1. ANALISIS ERGONOMI TERHADAP RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA
STASIUN KERJA
Dibagian Skiving Dengan Antropometri Orang Indonesia
( Studi Kasus Di Pabrik Vulkanisir Ban )
Created by :
Adi Sutrisno
Danis Oktaviyani
Hanitri Yunianti
Siti Rahmawati
Slamet Rahayuningsih
LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2012
2. Daftar isi
Judul…………………………………………………………………………………………….. 1
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………………… 2
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………… 3
1.2 Aspek-aspek ergonomi dalam perancangan stasiun kerja………………….. 3
Bab II Pembahasan…………………………………………………………………………. 4
1.1 Pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja…………………. 4
1.2 Analisis Gerakan Operator sebelum desain (redesain)……………………… 5
Bab III Penutup……………………………………………………………………….. …… 6
1.1 Kesimpulan………………………………………………………………………… ….. 6
1.2 Saran………………………………………………………………………………………. 6
3. Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja, sehingga
manusia dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang
diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Fokus dari ergonomi adalah
manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dan
pekerja serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada faktor manusia.
Para operator dalam melakukan pekerjaannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak normal. Alat yang
terlalu kecil, dll. Sehingga dari posisi kerja operator tersebut dapat mengakibatkan timbulnya
berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang
tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidak sesuaian antara
pekerja dan lingkungan kerjanya.
Untuk itu dalam penelitian ini bergerak dalam bidang industri vulkanisir ban, dan objek
penelitian pada stasiun kerja bagian skiving dalam perancangan ulang stasiun kerja. Untuk
bagian skiving adalah merupakan proses penghalusan ban dengan mempergunakan gurinda,
dimana operator pada saat proses tersebut terlalu membungkuk untuk memegang gurinda sambil
dilakukan proses penghalusan itu. Obyek penelitian ini akan dilakukan perancangan ulang
(redesign) stasiun kerja dengan kondisi yang dapat menunjang peningkatan kerja dari
operatornya. Karena dengan kondisi kerja aman, nyaman, tentram dan menyenangkan, manusia
sebagai pekerja akan mencapai produktivitas yang tinggi serta dapat bertahan dalam jangka
waktu yang lama, berdasarkan uraian tersebut, maka kami menerapkan ergonomi dengan analisis
ergonomi terhadap rancangan fasilitas kerja pada stasiun kerja dengan antropometri orang
Indonesia pada perusahaan, agar operator bisa bekerja dengan efektif, nyaman, aman, sehat dan
efisien.
1.2 Aspek-aspek ergonomi dalam perancangan stasiun kerja.
Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah yang menyangkut
perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi
gerakan dengan tujuan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Aspek
kedua yang perlu dipertimbangkan berikutnya adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak
fasilitas kerja yang diperlukan dalam suatu kegiatan. Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya
bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti halnya dengan pengaturan
gerakan material handling.
Aspek ketiga yang menjadi pertimbangan adalah kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi
tubuh manusia (anthropometric data). Data antropometri ini terutama sekali akan menunjang
4. didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara
produk dan manusia yang memakainya.
Bab II PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja.
Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari
komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan
fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan
keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik ataupun
psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang
manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Mesin/peralatan kerja juga
berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban
kerja dan membantu melaksanakan kerja-kerja tertentu yang dibutuhkan tetapi berada diatas
kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia. Selanjutnya mengenai peranan dan fungsi dari
lingkungan fisik kerja akan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi kerja
yang akan menjamin manusia dan mesin agar dapat berfungsi pada kapasitas maksimalnya.
Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kerja seringkali dijumpai bahwa perencana sistem
kerja justru lebih memperhatikan mesin/peralatan yang harus lebih dilindungi dari pada melihat
kepentingan manusia-pekerjanya.
Berkaitan dengan perancangan areal/stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek
ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :
a. Sikap dan posisi kerja.
Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain,
pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat
penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-
kadang cendrung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu
berada pada sikap dan posisi kerja yang “aneh” dan kadang-kadang juga harus berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah,
membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi
kerja yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain
menyarankan hal-hal seperti :
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan
frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka
stasiun kerja harus dirancang- terutama dengan memperhatikan fasilitas kerjanya seperti meja
kerja, kursi dll yang sesuai dengan data antropometri-agar operator dapat menjaga sikap dan
posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana
pekerjaan-pekerjaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri.
5. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan.
Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip
ekonomi gerakan).Disamping pengaturan ini bisa memberikan sikap dan posisi yang nyaman
juga akan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi gerakan. Untuk hal-hal tertentu operator harus
mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih
mengenakkannya.
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan
kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat
mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang
atau tengkurap.
Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama
dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.
b.Antropometri dan dimensi ruang kerja.
Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia
termasuk disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data antropometri ini
akan sangat bermanfaat didalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja
(termasuk disini perencanaan ruang kerja ). Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya
peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya yang
menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum
biasanya digunakan data antropometri antara 5-th dan 95-th percentile. Untuk perencanaan
stasiun kerja data antropometri akan bermanfaat baik didalam memilih fasilitas-fasilitas kerja
yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun didalam merencanakan dimensi
ruang kerja itu sendiri.
Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja yang
ada. Didalam menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain jarak jangkauan
yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan
keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-
kegiatan tertentu.
c. Efisiensi ekonomi gerakan dan pengaturan fasilitas kerja.
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk meng-
ekonomisasikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi
kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama
tahap perancangan sistem kerja dari suatu industry.
2.2 Analisis Gerakan Operator sebelum desain (redesain).
1. a. Analisis physiological performance.
6. Energi yang dikeluarkan oleh operator yang bekerja seperti pada kondisi kerja sebelum redesain
adalah :
· Sikap/gerak badan
- Posisi berdiri membungkuk = 0,8 kcal/menit.
Tipe pekerjaan
- Kerja satu tangan ( Kategori : berat ) = 2,2 kcal/menit.
Jadi standar pengeluaran energi = 3,0 kcal/menit
Dari hasil diatas diketahui rata-rata pengeluaran energi untuk operator sebesar 5,496 kcal/menit.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perbandingan tersebut adalah pengeluaran energi rata-
rata operator telah melebihi ketentuan atau standar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kondisi yang tidak ergonomis misalnya terlalu beratnya beban kerja yang harus ditanggung oleh
tubuh bagian kanan, terutama tangan, lengan dan bahu.
1. b. Analisis Subjektivitas Operator.
Diketahui beberapa bagian tubuh yang mempunyai keluhan rasa sakit yaitu dibagian sakit/kaku
dileher, bahu kanan, lengan atas kanan, punggung, pinggang, siku kanan, pergelangan tangan
kanan dan tangan itu sendiri. Pada kondisi kerja ini, bagian-bagian tubuh sebelah kanan lebih
banyak mendapatkan beban kerja dibandingkan dengan bagian-bagian tubuh sebelah kiri, ini
disebabkan oleh tata cara dan fasilitas kerja yang membuat bagian-bagian tubuh sebelah kanan
harus selalu digunakan untuk bekerja. Tangan yang digunakan untuk memegang alat pada
skiving dan buffing adalah tangan kanan, secara otomatis bagian tubuh sebelah kanan mengalami
kesalahan yang lebih serius dibanding dengan bagian tubuh sebelah kiri. Keluhan rasa sakit pada
punggung dan pinggang disebabkan oleh operator dalam bekerjanya dengan berdiri terlalu lama.
2.3 Analisis gerakan operator setelah desain.
1. a. Physiological Performance.
Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui adanya perubahan setelah dilakukan perancangan
ulang atau redesain adalah dengan melakukan uji yang sama terhadap fasilitas kerja baru,
kemudian dibandingkan dengan pengeluaran energi sebelumnya.
Jika diketahui bahwa 1 liter oksigen menghasilkan energi sebesar 4,8 kcal, maka energi yang
dikeluarkan operator pada saat bekerja adalah 0,792 x 4,8 = 3,802 kcal/menit.
energi yang dikeluarkan oleh operator yang bekerja seperti pada kondisi kerja ini sesudah
redesain adalah :
- Sikap atau gerak badan
7. Posisi duduk = 0,3 kcal/menit. .
- Tipe pekerjaan
Lengan dua tangan ( klasifikasi : berat ) = 3.0 kcal/menit.
Jadi standar pengeluaran energi adalah = 0,3 + 3,0 = 3,3 kcal/menit.
Rata-rata pengeluaran energi untuk operator bagian ini pada kondisi sebelum redesain 5,496
kcal/menit, sedangkan rata-rata pengeluaran energi untuk operator ini pada kondisi sesudah
redesain adalah 3,802 kcal/menit. Jadi kondisi sesudah redesain Lebih ergonomis dari pada
kondisi sebelum redesain. Pengeluaran energi operator pada saat bekerja dengan kondisi sesudah
redesain ini adalah 3,3 kcal/menit.
1. b. Waktu Operasi.
Pengukuran waktu kerja operasi pada kondisi sesudah redesain ini juga dilakukan dengan stop
watch time study. Pada dasarnya aktifitas kerja pada kondisi sesudah redesain ini sama dengan
aktivitas kerja pada kondisi sebelum redesain. Hanya saja dengan perancangan fasilitas kerja
yang mempertimbangkan prinsip-prinsip ergonomi, diharapkan operator tidak akan cepat lelah
dan produktivitas kerjanyapun dapat meningkat. Aktifitas kerja pada kondisi ini juga dibreak
down menjadi 2 bagian elemen kerja yaitu skiving dan buffing.
Perhitungan waktu dan output standar.
Untuk mengetahui waktu & output standar dari operasi ini, dilakukan perhitungan, Dengan
perhitungan tersebut, maka diperoleh hasil waktu rata-rata, waktu normal, waktu standar &
output standar.
1.1 Hasil Perhitungan Waktu Standar & Output Standar
NO Elemen kerja Waktu normal Waktu Standar
1 A 4.13 4.67
2 B 5.41 6.11
Waktu standar total dari kedua elemen tersebut adalah 4,67 + 6,11 = 10,78 menit, sehingga
output yang dihasilkan berdasarkan waktu standar tersebut adalah jam kerja setiap harinya dibagi
dengan waktu standar yaitu :
Output standar = 420 mnt =39 unit/hari/orang
10.78 mnt
Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator.
8. Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
1.2 Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator antara kondisi
sebelum dan sesudah redesain.
No Yang Dibandingkan Sebelum Redesain Sesudah Redesain
1 Waktu standar 17,52 10,78
2 Output standar/hari 288 468
3 Output standar/bulan 7200 11700
4 Prod. Kerja operator 24 39
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa sudah terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan
tersebut. Selain produktivitas kerja yang turut meningkat, operatornyapun dapat bekerja dengan
nyaman dan aman. Dibandingkan dengan produktivitas kerja operator sesuai dengan perhitungan
diatas, produktivitas kerja operator berdasarkan target yang telah ditetapkan perusahaan jauh
lebih kecil, yaitu hanya sebesar 15 unit /man-hour.
a.perhalusan permukaan ban b. Stasiun kerja
skiving sesudah redesain
9. Bab III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan evaluasi ergonomi yang telah dilakukan terhadap redesain stasiun kerja antara
lain analisa physiological performance ( analisa denyut jantung) serta analisa subjektivitas dan
analisa waktu dan output standar maka dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja yang sebelum
redesain tidak ergonomis.
1. Setelah redesain, dilakukan kembali analisa yang meliputi analisa physiological
performance dimana besarnya konsumsi energi yang dibutuhkan lebih kecil dari sebelum
redesain ( 3,802 kcal / menit < 5,496 kcal / menit ), dan untuk mengetahui keluhan rasa
sakit pada tubuh terhadap operator setelah redesain diperoleh hasil rata-rata tingkat
keluhan jauh lebih rendah dari kondisi sebelum redesain. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil redesain stasiun kerja lebih ergonomis dari stasiun kerja sebelum redesain.
2. Perbedaan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator, baik sebelum
redesain maupun sesudah redesain terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan
tersebut, dimana waktu standar sebelum redesain 17,52 menit dan sesudah redesain 10,78
menit dan output standar ( Sebelum redesain 288 unit, sedangkan sesudah redesain 468
unit ), serta produktivitas kerja operator yang turut meningkat ( Produktivitas operator
sebelum redesain 24 unit, sedangkan sesudah redesain 39 unit ).
3.2 Saran
Dari hasil analisa ini, maka disarankan perusahaan dapat menetapkan target yang lebih besar dari
target yang sedang ada, jika perlu diterapkan sistem bonus atau Insentif untuk pencapaian hasil
diatas target atau standar yang telah ditetapkan. Dengan begini tentunya operator akan lebih
bersemangat untuk segera menyelesaian pekerjaannya.
Faktor lingkungan kerja seperti suhu (temperatur), kelembaban, kebisingan (noise) sebaiknya
turut diperhatikan , sehingga mendukung tercapainya tujuan yaitu peningkatan produktivitas
kerja operator.