Penjelasan Mengenai Gohonzon Oleh Rev.Shokai Kanai. Mandala Gohonzon Nichiren Shu diwujudkan berdasarkan ajaran Saddharma Pundarika Sutra oleh Nichiren Daishonin (pendiri Nichiren Shu). Artikel ini menjelaskan makna dan pengertian tentang Mandala Gohonzon yang dikenal sebagai Shutei Mandala, ditulis tahun 1280
1. Y.M.Bhikku Senchu Murano
Lahir pada tahun 1908
Kepala Bhikku di Kuil Myochoji, Kamakura, provinsi Kanagawa, Jepang
Lulusan dari Universitas Rissho dan Universitas Washington
Mantan Bhikku dari Nichiren Mission of Hawaii
PENJELASAN MENGENAI
GOHONZONOleh : Y.M.Bhikku Senchu Murano
Nichiren Buddhist International Centre, 1997
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
Nichiren Shu Indonesia Buddhist Association
website : www.pbnshi.or.id
email: DPN@pbnshi.or.id
2. 1. PENGANALISAAN ATAS KATA ‘GOHONZON’
Go adalah suatu awalan kehormatan yang bisa dihilangkan tanpa merubah arti kata. Hon
mempunyai makna “akar, fundamental, asal muasal, yang terutama, atau yang terunggul”. Son
atau Zon berarti “yang dimuliakan atau yang terhormat”. Akan tetapi, istilah “objek pemujaan”
bermakna terlalu dangkal dan tanpa perasaan, suatu istilah yang digunakan untuk Gohonzon
yang kita puja sebagai “Yang Paling Mulia Di Dunia Ini”
2. GOHONZON DARI AGAMA BUDDHA NICHIREN SHU
Dalam Agama Buddha Nichiren, Buddha Pokok yang Sesungguhnya adalah “Satu” yaitu
Buddha Sâkyamuni. Sintesis/penggabungan ini mewakili Gohonzon dari ajaran agama Buddha
Nichiren. Buddha Sâkyamuni mencapai keBuddhaan sejak masa lampau yang tak terhingga.
Tiada Buddha lain sebelum Beliau. Dialah Buddha yang pertama, Buddha Pokok. Semua Bud-
dha yang ada di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang adalah emanasi/perwujudan
dariNya. Buddha Sâkyamuni berkata dalam Sutra Bunga Teratai,
“Jumlah kalpa yang terlampaui semenjak Aku mencapai keBuddhaan telah begitu banyak…
Selama masa ini Aku telah memberi berbagai nama untuk diriKu sendiri… Aku menunjukkan
replikaKu di beberapa sutra, dan perwujudanKu di sutra-sutra lainnya”
Buddha Sâkyamuni dalam sejarah yang kita kenal tiada lain adalah Buddha Pokok. Dia
berkata dalam Sutra Bunga Teratai,
“Para dewa, manusia, dan asura di dunia berpikir bahwa Aku meninggalkan istana kaum
Sakya, duduk di tempat penerangan tak jauh dari kota Gaya, dan mencapai Anuttara-samyak-
sambodhi empat puluh tahun lebih yang lalu. Sesungguhnya, telah berlalu berjuta-juta kalpa
semenjak Aku menjadi Buddha.”
Buddha Pokok diberi nama Sâkyamuni karena Buddha yang ada dalam sejarah tidak
memiliki nama lain selain Sâkyamuni. Buddha Pokok Sâkyamuni adalah kekal abadi. Ia berkata
dalam Sutra Bunga Teratai,
“Aku tak akan pernah moksa. Aku selalu hidup di sini dan membabarkan Dharma.”
Ia tetap abadi untuk menyelamatkan kita. Definisi Buddha sebagai sesuatu yang kekal
ditujukan bagi kita yang ingin mencari keselamatan dalam ajaranNya.
