SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini
adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk
memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal
adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari
Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi
seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda
dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis
(clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M
terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun.
Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan,
Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.
HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat
banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya
menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi
oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2,
ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat
dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka
mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses
penularannya.
HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba
membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana
melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HIV/AIDS?
2. Bagaimana etiologi HIV?
3. Apa saja macam – macam infeksi HIV?
4. Bagaimana patofisiologi HIV?
5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil?
6. Bagaimana gejala HIV?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV?
8. Bagaimana pengobatan HIV?
9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
2. Mengetahui etiologi HIV
3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV
4. Mengetahui patofisiologi HIV
5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil
6. Mengetahui gejala HIV
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
8. Mengetahui pengobatan HIV
9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV
2
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
 AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
 AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang
sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas
mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
2.2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
3
3
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
 Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
 Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
4
4
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada
saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga
virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan
atau juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
 Kelompok resiko tinggi:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3. Macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
5
5
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya
dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap
semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200
sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk,
1998 : 143 )
2.4. Patofisiologi
 HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus
dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah
menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut
reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,
yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virus–virus HI.
 Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus
yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas
dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah
proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan
tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut
dari orang ke orang.
 Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–
sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut
mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
 Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi
oportunistik.
6
6
 Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–
infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang
pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
7
7
PATHWAY
8
Virus HIV Immunocompromise
Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
monosit, limfosit BMerusak seluler
Flora normal patogen
Organ target
Manifestasi oral Respiratori
Invasi kuman patogen
Manifestasi saraf Gastrointestinal
Lesi mulut
Dermatologi
Nutrisiinadekuat
Sensori
Penyakit
anorektal
HepatitisEnsepalopati akut Gangguan
penglihatan
dan
pendengaran
Disfungsi
biliari
Diare Gatal, sepsis,
nyeri
Infek
si
Kompleks
demensia
Cairanberkurang
Gangguanmobilisasi
Aktivitasintolerans
Gangguanrasanyaman:
nyeri
hipertermi
Cairanberkurang
Nutrisiinadekuat
Gangguanrasanyaman:
nyeri
GangguanpolaBAB
Tidakefektfibersihan
jalannapas
Tidakefektifpolnapas
Gangguanbodyimageapas
Gangguansensori
HIV- positif ?
Reaksi psikologis
8
2.5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil
1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff,
1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan
pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para
wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV
mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana
HIV merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal
mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal
pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang
wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu
mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV,
serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes
western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes
prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV
(Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap
dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis,
Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus
9
(CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami
peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang
serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.
Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan
rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang
dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi
sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi
produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan
produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D
Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses
persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini
dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali.
Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang
dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987).
Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan,
anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala
infeksi HIV.
Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi
yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang
semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat
badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan
atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil
harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress.
Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai
konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara
substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara
kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui
10
10
plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV
nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV
dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring)
eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus
ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi
dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu,
seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.
3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode
postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun
periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut
yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada
ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987).
Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang
dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter
yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang
menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas.
Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan
antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody
yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak
terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi
lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang
menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli,
Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma,
Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.
2.6. Gejala HIV AIDS
1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
11
11
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus
2.7. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
2.8. Pengobatan
 Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada
tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
12
12
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari
ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,
ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.
 Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi
pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap
HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia
untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut
adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–
28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
13
13
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar
47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet
kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.
 Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,
baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan
dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus
dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan
bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–
obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan
seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals
direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam
kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.
Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa
lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan
menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara
biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang
tidak aman.
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan
14
14
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat
muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang
kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor
penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
kelainan hospes :
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
15
15
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
i) Pernafasan
16
16
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.
k) Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
 Serologis
- Tes antibody serum
17
17
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
 Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
18
18
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan
bentuk pneumonia lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
 Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi
antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,
kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau
plasma. Tes tersebut, yaitu :
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA
tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
- Western Blot Assay
19
19
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.
20
20
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan
imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang
beresiko.
Pasien akan bebas
infeksi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3×24 jam dengan
kriteria hasil:
- Tidak ada luka atau
eksudat.
- Tanda vital dalam
batas normal
(TD=110/70, RR=16-
24, N=60-100, S=36-
37)
- Pemeriksaan leukosit
normal (6000-10000)
1. Monitor tanda-tanda
infeksi baru.
2. gunakan teknik aseptik
pada setiap tindakan invasif.
Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda
mencegah terpapar terhadap
lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen
untuk tes lab sesuai order.
5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai order
1. Untuk pengobatan dini
2. Mencegah pasien terpapar
oleh kuman patogen yang
diperoleh di rumah sakit.
3. Mencegah bertambahnya
infeksi
4. Meyakinkan diagnosis
akurat dan pengobatan
5. Mempertahankan kadar
darah yang terapeutik
2 Resiko tinggi infeksi
(kontak pasien)
berhubungan dengan infeksi
HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang
dapat ditransmisikan.
Infeksi HIV tidak
ditransmisikan setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3×24 jam dengan
kriteria hasil:
- kontak pasien dan tim
1. Anjurkan pasien atau
orang penting lainnya
metode mencegah transmisi
HIV dan kuman patogen
lainnya.
2. Gunakan darah dan
cairan tubuh precaution bial
1. Pasien dan keluarga mau
dan memerlukan
informasikan ini
2. Mencegah transimisi infeksi
HIV ke orang lain
21
kesehatan tidak
terpapar HIV
- Tidak terinfeksi
patogen lain seperti
TBC.
merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.
3 Resiko tinggi defisit volume
cairan berhubungan dengan
output cairan berlebih
sekunder terhadap diare
Defisit volume cairan
dapat teratasi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
1×24 jam dengan
criteria hasil:
- perut lunak
- tidak tegang
- feses lunak, warna
normal
- kram perut hilang,
1. Kaji konsistensi dan
frekuensi feses dan adanya
darah.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas
dan psilium (Metamucil)
sesuai order
4. Berikan ointment A dan
D, vaselin atau zinc oside
1. Mendeteksi adanya
darah dalam feses
2. Hipermotiliti mumnya
dengan diare
3. Mengurangi motilitas
usus, yang pelan,
emperburuk perforasi pada
intestinal
4. Untuk menghilangkan
distensi
D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
22
22
23
23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang
disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan
penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum
untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil.
Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga
virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian
obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah
(transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB
menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1
bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV
ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,
adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex
kronik progresif, limfadenopati generalist,
infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.
3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
24
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.
Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)
Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10
Desember 2010. 13.10 WIB (access online)
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30
WIB (access online)
25
25
26

