Dokumen tersebut membahas tentang peran masyarakat adat dalam mewujudkan keamanan bagi wisatawan di Kecamatan Ubud, Bali. Ada penurunan kunjungan wisatawan akibat pandemi yang berdampak pada perekonomian masyarakat. Masyarakat adat berupaya memberdayakan diri untuk meningkatkan pariwisata berbasis budaya dan menjaga keamanan. Namun masih ada hambatan yang perlu diatasi.
1. PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM MEWUJUDKAN KEAMANAN BAGI
WISATAWAN DI KECAMATAN UBUD
PROPOSAL
diajukan guna memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV
pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri
oleh
NI WAYAN ARIYUNI
NPP. 30.1065
Program Studi: Pembangunan dan Pemberdayaan
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
MAKASSAR, 2022
2. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan keindahan alamnya dan
kekayaan sumber daya alam yang tersedia. Kekayaan ini menjadikan Indonesia
menjadi negara yang cukup dikenal oleh masyarakat mancanegara serta
kekayaan ini menjadikan Indonesia memiliki sejarah yang cukup Panjang.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sampai saat ini memiliki 34 Provinsi
yang terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota serta 718 bahasa. Keberagaman ini
memberikan warna yang berbeda terhadap Indonesia dibandingkan negara lain,
sehingga menjadikannya menarik di mata dunia. Dari 34 provinsi tersebut, Bali
merupakan salah satu provinsi yang menjadi daya Tarik dunia hingga mendapat
beragam julukan seperti Pulau Dewata, Pulau seribu Pura, dan Pulau Surga.
Bali menjadi salah satu provinsi yang terkenal dengan keindahan
pariwisatanya, bahkan sector pariwisata menjadi sector yang paling banyak
peminat kerjanya serta merupakan sector yang paling banyak menyerap tenaga
kerja. Jumlah objek wisata yang ada dibali cukup banyak, setiap kabupaten di Bali
memiliki daya tariknya masing-masing dari bidang budaya dan tradisi,
kemasyarakatan, serta objek wisatanya yang tentunya berbeda-beda. Jenis objek
wisata yang ada tersebut meliputi pantai, pegunungan, desa wisata, kuliner,
budaya, lukisan dan bidang seni lainnya. Menurut Wulan, 2013 yang menyatakan
bahwa pariwisata merupakan salah satu sector penting dalam perekonomian
karena dengan adanya pariwisata mampu menghasilakan pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian masyarakat di Bali sampai saat ini masih terus berharap dan
bergantung pada sector pariwisata karena memang masih menjadi penggerak
perekonomian masyarakat (BPS. Bali, 2010;363). Menurut Erawan, 1999 dalam
Wiranatha dkk. 2008 yang menyatakan bahwa pariwisata menjadi andalan dalam
sumber pendapatan yang bahkan menyumbang 51,6% dari pendapatan
masyarakat di Bali. Berdasarkan hal tersebut, menurut Dinas Pariwisata Provinsi
Bali, 2011 mengatakan bahwa Bali tidak hanya bersaing secara nasional tetapi
juga internasional dalam bidang pariwisata, dikatakan juga bahwa sekitar 52
negara di dunia menjadikan Bali sebagai sasaran daerah wisata. Perkembangan
pariwisata di Bali telah berlangsung selama puluhan tahun hingga saat ini.
Keberadaan pariwisata menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat
3. terkhususnya di Bali. Berikut table pertumbuhan wisatawan di Bali dari tahun 2017
sampai pada 2021:
Table 1.1
Jumlah Kunjungan Wisatawan di Bali tahun 2017-2021
Tahun Jumlah Kunjungan
wisatawan
mancanegara
Jumlah
Kunjungan
wisatawan
domestik
2017 5.697.739 8 735 633
2018 6.070.473 9 757 991
2019 6.27.210 10 545 039
2020 1.069.473 4 596 157
2021 51 4 301 592
2022 -
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Tahun 2022
Berdasarkan table tersebut, menunjukkan penurunan jumlah kunjungan
wisatawan yang cukup signifikan di Bali terutama wisatawan mancanegara. Hal
tersebut merupakan dampak dari adanya pandemic covid-19 yang terjadi pada
awal tahun 2020, sehingga pariwisata pada tahun tersebut sempat terhenti yang
mengakibatkan penurunan pendapatan di Bali dan peningkatan jumlah
pengangguran seperti yang tertera dalam table berikut:
Table 1.2
Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2018-2020
Kabupaten/kota 2018 2019 2020
Kab. Jembrana 126 477 267 133 698 784 148 045 103
Kab. Tabanan 363 370 469 354 558 239 313 042 530
Kab. Badung 4 555 716 407 4 835 188 460 2 116 974 302
Kab. Gianyar 770 204 849 997 478 368 545 869 873
Kab. Klungkung 186 974 284 225 063 772 220 893 875
Kab. Bangli 122 686 254 127 040 436 104 325 150
Kab. Karangasem 200 361 247 233 013 033 219 176 733
4. Kab. Buleleng 335 555 494 365 595 301 318 986 891
Kota Denpasar 940 110 335 1 010 779 481 731 261 281
Provinsi Bali 3 718 499 635 4 023 156 316 3 069 474 218
Sumber: Survei Statistik Keuangan Daerah, BPS Provinsi Bali
Teble 1.3
Presentase Pengangguran Provinsi Bali
Kabupaten/kota 2017 2018 2019 2020 2021
Kab. Jembrana 0,67 1,41 1,44 4,52 4,11
Kab. Tabanan 1,79 1,45 1,29 4,21 3,94
Kab. Badung 0,48 0,46 0,40 6,92 6,93
Kab. Gianyar 1,02 1,61 1,46 7,53 6,90
Kab. Klungkung 0,94 1,47 1,57 5,42 5,35
Kab. Bangli 0,48 0,81 0,75 1,86 1,80
Kab.Karangasem 0,72 1,03 0,62 2,42 2,32
Kab. Buleleng 2,41 1,88 3,12 5,19 5,38
Kota Denpasar 2,63 1,87 2,29 7,62 7,02
Provinsi Bali 1,48 1,40 1,57 5,63 5,37
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS Provinsi Bali
Penurunan jumlah wisatawan bahkan sampai pada penurunan jumlah
pendapatan asli daerah merupakan akibat dari adanya pandemic, namun pada
bulan Oktober 2021 pariwisata di Bali dibuka kembali ditandai dengan adanya
Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021, sehingga kehidupan
masyarakat berangsur-angsur membaik. Apabila dilihat dari table persentase
pengangguran diatas, di tahun 2020 terjadi peningkatan pengangguran sejumlah
5,63% dibanding tahun sebelumnya yang berkisar di 1,57%, namun dibandingkan
dengan tahun 2021 saat dimulainya pemulihan pariwisata pengangguran mulai
berkurang menjadi 5,37% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut
menandakan mulai pulihnya perekonomian di Bali secara bertahap. Pada tahun
2021 terlihat bahwa terjadi pengurangan jumlah kunjungan wisatawan bahkan
sampai pada angka 51 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang terbilang
cukup banyak. 51 wisatawan yang masuk ke Bali pada tahun tersebut masuk
melalui bandara I Gusti Ngurah Rai sebanyak 43 wisatawan serta melalui
5. Pelabuhan Benoa sebanyak 8 wisatawan. Sedangkan pada tahun 2022 di bulan
Februari dan Maret jumlah wisatawan yang masuk ke Bali sejumlah 1.310
wisatawan dan di bulan Februari 14.620 di bulan Maret (Badan Pusat
Statistik,2022). Berdasarkan data tersebut dapat diamati bahwa selama pandemic
banyak wisatawan yang telah menantikan saat pariwisata di Bali dibuka kembali
dan mencapai jumlah kunjungan yang cukup banyak setiap bulannya.
