SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  43
Télécharger pour lire hors ligne
LAPORAN PENELETIAN
         KERATON KASEPUHAN CIREBON DAN KERATON
                  NGAYOGYAKARTA HADININGRAT
    diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
                 yang dibina oleh Bapak Nano Nurdiansyah, M.Pd




Disusun oleh :
            1. Rifqi Syamsul Fuadi     (1211705138)
            2. Ramdan Nugraha          (1211705133)
            3. Suwartiyah              (1211705159)
            4. Sumiati                 (1211705156)
            5. Abdul Aziz Aminudin     (1211705003)
                   IF-D


                     JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
                    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
          UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
                                     BANDUNG
                                      2012
KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirahim,
Assalamu’alaikum wr.wb.
       Puji dan syukur dengan hati dan pikiran yang tulus dipanjatkan ke hadirat Allah
SWT., karena berkat nikmat dan hidayah-Nya, laporan penelitian ini dapat di selesaikan tepat
pada waktunya.
       Shalawat dan salam dihaturkan pada Nabi Muhammad SAW., berserta keluarga dan
sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi‘ar Islam, yang
pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa.
       Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Nano
Nurdiansyah, M. Pd. yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis. Mungkin tanpa
beliau penulis tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini, berkat beliau penulis bisa mengetahui
cara penulisan laporan penelitian secara benar.
       Layaknya tak ada gading yang yang tak retak, begitu pula dengan laporan ini, maka
penulis mohon kritik dan saran yang membangun. Dengan begitu akan menjadi maklum
adanya bila terdapat kesalahan.


Wasslamu’alaikum wr.wb.


                                                     Bandung, 20 Desember 2012




                                                                Penulis,




                                                                                            i
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... iii


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2


BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Perkembangan Islam di Cirebon ............................................................................ 3
2.2 Perkembangan Islam di Yogyakarta ....................................................................... 6


BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
3.1 Hasil Penelitian Cirebon ......................................................................................... 9
      A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Cirebon .......................................................... 9
      B. Bangunan-bangunan di Lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon ............... 12
      C. Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon........................................................ 16
3.2 Hasil Penelitian Yogyakarta ................................................................................. 16
     A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Yogyakarta ................................................... 16
     B. Wilayah Keraton Yogyakarta ......................................................................... 18
     C. Bangunan-bangunan di Lingkungan dalam Keraton ...................................... 20
     D. Raja-raja Kesultanan Yogyakarta ................................................................... 22
     E. Gelar dan Kedudukan Bangsawan Keraton Yogyakarta ................................ 27
     F. Warisan Budaya Keraton Yogyakarta ............................................................ 29
3.3 Analisis Hasil Penelitian Cirebon......................................................................... 31
3.4 Analisis Hasil Penelitian Yogyakarta ................................................................... 33


BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 37


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 39

                                                                                                                                     ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Patung sepasang harimau putih ................................................................ 13
Gambar 2: Gapura banteng ......................................................................................... 13
Gambar 3: Keramik China yang menempel di ruangan keraton ................................ 14
Gambar 4: Lukisan Prabu Siliwangi........................................................................... 15
Gambar 5: Reflika kereta singa barong ...................................................................... 15
Gambar 6: Gsmelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga .................................. 21
Gambar 7: Patung sepasang harimau putih dan eriam di sampingnya ....................... 32
Gambar 8: Bangsal panembahan ................................................................................ 32




                                                                                                                        iii
BAB I
                                       PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
       Islam masuk ke Indonesia pada abad 15 M, ajaran Islam ini dibawa oleh para
pedagang dari Arab dan Gujarat. Mereka selain berdagang juga sebagai mubaligh. Sebelum
agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, Agama Hindu mendominasi diantara
rakyat Indonesia. Penyebaran Agama islam dilakukan dengan cara damai sehingga mudah
diterima oleh rakyat Indonesia. Setelah Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa yaitu : Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, Pati, Yuwana, Jepara, dan Kudus.
       Proses islamisasi itu juga dilakukan melalui pendidikan di pesantren atau pondok
yang dilaksanakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan para ulama. Pesantren atau pondok
merupakan lembaga penting dalam penyebaran agama Islam. Cara dan pengaruh islamisasi
dapat pula melalui cabang-cabang seni, baik pada bangunan-bangunan atau makam-makam
kerajaan-kerajaan seperti yang ada di Cirebon maupun Banten.
       Agama Islam juga membawa perubahan sosial, budaya serta memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Agama Islam masuk dan menggeser Agama Hindu
yang telah ada sebelumnya.
       Cirebon dan Yogyakarta merupakan daerah yang ada di pulau jawa, dimana kedua
daerah tersebut memiliki sejarah tentang perkembngan Islam yang cukup besar dan
berpengaruh untuk daerah yang ada di sekitarnya. Para ulama besar yang menyebarkan
agama Islam di pulau jawa di namakan Wali Songo. Kesultanan Cirebon merupakan salah
satu bentukkan dari Wali Songo, yaitu Sunan Gunung Djati.
       Keraton Yogyakarta merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari
beberapa macam bnagunan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono. Keraton
Yogyakrta juga merupakan bekas pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta sebelum
entitas Indonesia diproklamirkan. Dalam konsep kosmologis, Keraton merupakan pusat
yang cerminkan atau direflkesikan sebagai pusat mikrokosmos (jambudwipa). Dalam hal ini
berarti keraton sebagai pusat replika tata surya, yamg menempatkan keraton sebagai pusat
segalanya. Pencerminan ini merefleksikan jagad raya sebagai makrokosmos. Jika raja – raja
Jawa tidak bersengketa mungkin tidak akan hadir entitas Kasultanan Yogyakarta, tetapi
yang ada hanyalah Kerajaan Mataram Islam.




                                                                                          1
1.2 Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang di
rumuskan untuk penelitian ini adalah:
   1. Bagaimana perkembangan agama Islam di Cirebon?
   2. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon?
   3. Bagaimana sejarah berdirinya Kesultanan Cirebon?
   4. Bangunan-bangunan atau benda bersejarah apa saja yang ada di keraton Kasepuhan
       Cirebon?
   5. Bagaimana perkembangan agama Islam di Yogyakarta?
   6. Bagaimana sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta?
   7. Meliputi wilayah mana saja daerah kesultanan Yogyakarta?
   8. Kegiatan atau tradisi apa yang menjadi ciri khas di lingkungan keraton Yogyakarta?


1.3 Tujuan
       Tujuan dari penulisan laporan penelitian ini selain sebagai tugas akhir mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam, juga memiliki tujuan lain, yaitu:
   1. Mengetahui perkembangan agama Islam di Cirebon.
   2. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon.
   3. Mengetahui sejarah berdirinya Kesultanan Cirebon.
   4. Mengetahui bangunan atau benda bersejarah yang ada di keraton Kasepuhan
       Cirebon.
   5. Mengetahui perkembangan agama Islam di Yogyakarta.
   6. Mengetahui sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta.
   7. Mengetahui wilayah yang menjadi bagian dari Kesultanan Yogyakarta.
   8. Mengetahui tradisi yang ada di keraton Yogyakarta.




                                                                                           2
BAB II
                                    KAJIAN TEORI


2.1 Perkembangan Islam di Cirebon
         Pendapat para ahli yang mengajukan teori-teorinya tentang kedatangan Islam di
Indonesia nampak bebeda-beda. Sebagian pendapat, bahwa kedatangan Islam ke Indonesia
sudah sejak abad pertama Hijriah ( abad 7 M ), sebagian lagi berpendapat bahwa kedatangan
Islam baru datang abad ke- 15 M.
         Berdaasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembawaa Islam
ke Indonesia antara abad ke-7 sampai 15 ialah orang-orang muslim dari Arab, Persia, India
seperti juga pembawa Islam yang datang atau menetap di Cirebon mereka datang melalui
jalan perdagangan, maka jelas, bahwa yang menjadi pendorong utama pembawa Islam ke
Cirebon adalah faktor ekonomi atau perdagangan, sesuai pula dengan perkembangan
pelayanan dan perdagaangan untuk nasional antara negeri – negeri di bagian Barat,
Tenggara dan Timur Asia. Kedatangan mereka (pedagang muslim) ke berbagai daerah di
Indonesia mungkin disertai pula oleh para mubaligh yang pada saat kemudian mendirikan
pesantren-pesantren dimana mereka berada. Hal ini dilakukan pula oleh tokoh-tokoh Islam
yang berlabuh di Cirebon, seperti Syekh Quro dan yang lainnya. Kecuali golongan-
golongan tersebut, para ahli tasawuf juga besar peranannya. Golongan Sufi ini datang ke
Indonesia diperkirakan sejak abad ke-15. Seperti peranan Syekh Siti Jenar di Cirebon.
         Di Jawa berdasarkan cerita tradisional, mereka yang mendapat gelar wali dianggap
sebagi pembawa dan penyebar Islam terutama di daerah pesisir, walaupun wali itu tidak
semua berasal dari negri luar. Dan kenyataan tersebut jelas bahwa pembawa atau penyebar
Islam hanya golongan tertentu, logis jika dikatakan, bahwa rakyat pada umumnya
merupakan masyarakat penerima.
         Proses Islamisasi dilakukaan dengan cara pendekatan dan penyesuaian dengan
unsur-unsur kepercayaan yang sudah ada sebelumnya, sehingga kehidupan keagamaan
umumnya masih menunjukan unsur-unsur percampuran dengan unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya.
         Para pedagang, mubaligh-mubaligh, para ahli Tasawuf maupun para ahli merupakan
golongan pembawa, penyebar dan kemungkinan juga sebagai penerima agama Islam. Sudah
tentu mereka melakukannya dengan berbagai cara, sehingga Islam bisa diterima secara
damai.

                                                                                        3
Cara lain yang dilakukan oleh para da‘i adalah melalui ajaran tasawuf. Tasawuf ini
mampu membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia pada umumnya, kenyataan ini dapat
kita lihat dari bukti-bukti tulisan tentang hal ini sejak abad ke-12.
       Jalur lain yang digunakan dalam melakukan Islamisasi, yaitu melelui jalur
pendidikan, baik yang dilakukan di dalam pesantren maupun bentuk pendidkan lainnya,
seperti di sauran-sauran yang diselenggarakan oleh guru-guru agama maupun tokoh-tokoh
agama lainnya. Mereka yang dididik disamping itu juga digunakan berbagai cabang seni
baik melalui seni bangunan, seni ukir, seni sastra, seni musik maupun seni tari.


       Tokoh – tokoh lain yang berperan dalam penyebaran Islam di Cirebon.
   1. Pangeran Panjungan
       Dia adalah seorang yang tekun menyebarkaan Islam di Cirebon. Pangeran Panjungan
       dikenal pula dengan nama Maulana Abdul Rahman. Para pengikut Pangeran
       Panjunan untuk daerah Cirebon tersebut antara lain di kali Cipamali Losari Cirebon,
       mereka mendirikan masjid di Japura.
   2. Syekh Siti Jenar
       Syekh Siti Jenar berasal dari Tarem (Persia), beraliran syi‘ah Muntadar, yang
       percaya kepada datangnya seorang Al masih seperti didalam Agama Kristen. Ia
       belajar agama Kristen dari para ahli dan ulama penganut mazhab syi‘ah di Bagdad.
   3. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
       Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita Purwaka Caruban Nagari,
       masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470. disebarkan oleh
       Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai
       ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi mubaliqh Cirebon.
       Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putre dari
       pangeran Cakrabuana. Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di
       berikan pada Syarif Hidayatullah. Pada tahun pengangkatannya Syarif Hidayatullah
       mengembangkan daerah penyebarannya di wilayah Pajajaran.


       Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke daerah Serang
       yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam dari pedagang-pedagang
       dari Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Syarif Hidayatullah
       mendapat sambutan hangat dari adipati Banten.

                                                                                          4
Daerah-daerah yang telah diislamkan antara lain : Kuningan, Sindangkasih, Telaga,
Luragung, Ukur, Cibalagung, Kluntung, Bantar, Indralaya, Batulayang, dan
Timbangaten. Di wilayah Pejajaran Agama Islam berkembang pesat di negeri
Caruban yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Demak kemudian menjalin
persahabatan dengan Syarif Hidayatullah. Setelah mengenal Syarif Hidayatullah
Raden Patah bersama-sama para mubaliqh yang sudah bergelar sunan menetapkan
Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di tanah Pasundan. Panata Gama
Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin penyiaran Agam Nabi
Muhamad di tanah Jawa. Kemudian atas kesepakatan para sunan Syarif Hidayatullah
di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi Sunan paling terakhir yaitu sunan ke-9
dari sunan 9 sunan lainnya.


Kerajaan-kerajaan yang berhasil ditakhlukkan Sunan Gunung Jati diantaranya:
      Talaga, sebuah kerajaan yang beragam Hindu yang terletak di sebelah barat
       daya Cirebon di bawah kekuasaan Prabu Kacukumun.
      Rajagaluh, bekas pusat kerajaan Pajajaran yang beragam Hindu yang
       diperintah Prabu Cakraningrat. Prabu Cakraningrat tidak senang dengan
       kemajuan Cirebon dan persebaran agama Islam di Cirebon di tangan Sunan
       Gunung Jati. Akibatnya timbulah perang antara Cirebon dengan Rajagaluh,
       kemenangan berada di tangan Cirebon. Berakhirnya kekuasaan Rajagaluh
       sekaligus merupakan berakhirnya kekuasaan kerajaan Hindu di daerah Jawa
       Barat sebelah Timur.


Pada tahun 1498 para Walisongo yang diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati
membangun Masjid Agung Cirebon. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan
Kalijaga dengan seorang arsitek Raden Sepat (dari Majapahit bersama 200 orang
pembantunya dari Demak). Masjid ini juga disebut Sang Cipta Rasa karena terlahir
dari rasa dan kepercayaan penduduk. Pada masa itu juga disebut dengan Masjid
Pekungwati karena dulu masjid itu terletak dalam komplek keraton Pekungwati dan
sekarang dalam komplek kasepuhan. Menurut cerita masjid itu dibangun dalam
waktu semalam dan besok pada waktu subuh digunakan untuk Sholat Subuh. Pada



                                                                                5
tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal pada usia yang sangat lanjut yaitu 120
       tahun, dia dimakamkan di pertamanan Gunung Jati.


       Islam berkembang di Cirebon dengan dua Aliran, Sunni dan Syi‘ah. Penyebar-
penyebar Islam dan generasi pertama adalah para da‘i, pedagang, musyafir, dan seniman
diberbagai bidang. Cirebon menjadi salah satu dari sedikit pusat penyiaran Islam di Jawa
yang sekaligus menjadi pusat kekuatan politik. Dalam hal ini, Cirebon berusaha
menciptakan keseimbangan politik baik kearah Barat maupun Timur Nusantara. Cirebon
menjadi salah satu pusat perdagangan yang pesat pada masanya, sekaligus menjadi pusat
peradaban Islam yang memiliki beberapa karakter antara lain sebagai berikut :
   a. Pertumbuhan kehidupan kota bernafaskan Islam.
   b. Berkembangnya arsitektur.
   c. Pertumbuhan seni lukis kaca dan seni pahat yang menghasilkan karya-karya
       kaligrafi Islam yang sangat khas Cirebon.
   d. Perkembangan bidang kesenian lainnya seperti tari, membatik, musik dan berbagai
       seni pertunjukan tradisional bernafaskan Islam.
   e. Pertumbuhan penulisan naskah-naskah.
   f. Tumbuhnya tarekat Aliran Syatariah yang kemudian melahirkan karya-karya sastra.
   g. Tumbuhnya pendidikan Islam dalam bentuk pesantren di sekitar Cirebon,
       Indramaayu, Karawang, Majalengka, dan Kuningan.


       Sosialisasi dan adaptasi Islam di Cirebon, sampai berkembang menjadi pusat Islam
di Jawa Barat, berawal dari pemukiman berskala kecil yang peradaban dihuni kelompok
muslim, dan perjalanan selanjutnya.kemudian tumbuh dan berkembang dan dapat
melepaskan diri dari subordinasi kekuasaan dipedalaman yang bercorak Hinduistis, dan
transformasi tersebut sebenarnya berjalan lancar, damai dan tenang baik karena kharisma
para wali maupun karena kedekatan atau kuatnya hubungan penguasa baru yang Islam
dengan penguasa yang digantikannya, Hindu.


2.2 Perkembangan Islam di Yogyakarta
       Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara geografis terletak di bagian selatan Pulau
Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utaranya merupakan salah
satu kesultanan Islam yang ada di Indonesia, yakni Kesultanan Mataram. Kesultanan

                                                                                        6
Mataram yang dimaksud adalah kerajaan Islam yang dibangun pada abad ke-16 yang
menurut silsilah berasal dari kerajaan Islam Demak. Ketika itu Kerajaan Demak
dipindahkan ke Pajang di bawah pimpinan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Setelah
Pajang jatuh, kerajaan Islam itu di pindahkan ke Mataram oleh Raden Sutawijaya yang
bergelar ―Senopati Ing Ngalogo Abdurrakhman Sayidina Panotogomo Khalifatullah Tanah
Jawi‖ (Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama). Wilayah kekuasaan
Mataram kala itu meliputi Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
       Jogja, seperti juga daerah lainnya di tanah Jawa, sebelum masuknya Islam dikenal
sebagai wilayah yang penduduknya beragama Hindu dan Budha. Perbedaan status dalam
kasta-kasta mewarnai kehidupan masyarakat kala itu, yang terbagi dalam kasta Brahma,
Ksatria, Waisya dan Syudra. Ritual keagamaan, paham, mistisisme legenda menyertai
interaksi di antara mereka.
       Masuknya Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan
dan kebiasaan masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga
(Raden Said), merupakan tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja.
Keberadaan Wali Songo dalam khasanah perkembangan Islam di Indonesia ternyata
menjadi catatan penting yang menunjukkan adanya hubungan antara negeri Nusantara dan
Kekhilafahan Islamiyah, yang kala itu di pimpin oleh Sultan Muhammad I (808H/1404M),
yang juga dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau Celebi dari Kesultanan Utsmani.
Wali Songo memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kesultanan-kesultanan yang
muncul di Indonesia, termasuk Kesultanan Mataram di Yogyakarta.
       Mengutip catatan Adaby Darban, dalam Sejarah Kauman. Menguak Identitas
Kampung Muhammadiyah, pada masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana
I), dibangunlah Keraton Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M. Keraton menjadi simbol
eksistensi kekuasaan Islam, meski berada dalam penguasaan Belanda. Sebagaimana
kerajaan Islam di Jawa sebelumnya, seperti Demak, Jipang, Pajang, setiap keraton memiliki
masjid dan alun-alun. Masjid inilah yang nantinya memegang peranan penting dalam
membangun kebudayaan Islam, termasuk dipergunakan oleh sultan untuk berhubungan
dengan para bawahannya dan masyarakat umum.
       Pendirian masjid yang kemudian diberi nama Masjid Agung ini dilengkapi dengan
bangunan yang memiliki kefungsian khusus. Serambi masjid yang diberi nama ―Al-
Mahkamah Al-Kabirah‖, yang berarti mahkamah agung berfungsi sebagai               tempat
pengadilan, pertemuan para ulama, pengajian, peringatan hari besar Islam dan pelaksanaan

                                                                                        7
ijab kabul; di samping tempat untuk menyelesaikan berbagai persengketaan yang terjadi di
kehidupan masyarakat.
       Untuk urusan keagamaan, dibentuklah lembaga kepenguluan sebagai Penasihat
Dewan Daerah sekaligus menjadi bagian birokrasi Kerajaan. Mereka adalah orang-orang
alim tentang Islam yang mengatur semua kefungsian masjid. Di antaranya adalah
pendidikan. Melalui pondok pesantren yang ada di masjid maupun langgar-langgar, proses
pembentukan masyarakat Islam dilakukan. Tidak jarang putra-putri mereka dikirim ke
Pondok Pesantren terkenal seperti Termas, Tebuireng dan Gontor, yang sepulangnya dari
sana akan menjadi ulama-ulama penerus kepenguluan di Keraton Yogyakarta. Hal ini
menggambarkan bagaimana peran Kerajaan (tepatnya Kesultanan) dalam melakukan proses
pendidikan Islam kepada rakyatnya.
       Di bidang kebudayaan dan kemasyarakatan, Jogja yang saat itu masih kental
dipengaruhi oleh ‗warisan‘ budaya Majapahit dan Syiwa Budha, sedikit demi sedikit mulai
diarahkan pada budaya dan pola interaksi yang islami. Di sinilah peran Sunan Kalijaga,
dalam catatan sejarah, memberikan andil yang begitu besar. Hasilnya adalah terdapat
sejumlah upacara kerajaan yang telah diislamisasi sebagai syiar Islam di tengah masyarakat,
seperti sekaten, rejeban, grebeg, upacara takjilan dan tentu saja wayang yang masih ada
hingga kini. Wayang, sebagai salah satu contoh, merupakan sarana yang digunakan oleh
Sunan Kalijaga sebagai media mendakwahkan Islam (dakwahtainment). Wayang yang
sudah ada sejak Kerajaan Kahuripan itu menjadi salah satu hiburan masyarakat yang paling
populer.
       Demikian pula pada upacara grebeg dan sekaten. Sekaten dari bahasa Arab
syahadatain, yang artinya dua syahadat, merupakan nama dua buah gamelan yang
diciptakan oleh Sunan Kalijaga dan ditabuh pada hari-hari tertentu atau pada Perayaan
Maulud Nabi di Masjid Agung. Adapun grebeg, yang artinya mengikuti (bahasa Jawa),
yakni upacara menghantarkan Sultan dari Keraton menuju masjid untuk mengikuti Perayaan
Maulud Nabi Muhammad saw. yang diikuti juga oleh para pembesar dan pengawal Istana
lengkap dengan nasi gunungannya.




