Papua
Persen
Rata-Rata Peran Konsumsi dalam Sumber Pertumbuhan PDRB (persen)
Sumber: BPS diolah
57. 34 Buku Pegangan
Perencanaan Pembangunan Daerah 2012 – 2013
rumah tangga berperan besar dalam mendorong perekonomian daerah. Pada 24 provinsi,
lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi daerah bersumber dari pertumbuhan konsumsi
rumah tangga. Bahkan di tiga provinsi, yakni Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan
Kepulauan Riau, peran konsumsi rumah tangga dalam sumber pertumbuhan daerah melebihi
100 persen. Sementara itu di provinsi NAD dan Papua yang mengalami pertumbuhan rata-
rata negatif pada periode tersebut, pertumbuhan konsumsi berperan sangat besar dalam
mencegah perekonomian berkontraksi lebih parah. Hal ini menandakan pentingnya peran
konsumsi masyarakat dalam menyangga kinerja perekonomian domestik. Implikasi kebijakan
yang bisa dipetik adalah pentingnya mempertahankan dan meningkatkan daya beli
masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu, investasi dan pertumbuhan sektor riil perlu
terus digalakkan di daerah.
3.4 Kondisi Perdagangan dan Investasi
3.4.1 Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional
Pada tahun 2011, ekspor nasional mencapai 203,5 miliar USD. Provinsi yang memberikan
kontribusi terbesar dalam ekspor adalah Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Riau dengan
kontribusi masing-masing sebesar 18,8 persen, 13,4 persen dan 10,4 persen. Ketiga provinsi
tersebut menyumbang ekspor nasional mencapai 42,5 persen.
Adapun ekspor Kalimantan Timur, Riau dan beberapa provinsi lainnya melakukan sebagian
besar ekspornya di pelabuhan muat provinsi asal. Sementara Jawa Barat dan Banten
merupakan daerah yang sebagian besar ekspornya dimuat di pelabuhan provinsi lain.
Gambar 3.9
Kontribusi Ekspor Daerah Terhadap Nasional Tahun 2011
0,7
5,6
1,2
10,4
6,8
2,3 2,5
1,5
0,2
1,6
5,4
13,4
5,0
2,6
0,1
8,7
0,3 0,6 0,0
1,0 0,7
4,8
18,8
0,5 - 0,2 1,0
- 0,5 0,1 0,3
1,8 1,5
-
4,0
8,0
12,0
16,0
20,0
NAD
SumateraUtara
SumateraBarat
Riau
Kep.Riau
Jambi
SumateraSelatan
Kep.BangkaBelitung
Bengkulu
Lampung
DKIJakarta
JawaBarat
Banten
JawaTengah
DiYogyakarta
JawaTimur
Bali
NusaTenggaraBarat
NusaTenggaraTimur
KalimantanBarat
KalimantanTengah
KalimantanSelatan
KalimantanTimur
SulawesiUtara
Gorontalo
SulawesiTengah
SulawesiSelatan
SulawesiBarat
SulawesiTenggara
Maluku
MalukuUtara
Papua
PapuaBarat
Pelabuhan Muat Prov. Asal Pelabuhan Muat Prov. Lain Ekspor Berdasarkan Provinsi
Sumber: BPS