Dokumen tersebut membahas kasus peritonitis difus akibat appendisitis perforasi pada pasien laki-laki berusia 14 tahun. Pasien mengeluh nyeri perut selama seminggu dan demam. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda peritonitis. Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik mendukung diagnosis appendisitis perforasi. Pasien dioperasi dan didiagnosis dengan peritonitis difus akibat appendisitis perforasi.
2. PERITONITIS DIFUS ec APENDISITIS PERFORASI
CASE REPORT
Oleh:
Putri Maulina
1102012217
Pembimbing:
dr. Hadiyana
Suryadi, Sp.B
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK SMF BEDAH
RSUD DR SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 28 NOVEMBER 2016 – 3 FEBRUARI 2017
3. Nama : An. Awan
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Leles
No. Catatan Medis : 90-81-xx
Tanggal Masuk : 19 Desember 2016
IDENTITAS
5. ANAMNESIS KHUSUS
Nyeri perut sejak 1
minggu SMRS
Nyeri terus menerus,
nyeri berpindah dari
ulu hati ke perut kanan
bawah
Nyeri semakin
memberat dan terus
menerus. Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
Nyeri memberat saat
perut ditekan dan
bergerak
Nyeri diperingan
dengan posisi kedua
kaki ditekuk (+)
Muak +, muntah +
Nafsu makan menurun
+
Perut terasa kembung +
Demam sejak 1 minggu
SMRS.
Demam terus menerut
dan sepanjang hari.
Riwayat pola makan
tidak teratur + dan
kurang mengkonsumsi
serat +
Riwayar dirawat selama
3 hari dipuskesmas
namun tidak ada
perbaikan.
6. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, maupun penyakit jantung, kencing
manis, darah tinggi, dan asma.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa seperti pasien.
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit kencing manis, tekanan
darah tinggi maupun sakit jantung.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
7. RIWAYAT KEBIASAAN
Sebelum nyeri perut yang dirasakan sekarang, os mengaku tidak memiliki
kebiasaan konsumsi pedas atau konsumsi makanan pinggir jalan. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan
narkoba.
Keadaan sosial ekonomi pasien menengah kebawah, ayah pasien bekerja
sebagai buruh bangunan dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
8. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital:
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu : 35,8°C
Kepala : Normocephal
Mata : CA (-/-), SI (-/-) pupil bulat isokor, refleks pupil +/+
Hidung : discharge (-/-) deviasi septum (-/-)
Telinga : bentuk normal, otorea (-/-)
Mulut : mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), bibir kering (-)
Lidah : lidah berwarna merah, tidak ada coated tongue
Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil pada hemithoraks kanan dan kiri
simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada hemithoraks kanan dan kiri
Auskultasi : VBS ka=ki, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar simetris
Palpasi : NT/NL +/+, Defans Muscular +, hepar dan lien tidak teraba
membesar,Ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+)
STATUS GENERALIS
10. Punggung : CVA : Nyeri tekan -/-, Nyeri ketok-/-
Genitalia : rectal touche tidak dilakukan
Ekstremitas
Atas : Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral hangat
Bawah : Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral hangat
Status Lokalis
• a/r Right Lower Quadrant (RLQ) Abdomen
• Inspeksi
– Datar
– Tidak tampak kemerahan/luka/bekas operasi
• Palpasi
– Massa (-)
– Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) di McBurney, NT
perut kiri
– Rovsing’s sign (+); psoas sign (+); obturator sign (+)
– Defense muscular (+)
• Perkusi
– pekak pindah (-), pekak samping (-)
• Auskultasi
– BU (+) menurun
18. • Pasien direncanakan dilakukan laparatomi eksplorasi
• Edukasi
KHUSUS
PENATALAKSANAAN
19. LAPORAN OPERASI
• Operator: dr. M. Rizal, Sp.B
• Asisten I: dr. Ardi
• Asisten II : DM Putri Maulina
• Perawat instrumen: Indri
• Diagnosa prabedah : Peritonitis difuse ec susp tifoid perforasi dd/ app perforasi
• Indikasi operasi : Diagnostik dan Terapeutik
• Diagnosa pasca bedah : Peritonitis difuse ec app perforasi
• Jenis operasi : Appendektomi per laparotomy + omentectomy
• Kategori operasi : Besar
• Desinfeksi kulit dengan: Povidone Iodine
• Jaringan dikirim ke PA
•
• Laporan operasi lengkap:
• DO:
– Ditemukan cairan peritoneum bercampur pus ± 500cc.
