Contenu connexe
Similaire à Metode pengajaran kelompok (20)
Plus de Sunawan Sunawan (20)
Metode pengajaran kelompok
- 1. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
METODE PENGAJARAN KELOMPOK
Oleh: Sunawan, Ph.D.
a. Diskusi Kelompok
Metode pengajaran yang berorientasi kelompok yang paling banyak
diaplikasikan adalah diskusi. Metode ini merupakan salah satu bentuk metode
bimbingan klasikal yang berpusat pada siswa. Hal ini berbeda dengan metode
pengajaran langsung yang berpusat pada guru. Diskusi didefinisikan sebagai metode
pengajaran yang dilakukan dengan pertukaran verbal ide-ide yang sudah direncanakan
oleh tiga orang atau lebih untuk memecahkan masalah atau memperjelas persoalan
yang dipimpin atau dipandu oleh pemimpin kelompok (Arends, 2007; Burdin & Byrd,
1999). Proses diskusi dapat melibatkan siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru.
Penggunaan metode diskusi dalam bimbingan klasikal memiliki banyak
keuntungan dan kelebihan. Arends (2007) memaparkan bahwa hasil diskusi kelompok
mencakup pemahaman konseptual, keterlibatan dan keterikatan siswa terhadap proses
bimbingan klasikal atau pembelajaran, serta keterampilan berpikir dan berkomunikasi.
Dinkemeyer dan Munro (dalam Romlah, 2001) menjelaskan tujuan diskusi adalah
sebagai berikut:
1) Mengembangkan pengertian terhadap diri-sendiri. Melalui proses diskusi para siswa
dapat mendapatkan balikan dari siswa lain atau konselor yang berguna untuk lebih
memahami diri mereka sendiri, seperti kelebihannya, kekurangannya, konsep diri
yang dimilikinya, dan lain-lain.
2) Mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain. Diskusi kelompok
memungkan para pesertanya untuk belajar tentang perbedaan diri mereka dengan
orang lain melalui serangkaian proses berbagi pendapat, beradu argumentasi,
mengelola konflik dalam diskusi, kepemimpinan dan seterusnya. Dengan demikian,
diskusi membuat siswa memiliki pengalaman untuk memecahkan masalah dan
konflik, berbagi peran, respek dan toleran terhadap perbedaan, dan berempati kepada
orang lain.
- 2. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
3) Mengembangkan pandangan dan keterampilan baru tentang hubungan antar manusia
(interpersonal relationship) yang meliputi:
a) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan. Diskusi kelompok memfasilitasi
siswa untuk belajar mempengaruhi orang lain, bernegosiasi, memecahkan konflik,
dan berkomunikasi secara massa.
b) Merangkum pendapat-pendapat kelompok. Saat berbagi maupun berbeda
pendapat, para siswa belajar tentang memahami pendapat orang lain termasuk
perspektif yang menjadi dasar pendapat tersebut.
c) Mencapai suatu konsensus. Berdiskusi mendorong siswa untuk belajar bagaimana
mempertemukan perbedaan pendapat dalam kelompok agar dapat menjadi suatu
kesepakatan.
d) Menjadi pendengar yang aktif. Para siswa dituntut untuk mendengarkan secara
aktif pendapat orang lain dalam berdiskusi; memahami dasar pendapat tersebut;
sudut pandang orang lain yang berpendapat; dan mengkritisi pendapat orang lain
dari sisi kelebihan dan kelemahannya.
e) Mengatasi perbedaan dengan tepat. Perbedaan dalam diskusi merupakan
keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Namun, melalui diskusi kelompok
konselor dapat membantu siswa mensikapi perbedaan pendapat tersebut dan
memanfaatkan perbedaan tersebut secara efektif dalam bentuk menciptakan
sinergi dan kerjasama antar anggota kelompok.
f) Mengembangkan keterampilan memparafrase. Para siswa dapat belajar
mengungkapkan pendapat orang lain dengan menggunakan bahasa mereka sendiri
tanpa mengurangi atau menambahi isi dan batasan pendapat orang lain. Kemampu
dalam memparafrase menunjukkan bahwa siswa mampu menangkap dan
memahami secara tepat pesan dari orang lain.
g) Mengembangkan keterampilan belajar mandiri. Para siswa dalam diskusi
kelompok memungkinkan mereka belajar mandiri dengan memanfaatkan
berbagai sumber pengetahuan selain guru, seperti teman sebaya, buku teks, dan
- 3. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
seterusnya yang mendukung peningkatan kemampuan mereka dalam
melaksanakan diskusi.
h) Mengembangkan keterampilan menganalisis, mensintesis, dan menilai.
