1. 1
Materi Budaya local, hasil Donlud
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI ASET BUDAYA BANGSA
Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik masing-masing
keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu mengandung nilai-nilai luhur
memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masa-masa lalu merupakan sumber nilai dan
inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup, mempertahankan diri dan merajut
kesejehteraan kehidupan mereka. Artinya masing-masing etnis itu memiliki kearifan lokal
sendiri, seperti etnis Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat
muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang
lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan
keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-etnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja,
Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan
keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa
nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang
ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses pembangunan
kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi
dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan karakter dan
intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat dalam
persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam
bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu
dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Keanekaragaman budaya daerah tersebut merupakan potensi sosial yang dapat membentuk
karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting
bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman
merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu
dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan
modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat
tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan
budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat
relevan dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan
dikembangkan lebih jauh.
Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai meredup, memudar,
kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya pelestarian hanya nampak sekedar
pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun terakhir, budaya masyarakat sebagai sumber daya
kearifan lokal nyaris mengalami reduksi secara menyeluruh, dan nampak sekadar pajangan
formalitas, bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk
komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.
Kenyataaan tersebut mengakibatkan generasi penerus bangsa cenderung kesulitan untuk
menyerap nilai-nilai budaya menjadi kearifan lokal sebagai sumber daya untuk memelihara dan
meningkatkan martabat dan kesejahtaraan bangsa. Generasi sekarang semakin kehilangan
kemampuan dan kreativitas dalam memahami prinsip kearifan lokal. Khusus kearifan lokal
Lampung adalah prinsip hidup “Piil Pesenggiri”. Hal ini disebabkan oleh adanya penyimpangan
kepentingan para elit masyarakat dan pemerintah yang cenderung lebih memihak kepada
kepentingan pribadi dan golongan dari pada kepentingan umum. Kepentingan subyektivitas
kearifan lokal ini selalu dimanfaatkan untuk mendapatkan status kekuasaan dan menimbun harta
dunia. Para elit ini biasanya melakukan pencitraan ideal kearifan lokal di hadapan publik seolah
membawa misi kebaikan bersama. Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa pada realisasinya
justeru nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak lebih hanya sekedar alat untuk
memperoleh dan mempertahan kekuasaan. Pada gilirannya, masyarakat luas yang struktur dan
hubungan sosial budayanya masih bersifat obyektif sederhana makin tersesat meneladani sikap
dan perilaku elit mereka, juga makin lelah menanti janji masa depan, sehingga akhirnya mereka
pesimis, putus asa dan kehilangan kepercayaan.
2. 2
Materi Budaya local, hasil Donlud
Namun demikian, meski masyarakat cemas bahkan ragu terhadap kemungkinan nilai-nilai luhur
budaya itu dapat menjadi model kearifan lokal, akan tetapi upaya menggali kearifan lokal tetap
niscaya dilakukan. Masyarakat adat daerah memiliki kewajiban untuk kembali kepada jati diri
mereka melalui penggalian dan pemaknaan nilai-nilai luhur budaya yang ada sebagai sumber
daya kearifan lokal. Upaya ini perlu dilakukan untuk menguak makna substantif kearifan lokal,
di mana masyarakat harus membuka kesadaran, kejujuran dan sejumlah nilai budaya luhur untuk
sosialisasikan dan dikembangkan menjadi prinsip hidup yang bermartabat. Misalnya nilai budaya
“Nemui-Nyimah” sebagai kehalusan budi diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus dalam
pergaulan hidup. Piil Pesenggiri sebagai prinsip hidup niscaya terhormat dan memiliki harga diri
diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, kreativitas dan peranan yang bermanfaat bagi
masyarakat, demikian juga dengan makna-makna kearifan lokal nilai-nilai budaya lainnya.
Kemudian pada gilirannya, nilai-nilai budaya ini harus disebarluaskan dan dibumikan ke dalam
seluruh kehidupan masyarakat agar dapat menjadi jati diri masyarakat daerah. Keberadaan Piil
Pesenggiri merupakan aset (modal, kekayaan) budaya bangsa yang perlu dilindungi dan
dilestarikan untuk meningkatkan kesadaran jatidiri bangsa untuk diteruskan kepada generasi
berikutnya dalam keadaan baik.
Dalam proses kompromi budaya, kearifan lokal bukan hanya berfungsi menjadi filter ketika
terjadi benturan antara budaya lokal dengan tuntutan perubahan. Lebih jauh, nilai-nilai budaya
lokal berbicara pada tataran penawaran terhadap sumberdaya nilai-nilai kearifan lokal sebagai
pedoman moral dalam penyelesaian masalah ketika sebuah kebudayaan berhadapan dengan
pertumbuhan antagonis berbagai kepentingan hidup.
Sebagaimana contoh pada kehidupan masyarakat lokal, proses kompromi budaya selalu
memperhatikan elemen-elemen budaya lokal ketika berhadapan dengan budaya-budaya yang
baru. Elemen-elemen itu dipertimbangkan, dipilah dan dipilih mana yang relevan dan mana pula
yang bertentangan. Hasilnya selalu menunjukkan wajah sebuah kompromi yang elegan, setiap
elemen mendapatkan tempat dan muncul dalam bentuknya yang baru sebagai sebuah kesatuan
yang harmonis.
Tentu saja terbentuknya kesatuan yang harmonis itu tidak lepas dari hasil kompromi keadilan
yang menyentuh kepentingan berbagai pihak. Kepentingan-kepentingan yang dimaksud sangat
luas cakupannya, tetapi secara garis besar meliputi berbagai permasalahan yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup manusia, terutama yang bersifat primer dan praktis. Bagi pembuat
kebijakan harus mampu memilah dan memilih proses kompromi yang menguntungkan semua
pihak, kemudian menyikapi, menata, menindak¬lanjuti arah perubahan kepetingan-kepentingan
itu agar tetap dalam prinsip kebersarnaan. Kebudayaan sebagai lumbung nilai-nilai budaya lokal
bisa menjadi sebuah pedoman dalam upaya rnerangkai berbagai kepentingan yang ada secara
harmonis, tanpa ada pihak yang dikorbankan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini perlu dikaji tentang pengertian kearifan lokal piil pesenggiri
dan implementasinya yang berkaitan dengan regulasi penataan harmonisasi kehidupan
masyarakat, dapat diakomodasikan dengan baik dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan
kesejehtaraan dan keadilan sosial.
KEARIFAN LOKAL DAN IMPLENTASINYA DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT
1. Pengertian Kearifan Lokal
Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan
ruang interaksi di mana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal
secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang
diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Dengan
kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-nilai
luhur budaya setempat. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang
3. 3
Materi Budaya local, hasil Donlud
bersifat umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang
menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal
didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah,
2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau
peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).
2. Piil Pesenggiri dan Implentasinya
Bentuk kearifan lokal Lampung yang khas mengandung nilai budaya luhur adalah Piil
Pesenggiri. Piil Pesenggiri ini mengandung pandangan hidup masyarakat yang diletakkan
sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan.
Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai
pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang
memiliki Piil Pesenggiri yang kuat, berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh
tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri itu mendorong orang untuk
bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang
menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat
seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-tengah masyarakat.
Unsur-unsur piil pesenggiri (prinsip kehormatan) selalu berpasangan, juluk berpasangan dengan
adek, nemui dengan nyimah, nengah dengan nyappur, sakai dengan sambai. Penggabungan itu
bukan tanpa sebab dan makna. Juluk adek (terprogram, keberhasilan), nemui nyimah (prinsip
ramah, terbuka dan saling menghargai), nengah nyappur (prinsip suka bergaul, terjun dalam
masyarakat, kebersamaan, kesetaraan), dan sakai sambaian (prinsip kerjasama, kebersamaan).
Sementara itu bagi masyarakat adat Lampung Saibatin menempatkan Piil Pesenggiri dalam
beberapa unsur, yaitu: ghepot delom mufakat (prinsip persatuan); tetengah tetanggah (prinsip
persamaan); bupudak waya (prinsip penghormatan); ghopghama delom beguai (prinsip kerja
keras); bupiil bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan keberhasilan).
Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan sekedar prinsip kosong, melainkan mempunyai nilai-nilai
nasionalisme budaya yang luhur yang perlu di dipahami dan diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Sejatinya Piil Pesenggiri tidak diungkapkan melalui pemujaan diri
sendiri dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang yang jauh lebih
unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain utk membahagiakan seseorang. Seorang
yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya,
sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah
memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar
dengan orang lain.
Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian yang memiliki
kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang lain,
yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti
mampu membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi, bertanggung
jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan berlebihan dalam mengagungkan
kemampuan diri sendiri merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya
kehormatan seseorang (Abdul Syani, 2010: http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/).
Secara ringkas unsur-unsur Piil Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Juluk-Adek
Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat) terdiri dari kata juluk dan adek, yang masing-masing
mempunyai makna; Juluk adalah nama panggilan keluarga seorang pria/wanita yang diberikan
pada waktu mereka masih muda atau remaja yang belum menikah, dan adek bermakna
gelar/nama panggilan adat seorang pria/wanita yang sudah menikah melalui prosesi pemberian
gelar adat. Akan tetapi panggilan ini berbeda dengan inai dan amai. Inai adalah nama panggilan
keluarga untuk seorang perempuan yang sudah menikah, yang diberikan oleh pihak keluarga
4. 4
Materi Budaya local, hasil Donlud
suami atau laki-laki. Sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang laki-laki
yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri.
Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh karena itu juluk-adek
merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang bersangkutan. Biasanya penobatan
juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini
biasanya mengikuti tatanan yang telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam
struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh; Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin,
Minak, Kimas dst. Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula
urutannya tergantung pada adat yang berlaku pada kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota masyarakat Lampung harus
memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud prilaku pergaulan
kemasyarakatan sehari-hari. Juluk-adek merupakan asas identitas dan sebagai sumber motivasi
bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan
perbuatannya dalam setiap perilaku dan karyanya.
b. Nemui-Nyimah
Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja nemui
yang berarti mertamu atau mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda “simah”,
kemudian menjadi kata kerja “nyimah” yang berarti suka memberi (pemurah). Sedangkan secara
harfiah nemui-nyimah diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi
dan menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan
ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta
silaturahmi. Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung
umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi, dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu
terpelihara dengan prinsip keterbukaan, kepantasan dan kewajaran.
Pada hakekatnya nemui-nyimah dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk
menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian, maka elemen
budaya nemui-nyimah tidak dapat diartikan keliru yang mengarah kepada sikap dan perbuatan
tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan norma kehidupan sosial yang berlaku.
Bentuk konkrit nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat dewasa ini lebih tepat
diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial dan rasa setiakawan. Suatu keluarga yang
memiliki keperdulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya berpandangan luas ke depan
dengan motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan orang lain.
c. Nengah-Nyappur
Nengah berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja yang berarti berada di
tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda cappur menjadi kata kerja nyappur yang
berarti baur atau berbaur. Secara harfiah dapat diartikan sebagai sikap suka bergaul, suka
bersahabat dan toleran antar sesama. Nengah-nyappur menggambarkan bahwa anggota
masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul
dan bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan
golongan. Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan
tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap
ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap
terhadap perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa
sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah
nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib dan seklaigus merupakan embrio dari
kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan. Melihat
kondisi kehidupan masyarakat Lampung yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk
daerah ini telah menjalankan prinsip hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif.
Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga menumbuhkan
sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian menggabarkan bahwa anggota
5. 5
Materi Budaya local, hasil Donlud
masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja
keras dan gigih untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Nengah-nyappur merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk mufakat. Sebagai modal
untuk bermusyawarah tentunya seseorang harus mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
luas, sikap toleransi yang tinggi dan melaksanakan segala keputusan dengan rasa penuh
tanggung jawab. Dengan demikian berarti masyarakat Lampung pada umumnya dituntut
kemampuannya untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang wajar, yaitu dalam arti sopan
dalam sikap perbuatan dan santun dalam tutur kata. Makna yang lebih dalam adalah harus siap
mendengarkan, menganalisis, dan harus siap menyampaikan informasi dengan tertib dan
bermakna.
d. Sakai-Sambaiyan
Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk
benda dan jasa yang bernilai ekonomis yang dalam prakteknya cenderung menghendaki saling
berbalas. Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok
orang atau untuk kepentingan umum secara sosial berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan
balasan.
Sakai sambaiyan berarti tolong menolong dan gotong royong, artinya memahami makna
kebersamaan atau guyub. Sakai-sambayan pada hakekatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi
serta solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada
umumnya.
Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu berpartisipasi
dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan,
sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian itu memiliki
nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Sakai sembayan
senantiasa menjaga sikap kebersamaan, termasuk di dalamnya sikap saling tolong menolong,
terutama terhadap kaum yang lemah dalam pengertian menyeluruh, baik lahir maupun batin.
Ternyata bukan hanya orang Lampung memiliki piil pesenggiri, di Batak ada dalihan na tolu, di
Padang ada adat basendi syara, syara bersendi Kitabullah, Banten ada kiyai dan jawara, di
Madura ada carok, di Bugis ada syiri.
Di Jawa, lebih banyak lagi ragam nilai-nilai budaya yang senantiasa dijadikan pedoman hidup;
ada 2 (dua) pedoman hidup orang jawa yang populer dari sekitar 10 (sepuluh) lebih yang ada,
yaitu:
1. tri ojo (ojo kagetan/jangan gampang kaget/tawaqkal, ojo gumunan/jangan mudah
eran/arif/bijak, dan ojo dumeh/jangan mentang2/rendah hati).
2. sugih tampo bondo (kaya tanpa didasari kebendaan), digdoyo/sekti tanpo aji (berwibawa tanpa
mengandalkan kekuasaan/kekuatan), ngluruk tampo bolo (berjuangan tanpa perlu membawa
massa), dan menang tampo ngasorake (menang tanpa mempermalukan/merendahkan yang lain).
Oleh karena itu, maka para aparat pemerintah tidak boleh pamer kekayaan (sugih tampo bondo),
jangan unjuk kekuasaan (digdoyo tampo aji), jangan terlalu demonstratif dalam tindakan
persuasif (ngluruk tampo bolo), dan jangan terlalu unjuk kemenangan (menang tampo
ngasorake). Konsep ini dirumuskan para bangsawan, tetapi apa arti kebangsawanannya tanpa
rakyat. Karena itu, rakyat tidak boleh disakiti. Tetapi kenyataannya banyak rakyat ditekan
sedemikian rupa, dilarang unjuk pendapat, unjuk rasa, atau protes atas kebijakan yang sepihak.
Di pihak lain ada budaya pepe dalam kehidupan masyarakat jawa, apabila ada resi yang protes
atas kebijakan orang istana, ia harus menjemur dirinya (pepe), menentang matahari di alun alun
dan jalan menuju istana. Nanti akan datang hulubalang yang akan menanyakan, protes perihal
apa hingga ia menjemur diri, menentang mata hari. Barulah disampaikan protes dan ujuk
pendapat secara baik. Maka, muncul istilah di kultur Jawa yaitu jo ngidoni Srengenge (jangan
meludahi mata hari).
6. 6
Materi Budaya local, hasil Donlud
Karena itu apa yang dimaksud kebudayaan secara ideal pasti berkaitan dengan cita-cita hidup,
sikap mental, semangat tertentu seperti semangat belajar, ethos kerja, motif ekonomi, politik dan
hasrat-hasrat tertentu dalam membangun jaringan organisasi, komunikasi dan pendidikan dalam
semua bidang kehidupan. Kebudayaan merupakan jaringan kompleks dari symbol-ssimbol
dengan maknanya yang dibangun masyarakat dalam sejarah suatu komunitas yang disebut etnik
atau bangsa.
Dengan cara pandang seperti itu, dapat dipahami mengapa negara dituntut memenuhi
kewajibannya untuk merawat, memelihara, mengembangkan dan menghidupkan kebudayaan
yang telah ada dalam sejarah masyarakat. Pemeliharan dan pengembangan itu
diimplementasikan dalam pendidikan formal dan non-formal, dalam bentuk kebijakan-kebijakan,
serta bantuan keuangan, sarana dan prasarana, serta dalam bentuk jaminan hukum dan politik
agar kebudayaan berkembang dan selalu tumbuh dengan sehat.
Dalam prakteknya kearifan lokal itu harus memiliki keinginan yang membumi untuk memerangi
semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM. Artinya, harus
berusaha mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran akibat korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan. Perilaku korupsi, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala
fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, berprilaku sewenang-wenang
dalam menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain
contohnya gemar menerima sogokan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
SIMPULAN
Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di dalam kearifan lokal itu
umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya terdokumentasi dengan baik. Di samping itu ada
norma-norma sosial, baik yang bersifat anjuran, larangan, maupun persyaratan adat yang
ditetapkan untuk aktivitas tertentu yang perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu
dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan lokal
tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan
pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.
Modal dasar bagi segenap elit dan segenap agen pembaharu bangsa adalah perlu adanya
ketulusan untuk mengakui kelemahan, ikhlas membuang egoisme, keserakahan, bersedia
menggali kekuatan nilai-nilai budaya yang ada pada kelompok masyarakat daerah masing-
masing, dan bersedia berbagi dengan pihak lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit
di berbagai tingkatan harus mampu menjadi garda depan, bukan sekedar bisa berbicara dalam
janji, tapi harus mampu memberikan bukti tindakan nyata dalam bentuk keberpihakan pada
kepentingan masyarakat. Harapannya adalah untuk menyatukan gerak langkah antara satu sama
lain, masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga ada
jalan menuju kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera.
Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif nilai-nilai kearifan lokal.
Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan
pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma
kesopanan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya
pengembangan prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu
dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri
masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi
dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa
yang majernuk masing-masing merajut kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai
semangat nasionalisme yang kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan
dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa,
bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
Kemudian diperlukan proses pelembagaan yang harus dikembangkan agar proses pembangunan
nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, memberi
keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat, mendukung proses komunikasi dan membuka ruang
publik, mendorong munculnya pernerintah yang terorganisasi dengan baik dan sangat responsif,
serta mempercepat lahirnya elit yang matang dan fleksibel dalam berpolitik.
7. 7
Materi Budaya local, hasil Donlud
Budaya Lokal
Pada awal pembentukan disiplin antropologi di Indonesia, para ahli etnografi berusaha untuk
mendeskripsikan berbagai macam kebudayaan yang tersebar luas di tanah air. Penelitian tersebut
ditulis dalam buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang berisi
esai atau kumpulan tulisan mengenai laporan etnografi kebudayaan suku bangsa di Indonesia.