Bali memiliki daya Tarik yang berbeda dari setiap kabupatennya, salah satunya
adalah Ubud yang dikenal dengan kearifan lokalnya yang masih sangat asri yang
terletak di kabupaten Gianyar, yang memiliki destinasi wisata serta kuliner yang
beragam. Menurut Nurjaya (2011) yang menyatakan bahwa desa Ubud
merupakan kawasan pariwisata yang sudah dikenal oleh wisatawan sejak tahun
1930an yang lebih mengedepankan konsep desa wisata. Potensi desa ubud ini
mengacu pada perpaduan antara tradisi dengan budaya yang merupakan
karakter dari masyarakat desa adat ubud itu sendiri. Wisatawan mancanegara
pada umumnya lebih tertarik kepada pariwisata yang berbasis pada kebudayaan
yang mampu mencerminkan suatu budaya atau tradisi dibandingkan pariwisata
modern, sehinga ada inovasi pembentukan Desa Wisata. Pariwisata Inti Rakyat
atau PIR dalam buku Hadiwijoyo (2012:68) yang menyatakan bahwa desa wisata
merupakan Kawasan atau wilayah pedesaan yang mampu menghadirkan
suasana asri yang mencerminkan keaslian dari pedesaan termasuk sosial
ekonomi, kebudayaa, tradisi, serta kebiasaan sehari-hari masyarakatnya dan juga
termasuk arsitektur bangunan masyarakatnya dan tata ruang yang mencerminkan
ciri khas dari desa tersebut. Keberadaan Desa Wisata ini dapat dikatakan sebagai
implementasi Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional yaitu mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan sehingga dapat berorientasi pada pemberdayaan
dengan peningkatan sektor industri yang terdapat di daerah. Pemberdayaan
masyarakat merupakan serangkaian upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat (yang tidak berdaya) agar mereka memiliki
kemampuan untuk lepas dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
menurut Chobib Sholeh (2014: 132).
6. Perkembangan pariwisata yang begitu pesat tidak sepenuhnya memberikan
dampak yang positif, berbagai kekhawatiran juga mulai bermunculan dalam
lingkungan masyarakat terutama mengenai kenyamanan dan keamanan
wisatawan local maupun mancanegara. Berbagai tindakan kriminal yang mulai
bermunculan serta seringkali korbannya merupakan wisatawan tentu
menimbulkan keresahan, apabila hal ini tidak ditangani sesegera mungkin maka
dapat berdampak pada kepercayaan wisatawan untuk berkunjung ke Bali,
khususnya di kecamatan Ubud, kabupaten Gianyar.
Tabel 1.4
Data Orang Asing/Wisatawan Yang menjadi Korban Kriminalitas di Ubud
No. Tahun Jumlah Korban
1. 2017 8 orang
2. 2018 6 orang
3. 2019 2 orang
4. 2020 2 orang
5. 2021 2 orang
Sumber: Polda Bali, 2022
Berdasarkan Table 1 diatas, jumlah wisatawan yang menjadi korban
kriminalitas pada tahun 2017 paling tinggi dibandingkan tahun-tahun berikutnya.
Hal ini karena pada tahun tersebut segala kegiatan pariwisata masih berjalan
dengan normal, sedangkan pada tahun 2019 aktivitas pariwisata sempat
terkendala akibat dari pandemic covid-19. Jenis-jenis Tindakan kriminalitas yang
terjadi pada tahun 2017 tersebut mencangkup curat, aniaya, pelecehan payudara
ditepuk, penggelapan, curbis, dan pencurian. Begitu juga pada tahun 2018 kasus
yang sama masih terjadi namun disini terjadi penurunan korban. Pada tahun 2019
kasus yang ditemui adalah kasus pencurian yang terjadi di desa padangtegal dan
lodtunduh kecamatan ubud, begitu juga di tahun 2020 dan 2021 kasus yang sama
juga terjadi namun dengan lingkungan yang berbeda dari sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diperhatikan upaya-upaya yang dapat
dilakukan oleh masyarakat setempat maupun pemerintah dan aparat keamanan
guna mengatasi tindak kriminal yang menimbulkan kekhawatiran terhadap
wisatawan. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti dan mengamati
7. bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk
mengatasi permasalahan bidang keamanan ini sehingga mampu memberikan
kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung. Sehingga penelitian ini mengambil
judul “PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM MEWUJUDKAN KEAMANAN
BAGI WISATAWAN DI KECAMATAN UBUD”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemberdayaan masyarakat adat dalam upaya mewujudkan
keamanan bagi wisatawan di kecamatan Ubud?
2. Apa factor penghambat dalam pemberdayaan masyrakat adat dalam
mewujudkan keamanan bagi wisatawan?
3. Bagaimana upaya mengatasi factor penghambat pemberdayaan masyarakat
dalam mewujudkan keamanan bagi wisatawan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Ubud
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat
peran masyarakat local dalam memberikan keamanan bagi wisatawan di
kecamatan Ubud
3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan dalam
mengatasi mengatasi kriminalitas terhadap wisatawan yang terjadi di
kecamatan Ubud
1.4Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Praja
Hasil magang dan penelitian ini diharapkan mampu untuk meningkatkan
pengetahuan, wawancara, dan pengalaman bagi praja terutama dalam peran
masyarakat local dalam memberikan keamanan bagi wisatawan di kecamatan
8. Ubud dan bidang pemerintah khususnya pada program studi pembangunan
dan pemberdayaan.
1.4.2 Bagi IPDN
Hasil magang ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai salah satu
referensi kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi seluruh praja
terutama pada program studi pembangunan dan pemberdayaan.
1.4.3 Bagi Pemerintah Daerah
Penulis berharap dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
berupa pemikiran serta masukan, yang diharapkan dapat berguna dalam
peranan masyarakat local dalam memberikan keamanan bagi wisatawan di
kecamatan Ubud
9. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian sebelumnya ini digunakan sebagai acuan dan perbandingan
oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu, peneliti mengkaji beberapa
penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan tiga penelitian sebagai sumber yang relevan.