Berdiskusi seringkali menghadapkan siswa pada berbagai pendapat dan
pandangan dari anggota kelompok lain. Dalam situasi seperti itu, para siswa
didorong untuk memahami secara kritis pendapat orang lain tersebut sehingga
mereka tidak mengalami kebingungan di antara banyak pendapat.
Diskusi kelompok dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Arends (2007) dan
Woolfolk (2008) menjabarkan tahapan diskusi kelompok sebagai berikut:
1) Mengembangkan maksud dan tujuan diskusi kelompok. Tahapan ini dilakukan
konselor dengan menyampaikan kepada siswa alasan dan tujuan yang hendak
dicapai dari kegiatan diskusi kelompok. Konselor di tahapan ini juga perlu
menyampaikan tentang peraturan yang berlaku dalam diskusi kelompok dan
perilaku-perilaku yang diharapkan dari siswa selama diskusi, seperti menghargai
pendapat orang lain, berbicara atau berpendapat secara bergantian, dan seterusnya.
2) Memfokuskan diskusi. Di tahapan ini konselor menyodorkan pertanyaan stimulasi
diskusi dan menyodorkan isu atau situasi yang membingungkan dan merangsang
siswa untuk memecahkannya. Pertanyaan dan isu yang kritis serta relevan dengan
kehidupan sehari-hari siswa sangat menentukan antusiasme siswa dalam
berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
3) Mengelola diskusi. Selama diskusi berlangsung, konselor dituntut untuk: memantau
interaksi siswa selama proses diskusi, melontarkan pertanyaan, mendengarkan ide-
ide dari para siswa, merespons ide-ide siswa, menegakkan peraturan diskusi yang
telah disepakati, mencatat atau merekam proses diskusi, dan mengekspresikan
idenya sendiri.
4) Mengakhiri diskusi. Konselor membantu mengakhiri proses diskusi dengan
merangkum atau mengekspresikan makna bagi siswa dan diri-sendiri. Pengakhiran
diskusi juga dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan seperti, ”Apa hal
utama yang kita dapatkan dari diskusi pada bimbingan klasikal kali ini?” atau, ”Poin
- 4. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
apa yang paling provokatif dan menarik yang kita dapatkan pada diskusi di
bimbingan klasikal kali ini?”
5) Debriefing. Di tahapan akhir ini, konselor meminta siswa untuk menelaah proses
diskusi yang telah dilaksanakannya dan memikirkan kembali proses-proses diskusi
yang telah dijalaninya. Beberapa pertanyaan seperti, ”Bagaimana pendapatmu
tentang diskusi yang berjalan pada bimbingan klasikal kali ini? Apakah diskusi kita
telah memfasilitasi semua orang untuk berpartisipasi dan berpendapat? Adakah
saat-saat kita mengalami jalan buntu dalam mencari ide atau solusi dari suatu
masalah pada diskusi kali ini? Hal apa saja yang dapat kita ciptakan atau lakukan
agar diskusi di masa mendatang dapat lebih provokatif dan menarik?”
Diskusi kelompok akan berjalan dengan lancar apabila pemimpin kelompok
(diskusi) dan anggota kelompok melaksanakan perannya secara tepat. Konselor dalam
diskusi kelompok dapat berperan sebagai pemimpin kelompok ataupun sebagai
anggota kelompok. Hal ini tergantung pada perencaan kegiatan diskusi kelompok.
Berikut ini adalah peranan pemimpin kelompok:
1) Menyediakan kondisi yang membantu kelancaran komunikasi, melalui: pengaturan
tempat duduk, mengatur lalu-lintas pembicaraan, menegur anggota yang
memonopoli pembicaraan dan mendorong anggota yang kurang bicara dengan cara
yang tidak menyinggung.
2) Membantu kelopok merumuskan tujuan-tujuan, menjajagi masalah yang akan
dibicarakan, bertindak sebagai sumber, dan bila perlu mencari sumber lain yang
dapat membantu kelompok memecahkan masalah.
3) Mengenalkan teknik-teknik yang dapat membantu agar diskusi berlangsung secara
lancar.
4) Menjaga supaya pembicaraan tidak menyimpang dari masalah pokok, merangkum
hasil diskusi, dan membantu kelompok mengadakan penilaian terhadap hasil yang
dicapai.
5) Memperhatikan masalah-masalah khusus yang timbul selama diskusi berlangsung.
Adapun anggota kelompok berperan untuk:
- 5. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
1) Berpartisipasi aktif dalam diskusi. Para anggota kelompok diharapkan menunjukkan
antusiasnya terhadap proses diskusi dan isu-isu yang dibahas dalam diskusi,
menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan orang lain untuk
berpendapat, menghindari upaya memonopoli waktu berbicara, dan seterusnya.