Konsep Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat
tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok
masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep
budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-
batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi
yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk
merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya
telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi
oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak
ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di
Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang
berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula. Wilayah Indonesia memiliki
kondisi geografis dan iklim yang berbeda-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang
beriklim tropis hingga wilayah pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju.
Perbedaan iklim dan kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal
di Indonesia.
Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang secara bergelombang dari daerah Cina Selatan
sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis Indonesia yang luas tersebut telah
memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk menetap di daerah yang terpisah satu sama lain.
Isolasi geografis tersebut mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara
tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya. Setiap
suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan
emosional serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok masyarakat tersendiri.
Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut mengembangkan kepercayaan bahwa mereka
memiliki asal-usul keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang
berbentuk mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat istiadat
dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor,
Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap
suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan
geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup dan
adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku
bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang
tinggal di pesisir pantai Aceh.
Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, masyarakat awal pada
zaman praaksara yang datang pertama kali di Kepulauan Indonesia adalah ras Austroloid sekitar
20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul kedatangan ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000
tahun lalu. Ras yang datang terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500
tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke
Australia dan sisanya hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia Mongoloid
berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia
bagian barat. Ras-ras tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku bangsa di Indonesia.
Kondisi tersebut juga mendorong terjadinya kemajemukan budaya lokal berbagai suku bangsa di
Indonesia. -
8. 8
Materi Budaya local, hasil Donlud
Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250 bahasa daerah, daerah hukum adat,
aneka ragam kebiasaan, dan adat istiadat. Namun, semua bahasa daerah dan dialek itu
sesungguhnya berasal dari sumber yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Di
antara suku bangsa Indonesia yang banyak jumlahnya itu memiliki dasar persamaan sebagai
berikut.
a. Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, seperti bentuk rumah dan adat
perkawinan.
b. Asas-asas persamaan dalam hukum adat.
c. Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas kekeluargaan.
d. Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
Gambar – Berbagai suku bangsa di Indonesia
Ciri Budaya Lokal
Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu
suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat
yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial
memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan
orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial,
hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas yang
tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial tersebut
dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat
di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa.
Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek
kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa contoh dari
aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di
dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk
itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian,
dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.
Antropologia
Clifford Geertz, seorang antropolog dari Amerika Serikat yang banyak menulis mengenai
kebudayaan Bali dan Jawa menguraikan gambaran acara selamatan dalam masyarakat Jawa
dalam karya monumentalnya The Religion of Java (Abangan, Santri, dan Priyayi). Karya ini
memberikan gambaran bahwa salah satu aspek dari kebudayaan masyarakat Jawa yang tak
lekang dimakan usia adalah budaya selamatan. Sampai sekarang, kita masih bisa menemukan
acara selamatan meskipun dalam kemasan yang berbeda di daerah perkotaan dan pedesaan.
Karyanya mengenai kebudayaan Bali yang begitu detail dan kaya akan data lapangan serta
interpretasi yang mengagumkan ditulis dalam buku NEGARA The Theatre State in Nineteenth
Century Bali (Negara Teater: Kerajaan-Kerajaan di Bali Abad Sembilan Belas).
Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang dilakukan secara individual ataupun
secara kolektif. Tujuannya adalah untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat yang dilakukan
oleh suatu kelompok sosial tertentu. Misalnya, keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah
kelompok masyarakat yang paling sering melakukan ritual selamatan sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan, seperti gerebeg, sedekah bumi, upacara apeman, dan gunungan yang
masih dilaksanakan sampai sekarang.
Di daerah Bali, beberapa bentuk kebudayaan lokal masih dilaksanakan sampai saat ini. Misalnya,
mebanten atau membuat sesaji setiap hari sebanyak tiga kali oleh masyarakat Bali sebagai
perwujudan rasa syukur, hormat, dan penyembahan kepada Tuhan. Konsep kepercayaan
9. 9
Materi Budaya local, hasil Donlud
masyarakat Bali yang menjadi budaya adalah adat untuk melilitkan kain berwarna hitam dan
putih pada batang pohon yang besar, tiang, dan bangunan di setiap daerah di Pulau Bali. Selain
itu, contoh budaya lokal adalah upacara Ngaben yang saat ini menjadi tontonan para wisatawan
yang datang ke Bali. Ngaben adalah upacara tradisi membakar jenazah orang yang sudah
meninggal sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.
Upacara Ngaben di Pulau Bali
Salah satu aktivitas masyarakat Bali yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal adalah sistem
pengairan di Bali yang disebut Subak. Subak adalah salah satu bentuk gotong royong atau sistem
pengelolaan air untuk mengairi lahan persawahan berbentuk organisasi yang anggotanya diikat
oleh pura subak. Di dalam sistem subak terdapat pembagian kerja berdasarkan hak dan
kewajiban sebagai anggota subak. Oleh karena itu, apabila ada warga yang tidak menjadi
anggota maka ia tidak berhak atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta
bebas dari semua kewajiban di sawah dan pura.
Budaya lokal di Indonesia mempunyai berbagai perbedaan. Sukusuku bangsa yang sudah banyak
bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan budaya modern, seperti suku Jawa,
Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal yang berbeda dengan suku bangsa
yang masih tertutup atau terisolasi seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan atau suku
bangsa Wana di Sulawesi Tengah. Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial
akibat adanya perbedaan perilaku yang dilandasi nilai-nilai budaya yang berbeda. Oleh karena
itu, diperlukan konsep budaya yang mengandung nilai kebersamaan, saling menghormati,
toleransi, dan solidaritas antarwarga masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama.
Misalnya, para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di Yogyakarta. Para mahasiswa
tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki budaya dan adat istiadat yang
berbeda-beda. Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan
sehari-hari apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan rasa toleransi dan
saling menghormati antarpenghuni rumah indekos. Sikap toleransi antarpenghuni rumah indekos
tersebut akan muncul apabila didasari prinsip relativisme budaya yang memandang bahwa setiap
kebudayaan tersebut berbeda dan unik serta tidak ada nilai-nilai budaya suatu kelompok yang
dianggap lebih baik atau buruk dibanding kelompok lainnya.
Konsep Budaya Lokal
Secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Jadi budaya daerah adalah suatu sistem atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya daerah terbentuk
dari berbagai unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seniserta bahasa.
Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,
pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
1) Mampu bertahan terhadap budaya luar
2) Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3) Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4) Mempunyai kemampuan mengendalikan
5) Mampu memberi arah pada perkembangan budaya
10. 10
Materi Budaya local, hasil Donlud
Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.
2.2. Permasalahan Budaya Lokal
Dalam permasalahan pada budaya lokal, telah di analisiskan dengan analisis SWOT sebagai
berikut:
A. Kekuatan (Strength)
1) Kekuatan dari suatu nilai kearifan dalam berbudaya lokal adalah perlu adanya bimbingan
terhadap generasi muda kita agar nilai dalam unsur kebudayaan yang ada di indonesia tetap
melekat pada diri generasi muda kita sehingga tidak hilang suatu ajaran yang bernilai positif
pada kebudayaan yang ada di indonesia.
2) Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap social yang menyadari akan kebersamaan ditengah
perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk
diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan social yang multicultural.
3) Nilai moral sosial itu terkait hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam melakukan hubungan tersebut, manusia perlu memahami norma-norma
yang berlaku agar hubungannya dapat berjalan lancar atau tidak terjadi kesalah pahaman.
4) Nilai kearifan lokal menyama braya; mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan
pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka
sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam
suka dan duka
B. Kelemahan (Weakness)
1) Kurang adanya partisipasi kepada seluruh kalangan masyarakat ataupun generasi muda untuk
mempertahankan suatu kebudayaan yang ada di indonesia, kebudayaan yang turunan dari leluhur
kita dan banyak sekali mengandung arti tersendiri bagi bangsa indonesia yaitu nilai arti dalam
kehidupan sosial baik dalam bertutur kata yang baik ataupun tingkah laku.
2) Seiring dengan perkembangan pesatnya suatu zaman sehingga nilai dari kearifan kebudayaan
yang ada maka tertinggalah suatu nilai kebudayaan di indonesia sehingga sedikit sekali
masyarakat indonesia yang masih melestarikan budaya indonesia yang ada pada saat ini.
3) Kurang dapat perhatian dari pemerintah sekitar mengenai kearifan kebudayaan yang ada
disekitarnya sehingga masyarakat sekitarnya kurang begitu mau mempelajarinya sehingga
norma-norma yang terkandung dalam suatu kearifan kebudayaan yang ada di indonesia sedikit
terlupakan.
4) Lemahnya bangsa indonesia akan pentingnya pelestarian kebudayaan yang telah dimiliki karena
bangsa indonesia sendiri memiliki banyak kekayaan budaya sehingga banyak wisatawan asing
yang ingin berkunjung ke indonesia untuk melihat langsung kebudayaan ataupun kesenian yang
ada di indonesia.
C. Peluang (Opportunity)
1) Indonesia mampu bersaing dengan negara lain mengenai suatu unsur kearifan dalam
kebudayaannya karena indonesia itu memiliki suatu nilai norma kehidupan yang terkandung
dalam karakteristik setiap seseorang sehingga terciptalah suatu arti bihneka tunggal ika.
