1. Antara ‘Praktisi’ Dakwah dan ‘Praktisi’ Ngaji
■Headline
■Share
■Wikired
by Inshany Al-Fatah - Dec 23, 2013
0 736
Saat ini dakwah telah melalui berbagai fase dan dinamika. Banyak yang bergabung, banyak pula yang berguguran
satu demi satu. Layaknya daun dari pohonnya, ada yang gugur ada pula pengganti barunya. Namun dakwah
tetaplah dakwah. Sebuah aktivitas mulia yang diamanahkan langsung oleh Allah SWT dan diwariskan Rasulullah
SAW kepada umat beliau yang terpilih.
Dakwah adalah aktivitas menyeru kepada Islam dan amar ma’ruf – nahyi munkar. Bagi orang yang melibatkan diri di
dalamnya akan mendapatkan kemuliaan dan balasan langsung dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
“Barangsiapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolong dan mengokohkan kedudukannya.” (TQS.
Muhammad : 7)
Aktivitas ini juga merupakan syarat utama untuk menjadikan umat Islam selamat, menjadi umat terbaik, bahkan
sebagai jalan menuju diterapkannya Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Allah SWT berfirman:
“Kamu adalah umat terbaik (khairu ummah) di antara manusia, yang menyeru pada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran : 110)
Umat Islam tidak akan menjadi yang terbaik kecuali dengan Islam yang kaffah, dan Islam yang kaffah hanya bisa
terwujud dengan aktivitas dakwah.
Disadari bahwa dakwah ini pun adalah fardlu bagi individu mukmin. Juga difardukan untuk mendirikan jama’ah
dakwah, seperti dalam firman-Nya:
2. “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al-Khair (Islam), menyuruh pada
perkara ma’ruf dan mencegah dari perkara munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran : 104)
Inilah ketinggian dakwah dan penghargaan dari Allah SWT bagi para pengembannya. Dakwah adalah jalan yang
panjang dan berat, oleh karenanya hanya dapat dilalui oleh orang yang kuat dan sabar. Dakwah adalah aktivitas
penuh ujian dan cobaan, karenanya hanya mampu diemban oleh orang yang ikhlas dan istiqomah. Dakwah juga
merupakan aktivitas yang dihitung prosesnya karena hasilnya adalah hak Allah SWT, maka hanya mereka yang
yakin, bersungguh-sungguh serta bertawakal sajalah yang akan mendapatkan ridlo dan pertolongan-Nya.
Bedanya Pengemban Dakwah dan Pengemban Kitab
Sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa jika ingin berhasil dalam dakwah, kita harus mencontoh langsung dari
Rasulullah SAW. Baik dari sisi pembinaan dan pengkaderan, perjuangan dan pengorbanan, hingga kesungguhan
dan totalitas. Baik saat sendiri maupun ketika bersama tim.
Dakwah memerlukan pengerahan ekstra 100% yang dimiliki, bukan dengan sisa-sisanya. Dakwah memerlukan
konsentrasi penuh, maka aktivitas lainnya haruslah menjadi penunjang dakwah dan bukan sebaliknya, menjadikan
dakwah hanyalah sebagai pengisi kekosongan aktivitas lain. Inilah yang menjadi pemahaman sebenarnya, sehingga
menjadi standar seseorang telah menjadi pengemban dakwah sejati.
Saat ini banyak sekali terlihat kekeliruan dan kesalah-pahaman di tengah umat. Ada yang berfikir bahwa dengan
masuk ke dalam gerakan Islam kemudian mengkaji kitab-kitabnya (halqoh), sudah termasuk dalam kategori
pengemban dakwah. Padahal sangat jelas, bahwa pengemban itu ialah orang yang senantiasa membawa/memikul
sesuatu menuju tujuan tertentu.