Penelitian yang dilakukan oleh Putu Ririn Yuliana dan Ida Bagus Suryawan
(2016) dengan judul Revitalisasi Daya Tarik Wisata Dalam Rangka Peningkatan
Kunjungan Wisatawan (Studi Kasus: Daya Tarik Wisata Sangeh, Kabupaten Badung,
Bali). Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui upaya revitalisasi yang telah
dilakukan oleh pihak pengelola dalam mengembalikan Sangeh sebagai daya tarik
wisata. Hasilnya adalah masyarakat lokal memiliki peranan penting dalam upaya
revitalisasi objek wisata Sangeh tersebut, masyarakat lokal berpartisipasi dalam
menjaga kebersihan, menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan, serta terlibat
dalam menjaga kenyamanan pengunjung.
Penelitian yang lain dilakukan oleh I Gusti Agung Oka Mahagangga, Luh Putu
Kerti Pujani, Ida Bagus Ketut Astina dan I Made Sujana(2012) dengan judul Pemetaan
Kriminalitas dan Upaya Antisipasi Tindak Kejahatan Terhadap Wisatawan (Studi
Tentang Bentuk Kejahatan di Wilayah Pariwisata Kuta). Tujuan penelitiannya adalah
untuk mengetahui bentuk tindak criminal yang terjadi di wilayah pariwisata Kuta serta
upaya mengantisipasi Tindakan criminal terhadap wisatawan di Kuta dalam rangka
mewujudkan kembali objek wisata Kuta yang nyaman dan aman untuk destinasi
wisata. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah jenis kejahatan yang sering
menimpa wisatawan di Kuta adalah curas (jambret dan pembobolan rumah) yang
diikuti pembobolan rumah, curat, penipuan, penganiayaan, pengeroyokan, dan
pembunuhan. Upaya antisipasi yang dilakukan oleh kepolisian, LPM, Desa Adat, dan
komponen lainnya belum berjalan secara sinergitas atau kurangnya kordinasi yang
efektif, serta masih bersifat normatif, segenap komponen ini harusnya memiliki
Kerjasama namun ternyata masih berjalan sendiri tanpa kerjasama yang maksimal.
10. Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Karjaya(2013) dengan judul Daya Tarik
dan Aktivitas Pariwisata Yang Digemari Wisatawan Mancanegara di Kelurahan Ubud.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh desa Adat
Ubud yang menjadi daya tarik wisatawan sehingga mampu untuk dilestarikan. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa wisatawan mancangera memberikan penilaian yang
baik terhadap daya tarik wisata yang ada di Ubud, sehingga perlu dikembangkan dan
dilestarikan serta ditingkatkan dan dipelihara pelayanan dan fasilitas yang ada agar
mampu mempertahankan dan meningkatkan kunjungan wisatawan. Penelitian
sebelumnya dirangkum dalam table 2.1 dibawah ini:
Table 2.1
Penelitian Sebelumnya
No. Media
Publikasi
Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Jurnal
Destinasi
Pariwisata
Universitas
Udayana Vol.
4, No.2
Desember
2016
Putu Ririn
Yuliana dan
Ida Bagus
Suryawan
Revitalisasi
Daya Tarik
Wisata
Dalam
Rangka
Peningkatan
Kunjungan
Wisatawan
(Studi Kasus:
Daya Tarik
Wisata
Sangeh,
Kabupaten
Badung, Bali)
Tujuan
penelitiannya
adalah untuk
mengetahui
upaya
revitalisasi yang
telah dilakukan
oleh pihak
pengelola
dalam
mengembalikan
Sangeh
sebagai daya
tarik wisata
Deskriptif
kualitatif
Berdasarkan
hasil penelitian
tersebut
menyatakan
bahwa,
masyarakat lokal
memiliki peranan
penting dalam
upaya revitalisasi
objek wisata
Sangeh tersebut,
masyarakat lokal
berpartisipasi
dalam menjaga
kebersihan,
menyediakan
berbagai
kebutuhan
11. wisatawan, serta
terlibat dalam
menjaga
kenyamanan
pengunjung.
2 Jurnal
Kepariwisataan
Indonesia
Vol.7, No.1
Maret 2012
I Gusti Agung
Oka
Mahagangga,
Luh Putu Kerti
Pujani, Ida
Bagus Ketut
Astina dan I
Made Sujana
Pemetaan
Kriminalitas
dan Upaya
Antisipasi
Tindak
Kejahatan
Terhadap
Wisatawan
(Studi
Tentang
Bentuk
Kejahatan di
Wilayah
Pariwisata
Kuta)
Tujuan
penelitiannya
adalah untuk
mengetahui
bentuk tindak
criminal yang
terjadi di
wilayah
pariwisata Kuta
serta upaya
mengantisipasi
Tindakan
criminal
terhadap
wisatawan di
Kuta dalam
rangka
mewujudkan
kembali objek
wisata Kuta
yang nyaman
dan aman untuk
destinasi wisata
Deskriptif
kualitatif
Hasil yang
diperoleh dalam
penelitian ini
adalah jenis
kejahatan yang
sering menimpa
wisatawan di
Kuta adalah
curas (jambret
dan pembobolan
rumah) yang
diikuti
pembobolan
rumah, curat,
penipuan,
penganiayaan,
pengeroyokan,
dan
pembunuhan.
Upaya antisipasi
yang dilakukan
oleh kepolisian,
LPM, Desa Adat,
dan komponen
lainnya belum
berjalan secara
sinergitas atau
kurangnya
12. kordinasi yang
efektif, serta
masih bersifat
normatif,
segenap
komponen ini
harusnya
memiliki
Kerjasama
namun ternyata
masih berjalan
sendiri tanpa
kerjasama yang
maksimal
3 Jurnal Sosial
dan Humaniora
Vol.3, No.2 Juli
2013
I Wayan
Karjaya(2013)
Daya Tarik
dan Aktivitas
Pariwisata
Yang
Digemari
Wisatawan
Mancanegara
di Kelurahan
Ubud
Tujuan
penelitian ini
adalah untuk
mengetahui
potensi yang
dimiliki oleh
desa Adat Ubud
yang menjadi
daya tarik
wisatawan
sehingga
mampu untuk
dilestarikan
Kualitatif Hasil penelitian
ini menyatakan
bahwa
wisatawan
mancangera
memberikan
penilaian yang
baik terhadap
daya tarik wisata
yang ada di
Ubud, sehingga
perlu
dikembangkan
dan dilestarikan
serta ditingkatkan
dan dipelihara
pelayanan dan
fasilitas yang ada
agar mampu
13. mempertahankan
dan
meningkatkan
kunjungan
wisatawan
Fokus pada penelitian pertama adalah upaya untuk meningkatkan Kembali
kepercayaan wisatawan terhadap objek wisata serta berupaya memberikan
keamanan dan kenyamanan untuk wisatawan dan menghindari kemungkinan buruk
yang pernah terjadi dimasa sebelumnya. Kemudian pada penelitian kedua berfokus
pada berbagai tindakan kriminal yang sering dialami wisatawan serta upaya yang
dilakukan komponen terkait untuk menanggulagi permasalahan yang terjadi belum
maksimal. Sedangkan pada penelitian ketiga memiliki fokus pada daya tarik wisata
yang menjadikan Ubud sebagai destinasi wisata yang diminati oleh wisatawan
mancanegara, sehingga menjadi salah satu alasan keamanan dan kenyamanan
wisatawan harus ditingkatkan agar tidak menurunkan minat wisatawan untuk
berkunjung.
Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, penelitian berfokus pada
peran masyarakat adat secara langsung dalam memberikan keamanan bagi
wisatawan sehingga mampu menjaga dan meningkatkan minat wisatawan untuk
berkunjung. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fokus
penelitian ini sangat berbeda terhadap penelitian-penelitian sebelumnya.
2.2 Landasan Teoritik
2.2.1 Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis,
secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif
dengan keterlibatan semua potensi berdasarkan pandangan Suhendra (2006:71-75)
Selanjutnya dalam Suhendra (2006:77) pemberdayaan menurut Jim Ife yaitu
“meningkatkan kekuasaaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims
to increase the power of disadvantage)”.
14. Pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata “power”
yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Power dalam dunia bisnis dikaitkan
dengan kemampuan atau produktivitas, seperti yang dikemukakan oleh Mardikanto
(2017:33) bahwa: Pemberdayaan atau empowerment diartikan sebagai proses
peningkatan optimasi kemampuan atau produktivitas, individu, organisasi, ataupun
sistem. Di pihak lain, power juga dapat diartikan sebagai keunggulan bersaing atau
posisi-tawar (bergaining position). Karena itu, pemberdayaan juga diartikan sebagai
penguatan atau peningkatan keunggulan bersaing atau posisi-tawar. Pandangan ini
mengartikan bahwa pemberdayaan itu merupakan suatu bentuk pemberian kekuatan
pada segala yang dinilai memiliki potensi atau keunggulan. Penguatan ini dilakukan
sebagai upaya dalam mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas dari potensi
tersebut.
Kartasasmita dalam Mardikanto (2017:53) mendefinisikan pemberdayaan
sebagai berikut: Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri,
dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya upaya tersebut
diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks ini diperlukan langkah- 17 langkah lebih positif, selain dari hanya
menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah
nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan
akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat
menjadi makin berdaya.
Shardlow, sebagaimana dikutip oleh Roesmidi dan Risyanti (2008:2-3)
menyatakan bahwa “pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok
ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka”.
Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari
pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya
pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan
masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam
masyarakatnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan
dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus
15. terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke
tahapan selanjutnya
2.2.2 Masyarakat Adat
Masyarakat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sejumlah
manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka
anggap sama. Dalam bahasa inggris, masayarakat disebut dengan society yang
berasal dari kata latin socius yang berarti kawan. Masyarakat merupakan kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas
merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki empat ciri yaitu; (1) Interaksi antar
warga-warganya; (2) Adat istiadat; (3) Kontinuitas waktu; (4) Rasa identitas kuat yang
mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009:115-118).
Adat atau adah merupakan kebiasaan, perilaku masyarakat yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat yang menjadi kebiasaan. Masyarakat adat atau
masyarakat hukum adat merupakan kelompok manusia yang memiliki kekayaan
tersendiri, terlepas dari kekayaan perseorangan, memiliki batas wilayah tertentu serta
kewenangan tertentu (Maria S.W. Sumardjono,1996:56). Menurut Kusumo
Pujosewojo, masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang muncul secara
spontan dalam suatu wilayah tertentu, beridirinya masyarakat tidak ditetapkan
maupun diperintahkan oleh pemerintah. Masyarakat adat berdiri dengan rasa
solidaritas dengan kekayaan alam yang hanya dapat dinikmati oleh para anggotanya.
Dalam pasal 3 UUPA menyatakan bahwa masyarakat adat memiliki hal terpenting
yaitu hak ulayat yang terkait dengan ruang hidup masyarakat tersebut.
2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat
Rukminto Adi (1955:62) dalam Saleh (2014) menjelaskan bahwa pemberdayaan
masyarakat adalah suatu program dan juga proses. Dimana masyarakat akan
diberdayakan melalui kegiatankegiatan ataupun serangkaian tahapan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang dicapai melalui proses yang dimana
pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses yang berkesinambungan.
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu tindakan sosial antara
sesama dalam sebuah komunitas atau perkumpulan yang dimana memiliki suatu
16. rencana serta tindakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang terjadi dalam
memenuhi kebutuhan hidup bersama dengan kemampuan dan sumber daya yang
dimiliki.
Mengenai hal tersebut, dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat maka
diangkat sebuah teori Tri Bina, yaitu Bina Manusia, Bina Usaha, Bina Lingkungan.
Mardikanto menambahkan, sebagai pendukung terwujudnya tiga hal tersebut harus
didukung dengan adanya unsur kelembagaan (Mardikanto & Soebinto, 2017: 113-
117).
1.Bina manusia
Bina manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus
diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilandasi
oleh pemahaman bahwa tujuan pemberdayaan adalah untuk perbaikan mutu
hidup atau kesejahteraan manusia. Pembinaan manusia bukan hanya dari
masyarakatnya namun juga terhadap seluruh pengurus bank sampah Tabanan
serta adanya pelatihan-pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas kerja.
2.Bina usaha
Bina usaha merupakan salah satu faktor dalam perbaikan kesejahteraan
masyarakat. Dengan adanya bina usaha maka masyarakat akan diberdayakan
untuk memberikan dampak yang bermanfaat. Melalui bina usaha, masyarakat
diharapkan mampu untuk memilah, mengolah, dan mendaur ulang sampah
yang layak guna sehingga menjadi barang yang berkualitas yang bernilai
ekonomis.
3.Bina lingkungan
Bina lingkungan sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat,
dimana lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat serta
pemerintah terhadap adanya kebijakan yang harus dilaksanakan dalam rangka
memperbaiki kesejahteraan sosial masyarakat.
4.Bina kelembagaan
Sehubungan dengan bina kelembagaan yang menyatakan bahwa dengan
tercapainya kapasitas dan efektifitas suatu unsur lembaga tentunya akan
sangat mendukung terhadap pembinaan lainnya yang merujuk kepada
pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan sosial
17. 2.2.4 Wisatawan
Wisatawan ialah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya dan
berkunjung ke tempat lain denagn tujuan menikmati perjalanan dari
kunjungannya(Spillane,2003). Wisatawan merupakan seseorang yang melakukan
kegiatan wisata(UU RI No.9 Tahun 1990 dalam Yoeti,2007). Wisatawan memiliki
pengertian seseorang maupun sekelompok orang yang mengunjungi suatu tempat
yang bersifat sementara atau tidak menetap secara permanen(Kustini,2015).