                                                                                          8
BAB III
                        HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS


3.1 Hasil Penelitian Cirebon
A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Cirebon
       Kesultanan Cirebon adalah sebuah kerajaan Islam yang ternama di Jawa Barat.
Kerajaan ini berkuasa pada abad ke 15 hingga abad ke 16 M. Letak kesultanan Cirebon
adalah di pantai utara pulau Jawa. Lokasi perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat
membuat kesultanan Cirebon menjadi ―jembatan‖ antara kebudayaan Jawa dan Sunda.
Sehingga, di Cirebon tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang
tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
       Pada awalnya, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng
Tapa. Demikian dikatakan oleh serat Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad
Tanah Sunda. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang
diberi nama Caruban (campuran). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para
pendatang dari beraneka bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat.
       Karena sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan nenangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta
pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari
udang rebon ini berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian
menjadi Cirebon.
       Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan Sumber Daya Alam dari pedalaman,
Cirebon menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa. Dari pelaburan Cirebon,
kegiatan pelayaran dan perniagaan berlangsung antar-kepulauan nusantara maupun dengan
bagian dunia lainnya. Selain itu, tidak kalah dengan kota-kota pesisir lainnya Cirebon juga
tumbuh menjadi pusat penyebaran islam di Jawa barat.
       Al kisah, hiduplah Ki Gedeng Tapa, seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati.
Ia mulai membuka hutan, membangun sebuah gubuk pada tanggal 1 Sura 1358 (tahun Jawa),
bertepatan dengan tahun 1445 M. Sejak saat itu, mulailah para pendatang menetap dan
membentuk masyarakat baru di desa Caruban. Kuwu atau kepala desa pertama yang
diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai pangraksabumi

                                                                                          9
atau wakilnya, diangkatlah raden Walangsungsang. Walangsungsang adalah putra prabu
Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang, putri Ki Gedeng Tapa. Setelah
ki gedeng alang-alang meninggal walangsungsang bergelar Ki Cakrabumi diangkat sebagai
Kuwu pengganti ki Gedeng Alang-alang dengan gelar pangeran Cakrabuana.
      Ketika kakek ki gedeng Tapa meninggal, pangeran cakrabuana tidak meneruskannya,
melainkan mendirikan istana Pakungwati, dan membentuk pemerintahan Cirebon. Dengan
demikian yang dianggap sebagai pendiri pertama kesultanan Cirebon adalah pangeran
Cakrabuana (...-1479). Seusai menunaikan ibadah haji, Cakrabuana disebut Haji Abdullah
Iman, dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang memerintah istana pakungwati, serta
aktif menyebarkan islam.
       Pada tahun 1479 M, kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya.
Keponakan Cakrabuana tersebut merupakan buah perkawinan antara adik Cakrabuana,
yakni Nyai Rarasantang, dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Keponakan Cakrabuana itulah
yang bernama Syarif Hidayatullah (1448-1568 M). Setelah wafat, Syarif Hidayatullah
dikenal dengan nama Sunan Gunung Djati, atau juga bergelar ingkang Sinuhun Kanjeng Jati
Purba Penetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatura Rasulullah.
       Pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Cirebon yang pesat dimulai oleh Syarif
Hidayatullah. Ia kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan Cirebon dan Banten,
serta menyebar Islam di Majalengka, Kuningan, Kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan
tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya, calon kuat penggantinya adalah pangeran
Dipati Carbon, Putra Pengeran Pasarean, cucu Syarif Hidayatullah. Namun, Pangeran dipati
Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.
       Kosongnya kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat Istana yang
memegang kenali pemerintahan selama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati
melaksanakan Dakwah. Pejabat tersebut adalah Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah
kemudian naik tahta, secara resmi menjadi sultan Cirebon sejak tahun 1568.
       Naiknya Fatihillah dapat terjadi karena dua kemungkinan pertama, para sultan
Gunung Djati, yaitu Pangeran Pasarean, pangeran Jayakelana, dan pangeran Bratakelana,
meninggal lebih dahulu, sedangkan putra yang masih hidup, yaitu sultan Hasanuddin
(pangeran Sabakingkin), memerintah di Banten berdiri sendiri sejak tahun 1552 M. Kedua,
Fatahillah adalah menantu Sunan Gunung Djati (Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu, putri
sunan Gunung Jati), dan telah menunjukkan kemampuannya dalam memerintah Cirebon

                                                                                      10
(1546 – 1568) mewakili Sunan Gunug Djati. Sayang, hanya dua tahun Fatahillah
menduduki tahta Cirebon, karena ia meninggal pada 1570.
       Sepeninggal Fatahillah, tahta jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati, yaitu pangeran
Emas. Pangeran emas kemudian bergelar panembahan ratu I, dan memerintah Cirebon
selama kurang lebih 79 tahun. Setelah panembahan ratu I meninggal pada tahun 1649,
pemerintahan kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama pangeran Karim,
karena ayahnya yaitu panembahan Adiningkusumah meninggal dunia terlebih dahulu.
Selanjutnya, pangeran karim dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau panembahan
Girilaya.
       Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua
kekuatan, yaitu kekuatan Banten dan kekuatan mataram. Banten curiga, sebab cirebot
dianggap mendekat ke mataram. Di lain pihak, mataram pun menuduh Cirebon tidak lagi
sungguh-suingguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari
banten adalah sama-sama keturunan pajajaran.
       Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat
berkunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Gogyakarta, dengan posisi
sejajar dengan makam sultan Agung di Imogiri. Perlu diketahui, panembahan Girilaya
adalah juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya
panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra
panembahan Girilaya di tahan di mataram.
       Dengan kematian panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan ageng
tirtayasa segera dinobatkan pangeran Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya,
atas tanggung Jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian mengirimkan
pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi
Amangkurat I dari mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan
Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama
satu lagi putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa
kesultanan Cirebon.
       Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu pangeran murtawijaya, pangeran
Kartawijaya, dan pangeran wangsakerta. Pada penobatan ketiganya di tahun 1677,
kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga. Ketiga bagian itu dipimpin oleh tiga anak
panembahan Girilaya, yakni :



                                                                                     11
1. Pangeran Martawijaya atau sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi
       Makarimi Muhammad Samsudin (1677 – 1703).
   2. Pangeran Kartawijaya atau Sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil
       Makarimi Muhammad Badrudin (1677 – 1723).
   3. Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar pangeran Abdul
       Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677 – 1713).


       Perubahan gelar dari ―panembahan‖ menjadi ―sultan‖ bagi dua putra tertua pangeran
girilaya dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, keduanya dilantik menjadi sultan
Cirebon di Ibukota banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh,
rakyat, dan keraton masing-masing. Adapun pangeran wangsakerta tidak diangkat sebagai
Sultan, melainkan hanya panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton
sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para ilmuwan
keraton.
       Pergantian kepemimpinan para sultan di Cirebon selanjutnya berjalan lancar, sampai
pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798 – 1803). Saat itu terjadilah pepecahan
karena salah seorang putranya, yaitu pangeran raja kanoman, ingin memisahkan diri
membangun kesultanan sendiri dengan nama kesultanan KaCirebonan.
       Kehendak raja kanoman didukung oleh pemerintah belanda yang mengangkatnya
menjadi Sultan Cirebon pada tahun 1807. namun belanda mengajukan satu syarat, yaitu agar
putra dan para pengganti raja Kanoman tidak berhak atas gelar sultan. Cukup dengan gelar
pangeran saja. Sejak saat itu, di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu
kesultanan KaCirebonan. Sementara tahta sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom
IV lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803 – 1811).
       Sesudah kejadian tersebut, pemerintah kolonial belanda pun semakin ikut campur
dalam mengatur Cirebon, sehingga peranan istana-istana kesultanan Cirebon di wilayah-
wilayah kekuasaannya semakin surut. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926,
ketika kekuasaan pemerintahan kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan
pengesahan berdirinya Kota Cirebon.


B. Banngunan-bangunan di Lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon
       Bangunan-bangunan yang berada di keraton Cirebon mengambil unsur tradisi
Hindu-Budha dari kerajaan Padjajaran. Salah satu penandanya adalah sepasang patung

                                                                                         12
harimau berwarna putih di pelataran Kamandungan. Masyarakat Sunda pedalaman yakin,
harimau adalah reinkarnasi sosok Prabu Siliwangi yang menjadi raja terakhir di Padjadjaran.




                        Gambar 1: Sepasang patung harimau putih
       Jejak kebudayaan Hindu-Buddha juga tampak jelas pada kompleks bangunan Siti
Hinggil (bahasa Jawa, Siti: tanah, Hinggil: tinggi) yang bercorak candi bentar, arsitektur
khas zaman Majapahit pada dua gapuranya, gapura adi di utara dan gapura banteng di
selatan.




                               Gambar 2: Gapura Banteng
       Di bawah gapura banteng ini terdapat candra sengkala dengan tulisan kuta bata
tinata banteng yang kalau dibaca dari belakang merujuk tahun 1451 Saka atau 1529 Masehi.
Kemungkinan besar Siti Hinggil inilah yang pertama kali dibangun sebelum bangunan lain
menyusul kemudian.



                                                                                        13
Di dinding seluruh bangunan yang menggunakan material batu bata merah
menempel aneka keramik China masa Dinasti Ming (1364-1644 M) dan keramik Delf dari
Belanda. Di depan Siti Hinggil terdapat meja batu granit hadiah Sir Stamford Raffles, wakil
Kerajaan Inggris yang pernah menjadi Gubernur Jenderal Jawa (1811-1816).




            Gambar 3: Keramik China yang menempel di ruangan keraton
       Di dalam kompleks Siti Hinggil terdapat lima bangunan berbahan utama kayu jati
mirip pendapa tanpa dinding dan masing-masing memiliki nama serta fungsi berbeda.
Bangunan utama yang terletak melintang dengan jumlah saka (tiang) 20 buah dinamai
malang semirang yang melambangkan 20 sifat Allah SWT. Sementara saka guru (tiang
utama) enam buah, yang melambangkan rukun iman. Di tempat inilah sultan melihat latihan
keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman.
       Bangunan di sebelah kirinya bernama Pandawa Lima dengan lima buah saka yang
melambangkan rukun Islam. Bangunan ini tempat para panglima perang. Bangunan di
sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan dua saka yang
melambangkan dua kalimat syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasihat sultan yang
disebut penghulu.
       Di belakang bangunan utama ada Mande Pengiring tempat berkumpulnya pengiring
sultan. Sebuah bangunan lagi ada di sebelahnya, Mande Karasemen, di situlah para nayaga
(penabuh gamelan) berada. Sampai sekarang, bangunan ini masih digunakan sebagai tempat
membunyikan gamelan sekaten saat Idul Fitri dan Idul Adha.
       Selain itu, juga terdapat lingga-yoni. Dalam khazanah kebudayaan Hindu, lingga-
yoni merupakan lambang kesuburan. Di atas tembok sekeliling Siti Hinggil terdapat Candi
Laras untuk penyelaras kompleks itu.
       Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan
lukisan koleksi kerajaan. Lukisan yang sangat menarik perhatian kami adalah lukisan 3
dimensi Prabu Siliwangi.
                                                                                        14
Gambar 4 : Lukisan Prabu Siliwangi
      Di sebelah timur Taman Bunderan Dewan Daru berdiri bangunan untuk tempat
penyimpanan Kereta Pusaka yang dinamakan Kereta Singa Barong.




                       Gambar 5: Replika Kereta Singa Barong
         Di dalam museum Kereta juga terdapat 2 buah Tandu Jempana dari Cina,
persembahan dari Kapten Tan Tjoeng Lay dan Kapten Tan Boen Wee tahun 1676. Tandu
Jempana ini untuk Permaisuri dan Putra Mahkota. Tandu Garuda Mina di buat pada tahun
1777 di gempol Palimanan, tandu ini di pergunakan untuk mengarak anak yang mau di
khitan. Juga terdapat pedang-pedang dari Portugis dan belanda, 2 buah meriam dari
Mongolia pada tahun 1424 yang berbentuk naga. Di belakang Kereta terdapat tombak-
tombak panjang berbendera kuning yang disebut Blandrang. Juga terdapat Tanggul Gada
atau Tanggul Manik sebagai lambang pengayoman. Dan juga seperangkat Angklung Kuno
persembahan dari masyarakat daerah Kuningan.




                                                                                 15
C. Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon
    Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah)
    P. Adipati Pasarean (P. Muhammad Arifin)
    P. Dipati Cirebon I (P. Sedang Kamuning)
    Panembahan Ratu Pakung Wati I (P. Emas Zainul Arifin)
    P. Dipati Carbon II (P. Sedang Gayam)
    Panembahan Ratu Pakung Wati II (Panembahan Grilaya)
    P. Syamsudin Martawidjaja (Sultah Sepuh I)
    P. Djamaludin (Sultan Sepuh II)
    P. Djaenudin Amir Sena I (Sultan Sepuh III)
    P. Djaenudin Amir Sena II (Sultan Sepuh IV)
    P. Sjafiudin / Sultan Matangadji (Sultan Sepuh V)
    P. Hasanuddin (Sultan Sepuh VI)
    P. Djoharudin (Sultan Sepuh VII)
    P. Radja Udaka (Sultan sepuh VIII)
    P. Radja Sulaeman (Sultan Sepuh IX)
    P. Radja Atmadja (Sultan Sepuh X)
    P. Radja Aluda Tajul Arifin (Sultan Sepuh XI)
    P. Radja Radjaningrat (Sultan Sepuh XII)
    P.R.A.DR.H. Maulana Pakuningrat, SH (Sultan Sepuh XIII)
    P.R.A. Arief Natadiningrat, SE (Sultan Sepuh XIV)


3.2 Hasil Penelitian Yogyakarta
A. Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta
       Sebelum berdirinya kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaraan, dan
kadipaten Pangkualaman, pada waktu itu yang ada hanya Keraton Kasultanan Surakarta,
pindahan dari kraton Mataram Kartasura. Ketika istananya berada di Kartasura terjadi
peristiwa pemberontakan orang-orang China (GEGER PACINA) pada tahun 1740-1743.
Paku Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini, dan hanya dengan bantuan
Belanda lah peristiwa itu dapat dipadamkan, karena istana Kartasusra mengalami kerusakan
yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan ke Desa Solo, yang kemudian disebut Surakarta.
       Pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II di Kraton Surakarta (1744), masih
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tumenggung Mertupuro melawan Kraton
                                                                                       16
Surakarta, namun oleh pangeran Mengkubumi (adik Paku Buwono II) Tumenggung
Mertupuro dapat ditaklukan.
       Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didampingi oleh Pangeran
Mengkubumi (penasehat kepercayaan) dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr
Hoogendroof, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh
wilayah pesisir utara jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda
ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang China di Kartasura. Pangeran
Mengkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meski ia tahu bahwa kedudukan Paku
Buwono II sangat sulit. Berawal dari masalah itu Pangeran Mangkubumi kemudian
memohon ijin dan doa restu kepada Paku Buwono II, untuk menentang dan mengangkat
senjata melawan kompeni Belanda/VOC.
       Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II, dengan memperoleh pusaka tombak
KYAI PLERED, lalu pada tanggal 21 April 1747, Pangeran Mengkubumi meninggalkan
Kraton Surakarta menuju kedalam hutan bersama keluarga dan pasukannya yang setia,
untuk bergerilya melawan VOC. Dalam mengadakan perlawanannya itu, Pangeran
Mengkubumi bergabung dengan RM. Said (Pangeran Samnbernyawa) yang sudah lebih
dulu menentang Paku Buwono II dan VOC.
       Sebelum Paku Buwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah jawa telah di serahkan
kepada VOC (16 Desember 1749), karena itu yang menobatkan atau mengangkat raja-raja
di tanah jawa keturunan Paku Buwono adalah VOC. Setelah Paku Buwono II wafat ,
Belanda mengangkat RM. Suryadi (Putra Mahkota) sebagai Sunan Paku Buwono III. Ia
praktis jadi boneka , karena menurut kontrak politik , raja tersebut hanya berkedudukan
sebagai peminjam tanah VOC.
       Ketika pemerintahan Paku Buwono III ini perlawanan pangeran Mangkubumi
terhadap belanda semakin menghebat. Dalam setiap pertempuran pasukan belanda selalu
terdesak oleh serangan Pangeran Mangkubumi. Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di
sungai Bogowonto , semua pasukan belanda termasuk komandannya mati terbunuh akhirnya
belanda meminta kepada Pangeran Mangkubumi untuk berunding.
       Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga pihak, yaitu Pangeran Mangkubumi,
Paku Buwono , dan Belanda atau VOC. Perjanjian itu diadakan di desa Giyanti (Salatiga),
pada tanggal 13 februari 1755, maka disebut PERJANJIAN GIYANTI. Akibat dari
perjanjian itu, kerajaan Matarram di bagi menjadi dua bagian, yaitu Kraton Kasunanan
Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta.

                                                                                     17
Selanjutnya dengan daerah barunya itu, Pangeran Mangkubumi mendirikan
kerajaan Mataram Yogyakarta di Wilayah Bringan, pada tahun 1756 dan beliau kemudian
bergelar SRI SULTAN HAMANGKUBUWONO I. gelar lengkapnya adalah : NGARSA
DALEM        SAMPEAN       DALEM     INGKANG       SINUHUN       KANJENG       SULTAN
HAMANGKUBUWONO SENOPATI INGANGLOGO NGABDURAHMAN SAYIDIN
PANOTOGOMO           KHALIFATULLAH          INGKANG       JUMENENG         KAPING       I
INGANGAYOGYAKARTA HADININGRAT.


B. Wilayah Keraton Yogyakarta
       Kraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756
di wilayah Hutan Bringan . nama hutan tersebut kemudian diabadikan untuk nama pasar
dipusat kota yaitu pasar Bring Harjo. Sedangkan istilah Yogyakarta berasal dari yogya dan
karta. Yogya artinya Baik, dan Karta artinya Makmur, namun pengertian lain menyatakan,
bahwa Yogyakarta atau Ngayogyakarta itu berasal dri kata dasar AYU+BAGYA+KARTA
(Baca Ngayu+bagya+karta), menjadi Ngayogyakarta.
       Wilayah kraton Yogyakarta membentang antara Tugu (batas utara) dan Karpyak
(batas selatan), antara sungai Code (sebelah timur) dan sungai Winogo (sebelah barat),
antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Bangunan tugu yang merupakan batas utara
wilayah Kraton Yogyakarta, berjarak sekitar 2km dari Kraton. Bangunan tersebut pada
jaman dahulu berbentuk GOLONG-GILIG (golong=berbentuk bulat, pada bagian atas
gilig= berbentuk pilar yang meruncing ke atas), Golong Gilig berarti Manunggaling Kawula
Gusti (Manunggalnya Raja dengan rakyat, sekaligus menunggalnya manusia dengan
Tuhan).
       Selanjutnya, antara Tugu hingga Kraton terdapat jalan utama yang disebut
MALIOBORO, dimana asal nama Malioboro, ada yang berpendapat berasal dari kata
Marlbourgh, yaitu nama seorang jendral inggris, oleh Raffles, ketika berusaha di
Yogyakarta (pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono II), nama tersebut
kemudian di abadikan sebagai nama jalan di pusat kota Yogyakarta, yaitu jalan Malbourgh,
namun pendapat lain mengatakan bahwa, penyebut Malioboro itu terkait dengan cita-cita
Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang melihat jalan tersebut sebagai pengejawantahan jalan
hidupnya., Yaitu Mulyane Saka Bebara (Mulyabara), yang kemudian terjadi perubahan
pengucapan menjadi Maliyabara atau Malioboro, kemulyaan dan kejayaan hidup yang
dicapai lewat laku keprihatinan.

                                                                                      18
Pusat wilayah Kraton Yogyakarta luasnya 14.000 meter persegi, dengan dikelilingi
tembok (benteng) setinggi 4 meter dan lebar 3,5 meter. Di setiap sudutnya terdapat tempat
tempat penjagaan atau bastion. Untuk melihat /mengawasi keadaan di luar maupun didalam
benteng Kraton. Di sebelah luar benteng dikelilingi oleh parit yang dalam, yang disebut
Jagang (sekarang sudah menjadi pemukiman penduduk). Untuk menghubungkan antara
wilayah dalam benteng dengan daerah di luar benteng Kraton, ada 5 pintu gerbang yang
disebut PLENGKUNG, antara lain yaitu:
   1. PLENGKUNG NIRBAYA (Gading), disebelah selatan.
   2. PLENGKUNG JAGABAYA (Taman Sari), di sebelah Barat.
   3. PLENGKUNG JAGASURA (Ngasem), di sebelah barat laut.
   4. PLENGKUNG TARUNASURA (Wijilan), di sebelah timur laut.
   5. PLENGKUNG MADYASURA (sebeleh barat THR), di sebelah timur.
       Plengkung yang disebut terakhir ini dahulu pernah diruntuhkan pada zaman Sultan
Hamengku Buwono II, ketika terjadi peperangan melawan Pasukan Inggris (Geger Spei)
sehingga tersumbat dan tidak bisa dilalui. Maka lebih dikenal dengan sebutan
PLENGKUNG BUNTET (tertutup). Di antar kelima plengkung itu hanya dua yang masih
tampak utuh, yaitu Plengkung Nirbaya (Gading) dan Plengkung Tarunasura(Wijilan).
       Selanjutnya di sebelah selatan (belakang) Kraton, sebelum sampai Plengkung
Nirbaya, terdapat alun-alun yang luasnya lebih kecil dari Alun-alun Lor, YAITU Alun-alun
Kidul (Alun-alun Selatan). Di bagian tengahnya terdapat dua pohon beringin yang disebut
Beringin ―WOK‖ yang juga dikelilingi tembok.
       Disebelah barat Alun-alun Kidul terdapat bangunan untuk memelihara gajah, yang
disebut GAJAHAN, pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono X, fungsi Gajahan
dihidupkan kembali untuk memelihara gajah hingga sekarang.
       Selanjutnya dari Kraton kea rah selatan sekitar 2 km jaraknya, terdapat bangunan
berupa panggung, yang disebut KRAPYAK, pada zaman dahulu di bagian atas panggung itu
digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan para prajuritnya berburu rusa atau binatang
lainnya. Bangunan ini sampai sekarang masih ada, dan berada dalam garis simetris /lurus
dengan KRATON dan TUGU KRATON, Bangunan Krapyak ini adalah batas selatan
wilyah Kraton Yogyakarta.




                                                                                      19
C. Bangunan-bangunan di Lingkungan dalam Keraton
       Lingkungan dalam Kraton yang dimulai dari bagian depan (halaman pagelaran)
hingga bagian belakang (halaman Siti Hinggil Kidul), secara keseluruhan terbagi atas tujuh
halaman(pelataran), yang mana masing-masing dibatasi oleh tembok tinggi, dan di
dalamnya terdapat bangunan-bangunan, serta beberapa pintu gerbang yang menghubungkan
antara halaman yang satu dengan halaman yang lainnya, di sebut REGOL. Mengenai nama
masing-masing bangunan yang terdapat pada setiap halaman di lingkungan dalam kraton,
seperti tersebut di bawah ini di mulai dari bagian depan, yakni:
   1) BANGSAL PAGELARAN, pada mulanya di sebut tratag Rambat, atapnya berupa
       sirap kayu. Dan setelah di pugar pada jaman Sri Sultan Hamenku Buwono VIII
       tahun 1921 Masehi, kemudian dinamakan pagelaran. Pemugaran bangunan tersebut
       di tandai dengan Cendrasengkala (tahun jawa) yang terdapat pada bagian atas muka
       Bangsal Pagelaran, berbunyi ―Panca Ganas Salira Tunggal‖, yang berarti tahun 1865
       jawa.
   2) BANGSAL PEMANDENGAN, digunakan sebagai tempat duduk bagi Sultan
       beserta Panglima perang, ketika menyaksikan jalannya latihan perang para
       prajuritnya. Latihan perang ini dilakukan di Alun-alun Lor, bangsal ini jumlahnya
       ada dua, masing-masing terletak disebelah kanan dan kiri sejajar dengan Bangsal
       Pagelaran.
   3) BANGSAL PENGAPIT atau juga disebut BANGSAL PASEWAKAN                         adalah
       tempat para senopati Perang/Manggalayudha mengadakan pertemuan, serta
       digunakan sebagai tempat menunggu perintah-perintah dari sultan. Bangsal ini ada
       sepasang, masing-masing berada disamping kanan dan kiri Bangsal Pagelaran.
   4) BANGSAL PANGRAWIT, digunakan sebagai tempat raja melantik patih (tempat
       pelantikan patih). Setelah tahun 1942, Bangsal ini tidak digunakan lagi. Bangunan
       ini terletak di sisi sebelah kanan dalam Bangsal Pagelaran.
   5) BANGSAL PACIKERAN, adalah tempat jaga bagi para abdidalem Singanegara dan
       abdidalem Mertalulut (sebutan untuk algojo Kraton) yang bertugas memberi
       hukuman kepada para tahanan kraton. Sedangkan pelaksanaan hukumannya
       bertempat di Alin-alun Lor.
   6) BANGSAL SITI HINGGIL, digunakan sebagai tempat penobatan/pelantikan Raja-
       raja Kasultanan Yogyakarta, dan tempat diselenggarakannya upacara Pasowanan
       Agung, pada tanggal 17 Desember 1949, pernah dipakai untuk pelantikan Ir.

                                                                                       20
Soekarno    sebagai   Presiden   RIS.   Sekaligus   digunakan   untuk   peresmian
   UniversitasNegeri tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada. Bangunan ini
   telah dipugar pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, dengan ditandai
   candrasengkala(tahun jawa) pada bagian atas muka Bangsal Siti Hinggil , berbunyi
   ―Pandita Cakra Naga Wani‖, yang berdiri pada tahun 1857.
7) BANGSAL MANGUNTUR TANGKIL, adalah tempat singgasana Raja, ketika
   berlangsung Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu digelar Upacara Pasowanan
   Agung. Ditengah bangsal ini terdapat seloging. Untuk meletakan DEampar Kencana
   sebagai Singgasana Sultan. Bangunan ini terletak di bagian tengah Bangsal Siti
   Hinggil.
8) BANGSAL WITANA, digunakan untuk menempatkan pusaka-pusaka utama
   Kraton, pada saat dilangsungkan Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu Upacara
   Grebeg Mulud tahun Dal(jawa).
9) BALEBANG, digunakan untuk menyimpan 2 perangkat gamelan Sekaten yang
   dibunyikan pada setiap bulan Mulud.       Kedua gamelan tersebut masing-masing
   bernama KYAI GUNTURMADU dan KYAI NAGAWILAGA.




              Gambar 6: gamelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga
10) BALE ANGUN-ANGUN, digunakan untuk menyimpan pusaka tombak yang
   bernama Kanjeng Kyai Sura Angun-Angun.
11) BANGSAL KORI, berfungsi sebagai tempat jaga bagi para abdidalem Kori dan
   abdidalem Jaksa, yang bertugas menyampaikan permohonan maupun pengaduan
   rakyat kepada raja.
12) TARUB AGUNG, digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu-tamu Sultan, yang
   akan menghadiri upacara resmi di Siti Hinggil.
13) REGOL BROJONOLO, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman
   Siti Hinggil Lor dengan Halaman Kemandungan Lor.

                                                                                  21
D. Raja-raja Kesultanan Yogyakarta
   1. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO
      Nama kecil    : BENDARA RADEN MAS SUJONO
      Tanggal lahir : 4 Agustus 1717
                      Malam Rabu pon,26 Ruwah Wawu 1641
      Naik tahta    : 13 februari 1755
      Wafat         : Malam ahad kliwon, 1Ruwah je 1718
      Makam         : pasarean pajimatan imogiri,kadhaton swagan
      Permaisuri ada 2:
       GUSTI KANJENG RATU KENCANA
          Putri dari Bendara pangeran hanya Dipenogoro (putrid susuhun paku Buwono
          I). di Madiun
       GUSTI KANGJENG RATU KADIPATE lalu bergelar GUSTI KANJENG
          RATU HEGANG
          Putri dari kyai/nyai Hageng Drepoyudo yang di semayamkan di majanjati.
      Seluruh isrti termasuk permasuk berjumlah 25 orang, jumlah putra-putri almarhum
      seluruhnya 32 orang. Penggantinya adalah GRM. Sundoro putra ke-5 (Pen mas putra
      sulung dari GKR kadipaten). Putra dari garwa selir BRAY. Srenggoro yang bernama
      BPH.
   2. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO II
      Nama kecil    : GUSTI RADEN MAS SUNDORO
      Tanggal lahir : 7 Maret 1750 malam sabtu legi, 28 Rabiul Awal
      Naik tahta    : 2 April 1792 senin pon, 9 ruwah je 1718
      Pulang        : 17 Agustus 1826
      Wafat         : 3 januari 1828 malam kamis legi, 15 jumadiakhir alip 1755
      Makam         : pasareyan dalem Astana kotagede
      Permaisuri ada 4:
       GUSTI KANJENG RATU KEDHATON
        Putri kangjeng Raden Tumenggung Purwodiningrat, Bupati magetan
       GUSTI KANGJENG RATU HEMAS
        Putri Gusti Kangjeng Ratu
       GUSTI KANJENG RATU KENCANA WULAN
        Putrid dari KiBener, saudara dari Mas Tumenggung Sindurejo.

                                                                                   22
 GUSTI KANJENG RATU SULTAN
    Putrid kanjeng Raden Tumenggung Resogoto, Bupati Sukowati
  Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 28 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya 80 orang. Penggantinya adalah GRM. Surojo, putra kelima. Putra sulung
  dari permaisuri GKR. Kedathon.
3. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO III
  Nama kecil    : GUSTI RADEN MAS SUROJO
  Tanggal lahir : 20 februari 1769
  Malam Rabu keliwon, 18 Syawal Dal 1694
  Naik tahta    : 12 juni 1812
  Wafat         : 3 noveber 1814
  Makam         : pasarean pajimatan imogiri, Kadaton Suwargan
  Permaisuri ada 3:
   GUSTI KANJENG RATU KENCANA
      Yang kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG putrid dari
      Bendara Raden Ayu Susrodiningrat (putri sultan Hamengku Buono)
   GUSTI KANJENG RATU HEMAS
      Putri dari Raden Rangga Prawiradirja I di madiun. Tidak berputra
   GUSTI KANJENG RATU WANDHAN
      Seluruh istri termasuk permaisurinya berjumlah 25 orang. Jumlah putra-putri
      almarhum seluruhnya 32 orang. 2 permaisurinya tidak member keturunan. Yaitu
      GKR. Hemas dan GKR. Wandhan. Penggantinya GRM. Ibnu Jarot putra ke 18
      putra bungsu dari GKR. Hageng.
4. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO IV
  Nama kecil    : GUSTI RADEN MAS IBNU JAROT
  Tanggal lahir : 3 April 1804, selasa kliwon, 22 Besar Jimakir 1730
  Naik tahta    : 10 November 1814
  Wafat         : jumat Pahing, 22 Rabiul Awal je 1750
  Makam         : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Besiyaran
  Permaisurinya hanya ada 1:
   GUSTI KANJENG RATU KENCONO
      Yang kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, putri dari
      Raden Adipati Danurejo II (pepatih Dalem di keraton Yogyakarta).

                                                                                23
Seluruh istri termasuk permaisuri ada 9 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya ada 18 orang. Penggantinya adalah GRM. Gathot Menol, putra ke 6
  (putra kedua dari KGR Kencana). Putra pertama dari permaisuri juga laki-laki, tapi
  meninggal dunia ketika berusia 108 hari.
5. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO V
  Nama kecil    : GUSTI RADEN MAS GATHOT MENOL
  Tanggal lahir : 24 Januari 1820
  Naik tahta    : 19 Desember 1823
  Wafat         : 5 juni 1855, Selasa Legi, 20 Siyam Dal 1783
  Makam         : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Besiyaran
  Permaisuri ada 2:
   GUSTI KANJENG RATU KENCONO
      Putri Gusti Kanjeng Ratu Anom (putri Sri Sultan Hamengku Buono II) denga
      kanjeng pangeran Harya Purwonegoro.
   GUTI KANJENG RATU KADHATON
      Putri Bendara pangeran Harya Suryo-ningalogo (putra Sri Sultan Hamengku
      Buono III).
  Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 5 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya 9 orang. Penggantinya adalah GRM. Mustojo yaitu adik dari Sri Sultan
  Hamengku Buono V.
6. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VI
  Nama kecil    : GUSTI RADEN MAS MUSTOJO
  Tanggal lahir : 10 Agustus 1821
  Naik tahta    : 5 juli 1855 Syawal Dal 1783
  Wafat         : 20 juli 1877, 9 rajeb je 1 pajimatan Imogiri, kadhaton Besiyaran
  Permaisuri ada 2:
   GUGTI KANJENG RATU KENCONO
      Kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAMENGKU BUONO Putri
      dari kanjeng Susuhun Paku Buono VIII di Surakarta.
   GUSTI KANJENG RATU SULTAN
      Kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, Putri dari kyai/nyai
      Hageng prawirorejoso yang disemayamkan di Gunung Pengklik payak
      Yogyakarta.

                                                                                     24
Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 10 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya 23 orang. Penggantinya adalah GRM. Murtejo putra pertama (putra
  sulung dari permaisuri GKR. Sultan).
7. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VII
  Nama kecil       : GUSTI RADEN MAS MURTEJO
  Tanggal lahir : 4 Februari 1839
  Naik tahta       : 13 Agustus 1 Rewah je 1806
  Turun tahta      : 29 Januari 1921
  Wafat            : 30 Desember 1921
  Makam            : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga.
  Permaisuri ada 3:
   GUSTI KANJENG RATU KENCONO
      Kemudian di asingkan, lalu bergelar GUSTI KANJENG RATU WANDHA,
      Putri dari Raden Ali Basah Abdulmustopo Senthot Prawirodirjo.
   GUSTI KANJENG RATU HEMAS
      Lalu bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, bertempat tinggal di
      Tegalrejo,      kemudian    mendapat    julukan   GUSTI     KANJENG    RATU
      TEGALREJO, Putri dari kanjeng Raden Tumenggung joyodipuro.
   GUSTI KANJENG RATU KENCONO
      Putri dari Bendara pangeran Harya Hadinegoro (putra sultan Hamengku Buono
      II).
  Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 21 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya 78 orang. Penggantinya adalah GRM. Sujadi, putra ke 23 (putra ke 5 dari
  GKR Hemas).
8. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO VIII
  Nama kecil       : GUSTI RADEN MAS SUJADI
  Tanggal lahir : 3 Maret 1880
  Naik tahta       : 18 februari 1921
  Wafat            : 22 Oktober 1921
  Makam            : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga.
  Permaisuri ada 1:
   KANJENG RADEN AYU ADITIA ANOM HAMENGKUNEGORO



                                                                                 25
Putri dari kanjeng Gusti pangeran Adipati Mangkubumi (putra Sri Sultan
      Hamengku Buono VI).
  Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 8 orang, jumlah putra-putri almarhum
  seluruhnya 41 orang. Penggantinya adalah GRM. Dorojatun satu-satunya putra dari
  permaisuri.
9. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX
  Nama kecil     : GUSTI RADEN MAS DOROJATUN
  Tanggal lahir : 12 April 1912
  Naik tahta     : 18 Maret 1940
  Wafat          : 3 Oktober 1988
  Makam          : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga.
  Permaisuri tidak ada, istri selir ada lima:
     KANJENG RADEN AYU PINTOKO PURNOMO HAMENGKUBUONO IX
      Putri dari RB. Suryo kusumo (cicit dari Sultan Hamengkubuono VI).
     KANJENG RADEN AYU WIDIANINGRUM HAMENGKU BUONO IX
      Putri dari RW. Purwowinoto (cicit dari sultan Hamengku Buwono III)
     KANJENG RADEN AYU HASTENGKORO HAMENGKU BUWONO IX
      Puutri dari Raden Panji Trutojumeno (cicit dari sultan Hamengku Buwono VII).
     KANJENG RADEN AYU CIPTO MURTI HAMENGKU BUWONO IX
      Putri dari KPH/Bendara raden ayu Brongtodiningrat (cucu Sultan Hamengku
      Buwono VII).
     KANJENG RADEN AYU NORMA NINDYA KIRANA HAMENGKU
      BUWONO IX
      Putri dari Mentok,Bangka,Sumatra Selatan.
  jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 22 orang. Penggantinya adalah BRM.
  Herjuno Darpito putra kelima, putra kedua dari Garwa Ampeya KRAY.
  Windyanigrum Hamengkubuwono IX.
10. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X
  Nama kecil     : BENDARA RADEN MAS HERJUNO DARPITO
  Tanggal lahir : 2 April 1946
  Naik tahta     : 7 Maret 1989
  Permaisuri hanya ada 1:
   BENDARA RADEN AYU TATIK MANGKUBUMI

                                                                                26
Lahir 31 oktober 1952 kemudian di nobatkan menjadi permaisuri dengan gelar
           GUSTI KANJENG RATU HEMAS, PUTRI DARI KOLONEL (Purnawirawan)
           R. Supono Digosastropranoto (Almarhum).
       Tidak mempunyai istri selir.
       Putra dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X ada 5, semuanya perempuan.
       Pada tanggal 3 oktober 1998 dilantik menjadi Gubernur Daerah Istimewa
       Yogyakarta, Periode tahun 1998-2003 (Hingga sekarang).


E. Gelar dan Kedudukan Bangsawan Kraton Yogyakarta
       Gelar atau titel dan kedudukan bangsawan kraton itu diatur didalam suatu peraturan
yang disebut ― PRANATAN LAN KALUNGGUHAN PRANATAN BAB SESEBUTAN
KALUNGGUHAN PARA PUTRA SENTANA LAN DARAHING PANJENENGAN
NATA JEN PINUJU PASAMUAN SAPANUNGGALANE‖
Gelar-gelar bangsawan pria yaitu sebagai berikut:
1. KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ANOM
  Sebutan ini untuk putra mahkota yang nantinya akan menggantikan kedudukan raja.
2. KANJENG PANEMBAHAN
  Sebutan untuk putra sultan yang mendapat anugrah tinggi karena jasa-jasanya terhadap
  raja dan Negara.
3. KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI
  Gelar anugrah yang diberikan kepada putra sultan.
4. KANJENG GUSTI PANGERAN HARYA
  Sebutan anugrah kepada putra sultan yang kedudukannya sebagai lurah pangeran (yang
  memimpin para pangeran).
5. GUSTI PANGERAN
  Gelar untuk putra sulung sultan yang terlahir dari istri selir (setelah diangkat sebagai
  pangeran).
6. GUSTI PANGERAN HARYA
  Gelar untuk putra sultan yang terlahir dari istri permaisuri (setelah diangkat sebagai
  pangeran).
7. BENDARA PANGERAN HARYA
  Gelar untuk putra sultan yang lain, yang dilahirkan dari istri selir (setelah diangkat
  sebagai pangeran).

                                                                                       27
8. KANJENG PANGERAN ADIPATI
  Gelar kepangkatan yang dianugrahkan kepada sentana yang dianggap berjasa.
9. KANJENG PANGERAN HARYA
  Gelar kepangkatan yang dianugrahkan kepada seseoran, tapi kedudukannya ada dibawah
  kanjeng pangeran adipati.
10. GUSTI RADEN MAS
  Gelar untuk putra Sultan yang terlahir dari istri permaisuri, sebelum diangkat sebagai
  pangeran.
11. BENDARA RADEN MAS
  Gelar untuk sultan yng lahir dari istri selir atau putra dari putrid mahkota (kanjeng Gusti
  Paangeran Adipati Anom). Yang belum menjadi pangeran
12. RADEN MAS HARYA
  Gelar kebangsawanan yang diberikan Sultan kepada seseorang sebagai anugrah
  RADEN MASGelar untuk keturunan ketiga bahwa sultan sampai seterusnya (orang jawa
  menyebut canggah)
13. RADEN ATAU RADEN BAGUS
  Gelar untuk keturunan sultan dari generasi ke lima ke bawah
14. MAS
  Gelar untuk abdidalem yang berasal dari rakyat
Gelar bangsawan putri yang berisi sebagai berikut:
1. GUSTI KANJENG RATU
  Gelar dan sebutan untuk permaisuri atau putri Sultan yang lahir dari istri permaisuri dan
  sudah menikah
2. KANJENG RATU
  Gelar putrid sulung Sultan yang lahir dari istri, dan sudah menikah
3. GISTI RADEN AYU
  Gelar untuk putri sultan yang lahir dari istri permaisuri yang sudah dewasa tapi belum
  menikah.
4. GUSTI RADEN AJENG
  Gelar untuk putri sultan yang lahir dari istri permaisuri, yang masih kanak-kanak atau
  belum dewasa.
5. BENDARA RADEN AYU
  Gelar untuk putrid Sultan yang lahir dari isti selir dan sudah menikah

                                                                                          28
6. BENDARA RADEN AJENG
7. Gelar untuk putri Sultan yang lahir dari isri selir atau putri dari putra mahkota, yang
  belum menikah.
8. RADEN AYU
  Gelar untuk cucu atau Canggah (angkatan ke lima kebawah) Sultan yang sudah menikah
  atau istri para pangeran yang bukan putra/putri Sultan.
9. RADEN AJENG
  Gelar sebutan cucu atau canggah Sultan yang belum menikah.
10. RADEN ATAU RADEN NGANTEN
  Sebutan gelar cucu sampai cucu-cucu atau wareng (angkatan ke enam ke bawah) Sultan
  yang telah menikah, atau istri para Bupati yang berasal dari rakyat
11. RADEN RARA
  Sebutan gelar wareng Sultan yang belum menikah.
12. KANJENG BENDARA
  Gelar sebutan untuk istri sultan yag mengepalai para istri selir sultan.
13. KANJENG RADEN AYU
  Gelar untuk istri permisuri sultan atau istri pertama putra mahkota (kanjeng Gusti
  Pangeran Adipati Anom).
14. BENDARA MAS AJENG ATAU BENDARA MAS AYU
  Gelar sebutan untuk istri selir Sultan atau istri putra mahkota yang berasal dari rakyat.
  Sedang selir para pangeran yang berasal dari rakyat sesebutannya: MAS AJENG atau
  MAS AYU.


F. Warisan Budaya Keraton Yogyakarta
       Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu
warisan budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian
sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak
Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang
berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan
budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing
  1. Tumplak Wajik
     Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat
     dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang

                                                                                        29
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
   pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri
   oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.Selain itu upacara yang
   diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel
   lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Setelah
   upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
2. Garebeg
   Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan
   Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan
   Syawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari
   tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai
   perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang
   disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden
   Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat,
   serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg
   Mulud tahun Dal.
3. Sekaten
   Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh
   hari.Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya
   merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat
   kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten
   dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
   Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di
   depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud,
   kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan atau dibunyikan secara bergantian
   menandai perayaan sekaten.
   Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara
   Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).Setelah itu Sultan atau wakil beliau
   masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian Maulid Nabi dan
   mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara
   ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk)
   dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang banyak
   dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; family

                                                                                     30
Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu
     pasar malam yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang
     sesungguhnya
  4. Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
     Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara
     tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan.Siraman/Jamasan
     Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat
     Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di
     empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (Dalem Ageng
     Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini tertutup untuk umum dan hanya
     diikuti oleh keluarga kerajaan.
     Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di
     Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai
     Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap
     tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam
     setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan
     pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di
     tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di
     tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi
     kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
  5. Labuhan
     Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat
     yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-
     benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya
     di-larung (harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi
     (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi, sedangkan di Pantai
     Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo.
     Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.


3.3 Analisis Hasil Penelitian Cirebon
       Analisis kami terhadap hasil penelitian yang telah kami jelaskan di atas diantaranya
adalah mengenai pembangunan keraton kasepuhan Cirebon. Setelah kami bertanya kesalah
satu pemandu wisata yang disana ternyata keraton Kasepuhan Cirebon didirikan tahun 1529

                                                                                        31
oleh Pangeran Emas Zainul Arifin (cicit Sunan Gunung Jati) yang menggantikan Sunan
Gunung Jati pada tahun 1506. Sebelumnya Keraton Kasepuhan bernama Keraton
Pakungwati, sehingga Pangeran Mas Zainul Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I.
       Apabila kita perhatikan ruang luar Keraton Kesepuhan, kita bisa melihat bagaimana
perpaduan unsur-unsur Eropa seperti meriam dan Patung Singa dihalaman muka, Furnitur
dan meja kaca gaya Perancis tempat para tamu sultan berkaca sebelum menghadap, gerbang
ukiran Bali dan Pintu Kayu model ukiran Perancis yang menampakkan gambaran
kosmopolitan Keraton Kesepuhan yan tersimpan dalam musium Keraton.




            Gambar 7: Patung sepasang singa putih dan meriam di sampingnya
       Kegemaran Kesultanan Cirebon mengadopsi gaya dan arsitektur model Eropa yang
mengisi bagian dalam Keraton Kesepuhan. Perhatikan bagaimana model dan ukiran ruang
pertemuan sultan dengan para menteri yang di buat dengan model hampir sama dalam
interior kerajaan perancis dibawah dinasti Bourbon, seperti model kursi, meja dan lampu
gantung. Bagaimanapun terdapat kombinasi gaya interior ini apabila kita memperhatikan
sembilan kain berwarna di latar belakang singgasana raja yang melambangkan sosok wali
sanga. Di sini tradisi Jawa bercampur dengan Eropa yang telah 'di lokalkan'.




                             Gambar 8: Bangsal Panembahan

                                                                                     32
Hal yang menarik dari Keraton Kesepuhan adalah adanya piring-piring porselin asli
Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di Keraton,
piring-piring porselin itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.
         Selain piring-piring porselin asli Tiongkok patut kita amati juga lukisan tiga dimensi
Prabu Siliwangi. Lukisan ini memang istimewa. Jika kita melihat lukisan ini dari arah kiri,
mata dan ujung jari kaki Prabu Siliwangi terlihat menghadap ke kiri (ke arah kita). Namun
kalau kita bergeser ke arah kanan lukisan, mata dan ujung jari kaki itu pun terlihat
menghadap ke kanan (seolah-olah mengikuti kita). Lukisan semacam ini juga terdapat di
Keraton Yogyakarta, hasil karya Raden Saleh, pelukis legendaris Indonesia. Sedangkan
lukisan Prabu Siliwangi di lukis oleh seorang pelukis yang berasal dari Garut. Kalau melihat
garis-garis lukisannya, pelukis Prabu Siliwangi ini masih beberapa tingkat di bawah Raden
Saleh.
         Lanjut ke koleksi yang di bilang keramat, yaitu kereta Singa Barong. Ternyata kereta
Singa Barong yang di pajang itu hanya reflikanya, karena kereta yang aslinya sedang dalam
proses renopasi. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap
1 Syawal untuk dimandikan.


3.4 Analisis Hasil Penelitian Yogyakarta
         Pada saat kami berkunjung ke keraton Yogyakarta pas bertepatan dengan acara
Sekaten, jadi pada penulisan laporan ini kami akan memfokuskan analisis kami tentang
acara sekaten tersebut.
         Sekaten yang biasanya dirayakan oleh sebagian besar masyarakat Yogyakarta dan
Surakarta merupakan sebuah rangkaian kegiatan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
yang diselenggarakan oleh Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton
Kasunanan Surakarta bersama pemerintahan dan masyarakat setempat. Berbagai bentuk
acara dan kegiatan dilangsungkan dalam perayaan Sekaten—yang beraneka ragam variasi
dan macamnya seiring perubahan waktu—mulai dari yang sifatnya ritual keagamaan hingga
apresiasi seni tradisi lokal sampai pameran dan pasar malam. Kultur lokal dan kultur
modern seakan melebur dalam waktu bersamaan dalam momentum sekaten.
         Untuk mengetahui asal mula sekaten yang tiap tahun diadakan oleh dua Keraton
tersebut, kita harus menulusurinya dari zaman Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan
Islam pertama di Jawa yang berdiri setelah Majapahit runtuh pada tahun 1400 Saka atau
1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit diperingati dengan candrasengkala ‖Sirna Hilang

                                                                                            33
Kertaning Bumi‖. Berakhirnya Kerajaan Majapahit berarti berakhir pula Kerajaan Hindu di
Jawa, di bawah pemerintahan Prabu Brawijaya V. Raja Demak yang pertama adalah Raden
Patah yang bergelar Sultan Bintara.
          Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk memajukan tersiarnya
agama Islam di seluruh kerajaan. Sultan Bintara selalu memikirkan bagaimana caranya agar
agama Islam dapat menyinari semua pelosok negeri, dan bagaimana orang-orang yang telah
memeluk agama Hindu itu akan insyaf dan meyakini kebenaran ajaran Islam.
          Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali
sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang,
Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati.
Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai
usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu
memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap
dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam,
misalnya:
   1. Semedi
          Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa.
          Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah
          SWT dengan sholat.
   2. Sesaji
          Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-
          dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir
          miskin.
   3. Keramaian
          Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-
          dewa, diganti keramaian menghormat hari-hari raya Islam.
          Karena orang Jawa suka gamelan, maka pada hari raya Islam yaitu hari lahirnya
Nabi Muhammad SAW, sebaiknya dalam masjid juga diadakan tabuh gamelan, agar orang-
orang tertarik. Jika sudah berkumpul kemudian diberi pelajaran tentang agama Islam. Dan
untuk keperluan itu, para wali menciptakan seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai
Sekati.
          Usul dari Sunan Kalijaga tersebut disepakati oleh wali yang lainnya dan Raden
Patah, yaitu pada hari lahir Nabi Muhamad, 12 Mulud, dalam masjid dipukul gamelan.

                                                                                           34
Tanggal 12 Mulud selain merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW juga merupakan
hari wafat beliau. Ternyata banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid untuk
mendengarkan bunyi gamelan. Orang-orang tersebut datang ke masjid walaupun rumahnya
jauh, sehingga mereka bermalam di alun-alun atau sekitar masjid.
        Pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut, selain rakyat, para bupati
pesisir juga datang ke kota kerajaan untuk memberi sembah pada raja. Mereka datang
beberapa hari sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat rumah di alun-alun untuk bermalam.
Bupati menghadap raja dan kemudian menggiring raja ke masjid. Karena banyaknya orang
yang menggiring raja tersebut, timbul perkataan ‖Garebeg‖ yang berasal dari kata
‖anggrubyung‖ yang berarti menggiring.
        Orang-orang yang datang di halaman masjid itu disuruh untuk mendengarkan
pidato-pidato tentang ajaran agama Islam yang mudah-mudah dahulu. Pertama mereka
diberi tahu maksudnya syahadat dan bagaimana bunyinya. Dari itulah timbul kata sekaten
yang berasal dari bahasa Arab ‖syahadatain‖. Kalimat syahadat merupakan suatu kalimat
yang harus dibaca oleh seseorang untuk masuk Islam, yang mempunyai arti: tiada Tuhan
selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat syahadat itu juga ditulis di
atas pintu gerbang masjid. Karena banyak orang yang datang berduyun-duyun ke masjid dan
banyak yang bermalam, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar masjid dan alun-
alun.
        Sekaten selain berasal dari kata syahadatain, juga berasal dari kata:
   1. Sahutain: menghentikan atau menghindari perkara dua, yakni sifat lacur dan
        menyeleweng.
   2. Sakhatain: menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan karena
        watak tersebut sumber kerusakan.
   3. Sakhotain: menamankan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi
        luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan.
   4. Sekati: setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik
        dan buruk.
   5. Sekat: batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu
        batas-batas kebaikan dan kejahatan.
        Tradisi sekaten yang dirayakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad
SAW tersebut tetap dilestarikan oleh raja-raja yang memerintahkan berikutnya hingga masa
Mataram. Pada zaman kerajaan Mataram hingga akhirnya pindah ke Surakarta dan

                                                                                      35
Yogyakarta, sekaten diadakan untuk kepentingan politik, yaitu mengetahui kesetiaan para
bupati yang ada di wilayah kerajaan. Pada perayaan sekaten para bupati harus datang untuk
menyerahkan upeti dan menghaturkan sembah baktinya kepada raja. Apabila bupati tersebut
berhalangan hadir, maka harus diwakili oleh pihak kerajaan. Hal itu dilakukan karena bila
bupati tidak hadir pada perayaan sekaten diartikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap
raja.
        Perayaan sekaten yang diadakan oleh kerajaan Mataram, selain bertujuan untuk
memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW juga untuk menunjukkan bahwa raja yang
berkuasa masih ada hubungan dengan Nabi Muhammad, utusan Allah. Sekaten juga
mempunyai peran politis dan ekonomis. Karena dengan sekaten, para bupati harus sowan
memberi upeti dan kehadirannya di upacara sekaten sebagai tanda kesetiaan kepada raja
yang memerintah.
        Dengan    perkembangan       zaman,   sekaten   juga   dimanfaatkan   dalam     sektor
perdagangan. Perayaan sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang dan semakin
membuat marak perayaan sekaten. Selain untuk mendengarkan gamelan, para pengunjung
dapat membeli berbagai makanan khas sekaten, juga mainan anak-anak.
        Setela acara sekaten ada juga acara gerebeg. Gerebeg adalah upacara adat di kraton
Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali dalamsetahun untuk memperingati hari besar
islam. Mengenai istilah gerebeg ini berasal dari bahasa jawa ‗Gerebeg‘ yang berarti ―diiringi
para pengikut‖. Karena perjalanan sultan keluar dari istana itu memang selalu diikuti banyak
orang. Sehingga di sebut GAREBEG. Pengertian lain mengatakan bahwa karena gunung itu
di perebutkan warga masyarakat yng berarti di grebeg, maka disebut GAREBEG.
        Pelaksanaan upacara tersebut bertepatan dengan hari-hari besar islam seperti:
1. GAREBEG SYAWAL,dilaksanakan pada hari pertama bulan Syawal untuk peringatan
   Hari Raya lebaran (Idul Fitri).
2. GAREBAG BESAR,dilaksanakan pada hari kesepuluh bulan Besar(Dzulhijjah)untuk
   memperingati Hari Raya Qurban(Idul Adha).
3. GEREBEG MAULID dilaksanakn pada hari keduabelas bulan mulud (Rabiul awal)
   untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
        Upacara adat ini di awali dari halaman kemandungan lor (keben). Dengan di kawal
oleh prajurit kraton, pada setiap acara ini Sultan berkenan memberi sedekah berupa
gunungan kepada rakyatnya, gunungan tersebut berisis makanan, gunungan ini sebagai
tanda/symbol kemakmuran dan kesejahtraan kerajaan mataram.

                                                                                           36
BAB IV
                                       PENUTUP
4.1 Kesimpulan
       Islam masuk ke Cirebon pada abad 15, ajaran Islam ini dibawa Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati) dan Syekh Idlofi Mahdi. Mereka menyebarkan agama Islam dengan
berdakwah dan mendirikan pondok pesantren. Sunan Gunung Jati, mempunyai daerah
penyebaran paling luas. Pada tahun 1498 Sunan Gunung Jati membangun Masjid Agung
Cirebon dan dibantu oleh kedelapan para wali. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat
dan beliau dimakamkan di pertamanan Gunung Jati.
       Cirebon menjadi pusat perdagangan karena letaknya di daerah pesisir utara pulau
Jawa. Perdagangan ini melalui 2 jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Pedagang dari luar
negara yang mendukung perekonomian di Cirebon adalah Cina dengan barang dagangannya
yaitu sutra dan keramik. Masyarakat Cirebon dibedakan berdasarkan status sosialnya yang
dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu golongan Raja, golongan Elite, golongan Nonelite, dan
golongan Budak. Mereka mempunyai kedudukan didalam lingkungan kerajaan.
       Cirebon mulai mengalami kehancuran ketika Cirebon dibagi menjadi 3 Kesultanan,
Yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Kerato Kacirebonan. Sehingga kerajaan
Cirebon menjadi terpecah-pecah. Disamping itu adanya perebutan kekuasaan sepeninggal
Panembahan Gerilya pada tahun 1702. Adanya campur tangan VOC dalam kerajaan yang
mengadu domba mereka juga menjadi penyebab hancurnya kerejaan Cirebon.
       Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakrta memilki
Arsitektur yang sangat tertata rapi. Hal itu terbukti dengan adanya bangunan kompleks yang
saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Hadirnya Benteng Baluwarti, parit
keliling, Alun-alun, Masjid Kauman, Tamansari menujukan konstruksi yang rapi. Namun
seiring dengan perkembangan pembangunan yang menuntut adanya ruang lebih untuk
tempat tinggal dan aktinitas lainnya, beberapa kompleks yang dahulu merupakan bagian
dari keastuan keraton beralih fungsi menjadi tempat tinggal masyarakat dan ruang aktivitas
publik. Hal ini terbukti dengan hilangnya parit keliling yang dahulu menjadi media halangan
bagi lawan untuk masuk pusat pemerintahan kini telah beralih menjadi tempat tinggal
penduduk dan pertokoan. Dinamika perubahan arsitektur keraton ini tetap tidak
menghilangkan patokan pakem yang telah digunakan oleh keraton Yogyakarta. Hal ini
membuktikan kemampuan keraton dalam menerima adapatasi dari tuntutan jiwa zaman.
Keraton mampu untuk tetap eksis hingga abad kedua puluh satu ini merupakan kemampuan

                                                                                        37
beradaptasi dengan lingkungan dari zaman ke zaman. Keraton juga mampu mepertahankan
jiwa dari masa ke masa.




                                                                                38
DAFTAR PUSTAKA
Bockani, Sanggupri, dkk.       Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Jakarta:CV. Sukorejo Bersinar,
           2001.
Heryanto, Fredy. Mengenal Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Warna
           Mediasindo,2009.
Kartodirjo, Sartono.    Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 dari Emporium sampai
           Imporium, Jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Kosoh, dkk.    Sejarah daerah Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
           Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Jakarta: PN. Balai Pustaka,
           1994.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia
           III. Depdikbud, 1982.
PS. Sulendraningrat.    Sejarah Cirebon. Jakarta: PN Balai Pustaka,1985.
http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/penyebaran-islam-di-kerajaan-cirebon.html
           diakses pada hari Minggu tanggal 16 Desember 2012 pukul 22.38 WIB
http://markazunahebat.blogspot.com/2012/04/islam-pada-masa-kesultanan-cirebon.html diakses pada
           hari Minggu tanggal 16 Desember 2012 pukul 22.42 WIB.
http://serambimadina.wordpress.com/page/2/ diakses pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2012 pukul
           10.16 WIB.
http://kasepuhan.com/beta/sejarah/sejarah-kesultanan-cirebon/ diakses pada hari Rabu tanggal 19
           Desember 2012 pukul 03.06 WIB.
http://ganang29.blogspot.com/2011/02/keraton-yogyakarta-dan-seni-bangunannya.html diakses pada
           hari Kamis tanggal 20 Desember 2012 pukul 21.43 WIB.




                                                                                                   39

Contenu connexe

Tendances

1. lk 1.1 analisis kurikulum 2013
1.  lk 1.1 analisis kurikulum 20131.  lk 1.1 analisis kurikulum 2013
1. lk 1.1 analisis kurikulum 2013Sukowibowo
 
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamMakalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamsaiful anwar
 
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean Mantikha
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean MantikhaMakalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean Mantikha
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean MantikhaDIEAN MANTIKHA
 
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan Islam
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan IslamEsensi Metode dalam Filsafat Pendidikan Islam
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan IslamIslamic Studies
 
Sejarah bhinneka tunggal ika
Sejarah bhinneka tunggal ikaSejarah bhinneka tunggal ika
Sejarah bhinneka tunggal ikaKhadirr Khadirr
 
ASWAJA + NDP + PKT
ASWAJA + NDP + PKTASWAJA + NDP + PKT
ASWAJA + NDP + PKTPMII
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMuhammad Irwan
 
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfBUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfguruppkn11
 
Agama khonghucu
Agama khonghucuAgama khonghucu
Agama khonghucukhampret
 
Makalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaMakalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaWarnet Raha
 
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an Dyra Yunilaili
 
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabi
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabiMakalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabi
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabiRinoputra Stain
 
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanMakalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanElsashania26
 
Pendidikan al quran
Pendidikan al quranPendidikan al quran
Pendidikan al qurantampulu
 
CONTOH MAKALAH AGAMA
CONTOH MAKALAH AGAMACONTOH MAKALAH AGAMA
CONTOH MAKALAH AGAMAEman Syukur
 
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifMakalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifWarnet Raha
 
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017Muhamad Yogi
 

Tendances (20)

1. lk 1.1 analisis kurikulum 2013
1.  lk 1.1 analisis kurikulum 20131.  lk 1.1 analisis kurikulum 2013
1. lk 1.1 analisis kurikulum 2013
 
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamMakalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islam
 
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean Mantikha
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean MantikhaMakalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean Mantikha
Makalah Pengaruh Keluarga Broken Home |Diean Mantikha
 
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan Islam
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan IslamEsensi Metode dalam Filsafat Pendidikan Islam
Esensi Metode dalam Filsafat Pendidikan Islam
 
Sejarah bhinneka tunggal ika
Sejarah bhinneka tunggal ikaSejarah bhinneka tunggal ika
Sejarah bhinneka tunggal ika
 
ASWAJA + NDP + PKT
ASWAJA + NDP + PKTASWAJA + NDP + PKT
ASWAJA + NDP + PKT
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraan
 
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfBUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
 
Agama khonghucu
Agama khonghucuAgama khonghucu
Agama khonghucu
 
Makalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaMakalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budaya
 
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an
ulumul Qur`an Fungsi hadis terhadap al-Qur`an
 
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabi
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabiMakalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabi
Makalah tentang sejarah dan perkembangan aliran wahabi
 
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanMakalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
 
Pendidikan al quran
Pendidikan al quranPendidikan al quran
Pendidikan al quran
 
Proposal smp it tapak bumi
Proposal smp it tapak bumiProposal smp it tapak bumi
Proposal smp it tapak bumi
 
CONTOH MAKALAH AGAMA
CONTOH MAKALAH AGAMACONTOH MAKALAH AGAMA
CONTOH MAKALAH AGAMA
 
Identitas nasional dan globalisasi
Identitas nasional dan globalisasiIdentitas nasional dan globalisasi
Identitas nasional dan globalisasi
 
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifMakalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
 
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017
Buku Guru PPKn Kelas VII Edisi Revisi 2017
 
Ingrasi nasional.ppt
Ingrasi nasional.pptIngrasi nasional.ppt
Ingrasi nasional.ppt
 

En vedette

Biografi para sultan dan sunan
Biografi para sultan dan sunan Biografi para sultan dan sunan
Biografi para sultan dan sunan zacharywinowatan
 
Laporan perjalanan wisata (tour)
Laporan perjalanan wisata (tour)Laporan perjalanan wisata (tour)
Laporan perjalanan wisata (tour)Syaifuddin AEfud
 
Contoh Karya Tulis Study Tour
Contoh Karya Tulis Study TourContoh Karya Tulis Study Tour
Contoh Karya Tulis Study TourDede Adi Nugraha
 
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015Saiful Bakhri
 
Hasil Observasi Batik Tulis 2012
Hasil Observasi Batik Tulis 2012Hasil Observasi Batik Tulis 2012
Hasil Observasi Batik Tulis 2012Banisy
 
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke solo
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke soloLaporan karya wisata ilmiah dan budaya ke solo
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke soloSunaryanto Mnc
 
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)lucyananda
 
Klipping karya tulis jogja jakarta
Klipping karya tulis jogja jakartaKlipping karya tulis jogja jakarta
Klipping karya tulis jogja jakartaKulo Dewean
 
Contoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour IContoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour Ilingga prasetyo
 
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratna
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratnaLaporan hasil perjalanan karya tulis ratna
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratnaSaeful Muarif
 
Cirebon_XRPLA_5
Cirebon_XRPLA_5Cirebon_XRPLA_5
Cirebon_XRPLA_5Herdiana
 
contoh Laporan perjalanan b.indo
contoh Laporan perjalanan b.indocontoh Laporan perjalanan b.indo
contoh Laporan perjalanan b.indoMaharani Yusran
 
Sejarah kerajaan melayu
Sejarah kerajaan melayuSejarah kerajaan melayu
Sejarah kerajaan melayuYusta tea
 
Laporan perjalanan tour by ani
Laporan perjalanan tour by aniLaporan perjalanan tour by ani
Laporan perjalanan tour by aniSyaifuddin AEfud
 

En vedette (20)

Biografi para sultan dan sunan
Biografi para sultan dan sunan Biografi para sultan dan sunan
Biografi para sultan dan sunan
 
Laporan perjalanan wisata (tour)
Laporan perjalanan wisata (tour)Laporan perjalanan wisata (tour)
Laporan perjalanan wisata (tour)
 
Bab ii kajian pustaka
Bab ii kajian pustakaBab ii kajian pustaka
Bab ii kajian pustaka
 
Contoh Karya Tulis Study Tour
Contoh Karya Tulis Study TourContoh Karya Tulis Study Tour
Contoh Karya Tulis Study Tour
 
Presentasi BAB XII
Presentasi BAB XIIPresentasi BAB XII
Presentasi BAB XII
 
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015
Saiful Bakhri-Skripsi-FIB-Naskah Ringkas-2015
 
Hasil Observasi Batik Tulis 2012
Hasil Observasi Batik Tulis 2012Hasil Observasi Batik Tulis 2012
Hasil Observasi Batik Tulis 2012
 
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke solo
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke soloLaporan karya wisata ilmiah dan budaya ke solo
Laporan karya wisata ilmiah dan budaya ke solo
 
Makalah perubahan sosial yogyakarta
Makalah perubahan sosial yogyakartaMakalah perubahan sosial yogyakarta
Makalah perubahan sosial yogyakarta
 
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)
Pemanfaatan Sampah (Layanan Penguasaan Konten)
 
Klipping karya tulis jogja jakarta
Klipping karya tulis jogja jakartaKlipping karya tulis jogja jakarta
Klipping karya tulis jogja jakarta
 
Contoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour IContoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour I
 
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratna
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratnaLaporan hasil perjalanan karya tulis ratna
Laporan hasil perjalanan karya tulis ratna
 
Toraja (presentasi)
Toraja (presentasi)Toraja (presentasi)
Toraja (presentasi)
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Cirebon_XRPLA_5
Cirebon_XRPLA_5Cirebon_XRPLA_5
Cirebon_XRPLA_5
 
contoh Laporan perjalanan b.indo
contoh Laporan perjalanan b.indocontoh Laporan perjalanan b.indo
contoh Laporan perjalanan b.indo
 
Sejarah kerajaan melayu
Sejarah kerajaan melayuSejarah kerajaan melayu
Sejarah kerajaan melayu
 
Laporan perjalanan tour by ani
Laporan perjalanan tour by aniLaporan perjalanan tour by ani
Laporan perjalanan tour by ani
 
Tugas Kesultanan cirebon
 Tugas Kesultanan cirebon Tugas Kesultanan cirebon
Tugas Kesultanan cirebon
 

Similaire à Laporan penelitian keraton cirebon & yogyakarta

Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarahIan Alfian
 
Cakrawala sejarah (bahasa)
Cakrawala sejarah (bahasa)Cakrawala sejarah (bahasa)
Cakrawala sejarah (bahasa)lombkTBK
 
Perkembangan pendidikan islam di indonesia
Perkembangan pendidikan islam di indonesiaPerkembangan pendidikan islam di indonesia
Perkembangan pendidikan islam di indonesiaAisyah Irham
 
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...Siti Nur Afifah
 
Cakrawala sejarah 1
Cakrawala sejarah 1Cakrawala sejarah 1
Cakrawala sejarah 1lombkTBK
 
MENGENAL LEBIH DEKAT PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...
MENGENAL LEBIH DEKAT  PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...MENGENAL LEBIH DEKAT  PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...
MENGENAL LEBIH DEKAT PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...Dian Anisa Putri
 
Masjid Agung Kudus Jawa Tengah
Masjid Agung Kudus Jawa TengahMasjid Agung Kudus Jawa Tengah
Masjid Agung Kudus Jawa Tengahputry df
 
Proposal praktikum fix fix fix
Proposal praktikum fix fix fixProposal praktikum fix fix fix
Proposal praktikum fix fix fixputry df
 
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHAnang Sarbaini
 
Makalah 03
Makalah 03Makalah 03
Makalah 03Putri
 
Profile menwa lengkap
Profile menwa lengkapProfile menwa lengkap
Profile menwa lengkapmenwakepri
 
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...yogieardhensa
 
Seni arsitektur bangunan masjid
Seni arsitektur bangunan masjidSeni arsitektur bangunan masjid
Seni arsitektur bangunan masjidMut Mu3tiah
 
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Lisalestari10
 
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggiDr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggiYani Antariksa
 
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docx
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docxlaporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docx
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docxMuhammadArkan27
 

Similaire à Laporan penelitian keraton cirebon & yogyakarta (20)

Kelas11 sej triyono
Kelas11 sej triyonoKelas11 sej triyono
Kelas11 sej triyono
 
Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarah
 
Cakrawala sejarah (bahasa)
Cakrawala sejarah (bahasa)Cakrawala sejarah (bahasa)
Cakrawala sejarah (bahasa)
 
Perkembangan pendidikan islam di indonesia
Perkembangan pendidikan islam di indonesiaPerkembangan pendidikan islam di indonesia
Perkembangan pendidikan islam di indonesia
 
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA BERDAYA UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJ...
 
Cakrawala sejarah 1
Cakrawala sejarah 1Cakrawala sejarah 1
Cakrawala sejarah 1
 
MENGENAL LEBIH DEKAT PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...
MENGENAL LEBIH DEKAT  PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...MENGENAL LEBIH DEKAT  PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...
MENGENAL LEBIH DEKAT PERKAMPUNGAN CINA BENTENG, KAMPUNG BETAWI SETU BABAKAN ...
 
Masjid Agung Kudus Jawa Tengah
Masjid Agung Kudus Jawa TengahMasjid Agung Kudus Jawa Tengah
Masjid Agung Kudus Jawa Tengah
 
Proposal praktikum fix fix fix
Proposal praktikum fix fix fixProposal praktikum fix fix fix
Proposal praktikum fix fix fix
 
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
 
Makalah 03
Makalah 03Makalah 03
Makalah 03
 
Profile menwa lengkap
Profile menwa lengkapProfile menwa lengkap
Profile menwa lengkap
 
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...
Analisis perbandingan resiko dan tingkat pengembalian reksa dana syariah dan ...
 
Seni arsitektur bangunan masjid
Seni arsitektur bangunan masjidSeni arsitektur bangunan masjid
Seni arsitektur bangunan masjid
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Chris
ChrisChris
Chris
 
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
 
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggiDr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi
Dr Yani buku ajar matakuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi
 
Buku panduan b )
Buku panduan b )Buku panduan b )
Buku panduan b )
 
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docx
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docxlaporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docx
laporan kelompok 1 metodologi pembelajaran al quran .docx
 

Dernier

power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxRIMA685626
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfKartiniIndasari
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 

Dernier (20)

power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 

Laporan penelitian keraton cirebon & yogyakarta

  • 1. LAPORAN PENELETIAN KERATON KASEPUHAN CIREBON DAN KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang dibina oleh Bapak Nano Nurdiansyah, M.Pd Disusun oleh : 1. Rifqi Syamsul Fuadi (1211705138) 2. Ramdan Nugraha (1211705133) 3. Suwartiyah (1211705159) 4. Sumiati (1211705156) 5. Abdul Aziz Aminudin (1211705003) IF-D JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012
  • 2. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirahim, Assalamu’alaikum wr.wb. Puji dan syukur dengan hati dan pikiran yang tulus dipanjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat nikmat dan hidayah-Nya, laporan penelitian ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam dihaturkan pada Nabi Muhammad SAW., berserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi‘ar Islam, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa. Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Nano Nurdiansyah, M. Pd. yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis. Mungkin tanpa beliau penulis tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini, berkat beliau penulis bisa mengetahui cara penulisan laporan penelitian secara benar. Layaknya tak ada gading yang yang tak retak, begitu pula dengan laporan ini, maka penulis mohon kritik dan saran yang membangun. Dengan begitu akan menjadi maklum adanya bila terdapat kesalahan. Wasslamu’alaikum wr.wb. Bandung, 20 Desember 2012 Penulis, i
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2 1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Perkembangan Islam di Cirebon ............................................................................ 3 2.2 Perkembangan Islam di Yogyakarta ....................................................................... 6 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 3.1 Hasil Penelitian Cirebon ......................................................................................... 9 A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Cirebon .......................................................... 9 B. Bangunan-bangunan di Lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon ............... 12 C. Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon........................................................ 16 3.2 Hasil Penelitian Yogyakarta ................................................................................. 16 A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Yogyakarta ................................................... 16 B. Wilayah Keraton Yogyakarta ......................................................................... 18 C. Bangunan-bangunan di Lingkungan dalam Keraton ...................................... 20 D. Raja-raja Kesultanan Yogyakarta ................................................................... 22 E. Gelar dan Kedudukan Bangsawan Keraton Yogyakarta ................................ 27 F. Warisan Budaya Keraton Yogyakarta ............................................................ 29 3.3 Analisis Hasil Penelitian Cirebon......................................................................... 31 3.4 Analisis Hasil Penelitian Yogyakarta ................................................................... 33 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 39 ii
  • 4. DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Patung sepasang harimau putih ................................................................ 13 Gambar 2: Gapura banteng ......................................................................................... 13 Gambar 3: Keramik China yang menempel di ruangan keraton ................................ 14 Gambar 4: Lukisan Prabu Siliwangi........................................................................... 15 Gambar 5: Reflika kereta singa barong ...................................................................... 15 Gambar 6: Gsmelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga .................................. 21 Gambar 7: Patung sepasang harimau putih dan eriam di sampingnya ....................... 32 Gambar 8: Bangsal panembahan ................................................................................ 32 iii
  • 5. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam masuk ke Indonesia pada abad 15 M, ajaran Islam ini dibawa oleh para pedagang dari Arab dan Gujarat. Mereka selain berdagang juga sebagai mubaligh. Sebelum agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, Agama Hindu mendominasi diantara rakyat Indonesia. Penyebaran Agama islam dilakukan dengan cara damai sehingga mudah diterima oleh rakyat Indonesia. Setelah Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yaitu : Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, Pati, Yuwana, Jepara, dan Kudus. Proses islamisasi itu juga dilakukan melalui pendidikan di pesantren atau pondok yang dilaksanakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan para ulama. Pesantren atau pondok merupakan lembaga penting dalam penyebaran agama Islam. Cara dan pengaruh islamisasi dapat pula melalui cabang-cabang seni, baik pada bangunan-bangunan atau makam-makam kerajaan-kerajaan seperti yang ada di Cirebon maupun Banten. Agama Islam juga membawa perubahan sosial, budaya serta memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Agama Islam masuk dan menggeser Agama Hindu yang telah ada sebelumnya. Cirebon dan Yogyakarta merupakan daerah yang ada di pulau jawa, dimana kedua daerah tersebut memiliki sejarah tentang perkembngan Islam yang cukup besar dan berpengaruh untuk daerah yang ada di sekitarnya. Para ulama besar yang menyebarkan agama Islam di pulau jawa di namakan Wali Songo. Kesultanan Cirebon merupakan salah satu bentukkan dari Wali Songo, yaitu Sunan Gunung Djati. Keraton Yogyakarta merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari beberapa macam bnagunan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono. Keraton Yogyakrta juga merupakan bekas pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta sebelum entitas Indonesia diproklamirkan. Dalam konsep kosmologis, Keraton merupakan pusat yang cerminkan atau direflkesikan sebagai pusat mikrokosmos (jambudwipa). Dalam hal ini berarti keraton sebagai pusat replika tata surya, yamg menempatkan keraton sebagai pusat segalanya. Pencerminan ini merefleksikan jagad raya sebagai makrokosmos. Jika raja – raja Jawa tidak bersengketa mungkin tidak akan hadir entitas Kasultanan Yogyakarta, tetapi yang ada hanyalah Kerajaan Mataram Islam. 1
  • 6. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang di rumuskan untuk penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan agama Islam di Cirebon? 2. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon? 3. Bagaimana sejarah berdirinya Kesultanan Cirebon? 4. Bangunan-bangunan atau benda bersejarah apa saja yang ada di keraton Kasepuhan Cirebon? 5. Bagaimana perkembangan agama Islam di Yogyakarta? 6. Bagaimana sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta? 7. Meliputi wilayah mana saja daerah kesultanan Yogyakarta? 8. Kegiatan atau tradisi apa yang menjadi ciri khas di lingkungan keraton Yogyakarta? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan laporan penelitian ini selain sebagai tugas akhir mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, juga memiliki tujuan lain, yaitu: 1. Mengetahui perkembangan agama Islam di Cirebon. 2. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon. 3. Mengetahui sejarah berdirinya Kesultanan Cirebon. 4. Mengetahui bangunan atau benda bersejarah yang ada di keraton Kasepuhan Cirebon. 5. Mengetahui perkembangan agama Islam di Yogyakarta. 6. Mengetahui sejarah berdirinya Kesultanan Yogyakarta. 7. Mengetahui wilayah yang menjadi bagian dari Kesultanan Yogyakarta. 8. Mengetahui tradisi yang ada di keraton Yogyakarta. 2
  • 7. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Perkembangan Islam di Cirebon Pendapat para ahli yang mengajukan teori-teorinya tentang kedatangan Islam di Indonesia nampak bebeda-beda. Sebagian pendapat, bahwa kedatangan Islam ke Indonesia sudah sejak abad pertama Hijriah ( abad 7 M ), sebagian lagi berpendapat bahwa kedatangan Islam baru datang abad ke- 15 M. Berdaasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembawaa Islam ke Indonesia antara abad ke-7 sampai 15 ialah orang-orang muslim dari Arab, Persia, India seperti juga pembawa Islam yang datang atau menetap di Cirebon mereka datang melalui jalan perdagangan, maka jelas, bahwa yang menjadi pendorong utama pembawa Islam ke Cirebon adalah faktor ekonomi atau perdagangan, sesuai pula dengan perkembangan pelayanan dan perdagaangan untuk nasional antara negeri – negeri di bagian Barat, Tenggara dan Timur Asia. Kedatangan mereka (pedagang muslim) ke berbagai daerah di Indonesia mungkin disertai pula oleh para mubaligh yang pada saat kemudian mendirikan pesantren-pesantren dimana mereka berada. Hal ini dilakukan pula oleh tokoh-tokoh Islam yang berlabuh di Cirebon, seperti Syekh Quro dan yang lainnya. Kecuali golongan- golongan tersebut, para ahli tasawuf juga besar peranannya. Golongan Sufi ini datang ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-15. Seperti peranan Syekh Siti Jenar di Cirebon. Di Jawa berdasarkan cerita tradisional, mereka yang mendapat gelar wali dianggap sebagi pembawa dan penyebar Islam terutama di daerah pesisir, walaupun wali itu tidak semua berasal dari negri luar. Dan kenyataan tersebut jelas bahwa pembawa atau penyebar Islam hanya golongan tertentu, logis jika dikatakan, bahwa rakyat pada umumnya merupakan masyarakat penerima. Proses Islamisasi dilakukaan dengan cara pendekatan dan penyesuaian dengan unsur-unsur kepercayaan yang sudah ada sebelumnya, sehingga kehidupan keagamaan umumnya masih menunjukan unsur-unsur percampuran dengan unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Para pedagang, mubaligh-mubaligh, para ahli Tasawuf maupun para ahli merupakan golongan pembawa, penyebar dan kemungkinan juga sebagai penerima agama Islam. Sudah tentu mereka melakukannya dengan berbagai cara, sehingga Islam bisa diterima secara damai. 3
  • 8. Cara lain yang dilakukan oleh para da‘i adalah melalui ajaran tasawuf. Tasawuf ini mampu membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia pada umumnya, kenyataan ini dapat kita lihat dari bukti-bukti tulisan tentang hal ini sejak abad ke-12. Jalur lain yang digunakan dalam melakukan Islamisasi, yaitu melelui jalur pendidikan, baik yang dilakukan di dalam pesantren maupun bentuk pendidkan lainnya, seperti di sauran-sauran yang diselenggarakan oleh guru-guru agama maupun tokoh-tokoh agama lainnya. Mereka yang dididik disamping itu juga digunakan berbagai cabang seni baik melalui seni bangunan, seni ukir, seni sastra, seni musik maupun seni tari. Tokoh – tokoh lain yang berperan dalam penyebaran Islam di Cirebon. 1. Pangeran Panjungan Dia adalah seorang yang tekun menyebarkaan Islam di Cirebon. Pangeran Panjungan dikenal pula dengan nama Maulana Abdul Rahman. Para pengikut Pangeran Panjunan untuk daerah Cirebon tersebut antara lain di kali Cipamali Losari Cirebon, mereka mendirikan masjid di Japura. 2. Syekh Siti Jenar Syekh Siti Jenar berasal dari Tarem (Persia), beraliran syi‘ah Muntadar, yang percaya kepada datangnya seorang Al masih seperti didalam Agama Kristen. Ia belajar agama Kristen dari para ahli dan ulama penganut mazhab syi‘ah di Bagdad. 3. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita Purwaka Caruban Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470. disebarkan oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi mubaliqh Cirebon. Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putre dari pangeran Cakrabuana. Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di berikan pada Syarif Hidayatullah. Pada tahun pengangkatannya Syarif Hidayatullah mengembangkan daerah penyebarannya di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke daerah Serang yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam dari pedagang-pedagang dari Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Syarif Hidayatullah mendapat sambutan hangat dari adipati Banten. 4
  • 9. Daerah-daerah yang telah diislamkan antara lain : Kuningan, Sindangkasih, Telaga, Luragung, Ukur, Cibalagung, Kluntung, Bantar, Indralaya, Batulayang, dan Timbangaten. Di wilayah Pejajaran Agama Islam berkembang pesat di negeri Caruban yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Demak kemudian menjalin persahabatan dengan Syarif Hidayatullah. Setelah mengenal Syarif Hidayatullah Raden Patah bersama-sama para mubaliqh yang sudah bergelar sunan menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di tanah Pasundan. Panata Gama Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin penyiaran Agam Nabi Muhamad di tanah Jawa. Kemudian atas kesepakatan para sunan Syarif Hidayatullah di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi Sunan paling terakhir yaitu sunan ke-9 dari sunan 9 sunan lainnya. Kerajaan-kerajaan yang berhasil ditakhlukkan Sunan Gunung Jati diantaranya:  Talaga, sebuah kerajaan yang beragam Hindu yang terletak di sebelah barat daya Cirebon di bawah kekuasaan Prabu Kacukumun.  Rajagaluh, bekas pusat kerajaan Pajajaran yang beragam Hindu yang diperintah Prabu Cakraningrat. Prabu Cakraningrat tidak senang dengan kemajuan Cirebon dan persebaran agama Islam di Cirebon di tangan Sunan Gunung Jati. Akibatnya timbulah perang antara Cirebon dengan Rajagaluh, kemenangan berada di tangan Cirebon. Berakhirnya kekuasaan Rajagaluh sekaligus merupakan berakhirnya kekuasaan kerajaan Hindu di daerah Jawa Barat sebelah Timur. Pada tahun 1498 para Walisongo yang diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati membangun Masjid Agung Cirebon. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan seorang arsitek Raden Sepat (dari Majapahit bersama 200 orang pembantunya dari Demak). Masjid ini juga disebut Sang Cipta Rasa karena terlahir dari rasa dan kepercayaan penduduk. Pada masa itu juga disebut dengan Masjid Pekungwati karena dulu masjid itu terletak dalam komplek keraton Pekungwati dan sekarang dalam komplek kasepuhan. Menurut cerita masjid itu dibangun dalam waktu semalam dan besok pada waktu subuh digunakan untuk Sholat Subuh. Pada 5
  • 10. tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal pada usia yang sangat lanjut yaitu 120 tahun, dia dimakamkan di pertamanan Gunung Jati. Islam berkembang di Cirebon dengan dua Aliran, Sunni dan Syi‘ah. Penyebar- penyebar Islam dan generasi pertama adalah para da‘i, pedagang, musyafir, dan seniman diberbagai bidang. Cirebon menjadi salah satu dari sedikit pusat penyiaran Islam di Jawa yang sekaligus menjadi pusat kekuatan politik. Dalam hal ini, Cirebon berusaha menciptakan keseimbangan politik baik kearah Barat maupun Timur Nusantara. Cirebon menjadi salah satu pusat perdagangan yang pesat pada masanya, sekaligus menjadi pusat peradaban Islam yang memiliki beberapa karakter antara lain sebagai berikut : a. Pertumbuhan kehidupan kota bernafaskan Islam. b. Berkembangnya arsitektur. c. Pertumbuhan seni lukis kaca dan seni pahat yang menghasilkan karya-karya kaligrafi Islam yang sangat khas Cirebon. d. Perkembangan bidang kesenian lainnya seperti tari, membatik, musik dan berbagai seni pertunjukan tradisional bernafaskan Islam. e. Pertumbuhan penulisan naskah-naskah. f. Tumbuhnya tarekat Aliran Syatariah yang kemudian melahirkan karya-karya sastra. g. Tumbuhnya pendidikan Islam dalam bentuk pesantren di sekitar Cirebon, Indramaayu, Karawang, Majalengka, dan Kuningan. Sosialisasi dan adaptasi Islam di Cirebon, sampai berkembang menjadi pusat Islam di Jawa Barat, berawal dari pemukiman berskala kecil yang peradaban dihuni kelompok muslim, dan perjalanan selanjutnya.kemudian tumbuh dan berkembang dan dapat melepaskan diri dari subordinasi kekuasaan dipedalaman yang bercorak Hinduistis, dan transformasi tersebut sebenarnya berjalan lancar, damai dan tenang baik karena kharisma para wali maupun karena kedekatan atau kuatnya hubungan penguasa baru yang Islam dengan penguasa yang digantikannya, Hindu. 2.2 Perkembangan Islam di Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara geografis terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utaranya merupakan salah satu kesultanan Islam yang ada di Indonesia, yakni Kesultanan Mataram. Kesultanan 6
  • 11. Mataram yang dimaksud adalah kerajaan Islam yang dibangun pada abad ke-16 yang menurut silsilah berasal dari kerajaan Islam Demak. Ketika itu Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang di bawah pimpinan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Setelah Pajang jatuh, kerajaan Islam itu di pindahkan ke Mataram oleh Raden Sutawijaya yang bergelar ―Senopati Ing Ngalogo Abdurrakhman Sayidina Panotogomo Khalifatullah Tanah Jawi‖ (Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama). Wilayah kekuasaan Mataram kala itu meliputi Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Jogja, seperti juga daerah lainnya di tanah Jawa, sebelum masuknya Islam dikenal sebagai wilayah yang penduduknya beragama Hindu dan Budha. Perbedaan status dalam kasta-kasta mewarnai kehidupan masyarakat kala itu, yang terbagi dalam kasta Brahma, Ksatria, Waisya dan Syudra. Ritual keagamaan, paham, mistisisme legenda menyertai interaksi di antara mereka. Masuknya Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga (Raden Said), merupakan tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja. Keberadaan Wali Songo dalam khasanah perkembangan Islam di Indonesia ternyata menjadi catatan penting yang menunjukkan adanya hubungan antara negeri Nusantara dan Kekhilafahan Islamiyah, yang kala itu di pimpin oleh Sultan Muhammad I (808H/1404M), yang juga dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau Celebi dari Kesultanan Utsmani. Wali Songo memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kesultanan-kesultanan yang muncul di Indonesia, termasuk Kesultanan Mataram di Yogyakarta. Mengutip catatan Adaby Darban, dalam Sejarah Kauman. Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, pada masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana I), dibangunlah Keraton Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M. Keraton menjadi simbol eksistensi kekuasaan Islam, meski berada dalam penguasaan Belanda. Sebagaimana kerajaan Islam di Jawa sebelumnya, seperti Demak, Jipang, Pajang, setiap keraton memiliki masjid dan alun-alun. Masjid inilah yang nantinya memegang peranan penting dalam membangun kebudayaan Islam, termasuk dipergunakan oleh sultan untuk berhubungan dengan para bawahannya dan masyarakat umum. Pendirian masjid yang kemudian diberi nama Masjid Agung ini dilengkapi dengan bangunan yang memiliki kefungsian khusus. Serambi masjid yang diberi nama ―Al- Mahkamah Al-Kabirah‖, yang berarti mahkamah agung berfungsi sebagai tempat pengadilan, pertemuan para ulama, pengajian, peringatan hari besar Islam dan pelaksanaan 7
  • 12. ijab kabul; di samping tempat untuk menyelesaikan berbagai persengketaan yang terjadi di kehidupan masyarakat. Untuk urusan keagamaan, dibentuklah lembaga kepenguluan sebagai Penasihat Dewan Daerah sekaligus menjadi bagian birokrasi Kerajaan. Mereka adalah orang-orang alim tentang Islam yang mengatur semua kefungsian masjid. Di antaranya adalah pendidikan. Melalui pondok pesantren yang ada di masjid maupun langgar-langgar, proses pembentukan masyarakat Islam dilakukan. Tidak jarang putra-putri mereka dikirim ke Pondok Pesantren terkenal seperti Termas, Tebuireng dan Gontor, yang sepulangnya dari sana akan menjadi ulama-ulama penerus kepenguluan di Keraton Yogyakarta. Hal ini menggambarkan bagaimana peran Kerajaan (tepatnya Kesultanan) dalam melakukan proses pendidikan Islam kepada rakyatnya. Di bidang kebudayaan dan kemasyarakatan, Jogja yang saat itu masih kental dipengaruhi oleh ‗warisan‘ budaya Majapahit dan Syiwa Budha, sedikit demi sedikit mulai diarahkan pada budaya dan pola interaksi yang islami. Di sinilah peran Sunan Kalijaga, dalam catatan sejarah, memberikan andil yang begitu besar. Hasilnya adalah terdapat sejumlah upacara kerajaan yang telah diislamisasi sebagai syiar Islam di tengah masyarakat, seperti sekaten, rejeban, grebeg, upacara takjilan dan tentu saja wayang yang masih ada hingga kini. Wayang, sebagai salah satu contoh, merupakan sarana yang digunakan oleh Sunan Kalijaga sebagai media mendakwahkan Islam (dakwahtainment). Wayang yang sudah ada sejak Kerajaan Kahuripan itu menjadi salah satu hiburan masyarakat yang paling populer. Demikian pula pada upacara grebeg dan sekaten. Sekaten dari bahasa Arab syahadatain, yang artinya dua syahadat, merupakan nama dua buah gamelan yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga dan ditabuh pada hari-hari tertentu atau pada Perayaan Maulud Nabi di Masjid Agung. Adapun grebeg, yang artinya mengikuti (bahasa Jawa), yakni upacara menghantarkan Sultan dari Keraton menuju masjid untuk mengikuti Perayaan Maulud Nabi Muhammad saw. yang diikuti juga oleh para pembesar dan pengawal Istana lengkap dengan nasi gunungannya. 8
  • 13. BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 3.1 Hasil Penelitian Cirebon A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Cirebon Kesultanan Cirebon adalah sebuah kerajaan Islam yang ternama di Jawa Barat. Kerajaan ini berkuasa pada abad ke 15 hingga abad ke 16 M. Letak kesultanan Cirebon adalah di pantai utara pulau Jawa. Lokasi perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat membuat kesultanan Cirebon menjadi ―jembatan‖ antara kebudayaan Jawa dan Sunda. Sehingga, di Cirebon tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda. Pada awalnya, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Demikian dikatakan oleh serat Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang diberi nama Caruban (campuran). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat. Karena sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan nenangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon ini berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi Cirebon. Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan Sumber Daya Alam dari pedalaman, Cirebon menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa. Dari pelaburan Cirebon, kegiatan pelayaran dan perniagaan berlangsung antar-kepulauan nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, tidak kalah dengan kota-kota pesisir lainnya Cirebon juga tumbuh menjadi pusat penyebaran islam di Jawa barat. Al kisah, hiduplah Ki Gedeng Tapa, seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati. Ia mulai membuka hutan, membangun sebuah gubuk pada tanggal 1 Sura 1358 (tahun Jawa), bertepatan dengan tahun 1445 M. Sejak saat itu, mulailah para pendatang menetap dan membentuk masyarakat baru di desa Caruban. Kuwu atau kepala desa pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai pangraksabumi 9
  • 14. atau wakilnya, diangkatlah raden Walangsungsang. Walangsungsang adalah putra prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang, putri Ki Gedeng Tapa. Setelah ki gedeng alang-alang meninggal walangsungsang bergelar Ki Cakrabumi diangkat sebagai Kuwu pengganti ki Gedeng Alang-alang dengan gelar pangeran Cakrabuana. Ketika kakek ki gedeng Tapa meninggal, pangeran cakrabuana tidak meneruskannya, melainkan mendirikan istana Pakungwati, dan membentuk pemerintahan Cirebon. Dengan demikian yang dianggap sebagai pendiri pertama kesultanan Cirebon adalah pangeran Cakrabuana (...-1479). Seusai menunaikan ibadah haji, Cakrabuana disebut Haji Abdullah Iman, dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang memerintah istana pakungwati, serta aktif menyebarkan islam. Pada tahun 1479 M, kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya. Keponakan Cakrabuana tersebut merupakan buah perkawinan antara adik Cakrabuana, yakni Nyai Rarasantang, dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Keponakan Cakrabuana itulah yang bernama Syarif Hidayatullah (1448-1568 M). Setelah wafat, Syarif Hidayatullah dikenal dengan nama Sunan Gunung Djati, atau juga bergelar ingkang Sinuhun Kanjeng Jati Purba Penetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatura Rasulullah. Pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Cirebon yang pesat dimulai oleh Syarif Hidayatullah. Ia kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan Cirebon dan Banten, serta menyebar Islam di Majalengka, Kuningan, Kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten. Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya, calon kuat penggantinya adalah pangeran Dipati Carbon, Putra Pengeran Pasarean, cucu Syarif Hidayatullah. Namun, Pangeran dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565. Kosongnya kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat Istana yang memegang kenali pemerintahan selama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati melaksanakan Dakwah. Pejabat tersebut adalah Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik tahta, secara resmi menjadi sultan Cirebon sejak tahun 1568. Naiknya Fatihillah dapat terjadi karena dua kemungkinan pertama, para sultan Gunung Djati, yaitu Pangeran Pasarean, pangeran Jayakelana, dan pangeran Bratakelana, meninggal lebih dahulu, sedangkan putra yang masih hidup, yaitu sultan Hasanuddin (pangeran Sabakingkin), memerintah di Banten berdiri sendiri sejak tahun 1552 M. Kedua, Fatahillah adalah menantu Sunan Gunung Djati (Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu, putri sunan Gunung Jati), dan telah menunjukkan kemampuannya dalam memerintah Cirebon 10
  • 15. (1546 – 1568) mewakili Sunan Gunug Djati. Sayang, hanya dua tahun Fatahillah menduduki tahta Cirebon, karena ia meninggal pada 1570. Sepeninggal Fatahillah, tahta jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati, yaitu pangeran Emas. Pangeran emas kemudian bergelar panembahan ratu I, dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun. Setelah panembahan ratu I meninggal pada tahun 1649, pemerintahan kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama pangeran Karim, karena ayahnya yaitu panembahan Adiningkusumah meninggal dunia terlebih dahulu. Selanjutnya, pangeran karim dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau panembahan Girilaya. Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua kekuatan, yaitu kekuatan Banten dan kekuatan mataram. Banten curiga, sebab cirebot dianggap mendekat ke mataram. Di lain pihak, mataram pun menuduh Cirebon tidak lagi sungguh-suingguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari banten adalah sama-sama keturunan pajajaran. Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat berkunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Gogyakarta, dengan posisi sejajar dengan makam sultan Agung di Imogiri. Perlu diketahui, panembahan Girilaya adalah juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra panembahan Girilaya di tahan di mataram. Dengan kematian panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan ageng tirtayasa segera dinobatkan pangeran Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya, atas tanggung Jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama satu lagi putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa kesultanan Cirebon. Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu pangeran murtawijaya, pangeran Kartawijaya, dan pangeran wangsakerta. Pada penobatan ketiganya di tahun 1677, kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga. Ketiga bagian itu dipimpin oleh tiga anak panembahan Girilaya, yakni : 11
  • 16. 1. Pangeran Martawijaya atau sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi Makarimi Muhammad Samsudin (1677 – 1703). 2. Pangeran Kartawijaya atau Sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677 – 1723). 3. Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677 – 1713). Perubahan gelar dari ―panembahan‖ menjadi ―sultan‖ bagi dua putra tertua pangeran girilaya dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, keduanya dilantik menjadi sultan Cirebon di Ibukota banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing. Adapun pangeran wangsakerta tidak diangkat sebagai Sultan, melainkan hanya panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para ilmuwan keraton. Pergantian kepemimpinan para sultan di Cirebon selanjutnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798 – 1803). Saat itu terjadilah pepecahan karena salah seorang putranya, yaitu pangeran raja kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama kesultanan KaCirebonan. Kehendak raja kanoman didukung oleh pemerintah belanda yang mengangkatnya menjadi Sultan Cirebon pada tahun 1807. namun belanda mengajukan satu syarat, yaitu agar putra dan para pengganti raja Kanoman tidak berhak atas gelar sultan. Cukup dengan gelar pangeran saja. Sejak saat itu, di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu kesultanan KaCirebonan. Sementara tahta sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803 – 1811). Sesudah kejadian tersebut, pemerintah kolonial belanda pun semakin ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga peranan istana-istana kesultanan Cirebon di wilayah- wilayah kekuasaannya semakin surut. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, ketika kekuasaan pemerintahan kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan pengesahan berdirinya Kota Cirebon. B. Banngunan-bangunan di Lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon Bangunan-bangunan yang berada di keraton Cirebon mengambil unsur tradisi Hindu-Budha dari kerajaan Padjajaran. Salah satu penandanya adalah sepasang patung 12
  • 17. harimau berwarna putih di pelataran Kamandungan. Masyarakat Sunda pedalaman yakin, harimau adalah reinkarnasi sosok Prabu Siliwangi yang menjadi raja terakhir di Padjadjaran. Gambar 1: Sepasang patung harimau putih Jejak kebudayaan Hindu-Buddha juga tampak jelas pada kompleks bangunan Siti Hinggil (bahasa Jawa, Siti: tanah, Hinggil: tinggi) yang bercorak candi bentar, arsitektur khas zaman Majapahit pada dua gapuranya, gapura adi di utara dan gapura banteng di selatan. Gambar 2: Gapura Banteng Di bawah gapura banteng ini terdapat candra sengkala dengan tulisan kuta bata tinata banteng yang kalau dibaca dari belakang merujuk tahun 1451 Saka atau 1529 Masehi. Kemungkinan besar Siti Hinggil inilah yang pertama kali dibangun sebelum bangunan lain menyusul kemudian. 13
  • 18. Di dinding seluruh bangunan yang menggunakan material batu bata merah menempel aneka keramik China masa Dinasti Ming (1364-1644 M) dan keramik Delf dari Belanda. Di depan Siti Hinggil terdapat meja batu granit hadiah Sir Stamford Raffles, wakil Kerajaan Inggris yang pernah menjadi Gubernur Jenderal Jawa (1811-1816). Gambar 3: Keramik China yang menempel di ruangan keraton Di dalam kompleks Siti Hinggil terdapat lima bangunan berbahan utama kayu jati mirip pendapa tanpa dinding dan masing-masing memiliki nama serta fungsi berbeda. Bangunan utama yang terletak melintang dengan jumlah saka (tiang) 20 buah dinamai malang semirang yang melambangkan 20 sifat Allah SWT. Sementara saka guru (tiang utama) enam buah, yang melambangkan rukun iman. Di tempat inilah sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman. Bangunan di sebelah kirinya bernama Pandawa Lima dengan lima buah saka yang melambangkan rukun Islam. Bangunan ini tempat para panglima perang. Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan dua saka yang melambangkan dua kalimat syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasihat sultan yang disebut penghulu. Di belakang bangunan utama ada Mande Pengiring tempat berkumpulnya pengiring sultan. Sebuah bangunan lagi ada di sebelahnya, Mande Karasemen, di situlah para nayaga (penabuh gamelan) berada. Sampai sekarang, bangunan ini masih digunakan sebagai tempat membunyikan gamelan sekaten saat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu, juga terdapat lingga-yoni. Dalam khazanah kebudayaan Hindu, lingga- yoni merupakan lambang kesuburan. Di atas tembok sekeliling Siti Hinggil terdapat Candi Laras untuk penyelaras kompleks itu. Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Lukisan yang sangat menarik perhatian kami adalah lukisan 3 dimensi Prabu Siliwangi. 14
  • 19. Gambar 4 : Lukisan Prabu Siliwangi Di sebelah timur Taman Bunderan Dewan Daru berdiri bangunan untuk tempat penyimpanan Kereta Pusaka yang dinamakan Kereta Singa Barong. Gambar 5: Replika Kereta Singa Barong Di dalam museum Kereta juga terdapat 2 buah Tandu Jempana dari Cina, persembahan dari Kapten Tan Tjoeng Lay dan Kapten Tan Boen Wee tahun 1676. Tandu Jempana ini untuk Permaisuri dan Putra Mahkota. Tandu Garuda Mina di buat pada tahun 1777 di gempol Palimanan, tandu ini di pergunakan untuk mengarak anak yang mau di khitan. Juga terdapat pedang-pedang dari Portugis dan belanda, 2 buah meriam dari Mongolia pada tahun 1424 yang berbentuk naga. Di belakang Kereta terdapat tombak- tombak panjang berbendera kuning yang disebut Blandrang. Juga terdapat Tanggul Gada atau Tanggul Manik sebagai lambang pengayoman. Dan juga seperangkat Angklung Kuno persembahan dari masyarakat daerah Kuningan. 15
  • 20. C. Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon  Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah)  P. Adipati Pasarean (P. Muhammad Arifin)  P. Dipati Cirebon I (P. Sedang Kamuning)  Panembahan Ratu Pakung Wati I (P. Emas Zainul Arifin)  P. Dipati Carbon II (P. Sedang Gayam)  Panembahan Ratu Pakung Wati II (Panembahan Grilaya)  P. Syamsudin Martawidjaja (Sultah Sepuh I)  P. Djamaludin (Sultan Sepuh II)  P. Djaenudin Amir Sena I (Sultan Sepuh III)  P. Djaenudin Amir Sena II (Sultan Sepuh IV)  P. Sjafiudin / Sultan Matangadji (Sultan Sepuh V)  P. Hasanuddin (Sultan Sepuh VI)  P. Djoharudin (Sultan Sepuh VII)  P. Radja Udaka (Sultan sepuh VIII)  P. Radja Sulaeman (Sultan Sepuh IX)  P. Radja Atmadja (Sultan Sepuh X)  P. Radja Aluda Tajul Arifin (Sultan Sepuh XI)  P. Radja Radjaningrat (Sultan Sepuh XII)  P.R.A.DR.H. Maulana Pakuningrat, SH (Sultan Sepuh XIII)  P.R.A. Arief Natadiningrat, SE (Sultan Sepuh XIV) 3.2 Hasil Penelitian Yogyakarta A. Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta Sebelum berdirinya kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaraan, dan kadipaten Pangkualaman, pada waktu itu yang ada hanya Keraton Kasultanan Surakarta, pindahan dari kraton Mataram Kartasura. Ketika istananya berada di Kartasura terjadi peristiwa pemberontakan orang-orang China (GEGER PACINA) pada tahun 1740-1743. Paku Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini, dan hanya dengan bantuan Belanda lah peristiwa itu dapat dipadamkan, karena istana Kartasusra mengalami kerusakan yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan ke Desa Solo, yang kemudian disebut Surakarta. Pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II di Kraton Surakarta (1744), masih terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tumenggung Mertupuro melawan Kraton 16
  • 21. Surakarta, namun oleh pangeran Mengkubumi (adik Paku Buwono II) Tumenggung Mertupuro dapat ditaklukan. Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didampingi oleh Pangeran Mengkubumi (penasehat kepercayaan) dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr Hoogendroof, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh wilayah pesisir utara jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang China di Kartasura. Pangeran Mengkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meski ia tahu bahwa kedudukan Paku Buwono II sangat sulit. Berawal dari masalah itu Pangeran Mangkubumi kemudian memohon ijin dan doa restu kepada Paku Buwono II, untuk menentang dan mengangkat senjata melawan kompeni Belanda/VOC. Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II, dengan memperoleh pusaka tombak KYAI PLERED, lalu pada tanggal 21 April 1747, Pangeran Mengkubumi meninggalkan Kraton Surakarta menuju kedalam hutan bersama keluarga dan pasukannya yang setia, untuk bergerilya melawan VOC. Dalam mengadakan perlawanannya itu, Pangeran Mengkubumi bergabung dengan RM. Said (Pangeran Samnbernyawa) yang sudah lebih dulu menentang Paku Buwono II dan VOC. Sebelum Paku Buwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah jawa telah di serahkan kepada VOC (16 Desember 1749), karena itu yang menobatkan atau mengangkat raja-raja di tanah jawa keturunan Paku Buwono adalah VOC. Setelah Paku Buwono II wafat , Belanda mengangkat RM. Suryadi (Putra Mahkota) sebagai Sunan Paku Buwono III. Ia praktis jadi boneka , karena menurut kontrak politik , raja tersebut hanya berkedudukan sebagai peminjam tanah VOC. Ketika pemerintahan Paku Buwono III ini perlawanan pangeran Mangkubumi terhadap belanda semakin menghebat. Dalam setiap pertempuran pasukan belanda selalu terdesak oleh serangan Pangeran Mangkubumi. Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di sungai Bogowonto , semua pasukan belanda termasuk komandannya mati terbunuh akhirnya belanda meminta kepada Pangeran Mangkubumi untuk berunding. Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga pihak, yaitu Pangeran Mangkubumi, Paku Buwono , dan Belanda atau VOC. Perjanjian itu diadakan di desa Giyanti (Salatiga), pada tanggal 13 februari 1755, maka disebut PERJANJIAN GIYANTI. Akibat dari perjanjian itu, kerajaan Matarram di bagi menjadi dua bagian, yaitu Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. 17
  • 22. Selanjutnya dengan daerah barunya itu, Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataram Yogyakarta di Wilayah Bringan, pada tahun 1756 dan beliau kemudian bergelar SRI SULTAN HAMANGKUBUWONO I. gelar lengkapnya adalah : NGARSA DALEM SAMPEAN DALEM INGKANG SINUHUN KANJENG SULTAN HAMANGKUBUWONO SENOPATI INGANGLOGO NGABDURAHMAN SAYIDIN PANOTOGOMO KHALIFATULLAH INGKANG JUMENENG KAPING I INGANGAYOGYAKARTA HADININGRAT. B. Wilayah Keraton Yogyakarta Kraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756 di wilayah Hutan Bringan . nama hutan tersebut kemudian diabadikan untuk nama pasar dipusat kota yaitu pasar Bring Harjo. Sedangkan istilah Yogyakarta berasal dari yogya dan karta. Yogya artinya Baik, dan Karta artinya Makmur, namun pengertian lain menyatakan, bahwa Yogyakarta atau Ngayogyakarta itu berasal dri kata dasar AYU+BAGYA+KARTA (Baca Ngayu+bagya+karta), menjadi Ngayogyakarta. Wilayah kraton Yogyakarta membentang antara Tugu (batas utara) dan Karpyak (batas selatan), antara sungai Code (sebelah timur) dan sungai Winogo (sebelah barat), antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Bangunan tugu yang merupakan batas utara wilayah Kraton Yogyakarta, berjarak sekitar 2km dari Kraton. Bangunan tersebut pada jaman dahulu berbentuk GOLONG-GILIG (golong=berbentuk bulat, pada bagian atas gilig= berbentuk pilar yang meruncing ke atas), Golong Gilig berarti Manunggaling Kawula Gusti (Manunggalnya Raja dengan rakyat, sekaligus menunggalnya manusia dengan Tuhan). Selanjutnya, antara Tugu hingga Kraton terdapat jalan utama yang disebut MALIOBORO, dimana asal nama Malioboro, ada yang berpendapat berasal dari kata Marlbourgh, yaitu nama seorang jendral inggris, oleh Raffles, ketika berusaha di Yogyakarta (pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono II), nama tersebut kemudian di abadikan sebagai nama jalan di pusat kota Yogyakarta, yaitu jalan Malbourgh, namun pendapat lain mengatakan bahwa, penyebut Malioboro itu terkait dengan cita-cita Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang melihat jalan tersebut sebagai pengejawantahan jalan hidupnya., Yaitu Mulyane Saka Bebara (Mulyabara), yang kemudian terjadi perubahan pengucapan menjadi Maliyabara atau Malioboro, kemulyaan dan kejayaan hidup yang dicapai lewat laku keprihatinan. 18
  • 23. Pusat wilayah Kraton Yogyakarta luasnya 14.000 meter persegi, dengan dikelilingi tembok (benteng) setinggi 4 meter dan lebar 3,5 meter. Di setiap sudutnya terdapat tempat tempat penjagaan atau bastion. Untuk melihat /mengawasi keadaan di luar maupun didalam benteng Kraton. Di sebelah luar benteng dikelilingi oleh parit yang dalam, yang disebut Jagang (sekarang sudah menjadi pemukiman penduduk). Untuk menghubungkan antara wilayah dalam benteng dengan daerah di luar benteng Kraton, ada 5 pintu gerbang yang disebut PLENGKUNG, antara lain yaitu: 1. PLENGKUNG NIRBAYA (Gading), disebelah selatan. 2. PLENGKUNG JAGABAYA (Taman Sari), di sebelah Barat. 3. PLENGKUNG JAGASURA (Ngasem), di sebelah barat laut. 4. PLENGKUNG TARUNASURA (Wijilan), di sebelah timur laut. 5. PLENGKUNG MADYASURA (sebeleh barat THR), di sebelah timur. Plengkung yang disebut terakhir ini dahulu pernah diruntuhkan pada zaman Sultan Hamengku Buwono II, ketika terjadi peperangan melawan Pasukan Inggris (Geger Spei) sehingga tersumbat dan tidak bisa dilalui. Maka lebih dikenal dengan sebutan PLENGKUNG BUNTET (tertutup). Di antar kelima plengkung itu hanya dua yang masih tampak utuh, yaitu Plengkung Nirbaya (Gading) dan Plengkung Tarunasura(Wijilan). Selanjutnya di sebelah selatan (belakang) Kraton, sebelum sampai Plengkung Nirbaya, terdapat alun-alun yang luasnya lebih kecil dari Alun-alun Lor, YAITU Alun-alun Kidul (Alun-alun Selatan). Di bagian tengahnya terdapat dua pohon beringin yang disebut Beringin ―WOK‖ yang juga dikelilingi tembok. Disebelah barat Alun-alun Kidul terdapat bangunan untuk memelihara gajah, yang disebut GAJAHAN, pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono X, fungsi Gajahan dihidupkan kembali untuk memelihara gajah hingga sekarang. Selanjutnya dari Kraton kea rah selatan sekitar 2 km jaraknya, terdapat bangunan berupa panggung, yang disebut KRAPYAK, pada zaman dahulu di bagian atas panggung itu digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan para prajuritnya berburu rusa atau binatang lainnya. Bangunan ini sampai sekarang masih ada, dan berada dalam garis simetris /lurus dengan KRATON dan TUGU KRATON, Bangunan Krapyak ini adalah batas selatan wilyah Kraton Yogyakarta. 19
  • 24. C. Bangunan-bangunan di Lingkungan dalam Keraton Lingkungan dalam Kraton yang dimulai dari bagian depan (halaman pagelaran) hingga bagian belakang (halaman Siti Hinggil Kidul), secara keseluruhan terbagi atas tujuh halaman(pelataran), yang mana masing-masing dibatasi oleh tembok tinggi, dan di dalamnya terdapat bangunan-bangunan, serta beberapa pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman yang satu dengan halaman yang lainnya, di sebut REGOL. Mengenai nama masing-masing bangunan yang terdapat pada setiap halaman di lingkungan dalam kraton, seperti tersebut di bawah ini di mulai dari bagian depan, yakni: 1) BANGSAL PAGELARAN, pada mulanya di sebut tratag Rambat, atapnya berupa sirap kayu. Dan setelah di pugar pada jaman Sri Sultan Hamenku Buwono VIII tahun 1921 Masehi, kemudian dinamakan pagelaran. Pemugaran bangunan tersebut di tandai dengan Cendrasengkala (tahun jawa) yang terdapat pada bagian atas muka Bangsal Pagelaran, berbunyi ―Panca Ganas Salira Tunggal‖, yang berarti tahun 1865 jawa. 2) BANGSAL PEMANDENGAN, digunakan sebagai tempat duduk bagi Sultan beserta Panglima perang, ketika menyaksikan jalannya latihan perang para prajuritnya. Latihan perang ini dilakukan di Alun-alun Lor, bangsal ini jumlahnya ada dua, masing-masing terletak disebelah kanan dan kiri sejajar dengan Bangsal Pagelaran. 3) BANGSAL PENGAPIT atau juga disebut BANGSAL PASEWAKAN adalah tempat para senopati Perang/Manggalayudha mengadakan pertemuan, serta digunakan sebagai tempat menunggu perintah-perintah dari sultan. Bangsal ini ada sepasang, masing-masing berada disamping kanan dan kiri Bangsal Pagelaran. 4) BANGSAL PANGRAWIT, digunakan sebagai tempat raja melantik patih (tempat pelantikan patih). Setelah tahun 1942, Bangsal ini tidak digunakan lagi. Bangunan ini terletak di sisi sebelah kanan dalam Bangsal Pagelaran. 5) BANGSAL PACIKERAN, adalah tempat jaga bagi para abdidalem Singanegara dan abdidalem Mertalulut (sebutan untuk algojo Kraton) yang bertugas memberi hukuman kepada para tahanan kraton. Sedangkan pelaksanaan hukumannya bertempat di Alin-alun Lor. 6) BANGSAL SITI HINGGIL, digunakan sebagai tempat penobatan/pelantikan Raja- raja Kasultanan Yogyakarta, dan tempat diselenggarakannya upacara Pasowanan Agung, pada tanggal 17 Desember 1949, pernah dipakai untuk pelantikan Ir. 20
  • 25. Soekarno sebagai Presiden RIS. Sekaligus digunakan untuk peresmian UniversitasNegeri tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada. Bangunan ini telah dipugar pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, dengan ditandai candrasengkala(tahun jawa) pada bagian atas muka Bangsal Siti Hinggil , berbunyi ―Pandita Cakra Naga Wani‖, yang berdiri pada tahun 1857. 7) BANGSAL MANGUNTUR TANGKIL, adalah tempat singgasana Raja, ketika berlangsung Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu digelar Upacara Pasowanan Agung. Ditengah bangsal ini terdapat seloging. Untuk meletakan DEampar Kencana sebagai Singgasana Sultan. Bangunan ini terletak di bagian tengah Bangsal Siti Hinggil. 8) BANGSAL WITANA, digunakan untuk menempatkan pusaka-pusaka utama Kraton, pada saat dilangsungkan Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu Upacara Grebeg Mulud tahun Dal(jawa). 9) BALEBANG, digunakan untuk menyimpan 2 perangkat gamelan Sekaten yang dibunyikan pada setiap bulan Mulud. Kedua gamelan tersebut masing-masing bernama KYAI GUNTURMADU dan KYAI NAGAWILAGA. Gambar 6: gamelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga 10) BALE ANGUN-ANGUN, digunakan untuk menyimpan pusaka tombak yang bernama Kanjeng Kyai Sura Angun-Angun. 11) BANGSAL KORI, berfungsi sebagai tempat jaga bagi para abdidalem Kori dan abdidalem Jaksa, yang bertugas menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada raja. 12) TARUB AGUNG, digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu-tamu Sultan, yang akan menghadiri upacara resmi di Siti Hinggil. 13) REGOL BROJONOLO, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman Siti Hinggil Lor dengan Halaman Kemandungan Lor. 21
  • 26. D. Raja-raja Kesultanan Yogyakarta 1. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO Nama kecil : BENDARA RADEN MAS SUJONO Tanggal lahir : 4 Agustus 1717 Malam Rabu pon,26 Ruwah Wawu 1641 Naik tahta : 13 februari 1755 Wafat : Malam ahad kliwon, 1Ruwah je 1718 Makam : pasarean pajimatan imogiri,kadhaton swagan Permaisuri ada 2:  GUSTI KANJENG RATU KENCANA Putri dari Bendara pangeran hanya Dipenogoro (putrid susuhun paku Buwono I). di Madiun  GUSTI KANGJENG RATU KADIPATE lalu bergelar GUSTI KANJENG RATU HEGANG Putri dari kyai/nyai Hageng Drepoyudo yang di semayamkan di majanjati. Seluruh isrti termasuk permasuk berjumlah 25 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 32 orang. Penggantinya adalah GRM. Sundoro putra ke-5 (Pen mas putra sulung dari GKR kadipaten). Putra dari garwa selir BRAY. Srenggoro yang bernama BPH. 2. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO II Nama kecil : GUSTI RADEN MAS SUNDORO Tanggal lahir : 7 Maret 1750 malam sabtu legi, 28 Rabiul Awal Naik tahta : 2 April 1792 senin pon, 9 ruwah je 1718 Pulang : 17 Agustus 1826 Wafat : 3 januari 1828 malam kamis legi, 15 jumadiakhir alip 1755 Makam : pasareyan dalem Astana kotagede Permaisuri ada 4:  GUSTI KANJENG RATU KEDHATON Putri kangjeng Raden Tumenggung Purwodiningrat, Bupati magetan  GUSTI KANGJENG RATU HEMAS Putri Gusti Kangjeng Ratu  GUSTI KANJENG RATU KENCANA WULAN Putrid dari KiBener, saudara dari Mas Tumenggung Sindurejo. 22
  • 27.  GUSTI KANJENG RATU SULTAN Putrid kanjeng Raden Tumenggung Resogoto, Bupati Sukowati Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 28 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 80 orang. Penggantinya adalah GRM. Surojo, putra kelima. Putra sulung dari permaisuri GKR. Kedathon. 3. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO III Nama kecil : GUSTI RADEN MAS SUROJO Tanggal lahir : 20 februari 1769 Malam Rabu keliwon, 18 Syawal Dal 1694 Naik tahta : 12 juni 1812 Wafat : 3 noveber 1814 Makam : pasarean pajimatan imogiri, Kadaton Suwargan Permaisuri ada 3:  GUSTI KANJENG RATU KENCANA Yang kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG putrid dari Bendara Raden Ayu Susrodiningrat (putri sultan Hamengku Buono)  GUSTI KANJENG RATU HEMAS Putri dari Raden Rangga Prawiradirja I di madiun. Tidak berputra  GUSTI KANJENG RATU WANDHAN Seluruh istri termasuk permaisurinya berjumlah 25 orang. Jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 32 orang. 2 permaisurinya tidak member keturunan. Yaitu GKR. Hemas dan GKR. Wandhan. Penggantinya GRM. Ibnu Jarot putra ke 18 putra bungsu dari GKR. Hageng. 4. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO IV Nama kecil : GUSTI RADEN MAS IBNU JAROT Tanggal lahir : 3 April 1804, selasa kliwon, 22 Besar Jimakir 1730 Naik tahta : 10 November 1814 Wafat : jumat Pahing, 22 Rabiul Awal je 1750 Makam : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Besiyaran Permaisurinya hanya ada 1:  GUSTI KANJENG RATU KENCONO Yang kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, putri dari Raden Adipati Danurejo II (pepatih Dalem di keraton Yogyakarta). 23
  • 28. Seluruh istri termasuk permaisuri ada 9 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya ada 18 orang. Penggantinya adalah GRM. Gathot Menol, putra ke 6 (putra kedua dari KGR Kencana). Putra pertama dari permaisuri juga laki-laki, tapi meninggal dunia ketika berusia 108 hari. 5. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO V Nama kecil : GUSTI RADEN MAS GATHOT MENOL Tanggal lahir : 24 Januari 1820 Naik tahta : 19 Desember 1823 Wafat : 5 juni 1855, Selasa Legi, 20 Siyam Dal 1783 Makam : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Besiyaran Permaisuri ada 2:  GUSTI KANJENG RATU KENCONO Putri Gusti Kanjeng Ratu Anom (putri Sri Sultan Hamengku Buono II) denga kanjeng pangeran Harya Purwonegoro.  GUTI KANJENG RATU KADHATON Putri Bendara pangeran Harya Suryo-ningalogo (putra Sri Sultan Hamengku Buono III). Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 5 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 9 orang. Penggantinya adalah GRM. Mustojo yaitu adik dari Sri Sultan Hamengku Buono V. 6. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VI Nama kecil : GUSTI RADEN MAS MUSTOJO Tanggal lahir : 10 Agustus 1821 Naik tahta : 5 juli 1855 Syawal Dal 1783 Wafat : 20 juli 1877, 9 rajeb je 1 pajimatan Imogiri, kadhaton Besiyaran Permaisuri ada 2:  GUGTI KANJENG RATU KENCONO Kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAMENGKU BUONO Putri dari kanjeng Susuhun Paku Buono VIII di Surakarta.  GUSTI KANJENG RATU SULTAN Kemudian bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, Putri dari kyai/nyai Hageng prawirorejoso yang disemayamkan di Gunung Pengklik payak Yogyakarta. 24
  • 29. Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 10 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 23 orang. Penggantinya adalah GRM. Murtejo putra pertama (putra sulung dari permaisuri GKR. Sultan). 7. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VII Nama kecil : GUSTI RADEN MAS MURTEJO Tanggal lahir : 4 Februari 1839 Naik tahta : 13 Agustus 1 Rewah je 1806 Turun tahta : 29 Januari 1921 Wafat : 30 Desember 1921 Makam : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga. Permaisuri ada 3:  GUSTI KANJENG RATU KENCONO Kemudian di asingkan, lalu bergelar GUSTI KANJENG RATU WANDHA, Putri dari Raden Ali Basah Abdulmustopo Senthot Prawirodirjo.  GUSTI KANJENG RATU HEMAS Lalu bergelar GUSTI KANJENG RATU HAGENG, bertempat tinggal di Tegalrejo, kemudian mendapat julukan GUSTI KANJENG RATU TEGALREJO, Putri dari kanjeng Raden Tumenggung joyodipuro.  GUSTI KANJENG RATU KENCONO Putri dari Bendara pangeran Harya Hadinegoro (putra sultan Hamengku Buono II). Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 21 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 78 orang. Penggantinya adalah GRM. Sujadi, putra ke 23 (putra ke 5 dari GKR Hemas). 8. SRI SULTAN HAMENGKU BUONO VIII Nama kecil : GUSTI RADEN MAS SUJADI Tanggal lahir : 3 Maret 1880 Naik tahta : 18 februari 1921 Wafat : 22 Oktober 1921 Makam : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga. Permaisuri ada 1:  KANJENG RADEN AYU ADITIA ANOM HAMENGKUNEGORO 25
  • 30. Putri dari kanjeng Gusti pangeran Adipati Mangkubumi (putra Sri Sultan Hamengku Buono VI). Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 8 orang, jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 41 orang. Penggantinya adalah GRM. Dorojatun satu-satunya putra dari permaisuri. 9. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX Nama kecil : GUSTI RADEN MAS DOROJATUN Tanggal lahir : 12 April 1912 Naik tahta : 18 Maret 1940 Wafat : 3 Oktober 1988 Makam : pasareyan pajimatan Imogiri, kedhaton Saptarengga. Permaisuri tidak ada, istri selir ada lima:  KANJENG RADEN AYU PINTOKO PURNOMO HAMENGKUBUONO IX Putri dari RB. Suryo kusumo (cicit dari Sultan Hamengkubuono VI).  KANJENG RADEN AYU WIDIANINGRUM HAMENGKU BUONO IX Putri dari RW. Purwowinoto (cicit dari sultan Hamengku Buwono III)  KANJENG RADEN AYU HASTENGKORO HAMENGKU BUWONO IX Puutri dari Raden Panji Trutojumeno (cicit dari sultan Hamengku Buwono VII).  KANJENG RADEN AYU CIPTO MURTI HAMENGKU BUWONO IX Putri dari KPH/Bendara raden ayu Brongtodiningrat (cucu Sultan Hamengku Buwono VII).  KANJENG RADEN AYU NORMA NINDYA KIRANA HAMENGKU BUWONO IX Putri dari Mentok,Bangka,Sumatra Selatan. jumlah putra-putri almarhum seluruhnya 22 orang. Penggantinya adalah BRM. Herjuno Darpito putra kelima, putra kedua dari Garwa Ampeya KRAY. Windyanigrum Hamengkubuwono IX. 10. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X Nama kecil : BENDARA RADEN MAS HERJUNO DARPITO Tanggal lahir : 2 April 1946 Naik tahta : 7 Maret 1989 Permaisuri hanya ada 1:  BENDARA RADEN AYU TATIK MANGKUBUMI 26
  • 31. Lahir 31 oktober 1952 kemudian di nobatkan menjadi permaisuri dengan gelar GUSTI KANJENG RATU HEMAS, PUTRI DARI KOLONEL (Purnawirawan) R. Supono Digosastropranoto (Almarhum). Tidak mempunyai istri selir. Putra dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X ada 5, semuanya perempuan. Pada tanggal 3 oktober 1998 dilantik menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Periode tahun 1998-2003 (Hingga sekarang). E. Gelar dan Kedudukan Bangsawan Kraton Yogyakarta Gelar atau titel dan kedudukan bangsawan kraton itu diatur didalam suatu peraturan yang disebut ― PRANATAN LAN KALUNGGUHAN PRANATAN BAB SESEBUTAN KALUNGGUHAN PARA PUTRA SENTANA LAN DARAHING PANJENENGAN NATA JEN PINUJU PASAMUAN SAPANUNGGALANE‖ Gelar-gelar bangsawan pria yaitu sebagai berikut: 1. KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ANOM Sebutan ini untuk putra mahkota yang nantinya akan menggantikan kedudukan raja. 2. KANJENG PANEMBAHAN Sebutan untuk putra sultan yang mendapat anugrah tinggi karena jasa-jasanya terhadap raja dan Negara. 3. KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI Gelar anugrah yang diberikan kepada putra sultan. 4. KANJENG GUSTI PANGERAN HARYA Sebutan anugrah kepada putra sultan yang kedudukannya sebagai lurah pangeran (yang memimpin para pangeran). 5. GUSTI PANGERAN Gelar untuk putra sulung sultan yang terlahir dari istri selir (setelah diangkat sebagai pangeran). 6. GUSTI PANGERAN HARYA Gelar untuk putra sultan yang terlahir dari istri permaisuri (setelah diangkat sebagai pangeran). 7. BENDARA PANGERAN HARYA Gelar untuk putra sultan yang lain, yang dilahirkan dari istri selir (setelah diangkat sebagai pangeran). 27
  • 32. 8. KANJENG PANGERAN ADIPATI Gelar kepangkatan yang dianugrahkan kepada sentana yang dianggap berjasa. 9. KANJENG PANGERAN HARYA Gelar kepangkatan yang dianugrahkan kepada seseoran, tapi kedudukannya ada dibawah kanjeng pangeran adipati. 10. GUSTI RADEN MAS Gelar untuk putra Sultan yang terlahir dari istri permaisuri, sebelum diangkat sebagai pangeran. 11. BENDARA RADEN MAS Gelar untuk sultan yng lahir dari istri selir atau putra dari putrid mahkota (kanjeng Gusti Paangeran Adipati Anom). Yang belum menjadi pangeran 12. RADEN MAS HARYA Gelar kebangsawanan yang diberikan Sultan kepada seseorang sebagai anugrah RADEN MASGelar untuk keturunan ketiga bahwa sultan sampai seterusnya (orang jawa menyebut canggah) 13. RADEN ATAU RADEN BAGUS Gelar untuk keturunan sultan dari generasi ke lima ke bawah 14. MAS Gelar untuk abdidalem yang berasal dari rakyat Gelar bangsawan putri yang berisi sebagai berikut: 1. GUSTI KANJENG RATU Gelar dan sebutan untuk permaisuri atau putri Sultan yang lahir dari istri permaisuri dan sudah menikah 2. KANJENG RATU Gelar putrid sulung Sultan yang lahir dari istri, dan sudah menikah 3. GISTI RADEN AYU Gelar untuk putri sultan yang lahir dari istri permaisuri yang sudah dewasa tapi belum menikah. 4. GUSTI RADEN AJENG Gelar untuk putri sultan yang lahir dari istri permaisuri, yang masih kanak-kanak atau belum dewasa. 5. BENDARA RADEN AYU Gelar untuk putrid Sultan yang lahir dari isti selir dan sudah menikah 28
  • 33. 6. BENDARA RADEN AJENG 7. Gelar untuk putri Sultan yang lahir dari isri selir atau putri dari putra mahkota, yang belum menikah. 8. RADEN AYU Gelar untuk cucu atau Canggah (angkatan ke lima kebawah) Sultan yang sudah menikah atau istri para pangeran yang bukan putra/putri Sultan. 9. RADEN AJENG Gelar sebutan cucu atau canggah Sultan yang belum menikah. 10. RADEN ATAU RADEN NGANTEN Sebutan gelar cucu sampai cucu-cucu atau wareng (angkatan ke enam ke bawah) Sultan yang telah menikah, atau istri para Bupati yang berasal dari rakyat 11. RADEN RARA Sebutan gelar wareng Sultan yang belum menikah. 12. KANJENG BENDARA Gelar sebutan untuk istri sultan yag mengepalai para istri selir sultan. 13. KANJENG RADEN AYU Gelar untuk istri permisuri sultan atau istri pertama putra mahkota (kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom). 14. BENDARA MAS AJENG ATAU BENDARA MAS AYU Gelar sebutan untuk istri selir Sultan atau istri putra mahkota yang berasal dari rakyat. Sedang selir para pangeran yang berasal dari rakyat sesebutannya: MAS AJENG atau MAS AYU. F. Warisan Budaya Keraton Yogyakarta Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing 1. Tumplak Wajik Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang 29
  • 34. digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden. 2. Garebeg Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Syawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal. 3. Sekaten Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari.Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan atau dibunyikan secara bergantian menandai perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian Maulid Nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; family 30
  • 35. Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya 4. Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan.Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (Dalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan. Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya. 5. Labuhan Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda- benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi, sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat. 3.3 Analisis Hasil Penelitian Cirebon Analisis kami terhadap hasil penelitian yang telah kami jelaskan di atas diantaranya adalah mengenai pembangunan keraton kasepuhan Cirebon. Setelah kami bertanya kesalah satu pemandu wisata yang disana ternyata keraton Kasepuhan Cirebon didirikan tahun 1529 31
  • 36. oleh Pangeran Emas Zainul Arifin (cicit Sunan Gunung Jati) yang menggantikan Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Sebelumnya Keraton Kasepuhan bernama Keraton Pakungwati, sehingga Pangeran Mas Zainul Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Apabila kita perhatikan ruang luar Keraton Kesepuhan, kita bisa melihat bagaimana perpaduan unsur-unsur Eropa seperti meriam dan Patung Singa dihalaman muka, Furnitur dan meja kaca gaya Perancis tempat para tamu sultan berkaca sebelum menghadap, gerbang ukiran Bali dan Pintu Kayu model ukiran Perancis yang menampakkan gambaran kosmopolitan Keraton Kesepuhan yan tersimpan dalam musium Keraton. Gambar 7: Patung sepasang singa putih dan meriam di sampingnya Kegemaran Kesultanan Cirebon mengadopsi gaya dan arsitektur model Eropa yang mengisi bagian dalam Keraton Kesepuhan. Perhatikan bagaimana model dan ukiran ruang pertemuan sultan dengan para menteri yang di buat dengan model hampir sama dalam interior kerajaan perancis dibawah dinasti Bourbon, seperti model kursi, meja dan lampu gantung. Bagaimanapun terdapat kombinasi gaya interior ini apabila kita memperhatikan sembilan kain berwarna di latar belakang singgasana raja yang melambangkan sosok wali sanga. Di sini tradisi Jawa bercampur dengan Eropa yang telah 'di lokalkan'. Gambar 8: Bangsal Panembahan 32
  • 37. Hal yang menarik dari Keraton Kesepuhan adalah adanya piring-piring porselin asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di Keraton, piring-piring porselin itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Selain piring-piring porselin asli Tiongkok patut kita amati juga lukisan tiga dimensi Prabu Siliwangi. Lukisan ini memang istimewa. Jika kita melihat lukisan ini dari arah kiri, mata dan ujung jari kaki Prabu Siliwangi terlihat menghadap ke kiri (ke arah kita). Namun kalau kita bergeser ke arah kanan lukisan, mata dan ujung jari kaki itu pun terlihat menghadap ke kanan (seolah-olah mengikuti kita). Lukisan semacam ini juga terdapat di Keraton Yogyakarta, hasil karya Raden Saleh, pelukis legendaris Indonesia. Sedangkan lukisan Prabu Siliwangi di lukis oleh seorang pelukis yang berasal dari Garut. Kalau melihat garis-garis lukisannya, pelukis Prabu Siliwangi ini masih beberapa tingkat di bawah Raden Saleh. Lanjut ke koleksi yang di bilang keramat, yaitu kereta Singa Barong. Ternyata kereta Singa Barong yang di pajang itu hanya reflikanya, karena kereta yang aslinya sedang dalam proses renopasi. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan. 3.4 Analisis Hasil Penelitian Yogyakarta Pada saat kami berkunjung ke keraton Yogyakarta pas bertepatan dengan acara Sekaten, jadi pada penulisan laporan ini kami akan memfokuskan analisis kami tentang acara sekaten tersebut. Sekaten yang biasanya dirayakan oleh sebagian besar masyarakat Yogyakarta dan Surakarta merupakan sebuah rangkaian kegiatan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Kasunanan Surakarta bersama pemerintahan dan masyarakat setempat. Berbagai bentuk acara dan kegiatan dilangsungkan dalam perayaan Sekaten—yang beraneka ragam variasi dan macamnya seiring perubahan waktu—mulai dari yang sifatnya ritual keagamaan hingga apresiasi seni tradisi lokal sampai pameran dan pasar malam. Kultur lokal dan kultur modern seakan melebur dalam waktu bersamaan dalam momentum sekaten. Untuk mengetahui asal mula sekaten yang tiap tahun diadakan oleh dua Keraton tersebut, kita harus menulusurinya dari zaman Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri setelah Majapahit runtuh pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit diperingati dengan candrasengkala ‖Sirna Hilang 33
  • 38. Kertaning Bumi‖. Berakhirnya Kerajaan Majapahit berarti berakhir pula Kerajaan Hindu di Jawa, di bawah pemerintahan Prabu Brawijaya V. Raja Demak yang pertama adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Bintara. Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk memajukan tersiarnya agama Islam di seluruh kerajaan. Sultan Bintara selalu memikirkan bagaimana caranya agar agama Islam dapat menyinari semua pelosok negeri, dan bagaimana orang-orang yang telah memeluk agama Hindu itu akan insyaf dan meyakini kebenaran ajaran Islam. Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya: 1. Semedi Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan sholat. 2. Sesaji Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa- dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin. 3. Keramaian Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa- dewa, diganti keramaian menghormat hari-hari raya Islam. Karena orang Jawa suka gamelan, maka pada hari raya Islam yaitu hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, sebaiknya dalam masjid juga diadakan tabuh gamelan, agar orang- orang tertarik. Jika sudah berkumpul kemudian diberi pelajaran tentang agama Islam. Dan untuk keperluan itu, para wali menciptakan seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Sekati. Usul dari Sunan Kalijaga tersebut disepakati oleh wali yang lainnya dan Raden Patah, yaitu pada hari lahir Nabi Muhamad, 12 Mulud, dalam masjid dipukul gamelan. 34
  • 39. Tanggal 12 Mulud selain merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW juga merupakan hari wafat beliau. Ternyata banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid untuk mendengarkan bunyi gamelan. Orang-orang tersebut datang ke masjid walaupun rumahnya jauh, sehingga mereka bermalam di alun-alun atau sekitar masjid. Pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut, selain rakyat, para bupati pesisir juga datang ke kota kerajaan untuk memberi sembah pada raja. Mereka datang beberapa hari sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat rumah di alun-alun untuk bermalam. Bupati menghadap raja dan kemudian menggiring raja ke masjid. Karena banyaknya orang yang menggiring raja tersebut, timbul perkataan ‖Garebeg‖ yang berasal dari kata ‖anggrubyung‖ yang berarti menggiring. Orang-orang yang datang di halaman masjid itu disuruh untuk mendengarkan pidato-pidato tentang ajaran agama Islam yang mudah-mudah dahulu. Pertama mereka diberi tahu maksudnya syahadat dan bagaimana bunyinya. Dari itulah timbul kata sekaten yang berasal dari bahasa Arab ‖syahadatain‖. Kalimat syahadat merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh seseorang untuk masuk Islam, yang mempunyai arti: tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat syahadat itu juga ditulis di atas pintu gerbang masjid. Karena banyak orang yang datang berduyun-duyun ke masjid dan banyak yang bermalam, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar masjid dan alun- alun. Sekaten selain berasal dari kata syahadatain, juga berasal dari kata: 1. Sahutain: menghentikan atau menghindari perkara dua, yakni sifat lacur dan menyeleweng. 2. Sakhatain: menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan karena watak tersebut sumber kerusakan. 3. Sakhotain: menamankan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan. 4. Sekati: setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk. 5. Sekat: batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan. Tradisi sekaten yang dirayakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tersebut tetap dilestarikan oleh raja-raja yang memerintahkan berikutnya hingga masa Mataram. Pada zaman kerajaan Mataram hingga akhirnya pindah ke Surakarta dan 35
  • 40. Yogyakarta, sekaten diadakan untuk kepentingan politik, yaitu mengetahui kesetiaan para bupati yang ada di wilayah kerajaan. Pada perayaan sekaten para bupati harus datang untuk menyerahkan upeti dan menghaturkan sembah baktinya kepada raja. Apabila bupati tersebut berhalangan hadir, maka harus diwakili oleh pihak kerajaan. Hal itu dilakukan karena bila bupati tidak hadir pada perayaan sekaten diartikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap raja. Perayaan sekaten yang diadakan oleh kerajaan Mataram, selain bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW juga untuk menunjukkan bahwa raja yang berkuasa masih ada hubungan dengan Nabi Muhammad, utusan Allah. Sekaten juga mempunyai peran politis dan ekonomis. Karena dengan sekaten, para bupati harus sowan memberi upeti dan kehadirannya di upacara sekaten sebagai tanda kesetiaan kepada raja yang memerintah. Dengan perkembangan zaman, sekaten juga dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Perayaan sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang dan semakin membuat marak perayaan sekaten. Selain untuk mendengarkan gamelan, para pengunjung dapat membeli berbagai makanan khas sekaten, juga mainan anak-anak. Setela acara sekaten ada juga acara gerebeg. Gerebeg adalah upacara adat di kraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali dalamsetahun untuk memperingati hari besar islam. Mengenai istilah gerebeg ini berasal dari bahasa jawa ‗Gerebeg‘ yang berarti ―diiringi para pengikut‖. Karena perjalanan sultan keluar dari istana itu memang selalu diikuti banyak orang. Sehingga di sebut GAREBEG. Pengertian lain mengatakan bahwa karena gunung itu di perebutkan warga masyarakat yng berarti di grebeg, maka disebut GAREBEG. Pelaksanaan upacara tersebut bertepatan dengan hari-hari besar islam seperti: 1. GAREBEG SYAWAL,dilaksanakan pada hari pertama bulan Syawal untuk peringatan Hari Raya lebaran (Idul Fitri). 2. GAREBAG BESAR,dilaksanakan pada hari kesepuluh bulan Besar(Dzulhijjah)untuk memperingati Hari Raya Qurban(Idul Adha). 3. GEREBEG MAULID dilaksanakn pada hari keduabelas bulan mulud (Rabiul awal) untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara adat ini di awali dari halaman kemandungan lor (keben). Dengan di kawal oleh prajurit kraton, pada setiap acara ini Sultan berkenan memberi sedekah berupa gunungan kepada rakyatnya, gunungan tersebut berisis makanan, gunungan ini sebagai tanda/symbol kemakmuran dan kesejahtraan kerajaan mataram. 36
  • 41. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Islam masuk ke Cirebon pada abad 15, ajaran Islam ini dibawa Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Syekh Idlofi Mahdi. Mereka menyebarkan agama Islam dengan berdakwah dan mendirikan pondok pesantren. Sunan Gunung Jati, mempunyai daerah penyebaran paling luas. Pada tahun 1498 Sunan Gunung Jati membangun Masjid Agung Cirebon dan dibantu oleh kedelapan para wali. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat dan beliau dimakamkan di pertamanan Gunung Jati. Cirebon menjadi pusat perdagangan karena letaknya di daerah pesisir utara pulau Jawa. Perdagangan ini melalui 2 jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Pedagang dari luar negara yang mendukung perekonomian di Cirebon adalah Cina dengan barang dagangannya yaitu sutra dan keramik. Masyarakat Cirebon dibedakan berdasarkan status sosialnya yang dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu golongan Raja, golongan Elite, golongan Nonelite, dan golongan Budak. Mereka mempunyai kedudukan didalam lingkungan kerajaan. Cirebon mulai mengalami kehancuran ketika Cirebon dibagi menjadi 3 Kesultanan, Yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Kerato Kacirebonan. Sehingga kerajaan Cirebon menjadi terpecah-pecah. Disamping itu adanya perebutan kekuasaan sepeninggal Panembahan Gerilya pada tahun 1702. Adanya campur tangan VOC dalam kerajaan yang mengadu domba mereka juga menjadi penyebab hancurnya kerejaan Cirebon. Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakrta memilki Arsitektur yang sangat tertata rapi. Hal itu terbukti dengan adanya bangunan kompleks yang saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Hadirnya Benteng Baluwarti, parit keliling, Alun-alun, Masjid Kauman, Tamansari menujukan konstruksi yang rapi. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan yang menuntut adanya ruang lebih untuk tempat tinggal dan aktinitas lainnya, beberapa kompleks yang dahulu merupakan bagian dari keastuan keraton beralih fungsi menjadi tempat tinggal masyarakat dan ruang aktivitas publik. Hal ini terbukti dengan hilangnya parit keliling yang dahulu menjadi media halangan bagi lawan untuk masuk pusat pemerintahan kini telah beralih menjadi tempat tinggal penduduk dan pertokoan. Dinamika perubahan arsitektur keraton ini tetap tidak menghilangkan patokan pakem yang telah digunakan oleh keraton Yogyakarta. Hal ini membuktikan kemampuan keraton dalam menerima adapatasi dari tuntutan jiwa zaman. Keraton mampu untuk tetap eksis hingga abad kedua puluh satu ini merupakan kemampuan 37
  • 42. beradaptasi dengan lingkungan dari zaman ke zaman. Keraton juga mampu mepertahankan jiwa dari masa ke masa. 38
  • 43. DAFTAR PUSTAKA Bockani, Sanggupri, dkk. Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Jakarta:CV. Sukorejo Bersinar, 2001. Heryanto, Fredy. Mengenal Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Warna Mediasindo,2009. Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 dari Emporium sampai Imporium, Jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995. Kosoh, dkk. Sejarah daerah Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1994. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia III. Depdikbud, 1982. PS. Sulendraningrat. Sejarah Cirebon. Jakarta: PN Balai Pustaka,1985. http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/penyebaran-islam-di-kerajaan-cirebon.html diakses pada hari Minggu tanggal 16 Desember 2012 pukul 22.38 WIB http://markazunahebat.blogspot.com/2012/04/islam-pada-masa-kesultanan-cirebon.html diakses pada hari Minggu tanggal 16 Desember 2012 pukul 22.42 WIB. http://serambimadina.wordpress.com/page/2/ diakses pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2012 pukul 10.16 WIB. http://kasepuhan.com/beta/sejarah/sejarah-kesultanan-cirebon/ diakses pada hari Rabu tanggal 19 Desember 2012 pukul 03.06 WIB. http://ganang29.blogspot.com/2011/02/keraton-yogyakarta-dan-seni-bangunannya.html diakses pada hari Kamis tanggal 20 Desember 2012 pukul 21.43 WIB. 39