4. Tari Bambangan Cakil merupakan salah
satu tari
klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa
Tengah.
Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu
adegan
yang ada dalam pementasan Wayang Kulit
yaitu
adegan Perang Kembang. Tari ini
menceritakan
5. Kesatria ( Pandawa ) adalah tokoh yang
bersifat
halus dan lemah lembut, sedangkan
Raksasa
menggambarkan tokoh yang kasar dan
beringas.
dalam pementasan wayang Kulit, adegan
perang
kembang ini biasanya keluar tengah-tengah
atau
di Pathet Sanga . Perang antara Kesatria
(Bambangan) melawan raksasa ini sangat
6. Pandawa, yang dalam tarinya
mempergunakan
ragam tari halus yang dipakai untuk tokoh
ksatria
seperti Abimanyu, Sumitra dan sebagainya.
Peperangan berakhir dengan tewasnya
Cakil, akibat
tertusuk kerisnya sendiri. Kalau bambangan
mempergunakan tari ragam alusan, maka
Cakil
dibawakan dengan ragam tari bapang. Tari
ini
7. Tari ini mengandung nilai filosofi yang tinggi,
dimana kejahatan, kesombongan, kecongkakan&
sebagainya ternyata tidak ada artinya, karena
akan tertumpas habis oleh kebaikan.Pada
bentuk ketigadengan pola gerak perang hingga
Cakil mati. Tarian itu terkandung makna filosofis
bahwa yang benar pasti menang. Tarian itu
memiliki makna yang dalam, yaitu kebenaran
akan selalu menang.
12. TARI GOLEK MENAK
Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik
gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak
berawal dari ide sultan setelah menyaksikan
pertunjukkan Wayang Golek Menak yang
dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu
pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek
Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti
menarikan wayang Golek Menak.
13. Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka
Sri Sultan merencanakan ingin membuat suatu
pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang.
Proses penciptaan dan latihan untuk melaksanakan ide
itu memakan waktu cukup lama. Pagelaran perdana
dilaksanakan di Kraton pada tahun 1943 untuk
memperingati hari ulang tahun sultan. Bentuknya
masih belum sempurna, karena tata busana masih
dalam bentuk gladi resik.
14. Hasil pertama dari ciptaan sultan tersebut
mampu menampilkan tipe tiga karakter yaitu :
• tipe karakter puteri untuk Dewi Sudarawerti
dan Dewi Sirtupelaeli,
• tipe karakter putra halus untuk Raden Maktal,
• tipe karakter gagah untuk Prabu Dirgamaruta
• Tiga tipe karakter tersebut ditampilkan dalam
bentuk dua beksan, yaitu perang antara Dewi
Sudarawerti melawan Dewi Sirtupelaeli, serta
perang antara Prabu Dirgamaruta melawan
Raden Maktal.
15. Kemudian sultan ingin menyempurnakan tarian
golek menak dan penyempurnaan tersebut
disetujui oleh 6 lembaga, yaitu antara lain: (1) Siswo
Among Rekso, (2)Pusat Latihan Tari Bagong
Kusudihardjo, (3) Sekolah Menengah Karawitan
Indonesia (SMKI), (4) Mardawa Budaya, (5) Paguyuban
Surya Kencana, (6) Institut Seni Indonesia (ISI). Tim
penyempurnaan tari Golek Menak bekerja sesuai
dengan petunjuk-petujuk
sultan.
16. PERKEMBANGAN KOSTUM TARI GOLEK MENAK
Dulu tata busana untuk tari golek menak masih
menggunakan busana yang telah ada dengan
tambahan serta modifikasi seperlunya karena
perancangan tata busana seperti yang
diinginkan sultan menuntut biaya yang
Besar. Namun sekarang tari golek menak sudah
memakai pakaian wayang golek menak
17. IRINGAN TARI GOLEK MENAK
Dari segi iringan, tari Golek Menak secara
umum diiringi oleh gamelan berlaras pelog.
Teknik kendangnya adalah
batang, mengadopsi kendangan
Sunda, ditambah dengan instrumen berupa
kecrek dan keprak/dhodhogan seperti pada
wayang kulit.
18. GERAKAN TARI GOLEK MENAK
gerak-gerak tari dalam tari Golek Menak
menirukan gerak golek atau boneka kayu seperti
pada Wayang Golek Menak. Patokan baku tari
tetap bersandar pada Joged Mataram sebagai
pedoman baku tari Jawa gaya Yogyakarta, yang
dimodifikasi dengan titik berat pangkal gerak
pada lambung, dan gerak kaki yang diringankan.
19. Struktur dramatisnya mengikuti pola pada
wayang orang, hanya saja pola gerak pada tari
Golek Menak membatasi gerak-gerak
persendian. Masih berkisar pada masalah gerak
tari, Golek Menak memasukkan pula unsur
gerakan Pencak Silat dari Sumatra Barat untuk
adegan perangnya.
24. TARI JAIPONG
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari
kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung,
Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat
yang salah satunya adalah Ketuk Tilumenjadikannya
mengetahui dan mengenal betul perbendaharan polapola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
25. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong
berhasildikembangkan oleh Seniman Sunda
menjadi tarian yangmemasyarakat dan sangat
digemari oleh masyarakat Jawa Barat(khususnya),
bahkan populer sampai di luar Jawa Barat
26. Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan
mengingatkan orangpada sejenis tari tradisi
Sunda yang atraktif dengan gerak yangdinamis.
Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian
dominandalam pola gerak yang lincah, diiringi
oleh pukulan kendang.