3. PATUNG BUDDHA SAKYAMUNI KEKAL ABADI
Seseorang boleh saja menghormati patung Buddha Sâkyamuni dengan menganggap
bahwa itu adalah Buddha Sâkyamuni Kekal Abadi. Nichiren Daishonin sendiri selalu membawa-
bawa sebuah patung kecil Buddha bersama dirinya, dan menghormatinya sebagai Buddha
Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi. Namun bagaimana kita bisa membedakan patung Buddha
Sâkyamuni Abadi dengan patung yang disembah oleh orang-orang yang tidak tahu atau tidak
memperdulikan kesejatian dan keabadian Buddha Sâkyamuni? Sesuatu harus dilakukan untuk
membedakan patung Buddha Sâkyamuni Abadi.
Nichiren Daishonin menganjurkan suatu set patung yang terdiri dari: Buddha Sâkyamuni
dengan disertai oleh Ke-empat Bodhisattva Jogyo, Muhengyo, Jyogyo, dan Anryugyo, yang
menurut Sutra Bunga Teratai adalah pengikut-pengikut utama dari Buddha Pokok Sâkyamuni.
Membuat sebuah kelompok patung bukanlah suatu saran baru. Banyak sekte-sekte lain yang
telah mengeluarkan berbagai kelompok patung sebagai objek pemujaannya. Kebingungan
dan kerumitan-kerumitan telah mengabulkan perbedaan antar sekte dan membahayakan
keutamaan dari Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi. Nichiren berpendapat bahwa jalan
paling sempurna untuk mewakili Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi adalah dengan
mengadopsi Daimoku sebagai lambang Dunia Suci dari Buddha Pokok, yang dalam hal ini
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
1
3. 2
adalah Dunia Saha yang suci.
4. O’DAIMOKU
O’Daimoku berarti “judul”, yang mengacu pada Namu Myôhô Renge Kyô. Namu berasal
dari bahasa Sansekerta namas, yang berarti “menghormati, memuliakan”. Kata ini diterjemah-
kan ke dalam bahasa Cina sebagai kimyô, yang berarti “Aku mengabdikan diriku kepada”.
Dalam bahasa Jepang, kata ini sering kali dianggap sebagai suatu awalan kehormatan.
Myôhô Renge Kyô adalah judul dari Saddharma-pundârika-sûtra versi bahasa Cina.
Saddharma berarti “Dharma Sejati” atau “Dharma yang Mengagumkan”. Pundârika berati
bunga teratai putih.
Myôhô Renge Kyô bisa disingkat menjadi Hokekyô (Hokkekyô oleh sekte Nara),
Myôhôkekyô, Myôhôkke or Hôkke. Myôhô Renge Kyô diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sebagai “Hukum Gaib Sutra Bunga Teratai”, dan bisa disingkat sebagai Sutra Bunga Teratai
Ketika digunakan sebagai mantra, Myôhô Renge Kyô tidak lagi sekedar merupakan
judul dari sebuah sutra, tapi merupakan Hukum Gaib itu sendiri. Ketika dipandang sebagai
Dharma itu sendiri, Namu Myôhô Renge Kyô tidak boleh lagi disingkat ataupun diterjemahkan
ke dalam bahasa apapun juga.
5. PENGGAMBARAN DALAM SUTRA BUNGA TERATAI
Dunia Suci dari Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi adalah suatu gambaran yang
digunakan dalam Sutra Bunga Teratai. Sebuah gambaran atau fantasi bisa saja tidaklah nyata,
tapi kadang juga bisa menunjukkan kebenaran yang lebih mengesankan daripada kenyataan.
Itulah sebabnya mengapa karangan Shakespeare, A Midsummer Night’s Dream atau karangan
Miyazawa Kenji, Milky Way Railroad Train At Night tak pernah dapat dilupakan orang.
Narasi dari dunia lain Sutra Bunga Teratai dimulai dengan cerita Buddha Prabutharatna
(Taho) sebagai berikut :
“Hiduplah seorang Buddha yang bernama Taho berkalpa-kalpa lalu di sebuah dunia
yang disebut Pusaka-Suci, yang terletak jauh di sebelah timur Dunia Saha. Buddha
Taho mengetahui Hukum Gaib, tetapi ia tidak membabarkannya. Ia berpikir bahwa
Hukum Gaib sebaiknya dibabarkan oleh seorang Buddha yang bisa beremanasi men-
jadi Replika-Buddha sebanyak jumlah dunia yang ada di alam semesta ini, kemudian
mengutus mereka ke dunia-dunia itu, dan membabarkan Hukum Gaib dalam sebuah
sutra bernama Sutra Bunga Teratai. Buddha Taho memutuskan untuk menunggu ke-
munculan Buddha itu, dan kemudian menyetujui kebenaran dari Sutra Bunga Teratai
yang dibabarkan oleh Buddha tersebut.