Karenanya pengemban dakwah ialah yang senantiasa memikul dakwah, dalam arti menjadikan dakwah sebagai
aktivitas utamanya dan selalu menunjukkan identitasnya (tanpa ditutup-tutupi) sebagai seseorang yang sedang
melakukan dakwah kapanpun dan dimanapun.
Namun jika hanya sebatas memegang kitab dan dibaca semata (tanpa melakukan pengkajian mendalam untuk
diamalkan dan disebarkan), maka ia lebih tepat menyandang gelar Ph.D alias Pengen Halqoh Doang atau lebih
tepat masuk kategori ‘pengemban kitab’. Inilah orang yang biasanya hanya mengejar kepuasan intelektual semata,
atau memang benar-benar telah terasuki virus individualis-pragmatis-opurtunis akut.
Bedanya Aktivis dan Pasifis
Selain itu, para pengemban kitab lebih cenderung disibukkan dengan aktivitas duniawi, dan dakwah hanyalah
menjadi ‘persinggahan akhir’ dengan waktu, harta, fikiran, dan tenaga sisa. Maka sering kali terlihat fenomena
kekosongan barisan pada saat-saat penting. Tidak terlihat aktivitas pergerakan hingga nampak menciptakan suatu
sikon yang menghantarkan pada kevakuman. Tenggelam dalam kesibukan sendiri, sementara dalam dakwah hanya
sebagai ‘penumpang’ atau bahkan ‘pengungsi’ yang lebih banyak diam dan berpasrah menerima nasib dari hasil
perjuangan yang lain.
Alih-alih mengecap diri sebagai aktivis, sejatinya adalah orang yang ingin enak semata tanpa ingin merasakan pahitgetirnya perjuangan. Inilah para pasifis yang tidak pantas masuk ke dalam barisan dakwah, karena hanya akan
menyita perhatian dan menguras daya-upaya dari yang lain yang lebih pantas dikerahkan keluar untuk
memaksimalkan hasil dakwah.
3. Bedanya Pejuang Dakwah dan Perusak Dakwah
Orang-orang yang hanya menjadi pengemban kitab semata dan memilih pasif dalam dakwah inilah, yang cenderung
menjadi sasaran empuk syetan untuk dijadikan sebagai kendaraan dalam merusak dakwah dan perjuangan Islam.
Mereka hanya bisa mengkritik orang lain, namun menolak mengkritik diri sendiri dan kritik orang lain padanya. Hanya
mencari kejelekan dan kekurangan lain tanpa mengevaluasi diri sendiri.
Perusak dakwah selalu mencari pembenaran dalam kesalahannya, dan menutup diri dari introspeksi diri. Inilah para
pecundang yang merasa dirinya sebagai pejuang. Terkadang melegalisir interaksi lawan jenis dengan alasan yang
sangat dipaksakan dan dibuat-buat, akibatnya terjerumus dalam jurang yang dalam dan kelam. Dalam
pembicaraannya tercampur kebohongan, janjinya tak lepas dari ingkar, amanah yang diemban disalah gunakan
sehingga terjebak khianat.
Para pejuang dakwah adalah orang-orang yang memperjuangkan tegaknya kemuliaan dan kehormatan Islam dan
kaum muslimin, maka kehormatan dan kemuliaan dirinya pun harus senantiasa dijaga. Kesalahan dan khilaf adalah
temannya hidup, namun ampunan dan rahmat Allah SWT jauh lebih besar. Maka janganlah menutup diri dengan
pembenaran akan maksiat-maksiat yang merusak diri dan dakwah, segeralah bergerak menuju ampunan dan
syariat-Nya.
Bangkit dan berjuanglah dengan bersungguh-sungguh hingga kita layak menjadi orang-orang terbaik yang layak
mendapatkan pertolongan dari-Nya. Rapatkan barisan, berjuang bersama menuju tegaknya Islam secara kaffah.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menerima amal perjuangan kita.
Wallahu a’lam.[]Oleh : Inshany al-Fatah MRv