– Ditemukan walling off antara ometum dengan appendix
– Ditemukan appendix hiperemis, gangrenus, edematus perfevan di 1/3 distal. Gekallt di 1/3 tengah.
• TO:
– Pasien tidur terlentang dalam anestesi umum
– Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada lapang operasi
– Dilakukan insisi pada infraumbilikal yang diperluas hingga supra umbilical.
– Dilakukan insisi sedalam kutis, subkutis hingga ke facia.
– Fascia dibuka secara tajan, identifikasi peritoneum. Peritoneum dibuka secara tajam.
– Dilakukan eksplorasi ditemukan DO.
– Dilakukan omentektomi dan appendektomi.
– Luka Operasi dijahit lapis demi lapis, dengan memasukkan 1 buah drain abdomen.
– Perdarahan dikontrol
– Operasi selesai
20.
21. Instruksi pasca bedah:
• Observasi : KU, Nadi, Respirasi, Pendarahan
• Puasa sampai dengan BU +
• Catat produksi drain dan kosongkan drain /24jam
• Mobilisasi bertahap
• IUFD RL 20 gtt//menit
• Cefoperazone 2 x 1 gr IV
• Ranitidin 2 x 50mg IV
• Ketorolac 3x30mg IV
• Komfirmasi hasil PA
22. Tanggal / Jam Catatan Instruksi
21-12-2016
POD I
S : Mengeluh nyeri pada luka operasi
O :
KU : Sakit sedang
KS : CM
TD : 110/60
N : 18 x/mnt
R : 96 x/menit
S : 37,5 C
Drain <50cc/24jam
A :
Post appendektomi perlaparotomy + omentectomy
-Aff NGT
-Infus RL 20gtt/menit
-Cefoperazone 2 x 1 gr IV
-Ranitidin 2 x 50mg IV
-Ketorolac 3x30mg IV
-Metronidazole 3x500mg IV
-Ondansteron 2x1amp IV
22-12-2016
POD II
S : Mengeluh nyeri pada luka operasi. Mengeluh
demam saat malam hari, menggigil +, batuk berdahak +
O :
KU : Sakit sedang
KS : CM
TD : 110/80
N : 18 x/mnt
R : 96 x/menit
S : 37,5 C
Drain <50cc/24jam
A :
-Infus RL 20gtt/menit
-Cefoperazone 2 x 1 gr IV
-Ranitidin 2 x 50mg IV
-Ketorolac 3x30mg IV
-Metronidazole 3x500mg IV
-Ondansteron 2x1amp IV
-Rencana aff drain besok
-Mobilisasi
23. POD III
O :
KU : Sakit sedang
KS : CM
TD : 120/80
N : 20 x/mnt
R : 80 x/menit
S : 36,6 C
Drain <50cc/2hari
A :
Post appendektomi perlaparotomy + omentectomy
-Ranitidin 2 x 50mg IV
-Ketorolac 3x30mg IV
-Metronidazole 3x500mg IV
-Ondansteron 2x1amp IV
-Aff drain
-Aff DC
-Mobilisasi
24-12-2016
POD IV
S : Mengeluh nyeri pada luka operasi. Batuk berdahak
+
BAB mencret sejak semalam ±6x. Muntah 1x. Mual +.
Demam +
O :
KU : Sakit sedang
KS : CM
TD : 120/80
N : 20 x/mnt
R : 80 x/menit
S : 38,3 C
Drain <50cc/2hari
A :
Post appendektomi perlaparotomy + omentectomy
-Infus RL 20gtt/menit
-Cefoperazone 2 x 1 gr IV
-Ranitidin 2 x 50mg IV
-Ketorolac 3x30mg IV
-Metronidazole 3x500mg IV
-Ondansteron 2x1amp IV
-Rencana BLPL besok :
Cefixime 2x100mg
Deksketoprofen 2x1
Ranitidin 2x1
26. Akut abdomen keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama.
Nyeri perut tiba-tiba sebelumnya sehat dan berlangsung
lebih dari 6 jam disebabkan oleh kondisi yang memerlukan
tindakan pembedahan
31. Peradangan dari apendiks veriformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.
DEFINISI
32. EPIDEMIOLOGI
• Pria dibanding wanita yakni 1,3:1.
• Apendisitis dapat ditemukan pada semua usia.