Buddha Taho meminta para pengikutNya untuk membangun sebuah Stupa, dan meny-
emayamkan tubuhNya ke dalam Stupa tersebut setelah Ia meninggal. Para pengikut-
Nya membangun sebuah Stupa sebagai mana yang diinginkan. Setelah Ia Parinirvâna,
mereka meletakkan tubuhNya dalam posisi duduk bermeditasi ke dalam Stupa, dan
menutup pintunya.
Seorang Buddha mampu melihat, mendengar, berbicara, dan bahkan bergerak setelah
ia Parinirvâna. Satu-satunya hal yang tidak dapat dilakukan dilakukan oleh seorang Bud-
dha lampau adalah membabarkan Dharma. Ia harus berpuas diri mendengar Dharma
yang dibabarkan oleh Buddha masa sekarang.
Buddha Taho telah menunggu dan melihat seluruh penjuru alam semesta selama begitu
banyak kalpa hingga Ia akhirnya menemukan seorang Buddha yang melakukan apa
yang Ia ingin saksikan. Ia melihat Buddha Sâkyamuni dari Dunia Saha, yang terletak
jauh di sebelah barat duniaNya, mengeluarkan banyak emanasi dari diriNya, mengutus
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
4. mereka ke semua dunia yang ada di alam semesta ini, dan kemudian membabarkan
Sutra Bunga Teratai. Begitu bergembira melihat semua ini, Buddha Taho mempersiap-
kan diriNya untuk berkelana ke Dunia Saha. Ia membuat StupaNya bergerak, terbang
melintasi begitu banyak dunia, dan mencapai langit di bawah dunia Saha. Kemudian
Stupa tersebut naik, melewati Dunia Saha dari bawah, dan melayang di angkasa di atas
langit Gunung Grdhrakuta. Buddha Taho memutar StupaNya menghadap Sâkyamuni
dan memujiNya dari dalam Stupa.
Pesamuan tersebut heran ketika melihat semua ini. Mewakili pesamuan, Bodhisattva
Daigyosetsu bertanya kepada Sâkyamuni, “Siapakah yang ada di dalam Stupa?”. Sâkya-
muni menjawab, “Buddha Taho ada di sana”. Daigyosetsu memohon kepada Sâkyamuni
untuk membuka pintu Stupa tersebut agar semua yang hadir dalam pesamuan bisa
melihat Buddha yang baru saja datang tersebut. Tetapi Sâkyamuni menolak perminta-
annya, berkata bahwa Buddha Taho tidak akan mengijinkan siapa pun membuka pintu
StupaNya terkecuali pembabar Sutra Bunga Teratai mengumpulkan Replika-Buddha
nya dari dunia di kesepuluh penjuru. Daigyosetsu memohon Sâkyamuni untuk meng-
umpulkan mereka kembali.
Buddha Sâkyamuni memenuhi permintaannya. Ia mengeluarkan seberkas sinar dari
dahiNya sebagai tanda untuk memanggil mereka. Mengenali sinar tersebut, Buddha-
Buddha dari kesepuluh penjuru dunia kembali ke dunianya, dan berkumpul di Gunung
Grdhrakuta. Dengan demikian Buddha Sâkyamuni melayang, dan membuka pintu Stupa
tersebut. Buddha Taho bergerak ke kiri untuk memberi tempat duduk bagi Buddha
Sâkyamuni, dan meminta Ia untuk bergabung denganNya. Buddha Sâkyamuni masuk
ke dalam Stupa dan duduk di sebelah kanan Buddha Taho.
Melihat kedua Buddha duduk saling bersebelahan dalam Stupa yang melayang di ang-
kasa, peserta pesamuan berharap ingin di dekat kedua Buddha tersebut. Mengetahui
isi pikiran para peserta pesamuan, Buddha Sâkyamuni mengangkat mereka semua ke
angkasa di bawah Stupa.