2) Mampu menciptakan daya tarik tersendiri kepada wisatawan mancanegara untuk datang ke
indonesia, karena indonesia itu sendiri memiliki keaneka ragaman suku bangsa dan budaya serta
memiliki norma-norma kehidupan yang baik dalam berperilaku sehari-hari sehingga banyak
wisatawan asing mencontoh nilai kebudayaan bangsa indonesia untuk dikembangkan lagi
dinegaranya pada saat dia kembali.
3) Mempunyai nilai tersendiri bagi bangsa indonesia untuk bersaing dalam kemajuan teknologi
yang terjadi pada zaman sekarang sehingga nilai karakteristik yang terdapat pada bangsa
indonesia tidak hilang karena indonesia dikenal oleh negara lain dengan negara yang mempunyai
kebubayaan yang banyak dan mempunyai kekayaan alam yang dapat mencukupi kehidupan
setiap warga negaranya.
4) Dapat memajukan nilai kearifan kebudayaan indonesia dengan suatu tindakan atau perilaku
yang baik dan mencerminkan bahwa bangsa indonesia dalam bertutur kata atau dalam kehidupan
keseharian mempunya sifat ramah tamah sehingga mempunyai daya tarik tersendiri untuk negara
lain sehingga mereka mau berkujung ke indonesia
11. 11
Materi Budaya local, hasil Donlud
D. Tantangan/Hambatan (Threats)
1) Tantang bagi seluruh kalangan masyarakat indonesia adalah bagaimana caranya melestarikan
budaya indonesia agar kebudayaan dan cerminan perilaku bangsa indonesia dalam berbudaya
tidak punah dan tidak pula ketinggalan zaman.
2) Kemajuan pesat teknologi pada saat ini sehingga sedikit sekali masyarakat indonesia
mempunyai peranan penting dalam tanggung jawab bersama sebagai dalam memajukan
kebudayaan yang ada di indonesia.
3) Terlalu mengesampingkan perihal mengenai kebudayaan yang ada di indonesia dan
masyarakat indonesia juga terlalu mengikuti perkembangan zaman jadi sedikit sekali
perhatian terhadap setiap warga negara indonesia dalam berpartisipasi memajukan budaya
indonesia.
4) Kearifan dalam sifat perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari perlu mendapatkan
perhatian khusus karena pada dasarnya ini semua kembali kepada masyarakat indonesianya
juga untuk melestarikan kebudayaan yang ada di indonesia.
2.3. Pengertian Generasi Muda
Generasi muda sekarang ini menjadi bahan pembicaraan oleh semua kalangan masyarakat,
karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya sebagai pemegang nasib
bangsa ini, maka generasi mudalah yang menentukan semua apa yang dicita-citakan bangsa dan
Negara ini.
Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah “angkatan “seperti ;
angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya. Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono
Kartadiharjo : “ditinjau dari dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat
dipandang sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi modern ) :
“generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan
keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”.
Dalam pola pembinaan dan pengembangan generasi muda ( Menteri Muda Urusan Generasi
muda Jakarta 1982) secara umum generasi muda diartikan sebagai golongan manusia yang
berusia muda.25 Pengertian generasi muda dalam lokakarya tentang generasi muda yang
diselenggarakan tanggal 4 – 7 Oktober 1978, dibedakan dalam beberapa kategori :
a) Biologi : generasi muda adalah mereka yang berusia 12-15 tahun ( remaja ) dan 15-30
tahun ( generasi muda ).
b) Budaya, generasi muda adalah mereka yang berusia 13-14 tahun.
c) Angkatan kerja, yang dibuat oleh Depkaner adalah yang berusia 18-22 tahun.
d) Kepentingan perencanaan pembangunan, yang disebut sebagai sumber daya manusia
muda adalah yang berusia 0-18 tahun
e) Idiologi politik, generasi muda yang menjadi pengganti adalah mereka yang berusia 18-40
tahun.
f) Lembaga dan lingkungan hidup sosial, generasi muda dibedakan menjadi 3 kategori :
- Siswa, yakni usia 6-8 tahun
- Mahasiswa, yakni usia 18-25 tahun
- Pemuda yang berada diluar sekolah / PT berusia 15-30 tahun
Dalam pengertian GBHN 1993 telah dijelaskan menjadi anak, remaja, dan pemuda,
sedangkan ditinjau dari segi usia adalah sebagai berikut :
1) Usia 0-5 tahun di sebut balita
2) Usia 5-12 tahun di sebut anak usia sekolah
3) Usia 12-15 tahun di sebut remaja
4) Usia 15-30 tahun di sebut pemuda, dan
5) Usia 0-30 tahun di sebut generasi muda.
Mengenai persepsi tentang generasi muda sampai sekarang ini belum ada kesepakatan
para ahli, namun pada dasarnya ada kesamaan mengenai pengertian generasi muda tersebut,
yaitu beralihnya seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa remaja atau muda dengan
disertai perkembangan fisik dan non fisik (jasmani, emosi, pola pikirannya dan sebagainya ).
Jadi generasi muda itu adalah sebagai generasi peralihan. Dan dalam pandangan orang tua
belum dewasa generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang harus dipersiapkan
dalam mencapai cita-cita bangsa, bila generasi muda telah dipercaya dan mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi dalam memperjuangkan amanah itu maka suatu bangsa tidak
akan sia-sia dalam mendidik generasi tersebut, maka dari itu nilai yang dibangun dalam
12. 12
Materi Budaya local, hasil Donlud
membentuk generasi muda ini adalah untuk menyiapkan penerus bangsa untuk melanjutkan
perjuangan para pahlawan.
2.4. Krisis Identitas dan Jati DiriKrisis identitas dan jati diri telah menyebabkan sebagian
generasi muda Indonesia mudah mengekor dan ikut-ikutan terhadap apapun yang dijejalkan
kepada mereka. Barat sebagai pihak yang mendominasi globalisasi dianggap unggul, sehingga
apapun yang datang dari barat dianggap baik dan diadopsi begitu saja tanpa disikapi secara kritis.
Budaya membeo dan mengekor ini telah menyebabkan sebagian generasi muda terlihat kebarat-
baratan, ke-jepang-jepangan, ke-korea-koreaan atau bahkan berideologi marx, komunis dan
sebagainya.
Krisis identitas juga telah menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan „kharisma‟ dan
„pengakuan‟ dari negara lain. Bangsa Indonesia seakan kehilangan ciri khusus, keunikan dan
partikularitas. Dalam pergaulan Internasional, misalnya, ketika berbicara mengenai Islam maka
yang menjadi sorotan adalah negara-negara sekitar wilayah Timur Tengah. Meskipun pada
kenyataannya, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan ciri
keislaman yang unik dan khas, yang seharusnya turut mewarnai wacana keislaman secara global.
Sebaliknya, wacana Islam keindonesiaan tidak tampak di situ.
Sebagai tambahan, krisis identitas juga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa
nasionalisme pemuda. Budaya asing yang terbawa bersama globalisasi tidak membentuk pola
pikir, namun menawarkan nilai. Tidak membebaskan namun menghilangkan kesadaran.
Sehingga pemuda yang terbiasa dengan nilai budaya asing akan menentang nilai-nilai budaya
lokal. Menganggap segala yang berbau lokal terbelakang, tertinggal dan perlu diubah. Dari sini
nasionalisme akan tergerus, terkikis bahkan pada akhirnya akan hilang.
2.5. Perlunya Nilai Budaya Lokal Pada Generasi Muda
Rasa bangga akan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal seharusnya mulai dipupuk sejak dini
untuk menghindari krisis identitas dan jati diri generasi muda.
Nilai-nilai primordial tidak selalu berarti bersikap eksklusif dan memandang segala hal
secara konservatif tanpa menerima nilai budaya lain. Berideologi lokal berarti menjadikan nilai-
nilai lokal sebagai filter dalam menerima nilai budaya asing. Berkearifan lokal juga berarti
bersikap terbuka dan terus menerima masukan dari budaya manapun dalam rangka memperkaya
dan mengaktualisasikan nilai-nilai budaya lokal.
Pemuda yang telah mengenal dan mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sejak dini akan
menggunakannya sebagai pisau analisis dalam membedah dan memisahkan unsur nilai dari
unsur teknologi. Ia akan bisa menentukan mana hal yang perlu diadopsi dan mana yang perlu
dintinggalkan. Ia akan selalu bersikap kritis dalam menyikapi setiap fenomena yang dihadapinya.
Dengan identitas yang jelas, pemuda semacam ini tidak akan mudah mengekor dan ikut-ikutan
mengadopsi nilai budaya lain. Sehingga, ia akan tetap menjadi manusia Indonesia modern berciri
lokal.
Selain terjaminnya nasionalisme pemuda, identitas yang jelas juga akan memberikan rasa
percaya diri kepada generasi muda untuk membawa dan memperkenalkan partikularitas yang
melekat kuat pada tradisi bangsa dalam pergaulan internasional. Nantinya ciri khusus ini akan
tersebar, dikenal dan dihargai sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Dengan begitu,
Indonesia akan punya kharisma dan nilai khusus yang bisa dibanggakan di mata dunia
internasional.
2.6. Peran Generasi Muda Terhadap Budaya Lokal
Generasi Muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya daerah.
Dalam konteks keberlanjutan budaya apabila Generasi Muda sudah tidak lagi peduli terhadap
budaya daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika generasi mudanya memilki
kecintaan dan mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap
ada disetiap generasi.