Contenu connexe

Tendances (20)

Hiv & Aids
Hiv & AidsHiv & Aids
Hiv & Aids
 
Xii tkj 2 hiv aids
Xii tkj 2 hiv aidsXii tkj 2 hiv aids
Xii tkj 2 hiv aids
 
Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi
Referat HIV/AIDS tanpa komplikasiReferat HIV/AIDS tanpa komplikasi
Referat HIV/AIDS tanpa komplikasi
 
Patofisiologi aids
Patofisiologi aidsPatofisiologi aids
Patofisiologi aids
 
Materi HIV & AIDS
Materi HIV & AIDSMateri HIV & AIDS
Materi HIV & AIDS
 
Hiv dan aids 3 2010
Hiv dan aids 3 2010Hiv dan aids 3 2010
Hiv dan aids 3 2010
 
HIV
HIVHIV
HIV
 
Power point hiv aids
Power point hiv aidsPower point hiv aids
Power point hiv aids
 
Penyuluhan Tentang HIV dan AIDS
Penyuluhan Tentang HIV dan AIDSPenyuluhan Tentang HIV dan AIDS
Penyuluhan Tentang HIV dan AIDS
 
HIV / AIDS
HIV / AIDSHIV / AIDS
HIV / AIDS
 
HIV
HIVHIV
HIV
 
Aids dan hiv
Aids dan hivAids dan hiv
Aids dan hiv
 
Ppt hiv
Ppt hivPpt hiv
Ppt hiv
 
Hiv dr.joni
Hiv dr.joniHiv dr.joni
Hiv dr.joni
 
Makalah kel. 4 hiv & aids
Makalah kel. 4 hiv & aidsMakalah kel. 4 hiv & aids
Makalah kel. 4 hiv & aids
 
Klasifikasi stadium klinis hiv aids menurut who AKPER PEMKAB MUNA
Klasifikasi stadium klinis hiv aids menurut who AKPER PEMKAB MUNA Klasifikasi stadium klinis hiv aids menurut who AKPER PEMKAB MUNA
Klasifikasi stadium klinis hiv aids menurut who AKPER PEMKAB MUNA
 
HIV dan AIDS
HIV dan AIDSHIV dan AIDS
HIV dan AIDS
 
Ceramah Kesihatan AIDS
Ceramah Kesihatan AIDSCeramah Kesihatan AIDS
Ceramah Kesihatan AIDS
 
Power point hiv aids
Power point hiv aidsPower point hiv aids
Power point hiv aids
 
HIV & AIDS
HIV & AIDSHIV & AIDS
HIV & AIDS
 

En vedette

Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPTKehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
qurratuakyun
 
Juknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITCJuknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITC
Irene Susilo
 
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-bukuAsuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
rasya_wirayudha
 
Juknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCTJuknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCT
Irene Susilo
 
329966349 sop-rujukan-internal
329966349 sop-rujukan-internal329966349 sop-rujukan-internal
329966349 sop-rujukan-internal
Robi Siswara
 

En vedette (20)

Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPTKehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
 
Juknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITCJuknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITC
 
Kelompok 11
Kelompok 11Kelompok 11
Kelompok 11
 
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAKPETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
 
TB and HIV screening in healthcare workers in a Mozambique hospital
TB and HIV screening in healthcare workers in a Mozambique hospitalTB and HIV screening in healthcare workers in a Mozambique hospital
TB and HIV screening in healthcare workers in a Mozambique hospital
 
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hivInisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
 
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS  Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
 
Materi respirasi
Materi respirasiMateri respirasi
Materi respirasi
 
TB-HIV Co-infection Treatment
TB-HIV Co-infection TreatmentTB-HIV Co-infection Treatment
TB-HIV Co-infection Treatment
 
Tuberculosis miliar
Tuberculosis miliarTuberculosis miliar
Tuberculosis miliar
 
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcTuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
 
Tb hiv coinfection dr. kurnia f. jamil 20 april 2013
Tb hiv coinfection dr. kurnia f. jamil 20 april 2013Tb hiv coinfection dr. kurnia f. jamil 20 april 2013
Tb hiv coinfection dr. kurnia f. jamil 20 april 2013
 
Pedoman PMTCT Nasional
Pedoman PMTCT NasionalPedoman PMTCT Nasional
Pedoman PMTCT Nasional
 
Rujukan
RujukanRujukan
Rujukan
 
HIV/AIDS & TB
HIV/AIDS & TBHIV/AIDS & TB
HIV/AIDS & TB
 
Tb hiv-coinfection
Tb hiv-coinfectionTb hiv-coinfection
Tb hiv-coinfection
 
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-bukuAsuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
Asuhan keperawatan-pada-pasien-hiv-menurut-jurnal-dan-buku
 
Juknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCTJuknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCT
 
H I V/ T B CO INFECTION A CASE PRESENTATION
H I V/ T B  CO INFECTION A CASE PRESENTATIONH I V/ T B  CO INFECTION A CASE PRESENTATION
H I V/ T B CO INFECTION A CASE PRESENTATION
 
329966349 sop-rujukan-internal
329966349 sop-rujukan-internal329966349 sop-rujukan-internal
329966349 sop-rujukan-internal
 

Similaire à Hiv bumil

ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
riswanherdiana
 
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
riswanherdiana
 
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
AnisaZelfia1
 
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptxPowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
MuhammadFadhly12
 

Similaire à Hiv bumil (20)

Whatis hivaids
Whatis hivaidsWhatis hivaids
Whatis hivaids
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
 