Setelah itu Buddha Sâkyamuni mengumumkan bahwa Ia akan menurunkan Sutra
Bunga Teratai kepada seseorang. Mendengar hal ini, banyak Bodhisattva memohon
agar Buddha Sâkyamuni menurunkannya kepada mereka. Tetapi ia menolak permin-
taan mereka dan berkata, “Aku ingin mengatakan bahwa Aku akan menurunkan Sutra
ini kepada seseorang selain kalian. Kalian tidak diperlukan. Aku telah memilih mereka
yang akan menerima Sutra ini.”
Ketika mengatakan hal ini, Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya muncul dari
ke-empat penjuru Dunia Saha. Keempat bagian Bodhisattva tersebut masing-masing
dipimpin oleh Ke-empat Bodhisattva: Visistacâritra (Jogyo), Anantacâritra. (Muhengyo),
Visuddhacâritra (Jogyo) and Supratisthitacâritra (Anryugyo). Kesemua Bodhisattva dari
dalam bumi tersebut naik ke angkasa dan menyapa Buddha Sâkyamuni seperti layaknya
seorang murid menyapa gurunya dan berkata, “Kami amat gembira bisa bertemu dengan
Anda lagi. Apakah Anda sehat-sehat saja?” Buddha Sâkyamuni kemudian berkata ke-
pada mereka, “Aku sangat gembira melihat kalian bersukacita bertemu denganKu lagi.”
Para peserta pesamuan terkejut mendengar para pendatang baru dari dalam bumi
menyapa Buddha Sâkyamuni begitu hormat dan sopan seolah mereka adalah murid-
murid dari Buddha Sâkyamuni.
Mewakili para peserta pesamuan, Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Buddha Sâkya-
muni, “Siapakah mereka? Kami belum pernah melihat mereka sebelumnya. Mereka pasti
telah menyembunyikan diri mereka di dalam bumi untuk begitu lamanya. Anda lebih
muda daripada mereka karena hanya empat puluh tahun lebih yang lalu Anda men-
jadi Buddha. Tetapi para sesepuh ini menyapa Anda dengan begitu hormat dan sopan
seolah mereka adalah murid-murid Anda? Ini adalah aneh. Sulit mempercayai seorang
pemuda tampan berambut hitam-legam bisa menunjuk kepada laki-laki berusia ratusan
tahun dan berkata, ‘Mereka adalah anak-anakku’. Siapakah para pendatang baru ini?”
Buddha Sâkyamuni berkata kepada Bodhisattva Maitreya, “Kamu mengira bahwa Aku
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
3
5. meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di bawah tempat Penerangan, dan mencapai
Kebuddhaan empat puluh tahun lebih yang lalu. Kamu salah. Aku telah menjadi Buddha
sejak masa lampau yang tak terhingga. Para Bodhisattva dari dalam bumi ini adalah
murid-muridKu yang telah kuajari sejak masa lampau tak terhingga.”
Seusai mengatakan hal ini, Buddha Sâkyamuni menurunkan Sutra Bunga Teratai ke-
pada para Bodhisattva yang dipimpin oleh Visistacâritra. Ia kemudian melayang turun
dari Stupa ke permukaan tanah. Semua peserta pesamuan yang berada di angkasa
juga turun. Buddha Sâkyamuni meletakkan tangan kananNya di atas kepala para Bod-
dhisattva dan berkata, ”Sekarang Aku akan menurunkan Sutra Bunga Teratai kepada
kalian semua. Sebarkanlah dengan segenap hati kalian.”
Buddha Sâkyamuni berbalik menghadap kepada Stupa di angkasa dan berkata, “Biarlah
para Buddha berada di mana mereka ingin berada. Dan biarlah Stupa berada di mana
sebelumnya Ia berada.”
Demikianlah akhir dari gambaran luar biasa yang terdapat dalam Sûtra Bunga Teratai.