Generasi muda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah,
sehingga budaya asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya
daerah tersebut.
Besarnya pengaruh budaya asing terhadap budaya daerah ini yang membuat para generasi
muda yang peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter setiap budaya
yang masuk ke daerah. Jangan sampai generasi muda lengah dan bahkan mengikuti budaya
budaya yang bertentangan dengan budaya daerahnya.
Setidaknya ada beberapa peran generasi muda dalam memajukan budaya daerah ,diantaranya :
13. 13
Materi Budaya local, hasil Donlud
a. Memperkuat Akidah
Akidah merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh para generasi muda untuk
meneruskan nilai budaya luhur bangsa Indonesia. Kuat dan tidaknya pondasi ini juga akan
menetukan seberapa kuat character suatu bangsa.
Bila para generasi mudanya sudah tidak memiliki jati diri yang kuat maka budaya asing pun
akan mudah dengan leluasanya menggeser budaya suatu daerah.dan sebaliknya jika suatu daerah
memiliki jatidiri yang kuat maka akan sangat sulit budaya asing untuk bisa masuk, apalagi
mengantikan buadaya daerah tersebut.
Maka dari itu generasi muda seharusnya lebih menguatkan jatidiri dan kecintaanya pada
suatu budaya yang akan mereka warisi nantinya.
b. Meningkatkan Intelektualitas
Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini
para generasi muda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan
melalui intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu
budaya.
Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini,
sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para generasi muda bisa memberikan pemahaman dan
pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-
masing.
Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai
mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan
intelektual muda.
Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia mestinya bisa
di tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung nilai-nilai luhur
dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan.
c. Generasi muda sebagai aset masa depan
Sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para generasi muda untuk terus
berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang
telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.
Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para generasi muda menggali potensi
dirinya dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah
tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah
kita.
Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya
untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah
hamper punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi..
Kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya
daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana
agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.
Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya
daerah yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya
untuk melestarikan budaya daerahnya.
Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah akan tetap ada dan kejayaan
dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di oleh generasi penerusnya kelak.
d. Kesadaran Melestarikan Budaya
Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang
baru”, demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih
sulit mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Konsisi seperti ini bisa kita lihat
begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti
lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para
generasi muda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai
ditinggalkan oleh masyarakat saat ini.
Sejatinya, kesadaran untuk melestarikan budaya daerah ini idealnya memang harus dimulai
dari para generasi muda, karena di pundaknyalah ada potensi besar yang perlu mendapat
motivasi dari berbagai pihak
14. 14
Materi Budaya local, hasil Donlud
2.7. Pengaruh Budaya Lokal Terhadap Generasi Muda
Dengan adanya budaya lokal di Indonesia, ternyata dapat mempengaruhi perilaku generasi muda.
diantaranya:
1) Dapat membentuk suatu kecintaan pada generasi muda terhadap budayanya sendiri dan dari
kencintaan budaya itu sendiri menjadi suatu cerminan perilaku atau tindakan dalam kehidupan
sehari-seharinya.
2) Sebagai pembekalan diri kepada setiap generasi muda untuk tidak meninggalkan unsur
budaya yang ada di indonesia. Karena generasi muda pada saat ini hidup diera globalisasi
dengan sudut pandang yang sangat berbeda dengan kehidupan generasi muda pada zaman
dahulu sebelum era globalisasi.
3) Membentuk kesadaran terhadap generasi muda kita supaya kebudayaan kita tidak punah
dengan seiring perkembangan zaman pada saat ini dan perlu adanya penanaman cinta dan
kasih sayang antar semua maysrakat indonesia dengan saling menghargai setiap kebudayaan
dari setiap daerah yang ada.
4) Lebih menghargai nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan
cinta tanah air yang dirasakan semakin kuat.
Makna Kearifan Budaya Lokal
Untuk generasi muda pada era ini masih ada yang belum mengerti apa itu budaya, sehingga
kurangnya antisipasi untuk melestarikan budaya kita sendiri. secara umum budaya diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia , jadi budaya lokal adalah suatu
sistem atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya lokal ini terbentuk dari berbagai unsur,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni serta bahasa.
Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-
pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
4. memunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain,
Kita generasi muda sebagai jalan untuk penerus eksistensi budaya daerah dan kecintaan kita
pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja
sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya
kelestarian budaya daerah tersebut.
Dengan berdirinya kelompok muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya daerah
yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya untuk
melestarikan budaya daerahnya. Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah
akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di
oleh generasi penerusnya kelak.
15. 15
Materi Budaya local, hasil Donlud
2.2 Tindakan Generasi Muda Terhadap Budaya sendiri
Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya sendiri. Dalam
konteks keberlanjutan budaya apabila generasi muda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya
daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika pemudanya memilki kecintaan dan mau
ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap generasi.
Pemuda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya
asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut.
Besarnya pengaruh budaya asing atau negara lain terhadap budaya daerah ini yang membuat
para generasi muda yang peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter
setiap budaya yang masuk ke daerah. Jangan sampai pemuda lengah dan bahkan mengikuti
budaya budaya yang bertentangan dengan budaya daerahnya.
Setidaknya ada beberapa peran dan tindakan generasi muda dalam memajukan budaya daerah,
diantaranya :
Meningkatkan Intelektualitas
Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para
pemuda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui
intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya.
Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini ,
sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para pemuda bisa memberikan pemahaman dan
pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-
masing.
Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai
mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan
intelektual muda. Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia
mestinya bisa di tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung
nilai-nilai luhur dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan.
Kesadaran Melestarikan Budaya
Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”,
demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit
mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Kondisi seperti ini bisa kita lihat
begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti
lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para
pemuda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan
oleh masyarakat saat ini.
Sejatinya, kesadaran untuk melestarikan budaya daerah ini idealnya memang harus dimulai dari
para generasi muda, karena di pundaknyalah ada potensi besar yang perlu mendapat motivasi
dari berbagai pihak .
2.3 Dampak Positif mempertahankan budaya lokal
Sebagai generasi penerus ,walaupun tidak mudah untuk mempertahankan budaya ini ,tetapi
seharusnya dari kesulitan itu harus di jadikan acuan dan target dalam mempertahankan budaya
kita sendiri. Dampaknya adalah :
1). Semakin majunya budaya bangsa
2).memiliki eksistensi budaya yang semakin tinggi di masyarakat
3). Dapat membanggakan negara dengan mengapresiasikan budaya sendiri
4). Bangga karena budaya lokal adalah suatu identitas dan kehormatan suatu bangsa
5). Dapat mempertahankan ketahanan budaya sendiri terhadap pengaruh budaya luar
16. 16
Materi Budaya local, hasil Donlud
2.4 Dampak Negatif tidak mempertahankan budaya lokal
Yang sungguh memprihatinkan terhadap generasi muda pada zaman ini apabila tidak
mempertahankan budaya negara sendiri , dapat berakibat :
1). Lunturnya nilai-nilai budaya Indonesia
2). Berakibat budaya kita direbut oleh negara lain
3). Kebudayaan Indonesia banyak yang terkontaminasi oleh budaya luar
4). Turunnya ketahanan budaya nasional
5). Lebih mudahnya budaya luar masuk dan menyaingi budaya lokal
3.1 Kesimpulan
Pada bahasan kali ini kita dapat menyimpulkan bahwa sudah selayaknya dan sudah menjadi
kewajiban kita para pemuda untuk terus berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan
peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun
bentuk bangunan bersejarah.
Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para pemuda menggali potensi dirinya dan
berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan
oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.
Maka pemerintah bersama masyarakat dan khususnya generasi muda sekaligus penerus budaya
lokal perlu menjaga, melestarikan dan mengangkat kearifan budaya lokal yang sebenarnya tidak
kalah dengan budaya luar.
3.1 Pengertian Budaya Lokal
Budaya lokal adalah nilai – nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbantuk
secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu – kwaktu. Budaya lokal tersebut
bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat.
Budaya pada hakikatnya adalah suatu hal yang diturunkan secara turun – temurun oleh nenek
moyang kita. Semua hal itu cukup luas, contohnya adalah sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Lokal sendiri diartikan sebagai
sebuah daerah. Jadi, pengertian dari budaya lokal adalah suatu hal yang dipercaya atau
digunakan dalam kehidupan sehari – hari di dalam sebuah daerah. Budaya lokal biasanya
menjadi sebuah ciri khas dari sebuah daerah. Misalkan budaya lokal yang dimiliki oleh
masyarakat jawa tengah dalam hal berbicara yaitu berkata dengan lembut dan juga sopan dan
santun.
3.2 Ciri Budaya Lokal
Ciri – ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu
suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama diantara anggota masyarakat
yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Bentuk
kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di jawa.
3.3 Pengertian Generasi Muda
Generasi Muda adalah terjemahan dari young generation lawan dari old age. Youth mengandung
arti populasi remaja/anak muda/pemuda yang sedang membentuk dirinya. Melihat kata
“Generasi muda” yang terdiri dari dua kata yang majemuk, kata yang kedua adalah sifat atau
keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam kelompok usia muda yang diwarisi
cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak dini telah diwarnai oleh kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan dan kegiatan politik. Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu
bangsa merupakan “Young Citizen”. Pengertian generasi muda erat hubungannya dengan arti
17. 17
Materi Budaya local, hasil Donlud
generasi muda sebagai generasi penerus. Yang dimaksud “Generasi Muda” secara pasti tidak
terdapat satu definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang
mengartikannya tergantung dari sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk
pelaksanaan suatu program pembinaan bahwa “Generasi Muda” ialah bagian suatu generasi yang
berusia 0 – 30 tahun.