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
 
Laporan pendahuluan hiv
Laporan pendahuluan hivLaporan pendahuluan hiv
Laporan pendahuluan hiv
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Lp dan askep hiv
Lp dan askep hivLp dan askep hiv
Lp dan askep hiv
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Pwr hiv aids AKPER PEMKAB MUNA
Pwr hiv aids AKPER PEMKAB MUNA Pwr hiv aids AKPER PEMKAB MUNA
Pwr hiv aids AKPER PEMKAB MUNA
 
PPT KELOMPOK 1 MGR VH.pptx
PPT KELOMPOK 1 MGR VH.pptxPPT KELOMPOK 1 MGR VH.pptx
PPT KELOMPOK 1 MGR VH.pptx
 
Makalah hiv
Makalah hivMakalah hiv
Makalah hiv
 
Tugas pa saad
Tugas pa saadTugas pa saad
Tugas pa saad
 
Saad askep sistem imunitas hiv
Saad askep sistem imunitas hivSaad askep sistem imunitas hiv
Saad askep sistem imunitas hiv
 
Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
 
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
 
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
2A_KELOMPOK 10_HIV.pptx
 
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptxPowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
PowerPoint Presentasi Penyakit HIV AIDS.pptx
 
FARMAKOLOGI_ANTI_HIV antireteroviral.pptx
FARMAKOLOGI_ANTI_HIV antireteroviral.pptxFARMAKOLOGI_ANTI_HIV antireteroviral.pptx
FARMAKOLOGI_ANTI_HIV antireteroviral.pptx
 

Hiv bumil

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi. Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya. HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS. 1
  • 2. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian HIV/AIDS? 2. Bagaimana etiologi HIV? 3. Apa saja macam – macam infeksi HIV? 4. Bagaimana patofisiologi HIV? 5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil? 6. Bagaimana gejala HIV? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV? 8. Bagaimana pengobatan HIV? 9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS 2. Mengetahui etiologi HIV 3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV 4. Mengetahui patofisiologi HIV 5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil 6. Mengetahui gejala HIV 7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV 8. Mengetahui pengobatan HIV 9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV 2 2
  • 3. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.  AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).  AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).  AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17). Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan. 2.2. Etiologi Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang 3 3
  • 4. pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.  Cara penularan HIV: 1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah. 2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril. 3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi. 4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.  Penularan secara perinatal 1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya. 4 4
  • 5. 2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. 3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga melalui ASI 4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI  Kelompok resiko tinggi: 1. Lelaki homoseksual atau biseks. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS 4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi. 2.3. Macam infeksi HIV Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap : 1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu. 2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun. 5 5
  • 6. 3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 ) 2.4. Patofisiologi  HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.  Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.  Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel– sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.  Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik. 6 6
  • 7.  Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi– infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. 7 7
  • 8. PATHWAY 8 Virus HIV Immunocompromise Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit BMerusak seluler Flora normal patogen Organ target Manifestasi oral Respiratori Invasi kuman patogen Manifestasi saraf Gastrointestinal Lesi mulut Dermatologi Nutrisiinadekuat Sensori Penyakit anorektal HepatitisEnsepalopati akut Gangguan penglihatan dan pendengaran Disfungsi biliari Diare Gatal, sepsis, nyeri Infek si Kompleks demensia Cairanberkurang Gangguanmobilisasi Aktivitasintolerans Gangguanrasanyaman: nyeri hipertermi Cairanberkurang Nutrisiinadekuat Gangguanrasanyaman: nyeri GangguanpolaBAB Tidakefektfibersihan jalannapas Tidakefektifpolnapas Gangguanbodyimageapas Gangguansensori HIV- positif ? Reaksi psikologis 8
  • 9. 2.5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil 1. Periode Prenatal Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup: a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV merupakan sesuatu yang umum. b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan melalui pembuluh darah. c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan. d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV. e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV. Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987). Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus 9
  • 10. (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV. Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi. 2. Periode Intrapartum Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui 10 10
  • 11. plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV. 3. Periode Postpartum. Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty. 2.6. Gejala HIV AIDS 1. Gejala mayor a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan 11 11
  • 12. b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis d. Demensia / HIV Ensefalopati 2. Gejala minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalist c. Adanya herpes zoster yang berulang d. Kandidiasis orofaringeal e. Herpes simplex kronik progresif f. Limfadenopati generalist g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita h. Retinitis Cytomegalovirus 2.7. Pemeriksaan diagnostik 1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV : - ELISA - Western blot - P24 antigen test - Kultur HIV 2. Tes untuk deteksi gangguan system imun. - Hematokrit. - LED - CD4 limfosit - Rasio CD4/CD limfosit - Serum mikroglobulin B2 - Hemoglobulin 2.8. Pengobatan  Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV 12 12
  • 13. biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: 1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). 2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva). 3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.  Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah: 1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14– 28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 13 13
  • 14. 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) 2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.  Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat– obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman. 2.9. Konsep Asuhan Keperawatan 14 14
  • 15. A. Pengkajian 1. Biodata Klien 2. Riwayat Penyakit Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :  Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T ) Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.  Kerusakan imunitas humoral (Antibodi) Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus) 3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif) a) Aktifitas / Istirahat - Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur. - Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ). b) Sirkulasi - Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera. 15 15
  • 16. - Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler. c) Integritas dan Ego - Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya. - Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah. d) Eliminasi - Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi - Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine. e) Makanan / Cairan - Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia - Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema f) Hygiene - Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS - Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. g) Neurosensoro - Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan. - Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang. h) Nyeri / Kenyamanan - Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis. - Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang. i) Pernafasan 16 16
  • 17. - Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada. - Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum. j) Keamanan - Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam. - Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum. k) Seksualitas - Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan. - Tanda : Kehamilan,herpes genetalia. l) Interaksi Sosial - Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS. - Tanda : Perubahan interaksi. 4. Pemeriksaan Diagnostik a) Tes Laboratorium Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)  Serologis - Tes antibody serum 17 17
  • 18. Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa - Tes blot western Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV) - Sel T limfosit Penurunan jumlah total - Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200> - T8 ( sel supresor sitopatik ) Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun. - P24 ( Protein pembungkus HIV) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi - Kadar Ig Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal - Reaksi rantai polimerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. - Tes PHS Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif  Neurologis - EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) - Tes Lainnya - Sinar X dada - Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain - Tes Fungsi Pulmonal 18 18
  • 19. - Deteksi awal pneumonia interstisial - Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya. - Biopsis - Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi - Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru  Tes Antibodi Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu : - Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA) Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif. - Western Blot Assay 19 19
  • 20. Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV) - Indirect Immunoflouresence Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas. - Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA ) Mendeteksi protein dari pada antibody. B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. 2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan. 3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare 4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai. 20 20
  • 21. C. Rencana Keperawatan No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional 1 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. Pasien akan bebas infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil: - Tidak ada luka atau eksudat. - Tanda vital dalam batas normal (TD=110/70, RR=16- 24, N=60-100, S=36- 37) - Pemeriksaan leukosit normal (6000-10000) 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. 2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan. 3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen. 4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order. 5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order 1. Untuk pengobatan dini 2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit. 3. Mencegah bertambahnya infeksi 4. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan 5. Mempertahankan kadar darah yang terapeutik 2 Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan. Infeksi HIV tidak ditransmisikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam dengan kriteria hasil: - kontak pasien dan tim 1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya. 2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial 1. Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini 2. Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain 21
  • 22. kesehatan tidak terpapar HIV - Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC. merawat pasien. Gunakan masker bila perlu. 3 Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare Defisit volume cairan dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam dengan criteria hasil: - perut lunak - tidak tegang - feses lunak, warna normal - kram perut hilang, 1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah. 2. Auskultasi bunyi usus 3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order 4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside 1. Mendeteksi adanya darah dalam feses 2. Hipermotiliti mumnya dengan diare 3. Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal 4. Untuk menghilangkan distensi D. Implementasi Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP. E. Evaluasi Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil 22 22
  • 23. 23 23
  • 24. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus. 3.2. Saran Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang 24
  • 25. berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online) Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.10 WIB (access online) Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB (access online) 25 25
  • 26. 26