6. PENJELASAN NICHIREN DAISHONIN TENTANG DUNIA SAHA YANG SUCI
Nichiren menggambarkan sudut pandang terhadap Dunia Saha yang suci dalam Kanjin-
honzon-shô sebagai berikut :
“Ada sebuah Stupa Pusaka di angkasa di atas Dunia Saha dari Guru Pokok. Dalam
Stupa pusaka tersebut tersimpan Myôhô Renge Kyô. Di kedua belah sisi Myôhô Renge
Kyô duduklah Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna. Empat Bodhisattva yang
dipimpin oleh Visistacâritra menyertai Buddha Sakyamuni, Yang Dimuliakan-Dunia. Ke-
empat Bodhisattva termasuk Mañjusri dan Maitreya duduk di sebelah bawah sebagai
murid Buddha Sâkyamuni. Semua Bodhisattva lainnya, baik besar maupun kecil, baik
murid dari Buddha Sâkyamuni ataupun yang datang dari dunia lain, seperti layaknya
kaum bangsawan dan terhormat yang dihormati oleh bawahannya duduk di atas per-
mukaan tanah. Para Buddha dari kesepuluh penjuru duduk pula di atas permukaan
tanah untuk menunjukkan bahwa mereka adalah emanasi/perwujudan dari Buddha
Sâkyamuni dan bahwa dunia mereka adalah cerminan dari dunia Buddha Sâkyamuni.
6. MANDALA
Nichiren menggambarkan Dunia Saha yang Disucikan dalam wujud sebuah Mandala.
Mandala berarti “sebuah lingkaran”. Nichiren menyebutnya Dai-mandala atau “Mandala Agung”.
Kita biasanya menyebutnya sebagai O’mandala atau Mandala.
Sesuai sudut pandang Nichiren atas Dunia Saha yang Disucikan seperti yang terdapat
dalam Kanjin-honzon-shô, semua Bodhisattva yang hadir adalah pengikut Buddha Sâkyamuni,
tidak satupun yang menyertai Prabhutaratna. Untuk mempertahankan keseimbangan dari
Mandala, Nichiren memindahkan beberapa Bodhisattva dari kolom kiri ke kanan seolah mereka
adalah para pengikut Prabhutaratna. Nichiren juga menambahkan beberapa mahkluk-hidup
ke dalam Mandala sebagai perwakilan dari penghuni Dunia Saha yang Disucikan :
1. Tokoh-tokoh suci dari Buddhis Theravada seperti Sâriputra and Mahâ-Kâsyapa, yang
dipastikan kelak akan mencapai Kebuddhaan dalam Sûtra Bunga Teratai.
2. Cakravartiraja (Raja Suci Pemutar Roda,Tenrin-jo-o) dan Raja Ajatasatru sebagai wakil
dari para pengikut biasa.
3. Devadatta, yang dahulu adalah murid dari Buddha Sâkyamuni, kemudian ia menjadi
musuh sang Buddha. Akan tetapi ia juga dipastikan kelak mencapai Kebuddhaan dalam
Sûtra Bunga Teratai.
4. Orang-orang terkenal yang turut menyebarkan Sûtra Bunga Teratai: Nagarjuna dari
India, Tendai Daishi and Myôraku Daishi dari Cina, and Dengyo Daishi dari Jepang.
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
4
6. 5. Para Dewa dan Iblis: Brahman, Mara, Sâkra, Raja Langit Keempat Penjuru (Shitenno),
Surya, Cândra, Aruna, Asuraraja, Nagaraja, Hariti dan kesepuluh raksasa perempuan
dari India, Tensho Daijin and Hachiman Daibosatsu dari Jepang.
6. Dua dewa pelindung Dharma: Acalanatha (Fudo) dan Ragaraja (Aizen) berupa bentuk
lambang huruf Sansekerta.
8. O’MANDALA GOHONZON
Gohonzon yang dipuja oleh penganut Agama Buddha Nichiren adalah Buddha Pokok
Sâkyamuni. Mandala adalah sebuah gambaran tentang Dunia Suci dari Gohonzon, bukan
Buddha Pokok itu sendiri. Akan tetapi, sejumlah alasan, baik akademis maupun konvensional,
memaksa kita menerapkan gelar kehormatan, Gohonzon, kepada Mandala itu sendiri.