3.4 Peran Generasi Muda Dalam Memajukan Budaya Lokal
Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya lokal. Dalam
konteks keberlanjutan budaya lokal apabila pemuda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya
lokal daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika pemudanya memilki kecintaan dan
mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap
generasi.
Pemuda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya
asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut.
Besarnya pengaruh budaya asing terhadap budaya daerah ini yang membuat para pemuda yang
peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter setiap budaya yang masuk
ke daerah. Jangan sampai pemuda lengah dan bahkan mengikuti budaya budaya yang
bertentangan dengan budaya daerahnya.
Setidaknya ada beberapa peran pemuda dalam memajukan budaya daerah ,diantaranya :
a. Memperkuat Akidah
Akidah merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh para pemuda untuk meneruskan nilai
budaya luhur bangsa Indonesia. Kuat dan tidaknya pondasih ini juga akan menetukan seberapa
kuat character suatu bangsa.
Bila para pemudanya sudah tidak memiliki jatidiri yang kuat maka budaya asing pun akan
mudah dengan leluasanya menggeser budaya suatu daerah.dan sebaliknya jika suatu daerah
memiliki jatidiri yang kuat maka akan sangat sulit budaya asing untuk bisa masuk, apalagi
mengantikan buadaya daerah tersebut.
Maka dari itu pemuda seharusnya lebih menguatkan jatidiri dan kecintaanya pada suatu budaya
yang akan mereka warisi nantinya.
b. Meningkatkan Intelektualitas
Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para
pemuda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui
intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya.
Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini ,
sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para pemuda bisa memberikan pemahaman dan
pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-
masing.
Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai
mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan
intelektual muda.
Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia mestinya bisa di
tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung nilai-nilai luhur
dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan.
18. 18
Materi Budaya local, hasil Donlud
c. Pemuda sebagai aset masa depan
Sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para pemuda untuk terus berusaha dan
berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah
ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.
Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para pemuda menggali potensi dirinya dan
berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan
oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.
Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya untuk
berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah hamper
punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi..
Kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya
daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana
agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.
Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya
daerah yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya
untuk melestarikan budaya daerahnya.
Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah akan tetap ada dan kejayaan dimasa
lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di oleh generasi penerusnya kelak.
d. Kesadaran Melestarikan Budaya
Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”,
demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit
mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Konsisi seperti ini bisa kita lihat
begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti
lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para
pemuda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan
oleh masyarakat saat ini.
Sejatinya, kesadaran untuk melestarikan budaya daerah ini idealnya memang harus dimulai dari
para pemuda, karena di pundaknyalah ada potensi besar yang perlu mendapat motivasi dari
berbagai pihak
19. 19
Materi Budaya local, hasil Donlud
BUDAYA LOKAL/DAERAH DAN NASIONAL PROBEMATIKA PEDAGOGIS PMK
DI INDONESIA
2.1 Pendidikan Multikultural
Menurut Ainulyakin dalam windakutubuku.blogdetik.com pendidikan multikultural pada
awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran terhadap para imigran baru dan sebagai
alat kontrol sosial penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil.
Indonesia adalah negara multikultur terbesar karena kondisi geografis dan budaya yang beragam.
Selain itu beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan masyarakatnya juga
menyebabkan Indonesia menjadi negara multikultur.
1. Kroeber dan Kluckhohn
Budaya menurut definisi deskriptif:
cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan
hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk
budaya
Budaya menurut difinisi historis :
cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke
generasi berikutnya
Budaya menurut definisi normatif:
bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang
membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua, menekankan
peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku
Budaya menurut definisi psikologis:
cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang
membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun
emosionalnya
Budaya menurut definisi struktural:
mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari
budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari
perilaku konkret
Budaya dilihat dari definisi genetis:
definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap
bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan
tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya
1. Lehman, Himstreet, dan Batty
Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat
mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu
2. saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan
keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri
3. Mofstede
Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-
anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa dikatan juga
bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang
mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia
4. Bovee Dan Thill
Budaya adalah system sharing atas simbol – simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai,
harapan, dan norma-norma untuk berperilaku
5. Murphy Dan Hildebrandt
Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian
in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal dalam suatu kelompok
juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan
yang lainnya
6. Mitchel
Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar , pengetahuan,
moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu – individu dan masyarakat,
20. 20
Materi Budaya local, hasil Donlud
yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya
serta orang lain.
Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang
beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman hidup,
pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada
dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma, simbol-
simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing.
Budaya Lokal
Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan
terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun
secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah
definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. berikut penjelasannya:
Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:
kebudayaan nasional;
Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah.
Contoh : Budaya Sunda;
Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini
tidaklah bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong
Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan
dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya.
Contoh : budaya individualisme
Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini
berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat
yang bersifat manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi.
Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau budaya
daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek ruang, biasanya ini
bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya lokal atau daerah yang
dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang berkembang yaitu misalnya
budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional adalah
akumulasi dari budaya-budaya daerah.
Definisi Jakobus itu seirama dengan pandangan Koentjaraningrat (2000). Koentjaraningrat
memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana menurutnya, suku bangsa
sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan ‟kesatuan
kebudayaan‟. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya.
Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan
kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional.
Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan
hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka; tetapi
termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada jauh
dibelakang apa yang tampak tersebut.
Contoh Budaya Lokal
Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Suku sunda adalah salah satu
suku yang memiliki berbagai kebudayaan daerah, diantaranya pakaian tradisional, kesenian
tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya.
Diantara sekian banyak kebudayaan daerah yang dimiliki oleh suku sunda adalah sebagai berikut
:
1. Pakaian Adat/Khas jawa Barat
Suku sunda mempunyai pakaian adat/tradisional yang sangat terkenal, yaitu kebaya. Kebaya
merupakan pakaian khas Jawa Barat yang sangat terkenal, sehingga kini kebaya bukan hanya
21. 21
Materi Budaya local, hasil Donlud
menjadi pakaian khas sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian adat nasinal. Itu merupakan suatu
bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional.
2. Kesenian Khas Jawa Barat
1. Wayang Golek
Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian yang
menapilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang Golek ini
menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang memerankan
tokoh tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi
oleh nyanyian serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang disebut dengan degung.
2. Jaipong
Jaipong merupakan tarian tradisional dari Jawa Barat, yang biasanya menampilkan penari
dengan menggunakan pakaian khas Jawa Barat yang disebut kebaya, serta diiringi musik
tradisional Jawa Bart yang disebut Musik Jaipong.
Jaipong ini biasanya dimainkan oleh satu orang atau sekelompok penari yang menarikan
berakan – gerakan khas tari jaipong.
3. Degung
Degung merupakan sebuah kesenian sunda yang biasany dimainkan pada acara hajatan.
Kesenian degung ini digunakan sebagai musik pengiring/pengantar.
Degung ini merupakan gabungan dari peralatan musik khas Jawa Barat yaitu, gendang,
goong, kempul, saron, bonang, kacapi, suling, rebab, dan sebagainya.
Degung merupakan salah-satu kesenian yang paling populer di Jawa Barat, karena
iringan musik degung ini selalu digunakan dalam setiap acara hajatan yang masih
menganut adat tradisional, selain itu musik degung juga digunakan sebgai musik
pengiring hampir pada setiap pertunjukan seni tradisional Jawa Barat lainnya.
4. Rampak Gendang
Rampak Gendang merupakan kesenian yang berasal dari Jawa Barat. Rampak Gendang
ini adalah pemainan menabuh gendang secara bersama-sama dengan menggunakan irama
tertentu serta menggunakan cara-cara tertentu untuk melakukannya, pada umumnya
dimainkan oleh lebih dari empat orang yang telah mempunyai keahlian khusus dalam
menabuh gendang. Biasanya rampak gendang ini diadakan pada acara pesta atau pada
acara ritual.
5. Calung
Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Calung, calung ini adalah kesenian
yang dibawakan dengan cara memukul/mengetuk bambu yang telah dipotong dan
dibentuk sedemikian rupa dengan pemukul/pentungan kecil sehingga menghasilkan nada-
nada yang khas.
Biasanya calung ini ditampilkan dengan dibawakan oleh 5 orang atau lebih. Calung ini
biasanya digunakan sebagai pengiring nyanyian sunda atau pengiring dalam lawakan
6. Pencak Silat
Pencak silat merupakan kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yang kini sudah
menjadi kesenian Nasional.
Pada awalnya pencak Silat ini merupakan tarian yang menggunakan gerakan tertentu
yang gerakannya itu mirip dengan gerakan bela diri. Pada umumnya pencak silat ini
dibawakan oleh dua orang atau lebih, dengan memakai pakaian yang serba hitam,
menggunakan ikat pinggang dari bahan kain yang diikatkan dipinggang, serta memakai
ikat kepala dari bahan kain yang orang sunda menyebutnya Iket.