2.2.5 Kriminalitas
Tindakan kejahatan atau kriminalitas merupakan suatu tindakan anti sosial
yang memperoleh tentangan dari negara berupa pemberiaan penderitaan atau hukum
dan tindakan(Bonger,1993:14). Kejahatan merupakan pelanggaran atas norma
hukum yang patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan,
serta tidak dapat dibiarkan(Moeljono dalam Soedjono, 1996:46). Kejahatan juga
diartikan sebagai suatu bagian dari tingkahlaku manusia yang dapat merugikan
masyarakat lain secara materiil maupun psikologis(Soesilo,1996:64).
2.3 Landasan Legalistik
2.3.1 UU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa
pembangunan desa merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan
untuk kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas kehidupan masyarakat, serta
sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, upaya mengembangkan potensi yang
dimiliki suatu desa untuk meningkatkan perekonomian desa, serta melibatkan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Menurut UU
No. 6 Tahun 2014 ini, kegiatan pembinaan serta pengawasan akan dilaksanakan oleh
pemerintah daerah provinsi, serta pemerintah daerah kabupaten/kota, yang
mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang menyangkut pembinaan dan
pengawasan dapat didelegasikan kepada perangkat daerah. Dalam Undang-undang
ini menyebutkan tentang desa maupun desa adat yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki Batasan wilayah serta memiliki wewenang untuk
mengatur dan mebgurus urusan pemerintahannya yang menyangkut kepentingan
18. masyarakat setempat, serta hak tradisional yang diakui dalam sistem pemerintahan
NKRI.
Dijelaskan Kembali dalam Pasal 4 yang nyatakan bahwa pengaturan desa
bertujuan untuk mendorong prakarsa, gerakan serta partisipasi dari masyarakat Desa
dalam upaya mengembangkan potensi dan asset desa yang dipergunakan untuk
kesejahteraan bersama. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
sosial budaya masyarakat desa dalam rangka mewujudkan masyarakat desa yang
mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang telah banyak
mengatur mengenai kedudukan desa serta tujuannya untuk melibatkan masyarakat
desa dalam upaya pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat desa maka desa
yang berada di Ubud menjadi salah satu desa yang perlu dikembangkan menimbang
dari potensi desa yang dimilikinya. Desa yang berada di Ubud rata-rata merupakan
wilayah hunian bagi wisatawan sehingga menjadi penghasilan sebagaian besar
penduduk yang berada di Kawasan Ubud.
2.3.2 UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 yang mengatur tentang kepariwisataan
dalam bab 3 pasal 5 telah diatur mengenai prinsip penyelenggaraan kepariwisataan,
diantaranya adalah menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia
dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antar manusia dengan sesamanya, serta
hubungan manusia dengan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan ajaran agama
Hindu di Bali yang lebih dikenal dengan Tri Hita Karana. Selain itu, prinsip yang telah
dicantumkan dalam Undang-undang ini adalah memberdayakan masyarakat
setempat khsusunya dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Selain itu, dalam bab 5
pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 juga telah diatur mengenai Kawasan
strategis penyelenggaraan pariwisata. Beberapa aspek yang telah ditentukan menjadi
Kawasan yang strategis diantaranya adalah: (a) sumberdaya pariwisata alam dan
budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata; (b) potensi pasar; (c) lokasi
strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah; (d)
perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam
menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; (e) lokasi strategi yang
19. mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan asset budaya; (f)
kesiapan dan dukungan masyarakat; (g) kekhususan dari wilayah. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa wilayah Ubud memiliki strategi yang telah
dicantumkan dalam undang-undang kepariwisataan ini. Terutama jika dilihat dari
potensi daerah atau potensi alam yang dimilikinya merupakan Kawasan yang diminati
oleh wisatawan, fasilitas seperti penginapan yang dekat dengan persawahan
memberikan kesan yang menarik dengan suasana pedesaan. Kuliner serta budaya
yang ada di Ubud juga memiliki ciri khasnya tersendiri yang tentu mempu memberikan
kesan tersendiri bagi wisatawan. Selain itu, partisipasi masyarakat Ubud terhadap
pariwisata di wilayah Ubud juga sangat tinggi, hampir seluruh masyarakat Ubud
terlibat dalam kegiatan pariwisata di berbagai bidang pariwisata. Dalam pasal 24
Undang-undang kepariwisataan ini juga telah menyebutkan bahwa setiap orang
berkewajiban untuk membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku
santun serta menjaga kelestarian lingkungan destinasi wisata. Selain itu dalam pasal
26 juga telah disebutkan bahwa setiap pengusaha pariwisata turut serta dalam
mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang
melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya.
2.3.3 PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG
PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
Peraturan Menteri pariwisata no 14 tahun 2016 telah mengatur mengenai kriteria
pengelolaan destinasi pariwisata yang mencangkup: (a) organisasi manajemen
destinasi; (b) pengelolaan pariwisata musiman; (c) akses untuk semua; (d) akuisisi
property; (e) keselamatan dan keamanan; (f) manajemen krisis dan kedaruratan; (g)
promosi. Berdasarkan ke tujuh kriteria pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan
tersebut telah dicantumkan mengenai keselamatan dan keamanan bagi wisatawan
maupun pelaku usaha dalam kawasan objek wisata tersebut. Keselamatan dan
keamanan ini merupakan sistem yang dipergunakan untuk memantau, mencegah,
menginformasikan, melaporkan dan menangani isu-isu yang terkait dengan
keselamatan dan keamanan, termasuk Kesehatan, kebakaran, kebersihan makanan,
kelistrikan, dan trasportasi umum. Kriteria keselamatan dan keamanan destinasi
pariwisata memiliki sistem pengawasan, pencegahan, pelaporan, dan tanggap
kejahatan, keselamatan, dan bahaya Kesehatan. Indikator dalam keselamatan dan
keamanan diantaranya adalah: (a) kewajiban inspeksi terhadap kebakaran,
20. Kesehatan, makanan, dan keamanan listrik pada properti pariwisata secara terus
menerus. Bukti pendukung dari indikator ini adalah: (1) terdapat pos keamanan serta
P3K di setiap lokasi wisata utama; (2) terdapat polisi pariwisata; (3) dilaksanakan
pelatihan untuk menangani suatu isu menyangkut keselamatan dan keamanan yang
dilaksanakan secara teratur dengan melibatkan Pokdarwir; (4) mematuhi ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh BPOM dan Dinas Kesehatan. (b) penanganan
keselamatan seperti pos pertolongan pertama yang berlokasi di kawasan wisata
tersebut. Bukti pendukung diantaranya: (1) tersedia rambu-rambu peringatan disetiap
titik objek wisata; (2) memiliki asuransi kesehatan di destinasi yang dianggap beresiko;
(3) perlengkapan dan petunjuk arah P3K. (c) sistem pencegahan dan tanggapan
kejahatan yang didukung dengan: (1) tersedianya pos keamanan disetiap titik
strategis. (d) sistem perijinan taksi dengan tarif yang jelas dan sistem panggilan taksi
yang terorganisir di pintu masuk pengunjung, dengan bukti pendujungnya: (1)
mematuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan mengenai
pengaturan transportasi umum. (e) pelaporan kepada public mengenai keselamatan
dan keamanan dengan bukti pendukung: (1) petunjuk keselamatan yang ada pada
setiap titik startegis.
