1. Film The Freedom Writers mengangkat tema revolusi mental dan feminisme melalui kisah Erin Gruwell, seorang guru yang berusaha mengubah pandangan siswa tentang diskriminasi ras.
2. Erin menerapkan pendekatan emosional untuk membangun kepercayaan siswa dan menyadarkan mereka bahwa ideologi yang mereka anut selama ini adalah kesalahan.
3. Film ini juga menggambarkan perempuan sebagai sosok pemimpin yang setara dengan laki-
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
Revolusi Mental dan Feminisme dalam Film The Freedom Writers
1. Revolusi Mental dan Feminisme dalam Film The Freedom Writers
Oleh: Rahmat Adianto
Saya terkesima dengan saat menghabiskan durasi dari sebuah film The Freedom Writers.
Banyak inspirasi dan nilai sosial yang disajikan dalam film ini. Isnpirasi dan nilai yang
setidaknya dapat diterapkan dalam kehidupan kita sebagai makhluk majemuk dengan keadaan
yang plural. Secara Psikologi, kehadiran tokoh utama memberikan banyak perbahan terhadap
kejiwaan para siswa dengan mengajarkan arti keberangaman yang harusnya bersatu. Selain itu,
film ini dapat ditinjau mengunakan pemikiran feminisme.
“Setidaknya saat kau mati membela diri, kau mati terhormat sebagai seorang pejuang.”
“Jadi jika kau mati, kau akan mendapat hormat? Begitu menurutmu? Apa kau tahu apa yang
terjadi saat kau mati? Kau akan membusuk di dalam tanah. Orang-orang akan melanjutkan
hidupnya, dan melupakanmu.”
Percakapan di atas, bagian perdebatan antara Jason Finn (Marcus) dan Hilary Swank
(Erin Gruwell). Kalimat yang meluap dari lisan Erin Gruwell membuat siswa-siswa hening,
berpikir, dan ada yang mengalirkan air mata. Siswa-siswa yang menghadapi berbagai bias sosial,
mengantarka mereka pada sebuah pemikiran singkat, seolah-olah hidup hanya berkisar pada cara
hidup dengan bertahan pada ideologi rasisme.
Tragedi holocaust telah mendoktrin siswa-siswa itu untuk hidup dalam perecahan dan
mempertahankan egoisme perbeda. Tragedi holocaust memberikan padangan tentang klaim
bahwa bangsa Jerman adalah “ras unggul”, sementara “ras rendah” dilabelkan pada bangsa
Yahudi. Klaim tersebut memberikan kekuatan pada siswa-siswa itu untuk komitmen dengan
keyakinan bahwa kaum kulit putih dan kulit hitam tidak akan dapat berdamai. Pembantaian
dalam tragedi holocaust terlalu kejam untuk dimaafkan oleh orang-orang kulit hitam. Bagi kaum
kulit hitam, mereka yang berkulit putih adalah musuh yang selamanya akan dibenci.
Demikianlah komitmen yang pengang teguh oleh kaum kulit hitam.
2. Erin Gruwell atau yang disapa dengan panggilan Ms. G., hadir untuk berbagai perubahan
integritas sekolah sekaligus perubahan ideologi siswa-siswanya. Setelah beberapa pertemuan di
kelas bahasa Inggris, Erin masih dengan kebingungannya mencari cara mengubah perilaku hidup
siswa-siswa yang telah menjadi bagian dari tenggung jawabnya itu. Dengan kegigihan dan
semangat, Erin perlahan menemukan solusi demi solusi untuk mengubah karakter mereka. Erin
mencoba untuk melakukan berbagai tahap untuk menarik simpati mereka. Sebagai tahap pertama
ia menerapkan pendekatan emosional. Dari pedekatan tersebut, Erin membuat mereka perlahan
jatuh cinta dan menerima kehadirannya sebagai guru mereka. Erin mengajari mereka cara
meluapkan perasaan dengan menuliskan segala keresaan mereka, membelikan mereka buku yang
yang berkaitan dengan kondisi kehidupan mereka, mempertemukan mereka dengan damainya
kehidupan di sebuah tempat hingga membuat mereka takjub, hingga mepertemukan mereka
dengan seorang saksi yang selamat dari pembantai yang diceritakan dalam sebuah buku (Anne
Frank).
Seiring waktu, siswa-siswa tersebut sadar bahwa ideologi dan egoisme yang mereka
pertahankan selama ini adalah kesalahan besar. Mereka menyadari, bahwa mereka telah
terpenjara dendam yang membutakan hati mereka. Setelah salah seorang siswa bercerita tentang
kehidupanya, semua siswa tersentuh keharuan, lalu satu persatu menghampiri dan memeluk
siswa yang baru usai bercerita. Momen inilah yang semakin mempererat ikatan emosional di
antara mereka. Hingga dalam sebuah persidangan, April Lee Hernandes (Eva Benitez) menjadi
saksi yang berpihak pada teman sekelasnya yang berkulit hitam, Armand Jones (Grant Rice) atas
tudingan penembakan di sebuah toko. Eva mengambil keputusan yang bijaksana, ia
menyuarakan kebenaran untuk membebaskan Grant, meskipun ia harus diasingkan oleh
keluarganya yang terlanjur membenci kaum kulit hitam.
Di sisi lain, The Freedom Writers mengangkat persoalan feminisme. Misalnya dalam
bebarapa adegan, perempuan digambarkan dengan kedudukan yang setara dengan laki-laki,
bahkan lebih tinggi dari kedudukan laki-laki. Kebebasan dan esksistensi perempuan dalam
sebuah adegan yang digambarkan secara implisit, bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin di
di sektor publik, misalnya dalam sebuah institusi yang dihadirkan dalam film ini. Selah seorang
3. tokoh perempuan, Lisa Banes sebagai Karin Polachek dihadirkan menjadi pimpinan di
Woordrow Wilson High School sebagai Dewan Pendidik. Erin juga menunjukkan eksistensinya
sebagai perempuan yang dapat menjadi tauladan bagi guru dan siswa-siswa di sekolah tersebut.
Ia telah mencintai kelas dan sisiwa-siswanya, walaupun kecintaannya itu membuatnya harus
bercerai dengan suaminya, Patrck Dempsey (Scott Casey). Menurut saya, satu hal yang unik dari
film ini adalah aktivitas perempuan lebih daminan dibanding aktivitas laki-laki. Misalnya Scott
Casey sebagai seorang arsitek hanya sebatas disebutkan arsitekur, tetapi aktivitasnya tidak
diperlihatkan dalam hingga film berakhir. Ia dominan dihadirkan terus berada dalam rumah,
seolah kehadirannya hanya untuk melengkapi alur cerita, sebagai pemberi warna dalam hidup
Erin.
Selain Scott Casey, Scoot Glenn (Steve Gruwell) tokoh laki-laki yang dihadirkan sebagai
ayah Erin. Peran dan aktivitas Steve juga tidak dominan dihadirkan dalam film ini. Sebagai
seorang ayah, Steve dihadirakan hanya sebagai tokoh yang memberikan dukungan dan motivasi
kepada Erin agar memanfaat berbagai potensi yang ada pada dirinya, untuk menemukan dan
mencari jati dirinya sebagai perempuan yang hebat.