Pada umumnya kesenian pencaksilat ini ditampilkan dengan diiringi oleh musik yang
disebut gendang penca, yaitu musik pengiring yang alat musiknya menggunakan gendang
dan terompet.
7. Sisingaan
Sisingaan merupakan kesenian yang berasal dari daerah Subang Jawa barat. Kesenian ini
ditampilkan dengan cara menggotong patung yang berbentuk seperti singa yang
ditunggangi oleh anak kecil dan digotong oleh empat orang serta diiringi oleh tabuhan
gendang dan terompet. Kesenian ini biasanya ditampilkan pada acara peringatan hari-hari
bersejarah.
8. Kuda Lumping
Kuda Lumping merupakan kesenian yang beda dari yang lain, karena dimainkan dengan
cara mengundang roh halus sehingga orang yang akan memainkannya seperti kesurupan.
Kesenian ini dimainkan dengan cara orang yang sudah kesurupan itu menunggangi kayu
22. 22
Materi Budaya local, hasil Donlud
yang dibentuk seperti kuda serta diringi dengan tabuhan gendang dan terompet.
Keanehan kesenian ini adalah orang yang memerankannya akan mampu memakan kaca
serta rumput. Selain itu orang yang memerankannya akan dicambuk seperti halnya
menyambuk kuda. Biasanya kesenian ini dipimpin oleh seorang pawang.
Kesenian ini merupakan kesenian yang dalam memainkannya membutuhkan keahlian
yang sangat husus, karena merupakan kesenian yang cukup berbahaya.
9. Bajidoran
Bajidoran merupakan sebuah kesenian yang dalam memainkannya hampir sama dengan
permainan musik modern, cuma lagu yang dialunkan merupakan lagu tradisional atau
lagu daerah Jawa Barat serta alat-alat musik yang digunakannya adalah alat-alat musik
tradisional Jawa Barat seperti Gendang, Goong, Saron, Bonang, Kacapi, Rebab, Jenglong
serta Terompet.
Bajidoran ini biasanya ditampilkan dalam sebuah panggung dalam acara pementasan atau
acara pesta.
10. Cianjuran
Cianjuran merupakan kesenian khas Jawa Barat. Kesenian ini menampilkan nyanyian
yang dibawakan oleh seorang penyanyi, lagu yang dibawakannya pun merupakan lagu
khas Jawa Barat. Masyarakat Jawa Barat memberikan nama lain untuk nyanyian
Cianjuran ini yaitu Mamaos yang artinya bernyanyi.
11. Kacapi Suling
Kacapi suling adalah kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yaitu permainan alat
musik tradisional yang hanya menggunakan Kacapi dan Suling. Kacapi suling ini
biasanya digunakan untuk mengiringi nyanyian sunda yang pada umumnya nyanyian atau
lagunya dibawakan oleh seorang penyanyi perempuan, yang dalam bahasa sunda disebut
Sinden.
12. Reog
Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Reog, kesenian ini pada umumnya
ditampilkan dengan bodoran, serta diiringi dengan musik tradisional yang disebut
Calung. Kesenian ini biasanya dimainkan oleh beberapa orang yang mempunyai bakat
melawak dan berbakat seni. Kesenian ini ditampilkan dengan membawakan sebuah alur
cerita yang kebanyakan cerita yang dibawakan adalah cerita lucu atau lelucon.
Pengertian Budaya Nasional
Budaya Nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di Negara tersebut. Itu
dimaksudkan budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah lain di
suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari Negara
tersebut. Misalkan daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi jika dapat menyatukan
perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang kuat yang bisa berlaku di semua
daerah di Negara tersebut walaupun tidak semuanya dan juga tidak mengesampingkan budaya
daerah tersebut. Contohnya Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu
Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh seluruh
pemuda berbagai daerah di Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia
dengan menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi
tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka tunggal ika”.
Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut.
Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam
wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak
berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara.
Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas.
Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap
mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh
warga masyarakat Indonesia (Suseno; 1992).
Pembatasan atau perbedaan antara budaya nasional dan budaya lokal atau budaya daerah menjadi
sebuah penegasan untuk memilah mana yang disebut budaya nasional dan budaya lokal baik
dalam konteks ruang, waktu maupun masyarakat penganutnya.
23. 23
Materi Budaya local, hasil Donlud
Dengan pelaksanaan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran diharapkan dapat
membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam
lingkungan mereka. Selain itu diharapkan peserta didik selalu menjunjung tinggi moralitas,
kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari. Perbedaan
yang ada pada masyarakat yang multikultur perlu diterima sebagai suatu kewajaran dan bukan
untuk membedakan, sehingga diperlukan sikap toleransi agar bisa hidup berdampingan secara
damai baik dalam sekala lokal, regional, nasional dan internasional.
Tekait dengan multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia, UU No 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS menghendaki bahwa pendidikan diselenggarakan:
1. Secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM, nilai:
religi, kultural, dan keberagaman suku bangsa.
2. Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
Apalagi tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati,
respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Menurut
Imron Mashadi dalam windakutubuku.blogdetik.com pendidikan multikultural bertujuan
mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur dan sejahtera tanpa perbedaan etnik,
ras, agama dan budaya. Dengan semangat membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga
tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain
2.2 Problematika Pendidikan Multikultural di Indonesia
Pembelajaran Berbasis Budaya atau pendidikan multikultural dalam aplikasi maupun pada tahap
persiapan tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen
pembelajaran.
Beberapa permasalahan pada tahap persiapan awal menurut Dikti pada Sutarno, antara lain:
1) Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
2) Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama
dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya;
3) Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat,
ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam
konteks budaya masing-masing dalam konteks pengalaman belajar yang diperoleh.
Pada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagamaan budaya Indonesia dapat menimbulkan
masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya etnis peserta didiknya
sangat beragam (Banks, 1997), antara lain:
1) Masalah “seleksi dan integrasi isi” (content selection and integration) mata pelajaran:
Sejauh mana guru mampu memilih aspek dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan
topik mata pelajaran.
Sejauh mana guru dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran yang
diajarkan, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
2) Masalah “proses mengkonstruksikan pengetahuan” (the knowledge construction process)
a. aspek budaya manakah yang dapat dipilih sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memahami konsep kunci secara lebih tepat.
b. bagaimana guru dapat menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan
mengembangkannya dalam perspektif ilmiah
24. 24
Materi Budaya local, hasil Donlud
c. bagaimana guru tidak bias dalam mengembangkan persepektif itu. Misalnya kincir air diambil
sebagai frame of reference dari khasanah budaya lokal (tradisional), tetapi dapat dipakai untuk
menjelaskan PLTA.
3) Masalah “mengurangi prasangka” (prejudice reduction)
a. bagaimana agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan media
pembelajaran menjadi tidak berprasangka bahwa guru cenderung mengutamakan unsur budaya
kelompok tertentu. Dalam perlakuan ini muncul masalah kesetaraan status budaya peserta didik
yang budayanya jarang dijadikan media pembelajaran.
b. bagaimana agar guru dapat mengusahakan “kerjasama” (cooperation) dan pengertian bahwa
strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan “kompetisi,” tetapi sebuah kebersamaan.
Contoh jika guru memilih Bagong (tokoh wayang di Jawa Tengah) untuk pembelajaran, maka
guru harus menjelaskan siapa Bagong dan mampu mengidentifikasi tokoh serupa seperti Cepot
(Jawa Barat), Sangut (Bali), Dawala dan Bawok (pesisir utara Jawa). Dengan mengambil contoh
yang sepadan, di samping guru dapat menghindari “prasangka” bahwa dia mengutamakan unsur
budaya tertentu. Situasi tersebut mendorong kebersamaan antar peserta didik dan saling
memperkaya unsur budaya masing-masing.
4) Masalah “kesetaraan pedagogy” (equity paedagogy)
Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok tertentu
dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk mempersiapkan atau memilih
unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai sumber dan pustaka,
mencari tahu dari tokoh sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan pedagogi. Guru harus
memiliki “khasanah budaya” mengenai berbagai unsur budaya dalam tema tertentu, termasuk
Tionghoa dan yang lainnya.
Misal:
a. Sastra Hikayat Rakyat dengan tema durhaka. Contoh; Malin Kundang (Minangkabau),
Tangkuban Perahu (Sunda), Loro Jonggrang (Yogyakarta).
b. Obat-obatan : jamu (Jawa), minyak kayu putih (Maluku).
c. Tekstil/tenun : batik (Jawa), kain ikat (Nusa Tenggara), songket (Melayu Deli, Palembang,
Kalimantan, Lombok, dan Bali).
d. Perahu Layar: Phinisi (Bugis-Makasar), Cadik (Madura), Lancang Kuning (Melayu).
e. Seni teater: Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah), Lenong (Betawi), Ketoprak
(Yogyakarta).
f. Tokoh Pahlawan: Dewi Sartika (Sunda), Cut Nyak Dien, Cut Meutia (Aceh), Kartini (Jawa
Tengah).