2.3.4 PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 28 TAHUN 2020 TENTANG TATA
KELOLA PARIWISATA BALI
Ruang lingkup dalam peraturan Gubernur Bali Nomor 28 Tahun 2020 Tentang
Tata Kelola Pariwisata Bali meliputi: (a) usaha pariwisata; (b) tata Kelola usaha
pariwisata; (c) kordinasi antar pelaku pariwisata; (d) pembinaan dan pengawasan; (e)
peran serta masyarakat; (f) pendanaan. Pada bab VI pasal 54 dalam peraturan
Gubernur Bali Tahun 2020 dijelaskan mengenai peran masyarakat yang menyebutkan
bahwa masyarakat dapat berperan dalam tata Kelola usaha pariwisata, keterlibatan
masyarakat tersebut dapat berbentuk individu maupun suatu organisasi. Masyarakat
dapat memberikan masukan ataupun saran mengenai tata Kelola usaha pariwisata,
serta menyampaikan laporas atas dugaan pelanggaran dalam pengelolaan
pariwisata.
2.3.5 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
21. Dalam perundang-undangan ini wisatawan termasuk kedalam konsumen
pemakai jasa dibidang kepariwisataan. Pasal 4 Undang-undang ini telah mengatur
hak-hak konsumen yang terinci sebagai berikut: (a) ha katas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan mengkonsumsi barang maupun jasa; (b) memiliki hak untuk memilih
dan mendapatkan barang atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar, kondisi, termasuk
jaminan yang dijanjikan; (c) konsumen berhak untuk memperoleh informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai suatu barang; (d) hak untuk didengar pendapatnya
mengenai barang maupun jasa; (e) hak untuk memperoleh advokasi, perlindungan,
serta upaya penyelesaian permasalahan yang dijumpai; (f) hak untuk mendapatkan
pembinaan serta pendidikan konsumen; (g) hak untuk dilayani secara jujur dan
terhindar dari sifat diskriminatif; (h) hak untuk mendapatkan konpensasi apabila
terdapat barang maupun jasa yang tidak sesuai sebagaimana mestinya; (i) hak yang
diatur dalam perundang-undangan lainnya. Dalam undang-undang ini bahwa
konsumen, khususnya konsumen pariwisata berhak untuk mendapatkan keamanan,
kenyamanan serta terhindar dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari aktivitas
pariwisata.
22. 2.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Sumber: Diolah Peneliti, 2022
2.5 HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara peran masyarakat terhadap
terwujudnya keamanan bagi wisatawan.
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 10
TAHUN 2009 TENTANG
KEPARIWISATAAN
2.PERATURAN MENTERI
PARIWISATA NOMOR 14
TAHUN 2016 TENTANG
PEDOMAN DESTINASI
PARIWISATA
BERKELANJUTAN
3.PERATURAN GUBERNUR BALI
NOMOR 28 TAHUN 2020
TENTANG TATA KELOLA
PARIWISATA BALI
4.UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
ORGANISASI ADAT
TREPTI
1. Program
penertiban
2. Pembagian
tugas
penjagaan
selama 24 jam
3. Bekerjasama
dengan pihak
kepolisian
KEAMANAN WISATAWAN
1. KEAMANAN
EKONOMI
2. KEAMANAN PANGAN
3. KEAMANAN
PERSONAL
4. KEAMANAN
KOMUNITAS
5. KEAMANAN
KESEHATAN
6. KEAMANAN
LINGKUNGAN HIDUP
7. KEAMANAN POLITIK
Sumber: UNDP (2004)
PERAN MASYARAKAT
1. Aspek Dinamis dari kedudukan
2. Perangkat hak-hak dan kewajiban
3. Perilaku sosial dari pemegang kedudukan
4. Bagian dari aktivitas yang dimainkan seseorang
Sumber: Soerjono Soekanto (2001:441)
23. BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 PENDEKATAN PENELITIAN
Menurut Indrawan (2017: 28) Pendekatan penelitian adalah usaha peneliti
untuk menetapkan sudut pandang atau cara mendekati persoalan yang
dipilih oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkannya.
Maksud dari usaha tersebut khususnya saat melaksanakan kegiatan yaitu
pengumpulan dan analisis data. Sedangkan tujuan penelitian dapat
diklasifikasi kepada memperoleh penjelasan yang luas, memperoleh
informasi yang mendalam, atau kedua-duanya, yakni selain memperoleh
penjelas yang luas juga mendalam. Pendekatan penelitian terbagi menjadi 3
kelompok yaitu, kualitatif, kuantitatif, dan campuran.
Sugiyono (2013: 9) menyebutkan metode penelitian kualitatif adalah sebagai
berikut:
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme atau interpretif, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen), dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan observasi, wawancara, dokumentasi), data
yang diperoleh cenderung data kualitatif, analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif bersifat memahami makna,
memahami keunikan, mengkonstruksi fenomena dan menemukan hipotesis.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif. Hal ini
karena peneliti ingin menjelaskan bagaimana kondisi sebenarnya yang
terjadi saat penelitian berlangsung sesuai dengan pengertian penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data lalu
menjelaskannya ke dalam analisis dan perumusan masalah yang ditemukan
saat di lapangan nantinya.
Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode deskriptif.
Neuman (2006:66) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah
“descriptive research is research where the primary purpose is to ‘paint a
picture’ using words or number and to present profile, a classification of types,
24. or an outline of steps to answer question such as who, when, where and
how”. Artinya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
‘menggambarkan’ menggunakan kata-kata maupun nomor dan untuk
memperlihatkan profil, mengelompokkan jenis atau garis besar langkah-
langkah untuk menjawab pertanyaan yang ada, misalnya siapa, kapan, di
mana dan bagaimana. Penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan suatu
gejala atau kejadian yang terjadi saat ini. Penelitian deskriptif memusatkan
perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian
berlangsung. Melalui metode deskriptif, peneliti akan memberikan gambara
tentang faktafakta yang memang senyatanya terjadi di lapangan. Metode ini
akan memudahkan peneliti memahami hubungan yang terjadi diantara
fenomena permasalahan yang sedang diteliti, sehingga memberikan
pemahaman secara terstruktur kepada peneliti tentang apa yang sebenarnya
terjadi di lapangan.