1. Orang Jepang merasa kurang pantas merujuk kepada seseorang yang berposisi lebih
tinggi atau sesuatu yang dianggap suci lansung menggunakan namanya. Oleh karena
itu digunakanlah nama dari kediaman atau tempat seseorang tersebut berada. Dono,
suatu akhiran kehormatan yang mengikuti nama seseorang, mempunyai arti “kedia-
man”. “Istana Kerajaan”, sebagai contohnya, menunjuk kepada Kaisar. Sama halnya,
Mandala disebut Gohonzon sebagai tempat dari Buddha Pokok berada.
2. Ketika Nichiren melukiskan Dunia Saha yang Disucikan dalam Kanjin-honzon-shô, Be-
liau meletakkan Daimoku di antara kedua Buddhas sebagai lambang dari Dunia Saha
yang Disucikan. Penggunaan lambang-lambang sangatlah penting pada masa Nichiren.
Berbagai keluarga terpandang dibedakan menggunakan lambang-lambangnya yang
khas, bendera dan panji.
Nichiren menganggap bahwa Daimoku adalah lambang terbaik sebagai ciri Agama
Buddha Nichiren, sedangkan sekte-sekte lainnya kurang lebih berhubungan dengan
Nembutsu. Akan tetapi, Daimoku yang tertulis di tengah-tengah Mandala tampak begitu
besar dan dominan sehingga menyebabkan mahkluk yang disekitarnya menjadi kurang
penting. Bahkan Buddha Sâkyamuni seolah tertutup oleh Daimoku.
Pengaturan Mandala yang seperti ini memunculkan pemujaan kepada Daimoku sebagai
Gohonzon. Sebagian orang beranggapan bahwa semua Buddha yang ada termasuk
Buddha Sâkyamuni, Bodhisattvas dan mahkluk kehormatan lainnya seperti para dewa
dan iblis yang tertera dalam Mandala, adalah pengikut dari Daimoku. Sudut pandang
ini turut didukung oleh kenyataan bahwa bangsa Jepang pada dasarnya adalah bersifat
polytheis.
3. Mandala yang tertulis di atas selembar kertas adalah rapuh, mudah luntur dan rusak.
Suatu bahan yang lebih tahan lama dibutuhkan untuk mempertahankan Mandala.
Oleh karena itu, ptung-patung kayu atau logam disarankan untuk diletakkan di sekitar
Mandala. Penggunaan patung juga dimaksudkan untuk hal lainnya. Untuk memuncul-
kan kembali keagungan Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi, yang tertutup oleh
tulisan Daimoku di dalam Mandala, suatu kelompok patung, yang terdiri dari Buddha
dan empat Bodhisattva, dianjurkan untuk turut digunakan sebagai objek pemujaan.
Akan tetapi, semangat dan keinginan utama Nichiren Daishonin tetap terletak dalam
Mandala. Karena Mandala dapat ditulis dimana saja, tanpa persiapan rumit sehingga cocok
untuk mengembangkan penyebaran penyebutan Daimoku.
Daimoku itu sendiri dapat berfungsi sebagai Gohonzon. Sehingga muncul istilah Ippen-
shudai-no-honzon, yang berarti “Gohonzon yang hanya berisikan Daimoku”. Daimoku adalah
lambang dari keseluruhan Tiga Pusaka Agama Buddha Nichiren :
· Buddha Sâkyamuni yang Pokok dan Abadi sebagai Satu Kesatuan dengan Buddha
Sâkyamuni yang terdapat dalam sejarah.
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
5
7. · Dharma Agung atas Kesetaraan Semua Mahkluk Hidup, dan
· Sangha yang dipimpin oleh Bodhisattva Visistacâritra, Murid Terutama dan Terpenting
dari Buddha Pokok Sâkyamuni.
Ketika kita melihat Daimoku tertera di atas bendera, panji, atau monumen batu, saat
itu pula kita bisa bertemu dengan Buddha dan memperoleh perlindungan dari utusanNya,
Nichiren Shonin, kelahiran kembali dari Bodhisattva Visistacâritra, Jogyo Bosatsu.
