SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  29
Télécharger pour lire hors ligne
POKOK BAHASAN 1
MATERI PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB
KONSEP PENYELIDIKAN KLB
1. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi KLB
Penyelidikan epidemiologi adalah rangkaian kegiatan berdasarkan cara-cara epidemiologi
untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab KLB, gambaran penyebaran,
sumber dan cara penularan dan mengetahui cara-cara penanggulangan KLB.
Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi setidak-tidaknya untuk:
a. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB;
b. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit KLB;
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit KLB termasuk
sumber dan cara penularan penyakitnya; dan
d. Menentukan cara penanggulangan KLB.
Penyelidikan epidemiologi dapat juga berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
a. Peluang untuk belajar (peluang penelitian)
b. Pertimbangan publik, politik atau hukum
c. Pertimbangan program kesehatan masyarakat
d. Pelatihan
2. Pengertian
Penyelidikan Epidemiologi Dan Penelitian Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi sebenarnya tidak berbeda dengan “penelitian
epidemiologi”, tetapi karena situasi memerlukan adanya penyesuaian lapangan.
Biasanya, penelitian epidemiologi dilaksanakan dengan persiapan yang matang,
metode penelitian dipilih dan dirumuskan dengan cermat, orang-orang dan sasaran
penelitian dipilih dan dihitung dengan cermat, tenaga pelaksana penelitian mendapat
pedoman dan pelatihan terstruktur, organisasi penelitian dibangun dari tim inti peneliti
sampai ke petugas-petugas di lapangan.
Sementara, penyelidikan epidemiologi dilaksakan dalam keadaan yang sifatnya
mendadak, tergesa-gesa karena informasi hasil kerja penyelidikan epidemiologi
ditunggu banyak orang dan menimbulkan tekanan psikologis yang berat. Penyelidikan
epidemiologi diselenggarakan dalam keterbatasan waktu untuk persiapan, kurangnya
informasi awal sebelum dilakukan kegiatan lapangan, dan keterbatasan sumber daya
yang bisa digerakkan, baik tenaga profesional, sarana dan biaya, yang bisa berakibat
timbulnya banyak kendala di lapangan, dan beberapa data penyelidikan penting bisa
tidak terdata dengan baik.
Dengan adanya keterbatasan ini, bukan berarti penyelidikan epidemiologi tidak
memerlukan persiapan dan perumusan metode-metode penyelidikan yang baik, justru
kecepatan mempersiapkan metode dan kerja tim yang baik, dalam situasi serba terbatas
tersebut, menjadi persyaratan utama bagi tim yang akan melakukan penyelidikan.
Pada penelitian, biasanya proposal dibuat sebelum penelitian, kemudian
proposal tersebut diikuti tanpa ada perubahan. Pada penyelidikan, perubahan situasi
KLB seringkali tidak terduga dengan cermat, oleh karena itu, metode-metode
penyelidikan epidemiologi yang telah dirancang sebelum ke lapangan, bisa jadi
memerlukan penyesuaian saat di lapangan, bahkan bisa sangat berbeda dengan metode
semula.
Pada penelitian, biasanya, laporan dibuat setelah serangkain kegiatan penelitian
sesuai proposal telah dilaksanakan sepenuhnya, kemudian data dikaji dengan cermat,
dan dibahas berungkali untuk mendapatkan hasil analisa yang betul-betul terjaga
kualitasnya. Sedang pada penyelidikan, setiap tahap temuan penyelidikan segera
diinformasikan kepada tim penanggulangan agar dapat digunakan sebagai dasar
dilakukan tindakan tertentu.
KLB, WABAH, CLUSTER.
Kejadian luar biasa penyakit menular adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang menjurus pada terjadinya wabah.
(PP No.40, 1991)
Yang dimaksud ”suatu daerah” pada pengertian KLB penyakit tersebut dapat berupa :
a. Lokasi atau populasi terbatas seluas pemukiman tertentu, antara lain sekolah,
pondok pesantren, dukuh atau pada lokasi atau populasi yang lebih luas, termasuk
yang berbeda secara administrasi pemerintahan antara lain desa, kecamatan,
kabupaten/kota, atau provinsi atau beberapa provinsi
b. Cluster penyakit tertentu, misalnya antara satu penderita dengan penderita lain
yang berbeda lokasi tinggal, tetapi terhubung secara epidemiologi, misalnya pernah
kontak satu sama lain, memiliki sumber infeksi yang sama, dan sebagainya.
Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU no.4, 1984). Dilihat dari
pengertiannya, wabah dan KLB penyakit menular adalah sama, tetapi wabah ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan.
Cluster kasus adalah terdapatnya sejumlah penderita penyakit yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, baik karena keterkaitan dalam rangkaian penularan agen penyakit,
atau karena adanya keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit.
Biasanya batas KLB dan cluster, pada cluster masih belum jelas populasi berisikonya,
sehingga attack rate belum bisa diperkirakan atau belum bisa dinyatakan terjadi
peningkatan jumlah kasus atau tidak.
Faktor risiko sakit
Pada penyelidikan epidemiologi sering kita menghimpun data untuk mengetahui faktor
risiko sekelompok orang menjadi sakit. Dibawah ini dibahas risiko dan faktor risiko.
Risiko adalah besarnya kemungkinan suatu tindakan atau paparan tertentu
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Contoh merawat pasien covid tidak
menggunakan masker berisiko tertular covid
Faktor risiko sakit adalah karakteristik seseorang atau lingkungan sekitarnya yang
dapat meningkatkan kemungkinan orang tersebut menderita sakit, Contoh jenis
kelamin merupakan faktor risiko mengalami sakit diare, imunisasi campak merupakan
faktor risiko menderita sakit campak. Faktor risiko akan banyak dibahas pada bahasan
epidemiologi deskriptif
Studi epidemiologi deskriptif
Menggambarkan situasi populasi tertentu dengan cara mendistribusikan,
membandingkan dan menghubungkan kelompok-kelompok yang ada pada populasi
tersebut menurut waktu, tempat dan karakteristik individu., missal jumlah kelompok
laki-laki dan perempuan, kelompok yang mendapat imunisasi dan tidak mendapat
imunisasi.
Studi epidemiologi analitik
Menggambarkan hubungan satu kondisi dan kondisi tertentu lainnya atau
menggambarkan hubungan sebab dan akibat, atau hubungan antara independent dan
dependent
3. Studi Epidemiologi Deskriptif
a. Pengertian
Penyelidikan epidemiologi dapat dilaksanakan dengan menerapkan studi epidemiologi
deskriptif atau studi epidemiologi analitik. Kedua studi ini telah dibahas pada bahasan
epidemiologi dasar.
Desain epidemiologi deskriptif pada penyelidikan epidemiologi suatu KLB merupakan
cara menganalisa suatu populasi dengan membagi (mendiskripsikan atau
mendistibusikan) sekelompok populasi tersebut dalam kelompok-kelompok tertentu,
misalnya kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, kelompok yang mendapat
imunisasi dan kelompok yang tidak mendapat imunisasi.
Contoh penerapan epidemiologi deskriptif, digunakan data kejadian luar biasa campak
pada Kelurahan Pamulang, Juli 2020 (contoh)
TABEL 1
Distibusi Anak Balita di Kelurahan
Pamulang, Menurut Jenis Kelamin
Pada KLB Campak, Juli 2020
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki-laki 90 45 %
Perempuan 110 55 %
Jumlah 200 100 %
*) wawancara dari rumah ke rumah di
kelurahan Pamulang (contoh)
TABEL 2
Distibusi Anak Balita di Kelurahan
Pamulang , Menurut Status Imunisasi
Campak. Pada KLB Campak, Juli 2020
Status Imunisasi Jumlah Prosentase
Imunisasi 160 80 %
Tidak imunisasi 40 20 %
Jumlah 200 100 %
*) wawancara dari rumah ke rumah di
kelurahan Pamulang (contoh)
Disamping desain epidemiologi deskriptif, terdapat desain epidemioilogi analitik.
Desain epidemiologi analitik merupakan cara menunjukkan besarnya pengaruh sebab
tertentu (misalnya imunisasi) yang dapat mendorong terjadinya suatu akibat pada suatu
populasi tertentu yang mengalami KLB (contoh, sebab tidak mendapat imunisasi
campak, maka berakibat timbulnya sakit campak). Sebab tersebut bisa agen tertentu,
atau faktor risko atau kondisi yang mempengaruhi timbulnya suatu akibat tertentu.
Contoh sebab → akibat, anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita
sakit campak (berisiko) sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat
imunisasi campak.
Seringkali beberapa sebab atau faktor risiko itu kombinasi mempengaruhi timbulnya
akibat, dan oleh karena itu, pada kelompok tertentu bisa mempunyai akibat yang
berbeda, karena adanya perbedaan sebagian dari multi sebab atau faktor risiko. Contoh
lihat pada tabel skematis dibawah ini :
TABEL 3
Besarnya Risiko Sakit Campak
Berdasarkan Status Imunisasi Campak dan Jenis Kelamin
Kelompok Besarnya Risiko Sakit Campak
Gabungan anak
kelompok laki-
laki dan
perempuan
anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita sakit
campak sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat
imunisasi campak
Kelompok anak
laki-laki
anak laki-laki yang tidak mendapat imunisasi campak dapat
menderita sakit campak sebesar 6 kali dibandingkan anak laki-laki
yang telah mendapat imunisasi campak
Kelompok anak
perempuan
anak perempuan yang tidak mendapat imunisasi cepat dapat
menderita sakit campak sebesar 4 kali dibandingkan anak
perempuan yang telah mendapat imunisasi campak
Kedua desain epidemiologi tersebut adalah sama pentingnya, karena hasil penerapan
desain epidemiologi analitik dapat menentukan beratnya masalah karena adanya sebab
atau kondisi tertentu, sedang hasil penerapan desain epidemiologi deskriptif dapat
menggambarkan besarnya (jumlah) atau luasnya wilayah atau kelompok masyarakat
yang mempunyai masalah
Pada bahasan berikutnya, dibahas lebih jauh terkait
b. Tujuan
Tujuan pendataan dan analisa dengan desain epidemiologi deskriptif ini adalah :
a. menggambarkan perkembangan kejadian dari waktu ke waktu,
b. menampilkan sebaran pada suatu wilayah tertentu
c. membandingkan antar wilayah atau kelompok-kelompok populasi, baik
berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio
c. Deskripsi Kasus Menurut Gejala
Setiap kali dokter memeriksa pasiennya, akan selalu ditanyakan gejala dan tanda sakit,
yang digunakan untuk menuntun pada penetapan diagnosa penyakit yang diderita
pasien. Para epidemiolog kesehatan juga menghimpun gejala dan tanda yang ada pada
kasus-kasus yang ada di populasi (kasus-kasus pada periode KLB), yang akan
digunakan untuk menuntun pada penetapan diagnose penyakit yang sedang berjangkit
pada suatu populasi KLB. Untuk keperluan penetapan diagnose penyakit penyebab
KLB (etiologi), data gejala dan tanda tersebut kemudian diolah sedemikian rupa
sehingga diperoleh distribusi gejala dari kasus-kasus KLB.
TABEL 6
Distibusi 6 Kasus Menurut Gejala
Pada KLB Campak, Kel. Pamulang, Juli
2020
Gejala Jumlah Prosentase *)
Demam 6 100 %
Batuk 4 67 %
Pilek 2 33 %
Bercak 5 83 %
Sesak nafas 2 33 %
Diare 1 17 %
Perdarahan 0 0 %
Meninggal 1 17 %
*) jumlah kasus dengan gejala tertentu /
jumlah kasus yang diperiksa (contoh)
Data gejala dihimpun sedemikian rupa untuk memastikan dugaan penyakit penyebab
KLB yang dicurigai, dan menyingkirkan kemungkinan dugaan penyakit penyebab KLB
yang lain. Pada contoh didata jumlah kasus dengan gejala dan tanda penyakit campak,
tetapi juga mendata kasus dengan tanda perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab penyakit karena demam berdarah dengue (mimisen, perdarahan gusi, diare
dengan darah/melena, dsb)
d. Deskripsi kasus menurut waktu, tempat dan orang (kurva epidemi, analisa
deskriptif faktor risiko umur, jenis kelamin, wilayah, dsb)
1) Kurva Epidemi
Desain epidemiologi deskriptif dapat menggambarkan perkembangan kejadian dari
waktu ke waktu, sebaran dan perbandingan menurut wilayah atau kelompok-
kelompok, baik berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio. Untuk
menunjukkan gambaran perkembangan kejadian dari waktu ke waktu perlu dibuat
kurva epidemi.
Biasanya kurva epidemi adalah grafik histogram, atau polygon, tetapi seringkali
digambarkan juga dengan jenis grafik lainnya.
Ciri kurva epidemi (grafik histogram), seperti grafik susunan balok atau batu bata,
tetapi tidak ada celah diantara 2 balok, setiap satuan balok/batu bata menunjukkan
jumlah kasus/balok dan dituliskan dalam keterangan gambar grafik.
Grafik ini menggambarkan “jumlah kasus” menurut “waktu” : tanggal onset,
tanggal berobat, tanggal laporan adanya kejadian, sesuai dengan jenis data yang
tersedia
Untuk membuat kurva epidemi, pertama-tama dilakukan pengelompokan data
menurut tanggal kejadian, dimana tanggal kejadian yang tidak ada kasus tetap
harus ditulis dengan jumlah kasus “0”
Pada grafik histogram tersebut dapat ditetapkan besarnya masalah KLB :
● KLB dimulai, ditetapkan oleh tim epidemiolog kesehatan yang mengadakan
penyelidikan epidemiologi, berdasarkan tanggal mulai terjadi kenaikan secara
bermakna. Pada grafik tersebut kita tetapkan 13 Juli merupakan tanggal mulai
terjadi KLB
● KLB berakhir, ditetapkan juga oleh tim epidemiolog kesehatan. Pada grafik tersebut
kita tetapkan akhir KLB adalah tanggal 15 Juli. Bisa jadi, pada saat penyelidikan
dilaksanakan KLB masing berlangsung, maka KLB dinyatakan belum berakhir saat
penyelidikan dilakukan.
● Jumlah kasus dan meninggal. Jumlah kasus merupakan jumlah kasus dalam periode
KLB. Pada grafik tersebut jumlah kasus adalah jumlah kasus selama periode KLB,
yaitu jumlah kasus antara tanggal 13 Juli (awal KLB) dan tanggal 15 Juli (akhir
KLB) sebesar 2+3+1= 6 kasus, dengan jumlah kasus meninggal 1 kasus meninggal
● Pola KLB. Pada KLB penyakit menular pola KLB biasanya adalah common source,
yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode KLB merupakan kasus-kasus yang
ditularkan 1 kasus lain yang tidak ada dalam periode KLB tersebut, baik langsung
maupun tidak langsung. Ciri pola common source adalah periode KLB cukup
pendek sama atau kurang dari selisih masa inkubasi terpanjang dan terpendek
penyakit penyebab KLB (masa inkubasi campak 10-14 hari)
Pola KLB lain adalah propagated source, yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode
KLB ditularkan oleh kasus-kasus lain, kasus-kasus tersebut terus menularkan lagi
kepada kasus-kasus berikutnya.
2) Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin dan umur
Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin adalah mendiskripsikan kasus-kasus
KLB sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya, demikian juga untuk kelompok umur.
Mendiskripsikan kasus-kasus menurut jenis kelamin dan kelompok umur terdiri atas
data populasi berisiko, data kasus, data kasus meninggal, analisa besarnya risiko sakit,
dan analisa besarnya risiko meninggal diantara kasus
Besarnya risiko sakit diartikan sebagai besarnya kemungkinan orang-orang pada
populasi yang sedang terjadi KLB akan menderita sakit selama periode KLB
Jenis kelamin dan umur merupakan deskripsi yang sering dibuat oleh para epidemiolog
kesehatan, karena hampir semua penyakit selalu dipengaruhi oleh perbedaan jenis
kelamin dan umur. Risiko menderita sakit campak, sangat dipengaruhi perbedaan umur.
TABEL 7
TABEL 8
TABEL 9
3) Gambaran epidemiologi menurut faktor risiko tertentu
Pada KLB penyakit menular memiliki banyak kondisi yang mempengaruhi terjadinya
penularan disamping faktor umur dan njenis kelamin. Pada KLB campak, salah satu
kondisi yang mempengaruhi terjadinya penularan adalah adanya anak-anak yang tidak
pernah mendapat imunisasi campak.
Dibawah ini dibuat deskripsi risiko menjadi kasus berdasarkan status imunisasi dari
anak-anak balita yang dilakukan pendataan
TABEL 10
Kesimpulan analisa ukuran attack rate : risiko anak-anak yang tidak mendapat
imunisasi campak adalah sebesar 30 kasus per 100 populasi anak, sedangkan risiko
anak-anak yang telah mendapat imunisasi campak adalah sebesar 8,9 kasus per 100
populasi anak. Demikian juga untuk analisa risiko kematian diantara kasus.
4) Gambaran epidemiologi menurut tempat
Cara sederhana untuk menggambarkan masalah KLB adalah dengan cara
mendeskripsikannya dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil, sehingga terlihat
gambaran masalah yang lebih teliti menurut wilayah.
Pada umumnya, mendeskripsikan KLB menurut wilayah dalam bentuk tabel, grafik,
dan yang baik dalam bentuk peta. Contoh dibawah ini, mendeskripsikan KLB campak
menurut wilayah RT dalam bentuk tabel, grafik dan peta.
TABEL 11
Kesimpulan analisa : Anak-anak di RW 14 mempunyai risiko sakit paling tinggi (AR
17,1 per 100 populasi), dan anak-anak di RW 15 tidak ditemukan adanya kasus selama
periode KLB
GAMBAR 6
Keterangan
Guna grafik bar adalah membandingkan antar kelompok, dan untuk membandingkan
risiko selalu dalam bentuk perbandingan rate, bukan prosentase atau jumlah (absolut)
5) Pemetaan
Area map
Perbandingan risiko (rate) juga bisa digambarkan dalam suatu peta sederhana, peta
seperti itu disebut area map. Masing-masing wilayah dikelompokkan dalam kelompok
berisiko tinggi, sedang dan rendah dengan membuat batasan sesuai kebutuhan analisa.
Karena dikelompokkan tersebut, maka detail perbedaan risiko antar wilayah hilang.
GAMBAR 7
Spot map
Untuk mengetahui sebaran kasus yang dihubungkan dengan keberadaan lokasi tertentu,
misal lokasi Puskesmas, sekolah, warung, sungai dan lokasi tertentu sebagai faktor
risiko yang dicurigai, dapat digunakan peta sebaran kasus. Peta tersebut disebut spot
map
Bagaimanapun, dengan melihat kepadatan sebaran kasus, spot map dapat juga
digunakan untuk membandingkan banyaknya kasus antar wilayah. Serial Spot map
menurut tanggal, minggu, spot map dapat digunakan menunjukkan perkembangan
kasus dari waktu ke waktu menurut wilayah
GAMBAR 8
Kesimpulan analisa :
● Risiko sakit campak tertinggi di RT 14 (AR 66,7 / 100 balita)
● Secara umum sebaran kasus (bulat merah) adalah lebih tinggi di RT 13
dibandingkan RT 14, sedang RT 12 tidak terlihat adanya kasus.
Sebaran kasus meninggal hanya terlihat di RT 13.
Kecenderungan
Salah satu manfaat histogram adalah menilai kecenderungan perkembangan KLB dari
waktu ke waktu. Ini ditetapkan pada waktu penyelidikan dilaksanakan. Kecenderungan
KLB dapat ditetapkan sebagao berikut :
● KLB masih berlangsung dan cenderung jumlah kasus meningkat
● KLB masih berlangsung, tetapi cenderung jumlah kasus tetap atau menurun
● KLB telah berakhir
4. Penyakit penyebab KLB (etiologi)
Salah satu tahapan penyelidikan epidemiologi KLB adalah menetapkan agen penyebab KLB
atau disebut menetapkan diagnose etiologi KLB. Pada seseorang yang menderita sakit,
maka dokter perlu menetapkan diagnosa sakit tersebut, baik diagnosa klinis, missal sakit
demam dan diagnosa etiologi, misal sakit campak.
KLB penyakit menular adalah munculnya dan atau terjadinya peningkatan jumlah orang
yang menderita sakit penyakit menular pada suatu populasi tertentu yang bermakna secara
epidemiologis. Pada KLB penyakit menular tersebut juga perlu ditetapkan diagnosanya,
baik disebut sebagai KLB demam (klinis), maupun disebut KLB campak (etiologis).
Penetapan agen penyebab KLB sebetulnya mudah, yaitu semua kasus diperiksa oleh dokter
dan ditetapkan diagnoisanya (misal campak) dan kumpulan hasil pemeriksaan setiap kasus
itu digunakan sebagai alat menetapkan apa yang menjadi agen penyabab KLB penyakit
menular. Metode seperti itu akan menjadi tidak mudah ketika di populasi tersebut juga
banyak terjadi kasus-kasus dengan gejala klinis yang sama atau mirip.
Contoh
Dilaporkan adanya peningkatan kasus demam pada kelurahan Pamulang sejak seminggu
terakhir ini, hasil pemeriksaan lapangan di kelurahan tersebut dilaporkan adanya 7 kasus
campak, 3 kasus demam berdarah dengue, 4 kasus rubella 4, 4 kasus influenza 8, 12 kasus
demam
KLB penyakit apakah yang sedang terjadi ?
Pada keadaan tersebut, perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi untuk menentukan agen
penyabab KLB demam tersebut, dengan menentukan pola dan kecenderungan
perkembangan kasus dari waktu ke waktu, membuat gambaran distribusi gejala,
mengidentifikasi masa inkubasi dan sebagainya, sehingga bisa mengumpulkan bukti untuk
menetapkan agen penyebab KLB yang terjadi ditengah-tengah populasi
Prinsip-prinsip Penetapan Agen Penyebab KLB
Dibawah ini dibahas prinsip-prinsip atau konsep Penetapan Etiologi KLB berdasarkan 1.
analisis distribusi gejala, 2. analisis perkembangan KLB, 3. analisis masa inkubasi KLB,
4. analisis data epidemiologi dan 5. analisis uji spesimen
Prinsip Umum menetapkan agen penyabab KLB adalah :
1. Tetapkan dugaan agen penyebab KLB
2. Buktikan dugaan agen penyebab tersebut bukan sebagai agen penyebab KLB
a. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan analisis distribusi Gejala Kasus-
kasus pada periode KLB.
Untuk mendiagnosa penyakit pasiennya, dokter mengumpulkan informasi awal tentang
gejala sakit pada pasiennya, dan berdasarkan informasi awal ini, dokter menetapkan
satu atau beberapa dugaan etiologi (kuman penyebab sakit). Kemudian dokter
melakukan pengujian dengan mengumpulkan informasi tambahan yang diperlukan,
atau pemeriksaan penunjang guna memastikan dan atau menyingkirkan dugaan etiologi
yang telah ditetapkan sebelumnya Inilah prinsip : curigai dan buktikan berdasarkan
gejala
Cara yang sama dilakukan oleh para epidemiolog kesehatan untuk menetapkan agen
penyebab sakit yang terjadi pada suatu populasi. Untuk mudahnya kita cobakan pada
contoh kasus KLB demam di Kelurahan Pamulang, Juli 2020
Pada KLB demam, di Kelurahan Pamulang, Juli 2020, tim penyelidikan epidemiologi
menetapkan dugaan awal agen penyebab KLB adalah campak dan demam berdarah
dengue
Pada refers diperoleh gambaran klinis dan epidemiologi campak dan demam berdarah
dengue sebagai berikut :
Campak
Masa inkubasi 10-14 hari. Menular dari orang ke orang langsung. Gejala demam,
bercak dengan salah satu gejala tambahan batuk, pilek, sesak nafas
(bronchopneumonia). Uji spesimen serologi (darah tepi) atau RTPCR (air kencing)
Demam berdarah dengue
Masa inkubasi 4-7 hari. Menular dengan perantaraan nyamuk Aedes agypti. Gejala
demam, bercak, perdarahan. Uji pendukung hematokrit dan trombositopenia. Uji
spesimen dari darah serologi dan RTPCR
Berdasarkan kecurigaan tersebut, kepada kasus-kasus yang ditemui ditanyakan adanya
gejala dan hasil pemeriksaan sesuai referensi campak maupun demam berdarah dengue
(gejala gabungan) : demam, batuk, pilek, bercak, sesak nafas, trombositopenia,
hermatokrit, pengujian spesimen untuk campak dan demam berdarah dengue. Hasilnya
dapat ditampilkan dalam format distribusi gejala (lihat ebook-epidemiologi deskriptif)
TABEL 12
Distibusi 26 Kasus Menurut Gejala
Pada KLB Demam, Kel. Pamulang, Juli
2020
Gejala Gabungan Jumlah Prosentase
Demam 26 100 %
Batuk 20 76,9 %
Pilek 8 30,8 %
Bercak 22 84,6 %
Sesak nafas 4 15,4 %
Trombositopenia 0 0 %
Hematokrit 0 0 %
Perdarahan 0 0 %
Kesimpulan
Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut kemungkinan besar
bukan karena demam berdarah dengue (sudah bisa disingkirkan), karena tidak adanya
kasus-kasus dengan tromobositopenia, hematokrit dan perdarahan (mimisen, tes
perdarahan, dsb).
Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut masih terdapat
kemungkinan karena campak (belum bisa disingkirkan)
Bercak campak dan bercak pada demam berdarah dengue menunjukkan gambaran
klinis yang berbeda, dan oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan
pemeriksaan oleh dokter untuk memastikan jenis bercak yang ada pada kasus-kasus
yang dicurigai.
Kesimpulan analisis
Berdasarkan daftar Distribusi Gejala Kasus-Kasus Yang Bisa diperiksa dapat
ditentukan bahwa :
• Campak “masih dicurigai” sebagai agen penyebab (etiologi). Frekuensi gejala
yang menunjukkan bukan campak tidak ada, yaitu trombositopenia, hematokrit,
perdarahan. Sedang gejala yang menunjukkan campak cukup besar.
• Demam berdarah dengue “dipastikan bukan” sebagai penyebab (etiologi) KLB
karena tingginya kasus sesak nafas dan batuk pilek yang tidak mengindikasikan
sebagai demam berdarah dengue, dan gejala utama pada demam berdarah dengue
: trombositopenia, hematokrit dan perdarahan adalah tidak ada atau dalam jumlah
yang sangat sedikit.
Metode pembuktian terbalik inilah yang dilakukan, bukan sebaliknya. Ingat !!!
b. Menguji dugaan agen penyebab KLB dg analisis periode KLB.
Pada KLB dengan pola KLB common source-point source, dimana kasus-kasus dalam
periode KLB ditulari oleh satu kasus pada waktu bersamaan, maka periode KLB tidak
akan lebih lama dari selisih masa inkubasi terpanjang – masa inkubasi terpendek dugaan
etiologi.
Pada gambar 1, kasus-kasus pada tanggal 13-15 Juli kontak erat dengan kasus tanggal
3 Juli, sehingga ditetapkan tertular oleh agen yang ada pada kasus 3 Juli tersebut.
Lamanya KLB (periode KLB) adalah 3 hari (tanggal 13-15 Juli) sedang selisih masa
inkubasi terpanjang-terpendek campak adalah 4 hari (14-10 hari), dan oleh karena itu,
campak “masih dicurigai“ sebagai agen penyebab KLB
Pada gambar 2, kasus-kasus pada tanggal 13-19 Juli kontak erat dengan kasus tanggal
3 Juli, sehingga ditetapkan tertular oleh agen yang ada pada kasus 3 Juli tersebut.
Lamanya KLB (periode KLB) adalah 7 hari (tanggal 13-19 Juli) sedang selisih masa
inkubasi terpanjang-terpendek campak adalah 4 hari (14-10 hari), dan oleh karena itu,
campak “dipastikan bukan“ sebagai agen penyebab KLB