27. KOSTUM TARI JAIPONG
Kostum untuk menari jaipong terdiri dari dua
jenis yakni kostum klasik dan kontemporer
modern. Dua model ini semua dipakai untuk
pentas. Namun Gerakan pada tari jaipong
lebih energi dari pada tari klasik jawa, maka
dari itu pemilihan kostum lebih longgar.
Terutama pada bawahan, agar lebih leluasa
bergerak.
32. TARI LILIN
Tarian Lilin pada asasnya merupakan sebuah tarian
yang dipersembahkan oleh sekumpulan penari
dengan diiringi sekumpulan pemuzik. Para penari ini
akan membawa lilin yang dinyalakan pada piring
yang dipegang pada setiap belah tangan mereka.
Penari ini akan menarikan tarian secara berkumpulan
dengan memusingkan piring yang mempunyai lilin
yang menyala secara berhati-hati agar piring tersebut
sentiasa mendatar, dan lilin tidak terpadam.
33. Asal usul Tarian Lilin dipercayai berasal dari
Sumatera. Kononnya seorang gadis telah ditinggalkan
oleh tunang yang pergi berdagang mencari harta.
Semasa peninggalan tunangnya itu gadis telah
kehilangan cincin pertunangan. Gadis tersebut
mencari-cari cincin hingga larut malam dengan
menggunakan lilin yan4g diletakkan pada piring.
Gerakan badan yang
meliuk, membongkok, mengadah (berdoa)
melahirkan keindahan sehingga peristiwa ini telah
melahirkan Tarian Lilin di kalangan gadis-gadis
kampung itu.
34. Keunikan tari Lilin terletak pada properti yang
digunakan para penari yaitu piring dan lilin. Lilin yang
menyala di piring diletakkan di kepala, kedua telapak
tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas dan di
kepala penari yang menari di atas piring, sehingga
menimbulkan nilai estetis berupa keunikan-keunikan ,
baik pada pola lantai maupun geraknya yang
menyerupai arca dewa Syiwa, serta kostumnya yang
sangat mewah.
35. Konsentrasi tinggi, keseimbangan tubuh dan
ketenangan jiwa para penari sangat dituntut, dalam
menarikan tari Lilin Siwa. Geraknya lebih banyak
menggunakan gerakan tangan yang selalu
menggunakan properti piring dan lilin, dengan gerakan
yang lemah gemulai melambangkan kelembutan para
gadis Palembang yang mengalir seperti aliran sungai
Musi. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita remaja
berusia kurang lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya
minimal tiga orang.
36. Tari Lilin dapat dipandang sebagai
lambang, jika dilihat melalui gerak, pola lantai
tari Lilin Siwa, dan kostum mengandung arti
simbol-simbol tertentu yang menyimpan nilainilai masa lalu (Primodial) Hindu.
37. Tarian lilin merupakan sejenis kesenian Istana
dan ditarikan pada waktu malam bagi
menimbulkan nyalaan lilin tersebut. Ini kerana
tarian lilin memerlukan penarinya giat berlatih
agar dapat mengawal pergerakan dengan lilin
yang menyala tanpa kemalangan.
42. ASAL USUL TARI PAKARENA
Tari Pakarena berasal dari Kabupaten
Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam
bahasa Gowa ‘pakarena’ berasal dari kata
‘karena’ yang memiliki arti ‘main’ sedangkan
imbuhan ’pa’ berarti ’pelakunya’. Tari
pakarena sering ditarikan keluarga kerabat
Kerajaan Gowa sebagai bentuk kecintaan
Sultan Hasanuddin (Raja Gowa Ke XVI) pada
tarian ini.
43. Tidak ada yang tahu pasti mengenai asal
muasal tarian ini namun cerita yang
berkembang di masyarakat Gowa bahwa tari
pakarena berawal dari sebuah mitos yang
menceritakan dua penghuni negeri yang
berbeda yaitu boting langi (negeri kahyangan)
dan penghuni lino (bumi).
44. Diceritakan pada saat menunggu detik-detik
perpisahan kedua negeri ini, boting langi
mengajarkan penghuni lino mengenai tata
cara hidup mulai dari cara bercocok
tanam, beternak hingga cara berburu lewat
gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki.
Akhirnya sebagai ungkapan syukur penhuni
lino kepada penghuni boting langi, penghuni
lino meramu setiap gerakan tersebut menjadi
sebuah tarian yang dikenal dengan tari
pakarena.
45. Penari pakarena haruslah wanita yang
berjumlah empat sampai tujuh orang.
Mengapa wanita? Karena tarian ini pada
dasarnya mencerminkan karakter wanita
Gowa yang lembut, sopan, setia, dan patuh.
Mereka membalut keindahan gerakan tari
Pakarena tersebut dalam kostum cerah
berwarna merah, putih, hijau dan kuning.
46. GERAKAN PAKARENA
Tari pakarena memiliki estetika gerakan indah
yang tersirat dalam setiap gerak tangan dan
kaki si penari. Dalam pementasannya, tarian
ini selalu diiringi dua buah gendang, kannongkannong, gong, kancing dan sepasang puikpuik (suling) yang dimainkan pemain musik
pria yang biasanya berjumlah tujuh orang.
47. KOSTUM TARI PAKARENA
Kostum lengkapnya tediri dari baju pahang
(tenunan tangan), lipa ’sa’ be (sarung sutra
khas Sulawesi Selatan), dan perhiasanperhiasan berupa kalung, gelang dan hiasan
sanggul, dan tidak boleh ketinggalan kipas
berukuran besar.