9. SEBUAH CONTOH GOHONZON YANG DITULIS OLEH NICHIREN
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
6
Gohonzon yang ditulis ini tersimpan di Kuil Myohonji, Kamakura - Jepang
9. 1. Dai Jikoku Tenno. Dhrtarastra. Raja Langit Timur.
2. Namu Muhengyo Bosatsu. Anantacâritra Bodhisattva.
3. Namu Jogyo Bosatsu. Visistacâritra Bodhisattva.
4. Namu Taho Nyorai. Prabhutaratna Tathâgata.
5. Namu Myôhô Renge Kyô.
6. Namu Sâkyamuni Butsu. Sâkyamuni Buddha.
7. Namu Jogyo Bosatsu. Visuddha Bodhisattva.
8. Namu Anryugyo Bosatsu. Supratisthitacâritra.
9. Dai Bishamon Tenno. Vaisravana. Raja Langit Utara.
10. Simbol Sansekerta dari Fudo Myô-o atau Acalanatha Vidyaraja.
11. Dai Nittenno. Surya. Dewa Matahari.
12. Dairokuten Ma-o. Raja Mara dari Surga Keenam.
13. Dai Bontenno. Mahâ Brahman.
14. Namu Sharihotsu Sonja. Yang Mulia Sâriputra.
15. Namu Yaku-o Bosatsu. Bhaisajyaraja Bodhisattva.
16. Namu Monjushiri Bosatsu. Mañjusri Bodhisattva.
17. Namu Fugen Bosatsu. Samantabhadra Bodhisattva.
18. Namu Miroku Bosatsu. Maitreya Bodhisattva.
19. Namu Dai Kasho Sonja. Yang Mulia Mahâkâsyapa.
20. Shakudaikannin Dai-o. Sâkra Devanarn Indra. Sâkra. Taishakuten.
21. Dai Gattenji. Cândra. Dewa Bulan.
22. Myojo Tenji. Aruna. Dewa Bintang.
23. Simbol Sansekerta dari Aizen Myô-o atau Ragaraja Vidyaraja.
24. Daibadatta. Devadatta.
25. Ashura-o. Asura-raja. Raja Asura.
26. Tenrin Jo-o. Gakravartin.
27. Ajase Dai-o. Raja Ajatasatru.
28. Dai Ryu-o. Naga-raja. Raja Naga.
29. Kishimojin. Hariti. Seorang yaksa wanita pelindung anak-anak.
30. Jurasetsunyo. Kesepuluh raksasa wanita.
31. Namu Tendai Daishi. Chigi (538-597). Seorang pelajar Cina dari sekte Tendai.
32. Namu Ryuju Bosatsu. Nagarjuna, yang hidup pada abad kedua.
Seorang pelajar India dari ajaran agama Buddha Mahayana.
33. Namu Myôraku Daishi. Tannen (717-782). Seorang pelajar Cina dari sekte Tendai.
34. Namu Dengyo Daishi. Saicho (767-822). Pendiri sekte Tendai di Jepang.
35. Dai Komoku Tenno. Virupaksa. Raja Langit Barat.
36. “Mandara Agung ini pertama kalinya dimunculkan di Jambudvipa
dua ribu dua ratus tahun lebih setelah kemoksaan sang Buddha.”
37. Tensho Daijin. Dewa Japang.
38. Tandatangan Nichiren.
39. Hachiman Dai Bosatsu. Dewa Jepang.
40. Dai Zocho Tenno. Raja Langit Selatan.
41. Bulan ketiga tahun ketiga Koan, Kanoetatsu. (1280).
Catatan:
1. No. 14 dan 19 adalah orang-orang suci dari ajaran Agama Buddha Theravada.
2. No. 31, 32, 33 dan 34 adalah tokoh-tokoh terkemuka pemyebar Sûtra Bunga Teratai.
3. No. 1, 9, 35 dan 40 disebut Shitenno atau Raja Langit Keempat Penjuru.
4. No. 10 dan 23 adalah simbol Sansekerta untuk kedua dewa esoterik.
Penjelasan Mengenai Gohonzon, Y.M.Senchu Murano
8