SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  24
Télécharger pour lire hors ligne
KEGIATAN BELAJAR-3
(KB-3)
Medication Error
58 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
KEGIATAN BELAJAR 3: Medication Error
A. Pendahuluan
Salah satu pekerjaan kefarmasian adalah pelayanan Farmasi Klinis, dimana fokus perhatian
farmasi adalah meningkatkan penggunaan obat yang rasional, mencapai tujuan terapi yang
optimal, serta menghindarkan munculnya efeksamping obat yang merugikan, Untuk
mencapai tujuannya farmasi harus mampu membangun kolaborasi, hubungan
interpersonal relation ship dengan sesama tenaga kesehatan beserta basien dan keluarga
pasien. Untuk itu tenaga kefarmasian harus menjalankan Pharmaceutical care atau asuhan
kefarmasian terhadap pasien. Langkah awal dalam melakukan asuhan kefarmasian adalah
mengenal Kemungkinan masalah yang dapat muncul yang disebabkan pengggunaan obat
(DRP), baik masalah yang potensial maupun actual, dan selanjutnya melakukan
rekomendasi untuk mengatasi masalah (DRP) yang actual dan mencegah masalah (DRP)
yang potensial.
Relevansi Modul ini memberikan gambaran ringkas tentang Drug related Problem,
Medication Error serta asuhan kefarmasian yang dapat dilakukan oleh tenaga farmasi.
Petunjuk Belajar, dalam kegiatan belajar ini terdapat media pembelajaran Power point,
video tutorial pengecekan interaksi obat dalam sebuah resep dan diakhiri dengan tes
formatif. jika dalam mempelajari modul ini ada sesuatu yang kurang jelas atau sesuatu
yang membingungkan silahkan bertanya kepada tutor atau fihaklain yang sudah
ditentukan.
Terimakasih selamat belajar…
B. Inti
1. Capaian pembelajaran
Peserta Mampu menguasai Konsep kesalahan pengobatan (Medication Error)
Peserta mampu menguasai Konsep Drug related problem (DRP) dan penyelesaian nya
Sub Capaian Pembelajaran
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi Medication Error,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami macam Medication Error,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami 4 fase Medication Error,
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 59
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Kategori Medication Error,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami pencegahan Medication Error
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi DRP,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami macam DRP,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi Asuhan kefarmasian,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami tujuan terapi,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami tujuan Asuhan kefarmasian,
Peserta Mampu menyebutkan dan memahami fungsi Asuhan kefarmasian,
Peserta Mampu memahami dan melakukan assessment Kefarmasian (SOAP)
2. Pokok Pokok Materi :
a. Konsep kesalahan pengobatan (Medication Error)
b. Drug related problem (DRP) dan penyelesaian nya
c. Pharmaceutical care (Asuhan Kefarmasian)
3. Uraian Materi
Medication Errors
Medication Errors adalah kesalahan tindakan medis atau pelayanan kefarmasian yang
meyebabkan kerugian kepada pasien dan sebenarnya dapat diminimalisir atau bahkan
dicegah yang kesalahan- kesalahan ini terjadi karena akibat dari pemakaian obat, tindakan,
dan perawatan yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Dalam artikel tentang
Medication Errors yang dikeluarkan WHO, disampaikan oleh Dewan Koordinasi Nasional
Amerika Serikat terkait pelaporan kesalahan pengobatan dan pencegahan mendefinisikan
kesalahan obat yaitu: “Kejadian kesalahan obat merupakan kejadian yang dapat dicegah
yaitu kejadian yang menyebabkan atau mengarah pada pengobatan yang tidak tepat
penggunaannya atau membahayakan pasien saat obat berada ditangan tenaga kesehatan,
pasien, atau konsumen”. Peristiwa ini dapat berkaitan dengan praktek profesional, produk
perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk meresepkan, mengatur komunikasi,
pelabelan produk, pengemasan, dan nomenklatur, peracikan, pengeluaran, distribusi,
administrasi, pendidikan, pemantauan, dan penggunaan”. Sehingga dari definisi tersebut
menunjukkan bahwa kesalahan sifatnya luas dan dapat dicegah dalam berbagai tingkat
kesalahan tersebut.
60 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Medication Error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat inap. Secara
umum Medication Error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian dan administrasi obat
yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi Medication
Error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% Medication Errors 10778 kasus berasal
dari peresepan obat. Studi lain menyebutkan bahwa lokasi yang paling banyak terjadi
kesalahan pada pediatric adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan
umum, unit pediatrik dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan
administrasi obat terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat.
Medication Error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan yang potensial
memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan yang aman perlu
dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan
proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan
meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per pasien saat ini. Tanggung jawab
seorang apoteker dan perawat dalam dispensing dan pemberian obat menjadi semakin berat
akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa
obat yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis pada resep.
Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat meningkatkan bahaya terjadinya
kesalahan pengobatan.
Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan pemicu terjadinya
kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan
dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep,
pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien,
kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan
kesalahan lain di komponen-komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010)
terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226
resep Medication Error. Dari 226 Medication Errors, 99.12% merupakan kesalahan
peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan
penyerahan.
Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap.
Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. Pengertian lama, jika dokter tidak
menuliskan potensi suatu obat, maka apoteker akan melanyani resep tersebut dengan
potensi obat yang terkecil, namun saat ini pendapat tersebut harus dirubah, disebabkan
pertama masing masing pabrik obat terkadang memproduksi potensi terendah obat yang
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 61
berbeda beda dengan pabrik yang lain, kedua, belum tentu dokter menginginkan potensi
yang terendah, disebabkan karena dua alasan tersebut maka jika dokter tidak menuliskan
potensi obat maka apoteker harus mengkonfirmasikan kepada dokter penulis resep
tersebut. Kesalahan farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat.
Penyerahan obat meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang
tidak lengkap. Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah
terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi dan kontrol administrasi
obat merupakan tantangan yang berat. Selain itu, pada pasien rawat jalan, kontrol
penggunaan obat dan keparahan efek samping juga belum dimonitor dengan baik. Interaksi
obat dengan obat, makanan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi terapeutik pasien.
Misi apoteker adalah untuk membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan
penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerja sama
dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan
obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat
penggunaan obat sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk
meminimalkan risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk
memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak
negatif dari Medication Error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya
mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan)
dapat diminimalkan
Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk
diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada
perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin
terjadi karena hasil dari kelalaian.
Sedangkan kesalahan pengobatan (Medication Error) didefinisikan sebagai setiap
kesalahan (error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pngobatan.
Kesalahan pengobatan (Medication Error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan
dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana
kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru
dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang menyebabkan
atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap
langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat
menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event.
62 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Selain itu, kesalahan pengobatan (Medication Error) dapat didefinisikan sebagai semua
kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan
pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi
kesehatan. Dimana definisi tersebut mirip dengan definisi dari National Coordinating
Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP). NCCMERP
mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai “Suatu kejadian yang dapat dicegah yang
menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien dimana
pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang
berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk
prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding;
dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan." Adapun
ringkasan Medication Errror dapat di lihat pada PPT berikut ini …
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian Medication Errors adalah kejadian yang merugikan pasien,
akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat
dicegah.
Fase Medication Errors
Kejadian Medication Errors dibagi dalam 4 fase, yaitu;
1. fase prescribing, adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Prescribing error
dapat dikatakan sebagai pemilihan obat yang tidak tepat yang dapat menyebabkan
maupun memiliki potensi membahayakan pasien. Prescribing error dapat dalam
banyak bentuk, tetapi yang paling sering terjadi adalah pada dosis yang tidak sesuai,
pemilihan obat yang tidak tepat ataupun adanya obat yang dapat berinteraksi dengan
obat yang lain yang telah dikonsumsi, selain itu dapat juga terjadi peresepan obat yang
kontraindikasi. Prescribing error terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai obat
yang diresepkan, dosis obat, dan data pasien yang kurang detail. Selain beberapa
faktor tersebut, pada literatur yang ditulis oleh William (2007) menyatakan bahwa
pada prescribing error terdapat pula faktor penyebab terjadinya transcribing error
seperti faktor lingkungan, tulisan tangan tidak terbaca, pengambilan riwayat
pengobatan tidak tepat, nama obat membingungkan, penggunaan angka desimal tidak
sesuai, serta penggunaan singkatan nama obat.
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 63
Fase ini meliputi: Kesalahan resep, pemilihan obat untuk diresepkan didasarkan pada
indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain,
dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi
untuk menggunakan suatu obat yang diresepkan oleh dokter yang tidak benar.
Pemilihan obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang
resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
2. Fase transcribing, adalah error yang terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas pada nama
nama obat yang hampir sama misalnya Losec® (berisi omeprazole) dibaca Lasix®
(berisi furosemide), Kelompok obat ini dinamakan kelompok LASA ( Look a like
Sound a like), Salah dalam menerjemahkan cara pembuatan resep atau salah bentuk
sediaan obat misalnya dokter menuliskan perintah pembuatan dengan singkatan “coll “
coll ini bisa bermakna collirium (obat cuci mata) tetapi dapat juga bermakna
Collutorium (obat kumur) juga kesalahan pada signature misalnya aturan pakai 2 kali
sehari 1 tablet terbaca 3 kali sehari 1 tablet. Resep yang diterima oleh apoteker harus
dibaca secara keseluruhan dan secara hati-hati; sebaiknya tidak ada keraguan dari isi
maupun jumlah obat yang tertera pada resep. Transcribing error juga dapat terjadi
misalnya pada ketidaksesuaian obat yang ada pada resep dengan catatan obat di rekam
medik. Medication Error tahap ini dikategorikan sebagai ketidak sesuaian nama obat,
formulasi obat, rute pemberian, dosis, regimen dosis, tidak adanya obat yang dipesan
(obat kosong).
3. Fase dispensing ialah error yang terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep
oleh petugas apotek. Kesalahan pada fase ini meliputi Salah dalam mengambil obat
dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula
terjadi karena berdekatan letaknya kejadian ini biasanya pada obat obat LASA.
Misalnya mengambil obat tetes telinga untuk tetes mata.
Salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, disebabkan karena salah
membaca kebutuhan obat misalnya 10 mg terbaca 100 mg, salah dalam menentukan
potensi obat misalnya potensi 2 mg terbaca 4 mg,
Salah dalam menimbang obat, misalnya salah dalam mengmbil anak timbangan, atau
timbangan tidak setara.
Salah dalam mencampur obat yang berakibat obat tidak homogen, konsistensi obat
tidak baik, terjadi inkompatibilitas obat, misalnya mencampur salep berbasis cream
64 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
dengan berbasis ointment, maka akan didapat salep yang berair disebabkan basis
cream nya pecah.
Salah dalam memberikan informasi juga termasuk dalam fase ini. Misalnya obat yang
seharusnya diminum 1 jam sebelum makan, hanya disampaikan sebelum makan saja,
akibatnya pasien meminum obat beberapa saat sebelum makan.
4. Fase administrasi adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat, yaitu proses
yang dimulai dari obat diberikan dari petugas apotek ke pasien atau dari petugas
apotek kepala keluarga pasien hingga obat digunakan oleh pasien. Fase ini dapat
melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Biasanya pada fase ini terjadi
kesalahan dalam pemberian informasi tentang penggunaan obat bisa disebabkan
karena informasi yang salah atau pasien salah dalam menangkap maksud dari petugas
apotek. Error yang terjadi misalnya salah menggunakan suppositoria yang seharusnya
melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1
jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Pasien diminta untuk minum obat
3 x sehari 1 sendok teh, sehingga pasien menggunakan sendok yang biasanya untuk
membuat teh, padahal yang dimaksud adalah sendok takar 5 ml. Pemberian tablet
sublingual tetapi pasien menggunakannya langsung ditelan.
Berdasarkan fase-fase Medication Error tersebut, Cohen (1991) menyebutkan bahwa
faktor penyebabnya dapat berupa:
a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan
(antar pasien, dokter, dan apoteker).
b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem
penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan).
Dalam penilitian ini sumber daya manusia menjadi faktor penyebab medication
erorrs yang paling besar, karena pengetahuan Apoteker terkait obat LASA dan
pengelo- laannya menjadi penilaian.
d. Edukasi kepada pasien kurang.
e. Peran pasien dan keluarganya kurang.
Menurut Kepmenkes 2004 faktor-faktor lain yang berkontribusi pada Medication
Error antara lain:
a. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 65
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan.
Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar
petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan
informasi obat lainnya dikomunikasikan.Komunikasi baik antar apoteker maupun
dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidaklengkapan
informasi dengan berbicara perlahan dan jelas.Perlu dibuat daftar singkatan dan
penulisan dosis yang beresiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
b. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area
dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk
menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperature yang
nyaman.Selain itu, area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya
kesalahan.Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
c. Gangguan/ interupsi pada saat bekerja
Gangguan/ interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi
baik langsung maupun melalui telepon.
d. Beban bekerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres
dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
e. Edukasi staf
Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan
insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan
dalam system menurunkan insiden/kesalahan.
Adanya undang-undang Kesehatan No 23 tahun 1992 serta undang-undang
Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 yang menjamin hak-hak konsumen (pasien)
dalam mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan jasa, menyebabkan penyedia jasa tenaga kesehatan (dokter maupun
farmasis) harus waspada, karena adanya penyimpangan pelayanan dari ketentuan yang
ada akan membuka celah bagi konsumen (pasien) dalam melakukan gugatan.
66 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Kategori Medication Error
Tabel 1, Kategori Medication Error National Coordinating Council for Medication Error
Reporting and Prevention (NCC MERP),
Upaya menurunkan Medication Error
Pencegahan Medication Errors dapat dilakukan dengan upaya-upaya di bawah ini antara
lain:
Adanya pemahaman yang baik pada setiap individu bahwa Medication Errors dapat terjadi
kapan saja dan menimpa siapa saja terutama yang berkaitan dengan obat dan pengobatan,
mulai dari dokter, apoteker, asisten apoteker, dan perawat.
Apoteker wajib menerapkan sistem distribusi obat yang tepat untuk pasien di suatu rumah
sakit, agar dapat memenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik, yaitu tepat pasien,
tepat obat, tepat jadwal, tanggal, waktu, dan metode pemberian, tepat informasi untuk
pasien dan untuk perawat pemberi obat kepada pasien.
Error Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error ,
no harm
B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan pasien
tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus dilakukan
tetapi tidak membahayakan pasien
Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan
dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya
sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih
lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya
sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat
permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien contoh
syok anafilaktik
Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 67
Sistem penulisan resep yang terkomputerisasi pada instalasi farmasi yang memudahkan
pengecekan otomatis untuk dosis, terapi duplikasi, interaksi obat, dan aspek penggunaan
lain.
Desain ulang sistem yang ada, jika terbukti kejadian Medication Error bersumber dari
sistem, sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan yang akan datang.
Instalasi farmasi harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam proses
prescribing, transcribing, dispensing, dan administering untuk meminimalkan resiko
terjadinya Medication Errors.
Apoteker harus mengikuti pengetahuan mutakhir melalui kebiasaan membaca pustaka,
berkonsultasi dengan rekan sejawat dan pelaku pelayan kesehatan lain. Oleh karena itu,
sumber informasi obat yang memadai harus tersedia bagi semua pelaku pelayan kesehatan
dalam proses penggunaan obat.
Adanya daftar singkatan baku standar yang disetujui untuk digunakan dalam peresepan
obat.
Personel yang cukup harus tersedia untuk melakukan tugas dengan memadai dan memiliki
tingkat beban serta jam kerja yang wajar. Selain itu, dilakukan evaluasi kinerja petugas
sehingga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang selama ini dilakukan yang berpotensi
menimbulkan Medication Errors. Dengan demikian, petugas diharapkan tidak mengulangi
hal yang sama dikemudian hari.
Lingkungan kerja yang nyaman untuk pembuatan sediaan obat. Sumber kesalahan yang
dapat terjadi di lingkungan kerja yaitu ketidakfokusan pada pekerjaan yang sedang
dilakukan.
Langkah-langkah pengelolaan dan pengendalian kejadian Medication Errors :
Klasifikasikan jenis Medication Errors yang terjadi.
Tentukan penyebab terjadinya Medication Errors.
Medication Errors harus didokumentasikan dan dilaporkan segera kepada dokter, perawat,
dan kepala IFRS.
Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi harus
segera dimulai. Fakta yang harus ditetapkan dan didokumentasikan termasuk apa yang
terjadi, di mana peristiwa terjadi, mengapa dan bagaimana peristiwa terjadi, siapa yang
terlibat. Bukti produk (misal etiket dan kemasan) harus dicari dan disimpan untuk acuan di
kemudian hari.
68 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Identifikasikan langkah-langkah yang akan dilakukan dengan benar dan dokumentasikan
Terapi perbaikan dan terapi suportif harus diberikan kepada pasien.
Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit untuk
kepentingan perbaikan mutu, peningkatan keamanan pasien untuk pencegahan kesalahan
yang akan datang.
Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan, berupa
pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan pada
kenyataannya (aktual) atau potensial mengganggu keberhasilan terapi yang diharapkan
(Cipolle et al, 1998). Drug Related Problem merupakan masalah yang terkait penggunaan
obat yang dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas kualitas hidup seorang pasien
serta dapat berdampak pula terhadap ekonomi dan sosial pasien tersebut. Pharmaceutical
care Network Europe mendefinisikan masalah yang muncul terkait penggunaan obat
(DPRs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara aktual atau
potensial mengganggu hasil terapi kesehatan yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut
DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang
dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnose penyakit, atau
ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis,
sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi
obat.
Society Consultant American Pharmacist menyebutkan bahwa tujuan dari terapi obat
adalah terjadinya perbaikan kualitas hidup pasien melalui pengobatan atau pencegahan