2) Datang tepat waktu, menyiapkan bahan yang akan didiskusikan dan memahami
ruang lingkup diskusi. Anggota kelompok diharapkan ’hadir’ dalam kegiatan diskusi
dan menunjukkan perhatian terhadap proses diskusi. Agar diskusi kelompok terjadi
secara menarik, maka diharapkan anggota kelompok menguasai isu-isu yang sedang
didiskusikan dan berbicara terkait dengan isu yang sedang dibahas.
3) Berusaha untuk tidak menyimpang dari topik diskusi dan bersedia berbagi waktu
berbicara dengan anggota lain.
4) Berperilaku sesuai dengan aturan diskusi yang disepakati bersama.
5) Memahami bahwa diskusi kelompok merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan
semua anggota dan bukan tempat untuk mencari kekuasaan dan melampiaskan rasa
kebencian. Kesadaran dan pemahaman ini penting untuk mengantisipasi motif-motif
siswa yang tidak sehat dalam mengikuti diskusi kelompok, seperti menguasai forum,
mengalahkan atau menyalahkan pendapat orang lain, mencari pembenaran dan
menafikkan pendapat orang lain, dan seterusnya.
Diskusi kelompok memiliki manfaat yang banyak bagi siswa ketika
diimplementasikan secara tepat dalam bimbingan klasikal. Berikut ini adalah
keuntungan dari kegiatan diskusi kelompok, yaitu:
1) Mendorong anggota kelompok menjadi lebih aktif dalam kegiatan bimbingan
klasikal karena mereka memiliki kesempatan berbicara dan memberi sumbangan
kepada kelompok.
2) Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran, perasaan dan nilai
sehingga membuat persoalan yang dibahas menjadi lebih jelas dan solusi yang
dihasilkan merupakan hasil telaah dan evaluasi dari berbagai sudut pandang dan
perspektif.
- 6. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
3) Anggota kelompok belajar untuk mendengarkan secara aktif, menerima, memahami,
dan berempati kepada orang lain orang lain.
4) Anggota kelompok dapat belajar untuk meningkatkan pengertian terhadap diri-
sendiri dan orang lain melalui balikan dari orang lain.
5) Memberi kesempatan anggota kelompok untuk belajar menjadi pemimpin.
Keterampilan ini penting mengingat kepemimpinan dan bekerja sama adalah salah
satu kompetensi penting di abad 21 (Slavin, 2018).
Meskipun memberikan manfaat yang nyata, tetapi diskusi kelompok juga
memiliki kelemahan. Berikut ini tiga kelemahan dari kegiatan diskusi kelompok:
1) Diskusi dapat menjadi salah arah jika pemimpin tidak menjalankan fungsinya.
Efektif atau tidaknya kegiatan diskusi kelompok sangat bergantung pada pemimpin
kelompok. Apabila pemimpin kelompok kurang mampu mengundang partisipasi
anggota kelompok, mengarahkan komunikasi diskusi secara tidak berimbang,
kurang mampu mengartikulasi berbagai perbedaan dalam diskusi, dan seterusnya
maka kegiatan diskusi menjadi tidak efektif dan tidak berjalan sebagai mana yang
diharapkan. Hasilnya, diskusi tidak membuahkan pengalaman belajar yang
diharapkan.
2) Ada kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh orang-orang tertentu dan siswa yang
kurang mampu berkomunikasi kurang mendapat kesempatan bicara.
3) Membutuhkan banyak waktu dan tempat yang agak luas. Apabila dibandingkan
dengan pengajaran langsung, diskusi memerlukan waktu yang lebih lama dan tempat
yang lebih luas.
b. Diskusi kelompok: Curah gagasan (brainstorming)
Curah gagasan merupakan bentuk lain dari diskusi kelompok. Diskusi curah
gagasan merupakan teknik pengeksplorasian ide maupun gagasan dari semua anggota
kelompok. Setiap anggota kelompok diminta untuk mengungkapkan ide atau gagasan.
Kesediaan dan partisipasi setiap anggota kelompok dalam berpendapat untuk
menyampaikan idenya merupakan kunci dari pelaksanaan curah gagasan. Teknik ini
- 7. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
dapat digunakan sebagai pelengkap teknik diskusi kelompok maupun pemecahan
masalah (problem solving).
