Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah: Dokumen tersebut membahas hasil penilaian kesiapan kabupaten/kota di Kalimantan dalam kompetisi pelayanan publik yang menunjukkan bahwa secara umum daerah-daerah tersebut belum siap bersaing karena masih lemahnya program dan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan.
1. K E S IA P A N K A B . / K O TA D A L A M
K O M P E T IS I A N TA R D A E R A H
D I B ID A N G P E L A YA N A N
P U B L IK
P U S A T K A J IA N D A N
P E N D ID IK A N D A N
P E L A T IH A N A P A R A T U R
III
L E M B A G A A D M IN IS T R A S I
2. LATAR
BELAKANG
UU No.32 Tahun 2004 menyatakan bahwa,
“Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat
wajib yang berpedoman ada standar pelayanan minimal
dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
pemerintah”
Pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah secara
hierarkis cenderung bercirikan “over bureaucratic,
bloated, wasteful dan under performing”
Ditetapkannya Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
3. PERUMUSAN MASALAH
Masih relatif rendahnya kualitas pelayanan publik di
era otonomi daerah, baik yang bersumber dari kinerja
internal unit pelayanan (prosedur, SDM, sarana
pelayanan, dsb) yang belum optimal, sehingga
menghasilkan tingkat kepuasan masyarakat (IKM)
yang rendah pula.
Masih kurangnya kesungguhan pemerintah daerah
dalam menetapkan program yang secara sistematis
ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
dalam rangka peningkatan kepuasan masyarakat
4. Lanjutan
Masih relatif rendahnya kemampuan
bersaing (competitiveness) pemerintah
daerah yang didukung oleh komitmen
yang kuat, kreativitas, inovasi, dan
terobosan dari unsur pimpinan daerah
5. TU J U AN
Mengidentifikasi berbagai program
peningkatan kualitas pelayanan publik dan
kepuasan masyarakat di beberapa
kabupaten/kota di wilayah Kalimantan
Mengidentifikasi tingkat kesiapan
pemerintah kabupaten/kota dalam
kompetisi antar daerah di bidang pelayanan
Mengidentifikasi berbagai kebutuhan
kebijakan dalam rangka mengakselerasi
peningkatan kualitas pelayanan publik di
masa yang akan datang
6. LA N D A S A N
TE O R I
Kompetisi berarti persaingan yang diciptakan untuk saling
mengasah keunggulan guna mencapai kemenangan
(keunggulan bersaing), dalam pelayanan publik kompetisi
antar daerah diharapkan akan menjadi faktor pendorong guna
memotivasi dan meningkatkan kinerja unit pelayanan tersebut.
Persaingan/kompetisi mempunyai beberapa fungsi positif,
yaitu :
– Persaingan merupakan pendorong yang positif bagi daerah
untuk terus-menerus mencapai tahap-tahap kemajuan
yang makin tinggi
– persaingan daerah didorong untuk memusatkan perhatian
dan pikiran, tenaga dan sarana untuk mencapai hasil yang
lebih baik daripada hasil yang dicapai kini, bahkan hasil
terbaik di antara daerah-daerah lain.
– Semangat persaingan mendorong daerah untuk membuat
penemuan-penemuan baru yang mengungguli penemuan
daerah lain.
7. PENILAIAN KESIAPAN KAB./KOTA
DALAM KOMPETISI PELAYANAN
S KOR K R IT E R IA
T id a k
0 – 2 0 0
2 0 1 - KS rap g
u ia n
4 0 0 CSu ia u p
k p
4 0 1 -6 0 0
S ia p
6 0 1 -8 0 0 S ia p
8 0 1 -1 0 0 S a ng a t
0 S ia p
8. H A S IL D A N
P EM B AH AS AN
Banyaknya kab./kota di wilayah Kalimantan
yang meupakan hasil pemekaran pada era
otonomi daerah serta didukung oleh topografi
yang berbukit menyebabkan masih minimnya
infrastruktur dan sarana dan prasarana
penunjang penyelenggaraan pelayanan publik.
skor penilaian terhadap daerah-daerah yang
menjadi lokus penelitian secara rata-rata di
bawah 400 yang masuk pada level
“K u r a n g S ia p ”. Kondisi masing-
masing indikator adalah sebagai berikut:
9. Lanjutan
KEBIJAKAN DEREGULASI DAN DEBIROKRATISASI
Jenis pelayanan yang mekanismenya disederhanakan
masih sedikit ditemukan
Pelayanan pada beberapa daerah masih dilakukan oleh
unit sektoral, dalam artian masih sedikit daerah yang
membentuk UPT. Bahkan ada yang telah membentuk
UPT akan tetapi mekanisme kerjanya malahan
memperpanjang birokrasi pelayanan
Pada umumnya unit pelayanan belum berani
menerapkan janji pelayanan dikarenakan akan
berimplikasi pada sistem punishment pada
penyelenggaran pelayanan.
Standar pelayanan pada umumnya sudah ditetapkan,
hanya saja kepastian terhadap pelaksanaan mekanisme
pelayanan tidak bersifat tegas.
10. K e b ija k a n P e n in g k a t a n
P a r t is ip a s i M a s y a r a k a t
Kebijakan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik masih
jarang ditemukan di wilayah
Kalimantan.
Lembaga ombudsman pada umumnya
belum dibentuk di tingkat
kabupaten/kota, pada tingkat
pemerintahan provinsi pun kelembagaan
ini belum dibentuk di seluruh provinsi di
Kalimantan
11. Kebijakan Penghargaan dan Sanksi
Penghargaan di daerah pada umumnya
diberikan secara menyeluruh kepada
semua aparatur daerah, sedangkan
penghargaan khusus kepada petugas
pada unit pelayanan publik belum
diterapkan, demikian juga dengan
penerapan sanksi.
12. KORPORATISASI TERHADAP
UNIT PELAYANAN
Upaya Korporatisasi Unit Pelayanan
dengan swasta dan LSM belum terlihat
diterapkan oleh pemerintah kab./kota di
Kalimantan.
Pembentukan BUMD di kab./kota masih
berorientasi pada provit, belum
berorientasi pada upaya peningkatan
pelayanan publik.
13. Pengembangan Manajemen Pelayanan
Survei kepuasan masyarakat sebagai alat untuk
memperbaiki kaulitas pelayanan pada umumnya telah
dilaksanakan oleh unit pelayanan di kalimantan, akan
tetapi sebaian besar tidak ditindaklanjuti dalam
bentuk nyata untuk memperbaiki kinerja pelayanan,
hanya dibiarkan menjadi dokumen saja.
Penerapan pelayanan jemput bola, pada umumnya
hanya diterapkan bidang kesehatan yang merupakan
pelayanan mendasar yaitu dengan adanya puskesmas
keliling, sedangkan dalam sektor lain sulit dijumpai.
14. Kebijakan Peningkatan
Profesionalisme Pejabat/Pegawai
Jabatan struktural masih menjadi incaran aparat
didaerah, upaya pemerintah daerah untuk
mengarahkan aparatnya memilih jabatan fungsional
masih kurang serta tidak adanya jaminan/insentif yang
layak bagi pejabat fungsional.
Alokasi anggaran untuk peningkatan pelayanan publik
secara umum maih sangat minim, terkadang dalam
Rekening daerah banyak yang masuk dalam bidang
pelayanan publik akan tetapi anggaran yang benar-
benar sampai kepada masyarakat sangatlah sedikit.
Pengikutsertaan pejabat/pegawai untuk mengikuti
diklat teknis/fungsional tidak direncanakan secara
matang berdasarkan analisis kebutuhan diklat, akan
tetapi pada umumnya menunggu tawaran dari instansi
penyelenggara diklat.
15. Kebijakan Pembangunan
Kemasyarakatn dan Kesejahteraan
Penarapan wajib belajar 9 tahun bahkan 12 tahun
sudah banyak diterapkan oleh pemerintah daerah
kab./kota di wilayah kalimantan, disamping itu dengan
adanya BOS setidaknya telah meringankan beban
orang tua dalam membiayai endidikan anaknya.
Masih sangat sedikit ditemukan daerah di Kalimantan
yang membebaskan biaya berobat di luar ASKES,
ASKES masih diandalkan oleh masyarakat kurang
mampu untuk meringankan beban mereka dalam
menjaga kesehatan.
Banyak daerah yang telah berupaya mengalokasikan
anggaran dalam bidang pendidikan sebesar 20 %
seagaimana yang diamantkan oleh UUD, akan tetapi
peruntukannya sebagian besar masih untu
pembangunan fisik.
16. Kebijakan Pembangunan e-govt
Secara umum daerah-daerah di Kalimantan tidak
memiliki peraturan perundang-undangan mengenai
penerapan e-govt, namun sebagian besar wilayah di
Kalimantan telah memiliki situs/website, meskipun
terkadang sulit diakses.
Informasi Unit Pelayanan publik, baik persyaratan
maupun standar pelayanannya biasanya dimuat dalam
situs daerah khususnya pada daerah yang telah
memiliki UPT.
Pada beberapa daerah yang berwajah pedesaan
dengan topografi yang sulit serta didukung oleh
kompetensi aparatur yang kurang memadai,
mekanisme pelayanannya masih menggunakan cara
manual.
17. Penerapan Standar ISO 9001:2000
Secara umum unit pelayanan di
Kalimantan terutama daerah-daerah
yang menjadi lokus penelitian belum
menerapkan standar ISO 9001 : 2000. Di
Indonesia sendiri baru ada sekitar 3 %
dari sekitar 12.000 unit pelayanan yang
ada (depkominfo,2007).
18. Lanjutan
Sangat sedikitnya inovasi, kreativitas pada
daerah lokus penelitian dalam peningkatan
kinerja pelayanan publik.
Kab./kota di wilayah Kalimantan belum
memiliki Perda Pelayanan Publik, dan sedikit
sekali deregulasi dan debirokratisasi pada
sektor pelayanan publik.
Political will dari kepala daerah dalam
peningkatan pelayanan publik sangat
menentukan kualitas pelayanan publik di
daerahnya.
19. KESIMPULAN
Program peningkatan kualitas pelayanan publik di
Kalimantan sangat sedikit ditemukan, berbagai metode
pendekatan kualitas manajemen pelayanan pada
umumnya hanya dijumpai di daerah perkotaan, dan
inipun masih jauh tertinggal dibanding di Pulau Jawa
Secara umum kab./kota di wilayah Kalimantan
terutama daerah yang menjadi lokus penelitian “belum
siap” dalam berkompetisi dengan daerah lain di bidang
pelayanan publik.
Ketaatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik
berdasarkan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sebenarnya sudah cukup
memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan
publik, akan tetapi realisasi di lapangan malah terjadi
kondisi yang sebaliknya dikarenakan ketidakmampuan
dari kebijakan tersebut untuk mengikat obyek yang
menjadi sasarannya.
20. REKOMENDASI
Dorongan pemerintah untuk merangsang daerah
dalam peningkatan kinerja pelayanannya perlu
terus ditingkatkan, baik melalui kebijakan yang
disertai dengan sanksi yang tegas maupun melalui
stimulan berupa reward/penghargaan terhadap
daerah yang berhasil dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
Kepedulian semua stakeholders terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik sangat diharapkan
dalam membantu perbaikan dan peningkatan
pelayanan publik.