• Insidensi tertinggi pada kelompok usia 20 hingga 30
33. ETIOLOGI
Peranan lingkungan
Asupan rendah serat akan
berkontribusi pada
perubahan motilitas, flora
normal, dan kondisi lumen,
yang selanjutnya menjadi
predisposisi terbentuknya
fecalith.
Peranan Obstruksi
(faktor dominan)
closed-loop obstruction, dimana
fecalith menjadi penyebab tersering.
Penyebab obstruksi lainnya ialah
hiperplasia jaringan limfoid pada
mukosa dan submukosa, biji-bijian,
neoplasma seperti karsinoma dan tumor
karsinoid terjadi pada sekitar 2% kasus,
atau oleh benda asing, yang sangat
jarang terjadi serta bola cacing
(Ascaris).
Peranan dari Flora Kolonik
Normal
Aspirasi pada apendiks yang
inflamasi sekitar 60% adalah
anaerob, berbeda dengan apendiks
normal yang hanya sebesar 25%.
Spesimen jaringan dari apendiks
yang inflamasi semua
memperlihatkan hasil kultur E. coli
dan spesies Bacteroides. Koloni
flora normal berperan dalam
perkembangan apendisitis akut
menjadi gangren dan perforasi.
39. MANIFESTASI KLINIS
GEJALA
Bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau
periumbilikus (nyeri
bersifat severe dan
steady) beralih ke
kuadran kanan bawah
Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu
tinggi.
Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah.
Bertambah nyeri pada
pergerakan, berjalan,
atau batuk
40. Tanda-tanda
PE :
• Tanda vital tidak terlalu berubah (bila
berubah : tanda-tanda komplikasi)
• Demam ringan (37,5-38)
• Posisi tidur, berjalan
• Peristalsis normal atau sedikit menurun
• Nyeri yang menunjukan tanda rangsang
peritoneum lokal di Mc.Burney
• Nyeri tekan
• Nyeri lepas
• Defans muskuler
• Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
• Rovsing sign:
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
• Blumberg sign:
Nyeri kanan bawah bila tekanan kiri
dilepaskan
• Nyeri kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
42. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
43. Pemeriksaan Fisik
• Colok dubur: jangan terlewatkan!!!
• Tonus musculus sphincter ani baik
• Ampula kolaps
• Nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
45. Plain radiographic image of the
abdomenrevealing an appendicolith (arrow) in
the right lower quadrant.
46. Graded compression ultrasound of the right lower quadrant reveals a non-
compressible, enlarged appendix(arrows). Definition of the bowel wall layers,
particularlythe echogenic submucosa, is lost, suggesting perforation.
47. ALVARADO SCORE
• SYMPTOM :
– Migrate point pain :1
– ANOREXIA :1
– NAUSEA/VOMIT :1
• SIGN
– RLQ tenderness :2
– Rebound :1
– Temperature :1
• Lab
– Leukositosis :2
– Left shift :1
•Nilai ≥7:
Appendisitis akut yang perlu
pembedahan dini
•Nilai 5-6:
Possible appendisitis tidak perlu
pembedahan antibiotik
•Nilai 1-4:
dipertimbangkan appendisitis
akutobservasi
48. Terapi pilihan satu-satunya:pembedahan (apendektomi) !!!
Operasi tergantung waktu
PENATALAKSANAAN
Apendisitis akutsegera, dilakukan persiapan operasi
Apendisitis perforasi (cito)
Local atau umum, segera lakukan laparotomi
Perbaikan KU dengan infus, pemberian antibiotic untuk gram (-) dan (+)
sertta kuman anaerob dan pemasangan NGT dilakukan sebelum operasi
Apendisitis abses (cito)
Dilakukan insisi dan drainage saja dengan cara lokal anastesi dan
bila mungkin extra peritoneal.
Apendektomi dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
50. KOMPLIKASI
• Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh
omentum.Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitisgeneralisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masihterlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan
pergeseran ke kiri. Massaapendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum
telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan
nyeri tekan ringan, lekosit dannetrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).
• Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akanmengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruhperut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai
menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).
• Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis.Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi
tersebarluas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu,
aktivitasperistaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan
danelektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkinsyok.
Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyiusus
menghilang (Price dan Wilson, 2006).
51. • Mortalitas:
- 0,1% pada appendicitis akut
- 3% bila ruptur
- 15% bila ruptur pada geriatri.
• Penyebab kematian: sepsis tidak terkontrol, emboli paru,
aspirasi.
• Komplikasi yang mungkin terjadi:
– Akut: infeksi luka operasi.
– Kronis: perlengketan, ileus obstruksi, hernia.
PROGNOSIS
53. Inflamasi pada peritoneum, suatu membran serosa yang
melapisi dinding abdominopelvik serta organ-organ di dalamnya.
Peritonitis termasuk kasus gawat abdomen (akut abdomen)
yang memerlukan penanganan segera dan biasanya berupa tindak
bedah.
DEFINISI
54. ANATOMI PERITONEUM
Gambar 3. Potongan sagittal dari abdomen yang memperlihatkan peritoneum parietal
dan visceral
57. EPIDEMIOLOGI
Infeksi intraabdominal
› Penyebab morbiditas & mortalitas yg penting
› Era antibiotika : Mortalitas 10 – 20 %.
› Di Indonesia : Penyebab tersering: perforasi appendisitis, perforasi typhus abdominalis,
trauma organ hollow viscus.
58. PERITONITIS
PERITONITIS PRIMER PERITONITIS TERISERPERITONITIS SEKUNDER
KLASIFIKASI
a. Peritonitis spontan pada anak
b. Peritonitis spontan pada dewasa
c. Peritonitis pada pasien CAPD
d. Peritonitis tuberkulosa dan granulomatosa
a. Peritonitis perforasi akut
b. Peritonitis pasca operasi
c. Peritonitis pasca trauma
a. Peritonitis tanpa sebab yang jelas
b. Peritonitis kibat jamur
c. Peritonitis with low grade pathogenic bacteri
59. PERITONITIS
PERITONITIS PRIMER
Peritonitis spontan
Melalui penyebaran limfatik dan
hematogen.
Kejadiannya jarang
PERITONITIS SEKUNDER
Akibat proses patologik yang terjadi dalam
abdomen.
Paling sering terjadi.
Paling sering diakibatkan oleh: perforasi
apendisitis, perforasi infeksi lambung dan
usus, perforasi usus besar akibat
divertikulitis, volvulus, kanker, dan lain-lain
PERITONITIS TERSIER
Peritonitis yang sudah ditangani
lewat operasi tetapi mengalami
kekambuhan kembali
Terapi peritonitis primer &
sekunder tidak adekuat
Immunocompromised
60.
61.
62. MANIFESTASI KLINIS
ANAMNESIS Onset akut
Nyeri bersifat tumpul, tidak jelas tajam,
terlokalisir
Demam
Anoreksia
Mual, Muntah
Perut kembung
Sulit BAB, flatus
Riwayat penyakit
63. • Tampak sakit ringan - berat
• Penurunan kesadaran
• Terlihat menahan sakit
• Demam dapat mencapai > 380 C (tetapi harus
waspada pasien sepsis, suhunya mungkin
hipotermia)
• Takikardia, takipneu
• Abdomen: distensi abdomen, nyeri tekan, nyeri
lepas, defance muscular, tanda-tanda ileus
paralitik : bising usus menurun.
• Colok Dubur: Sphincter lemah, nyeri tekan.
• Produksi urin berkurang.
PEMERIKSAAN FISIK
64. Laboratorium
• Hemoglobin : Mungkin anemi
• Leukositosis/leukopenia
• Shift to the left
• Komplikasi : Ureum, kreatinin, gula darah, Natrium, Kalium, AGD
• Kultur : cairan peritoneum/ pus (abses/peritonitis tersier)
X ray
Foto 3 posisi: Free air, dilatasi, preperitoneal fat (-)
USG
USG = koleksi cairan (abses)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
65. X-RAY
• Ileus merupakan tanda
tidak khas pada
peritonitis
• Udara bebas dalam
rongga abdomen terlihat
pada kasus perforasi
66.
67.
68. TATALAKSANA
a. Terapi umum
Terapi suportif seperti : oksigenisasi jaringan, dekompresi,
resusitasi cairan dan elekrolit.
b. Terapi khusus
Terbagi menjadi dua yaitu terapi non bedah dan
terapi bedah.
Prinsip penatalaksanaan:
(1) mengontrol sumber infeksi
(2) menghilangkan bakteri dan toksinnya
(3) menstabilkan fungsi system tubuh
(4) mengontrol proses inflamasi
non operatif
Terapi non operatif termasuk;
(1) pemberian antimikroba sistemik,
(2) perawatan intensif,
(3) pemberian nutrisi yang cukup,
(4) terapi modulasi respon inflamasi
a. Antimikroba
Lama pemberian lama : 10 hari baru : 5 hari
b. Drainase nonoperatif
69. Laparotomi untuk Peritonitis Akut
Prinsip I : Repair
Kontrol sumber infeksi
Principle 2: Purge
Evakuasi inokulasi bakteri , pus, dan adjuvants (peritoneal “toilet”)
1. Disertai pembilasan sebersih mungkin
2. Debridement radikal
3. Penutupan sumber kontaminasi :
simple closure, diversi, reseksi + reanastomosis.
4. Lavase peritoneal pasca bedah
5. Luka abdomen terbuka
Staged laparotomy
Etappen lavage
73. Apakah penegakkan diagnosis pada kasus di atas sudah tepat?
• ANAMNESA
– Nyeri perut (+)
– Berawal dari daerah epigastrium lalu kemudian berpindah ke
perut kanan bawah dan saat ini dirasakan di seluruh lapang
perut.
– Nyeri dirasakan semakin berat dan
– Demam kurang lebih 1minggu SMRS.
– Demam dirasakan sepanjang hari.
– Mual (+),
– Muntah >5x/hari,
– Nafsu makan menurun (+),
– Flatus (+),BAB (+) sedikit-sedikit terakhir 3hari yang lalu, BAK (+)
dalam batas normal.
74. • Pemeriksaan fisik
– Keadaan umum : sakit sedang.
– Bising usus (+) menurun pada auskultasi,
– hipertimpani (+)
– Nyeri ketok di seluruh lapangan abdomen pada
perkusi,
– Nyeri tekan (+)
– defans muscular (+)
– Rovsing sign (+),
– Psoas sign (+),
– obturator sign (+).
• Dari pemeriksaan hematologi didapatkan jumlah
leukosit lebih dari batas normal yaitu 17.950 /mm3.
75. • Skoring alvarado pada pasien didapatkan :
– Migrating pain (+) = 1,
– anorexia (+) = 1,
– nausea/vomiting (+)= 1,
– tenderness in right iliac fossa (+)=2,
– rebound tenderness in right iliac fossa (+)=1,
– elevated temperature(+)=1,
– leukositosis (+)=2.
Jumlah alvarado score = 9 dengan interpretasi definite
acute appendicitis.
77. Apakah penatalaksanaan kasus di atas sudah tepat?
• Pengelolaan pada pasien ini adalah dengan
1. pemberian infus RL 30 tetes per menit untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
2. Pemberian antibiotik spektrum luas golongan
cephalosporin yaitu Injeksi Ceftriaxon 2x 1 gram,
3. Pemberian antipiretik Paracetamol 3x500mg untuk
menurunkan demam.
4. Pasien dipuasakan Pemasangan NGT untuk
dekompresi,
5. Pemasangan DC dan
6. Perencanaan tindakan pembedahan.
78. • Operasi laparatomi dilaksanakan dengan insisi midline dan pada
saat peritoneum dibuka, pus keluar sekitar 200 cc.
• Dilakukan irigasi dengan NaCl, kemudian dieksplorasi, ditemukan
adanya walling off antara omentum dan appendix, sehingga
dilakukan pemotongan omentum.
• Appendiks Ditemukan appendix hiperemis, gangrenus,
edematus perfevan di 1/3 distal. Gekallt di 1/3 tengah, perforasi.
• Appendektomi dilakukan, rongga peritoneum kembali diirigasi
dengan NaCl, dan drain dipasang.
• Operasi laparatomi berlangsung selama 2 jam. Instruksi
pascaoperasi:
– pasien dipuasakan hingga bising usus (+) dan flatus (+),
– pemberian obat-obatan:
• IVFD Ringer Laktat 20 tpm,
• Cefoperazone 2x1gr IV,
• Ketorolac 3x30 mg IV,
• Ranitidin 2x50 mg IV.
79. • Pada pascaoperatif laparatomi yang harus diperhatikan
adalah adanya tanda-tanda klinis peritonitis pascaoperatif
(defense muscular dan adanya pus yang banyak pada
drain). Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarganya
mengenai penyakit yang diderita pasien, pengobatan dan
perlunya dilakukan tindakan operasi untuk menghilangkan
sumber infeksi dan mencegah penyebaran infeksi. Selain itu
dijelaskan pula kepada pasien dan keluarga bahwa untuk
membantu proses penyembuhan dan pemulihan post
operasi pasien harus menjaga kebersihan bekas luka post
operasi, minum obat, disarankan agar tidak berpantang
dalam makan sehingga membantu dalam penyembuhan
luka serta perlunya kontrol ke rumah sakit.
80. Bagaimana prognosa pasien di atas?
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam