Dokumen tersebut membahas tentang kasus penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para pendeta dan biarawati Katolik di berbagai belahan dunia. Hal ini dianggap sebagai bukti lemahnya dogma Gereja Katolik yang melarang para pendeta dan biarawati untuk menikah. Dogma tersebut bertentangan dengan fitrah manusia yang membutuhkan pemenuhan naluri seksual secara halal. Sebaliknya, Islam mengatur pemenuhan naluri seks
Hti bandung desak tutup total tempat hiburan malam!
Penyimpangan seksual, bukti lemahnya dogma gereja katolik
1. 18/2/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja Katolik
Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja
Katolik
February 18th, 2014 by MHTI
Oleh:
Noor
Afeefa
Komite Hak Asasi Manusia PBB akhirnya mengeluarkan kecaman keras kepada Vatikan dan
menuduh bahwa Vatikan mengadopsi kebijakan yang memungkinkan pastor memperkosa dan
mencabuli ribuan anak-anak (voa-Islam, 6/2/2014).
Sebelumnya, Gereja Katolik telah menghadapi banyak tuduhan kasus kekerasan seksual
terhadap anak-anak yang dilakukan oleh pastor di seluruh dunia dan mendapatkan kritik karena
keuskupan tidak memberikan reaksi yang memadai (BBC, 16/1/2014).
Tak hanya penyimpangan seksual kepada anak-anak, beberapa waktu lalu, seorang biarawati
asal Salvador kedapatan melahirkan bayi. Meski ayah dari bayi itu masih misterius, namun
sang bayi akhirnya dinamai dengan Francesco (Francis), nama yang sama dengan titel untuk
Paus dan salah satu nama yang paling populer di Italia (Islampos, 20/01/2014).
Masalah penyimpangan seksual yang dilakukan sejumlah pendeta dan uskup di berbagai
negara sebenarnya telah berlangsung lama. Sorotan dan kritik terhadap prinsip utama
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/02/18/penyimpangan-seksual-bukti-lemahnya-dogma-gereja-katolik/
1/5
2. 18/2/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja Katolik
larangan menikah bagi para pendeta Gereja Katolik pun bergulir, tak terkecuali dari pihak
pengikut gereja sendiri. Bahkan keyakinan mereka telah sempat goncang.
Memang, sungguh menarik bila persoalan ini dikaitkan dengan keberadaan doktrin larangan
menikah di gereja Katolik. Apalagi, doktrin tersebut bertentangan 180 derajat dengan ajaran
Islam.
Dogma Larangan Menikah
Dogma larangan atau pantang menikah bagi seorang Paus, para biarawati serta biarawan dan
Pendeta Katolik ternyata sudah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun. Meski demikian tidak
ada yang mengetahui secara pasti kapan dogma tersebut muncul. Sebab, awal mula ajaran
Katolik tidak mengajarkan hidup membujang. Bahkan keadaan Yesus apakah menikah atau
tidak pun masih menjadi silang sengketa yang terus berkembang. Dengan demikian, larangan
menikah pagi para pastor, uskup dan pendeta di Gereja Katolik tidak lain adalah dogma yang
diciptakan oleh manusia biasa, bukan ajaran kenabian.
Terlebih lagi, para Rasul terdahulu pun tidak ada yang membujang (tabattul). Mereka beristeri,
kecuali beberapa yang ditakdirkan Allah SWT wafat sebelum menikah. Namun mereka semua
tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah. Firman Allah SWT :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang
Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap
masa ada kitab (yang tertentu)” (TQS. Ar Ra’du [13] : 38)
Di samping itu, wahyu Allah SWT juga telah melarang manusia dari menyalurkan naluri
seksualnya kepada yang tidak dihalalkan. Perzinahan dan menyimpangan seksual kepada
anak-anak menjadi perkara terlarang sebagaimana ajaran nabi-nabi terdahulu, termasuk Isa,
Musa dan Daud. Masalahnya, para pemuka agama Katolik telah melarang para pendeta dan
biarawati untuk menikah. Bukankah hal ini menunjukkan adanya keyakinan yang saling
bertentangan di dalam ajaran Katolik. Para pendeta terlarang berzina, namun mereka juga
terlarang untuk menikah. Itulah dogma gereja Katolik yang dibangun tanpa sandaran wahyu
dan saling bertentangan antara satu ajaran dengan ajaran lainnya.
Fitrah Manusia
Allah SWT menciptakan manusia dengan serangkaian kebutuhan, baik berupa kebutuhan
pokok maupun naluri. Diantara naluri yang secara fitrah ada pada manusia adalah adanya
kecenderungan untuk melestarikan keturunan atau naluri seksual (gharizah nau’), termasuk
rasa suka pada lawan jenis, kasih sayang pada anak-anak, dan sejenisnya.
Adanya naluri juga telah diberitakan Allah SWT dalam beberapa ayat al Quran,
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/02/18/penyimpangan-seksual-bukti-lemahnya-dogma-gereja-katolik/
2/5
3. 18/2/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja Katolik
diantaranya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku
akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: ‘(Dan saya mohon
juga) dari keturunan saya.’ Allah berfirman: ‘Janji-Ku ini tidak akan mengenai orang-orang
yang zalim.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 124).
Kecintaan Ibrahim kepada keturunannya merupakan fenomena yang membuktikan adanya
naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’). Nabi Ibrahim as. memohon kepada Allah SWT
agar menjadikan keturunannya sebagai imam sama dengan dirinya. Ini merupakan fenomena
mengenai keberadaan naluri yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada manusia.
Demikian juga dengan kisah Nabi Yusuf as dalam al Qur’an :
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan
Yusuf juga bermaksud (melakukan perbuatan yang sama) dengan wanita itu, seandainya dia
tidak melihat tanda-tanda (dari) Tuhannya.” (TQS. Yusuf [12]: 24).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki gharizah nau’ berupa ketertarikan
kepada lawan jenis. Dalam hal ini Nabi Yusuf as. tidak melakukannya karena Allah SWT telah
mencegahnya.
Sebagaimana kebutuhan pokok manusia (pangan, sandang, papan), naluri manusia juga
menuntut pemenuhan. Hanya saja sifat pemenuhannya berbeda. Tidak seperti kebutuhan
pokok yang menuntut pemenuhan yang pasti -yaitu jika tidak dipenuhi maka akan
membinasakan manusia- maka, pemenuhan terhadap adanya naluri ini berbeda. Kemunculan
naluri tidak menuntut pemenuhan yang pasti (harus). Artinya, jika tidak dipenuhi tidak akan
membinasakan manusia, hanya membuatnya gelisah. Namun demikian, manusia dapat
mengalihkannya kepada yang lain sehingga naluri tersebut tidak muncul atau tidak memerlukan
pemenuhan.
Pada intinya, tatkala naluri manusia muncul, ia membutuhkan mekanisme (aturan) penyaluran.
Tak hanya itu, manusia juga membutuhkan aturan bagaimana bila ia tidak memiliki sarana
untuk menyalurkan atau memenuhi kebutuhan naluri tersebut, sementara nalurinya telah muncul.
Dogma Katolik tentang membujang jelas tidak memenuhi apa yang terjadi pada manusia.
Dogma tersebut nyata-nyata tidak mampu menjawab masalah yang muncul dari sesuatu yang
fitrah pada manusia. Karena itulah, wajar jika pada akhirnya banyak dari mereka yang
melanggar dogma yang mereka buat sendiri. Inilah logika yang paling nyata di balik berbagai
penyimpangan seksual yang terjadi di gereja Katolik.
Semua aturan yang bertentangan dengan fitrah manusia hanya akan merusak manusia itu
sendiri. Bila menikah saja dilarang, lantas dengan cara bagiamana lagi mereka harus
menyalurkan naluri tersebut pada saat bangkit? Tentu saja, akhirnya dengan cara yang keliru.
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/02/18/penyimpangan-seksual-bukti-lemahnya-dogma-gereja-katolik/
3/5
4. 18/2/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja Katolik
Kehamilan yang terjadi pada biarawati maupun kekerasan yang dialami anak-anak harga yang
harus dibayar dari keyakinan yang bertentangan dengan fitrah manusia tersebut.
Lantas bagiamana dengan Islam? Bagaimana Islam mengatur pemenuhan kebutuhan
manusia?
Pemenuhan Gharizah Nau’ dalam Islam
Islam memiliki mekanisme yang unik dan sempurna dalam mengatur kehidupan manusia.
Islam mensyariatkan pernikahan sebagai satu-satunya jalan yang menghalalkan hubungan jenis
manusia sehingga keduanya mendapatkan ketentraman dan kasih sayang. Allah SWT
berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (TQS. Ar Ruum [3] : 21)
Sebaliknya, Islam bahkan memakruhkan tabattul (yaitu memutuskan diri untuk membujang atau
tidak menikah). Rasulullah Saw pernah bersabda :
“Bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mencegah perbuatan tabattul (membujang)” (HR. An
Nasai)
Bila seseorang belum mampu menikah maka Islam pun memberikan mekanisme
pengaturannya. Islam memerintahkan agar mereka berpuasa sebagaimana sabda Nabi saw :
“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu yang mampu berumah tangga, menikahlah.
Sebab, menikah itu dapat menundukkan pandangan dan membentengi kemaluan. Namun,
siapa saja yang tidak mampu, maka hendaknya berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi
benteng (bagi seseorang).” (HR. Bukhari).
Nabi saw. memerintahkan puasa dalam kasus tersebut supaya orang yang mempunyai
keinginan kuat untuk menikah, karena telah muncul gharizah nau’-nya, dapat mengalihkan pada
dorongan gharizah tadayyun (naluri beragama). Sebab, puasa merupakan ibadah dan tiap
ibadah mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu meningkatnya kekuatan ruhiyyah
seseorang. Dengan kekuatan ruhiyah itulah gharizah nau’ seseorang dapat dikendalikan
sehingga bisa ditekan.
Di samping itu, Islam juga mengatur agar hubungan antar jenis tidak serta merta
memunculkan gharizah nau’. Sebab, kemunculan gharizah nau’ bisa membawa persoalan
tersendiri terutama pada orang-orang yang tidak memiliki sarana pemenuhannya, seperti
mereka yang belum menikah. Karena itulah, Islam memberikan hukum-hukum pergaulan.
Diantaranya, melarang berzina dan mendekati zina (termasuk berkhalwat, berciuman, dsb),
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/02/18/penyimpangan-seksual-bukti-lemahnya-dogma-gereja-katolik/
4/5
5. 18/2/2014
Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Penyimpangan Seksual, Bukti Lemahnya Dogma Gereja Katolik
larangan bertabarruj, mewajibkan menutup aurat, mewajibkan menahan pandangan, dan lain
sebagainya.
Itulah keunikan Islam. Agama yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad Saw
ini tidak pernah mengekang fitrah manusia. Islam bahkan memberikan penyaluran sesuai fitrah
manusia.
Karena itulah, tatkala hanya Islam yang mampu mengatur kehidupan manusia sesuai fitrahnya,
mengapa manusia tidak beralih meyakini Islam dan berusaha menegakkan hukum-hukumnya
agar manusia mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat?
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al Maidah [5]: 50)
Inilah tugas kita, untuk menjadikan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam dengan pengamalan
yang kaffah atas seluruh ajarannya. Semoga hadirnya Khilafah Islam -yang tidak lama lagiakan membuktikan semua itu. Insyaallah. []
Baca juga :
1. Gereja Katolik Dijual Kepada Umat Islam Karena Hampir Tidak Ada Lagi Jemaat
Gereja
2. Pelecehan Seksual di Gereja Belanda Terungkap
3. Gereja Katolik Belgia Digerebek
4. Gereja Katolik Berupaya Membungkam Korbannya Dengan Ganti Rugi Tak Seberapa
5. Gereja Katolik Merasa Gagal Ubah “Perilaku Mabuk” Warga
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/02/18/penyimpangan-seksual-bukti-lemahnya-dogma-gereja-katolik/
5/5