Analisa ini juga lebih mudah jika cara penularan adalah langsung, tidak melalui
lingkungan atau vektor/binatang penular penyakit. Metode ini cocok untuk menguji
dugaan etiologi KLB keracunan
Prinsip :
1. Jika periode KLB terbukti sama atau lebih pendek dari selisih masa inkubasi
terpanjang - masa inkubasi terpendek dugaan agen penyebab, maka dugaan agen
penyabab adalah masih diduga sebagai agen penyebab dan belum dapat
disingkirkan sebagai dugaan agen penyebab
2. Jika periode KLB terbukti lebih panjang dari selisih masa inkubasi terpanjang -
masa inkubasi terpendek dugaan agen penyebab, maka dugaan agen penyabab
adalah dipastikan bukan agen penyebab dan dapat disingkirkan sebagai dugaan
agen penyebab
c. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan masa inkubasi kasus KLB
Pada KLB penyakit menular langsung, misalnya campak, difteri, frambusia, dsb, masa
inkubasi kasus dapat ditentukan berdasarkan masa inkubasi kasus sekunder sejak
kontak dengan kasus primer atau kasus indeks.
Prinsip 1 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih panjang dari masa inkubasi
terpanjang dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan
dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi
Prinsip 2 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih pendek dari masa inkubasi
terpendek dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan
dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi
d. Menguji dugaan agen penyebab KLB dg kejadian KLB yang sering terjadi di
wilayah !!
Apabila data KLB di suatu wilayah cukup lengkap, maka apabila terjadi KLB penyakit
menular tertentu akan diduga sebagai KLB dari suatu penyakit yang sering terjadi di
wilayah tersebut, terutama apabila gejala-gejala klinis sama atau mirip.
Informasi ini jelas memperkuat bukti tentang dugaan etiologi KLB yang terjadi di suatu
wilayah.
e. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan uji spesimen kasus KLB.
Ingat!! Diuji pada etiologi KLB yang telah diduga !!
Pada KLB penyakit menular, seringkali dilakukan pengujian spesimen dari kasus-kasus
yang dicurigai. Hasil pengujian spesimen dapat digunakan sebagai bukti kebenaran
sebuah dugaan etiologi KLB.
Prinsip :
Agen racun etiologi KLB ditetapkan jika ada konsistensi hasil analisis distribusi gejala,
periode KLB, masa inkubasi KLB dan hasil pengujian spesimen. Jika ada perbedaan,
perlu dikaji ulang setiap langkah analisis tersebut
5. Sumber dan Cara Penularan
Salah satu tahapan penyelidikan epidemiologi adalah menetapkan sumber dan cara
penularan pada suatu KLB. Sumber penularan merupakan media dimana agen penyebab
KLB itu berada dan dapat pindah menginfeksi orang lain dengan cara tertentu.
Sumber dan cara penularan pada KLB penyakit menular atau keracunan dapat dilakukan
dengan baik apabila telah menguasai dengan benar riwayat alamiah penyakit, cara
penularan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit menular
dan keracunan tersebut.
a. Riwayat Alamiah Penyakit
Agen penyakit bergerak pindah keluar dari penjamu (sumber penyakit) melalui jalan
keluar (portal meninggalkan penjamu), kemudian melalui berbagai cara penularan
(sumber penyakit dan cara penularan), agen penyakit masuk ke dalam tubuh penjamu
baru yang rentan melalui pintu masuk (portal masuk ke penjamu baru).
Agen penyakit (mikroorganisme) masuk kedalam tubuh seseorang, dan mulai terjadi
perubahan patologis pada tubuh orang tersebut (infektivitas). Pada awal perubahan
patologis tidak terlihat, tidak ada gejala, dan kemudian sebagian orang mulai
menunjukkan gejala dan tanda penyakit (pathogenesis). Gejala yang muncul bisa
berbeda-beda satu orang dengan orang lain, ada yang menunjukkan gejala lengkap, ada
yang sebagian gejala saja, ada yang menunjukkan gejala yang berat, cacat dan
meninggal, ada yang bergejala ringan (virulemsi)
Infektivitas adalah proporsi orang-orang yang terpapar agent penyakit yang kemudian
menjadi terinfeksi. Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian
menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit). Virulensi adalah proporsi
kasus klinis yang kemudian menderita sakit berat atau meninggal.
Setiap agen penyakit mempunyai masa inkubasi tertentu, yaitu waktu sejak terpapar
agen penyakit sampai timbulnya gejala. Beberapa jenis penyakit sudah menunjukkan
penularan selama masa penularan, termasuk kasus-kasus carrier, sebagian yang lain
menunjukkan penularan sejak mulai timbul gejala, tetapi penyakit lain nahkan masih
menularkan penyakitnya dalam masa penyembuhan
b. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penularan Penyakit
• Agent ( penyebab)
• Reservoir dari agent (penyebab)
• Portal dari agent untuk meninggalkan host
• Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru
• Portal dari agent masuk ke host yang baru
• Kerentanan host
c. Cara Penularan Penyakit
• Langsung
o Kontak langsung, misal penyakit kelamin dan penyakit enteric
o Penyebaran droplet
• Tidak langsung
o Melaui udara, biasanya melalui partikel debu, terdapat pada kebanyakan
penularan penyakit saluran pernafasan.
o Melalui vehicle, misalnya melalui air, makanan, susu, serum, plasma
o Melalui vektor :
- Perpindahan mekanis, artinya tidak ada perkembangbiakan dalam tubuh
vektor, misal E. histolotika
- Perpindahan biologis, memerlukan perkembangbiakan dalam tubuh vektor,
misal malaria
d. Identifikasi Sumber penularan
Cara identifikasi sumber-sumber penularan sebagai berikut :
e. Analisa epidemiologi deskriptif
Data deskripsi kasus-kasus yang dicurigai menurut waktu, tempat dan karakteristik
orang dapat menuntun pada sumber-sumber penularan kasus-kasus pada suatu KLB
Membandingkan risiko sakit menurut karakteristik wilayah (RT, sekolah,
perjalanan, dsb) dan kelompok-kelompok masyarakat (umur, jensi kelamin,
pekerjaan, dsb)
Peta sebaran kasus dan hubungannya dengan lokasi-lokasi atau orang-orang
tertentu
6) Analisa kontak
Sumber penularan bisa diidentifikasi melalui pelacakan kontak, yaitu
mengidentifikasi orang-orang sakit, atau carier yang pernah bertemu sesuai dengan
masa inkubasi dan sifat kontak. Beberapa kasus yang pernah kontak dengan
seseorang yang sama adalah sangat mungkin merupakan sumber penularan
langsung.
7) Analisa media
Media, alat, sarana, ruangan, lokasi yang digunakan oleh beberapa kasus dan sesuai
dengan masa inkubasi agen penyakit yang dicurigai juga dapat mengarahkan pada
identifikasi sumber penularan
Dugaan media, alat, sarana, ruangan dan lokasi sebagai sumber penularan dapat
diperoleh dari analisa epidemiologi deskriptif.
8) Analisa kuman
Peta genetik dari agen penyebab kasus-kasus yang dicurigai juga dapat
mengarahkan pada sumber-sumber penularan
9) Studi epidemiologi analitik
Berdasarkan analisa epidemiologi deskriptif dapat dikembangkan hipotesis sumber-
sumber penularan, yang kemudian dilakukan studi epidemiologi analitik.
6. Penetapan besar masalah pada KLB
Secara umum, penetapan besar masalah KLB diperoleh dari studi epidemiologi deskriptif, yaitu
diperolehnya informasi tentang :
1) Jumlah kasus dan meninggal pada periode KLB dan besar risiko sakit pada populasi
dimana KLB itu terjadi (attack rate dan case fatality rate)
2) Waktu kejadian sesuai dengan jenis KLB, bisa tanggal, jam atau minggu terjadinya
KLB (mulai dan akhir kejadian)
3) Periode KLB atau waktu dalam satuan waktu tertentu sejak mulai KLB sampai dengan
akhir KLB atau waktu saat dilakukan penyelidikan apabila KLB dinyatakan belum
berakhir
4) Lokasi terjadinya KLB. Bisa saja berupa wilayah kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, lokasi khusus, seperti di sekolah, barak pengungsian, atau kelompok
masyarakat tertentu (kelompok wisata remaja kampong Pulo, dsb)
5) Penjelasan tentang pola kecenderungan KLB dan perkembangannya kedepan
6) Faktor-faktor yang mempengaruhinya besarnya masalah, baik temuan berdasarkan
studi epidemiologi deskriptif, maupun hasil studi epidemiologi analitik pada KLB
7) Penjelasan lebih spesifik dari besar masalah tersebut (specific attack rate)
Seringkali, besar masalah KLB dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah tersebut
dimasa sebelum KLB saat ini, atau dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah lain,
dan juga bisa dibandingkan dengan data insiden (data studi populasi atau data laporan fasilitas
pelayanan)
7. Penetapan KLB
Kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan biasanya ditetapkan oleh pimpinan
instansi kesehatan wilayah tertentu, agar dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan
yang sesuai dalam situasi KLB sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan.
Pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2014 tentang KLB keracunan makanan , pejabat
yang mendapat kewenangan menetapkan adanya KLB penyakit menular dan keracunan
makanan adalah kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Provinsi dan Menteri
Kesehatan 1) & 2)
.
1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
2
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2013 tentang KLB keracunan pangan
Bagaimanapun, Puskesmas tetap mempunyai kewenangan menetapkan adanya KLB dan
melaporkan situasi KLB tersebut kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menerbitkan
laporan W1 Puskesmas (dilihat pada pedoman terkait), dan tetap segera melakukan respon
penanggulangan sesuai kemampuan Puskesmas, terutama terhadap pertolongan kasus KLB dan
korban keracunan.
Kejadian Luar Biasa penyakit menular, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah 1)
Pengertian bermakna secara epidemiologi, mengandung maksud penetapan KLB berdasarkan
kajian epidemiologi yang baik dan memerlukan tindakan penanggulangan. Menteri
memberikan pedoman teknis untuk menetapkan KLB penyakit menular pada suatu daerah
tertentu, sebagai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
h. Beberapa jenis penyakit menular tertentu mempunyai tatacara penetapan KLB khusus
Penetapan KLB sebagaimana batasan tersebut selalu menunjukkan kenaikan jumlah atau
proporsi kasus berdasarkan jumlah atau proporsi kasus sebelumnya sesuai masing-masing
dengan 7 indikator tersebut dengan beberapa persyaratan :
a. Paling baik menggunakan sumber data jumlah kasus atau jumlah kematian yang ada di
populasi berdasarkan survei atau sensus (data penemuan kasus secara aktif).
b. Apabila menggunakan sumber data adalah data fasilitas pelayanan kesehatan (data
penemuan secara pasif), maka perkembangan jumlah kasus dan kematian berdasarkan
data Puskesmas dipastikan adalah representatif atau konsisten dengan perkembangan
jumlah kasus dan kematian yang ada di populasi. Adanya pengobatan gratis, kampanye
berobat, dan kekhawatiran penduduk, bisa mendorong penduduk lebih banyak yang
datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang bisa menyebabkan tidak
konsistennya perkembangan jumlah kasus antara data yang di fasyankes dan di
populasi.
c. Pembandingan jumlah kasus dan kematian harus menggunakan data dengan sumber
data unit analisis yang tetap. Contoh kenaikan jumlah kasus diare pada pasien-pasien
yang berobat ke pelayanan (penemuan pasif) tidak bisa dibandingkan dengan jumlah
kasus yang sama tetapi ditemukan secara aktif di tengah-tengah masyarakat dengan
metode survei (sampel penduduk secara random) atau sensus (total penduduk dari dari
rumah ke rumah) atau sebaliknya.
Berbeda dengan penetapan KLB penyakit menular, KLB keracunan makanan ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keracunan Makanan 2)
. Penetapan KLB
sama oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat.
KLB keracun pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang
menderita sakit dengan gejala sama atau hampir sama setelah menjadi mengonsumsi pangan,
dan berdasarkan analisa epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
Definisi ini sama dengan definisi berbagai lembaga lain, tetapi pada prakteknya, Puskesmas
dan Dinas Kesehatan, baru menetapkan adanya suatu KLB keracunan makanan, ketika jumlah
korban keracunan cukup banyak.
Penetapan KLB tidak saja berdasarkan kalkulasi matematis, tetapi beberapa faktor lain yang
juga berpengaruh terhadap keputusan tersebut , antara lain, cepatnya perkembangan penyakit,
ketersediaan cara-cara penanggulangan, ketersediaan sumber daya, desakan masyarakat dan
sebagainya, tetapi para epidemiolog kesehatan diharapkan tetap bersikap netral dan fokus pada
bukti-bukti epidemiologi adanya keadaan darurat kesehatan masyarakat dan keharusan
dilakukan tindakan penyelidikan dan penanggulangan secara luar biasa juga.

Contenu connexe

Tendances

Survey vektor malaria
Survey vektor malariaSurvey vektor malaria
Survey vektor malaria
virgananda
 
5.surveilans malaria
5.surveilans malaria5.surveilans malaria
5.surveilans malaria
Joni Iswanto
 

Tendances (20)

Prosedur Pemberdayaan Masyarakat Khusus
Prosedur Pemberdayaan Masyarakat KhususProsedur Pemberdayaan Masyarakat Khusus
Prosedur Pemberdayaan Masyarakat Khusus
 
Ukuran frekuensi penyakit epidemiologi
Ukuran frekuensi penyakit epidemiologiUkuran frekuensi penyakit epidemiologi
Ukuran frekuensi penyakit epidemiologi
 
Ukuran asosiasi epidemiologi
Ukuran asosiasi epidemiologiUkuran asosiasi epidemiologi
Ukuran asosiasi epidemiologi
 
Konsep pencegahan dan pengendalian klb wabah
Konsep pencegahan dan pengendalian klb wabahKonsep pencegahan dan pengendalian klb wabah
Konsep pencegahan dan pengendalian klb wabah
 
Risk Assesment
Risk AssesmentRisk Assesment
Risk Assesment
 
4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakit4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakit
 
Epidemiologi Analitik
Epidemiologi AnalitikEpidemiologi Analitik
Epidemiologi Analitik
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
 
PB 3_Tampilan Data Peta.pptx
PB 3_Tampilan Data Peta.pptxPB 3_Tampilan Data Peta.pptx
PB 3_Tampilan Data Peta.pptx
 
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULARBAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
BAB 1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
 
Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Sistem Kewaspadaan Dini KLBSistem Kewaspadaan Dini KLB
Sistem Kewaspadaan Dini KLB
 
Uraian materi pemberdayaan masyarakat
Uraian materi pemberdayaan masyarakatUraian materi pemberdayaan masyarakat
Uraian materi pemberdayaan masyarakat
 
Pokok bahasan 5 pelaporan klb
Pokok bahasan 5 pelaporan klbPokok bahasan 5 pelaporan klb
Pokok bahasan 5 pelaporan klb
 
Survey vektor malaria
Survey vektor malariaSurvey vektor malaria
Survey vektor malaria
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
 
Ukuran ukuran frekuensi epidemiologi
Ukuran ukuran frekuensi epidemiologiUkuran ukuran frekuensi epidemiologi
Ukuran ukuran frekuensi epidemiologi
 
Wabah
WabahWabah
Wabah
 
5.surveilans malaria
5.surveilans malaria5.surveilans malaria
5.surveilans malaria
 
Mpi.3 pokok bahasan 3
Mpi.3 pokok bahasan 3Mpi.3 pokok bahasan 3
Mpi.3 pokok bahasan 3
 
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular MalariaBAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
 

Similaire à Konsep penyelidikan KLB

Epidemiologi desktriptif-1
Epidemiologi desktriptif-1Epidemiologi desktriptif-1
Epidemiologi desktriptif-1
Qarin Erni
 
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptxBahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
YaniArpha
 
Handout epid-bidan
Handout epid-bidanHandout epid-bidan
Handout epid-bidan
Nico Robin
 
1 pengertian epid
1 pengertian epid1 pengertian epid
1 pengertian epid
desymukti
 
Pengantar Epidemiologi
Pengantar EpidemiologiPengantar Epidemiologi
Pengantar Epidemiologi
Sariana Csg
 

Similaire à Konsep penyelidikan KLB (20)

Epidemiologi HAIS.pptx
Epidemiologi HAIS.pptxEpidemiologi HAIS.pptx
Epidemiologi HAIS.pptx
 
Epidemiologi desktriptif-1
Epidemiologi desktriptif-1Epidemiologi desktriptif-1
Epidemiologi desktriptif-1
 
pengantar epidemilogi
pengantar epidemilogipengantar epidemilogi
pengantar epidemilogi
 
PPT 1. Epidemiologi Deskriptif.pptx
PPT 1. Epidemiologi Deskriptif.pptxPPT 1. Epidemiologi Deskriptif.pptx
PPT 1. Epidemiologi Deskriptif.pptx
 
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdfAulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
 
Pokok bahasan 1
Pokok bahasan 1Pokok bahasan 1
Pokok bahasan 1
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 
Bahan_Tayang_Penyelidikan_Epidemiologi_KLB[1].pptx
Bahan_Tayang_Penyelidikan_Epidemiologi_KLB[1].pptxBahan_Tayang_Penyelidikan_Epidemiologi_KLB[1].pptx
Bahan_Tayang_Penyelidikan_Epidemiologi_KLB[1].pptx
 
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptxBahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
Bahan Tayang Penyelidikan Epidemiologi KLB.pptx
 
01 INTRODUCTION EPID.ppt
01 INTRODUCTION EPID.ppt01 INTRODUCTION EPID.ppt
01 INTRODUCTION EPID.ppt
 
Handout epid-bidan
Handout epid-bidanHandout epid-bidan
Handout epid-bidan
 
INTRODUCTION EPID.ppt
INTRODUCTION EPID.pptINTRODUCTION EPID.ppt
INTRODUCTION EPID.ppt
 
INTRODUCTION EPID.ppt
INTRODUCTION EPID.pptINTRODUCTION EPID.ppt
INTRODUCTION EPID.ppt
 
Penyebaran penyakit ppt
Penyebaran penyakit pptPenyebaran penyakit ppt
Penyebaran penyakit ppt
 
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi MPI 2 Penyelidikan epidemiologi
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi
 
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi OK
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi OKMPI 2 Penyelidikan epidemiologi OK
MPI 2 Penyelidikan epidemiologi OK
 
Materi inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatanMateri inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatan
 
1 pengertian epid
1 pengertian epid1 pengertian epid
1 pengertian epid
 
Konsep Epidemiologi.docx
Konsep Epidemiologi.docxKonsep Epidemiologi.docx
Konsep Epidemiologi.docx
 
Pengantar Epidemiologi
Pengantar EpidemiologiPengantar Epidemiologi
Pengantar Epidemiologi
 

Plus de WiandhariEsaBBPKCilo

Plus de WiandhariEsaBBPKCilo (20)

Modul ljj mpi 7 4 april 21 (1)
Modul ljj mpi 7  4 april 21 (1)Modul ljj mpi 7  4 april 21 (1)
Modul ljj mpi 7 4 april 21 (1)
 
Bahan tayang uji kom jabfung tgm 5 agust 21 edit ciloto (1)
Bahan tayang uji kom jabfung tgm 5 agust 21  edit  ciloto (1)Bahan tayang uji kom jabfung tgm 5 agust 21  edit  ciloto (1)
Bahan tayang uji kom jabfung tgm 5 agust 21 edit ciloto (1)
 
Modul mpi 7 PERSIAPAN UKOM JABATAN FUNGSIONAL TERAPIS GIGI DAN MULUT
Modul mpi 7 PERSIAPAN UKOM JABATAN FUNGSIONAL TERAPIS GIGI DAN MULUT Modul mpi 7 PERSIAPAN UKOM JABATAN FUNGSIONAL TERAPIS GIGI DAN MULUT
Modul mpi 7 PERSIAPAN UKOM JABATAN FUNGSIONAL TERAPIS GIGI DAN MULUT
 
Modul mpi 6 (KTI) DI BIDANG PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Modul mpi 6 (KTI) DI BIDANG PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT Modul mpi 6 (KTI) DI BIDANG PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Modul mpi 6 (KTI) DI BIDANG PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
 
Modul mpi 5 PERENCANAAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL TGM
Modul mpi 5 PERENCANAAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL TGMModul mpi 5 PERENCANAAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL TGM
Modul mpi 5 PERENCANAAN KARIR JABATAN FUNGSIONAL TGM
 
Bahan Tayang Materi Regulasi jf-tgm-ed-2021
Bahan Tayang Materi Regulasi jf-tgm-ed-2021Bahan Tayang Materi Regulasi jf-tgm-ed-2021
Bahan Tayang Materi Regulasi jf-tgm-ed-2021
 
Modul mpi 4 DUPAK JABFUNG TGM
Modul mpi 4 DUPAK JABFUNG TGMModul mpi 4 DUPAK JABFUNG TGM
Modul mpi 4 DUPAK JABFUNG TGM
 
Modul mpi 3 Etika Profesi TGM
Modul mpi 3 Etika Profesi TGMModul mpi 3 Etika Profesi TGM
Modul mpi 3 Etika Profesi TGM
 
Bahan tayang kebijakan pengembangan jf tgm kapuskatmutu edr 21
Bahan tayang kebijakan pengembangan jf tgm kapuskatmutu edr 21Bahan tayang kebijakan pengembangan jf tgm kapuskatmutu edr 21
Bahan tayang kebijakan pengembangan jf tgm kapuskatmutu edr 21
 
Modul mpi 2 KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL TGM
Modul mpi 2 KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL TGMModul mpi 2 KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL TGM
Modul mpi 2 KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL TGM
 
Modul mpi 1
Modul mpi 1Modul mpi 1
Modul mpi 1
 
Modul KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Modul KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATANModul KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Modul KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
 
Modul Kebijakan Pengembangan Jabfung TGM
Modul Kebijakan Pengembangan Jabfung TGMModul Kebijakan Pengembangan Jabfung TGM
Modul Kebijakan Pengembangan Jabfung TGM
 
Panduan praktik lapangan distance learning adminkes ahli 1
Panduan praktik lapangan distance learning adminkes ahli 1Panduan praktik lapangan distance learning adminkes ahli 1
Panduan praktik lapangan distance learning adminkes ahli 1
 
Mi 10 angka kredit
Mi 10 angka kreditMi 10 angka kredit
Mi 10 angka kredit
 
Mi 8 KTI
Mi 8 KTIMi 8 KTI
Mi 8 KTI
 
Mi 9 ka dan laporan
Mi 9 ka dan laporanMi 9 ka dan laporan
Mi 9 ka dan laporan
 
Penyusunan kerangka acuan dan laporan kegiatan
Penyusunan kerangka acuan dan laporan kegiatanPenyusunan kerangka acuan dan laporan kegiatan
Penyusunan kerangka acuan dan laporan kegiatan
 
Mi 7 sertifikasi
Mi 7 sertifikasiMi 7 sertifikasi
Mi 7 sertifikasi
 
5. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan program program kesehatan po...
5. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan program program kesehatan po...5. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan program program kesehatan po...
5. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan program program kesehatan po...
 

Dernier

Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
andi861789
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
khalid1276
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
NadrohSitepu1
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
NezaPurna
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 

Dernier (20)

tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 

Konsep penyelidikan KLB

  • 1. POKOK BAHASAN 1 MATERI PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB KONSEP PENYELIDIKAN KLB 1. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyelidikan epidemiologi adalah rangkaian kegiatan berdasarkan cara-cara epidemiologi untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab KLB, gambaran penyebaran, sumber dan cara penularan dan mengetahui cara-cara penanggulangan KLB. Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi setidak-tidaknya untuk: a. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB; b. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit KLB; c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit KLB termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya; dan d. Menentukan cara penanggulangan KLB. Penyelidikan epidemiologi dapat juga berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : a. Peluang untuk belajar (peluang penelitian) b. Pertimbangan publik, politik atau hukum c. Pertimbangan program kesehatan masyarakat d. Pelatihan 2. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi Dan Penelitian Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi sebenarnya tidak berbeda dengan “penelitian epidemiologi”, tetapi karena situasi memerlukan adanya penyesuaian lapangan. Biasanya, penelitian epidemiologi dilaksanakan dengan persiapan yang matang, metode penelitian dipilih dan dirumuskan dengan cermat, orang-orang dan sasaran penelitian dipilih dan dihitung dengan cermat, tenaga pelaksana penelitian mendapat pedoman dan pelatihan terstruktur, organisasi penelitian dibangun dari tim inti peneliti sampai ke petugas-petugas di lapangan. Sementara, penyelidikan epidemiologi dilaksakan dalam keadaan yang sifatnya mendadak, tergesa-gesa karena informasi hasil kerja penyelidikan epidemiologi ditunggu banyak orang dan menimbulkan tekanan psikologis yang berat. Penyelidikan
  • 2. epidemiologi diselenggarakan dalam keterbatasan waktu untuk persiapan, kurangnya informasi awal sebelum dilakukan kegiatan lapangan, dan keterbatasan sumber daya yang bisa digerakkan, baik tenaga profesional, sarana dan biaya, yang bisa berakibat timbulnya banyak kendala di lapangan, dan beberapa data penyelidikan penting bisa tidak terdata dengan baik. Dengan adanya keterbatasan ini, bukan berarti penyelidikan epidemiologi tidak memerlukan persiapan dan perumusan metode-metode penyelidikan yang baik, justru kecepatan mempersiapkan metode dan kerja tim yang baik, dalam situasi serba terbatas tersebut, menjadi persyaratan utama bagi tim yang akan melakukan penyelidikan. Pada penelitian, biasanya proposal dibuat sebelum penelitian, kemudian proposal tersebut diikuti tanpa ada perubahan. Pada penyelidikan, perubahan situasi KLB seringkali tidak terduga dengan cermat, oleh karena itu, metode-metode penyelidikan epidemiologi yang telah dirancang sebelum ke lapangan, bisa jadi memerlukan penyesuaian saat di lapangan, bahkan bisa sangat berbeda dengan metode semula. Pada penelitian, biasanya, laporan dibuat setelah serangkain kegiatan penelitian sesuai proposal telah dilaksanakan sepenuhnya, kemudian data dikaji dengan cermat, dan dibahas berungkali untuk mendapatkan hasil analisa yang betul-betul terjaga kualitasnya. Sedang pada penyelidikan, setiap tahap temuan penyelidikan segera diinformasikan kepada tim penanggulangan agar dapat digunakan sebagai dasar dilakukan tindakan tertentu. KLB, WABAH, CLUSTER. Kejadian luar biasa penyakit menular adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang menjurus pada terjadinya wabah. (PP No.40, 1991) Yang dimaksud ”suatu daerah” pada pengertian KLB penyakit tersebut dapat berupa : a. Lokasi atau populasi terbatas seluas pemukiman tertentu, antara lain sekolah, pondok pesantren, dukuh atau pada lokasi atau populasi yang lebih luas, termasuk yang berbeda secara administrasi pemerintahan antara lain desa, kecamatan, kabupaten/kota, atau provinsi atau beberapa provinsi b. Cluster penyakit tertentu, misalnya antara satu penderita dengan penderita lain yang berbeda lokasi tinggal, tetapi terhubung secara epidemiologi, misalnya pernah kontak satu sama lain, memiliki sumber infeksi yang sama, dan sebagainya.
  • 3. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU no.4, 1984). Dilihat dari pengertiannya, wabah dan KLB penyakit menular adalah sama, tetapi wabah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Cluster kasus adalah terdapatnya sejumlah penderita penyakit yang berhubungan satu dengan yang lainnya, baik karena keterkaitan dalam rangkaian penularan agen penyakit, atau karena adanya keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit. Biasanya batas KLB dan cluster, pada cluster masih belum jelas populasi berisikonya, sehingga attack rate belum bisa diperkirakan atau belum bisa dinyatakan terjadi peningkatan jumlah kasus atau tidak. Faktor risiko sakit Pada penyelidikan epidemiologi sering kita menghimpun data untuk mengetahui faktor risiko sekelompok orang menjadi sakit. Dibawah ini dibahas risiko dan faktor risiko. Risiko adalah besarnya kemungkinan suatu tindakan atau paparan tertentu menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Contoh merawat pasien covid tidak menggunakan masker berisiko tertular covid Faktor risiko sakit adalah karakteristik seseorang atau lingkungan sekitarnya yang dapat meningkatkan kemungkinan orang tersebut menderita sakit, Contoh jenis kelamin merupakan faktor risiko mengalami sakit diare, imunisasi campak merupakan faktor risiko menderita sakit campak. Faktor risiko akan banyak dibahas pada bahasan epidemiologi deskriptif Studi epidemiologi deskriptif Menggambarkan situasi populasi tertentu dengan cara mendistribusikan, membandingkan dan menghubungkan kelompok-kelompok yang ada pada populasi tersebut menurut waktu, tempat dan karakteristik individu., missal jumlah kelompok laki-laki dan perempuan, kelompok yang mendapat imunisasi dan tidak mendapat imunisasi. Studi epidemiologi analitik Menggambarkan hubungan satu kondisi dan kondisi tertentu lainnya atau menggambarkan hubungan sebab dan akibat, atau hubungan antara independent dan dependent
  • 4. 3. Studi Epidemiologi Deskriptif a. Pengertian Penyelidikan epidemiologi dapat dilaksanakan dengan menerapkan studi epidemiologi deskriptif atau studi epidemiologi analitik. Kedua studi ini telah dibahas pada bahasan epidemiologi dasar. Desain epidemiologi deskriptif pada penyelidikan epidemiologi suatu KLB merupakan cara menganalisa suatu populasi dengan membagi (mendiskripsikan atau mendistibusikan) sekelompok populasi tersebut dalam kelompok-kelompok tertentu, misalnya kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, kelompok yang mendapat imunisasi dan kelompok yang tidak mendapat imunisasi. Contoh penerapan epidemiologi deskriptif, digunakan data kejadian luar biasa campak pada Kelurahan Pamulang, Juli 2020 (contoh) TABEL 1 Distibusi Anak Balita di Kelurahan Pamulang, Menurut Jenis Kelamin Pada KLB Campak, Juli 2020 Jenis Kelamin Jumlah Prosentase Laki-laki 90 45 % Perempuan 110 55 % Jumlah 200 100 % *) wawancara dari rumah ke rumah di kelurahan Pamulang (contoh) TABEL 2 Distibusi Anak Balita di Kelurahan Pamulang , Menurut Status Imunisasi Campak. Pada KLB Campak, Juli 2020 Status Imunisasi Jumlah Prosentase Imunisasi 160 80 % Tidak imunisasi 40 20 % Jumlah 200 100 % *) wawancara dari rumah ke rumah di kelurahan Pamulang (contoh)
  • 5. Disamping desain epidemiologi deskriptif, terdapat desain epidemioilogi analitik. Desain epidemiologi analitik merupakan cara menunjukkan besarnya pengaruh sebab tertentu (misalnya imunisasi) yang dapat mendorong terjadinya suatu akibat pada suatu populasi tertentu yang mengalami KLB (contoh, sebab tidak mendapat imunisasi campak, maka berakibat timbulnya sakit campak). Sebab tersebut bisa agen tertentu, atau faktor risko atau kondisi yang mempengaruhi timbulnya suatu akibat tertentu. Contoh sebab → akibat, anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita sakit campak (berisiko) sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat imunisasi campak. Seringkali beberapa sebab atau faktor risiko itu kombinasi mempengaruhi timbulnya akibat, dan oleh karena itu, pada kelompok tertentu bisa mempunyai akibat yang berbeda, karena adanya perbedaan sebagian dari multi sebab atau faktor risiko. Contoh lihat pada tabel skematis dibawah ini : TABEL 3 Besarnya Risiko Sakit Campak Berdasarkan Status Imunisasi Campak dan Jenis Kelamin Kelompok Besarnya Risiko Sakit Campak Gabungan anak kelompok laki- laki dan perempuan anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita sakit campak sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat imunisasi campak Kelompok anak laki-laki anak laki-laki yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita sakit campak sebesar 6 kali dibandingkan anak laki-laki yang telah mendapat imunisasi campak Kelompok anak perempuan anak perempuan yang tidak mendapat imunisasi cepat dapat menderita sakit campak sebesar 4 kali dibandingkan anak perempuan yang telah mendapat imunisasi campak Kedua desain epidemiologi tersebut adalah sama pentingnya, karena hasil penerapan desain epidemiologi analitik dapat menentukan beratnya masalah karena adanya sebab atau kondisi tertentu, sedang hasil penerapan desain epidemiologi deskriptif dapat
  • 6. menggambarkan besarnya (jumlah) atau luasnya wilayah atau kelompok masyarakat yang mempunyai masalah Pada bahasan berikutnya, dibahas lebih jauh terkait b. Tujuan Tujuan pendataan dan analisa dengan desain epidemiologi deskriptif ini adalah : a. menggambarkan perkembangan kejadian dari waktu ke waktu, b. menampilkan sebaran pada suatu wilayah tertentu c. membandingkan antar wilayah atau kelompok-kelompok populasi, baik berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio c. Deskripsi Kasus Menurut Gejala Setiap kali dokter memeriksa pasiennya, akan selalu ditanyakan gejala dan tanda sakit, yang digunakan untuk menuntun pada penetapan diagnosa penyakit yang diderita pasien. Para epidemiolog kesehatan juga menghimpun gejala dan tanda yang ada pada kasus-kasus yang ada di populasi (kasus-kasus pada periode KLB), yang akan digunakan untuk menuntun pada penetapan diagnose penyakit yang sedang berjangkit pada suatu populasi KLB. Untuk keperluan penetapan diagnose penyakit penyebab KLB (etiologi), data gejala dan tanda tersebut kemudian diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh distribusi gejala dari kasus-kasus KLB.
  • 7. TABEL 6 Distibusi 6 Kasus Menurut Gejala Pada KLB Campak, Kel. Pamulang, Juli 2020 Gejala Jumlah Prosentase *) Demam 6 100 % Batuk 4 67 % Pilek 2 33 % Bercak 5 83 % Sesak nafas 2 33 % Diare 1 17 % Perdarahan 0 0 % Meninggal 1 17 % *) jumlah kasus dengan gejala tertentu / jumlah kasus yang diperiksa (contoh) Data gejala dihimpun sedemikian rupa untuk memastikan dugaan penyakit penyebab KLB yang dicurigai, dan menyingkirkan kemungkinan dugaan penyakit penyebab KLB yang lain. Pada contoh didata jumlah kasus dengan gejala dan tanda penyakit campak, tetapi juga mendata kasus dengan tanda perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab penyakit karena demam berdarah dengue (mimisen, perdarahan gusi, diare dengan darah/melena, dsb) d. Deskripsi kasus menurut waktu, tempat dan orang (kurva epidemi, analisa deskriptif faktor risiko umur, jenis kelamin, wilayah, dsb) 1) Kurva Epidemi Desain epidemiologi deskriptif dapat menggambarkan perkembangan kejadian dari waktu ke waktu, sebaran dan perbandingan menurut wilayah atau kelompok- kelompok, baik berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio. Untuk menunjukkan gambaran perkembangan kejadian dari waktu ke waktu perlu dibuat kurva epidemi. Biasanya kurva epidemi adalah grafik histogram, atau polygon, tetapi seringkali digambarkan juga dengan jenis grafik lainnya. Ciri kurva epidemi (grafik histogram), seperti grafik susunan balok atau batu bata, tetapi tidak ada celah diantara 2 balok, setiap satuan balok/batu bata menunjukkan jumlah kasus/balok dan dituliskan dalam keterangan gambar grafik.
  • 8. Grafik ini menggambarkan “jumlah kasus” menurut “waktu” : tanggal onset, tanggal berobat, tanggal laporan adanya kejadian, sesuai dengan jenis data yang tersedia Untuk membuat kurva epidemi, pertama-tama dilakukan pengelompokan data menurut tanggal kejadian, dimana tanggal kejadian yang tidak ada kasus tetap harus ditulis dengan jumlah kasus “0”
  • 9. Pada grafik histogram tersebut dapat ditetapkan besarnya masalah KLB : ● KLB dimulai, ditetapkan oleh tim epidemiolog kesehatan yang mengadakan penyelidikan epidemiologi, berdasarkan tanggal mulai terjadi kenaikan secara bermakna. Pada grafik tersebut kita tetapkan 13 Juli merupakan tanggal mulai terjadi KLB ● KLB berakhir, ditetapkan juga oleh tim epidemiolog kesehatan. Pada grafik tersebut kita tetapkan akhir KLB adalah tanggal 15 Juli. Bisa jadi, pada saat penyelidikan dilaksanakan KLB masing berlangsung, maka KLB dinyatakan belum berakhir saat penyelidikan dilakukan. ● Jumlah kasus dan meninggal. Jumlah kasus merupakan jumlah kasus dalam periode KLB. Pada grafik tersebut jumlah kasus adalah jumlah kasus selama periode KLB, yaitu jumlah kasus antara tanggal 13 Juli (awal KLB) dan tanggal 15 Juli (akhir KLB) sebesar 2+3+1= 6 kasus, dengan jumlah kasus meninggal 1 kasus meninggal ● Pola KLB. Pada KLB penyakit menular pola KLB biasanya adalah common source, yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode KLB merupakan kasus-kasus yang ditularkan 1 kasus lain yang tidak ada dalam periode KLB tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Ciri pola common source adalah periode KLB cukup pendek sama atau kurang dari selisih masa inkubasi terpanjang dan terpendek penyakit penyebab KLB (masa inkubasi campak 10-14 hari) Pola KLB lain adalah propagated source, yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode KLB ditularkan oleh kasus-kasus lain, kasus-kasus tersebut terus menularkan lagi kepada kasus-kasus berikutnya.
  • 10. 2) Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin dan umur Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin adalah mendiskripsikan kasus-kasus KLB sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya, demikian juga untuk kelompok umur. Mendiskripsikan kasus-kasus menurut jenis kelamin dan kelompok umur terdiri atas data populasi berisiko, data kasus, data kasus meninggal, analisa besarnya risiko sakit, dan analisa besarnya risiko meninggal diantara kasus Besarnya risiko sakit diartikan sebagai besarnya kemungkinan orang-orang pada populasi yang sedang terjadi KLB akan menderita sakit selama periode KLB Jenis kelamin dan umur merupakan deskripsi yang sering dibuat oleh para epidemiolog kesehatan, karena hampir semua penyakit selalu dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin dan umur. Risiko menderita sakit campak, sangat dipengaruhi perbedaan umur.
  • 12. TABEL 9 3) Gambaran epidemiologi menurut faktor risiko tertentu Pada KLB penyakit menular memiliki banyak kondisi yang mempengaruhi terjadinya penularan disamping faktor umur dan njenis kelamin. Pada KLB campak, salah satu kondisi yang mempengaruhi terjadinya penularan adalah adanya anak-anak yang tidak pernah mendapat imunisasi campak. Dibawah ini dibuat deskripsi risiko menjadi kasus berdasarkan status imunisasi dari anak-anak balita yang dilakukan pendataan TABEL 10 Kesimpulan analisa ukuran attack rate : risiko anak-anak yang tidak mendapat imunisasi campak adalah sebesar 30 kasus per 100 populasi anak, sedangkan risiko anak-anak yang telah mendapat imunisasi campak adalah sebesar 8,9 kasus per 100 populasi anak. Demikian juga untuk analisa risiko kematian diantara kasus. 4) Gambaran epidemiologi menurut tempat Cara sederhana untuk menggambarkan masalah KLB adalah dengan cara mendeskripsikannya dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil, sehingga terlihat gambaran masalah yang lebih teliti menurut wilayah.
  • 13. Pada umumnya, mendeskripsikan KLB menurut wilayah dalam bentuk tabel, grafik, dan yang baik dalam bentuk peta. Contoh dibawah ini, mendeskripsikan KLB campak menurut wilayah RT dalam bentuk tabel, grafik dan peta. TABEL 11 Kesimpulan analisa : Anak-anak di RW 14 mempunyai risiko sakit paling tinggi (AR 17,1 per 100 populasi), dan anak-anak di RW 15 tidak ditemukan adanya kasus selama periode KLB GAMBAR 6 Keterangan Guna grafik bar adalah membandingkan antar kelompok, dan untuk membandingkan risiko selalu dalam bentuk perbandingan rate, bukan prosentase atau jumlah (absolut)
  • 14. 5) Pemetaan Area map Perbandingan risiko (rate) juga bisa digambarkan dalam suatu peta sederhana, peta seperti itu disebut area map. Masing-masing wilayah dikelompokkan dalam kelompok berisiko tinggi, sedang dan rendah dengan membuat batasan sesuai kebutuhan analisa. Karena dikelompokkan tersebut, maka detail perbedaan risiko antar wilayah hilang. GAMBAR 7 Spot map Untuk mengetahui sebaran kasus yang dihubungkan dengan keberadaan lokasi tertentu, misal lokasi Puskesmas, sekolah, warung, sungai dan lokasi tertentu sebagai faktor risiko yang dicurigai, dapat digunakan peta sebaran kasus. Peta tersebut disebut spot map Bagaimanapun, dengan melihat kepadatan sebaran kasus, spot map dapat juga digunakan untuk membandingkan banyaknya kasus antar wilayah. Serial Spot map menurut tanggal, minggu, spot map dapat digunakan menunjukkan perkembangan kasus dari waktu ke waktu menurut wilayah
  • 15. GAMBAR 8 Kesimpulan analisa : ● Risiko sakit campak tertinggi di RT 14 (AR 66,7 / 100 balita) ● Secara umum sebaran kasus (bulat merah) adalah lebih tinggi di RT 13 dibandingkan RT 14, sedang RT 12 tidak terlihat adanya kasus. Sebaran kasus meninggal hanya terlihat di RT 13.
  • 16. Kecenderungan Salah satu manfaat histogram adalah menilai kecenderungan perkembangan KLB dari waktu ke waktu. Ini ditetapkan pada waktu penyelidikan dilaksanakan. Kecenderungan KLB dapat ditetapkan sebagao berikut : ● KLB masih berlangsung dan cenderung jumlah kasus meningkat ● KLB masih berlangsung, tetapi cenderung jumlah kasus tetap atau menurun ● KLB telah berakhir 4. Penyakit penyebab KLB (etiologi) Salah satu tahapan penyelidikan epidemiologi KLB adalah menetapkan agen penyebab KLB atau disebut menetapkan diagnose etiologi KLB. Pada seseorang yang menderita sakit, maka dokter perlu menetapkan diagnosa sakit tersebut, baik diagnosa klinis, missal sakit demam dan diagnosa etiologi, misal sakit campak. KLB penyakit menular adalah munculnya dan atau terjadinya peningkatan jumlah orang yang menderita sakit penyakit menular pada suatu populasi tertentu yang bermakna secara epidemiologis. Pada KLB penyakit menular tersebut juga perlu ditetapkan diagnosanya, baik disebut sebagai KLB demam (klinis), maupun disebut KLB campak (etiologis). Penetapan agen penyebab KLB sebetulnya mudah, yaitu semua kasus diperiksa oleh dokter dan ditetapkan diagnoisanya (misal campak) dan kumpulan hasil pemeriksaan setiap kasus itu digunakan sebagai alat menetapkan apa yang menjadi agen penyabab KLB penyakit menular. Metode seperti itu akan menjadi tidak mudah ketika di populasi tersebut juga banyak terjadi kasus-kasus dengan gejala klinis yang sama atau mirip. Contoh Dilaporkan adanya peningkatan kasus demam pada kelurahan Pamulang sejak seminggu terakhir ini, hasil pemeriksaan lapangan di kelurahan tersebut dilaporkan adanya 7 kasus campak, 3 kasus demam berdarah dengue, 4 kasus rubella 4, 4 kasus influenza 8, 12 kasus demam KLB penyakit apakah yang sedang terjadi ? Pada keadaan tersebut, perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi untuk menentukan agen penyabab KLB demam tersebut, dengan menentukan pola dan kecenderungan perkembangan kasus dari waktu ke waktu, membuat gambaran distribusi gejala, mengidentifikasi masa inkubasi dan sebagainya, sehingga bisa mengumpulkan bukti untuk menetapkan agen penyebab KLB yang terjadi ditengah-tengah populasi
  • 17. Prinsip-prinsip Penetapan Agen Penyebab KLB Dibawah ini dibahas prinsip-prinsip atau konsep Penetapan Etiologi KLB berdasarkan 1. analisis distribusi gejala, 2. analisis perkembangan KLB, 3. analisis masa inkubasi KLB, 4. analisis data epidemiologi dan 5. analisis uji spesimen Prinsip Umum menetapkan agen penyabab KLB adalah : 1. Tetapkan dugaan agen penyebab KLB 2. Buktikan dugaan agen penyebab tersebut bukan sebagai agen penyebab KLB a. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan analisis distribusi Gejala Kasus- kasus pada periode KLB. Untuk mendiagnosa penyakit pasiennya, dokter mengumpulkan informasi awal tentang gejala sakit pada pasiennya, dan berdasarkan informasi awal ini, dokter menetapkan satu atau beberapa dugaan etiologi (kuman penyebab sakit). Kemudian dokter melakukan pengujian dengan mengumpulkan informasi tambahan yang diperlukan, atau pemeriksaan penunjang guna memastikan dan atau menyingkirkan dugaan etiologi yang telah ditetapkan sebelumnya Inilah prinsip : curigai dan buktikan berdasarkan gejala Cara yang sama dilakukan oleh para epidemiolog kesehatan untuk menetapkan agen penyebab sakit yang terjadi pada suatu populasi. Untuk mudahnya kita cobakan pada contoh kasus KLB demam di Kelurahan Pamulang, Juli 2020 Pada KLB demam, di Kelurahan Pamulang, Juli 2020, tim penyelidikan epidemiologi menetapkan dugaan awal agen penyebab KLB adalah campak dan demam berdarah dengue Pada refers diperoleh gambaran klinis dan epidemiologi campak dan demam berdarah dengue sebagai berikut :
  • 18. Campak Masa inkubasi 10-14 hari. Menular dari orang ke orang langsung. Gejala demam, bercak dengan salah satu gejala tambahan batuk, pilek, sesak nafas (bronchopneumonia). Uji spesimen serologi (darah tepi) atau RTPCR (air kencing) Demam berdarah dengue Masa inkubasi 4-7 hari. Menular dengan perantaraan nyamuk Aedes agypti. Gejala demam, bercak, perdarahan. Uji pendukung hematokrit dan trombositopenia. Uji spesimen dari darah serologi dan RTPCR Berdasarkan kecurigaan tersebut, kepada kasus-kasus yang ditemui ditanyakan adanya gejala dan hasil pemeriksaan sesuai referensi campak maupun demam berdarah dengue (gejala gabungan) : demam, batuk, pilek, bercak, sesak nafas, trombositopenia, hermatokrit, pengujian spesimen untuk campak dan demam berdarah dengue. Hasilnya dapat ditampilkan dalam format distribusi gejala (lihat ebook-epidemiologi deskriptif) TABEL 12 Distibusi 26 Kasus Menurut Gejala Pada KLB Demam, Kel. Pamulang, Juli 2020 Gejala Gabungan Jumlah Prosentase Demam 26 100 % Batuk 20 76,9 % Pilek 8 30,8 % Bercak 22 84,6 % Sesak nafas 4 15,4 % Trombositopenia 0 0 % Hematokrit 0 0 % Perdarahan 0 0 % Kesimpulan Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut kemungkinan besar bukan karena demam berdarah dengue (sudah bisa disingkirkan), karena tidak adanya
  • 19. kasus-kasus dengan tromobositopenia, hematokrit dan perdarahan (mimisen, tes perdarahan, dsb). Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut masih terdapat kemungkinan karena campak (belum bisa disingkirkan) Bercak campak dan bercak pada demam berdarah dengue menunjukkan gambaran klinis yang berbeda, dan oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter untuk memastikan jenis bercak yang ada pada kasus-kasus yang dicurigai. Kesimpulan analisis Berdasarkan daftar Distribusi Gejala Kasus-Kasus Yang Bisa diperiksa dapat ditentukan bahwa : • Campak “masih dicurigai” sebagai agen penyebab (etiologi). Frekuensi gejala yang menunjukkan bukan campak tidak ada, yaitu trombositopenia, hematokrit, perdarahan. Sedang gejala yang menunjukkan campak cukup besar. • Demam berdarah dengue “dipastikan bukan” sebagai penyebab (etiologi) KLB karena tingginya kasus sesak nafas dan batuk pilek yang tidak mengindikasikan sebagai demam berdarah dengue, dan gejala utama pada demam berdarah dengue : trombositopenia, hematokrit dan perdarahan adalah tidak ada atau dalam jumlah yang sangat sedikit. Metode pembuktian terbalik inilah yang dilakukan, bukan sebaliknya. Ingat !!! b. Menguji dugaan agen penyebab KLB dg analisis periode KLB. Pada KLB dengan pola KLB common source-point source, dimana kasus-kasus dalam periode KLB ditulari oleh satu kasus pada waktu bersamaan, maka periode KLB tidak akan lebih lama dari selisih masa inkubasi terpanjang – masa inkubasi terpendek dugaan etiologi.
  • 20. Pada gambar 1, kasus-kasus pada tanggal 13-15 Juli kontak erat dengan kasus tanggal 3 Juli, sehingga ditetapkan tertular oleh agen yang ada pada kasus 3 Juli tersebut. Lamanya KLB (periode KLB) adalah 3 hari (tanggal 13-15 Juli) sedang selisih masa inkubasi terpanjang-terpendek campak adalah 4 hari (14-10 hari), dan oleh karena itu, campak “masih dicurigai“ sebagai agen penyebab KLB Pada gambar 2, kasus-kasus pada tanggal 13-19 Juli kontak erat dengan kasus tanggal 3 Juli, sehingga ditetapkan tertular oleh agen yang ada pada kasus 3 Juli tersebut. Lamanya KLB (periode KLB) adalah 7 hari (tanggal 13-19 Juli) sedang selisih masa inkubasi terpanjang-terpendek campak adalah 4 hari (14-10 hari), dan oleh karena itu, campak “dipastikan bukan“ sebagai agen penyebab KLB
  • 21. Analisa ini juga lebih mudah jika cara penularan adalah langsung, tidak melalui lingkungan atau vektor/binatang penular penyakit. Metode ini cocok untuk menguji dugaan etiologi KLB keracunan Prinsip : 1. Jika periode KLB terbukti sama atau lebih pendek dari selisih masa inkubasi terpanjang - masa inkubasi terpendek dugaan agen penyebab, maka dugaan agen penyabab adalah masih diduga sebagai agen penyebab dan belum dapat disingkirkan sebagai dugaan agen penyebab 2. Jika periode KLB terbukti lebih panjang dari selisih masa inkubasi terpanjang - masa inkubasi terpendek dugaan agen penyebab, maka dugaan agen penyabab adalah dipastikan bukan agen penyebab dan dapat disingkirkan sebagai dugaan agen penyebab c. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan masa inkubasi kasus KLB Pada KLB penyakit menular langsung, misalnya campak, difteri, frambusia, dsb, masa inkubasi kasus dapat ditentukan berdasarkan masa inkubasi kasus sekunder sejak kontak dengan kasus primer atau kasus indeks.
  • 22. Prinsip 1 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih panjang dari masa inkubasi terpanjang dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi Prinsip 2 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih pendek dari masa inkubasi terpendek dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi d. Menguji dugaan agen penyebab KLB dg kejadian KLB yang sering terjadi di wilayah !! Apabila data KLB di suatu wilayah cukup lengkap, maka apabila terjadi KLB penyakit menular tertentu akan diduga sebagai KLB dari suatu penyakit yang sering terjadi di wilayah tersebut, terutama apabila gejala-gejala klinis sama atau mirip. Informasi ini jelas memperkuat bukti tentang dugaan etiologi KLB yang terjadi di suatu wilayah. e. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan uji spesimen kasus KLB. Ingat!! Diuji pada etiologi KLB yang telah diduga !! Pada KLB penyakit menular, seringkali dilakukan pengujian spesimen dari kasus-kasus yang dicurigai. Hasil pengujian spesimen dapat digunakan sebagai bukti kebenaran sebuah dugaan etiologi KLB. Prinsip :
  • 23. Agen racun etiologi KLB ditetapkan jika ada konsistensi hasil analisis distribusi gejala, periode KLB, masa inkubasi KLB dan hasil pengujian spesimen. Jika ada perbedaan, perlu dikaji ulang setiap langkah analisis tersebut 5. Sumber dan Cara Penularan Salah satu tahapan penyelidikan epidemiologi adalah menetapkan sumber dan cara penularan pada suatu KLB. Sumber penularan merupakan media dimana agen penyebab KLB itu berada dan dapat pindah menginfeksi orang lain dengan cara tertentu. Sumber dan cara penularan pada KLB penyakit menular atau keracunan dapat dilakukan dengan baik apabila telah menguasai dengan benar riwayat alamiah penyakit, cara penularan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit menular dan keracunan tersebut. a. Riwayat Alamiah Penyakit Agen penyakit bergerak pindah keluar dari penjamu (sumber penyakit) melalui jalan keluar (portal meninggalkan penjamu), kemudian melalui berbagai cara penularan (sumber penyakit dan cara penularan), agen penyakit masuk ke dalam tubuh penjamu baru yang rentan melalui pintu masuk (portal masuk ke penjamu baru). Agen penyakit (mikroorganisme) masuk kedalam tubuh seseorang, dan mulai terjadi perubahan patologis pada tubuh orang tersebut (infektivitas). Pada awal perubahan patologis tidak terlihat, tidak ada gejala, dan kemudian sebagian orang mulai menunjukkan gejala dan tanda penyakit (pathogenesis). Gejala yang muncul bisa berbeda-beda satu orang dengan orang lain, ada yang menunjukkan gejala lengkap, ada yang sebagian gejala saja, ada yang menunjukkan gejala yang berat, cacat dan meninggal, ada yang bergejala ringan (virulemsi) Infektivitas adalah proporsi orang-orang yang terpapar agent penyakit yang kemudian menjadi terinfeksi. Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit). Virulensi adalah proporsi kasus klinis yang kemudian menderita sakit berat atau meninggal. Setiap agen penyakit mempunyai masa inkubasi tertentu, yaitu waktu sejak terpapar agen penyakit sampai timbulnya gejala. Beberapa jenis penyakit sudah menunjukkan penularan selama masa penularan, termasuk kasus-kasus carrier, sebagian yang lain
  • 24. menunjukkan penularan sejak mulai timbul gejala, tetapi penyakit lain nahkan masih menularkan penyakitnya dalam masa penyembuhan b. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penularan Penyakit • Agent ( penyebab) • Reservoir dari agent (penyebab) • Portal dari agent untuk meninggalkan host • Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru • Portal dari agent masuk ke host yang baru • Kerentanan host c. Cara Penularan Penyakit • Langsung o Kontak langsung, misal penyakit kelamin dan penyakit enteric o Penyebaran droplet • Tidak langsung o Melaui udara, biasanya melalui partikel debu, terdapat pada kebanyakan penularan penyakit saluran pernafasan. o Melalui vehicle, misalnya melalui air, makanan, susu, serum, plasma o Melalui vektor : - Perpindahan mekanis, artinya tidak ada perkembangbiakan dalam tubuh vektor, misal E. histolotika - Perpindahan biologis, memerlukan perkembangbiakan dalam tubuh vektor, misal malaria d. Identifikasi Sumber penularan Cara identifikasi sumber-sumber penularan sebagai berikut : e. Analisa epidemiologi deskriptif Data deskripsi kasus-kasus yang dicurigai menurut waktu, tempat dan karakteristik orang dapat menuntun pada sumber-sumber penularan kasus-kasus pada suatu KLB
  • 25. Membandingkan risiko sakit menurut karakteristik wilayah (RT, sekolah, perjalanan, dsb) dan kelompok-kelompok masyarakat (umur, jensi kelamin, pekerjaan, dsb) Peta sebaran kasus dan hubungannya dengan lokasi-lokasi atau orang-orang tertentu 6) Analisa kontak Sumber penularan bisa diidentifikasi melalui pelacakan kontak, yaitu mengidentifikasi orang-orang sakit, atau carier yang pernah bertemu sesuai dengan masa inkubasi dan sifat kontak. Beberapa kasus yang pernah kontak dengan seseorang yang sama adalah sangat mungkin merupakan sumber penularan langsung. 7) Analisa media Media, alat, sarana, ruangan, lokasi yang digunakan oleh beberapa kasus dan sesuai dengan masa inkubasi agen penyakit yang dicurigai juga dapat mengarahkan pada identifikasi sumber penularan Dugaan media, alat, sarana, ruangan dan lokasi sebagai sumber penularan dapat diperoleh dari analisa epidemiologi deskriptif. 8) Analisa kuman Peta genetik dari agen penyebab kasus-kasus yang dicurigai juga dapat mengarahkan pada sumber-sumber penularan 9) Studi epidemiologi analitik Berdasarkan analisa epidemiologi deskriptif dapat dikembangkan hipotesis sumber- sumber penularan, yang kemudian dilakukan studi epidemiologi analitik. 6. Penetapan besar masalah pada KLB Secara umum, penetapan besar masalah KLB diperoleh dari studi epidemiologi deskriptif, yaitu diperolehnya informasi tentang :
  • 26. 1) Jumlah kasus dan meninggal pada periode KLB dan besar risiko sakit pada populasi dimana KLB itu terjadi (attack rate dan case fatality rate) 2) Waktu kejadian sesuai dengan jenis KLB, bisa tanggal, jam atau minggu terjadinya KLB (mulai dan akhir kejadian) 3) Periode KLB atau waktu dalam satuan waktu tertentu sejak mulai KLB sampai dengan akhir KLB atau waktu saat dilakukan penyelidikan apabila KLB dinyatakan belum berakhir 4) Lokasi terjadinya KLB. Bisa saja berupa wilayah kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, lokasi khusus, seperti di sekolah, barak pengungsian, atau kelompok masyarakat tertentu (kelompok wisata remaja kampong Pulo, dsb) 5) Penjelasan tentang pola kecenderungan KLB dan perkembangannya kedepan 6) Faktor-faktor yang mempengaruhinya besarnya masalah, baik temuan berdasarkan studi epidemiologi deskriptif, maupun hasil studi epidemiologi analitik pada KLB 7) Penjelasan lebih spesifik dari besar masalah tersebut (specific attack rate) Seringkali, besar masalah KLB dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah tersebut dimasa sebelum KLB saat ini, atau dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah lain, dan juga bisa dibandingkan dengan data insiden (data studi populasi atau data laporan fasilitas pelayanan) 7. Penetapan KLB Kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan biasanya ditetapkan oleh pimpinan instansi kesehatan wilayah tertentu, agar dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan yang sesuai dalam situasi KLB sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan. Pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2014 tentang KLB keracunan makanan , pejabat yang mendapat kewenangan menetapkan adanya KLB penyakit menular dan keracunan makanan adalah kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Provinsi dan Menteri Kesehatan 1) & 2) . 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2013 tentang KLB keracunan pangan
  • 27. Bagaimanapun, Puskesmas tetap mempunyai kewenangan menetapkan adanya KLB dan melaporkan situasi KLB tersebut kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menerbitkan laporan W1 Puskesmas (dilihat pada pedoman terkait), dan tetap segera melakukan respon penanggulangan sesuai kemampuan Puskesmas, terutama terhadap pertolongan kasus KLB dan korban keracunan. Kejadian Luar Biasa penyakit menular, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah 1) Pengertian bermakna secara epidemiologi, mengandung maksud penetapan KLB berdasarkan kajian epidemiologi yang baik dan memerlukan tindakan penanggulangan. Menteri memberikan pedoman teknis untuk menetapkan KLB penyakit menular pada suatu daerah tertentu, sebagai berikut : a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah. b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya. c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya. d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya. f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. h. Beberapa jenis penyakit menular tertentu mempunyai tatacara penetapan KLB khusus
  • 28. Penetapan KLB sebagaimana batasan tersebut selalu menunjukkan kenaikan jumlah atau proporsi kasus berdasarkan jumlah atau proporsi kasus sebelumnya sesuai masing-masing dengan 7 indikator tersebut dengan beberapa persyaratan : a. Paling baik menggunakan sumber data jumlah kasus atau jumlah kematian yang ada di populasi berdasarkan survei atau sensus (data penemuan kasus secara aktif). b. Apabila menggunakan sumber data adalah data fasilitas pelayanan kesehatan (data penemuan secara pasif), maka perkembangan jumlah kasus dan kematian berdasarkan data Puskesmas dipastikan adalah representatif atau konsisten dengan perkembangan jumlah kasus dan kematian yang ada di populasi. Adanya pengobatan gratis, kampanye berobat, dan kekhawatiran penduduk, bisa mendorong penduduk lebih banyak yang datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang bisa menyebabkan tidak konsistennya perkembangan jumlah kasus antara data yang di fasyankes dan di populasi. c. Pembandingan jumlah kasus dan kematian harus menggunakan data dengan sumber data unit analisis yang tetap. Contoh kenaikan jumlah kasus diare pada pasien-pasien yang berobat ke pelayanan (penemuan pasif) tidak bisa dibandingkan dengan jumlah kasus yang sama tetapi ditemukan secara aktif di tengah-tengah masyarakat dengan metode survei (sampel penduduk secara random) atau sensus (total penduduk dari dari rumah ke rumah) atau sebaliknya. Berbeda dengan penetapan KLB penyakit menular, KLB keracunan makanan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keracunan Makanan 2) . Penetapan KLB sama oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat. KLB keracun pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala sama atau hampir sama setelah menjadi mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisa epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan. Definisi ini sama dengan definisi berbagai lembaga lain, tetapi pada prakteknya, Puskesmas dan Dinas Kesehatan, baru menetapkan adanya suatu KLB keracunan makanan, ketika jumlah korban keracunan cukup banyak. Penetapan KLB tidak saja berdasarkan kalkulasi matematis, tetapi beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan tersebut , antara lain, cepatnya perkembangan penyakit, ketersediaan cara-cara penanggulangan, ketersediaan sumber daya, desakan masyarakat dan sebagainya, tetapi para epidemiolog kesehatan diharapkan tetap bersikap netral dan fokus pada
  • 29. bukti-bukti epidemiologi adanya keadaan darurat kesehatan masyarakat dan keharusan dilakukan tindakan penyelidikan dan penanggulangan secara luar biasa juga.