2.3 Peran Guru pada Pelaksanaan Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap
beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis,
dan agama. Pada pelaksanaannya, pendidikan multikultural di Indonesia memiliki beberapa
tantangan yang diharapkan dapat dicapai, diantaranya:
1. Bagaimana pendidikan mampu meningkatkan produktivitas kerja nasional serta
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya meningkatkan dan memelihari
pembangunan bekelanjutan
2. Bagaimana membangun kemampuan melakukan research/kajian secara komprehensif di
era reformasi dalam membangun kualitas sumber daya manusia
3. Bagaimana kemampuan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-
karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan IPTEK
dan seni dalam persaingan global
4. Bagaimana kemampuan menghadapi globalisasi bidang politik dan ekonomi
25. 25
Materi Budaya local, hasil Donlud
5. Bagaimana mempertahankan ideologi bangsa/mentalitas bangsa dalam berinteraksi
dengan ideologi secara global
Beberapa petunjuk berikut didesain untuk membantu kita lebih baik dalam mengintegrasikan isi
tentang kelompok etnis ke dalam pembelajaran dalam Pendidikan Multikultural:
1. Guru adalah variabel yang amat penting dalam mengajarkan materi etnis. Jika kita
sebagai guru sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan,
ketika kita menghadapi materi rasial di dalam bahan pelajaran atau mengobservasi
rasisme dalam pernyataan dan perilaku siswa, kita dapat menggunakan situasi ini untuk
mengajarkan pelajaran penting tentang pengalaman kelompok etnis tertentu.
2. Pengetahuan tentang kelompok etnis diperlukan untuk mengajarkan materi etnis secara
efektif. Baca paling sedikit satu buku utama yang mensurvei sejarah dan budaya
kelompok etnis.
3. Sensitiflah dengan sikap, perilaku rasial kita sendiri dan pernyataan yang kita buat sekitar
kelompok etnis di kelas. Pernyataan seperti “Duduk bersimpuh seperti orang Jawa”
adalah stereotipe orang Jawa.
4. Yakinkan bahwa kelas kita membawa citra positif tentang berbagai kelompok etnis. Kita
dapat melakukan ini dengan menayangkan majalah dinding, poster, dan kalender yang
memperlihatkan perbedaan rasial dan etnis dalam masyarakat.
5. Sensitiflah terhadap sikap rasial dan etnis dari siswa kita dan jangan menerima keyakinan
bahwa “anak-anak tidak melihat ras, kelompok kaya/miskin, warna kulit.” Karena hal ini
disangkal oleh riset. Semenjak riset pertama oleh Lasker pada tahun 1929, peneliti telah
mengetahui bahwa anak yang muda sekali sadar akan perbedaan rasial dan bahwa mereka
cenderung menerima penilaian atas berbagai kelompok ras yang normatif dalam
masyarakat luas. Jangan mencoba mengabaikan perbedaan ras dan etnis yang Anda lihat;
cobalah merespon perbedaan ini secara positif dan sensitif.
6. Bijaksanalah dalam pilihan kita dalam menggunakan materi pelajaran. Sebagian materi
mengandung stereotipe yang halus maupun mencolok atas kelompok etnis. Menjelaskan
pada siswa kalau suatu kelompok etnis seringkali distereotipkan, atau menggambarkan
materi dari sudut pandang tertentu.
7. Gunakan buku, film, video, dan rekaman yang dijual di pasaran untuk pelengkap buku
teks dari kelompok etnis dan menyajikan perspektif kelompok etnis pada siswa kita.
Beberapa sumber ini mengandung gambaran yang kaya dan kuat atas pengalaman dari
orang kulit berwarna. Siaran di televisi saat ini sudah banyak yang mengisahkan berbagai
peristiwa budaya di tanah air.
8. Berikan sentuhan warisan budaya dan etnis kita sendiri. Dengan berbagi kisah etnis dan
budaya dengan siswa, kita akan menciptakan iklim berbagi di kelas. Hal ini akan
membantu memotivasi siswa mendalami akar budaya dan etnis dan akan menghasilkan
pembelajaran yang kuat bagi siswa kita.
9. Sensitiflah dengan kemungkinan sifat kontroversial dari sebagian materi studi etnis. Jika
kita telah jelas dan paham tentang tujuan pengajaran, kita dapat menggunakan buku yang
kurang kontroversial untuk mencapai tujuan yang sama.
10. Sensitiflah dengan tahap perkembangan dari siswa kita jika kita memilih konsep, materi,
dan aktivitas yang berkaitan dengan kelompok etnis. Konsep dan aktivitas belajar bagi
anak TK dan SD seharusnya spesifik dan kongkrit. Siswa di sekolah dasar seharusnya
diajari konsep seperti persamaan, perbedaan, prasangka, dan diskriminasi daripada
konsep yang lebih tinggi seperti rasisme dan penjajahan. Visi dan biografi merupakan
wahana yang bagus untuk memperkenalkan konsep ini pada siswa di Taman Kanak-
kanak dan sekolah dasar. Kita bisa kenalkan bagaimana seorang yang memiliki
kekurangan dalam segi pendengaran dan terkucilkan dari lingkungan seperti Thomas Alfa
Edison mampu menghasilkan karya yang spektakuler. Siswa berkembang berangsur-
angsur, mereka dapat dikenalkan konsep, contoh, dan aktivitas yang lebih kompleks.
11. Memandang siswa kelompok minoritas kita sebagai pemenang. Siswa dari kelompok
minoritas ingin mencapai tujuan karier dan akademis yang tinggi. Mereka membutuhkan
guru yang meyakini bahwa mereka dapat berhasil dan berkemauan untuk membantu
keberhasilan mereka. Baik riset maupun teori menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin
mencapai prestasi akademis tinggi jika guru mereka memiliki harapan akademis yang
tinggi untuk siswa-siswanya.
26. 26
Materi Budaya local, hasil Donlud
12. Ingatlah bahwa orang tua dari siswa kelompok minoritas amat berminat dalam pendidikan
dan ingin anak-anak mereka berhasil secara akademis sekalipun orang tua mereka
terpinggirkan dari sekolah. Jangan menyamakan pendidikan dengan persekolahan. Cobalah
memperoleh dukungan dari orang tua dan menjadikan mereka partner dalam pendidikan bagi
anak-anak mereka.
13. Gunakan teknik belajar yang kooperatif dan kerja kelompok untuk meningkatkan integrasi
ras dan etnis di sekolah dan di kelas. Riset menunjukkan bahwa jika kelompok belajar itu
berkumpul dari berbagai ras, siswa dapat mengembangkan lebih banyak teman dari
kelompok rasial yang lain dan dapat memperbaiki hubungan rasial di sekolah.
14. Yakinkan bahwa permainan sekolah, pemandu sorak, publikasi sekolah, kelompok informal
dan formal yang lain berintegrasi secara rasial. Juga yakinkan bahwa berbagai kelompok
etnis dan rasial memiliki status yang sama di penampilan dan presentasi sekolah. Dalam
sekolah multirasial, jika semua pemegang peran pembimbing di sekolah diisi oleh karakter
Kulit putih, pesan penting dikirimkan pada siswa dan orang dari siswa kulit berwarna betapa
pun pesan itu diintensifkan atau tidak.
27. 27
Materi Budaya local, hasil Donlud
Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi
kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
“ Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan
karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia
untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang
kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan
yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-
Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K,
199 ”
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari
kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan,
sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara
kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh
Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa
mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan
kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika
ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan
Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32.
Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan
daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan
munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh
kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara
gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-
kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh
Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang
sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam
kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan
mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan
unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.[1]
Rumah adat
Rumah gadang, rumah adat sumatera barat
28. 28
Materi Budaya local, hasil Donlud
Berikut adalah daftar rumah adat di Indonesia:
Aceh:
o Rumoh Aceh
o Rumah Krong Bade
Sumatera Utara:
o Rumah Balai Batak Toba
o Rumah Bolon
o Omo Sebua (Nias)
Sumatera Barat:
o Rumah Gadang
o Uma (Mentawai)
Riau:
o Selaso Jatuh Kembar
o Lontiok
Kepulauan Riau: Rumah Belah Bubung
Jambi:
o Rumah Panggung
o Rumah Betiang
Bangka Belitung: Rumah Rakit
Bengkulu: Rumah Bubungan Lima
Sumatera Selatan:
o Rumah Limas
o Rumah Ulu
Lampung: Nuwo Sesat
Jakarta: Rumah Kebaya
Jawa Barat dan Banten: Rumah Kesepuhan
Yogyakarta: Bangsal Kencono
Jawa:
o Joglo (Jawa Tengah dan Jawa Timur)
o Tanean Lanjhang (Madura)
Bali: Gapura Candi Bentar
Nusa Tenggara Barat: Rumah Dalam Loka Samawa (Lombok)
Nusa Tenggara Timur:
o Lopo
o Sao Ata Mosa Lakitana
o Rumah Musalaki
Kalimantan Barat: Rumah Panjang
Kalimantan Selatan : Rumah Banjar
Kalimantan Tengah: Rumah Betang
Kalimantan Timur: Rumah Lamin
Kalimantan Utara: Rumah Baloy
Sulawesi Selatan:
o Bola Soba (Bugis Bone)
o Balla Lompoa (Makassar Gowa)
Sulawesi Barat: Tongkonan (Tana Toraja)
Sulawesi Tenggara:
o Istana Buton
o Laikas
Sulawesi Utara: Rumah Bolaang Mongondow
Sulawesi Tengah: Souraja
Gorontalo:
o Bandayo Po Boide
o Dulohupa
Maluku: Balieu (dari bahasa Portugis)
Maluku Utara: Sasadu
Papua: Honai
Papua Barat:
o Kambik (suku Moi)
o Rumsram (Biak)
o Jew (Asmat)
o Harit (Maybrat-Teminabuan)