penyakit, mengurangi timbulnya gejala, atau memperlambat proses penyakit. Kebutuhan
pasien terhadap terapi obat atau drug related needs meliputi ketepatan indikasi, keefektifan
obat, keamanan terapi, kepatuhan pasien. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi atau
outcome pasien tidak tercapai maka hal ini dapat dikategorikan sebagai DRP.
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 69
Tabel II. Klasifikasi DRP menurut PCNE V8.01
Berdasarkan kejadiannya, DRP dibagi menjadi dua bagian pertama DRP aktual adalah
DRP yang sudah terjadi sehingga harus diatasi masalahnya. Dalam hal ini pasien sudah
mengalami DRP misalnya dosis terlalu besar sehingga dosis harus disesuaikan dengan
kondisi pasien. Kedua adalah DRP potensial yaitu DRP yang kemungkinan besar dapat
terjadi dan akan dialami oleh pasien apabila tidak dilakukan pencegahan, misalnya pasien
apabila diberikan suatu obat akan mengalami kontraindikasi atau alergi terhadap obat
tersebut sehingga harus diganti dengan obat lain.
Komponen-Komponen DPRs
Ada dua komponen penting dalam DRPs yaitu:
1. Kejadian atau resiko yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien. Kejadian ini
dapat diakibatkan oleh kondisi ekonomi, psikologi, fisiologis, atau sosiokultural
pasien.
2. Ada hubungan atau diduga ada hubungan antara kejadian yang tidak diharapkan yang
dialami oleh pasien dengan terapi obat. Hubungan ini meliputi konsekuensi dari
terapi obat sehingga penyebab atau yang diduga sebagai penyebab kejadian tersebut,
atau dibutuhkannya terapi obat untuk mencegah kejadian tersebut.
70 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Kategori DRP Menurut Cipolle
Menurut Cipolle et al,1998 kategori DRP adalah:
1. Membutuhkan obat tetapi tidak menerimanya
Pasien membutuhkan obat untuk mengatasi keluhannya atau Membutuhkan obat
tambahan misalnya untuk profilaksis atau premedikasi, tetapi tidak mendapatkannya.
Misalnya Pasien TB paru yang mendapatkan terapi rutin INH membutuhkan suplemen
vitamin B6 untuk mengatasi efeksamping dari INH berupa neuropati perifer. Pasien
dengan riwayat dispepsia kemudian mendapatkan terapi golongan NSAID,
membutuhkan H2 blocker untuk mencegah kambuhnya dispepsia karena penggunaan
obat golongan NSAID.
2. Menerima obat tanpa indikasi yang sesuai
Menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, pasien mendapatkan obat yang
sebenarnya jika tidak mendapatkan obat pun pasien akan membaik kondisinya ( pada
penyakit self limited disease), pasien mendapatkan dua obat (duplikasi) untuk satu
keluhannya, padahal menggunakan satu obat saja sudah dapat mengatasi penyakitnya.
Misalnya pasien mendapatkan dua anti alergi, steroid dan non steroid
Pada kategori ini termasuk juga penyalahgunaan obat, swamedikasi yang tidak benar,
polifarmasi dan duplikasi. Merupakan tanggungjawab farmasi agar pasien tidak
menggunakan obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. DRP tipe ini dapat
menimbulkan implikasi negatif terhadap pasien berupa toksisitas atau munculnya efek
samping, serta meningkatnya biaya yang dikeluarkan diluar yang seharusnya. Misalnya,
pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi obat batuk dan analgesik-antipiretik
terpisah padahal dalam obat batuk tersebut sudah mengandung asetaminonen.
3. Menerima obat salah
Kasus yang mungkin terjadi: obat tidak efektif, pasien alergi terhadap obat tersebut,
adanya resiko kontraindikasi, resisten terhadap obat yang diberikan, obat yang diberikan
bukan obat yang paling aman, pasien mendapatkan obat tetapi mahal harganya sehingga
memberatkan pasien, pasien mendapatkan obat kombinasi, padahal jika mendapatkan
obat tunggal saja sudah dapat memberikan efek yang optimal.
4. Dosis terlalu rendah
Penyebab yang sering terjadi: dosis terlalu kecil (potensi obat) untuk menghasilkan
respon yang diinginkan, jangka waktu terapi yang terlalu pendek, konsentrasi obat
didalam darah berada dibawah (MEC) kadar terapetik yang diinginkan, pemilihan obat,
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 71
dosis, rute pemberian, dan sediaan obat tidak tepat. Misalnya pemberian antibiotika
hanya untuk 3 hari, frekuensi pemberian amoksisilin 2 kali sehari.
5. Dosis terlalu tinggi
Penyebab yang sering terjadi: dosis salah, frekuensi pemberian obat terlalu banyak,
jangka waktu terapi terlalu lama dan adanya interaksi obat.
6. Pasien mengalami ADR
Penyebabnya adalah pasien memiliki faktor resiko yang berbahaya bila obat
digunakan, efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien, interaksi dengan
obat lain, dosis dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat sehingga menyebabkan ADR
dan mengalami efek yang tidak dikehendaki yang tidak diprediksi.
7. Kepatuhan
Penyebabnya adalah pasien tidak mendapatkan informasi aturan pemakaian obat yang
tepat, pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan, pasien tidak
mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal, pasien tidak mengambil
beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat.
Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar:
1. Untreated Indication, Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi
obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
2. Drug Use Without Indication Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat
yang tidak mempunyai indikasi medis yang sesuai.
3. Improper Drug Selection Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat
yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
4. Sub-Therapeutic Dosage Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat
yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.
5. Over Dosage Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang
benartetapi dosis obat tersebut lebih.
6. Adverse Drug Reactions Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang
merugikan. Misalnya efek mual dan muntah setelah minum obat.
7. Drug Interactions, Pasien mendapatkan kondisi medis akibat terjadinya interaksi obat
dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit atau kelainan fisiologis,
obat dengan hasil laboratorium.
72 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
8. Failure to receive medication Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak
mendapatkan obat yang diresepkan, misalnya obat tidak terbeli, pasien selalu muntah
saat minum obat, pasien tidak sadar sehingga tidak dapat mengkonsumsi obat
Faktor-faktor yang menimbulkan DRPs
Medication Error merupakan salah satu faktor pemicu kejadian DRPs. Medication Error
suatu kejadian yang dapat merugikan bahkan membahayakan keselamatan pasien yang
dilakukan oleh petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Selain
Medication Error, faktor lain yang dapat menimbulkan DRPs adalah pengobatan yang
tidak rasional. Obat yang rasional merupakan ketepatan dalam pengobatan dimana pasien
mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Penggunaan obat
dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut : tepat diagnosis, tepat indikasi
penyakit, tepat pemilihan, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu
pemberian, tepat lama pemberian, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian kondisi
pasien, obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia
setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat tindak lanjut (follow-up),
tepat penyerahan obat (dispensing), Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang
dibutuhkan.
Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care)
Pengertian Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care)
a. Pharmaceutical care adalah patient centered practice yang menempatkan apoteker
yang bertangung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung
jawab terhadap komitmen.
b. Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan
yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
ditetapkan serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya
melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien.
Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat,
dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan
konseling pada pasien.
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 73
c. Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah sebuah konsep yang
melibatkan tanggung jawab pemberi pelayanan obat (apoteker) sampai pada hasil terapi
yang diharapkan yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien.
Tujuan Terapi
Menurut Heppler and strand (1990) ada beberapa tujuan terapi penggunaan obat yaitu :
a. Penyembuhan penyakit, misalnya dengan menggunakan antibiotika, anti virus, anti
jamur.
b. Menghilangkan atau mengurangi gejala-gejala penyakit yang dialami pasien,
misalnya dengan obat obat simtomatik, parasetamol, NSAID
c. Menahan atau memperlambat proses penyakit, misalnya Penggunaan curcumin
pada penderita hepatitis, obat obat kanker
d. Mencegah penyakit atau gejala-gejala. Misalnya penggunaan vaksin atau imunisasi
Konsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena menjadi factor penting untuk
mencapai tujuan terapi serta pengendalian meningkatnya biaya kesehatan dan
meningkatnya kemunculan adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat
menjadi lebih mahal, penggunaanya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug
misuse) meningkat, dan efek samping obat. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang
melibatkan tanggung jawab Apoteker yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien
secara individu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Peran
Apoteker dalam asuhan kefarmasian diawal proses terapi adalah menilai kebutuhan
pasien. Di tengah proses terapi, mereka memeriksa kembali semua informasi dan memilih
solusi terbaik bagi DRP (drug related problem) pasien. Diakhir proses terapi, mereka
menilai hasil intervensi apoteker sehingga didapatkan hasil optimal, mencegah dan
mengatasi kemunculan efek samping obat sehingga kualitas hidup meningkat serta
hasilnya memuaskan,
Fungsi Asuhan Kefarmasian adalah:
a. Mengidentifikasi masalah/DRP baik yang aktual maupun potensial
b. Mengatasi DRP yang aktual
c. Mencegah kemungkinan terjadinya DRP yang potensial
74 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
a. Mengidentifikasi masalah/DRP baik yang aktual maupun potensial.
Dalam menjalankan fungsi ini apoteker harus memperbanyak kajian dan diskusi kasus
dengan sesama Apoteker, mengidentifikasi masalah membutuhkan pengalaman yang
cukup panjang, terkadang menurut kita hal tersebut bukan menjadi masalah, tetapi
bagi rekan yang lain hal tersebut merupakan masalah yang berdampak kepada pasien.
Misalnya pasien memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika amoksisilin, bagi sejawat
lain mungkin akan berani memberikan antibiotika golongan sefalosporin generasi tiga,
tetapi ada hal lain yang perlu kita pertimbangkan, misalnya kedua obat tersebut secara
struktur memiliki kesamaan golongan, yaitu golongan betalaktam, dalam kasus ini
penggunaan obat turunan betalaktam berpotensi menimbulkan alergi. Dalam kasus lain
pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis, jika mendapatkan analgetika parasetamol,
maka pasien potensial akan mendapatkan gangguan pada heparnya, disebabkan
parasetamol termasuk jenis obat yang memiliki efek samping hepatotoksis. Dalam
kasus lain, pasien diabetes dengan gangren di jari kaki, dan pasien mengalami nyeri
neuropati (nyeri neuropati diabetik, NND). Jika pasien hanya mendapatkan analgetik
tunggal misalnya golongan NSAID, atau tramadol, secara teoritis pemberian kedua
obat tersebut kurang adekuat untuk mengatasi nyeri neuropati, nyeri neuropati
membutuhkan obat antidepresan selain analgetika misalnya amitriptylin, gabapentin,
atau pregabalin.
b. Mengatasi DRP yang aktual.
DRP yang aktual adalah DRP yang telah terjadi atau akan terjadi jika obat tersebut
digunakan, misalnya dosis obat yang diberikan berlebihan untuk pasien tersebut,
pasien alergi terhadap obat tersebut, pasien mendapatkan efeksamping obat jika
digunakan. Tugas Apoteker adalah mengatasi DRP yang terjadi ini. Misalnya pasien
diketahui menderita penyakit dispepsia, kemudian mendapatkan obat golongan
NSAID, maka dalam kasus ini pasien mendapatkan DRP aktual, karena jika obat
tersebut digunakan maka sudah dapat diprediksikan bahwa dispepsia pasien akan
bertambah parah baik digunakan sebelum makan ataupun setelah makan
(https://www.rxlist.com/ponstel-drug/patient-images-side-effects.htm), maka untuk
mengatasi DRP ini adalah, pertama tidak menggunakan obat golongan NSAID tetapi
menggunakan obat lain yang tidak memiliki efeksamping peningkatan asam lambung,
kedua tetap menggunakan obat NSAID tetapi pasien mendapat obat tambahan untuk
mencegah efeksamping obat misalnya mendapat tambahan obat golongan H2 bloker
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 75
misalnya ranitidin atau cimetidin. contoh lain adalah pada pasien menderita. Contoh
lain adalah pasien menderita hepatitis dan mendapatkan parasetamol yang bersifat
hepatotoksik, kasus ini termasuk DRP yang aktual, karena jika parasetamol tetap
digunakan maka fungsi hatinya akan lebih terganggu, sehingga untuk mengatasi DRP
ini adalah obat parasetamolnya diganti dengan obat analgesik lain yang tidak memiliki
efeksamping hepatotoksik. Keterangan dapat dilihat di link
https://www.rxlist.com/tylenol-drug/patient-images-side-effects.htm. Link ini dapat
digunakan pula untuk mencari informasi obat yang lain.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya DRP yang potensial
DRP potensial adalah DRP yang muncul karena adanya efeksamping obat yang
digunakan, tetapi tidak semua pasien memberikan respon yang sama, sehingga efek
samping nya menjadi potensial terjadi, pada kasus ini tugas apoteker adalah mencegah
terjadinya DRP yang potensial ini, misalnya Obat golongan NSAID memiliki
efeksamping meningkatkan asam lambung pada semua pasien termasuk pasien yang
tidak mengalami penyakit dispepsia, maka tugas Apoteker dikasus ini adalah
memberikan nasehat kepada pasien agar obat diminum setelah makan bukan ketika
lambung kosong atau sebelum makan, karena jika obat diminum ketika lambung
kosong maka akan merasa nyeri lambungnya disebabkan meningkatnya asam
lambung, walaupun tidak semua pasien akan merasakannya. Untuk edukasi kepada
pasien kita dapat menggunakan link sebagai berikut :
https://www.drugs.com/drug_information.html
Dalam menjalankan fungsi pharmaceutical care, apoteker akan mendapatkan banyak
manfaat, antara lain dapat menjalin komunikasi terapi yang baik antara apoteker pasien dan
dokter serta perawat, sehingga terjadi kerjasama yang saling bersinergi menuju tercapainya
tujuan terapi pasien. Dapat melakukan pemantauan terapi obat (METO) serta pemantauan
efek samping obat (MESO). Dapat melakukan Assessment dalam rangkaian SOAP farmasi
kepada pasien. Dapat memiliki dokumentasi lengkap dari rencana terapi dan asuhan
kesehatannya. Diakuinya kompetensi farmasi dalam berkontribusi untuk pencapaian tujuan
terapi pasien. Dapat memperbaiki produktivitas dan keilmuan kefarmasian, disebabkan
selalu diasah dengan permasalahan yang muncul. Dapat memberikan jaminan mutu dalam
layanan farmasi secara keseluruhan.
76 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Tujuan Apoteker dalam Menjalankan Pharmaceutical Care :
a. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien selama perawatan, yang artinya (1) semua
kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi, (2) Terapi obat
adalah yang paling efektif, (3) Terapi obat yang diterima adalah yang paling aman, dan (4)
pasien sanggup dan bersedia untuk menjalankan pengobatan.
b. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi, dan
pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems)
c. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat dicapai dengan baik untuk pasien. Praktisi
pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien dan memastikan
bahwa pengobatan mencapai hasil yang diinginkan.
d. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan perawatan setiap pasien yang menguntungkan
pasien, mengurangi kasalahan dan jujur, adil dan etis
e. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis dengan cara
menggunakan standar profesional dan menentukan sikap etis dalam filsafat dari praktik
asuhan kefarmasian.
f. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan.
Mengatakan yang sebenarnya pada pasien dan selalu menjaga privasi pasien.
Kajian SOAP Kefarmasian
Implementasi Asuhan Kefarmasian
Dalam dataran praktis implementasi Asuhan Kefarmasian adalah melakukan SOAP
kefarmasian. SOAP kefarmasian adalah salah satu langkah nyata kontribusi Apoteker
dalam mencapai tujuan terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien. Pendekatan SOAP
farmasi akan berbeda dengan pendekatan SOAP dokter maupun SOAP perawat atau nakes
lainnya, SOAP farmasi lebih menekankan terhadap evaluasi, rekomendasi serta monitoring
penggunaan obat. Adapun Perincian SOAP farmasi adalah :
S, Subjektif, adalah data subjektif yang diperoleh dari pasien dari hasil rekonsiliasi
Apoteker pada saat pasien masuk kerumah sakit, meliputi data Riwayat Penggunaan
Obat, Riwayat Penyakit Dahulu utamanya yang berhubungan dengan keluhan saat ini,
Riwayat Penyakit keluarga utamanya penyakit yang berhubungan dengan keluhan saat
ini misalnya pada penyakit menular atau penyakit genetis, Riwayat Penyakit Sekarang,
termasuk sebab sebab munculnya penyakit serta keluhan yang dirasakan dan termasuk
obat yang digunakan untuk mengatasi keluhan saat ini, Keluhan kepatuhan pasien,
Riwayat alergi baik alergi terhadap udara, makanan atau obat obatan.
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 77
O, Objektif, adalah data yang diperoleh oleh tenaga kesehatan dalam merawat pasien, baik
data yang diperoleh dokter, perawat maupun laboratorium. Data ini meliputi diagnosis
dokter, Catatan keperawatan, tanda vital saat ini, jika ada data lab yang menunjang, data
obat yang sedang digunakan, data simtom pasien yang di peroleh langsung oleh
Apoteker saat visite, serta data resep yang diberikan
A, Assessment, Pada prinsipnya Assessment farmasi adalah mengkaji data Subjektif
dibandingkan dengan data objektif kefarmasian dari pasien dengan menggunakan
standar terapi dan standar penggunaan obat lainnya untuk menilai sebuah terapi obat
pasien. Dalam Assessment membutuhkan standar terapi, baik standar terapi rumah sakit,
standar terapi nasional atau standar terapi internasional /WHO. Assessment farmasi
dapat menggunakan beberapa alat, antara lain menggunakan DTAW (DRUG THERAPY
ASSESSMENT WORKSHEET) dengan menggunakan 11 pertanyaan, dapat juga
menggunakan PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation), dapat juga
menggunakan model 8 DRP
P, Planning, Hasil kajian Apoteker dalam Assessment menghasilkan 3 perencanaan,
Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat atau tenaga kesehatan lainnya
berupa Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat, memodifikasi dosis
atau interval pemberian, merubah rute pemberian, mengusulkan pemeriksaan
laboratorium, mengusulkan perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi
parenteral/enteral, mengusulkan pemeriksaan parameter klinis tertentu dengan lebih
sering.
Melakukan Monitoring, baik monitoring efek terapi obat (METO), maupun monitoring
efek samping obat (MESO). Dalam malakukan monitoring haruslah dinyatakan pula
target outcome dari monitoring tersebut baik jangka pendek maupun jangka panjang dan
apa parameternya, frekuensi monitoring serta endpoint yang akan dicapai. Endpoint
monitoring hendaknya disesuaikan dengan tujuan terapi spesifik dari pasien tersebut,
dan perlu diingat parameter tujuan terapi dan endpoint monitoring masing masing
individu bisa jadi berbeda beda
Melakukan edukasi kepada pasien, keluarga pasien ataupun tenaga kesehatan lain jika
diperlukan. Program yang dapat dilakukan adalah penyuluhan atau informasi obat serta
konseling obat kepada pasien atau yang merawat. Edukasi kepada pasien dapat
menggunakan sumber bacaan dari link berikut ini:
https://www.drugs.com/drug_information.html
78 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Secara ringkas langkah-langkah Asuhan kefarmasian untuk mengidentifikasi dan
menangani DRPs adalah sebagai berikut :
 Menentukan klasifikasi permasalahan terapi obat yang terjadi
 Melakukan Assessment penyebab terjadinya DRPs
 Menentukan tindakan intervensi dan rekomendasi yang paling tepat terhadap DRPs
 Melakukan assessment (penilaian) terhadap intervensi yang telah dilakukan untuk
evaluasi
Contoh kasus
Gambar 17. Resep Contoh kasus Interaksi Obat
Klasifikasi DRP adalah interaksi obat
Assessment : Amlodipin jika digunakan bersamaan dengan golongan statin misalnya
simvastatin maka akan meningkatkan efek samping simvastatin berupa resiko
rabdomielitis, untuk mengetahui interaksi obat dapat menggunakan Drug Interaction
Checker on line, baik yang gratis maupun yang berbayar misalnya medscape.com di link
https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, jika kita masukkan obat
amlodipin dan simvastatin maka akan kita dapatkan sebagai berikut :
Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 79
Gambar 18, Drug Interaction Checker Medscape
Kita juga bisa menggunakan rxlist.com di https://www.rxlist.com/drug-interaction-
checker.htm
jika kita masukkan obat amlodipin dan simvastatin maka akan kita dapatkan sebagai
berikut :
Gambar 19, Drug Interaction Checker rxlist.com
80 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1
Dari kedua drug interaction chacker tersebut memberikan kesimpulan yang sama, hanya
saja pada rxlist.com memberikan keterangan yang lebih jelas yaitu interaksi pada grade
serious, dan gunakan alternatif obat, pada keterangan nya menyatakan potensial terjadi
interaksi yang serius dan membutuhkan monitoring yang dilakukan secara terus menerus,
jika perlu digantikan obat alternatif. Sedangkan di medscape tidak memberikan
rekomendasi tersebut. Interaksi yang terjadi adalah amlodipin oral dapat meningkatkan
resiko efeksamping simvastatin jika digunakan bersamaan, yaitu meningkatnya resiko
kerusakan otot (myopathy/rabdomyolysis) dan jika terpaksa digunakan maka dosis
simvastatin tidak boleh melebihi 20 mg/hari.
Untuk tebih jelas dalam menggunakan drug interaction chacker maka bapak ibu dapat
menyaksikan video tutorial yang menjadi lampiran modul ini.
4. Forum Diskusi
a. Medication Error dan Peran farmasis dalam mengatasinya
b. Drug Related problem dan Peran farmasis dalam mengatasinya
c. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care) dan rencana asuhan Kefarmasian

Contenu connexe

Tendances

Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul
DeLas Rac
 
konseling hipertensi
konseling hipertensikonseling hipertensi
konseling hipertensi
witanurma
 

Tendances (20)

Penentuan dosis-Dose Adjustment
Penentuan dosis-Dose AdjustmentPenentuan dosis-Dose Adjustment
Penentuan dosis-Dose Adjustment
 
Komunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiKomunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasi
 
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan ObatEvaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat
 
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker
 
Sediaan krim
Sediaan krimSediaan krim
Sediaan krim
 
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1   1. perencanaan obat di puskesmasMi 1   1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
 
Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul
 
konseling hipertensi
konseling hipertensikonseling hipertensi
konseling hipertensi
 
Analisis resep
Analisis resepAnalisis resep
Analisis resep
 
272444618 beyond-used-date
272444618 beyond-used-date272444618 beyond-used-date
272444618 beyond-used-date
 
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakitManajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
 
Naranjo naranjo
Naranjo naranjoNaranjo naranjo
Naranjo naranjo
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Pedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomiPedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomi
 
Studi Kasus Drug Related Problems
Studi Kasus Drug Related ProblemsStudi Kasus Drug Related Problems
Studi Kasus Drug Related Problems
 
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO)Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
 
Konseling farmasi (1)
Konseling farmasi (1)Konseling farmasi (1)
Konseling farmasi (1)
 
Pemberian Obat Pada Lansia
Pemberian Obat Pada LansiaPemberian Obat Pada Lansia
Pemberian Obat Pada Lansia
 
Farmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik TeofilinFarmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik Teofilin
 

Similaire à MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR

Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdfNi Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
NIWAYANVEBBYANI2
 

Similaire à MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR (20)

FARMASI KLINIK.pptx
FARMASI KLINIK.pptxFARMASI KLINIK.pptx
FARMASI KLINIK.pptx
 
Makalah farma
Makalah farmaMakalah farma
Makalah farma
 
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs))))))))..pdf
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs))))))))..pdfDRUG RELATED PROBLEMS (DRPs))))))))..pdf
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs))))))))..pdf
 
PPT KEL 4 KEAMANAN OBAT DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT.pptx
PPT KEL 4 KEAMANAN OBAT DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT.pptxPPT KEL 4 KEAMANAN OBAT DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT.pptx
PPT KEL 4 KEAMANAN OBAT DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT.pptx
 
Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdfNi Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
Ni Wayan Vebbyani (821419032). DRPs.pdf
 
Faktor penentu medication error
Faktor penentu medication errorFaktor penentu medication error
Faktor penentu medication error
 
TUGAS drs. wahyu tentang Farmasi.pptx
TUGAS drs. wahyu tentang Farmasi.pptxTUGAS drs. wahyu tentang Farmasi.pptx
TUGAS drs. wahyu tentang Farmasi.pptx
 
(MARA BINTANG LUBIS) KOMUNIKASI TERAPEUTIK LANSIA.pptx
(MARA BINTANG LUBIS) KOMUNIKASI TERAPEUTIK LANSIA.pptx(MARA BINTANG LUBIS) KOMUNIKASI TERAPEUTIK LANSIA.pptx
(MARA BINTANG LUBIS) KOMUNIKASI TERAPEUTIK LANSIA.pptx
 
ppt farmasi klinik fika.pptx
ppt farmasi klinik fika.pptxppt farmasi klinik fika.pptx
ppt farmasi klinik fika.pptx
 
Materi PKPO dan Medication Error.pdf
Materi PKPO dan Medication Error.pdfMateri PKPO dan Medication Error.pdf
Materi PKPO dan Medication Error.pdf
 
Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat
 
asuhan kefarmasian.pptx
asuhan kefarmasian.pptxasuhan kefarmasian.pptx
asuhan kefarmasian.pptx
 
Farmakovigilans.pptx
Farmakovigilans.pptxFarmakovigilans.pptx
Farmakovigilans.pptx
 
Medication-error by devi hariyanti p.pptx
Medication-error by devi hariyanti p.pptxMedication-error by devi hariyanti p.pptx
Medication-error by devi hariyanti p.pptx
 
Apoteker klinis : Menghilangkan jarak antara pasien dan dokter
Apoteker klinis : Menghilangkan jarak antara pasien dan dokterApoteker klinis : Menghilangkan jarak antara pasien dan dokter
Apoteker klinis : Menghilangkan jarak antara pasien dan dokter
 
Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi
 
412547410-Ppt-Penggunaan-Obat-Rasional.pptx
412547410-Ppt-Penggunaan-Obat-Rasional.pptx412547410-Ppt-Penggunaan-Obat-Rasional.pptx
412547410-Ppt-Penggunaan-Obat-Rasional.pptx
 
3-6peran komunikasi farmasi..ppt
3-6peran komunikasi farmasi..ppt3-6peran komunikasi farmasi..ppt
3-6peran komunikasi farmasi..ppt
 
173-341-3-PB.pdf
173-341-3-PB.pdf173-341-3-PB.pdf
173-341-3-PB.pdf
 

Plus de PPGhybrid3

Plus de PPGhybrid3 (20)

Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 4
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 5
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 3
 
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
Contoh Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 2
 
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
Forum Diskusi Agribisnis ternak Modul 1
 
AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6 kb 4
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3
 
AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1AT Modul 6 kb 1
AT Modul 6 kb 1
 
AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4
 
AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3AT Modul 5 kb 3
AT Modul 5 kb 3
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1
 
AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4AT Modul 3 kb 4
AT Modul 3 kb 4
 
AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3AT Modul 3 kb 3
AT Modul 3 kb 3
 
AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1AT Modul 3 kb 1
AT Modul 3 kb 1
 

Dernier

1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
NezaPurna
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Yudiatma1
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
Acephasan2
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RambuIntanKondi
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 

Dernier (20)

1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxPPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
 
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptxFRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAPROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
 
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase NeurologiReferat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 

MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR

  • 2. 58 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 KEGIATAN BELAJAR 3: Medication Error A. Pendahuluan Salah satu pekerjaan kefarmasian adalah pelayanan Farmasi Klinis, dimana fokus perhatian farmasi adalah meningkatkan penggunaan obat yang rasional, mencapai tujuan terapi yang optimal, serta menghindarkan munculnya efeksamping obat yang merugikan, Untuk mencapai tujuannya farmasi harus mampu membangun kolaborasi, hubungan interpersonal relation ship dengan sesama tenaga kesehatan beserta basien dan keluarga pasien. Untuk itu tenaga kefarmasian harus menjalankan Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian terhadap pasien. Langkah awal dalam melakukan asuhan kefarmasian adalah mengenal Kemungkinan masalah yang dapat muncul yang disebabkan pengggunaan obat (DRP), baik masalah yang potensial maupun actual, dan selanjutnya melakukan rekomendasi untuk mengatasi masalah (DRP) yang actual dan mencegah masalah (DRP) yang potensial. Relevansi Modul ini memberikan gambaran ringkas tentang Drug related Problem, Medication Error serta asuhan kefarmasian yang dapat dilakukan oleh tenaga farmasi. Petunjuk Belajar, dalam kegiatan belajar ini terdapat media pembelajaran Power point, video tutorial pengecekan interaksi obat dalam sebuah resep dan diakhiri dengan tes formatif. jika dalam mempelajari modul ini ada sesuatu yang kurang jelas atau sesuatu yang membingungkan silahkan bertanya kepada tutor atau fihaklain yang sudah ditentukan. Terimakasih selamat belajar… B. Inti 1. Capaian pembelajaran Peserta Mampu menguasai Konsep kesalahan pengobatan (Medication Error) Peserta mampu menguasai Konsep Drug related problem (DRP) dan penyelesaian nya Sub Capaian Pembelajaran Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi Medication Error, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami macam Medication Error, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami 4 fase Medication Error,
  • 3. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 59 Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Kategori Medication Error, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami pencegahan Medication Error Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi DRP, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami macam DRP, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami Defenisi Asuhan kefarmasian, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami tujuan terapi, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami tujuan Asuhan kefarmasian, Peserta Mampu menyebutkan dan memahami fungsi Asuhan kefarmasian, Peserta Mampu memahami dan melakukan assessment Kefarmasian (SOAP) 2. Pokok Pokok Materi : a. Konsep kesalahan pengobatan (Medication Error) b. Drug related problem (DRP) dan penyelesaian nya c. Pharmaceutical care (Asuhan Kefarmasian) 3. Uraian Materi Medication Errors Medication Errors adalah kesalahan tindakan medis atau pelayanan kefarmasian yang meyebabkan kerugian kepada pasien dan sebenarnya dapat diminimalisir atau bahkan dicegah yang kesalahan- kesalahan ini terjadi karena akibat dari pemakaian obat, tindakan, dan perawatan yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Dalam artikel tentang Medication Errors yang dikeluarkan WHO, disampaikan oleh Dewan Koordinasi Nasional Amerika Serikat terkait pelaporan kesalahan pengobatan dan pencegahan mendefinisikan kesalahan obat yaitu: “Kejadian kesalahan obat merupakan kejadian yang dapat dicegah yaitu kejadian yang menyebabkan atau mengarah pada pengobatan yang tidak tepat penggunaannya atau membahayakan pasien saat obat berada ditangan tenaga kesehatan, pasien, atau konsumen”. Peristiwa ini dapat berkaitan dengan praktek profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk meresepkan, mengatur komunikasi, pelabelan produk, pengemasan, dan nomenklatur, peracikan, pengeluaran, distribusi, administrasi, pendidikan, pemantauan, dan penggunaan”. Sehingga dari definisi tersebut menunjukkan bahwa kesalahan sifatnya luas dan dapat dicegah dalam berbagai tingkat kesalahan tersebut.
  • 4. 60 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Medication Error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat inap. Secara umum Medication Error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian dan administrasi obat yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi Medication Error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% Medication Errors 10778 kasus berasal dari peresepan obat. Studi lain menyebutkan bahwa lokasi yang paling banyak terjadi kesalahan pada pediatric adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi obat terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat. Medication Error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan yang potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per pasien saat ini. Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam dispensing dan pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis pada resep. Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat meningkatkan bahaya terjadinya kesalahan pengobatan. Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan kesalahan lain di komponen-komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226 resep Medication Error. Dari 226 Medication Errors, 99.12% merupakan kesalahan peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. Pengertian lama, jika dokter tidak menuliskan potensi suatu obat, maka apoteker akan melanyani resep tersebut dengan potensi obat yang terkecil, namun saat ini pendapat tersebut harus dirubah, disebabkan pertama masing masing pabrik obat terkadang memproduksi potensi terendah obat yang
  • 5. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 61 berbeda beda dengan pabrik yang lain, kedua, belum tentu dokter menginginkan potensi yang terendah, disebabkan karena dua alasan tersebut maka jika dokter tidak menuliskan potensi obat maka apoteker harus mengkonfirmasikan kepada dokter penulis resep tersebut. Kesalahan farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang tidak lengkap. Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi dan kontrol administrasi obat merupakan tantangan yang berat. Selain itu, pada pasien rawat jalan, kontrol penggunaan obat dan keparahan efek samping juga belum dimonitor dengan baik. Interaksi obat dengan obat, makanan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi terapeutik pasien. Misi apoteker adalah untuk membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat penggunaan obat sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk meminimalkan risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak negatif dari Medication Error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan) dapat diminimalkan Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin terjadi karena hasil dari kelalaian. Sedangkan kesalahan pengobatan (Medication Error) didefinisikan sebagai setiap kesalahan (error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pngobatan. Kesalahan pengobatan (Medication Error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event.
  • 6. 62 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Selain itu, kesalahan pengobatan (Medication Error) dapat didefinisikan sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi kesehatan. Dimana definisi tersebut mirip dengan definisi dari National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai “Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien dimana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan." Adapun ringkasan Medication Errror dapat di lihat pada PPT berikut ini … Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian Medication Errors adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Fase Medication Errors Kejadian Medication Errors dibagi dalam 4 fase, yaitu; 1. fase prescribing, adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Prescribing error dapat dikatakan sebagai pemilihan obat yang tidak tepat yang dapat menyebabkan maupun memiliki potensi membahayakan pasien. Prescribing error dapat dalam banyak bentuk, tetapi yang paling sering terjadi adalah pada dosis yang tidak sesuai, pemilihan obat yang tidak tepat ataupun adanya obat yang dapat berinteraksi dengan obat yang lain yang telah dikonsumsi, selain itu dapat juga terjadi peresepan obat yang kontraindikasi. Prescribing error terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai obat yang diresepkan, dosis obat, dan data pasien yang kurang detail. Selain beberapa faktor tersebut, pada literatur yang ditulis oleh William (2007) menyatakan bahwa pada prescribing error terdapat pula faktor penyebab terjadinya transcribing error seperti faktor lingkungan, tulisan tangan tidak terbaca, pengambilan riwayat pengobatan tidak tepat, nama obat membingungkan, penggunaan angka desimal tidak sesuai, serta penggunaan singkatan nama obat.
  • 7. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 63 Fase ini meliputi: Kesalahan resep, pemilihan obat untuk diresepkan didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain, dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diresepkan oleh dokter yang tidak benar. Pemilihan obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut. 2. Fase transcribing, adalah error yang terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas pada nama nama obat yang hampir sama misalnya Losec® (berisi omeprazole) dibaca Lasix® (berisi furosemide), Kelompok obat ini dinamakan kelompok LASA ( Look a like Sound a like), Salah dalam menerjemahkan cara pembuatan resep atau salah bentuk sediaan obat misalnya dokter menuliskan perintah pembuatan dengan singkatan “coll “ coll ini bisa bermakna collirium (obat cuci mata) tetapi dapat juga bermakna Collutorium (obat kumur) juga kesalahan pada signature misalnya aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet terbaca 3 kali sehari 1 tablet. Resep yang diterima oleh apoteker harus dibaca secara keseluruhan dan secara hati-hati; sebaiknya tidak ada keraguan dari isi maupun jumlah obat yang tertera pada resep. Transcribing error juga dapat terjadi misalnya pada ketidaksesuaian obat yang ada pada resep dengan catatan obat di rekam medik. Medication Error tahap ini dikategorikan sebagai ketidak sesuaian nama obat, formulasi obat, rute pemberian, dosis, regimen dosis, tidak adanya obat yang dipesan (obat kosong). 3. Fase dispensing ialah error yang terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Kesalahan pada fase ini meliputi Salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya kejadian ini biasanya pada obat obat LASA. Misalnya mengambil obat tetes telinga untuk tetes mata. Salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, disebabkan karena salah membaca kebutuhan obat misalnya 10 mg terbaca 100 mg, salah dalam menentukan potensi obat misalnya potensi 2 mg terbaca 4 mg, Salah dalam menimbang obat, misalnya salah dalam mengmbil anak timbangan, atau timbangan tidak setara. Salah dalam mencampur obat yang berakibat obat tidak homogen, konsistensi obat tidak baik, terjadi inkompatibilitas obat, misalnya mencampur salep berbasis cream
  • 8. 64 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 dengan berbasis ointment, maka akan didapat salep yang berair disebabkan basis cream nya pecah. Salah dalam memberikan informasi juga termasuk dalam fase ini. Misalnya obat yang seharusnya diminum 1 jam sebelum makan, hanya disampaikan sebelum makan saja, akibatnya pasien meminum obat beberapa saat sebelum makan. 4. Fase administrasi adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat, yaitu proses yang dimulai dari obat diberikan dari petugas apotek ke pasien atau dari petugas apotek kepala keluarga pasien hingga obat digunakan oleh pasien. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Biasanya pada fase ini terjadi kesalahan dalam pemberian informasi tentang penggunaan obat bisa disebabkan karena informasi yang salah atau pasien salah dalam menangkap maksud dari petugas apotek. Error yang terjadi misalnya salah menggunakan suppositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Pasien diminta untuk minum obat 3 x sehari 1 sendok teh, sehingga pasien menggunakan sendok yang biasanya untuk membuat teh, padahal yang dimaksud adalah sendok takar 5 ml. Pemberian tablet sublingual tetapi pasien menggunakannya langsung ditelan. Berdasarkan fase-fase Medication Error tersebut, Cohen (1991) menyebutkan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa: a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien, dokter, dan apoteker). b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya). c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan). Dalam penilitian ini sumber daya manusia menjadi faktor penyebab medication erorrs yang paling besar, karena pengetahuan Apoteker terkait obat LASA dan pengelo- laannya menjadi penilaian. d. Edukasi kepada pasien kurang. e. Peran pasien dan keluarganya kurang. Menurut Kepmenkes 2004 faktor-faktor lain yang berkontribusi pada Medication Error antara lain: a. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
  • 9. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 65 Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya dikomunikasikan.Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidaklengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas.Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang beresiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai. b. Kondisi lingkungan Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperature yang nyaman.Selain itu, area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan.Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah. c. Gangguan/ interupsi pada saat bekerja Gangguan/ interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon. d. Beban bekerja Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan. e. Edukasi staf Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam system menurunkan insiden/kesalahan. Adanya undang-undang Kesehatan No 23 tahun 1992 serta undang-undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 yang menjamin hak-hak konsumen (pasien) dalam mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, menyebabkan penyedia jasa tenaga kesehatan (dokter maupun farmasis) harus waspada, karena adanya penyimpangan pelayanan dari ketentuan yang ada akan membuka celah bagi konsumen (pasien) dalam melakukan gugatan.
  • 10. 66 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Kategori Medication Error Tabel 1, Kategori Medication Error National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP), Upaya menurunkan Medication Error Pencegahan Medication Errors dapat dilakukan dengan upaya-upaya di bawah ini antara lain: Adanya pemahaman yang baik pada setiap individu bahwa Medication Errors dapat terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja terutama yang berkaitan dengan obat dan pengobatan, mulai dari dokter, apoteker, asisten apoteker, dan perawat. Apoteker wajib menerapkan sistem distribusi obat yang tepat untuk pasien di suatu rumah sakit, agar dapat memenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat jadwal, tanggal, waktu, dan metode pemberian, tepat informasi untuk pasien dan untuk perawat pemberi obat kepada pasien. Error Kategori Hasil No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan Error , no harm B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan pasien tetapi tidak membahayakan pasien D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya sementara F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya sementara G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat permanen H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien contoh syok anafilaktik Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
  • 11. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 67 Sistem penulisan resep yang terkomputerisasi pada instalasi farmasi yang memudahkan pengecekan otomatis untuk dosis, terapi duplikasi, interaksi obat, dan aspek penggunaan lain. Desain ulang sistem yang ada, jika terbukti kejadian Medication Error bersumber dari sistem, sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan yang akan datang. Instalasi farmasi harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam proses prescribing, transcribing, dispensing, dan administering untuk meminimalkan resiko terjadinya Medication Errors. Apoteker harus mengikuti pengetahuan mutakhir melalui kebiasaan membaca pustaka, berkonsultasi dengan rekan sejawat dan pelaku pelayan kesehatan lain. Oleh karena itu, sumber informasi obat yang memadai harus tersedia bagi semua pelaku pelayan kesehatan dalam proses penggunaan obat. Adanya daftar singkatan baku standar yang disetujui untuk digunakan dalam peresepan obat. Personel yang cukup harus tersedia untuk melakukan tugas dengan memadai dan memiliki tingkat beban serta jam kerja yang wajar. Selain itu, dilakukan evaluasi kinerja petugas sehingga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang selama ini dilakukan yang berpotensi menimbulkan Medication Errors. Dengan demikian, petugas diharapkan tidak mengulangi hal yang sama dikemudian hari. Lingkungan kerja yang nyaman untuk pembuatan sediaan obat. Sumber kesalahan yang dapat terjadi di lingkungan kerja yaitu ketidakfokusan pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Langkah-langkah pengelolaan dan pengendalian kejadian Medication Errors : Klasifikasikan jenis Medication Errors yang terjadi. Tentukan penyebab terjadinya Medication Errors. Medication Errors harus didokumentasikan dan dilaporkan segera kepada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi harus segera dimulai. Fakta yang harus ditetapkan dan didokumentasikan termasuk apa yang terjadi, di mana peristiwa terjadi, mengapa dan bagaimana peristiwa terjadi, siapa yang terlibat. Bukti produk (misal etiket dan kemasan) harus dicari dan disimpan untuk acuan di kemudian hari.
  • 12. 68 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Identifikasikan langkah-langkah yang akan dilakukan dengan benar dan dokumentasikan Terapi perbaikan dan terapi suportif harus diberikan kepada pasien. Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit untuk kepentingan perbaikan mutu, peningkatan keamanan pasien untuk pencegahan kesalahan yang akan datang. Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan, berupa pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan pada kenyataannya (aktual) atau potensial mengganggu keberhasilan terapi yang diharapkan (Cipolle et al, 1998). Drug Related Problem merupakan masalah yang terkait penggunaan obat yang dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas kualitas hidup seorang pasien serta dapat berdampak pula terhadap ekonomi dan sosial pasien tersebut. Pharmaceutical care Network Europe mendefinisikan masalah yang muncul terkait penggunaan obat (DPRs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara aktual atau potensial mengganggu hasil terapi kesehatan yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnose penyakit, atau ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat. Society Consultant American Pharmacist menyebutkan bahwa tujuan dari terapi obat adalah terjadinya perbaikan kualitas hidup pasien melalui pengobatan atau pencegahan penyakit, mengurangi timbulnya gejala, atau memperlambat proses penyakit. Kebutuhan pasien terhadap terapi obat atau drug related needs meliputi ketepatan indikasi, keefektifan obat, keamanan terapi, kepatuhan pasien. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi atau outcome pasien tidak tercapai maka hal ini dapat dikategorikan sebagai DRP.
  • 13. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 69 Tabel II. Klasifikasi DRP menurut PCNE V8.01 Berdasarkan kejadiannya, DRP dibagi menjadi dua bagian pertama DRP aktual adalah DRP yang sudah terjadi sehingga harus diatasi masalahnya. Dalam hal ini pasien sudah mengalami DRP misalnya dosis terlalu besar sehingga dosis harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Kedua adalah DRP potensial yaitu DRP yang kemungkinan besar dapat terjadi dan akan dialami oleh pasien apabila tidak dilakukan pencegahan, misalnya pasien apabila diberikan suatu obat akan mengalami kontraindikasi atau alergi terhadap obat tersebut sehingga harus diganti dengan obat lain. Komponen-Komponen DPRs Ada dua komponen penting dalam DRPs yaitu: 1. Kejadian atau resiko yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien. Kejadian ini dapat diakibatkan oleh kondisi ekonomi, psikologi, fisiologis, atau sosiokultural pasien. 2. Ada hubungan atau diduga ada hubungan antara kejadian yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien dengan terapi obat. Hubungan ini meliputi konsekuensi dari terapi obat sehingga penyebab atau yang diduga sebagai penyebab kejadian tersebut, atau dibutuhkannya terapi obat untuk mencegah kejadian tersebut.
  • 14. 70 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Kategori DRP Menurut Cipolle Menurut Cipolle et al,1998 kategori DRP adalah: 1. Membutuhkan obat tetapi tidak menerimanya Pasien membutuhkan obat untuk mengatasi keluhannya atau Membutuhkan obat tambahan misalnya untuk profilaksis atau premedikasi, tetapi tidak mendapatkannya. Misalnya Pasien TB paru yang mendapatkan terapi rutin INH membutuhkan suplemen vitamin B6 untuk mengatasi efeksamping dari INH berupa neuropati perifer. Pasien dengan riwayat dispepsia kemudian mendapatkan terapi golongan NSAID, membutuhkan H2 blocker untuk mencegah kambuhnya dispepsia karena penggunaan obat golongan NSAID. 2. Menerima obat tanpa indikasi yang sesuai Menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, pasien mendapatkan obat yang sebenarnya jika tidak mendapatkan obat pun pasien akan membaik kondisinya ( pada penyakit self limited disease), pasien mendapatkan dua obat (duplikasi) untuk satu keluhannya, padahal menggunakan satu obat saja sudah dapat mengatasi penyakitnya. Misalnya pasien mendapatkan dua anti alergi, steroid dan non steroid Pada kategori ini termasuk juga penyalahgunaan obat, swamedikasi yang tidak benar, polifarmasi dan duplikasi. Merupakan tanggungjawab farmasi agar pasien tidak menggunakan obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. DRP tipe ini dapat menimbulkan implikasi negatif terhadap pasien berupa toksisitas atau munculnya efek samping, serta meningkatnya biaya yang dikeluarkan diluar yang seharusnya. Misalnya, pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi obat batuk dan analgesik-antipiretik terpisah padahal dalam obat batuk tersebut sudah mengandung asetaminonen. 3. Menerima obat salah Kasus yang mungkin terjadi: obat tidak efektif, pasien alergi terhadap obat tersebut, adanya resiko kontraindikasi, resisten terhadap obat yang diberikan, obat yang diberikan bukan obat yang paling aman, pasien mendapatkan obat tetapi mahal harganya sehingga memberatkan pasien, pasien mendapatkan obat kombinasi, padahal jika mendapatkan obat tunggal saja sudah dapat memberikan efek yang optimal. 4. Dosis terlalu rendah Penyebab yang sering terjadi: dosis terlalu kecil (potensi obat) untuk menghasilkan respon yang diinginkan, jangka waktu terapi yang terlalu pendek, konsentrasi obat didalam darah berada dibawah (MEC) kadar terapetik yang diinginkan, pemilihan obat,
  • 15. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 71 dosis, rute pemberian, dan sediaan obat tidak tepat. Misalnya pemberian antibiotika hanya untuk 3 hari, frekuensi pemberian amoksisilin 2 kali sehari. 5. Dosis terlalu tinggi Penyebab yang sering terjadi: dosis salah, frekuensi pemberian obat terlalu banyak, jangka waktu terapi terlalu lama dan adanya interaksi obat. 6. Pasien mengalami ADR Penyebabnya adalah pasien memiliki faktor resiko yang berbahaya bila obat digunakan, efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien, interaksi dengan obat lain, dosis dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat sehingga menyebabkan ADR dan mengalami efek yang tidak dikehendaki yang tidak diprediksi. 7. Kepatuhan Penyebabnya adalah pasien tidak mendapatkan informasi aturan pemakaian obat yang tepat, pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan, pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal, pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat. Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar: 1. Untreated Indication, Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut. 2. Drug Use Without Indication Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang sesuai. 3. Improper Drug Selection Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut. 4. Sub-Therapeutic Dosage Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang. 5. Over Dosage Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benartetapi dosis obat tersebut lebih. 6. Adverse Drug Reactions Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan. Misalnya efek mual dan muntah setelah minum obat. 7. Drug Interactions, Pasien mendapatkan kondisi medis akibat terjadinya interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit atau kelainan fisiologis, obat dengan hasil laboratorium.
  • 16. 72 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 8. Failure to receive medication Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang diresepkan, misalnya obat tidak terbeli, pasien selalu muntah saat minum obat, pasien tidak sadar sehingga tidak dapat mengkonsumsi obat Faktor-faktor yang menimbulkan DRPs Medication Error merupakan salah satu faktor pemicu kejadian DRPs. Medication Error suatu kejadian yang dapat merugikan bahkan membahayakan keselamatan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Selain Medication Error, faktor lain yang dapat menimbulkan DRPs adalah pengobatan yang tidak rasional. Obat yang rasional merupakan ketepatan dalam pengobatan dimana pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut : tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, waspada terhadap efek samping, tepat penilaian kondisi pasien, obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat tindak lanjut (follow-up), tepat penyerahan obat (dispensing), Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan. Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care) Pengertian Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care) a. Pharmaceutical care adalah patient centered practice yang menempatkan apoteker yang bertangung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung jawab terhadap komitmen. b. Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien.
  • 17. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 73 c. Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah sebuah konsep yang melibatkan tanggung jawab pemberi pelayanan obat (apoteker) sampai pada hasil terapi yang diharapkan yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan Terapi Menurut Heppler and strand (1990) ada beberapa tujuan terapi penggunaan obat yaitu : a. Penyembuhan penyakit, misalnya dengan menggunakan antibiotika, anti virus, anti jamur. b. Menghilangkan atau mengurangi gejala-gejala penyakit yang dialami pasien, misalnya dengan obat obat simtomatik, parasetamol, NSAID c. Menahan atau memperlambat proses penyakit, misalnya Penggunaan curcumin pada penderita hepatitis, obat obat kanker d. Mencegah penyakit atau gejala-gejala. Misalnya penggunaan vaksin atau imunisasi Konsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena menjadi factor penting untuk mencapai tujuan terapi serta pengendalian meningkatnya biaya kesehatan dan meningkatnya kemunculan adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat menjadi lebih mahal, penggunaanya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse) meningkat, dan efek samping obat. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab Apoteker yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Peran Apoteker dalam asuhan kefarmasian diawal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, mereka memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik bagi DRP (drug related problem) pasien. Diakhir proses terapi, mereka menilai hasil intervensi apoteker sehingga didapatkan hasil optimal, mencegah dan mengatasi kemunculan efek samping obat sehingga kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan, Fungsi Asuhan Kefarmasian adalah: a. Mengidentifikasi masalah/DRP baik yang aktual maupun potensial b. Mengatasi DRP yang aktual c. Mencegah kemungkinan terjadinya DRP yang potensial
  • 18. 74 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 a. Mengidentifikasi masalah/DRP baik yang aktual maupun potensial. Dalam menjalankan fungsi ini apoteker harus memperbanyak kajian dan diskusi kasus dengan sesama Apoteker, mengidentifikasi masalah membutuhkan pengalaman yang cukup panjang, terkadang menurut kita hal tersebut bukan menjadi masalah, tetapi bagi rekan yang lain hal tersebut merupakan masalah yang berdampak kepada pasien. Misalnya pasien memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika amoksisilin, bagi sejawat lain mungkin akan berani memberikan antibiotika golongan sefalosporin generasi tiga, tetapi ada hal lain yang perlu kita pertimbangkan, misalnya kedua obat tersebut secara struktur memiliki kesamaan golongan, yaitu golongan betalaktam, dalam kasus ini penggunaan obat turunan betalaktam berpotensi menimbulkan alergi. Dalam kasus lain pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis, jika mendapatkan analgetika parasetamol, maka pasien potensial akan mendapatkan gangguan pada heparnya, disebabkan parasetamol termasuk jenis obat yang memiliki efek samping hepatotoksis. Dalam kasus lain, pasien diabetes dengan gangren di jari kaki, dan pasien mengalami nyeri neuropati (nyeri neuropati diabetik, NND). Jika pasien hanya mendapatkan analgetik tunggal misalnya golongan NSAID, atau tramadol, secara teoritis pemberian kedua obat tersebut kurang adekuat untuk mengatasi nyeri neuropati, nyeri neuropati membutuhkan obat antidepresan selain analgetika misalnya amitriptylin, gabapentin, atau pregabalin. b. Mengatasi DRP yang aktual. DRP yang aktual adalah DRP yang telah terjadi atau akan terjadi jika obat tersebut digunakan, misalnya dosis obat yang diberikan berlebihan untuk pasien tersebut, pasien alergi terhadap obat tersebut, pasien mendapatkan efeksamping obat jika digunakan. Tugas Apoteker adalah mengatasi DRP yang terjadi ini. Misalnya pasien diketahui menderita penyakit dispepsia, kemudian mendapatkan obat golongan NSAID, maka dalam kasus ini pasien mendapatkan DRP aktual, karena jika obat tersebut digunakan maka sudah dapat diprediksikan bahwa dispepsia pasien akan bertambah parah baik digunakan sebelum makan ataupun setelah makan (https://www.rxlist.com/ponstel-drug/patient-images-side-effects.htm), maka untuk mengatasi DRP ini adalah, pertama tidak menggunakan obat golongan NSAID tetapi menggunakan obat lain yang tidak memiliki efeksamping peningkatan asam lambung, kedua tetap menggunakan obat NSAID tetapi pasien mendapat obat tambahan untuk mencegah efeksamping obat misalnya mendapat tambahan obat golongan H2 bloker
  • 19. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 75 misalnya ranitidin atau cimetidin. contoh lain adalah pada pasien menderita. Contoh lain adalah pasien menderita hepatitis dan mendapatkan parasetamol yang bersifat hepatotoksik, kasus ini termasuk DRP yang aktual, karena jika parasetamol tetap digunakan maka fungsi hatinya akan lebih terganggu, sehingga untuk mengatasi DRP ini adalah obat parasetamolnya diganti dengan obat analgesik lain yang tidak memiliki efeksamping hepatotoksik. Keterangan dapat dilihat di link https://www.rxlist.com/tylenol-drug/patient-images-side-effects.htm. Link ini dapat digunakan pula untuk mencari informasi obat yang lain. c. Mencegah kemungkinan terjadinya DRP yang potensial DRP potensial adalah DRP yang muncul karena adanya efeksamping obat yang digunakan, tetapi tidak semua pasien memberikan respon yang sama, sehingga efek samping nya menjadi potensial terjadi, pada kasus ini tugas apoteker adalah mencegah terjadinya DRP yang potensial ini, misalnya Obat golongan NSAID memiliki efeksamping meningkatkan asam lambung pada semua pasien termasuk pasien yang tidak mengalami penyakit dispepsia, maka tugas Apoteker dikasus ini adalah memberikan nasehat kepada pasien agar obat diminum setelah makan bukan ketika lambung kosong atau sebelum makan, karena jika obat diminum ketika lambung kosong maka akan merasa nyeri lambungnya disebabkan meningkatnya asam lambung, walaupun tidak semua pasien akan merasakannya. Untuk edukasi kepada pasien kita dapat menggunakan link sebagai berikut : https://www.drugs.com/drug_information.html Dalam menjalankan fungsi pharmaceutical care, apoteker akan mendapatkan banyak manfaat, antara lain dapat menjalin komunikasi terapi yang baik antara apoteker pasien dan dokter serta perawat, sehingga terjadi kerjasama yang saling bersinergi menuju tercapainya tujuan terapi pasien. Dapat melakukan pemantauan terapi obat (METO) serta pemantauan efek samping obat (MESO). Dapat melakukan Assessment dalam rangkaian SOAP farmasi kepada pasien. Dapat memiliki dokumentasi lengkap dari rencana terapi dan asuhan kesehatannya. Diakuinya kompetensi farmasi dalam berkontribusi untuk pencapaian tujuan terapi pasien. Dapat memperbaiki produktivitas dan keilmuan kefarmasian, disebabkan selalu diasah dengan permasalahan yang muncul. Dapat memberikan jaminan mutu dalam layanan farmasi secara keseluruhan.
  • 20. 76 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Tujuan Apoteker dalam Menjalankan Pharmaceutical Care : a. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien selama perawatan, yang artinya (1) semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi, (2) Terapi obat adalah yang paling efektif, (3) Terapi obat yang diterima adalah yang paling aman, dan (4) pasien sanggup dan bersedia untuk menjalankan pengobatan. b. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi, dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems) c. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat dicapai dengan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien dan memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yang diinginkan. d. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan perawatan setiap pasien yang menguntungkan pasien, mengurangi kasalahan dan jujur, adil dan etis e. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis dengan cara menggunakan standar profesional dan menentukan sikap etis dalam filsafat dari praktik asuhan kefarmasian. f. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien dan selalu menjaga privasi pasien. Kajian SOAP Kefarmasian Implementasi Asuhan Kefarmasian Dalam dataran praktis implementasi Asuhan Kefarmasian adalah melakukan SOAP kefarmasian. SOAP kefarmasian adalah salah satu langkah nyata kontribusi Apoteker dalam mencapai tujuan terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien. Pendekatan SOAP farmasi akan berbeda dengan pendekatan SOAP dokter maupun SOAP perawat atau nakes lainnya, SOAP farmasi lebih menekankan terhadap evaluasi, rekomendasi serta monitoring penggunaan obat. Adapun Perincian SOAP farmasi adalah : S, Subjektif, adalah data subjektif yang diperoleh dari pasien dari hasil rekonsiliasi Apoteker pada saat pasien masuk kerumah sakit, meliputi data Riwayat Penggunaan Obat, Riwayat Penyakit Dahulu utamanya yang berhubungan dengan keluhan saat ini, Riwayat Penyakit keluarga utamanya penyakit yang berhubungan dengan keluhan saat ini misalnya pada penyakit menular atau penyakit genetis, Riwayat Penyakit Sekarang, termasuk sebab sebab munculnya penyakit serta keluhan yang dirasakan dan termasuk obat yang digunakan untuk mengatasi keluhan saat ini, Keluhan kepatuhan pasien, Riwayat alergi baik alergi terhadap udara, makanan atau obat obatan.
  • 21. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 77 O, Objektif, adalah data yang diperoleh oleh tenaga kesehatan dalam merawat pasien, baik data yang diperoleh dokter, perawat maupun laboratorium. Data ini meliputi diagnosis dokter, Catatan keperawatan, tanda vital saat ini, jika ada data lab yang menunjang, data obat yang sedang digunakan, data simtom pasien yang di peroleh langsung oleh Apoteker saat visite, serta data resep yang diberikan A, Assessment, Pada prinsipnya Assessment farmasi adalah mengkaji data Subjektif dibandingkan dengan data objektif kefarmasian dari pasien dengan menggunakan standar terapi dan standar penggunaan obat lainnya untuk menilai sebuah terapi obat pasien. Dalam Assessment membutuhkan standar terapi, baik standar terapi rumah sakit, standar terapi nasional atau standar terapi internasional /WHO. Assessment farmasi dapat menggunakan beberapa alat, antara lain menggunakan DTAW (DRUG THERAPY ASSESSMENT WORKSHEET) dengan menggunakan 11 pertanyaan, dapat juga menggunakan PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation), dapat juga menggunakan model 8 DRP P, Planning, Hasil kajian Apoteker dalam Assessment menghasilkan 3 perencanaan, Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat atau tenaga kesehatan lainnya berupa Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat, memodifikasi dosis atau interval pemberian, merubah rute pemberian, mengusulkan pemeriksaan laboratorium, mengusulkan perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parenteral/enteral, mengusulkan pemeriksaan parameter klinis tertentu dengan lebih sering. Melakukan Monitoring, baik monitoring efek terapi obat (METO), maupun monitoring efek samping obat (MESO). Dalam malakukan monitoring haruslah dinyatakan pula target outcome dari monitoring tersebut baik jangka pendek maupun jangka panjang dan apa parameternya, frekuensi monitoring serta endpoint yang akan dicapai. Endpoint monitoring hendaknya disesuaikan dengan tujuan terapi spesifik dari pasien tersebut, dan perlu diingat parameter tujuan terapi dan endpoint monitoring masing masing individu bisa jadi berbeda beda Melakukan edukasi kepada pasien, keluarga pasien ataupun tenaga kesehatan lain jika diperlukan. Program yang dapat dilakukan adalah penyuluhan atau informasi obat serta konseling obat kepada pasien atau yang merawat. Edukasi kepada pasien dapat menggunakan sumber bacaan dari link berikut ini: https://www.drugs.com/drug_information.html
  • 22. 78 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Secara ringkas langkah-langkah Asuhan kefarmasian untuk mengidentifikasi dan menangani DRPs adalah sebagai berikut :  Menentukan klasifikasi permasalahan terapi obat yang terjadi  Melakukan Assessment penyebab terjadinya DRPs  Menentukan tindakan intervensi dan rekomendasi yang paling tepat terhadap DRPs  Melakukan assessment (penilaian) terhadap intervensi yang telah dilakukan untuk evaluasi Contoh kasus Gambar 17. Resep Contoh kasus Interaksi Obat Klasifikasi DRP adalah interaksi obat Assessment : Amlodipin jika digunakan bersamaan dengan golongan statin misalnya simvastatin maka akan meningkatkan efek samping simvastatin berupa resiko rabdomielitis, untuk mengetahui interaksi obat dapat menggunakan Drug Interaction Checker on line, baik yang gratis maupun yang berbayar misalnya medscape.com di link https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, jika kita masukkan obat amlodipin dan simvastatin maka akan kita dapatkan sebagai berikut :
  • 23. Modul 1 | Pelayanan Kefarmasian 79 Gambar 18, Drug Interaction Checker Medscape Kita juga bisa menggunakan rxlist.com di https://www.rxlist.com/drug-interaction- checker.htm jika kita masukkan obat amlodipin dan simvastatin maka akan kita dapatkan sebagai berikut : Gambar 19, Drug Interaction Checker rxlist.com
  • 24. 80 Pelayanan Kefarmasian | Modul 1 Dari kedua drug interaction chacker tersebut memberikan kesimpulan yang sama, hanya saja pada rxlist.com memberikan keterangan yang lebih jelas yaitu interaksi pada grade serious, dan gunakan alternatif obat, pada keterangan nya menyatakan potensial terjadi interaksi yang serius dan membutuhkan monitoring yang dilakukan secara terus menerus, jika perlu digantikan obat alternatif. Sedangkan di medscape tidak memberikan rekomendasi tersebut. Interaksi yang terjadi adalah amlodipin oral dapat meningkatkan resiko efeksamping simvastatin jika digunakan bersamaan, yaitu meningkatnya resiko kerusakan otot (myopathy/rabdomyolysis) dan jika terpaksa digunakan maka dosis simvastatin tidak boleh melebihi 20 mg/hari. Untuk tebih jelas dalam menggunakan drug interaction chacker maka bapak ibu dapat menyaksikan video tutorial yang menjadi lampiran modul ini. 4. Forum Diskusi a. Medication Error dan Peran farmasis dalam mengatasinya b. Drug Related problem dan Peran farmasis dalam mengatasinya c. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care) dan rencana asuhan Kefarmasian