Penelitian kualitatif deskriptif, memungkinkan peneliti untuk dapat berada
langsung dalam peristiwa penelitian, menganalisis, mengamati, mencatat,
dan menggambarkan permasalahan dengan apa adanya sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya secara alamiah di lapangan. Selanjutnya membuat
suatu kesimpulan dengan mengumpulkan masalah-masalah yang bersifat
khusus yang berupa data-data di lapangan, sehingga diperoleh gambaran
yang bersifat umum dari masalah yang dihadapi. Melalui desain penelitian
ini, peneliti berharap mampu menggambarkan deskripsi secara mendalam
berdasarkan fakta dan data-data yang peneliti temui langsung di lapangan.
Sehingga peneliti memperoleh kesimpulan dari permasalahan tentang
bagaimana peran masyarakat adat dalam mewujudkan keamanan bagi
wisatawan di kecamatan Ubud.
3.2 OPERASIONALISASI KONSEP
Operasionalisasi konsep penelitian dibuat untuk memberikan gambaran
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian. Aspek-aspek
tentang permasalahan yang ada dalam penelitian ini berfokus pada peran
masyarakat adat dalam mewujudkan keamanan terhadap wisatawan di
kecamatan Ubud yang dihubungkan dengan teori peran masyarakat oleh
Soerjono Soekamto. Operasionalisasi konsep penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
25. TABEL 3.1
OPERASIONALISASI KONSEP PENELITIAN
Judul Landasan Variabel Dimensi Indikator
Peran
Masyarakat
Adat Dalam
Mewujudkan
Keamanan
Bagi
Wisatawan
di
Kecamatan
Ubud.
Peran Masyarakat
(Sorjono
Soekanto,2002:441)
Aspek
dinamis
dari
kedudukan
Jabatan
dan Fungsi
masyarakat
adat dalam
pariwisata
1. Kepala desa adat dalam
bidang pariwisata berfungsi
dalam mengelola objek wisata
di daerahnya dibawah dinas
pariwisata kabupaten
2. Organisasi kemasyarakatan
seperti trepti atau yang lebih
dikenal dengan sebutan
pecalang oleh masyarakat adat
memiliki fungsi keamanan bagi
setiap objek wisata
Perangkat
hak-hak
dan
kewajiban
Hak dan
kewajiban
masyarakat
adat
1. Masyarakat adat berhak untuk
memperoleh hasil dari usaha
pariwisata di daerahnya
2. Masyarakat adat memiliki
kewajiban untuk menjaga dan
melestarikan objek pariwisata
di daerahnya agar terus
berkembang
Perilaku
sosial dari
pemegang
kedudukan
Perilaku
masyarakat
adat
terhadap
kunjungan
wisatawan
1. Perilaku masyarakat adat
cenderung menerima dengan
sangat baik dan ramah
terhadap kunjungan wisatawan
26. Bagian
dari
aktivitas
yang
dimainkan
seseorang
Keterlibatan
masyarakat
adat dalam
aktivitas
pariwisata
1. Berperan dalam bidang
keamanan seperti organisasi
adat trepti
2. Keterlibatan masyarakat dalam
ativitas pariwisata seperti
penyedia jasa salon,
penginapan, restoran,
tourguide, dsb
3.3 Sumber Data dan Informan
3.3.1 Sumber Data
Sumber data adalah semua bentuk data, baik dalam bentuk kata-kata,
gambar, tulisan, maupun angka-angka yang relevan dan mendukung
kelengkapan data dalam penelitian ini. Sumber data diklasifikasikan
menjadi 3P (Arikunto, S. 2004: 172);
a. Person
Sumber data berupa orang, dimana sumber data yang dapat
memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Dimana
daftar pertanyaan untuk orang atau informan telah tersusun pada
pedoman wawancara. Informan yang akan peneliti wawancara adalah,
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, kepala desa Adat Ubud,
Kapolsek kecamatan Ubud.
b. Paper
Sumber data berupa dokumen-dokumen seperti, peraturanperaturan,
peta lokasi penelitian, foto-foto kegiatan masyarakat dalam penjagaan
keamanan wisatawan di beberapa objek wisata di Ubud, dokumentasi
kegiatan wawancara dengan informan, data-data Tindakan
kriminalitas terhadap wisatawan.
c. Place
Merupakan sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan
diam dan bergerak seperti, objek wisata, pos penjagaan.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang yang dimintai informasi tentang situasi dan kondisi
terkait objek yang akan diteliti yang merupakan latar belakang penelitian.
Seorang informan atau aktor kunci dalam penelitian di lapangan adalah
27. seseorang dalam peranan resmi atau tidak resmi yang memberikan
informasi tentang bagaimana kondisi di lapangan. Informan dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan tingkat pengetahuannya mengenai
permasalahan yang dijadikan topik penelitian. Pada penelitian ini, peneliti
menentukan sampel untuk memperoleh data dan informasi dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
menurut Sugiyono (2016:85) adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu yang dianggap dapat memberikan informasi
relevan dan paling tahu serta terlibat dalam fokus penelitian.
Adapun informan penelitian ini yang ditetapkan secara purposive
sampling sebagai sumber data daIam peneIitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas Pariwisata kabupaten Gianyar, dipilih karena memiliki
tugas pokok merumuskan kebijakan operasional kantor,
mengendalikan, membina, mengatur, mengkoordinasi dan
memberikan pelayanan teknis dibidang pariwisata secara terpadu
bersama-sama dengan instansi terkait sesuai kebijakan yang
ditetapkan oleh Bupati berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Kepala Desa Ubud, dipilih karena memiliki tugas dalam membina
masyarakat desa agar mampu terlibat dalam menjaga keamanan
pariwisata.
3. Masyarakat, dipilih karena merupakan pelaku dari pengelolaan
sampah melalui program bank sampah.
3.4 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data
yang akan dikumpulkan. Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif
adalah peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono (2013:222), “peneliti kualitatif
sebagai ‘human instrument’, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuanya”.
Dari pendapat diatas dapat di katakan bahwa manusia dalam hal ini peneliti
merupakan instrumen kunci “the researcher is the key instrument”. Oleh
28. karena itu, peneliti akan turun langsung ke lapangan sebagai instrumen
penelitian untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, mengumpulkan data-data, menilai kualitas data, menganalisis
data, menafsirkan data dan menyimpulkannya terhadap permasalahan yang
diteliti yaitu terkait peran masyarakat adat dalam mewujudkan keamanan
bagi wisatawan di kecamatan Ubud.
Instrumen lain yang digunakan peneliti adalah pedoman wawancara yang
akan menjadi pedoman bagi peneliti dalam pengumpulan data, sehingga
pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif. Pedoman wawancara
terdiri dari variabel norma yang mengikat, Tindakan oleh individu, serta
perilaku individu.