Berikut ini adalah aturan dalam curah gagasan:
1) Tidak boleh memberi komentar negatif terhadap pendapat anggota lain
2) Perhatikan pada anggota yang memberi sumbangan pendapat, bukan pada mutu
tetapi pada kesediaannya mengemukakan pendapat, karena semakin banyak yang
menyumbang pendapat semakin baik
3) Perluas sumbangan pikiran anggota lain
4) Beri dorongan ide-ide yang positif
5) Catat inti setiap sumbangan pendapat
6) Tentukan batas waktu untuk memberi sumbangan-sumbangan pikiran
c. Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
Bentuk lain dari pembelajaran kelompok dalam bimbingan klasikal adalah
cooperative learning. Orlich dan kawan-kawan (2010) mendefinisikan pembelajaran
kooperatif sebagai kegiatan pembelajaran yang berbasis pendekatan kelompok kecil
untuk mengajarkan bahwa semua siswa bertanggungjawab terhadap prestasi individu
maupun kelompok. Dibandingkan dengan diskusi kelompok, pembelajaran kooperatif
mendorong setiap orang punya kontribusi yang sama kepada kelompok. Oleh
pembelajaran ini didasari pandangan bahwa keberadaan siswa dalam suatu kelas
sebagai kelompok bukan untuk saling bersaing, melainkan untuk bekerja sama
sehingga kelas dapat menciptakan suatu sinergi dalam berprestasi.
Pandangan yang menyebutkan bahwa siswa yang satu merupakan kompetitor
bagi siswa yang lain dalam berprestasi, yang ditunjukkan dengan mengurutkan siswa
berdasarkan prestasi yang dicapainya, merupakan suatu pandangan yang ditentang
dengan prinsip pembelajaran kooperatif (Slavin, 2005). Dengan demikian, setiap siswa
dalam satu kelas memiliki kesempatan yang sama untuk bisa sukses dalam belajar.
Arends (2007), Orlich dan kawan-kawan (2010) dan Slavin (2005) mengindetifikasi
hasil-hasil penting dari pembelajaran kooperatif, yaitu:
- 8. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
1) Meningkatkan pemahaman yang komprehensif tentang konten bimbingan klasikal
dan prestasi siswa.
2) Kemauan untuk toleran serta menerima keanekaragaman.
3) Memperkuat keterampilan sosial
4) Memfasilitasi siswa membuat keputusan
5) Menciptakan lingkungan belajar yang aktif
6) Meningkatkan harga diri (self esteem) siswa
7) Memadukan berbagai gaya belajar yang berbeda
8) Mempromosikan tanggung jawab kepada setiap siswa
9) Memfokus pada kesuksesan dan keberhasilan semua siswa.
Ada beberapa macam strategi pelaksanaan pembelajaran kooperatif, seperti
student teams achievement devisions (STAD), Jigsaw, peer assisted learning strategies
(PALS), belajar bersama (learning together), investigasi kelompok (group
investigation), metode informal (termasuk think-pair-share) (untuk ulasan lanjut baca
Slavin, 2005). Meski banyak strategi dalam pembelajaran kooperatif, tetapi terdapat
beberapa ciri-ciri khusus dari pembelajaran kooperatif yang diidentifikasi oleh Johnson
dan Johnson (2005) sebagai berikut:
1) Menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 siswa (microgroups)
2) Memfokus pada tugas yang harud diselesaikan
3) Menuntut kerjasama dan interaksi kelompok
4) Mengamanahkan dan mewajibkan tanggung jawab belajar kepada setiap siswa
5) Mendukung kerja dalam divisi
Dalam Kegiatan Belajar ini pembahasan metode pembelajaran kooperatif
memfokus pada STAD, Jigsaw, dan investigasi kelompok. Berikut ini adalah paparan
untuk setiap strategi tersebut.
1) STAD
Strategi STAD merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Biasanya, STAD diterapkan pada
- 9. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
pengajaran topik-topik baru secara reguler di setiap minggu. STAD dilaksanakan
dalam beberapa tahapan, yakni:
a) Siswa dari suatu kelas di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Anggota
kelompok kecil tersebut berasal dari kedua jenis gender (terdiri laki-laki dan
perempuan), dari berbagai kelompok ras, etnis, ataupun daerah, dan dengan prestasi
tinggi, sedang, serta rendah.
b) Anggota kelompok menggunakan lembar kerja siswa (LKS) ataupun bentuk
worksheet lain untuk mempelajari berbagai materi atau konten bimbingan klasikal.
Selama proses belajar di tahapan ini, para siswa didorong untuk saling membantu
mempelajari metari dengan cara tutoring, saling memberi kuis, dan melaksanakan
diskusi tim.
c) Secara individual, setiap anggota kelompok atau siswa diberi kuis mingguan atau
dua mingguan terkait konten atau materi bimbingan kelompok yang diberikan.
d) Kuis-kuis masing-masing siswa tersebut diskor berdasarkan kemajuan yang dicapai,
bukan skor absolut. Fokus penskoran adalah peningkatan atau penambahan skor
yang dicapai setiap siswa di setiap periode pemberian kuis.
2) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif dengan strategi Jigsaw dikembangkan oleh Elliot
Aronson. Pembagian dan alur kerja tim-tim Jigsaw divisualisasikan dalam Gambar ….
Adapun tahapan dari Jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Siswa diminta untuk membentuk kelompok asal yang terdiri atas 5-6 orang siswa.
Para siswa dalam tim asal merupakan kelompok belajar yang heterogen.
b) Siswa dari kelompok asal kemudian diberi tanggungjawab untuk mempelajari satu
pokok bahasan tertentu.
c) Setelah setiap siswa mendapatkan mandat untuk belajar topik tertentu, mereka
diminta untuk bergabung ke kelompok yang membahas topik yang sama (disebut
kelompok ahli). Dengan demikian, kelompok ahli merupakan kelompok yang
berasal dari berbagai kelompok asal. Materi yang dipelajari biasanya disajikan
dalam bentuk teks.
- 10. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
d) Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal setelah mereka menguasai topik
tertentu.
e) Setiap kelompok asal saling mengajari anggota kelompok lain tentang materi atau
topik yang telah dipelajarinya di kelompok ahli.
Gambar 2. Bagai pembagian jigsaw
(Sumber: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-
teknik-jigsaw/)
3) Investigasi Kelompok
Awalnya, investigasi kelompok dikembangkan oleh Herbert Thelen dan dalam
perkembangannya telah dimodifikasi oleh banyak ahli. Pada bahasan ini akan dibahas
strategi investigasi kelompok yang disampaikan oleh Sharan (dalam Slavin, 2005).
Investigasi kelompok merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang selama ini
dipandang paling kompleks prosedurnya. Terdapat enam tahapan dalam
mengimplementasikan investigasi kelompok, yaitu:
a) Pemilihan topik. Konselor dalam bimbingan klasikal terlebih dahulu menerangkan
tentang permasalahan atau isu-isu tertentu. Siswa memilih topik-topik tertentu
sesuai dengan isu atau permasalahan yang telah diterangkan konselor. Mereka
kemudian dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang keanggotaannya bersifat
heterogen. Mereka biasanya beranggotakan antara 2-6 orang.
- 11. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
b) Pembelajaran kooperatif. Siswa bersama guru bersama-sama merencanakan
serangkaian prosedur, tugas, dan tujuan belajar yang relevan dengan topik yang
dipilih dalam langkah 1.
c) Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang sudah disusun pada tahap 2.
Aktivitas pembelajaran (yang direncanakan di tahap 2) diharapkan melibatkan
berbagai kegiatan dan keterampilan. Siswa didorong untuk mengakses sumber
informasi baik dari dalam maupun luar sekolah. Konselor berperan untuk memantau
perkembangan masing-masing kelompok dan menawarkan bantuan jika diperlukan.
d) Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis, membahas dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh dari tahap 3. Kemudian, mereka merencanakan cara menyajikan dan
mempresentasikan hasilnya kepada teman-teman sekelas.
e) Presentasi produk akhir. Beberapa atau semua kelompok mempresentasikan topik-
topik yang telah mereka investigasi. Presentasi ini diharapkan membuat siswa satu
kelas merasa saling terlibat dengan pekerjaan temannya dan, yang tidak kalah
penting, mencapai perspektif yang lebih luas tentang isu atau topik yang sedang
dibahas. Presentasi ini dipandu atau dimoderatori oleh konselor.
f) Evaluasi. Tahapan ini dilaksanakan dengan menilai kontribusi masing-masing
kelompok ke hasil pekerjaan kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat diarahkan
untuk memasukkan hasil asesmen baik secara individual, kelompok, maupun kedua-
duanya.
Daftar Pustaka
Arends, R.I. 2007. Learning to Teach (7th
ed.). Diterjemahkan oleh H.P. Soetjipto &
S.M. Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Johnson, D. W., & Johnson, R. 2005. Learning Together and Alone: Cooperative,
Competitive, and Individualistic Learning. Boston, MA: Allyn & Bacon.
Romlah, T. 2001. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Semarang.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning. London: Allyn and Bacon.
Slavin, R.E. 2018. Educational Psychology: Theory and Practice (12th
ed.). New York,
NY: Pearson.
- 12. Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
Woolfolk, A. 2008. Educational Psychology: Active Learning Edition (10th
ed.).
Boston, MA: Pearson Education.