3.5 Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
melakukan penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk
mendapatkan data, sehingga apabila tidak mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar
yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data berkaitan dengan ketepatan
caracara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam Creswell
(2009:214) disebutkan: Indicate the type or types of data to be collected. In
many qualitative studies, inquirers collect multiple forms data and spend a
considerable time in the natural setting gathering information. The collection
procedures in qualitative research involve four basic are observation, the
interview, document and auto media.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif mengumpulkan berbagai
macam jenis data, dimana dalam pelaksanaannya lebih banyak
menghabiskan waktu di lapangan. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif dilakukan langsung di lapangan dengan kondisi yang alamiah dan
lebih banyak dengan cara pengamatan langsung atau observasi, wawancara
mendalam (in depth interview), dan dokumentasi (documentation). Sehingga
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian melalui tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara dengan informan dengan menggunakan pedoman
wawancara. Esterberg dalam Sugiyono (2013: 233) menjelaskan macam-
29. macam wawancara dibedakan menjadi 3 yaitu; wawancara terstruktur,
wawancara semi terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggunakan wawanca semi
terstruktur, yakni tipe wawancara yang termasuk indepth interview.
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Peneliti sudah
menyiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara yang akan
diajukan kepada informan. Meski menggunakan pedoman wawancara,
peneliti juga menerima pendapat dan ide-ide dari informan yang telah
ditentukan sebelumnya yang berkaitan dengan fokus penelitian.
2. Observasi
Sugiyono (2013: 145) menjelaskan teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi
dapat dibedakan menjadi participant observation dan non participant
observation. Berdasarkan pengertian di atas, dengan melakukan
observasi peneliti berharap akan memperoleh data secara fakta dan
aktual terhadap objek yang sedang diteliti dengan mengamatinya secara
langsung. Adapun yang akan diobservasi pada lokus penelitian antara
lain, keterlibatan masyarakat adat dalam menjaga keamanan wisatawan.
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi diartikan sebagai upaya
untuk memperoleh data dan informasi berupa catatan tertulis/gambar yang
tersimpan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono,
2013: 240). Dokumen memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui
hal-hal yang pernah terjadi untuk penguat data observasi dan wawancara
dalam memeriksa keabsahan data, membuat interprestasi dan penarikan
kesimpulan. Dari pengertian dokumentasi di atas, maka terkait dengan
penelitian ini dokumen yang diperlukan adalah, peraturan-peraturan, peta
30. lokasi penelitian, foto-foto kegiatan masyarakat dalam menjaga keamanan
wisatawan.
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Bongdan dalam Sugiyono (2013:244) analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Miles dan Huberman dalam Denzin & Lincoln (2009: 592) mengemukakan tentang
teknik analisis data bahwa aktivitas dan analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi:
1. Data reduction (Reduksi data)
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang membutuhkan
kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting karena data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak.
Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data display (Penyajian data)
Setelah data direduksi, data akan disajikan. Penyajian data dalam peneltian
kualitatif, bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk
penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif
3. Conclusion drawing (Penarikan kesimpulan)
Kesimpulan awal yang ditarik masih bersifat sementara dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan awal yang telah didukung oleh
bukti-bukti valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang
kredibel.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis melakukan analisis data
sesuai dengan tahapan yang dimulai dari reduksi data dengan cara
31. mengumpulkan semua data mentah yang akan diubah menjadi sederhana
agar mudah dikelola dalam penelitian, dilanjutkan dengan penyajian data yaitu
data yang telah tersusun dan sistematis sehingga siap untuk disajikan,
kemudian diakhiri dengan penarikan kesimpulan yang merupakan inti dari
jawaban atas permasalahan penelitian ini. Jadi, penulis melakukan analisis
data, yaitu dimulai dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
untuk menganalisis masalah dalam penelitian peran masyarakat dalam
keamanan wisatawan di kecamatan Ubud.
3.7 Jadwal Dan Lokasi Penelitian
Dalam penulisan proposal penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian
yang berlangsung selama 3 minggu yaitu dimulai pada tanggal 16 Januari 2023
sampai tanggal 5 Februari 2023 bertempat di Kantor Desa Ubud kecamatan
Gianyar.
32. DAFTAR PUSTRAKA
Anak Agung Gede Agung Dharmakusuma, S. (2016). Pengaturan Perlindungan
Hukum Dan Keamanan Terhadap Wisatawan. Universitas Udayana, 1.
Diah Gayatri Sudibya, D. L. (2021). Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat
Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Kertha
Wicaksana, 15.
I Gst. Ag. Oka Mahagangga, I. M. (2013). Keamanan dan Kenyamanan Wisatawan Di
Bali (Kajian Awal Kriminalitas Pariwisata). Analisis Pariwisata, 13.
I Gusti Everest Oka Mahagangga, L. P. (2012). Pemetaan Kriminalitas dan Upaya
Antisipasi Tindak Kejahatan Terhadap Wisatawan. Jurnal Kepariwisataan
Indonesia, 7.
I Made Dedy Priyanto, S. (. (2015). Efektivitas Peran Polisi Pariwisata Dalam
Penanggulangan Kejahatan Dibidang Pariwisata Pada Wilayah Hukum
Kepolisian Daerah Provinsi Bali. Fakultas Hukum Universitas Udayana, 1.
I Wayan Cahya Suputra, I. G. (2016). Upaya Masyarakat Lokal Dalam Menjaga
Keamanan Dan Kenyamanan Wisatawan Di Desa Adat Ubud. Jurnal Destinasi
Pariwisata, 4.
Nurjaya, I. W. (2013). Daya Tarik Dan Aktivitas Pariwisata Yang Digemari Wisatawan
Mancanegara Di Kelurahan Ubud. Jurnal Sosial Dan Humaniora, 3.
Nyoman Ngurah Adisanjaya, I. G. (2019). PEMETAAN DAERAH RAWAN
KRIMINALITAS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
MASYARAKAT (KAMTIBNAS) DI WILAYAH GIANYAR BALI . Jurnal Teknologi
Informasi Dan Komputer, 5.
Panjaitan, P. I. (2018). Usaha Masyarakat Mencegah Kejahatan. Tô-râ, 4.
33. Putu Ririn Yuliana, I. B. (2016). Revitalisasi Daya Tarik Pariwisata Dalam Rangka
Peningkatan Kunjungan Wisatawan (Studi Kasus: Daya Tarik Wisata Sangeh,
Kabupaten Badung, bali). Jurnal Destinasi Pariwisata, 4.
Suharto. (2016). Studi Tentang Keamanan Dan Keselamatan Pengunjung
Hubungannya Dengan Citra Destinasi (Studi Kasus Gembira Loka Zoo). Jurnal
Media Wisata, 14.
Yulianie, F. (2015). PARTISIPASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA “RICE TERRACE” CEKING,
GIANYAR, BALI. JUMPA, 2.
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 14 TAHUN 1016 TENTANG
PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN