1. MAKALAH
Sistem Politik Islam
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1. Imam Daelami (130421100074)
2. Fadiluddin (130421100076)
3. Achmad Agung Ferrianto (130421100077)
4. Putri Noviyanti Maghfiroh (130421100079)
5. Elvi Syahrina (130421100080)
TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Akademik 2013-2014
2. ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas Pendidikan
Agama Islam tentang Sistem Politik Islam dengan baik meski memiliki halangan maupun
rintangan.
Tugas ini kami harapkan dapat membantu bagi pembaca. Dan juga diharapkan dapat
menambah nilai yang ada.
Dalam penyusunan tugas ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan di masa mendatang dan semoga manfaat
bagi kita semua.
Bangkalan, 6 Maret 2014
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………... 1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………. 1
BAB II
2.1 Pengertian Politik Islam…………………………………………………………….. 2
2.2 Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam………………………………………. 4
2.3 Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri…………………………………………….…... 5
2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional………………………….……. 9
BAB III
3.1 Kesimpulaan………………………………………………………………………... 10
3.2 Saran……………………………………………………….…………………….…. 10
DAFTAR PUSTAKA 11
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat muslim. Namun,
realitasnya politik berubah menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat,
baik itu berupa perkataan maupun perbuatannya yang menyimpang dari kebenaran
Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan tidak baik, baik itu dari
kalangan non muslim ataupun dari kalangan umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu
politik yang seharusnya bersifat baik menjadi sifat yang kurang baik seperti
kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun
penguasa.
Penyalahgunaan wewenang dari para politisi atau penguasa itu bersebrangan
dengan kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan
sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna sebenarnya dari
politik itu sendiri. Bahkan, dengan pandangan seperti itu, para politisi atau penguasa
memanfaatkan rakyat demi kepentingan sendiri, bukan sebagai pemerintah yang
shalih dan berbuat baik kepada rakyat. Hal ini dapat memicu bahwa politik itu harus
dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada
Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta,
kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang yang demikian, sadar atau
tidak. mereka mempengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas
dalam memperjuangkan Islam. Untuk mengubah pandangan seperti itu, maka pada
bab ini akan di jelaskan bagaimana politik yang seharusnya khususnya politik islam.
1.2 Rumusan Masalah
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui pengertian politik islam
b. Mengetahui prinsip-prinsip dasar politik islam
c. Prinsip-prinsip politik luar negeri
d. Kontribusi umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
1.3 Tujuan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, khususnya kita selaku umat islam.
5. 2
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian Politik Islam.
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” yang diterjemahkan menjadi siasat
atau dalam bahasa inggris “politics”. Siyasyah berasal dari kata kerja dasar saasa –
yasuusu – siyaasah (dalam fikih Islam) yang berarti mengurus sesuatu dengan hal yang
membawa kebaikan baginya.
Namun asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “polis” (diambil darii bahasa
Yunani atau Latin) yang berarti negara kota atau dapat juga diartikan sebagai kebijakan
kekuatan kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional,
serta kemudian kekuatan masyarakyat.[1]
Ada berbagai macam pendapat tentang pengertian politik itu sendiri. Berikut
diantaranya.
a. Menurut Salim Ali al-Bahnasawi, politik ialah cara dan upaya menangani
masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan
kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.[2]
b. Menurut Drs. Inu Kencana, politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri tetapi juga seni, dikatakan sebagai seni karena banyak kita melihat
politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik, tetapi mampu berkiat memiliki bakat
yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya. [3]
c. Menurut Ruslan Abd. Gani, perjuangan politik bukan selalu, tetapi seringkali,
malahan politik adalah seni tentang yang mungkin dan tidak mungkin. Sering pula
diartikan adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan. [4]
d. Menurut Prof. Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan
yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu.
Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan
(policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Dalam agam Islam sendiri, politik atau siyasyah memiliki makna yang berbeda.
a. Imam Murtadha az-Zabidi (wafat tahun 1205 H) berkata:
.َﺎﮭُﺘْﯿَﮭَﻧو َﺎﮭُﺗ َْﺮﻣَأ ،ًﺔَﺳَﺎﯿِﺳ {َﺔﱠﯿِﻋاﻟﺮﱠ ُْﺖﺴُﺳ}
{ َﺮَْﻣﻷا َ}وﺳﺎسَِﯿﺲﺳو { َ}ﺳﺎس ﻗﺪ ،ٌبَﺮﱠﺠُﻣ ٌُﻼنﻓ :َﺎلﻘُﯾ َو .ِﮫِﺑ َمﻗﺎ :ًﺔَﺳَﺎﯿِﺳ
ُمِﯿﺎﻘاﻟ :ُﺔَﺳَﺎﯿِّﺴ}واﻟ .َﻠﯿﮫﻋ َﺮِّﻣُأو ِﺮّﻣُأ َيأ :ِحّﺤﺎﺼاﻟ ِﻲﻓ َو َِبّدُأو ،َﱠبدَأ َيأ ،ْﮫﯿَﻠَﻋ
.ُﮫﺤِﻠْﺼُﯾ َﺎﻤِﺑ ِْﻲءﺸاﻟ ﻋﻠﻰ
[1] Inu Kencana, Sistem Politik Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 6
[2] Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam [Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I]
[3] Inu Kencana, Sistem Politik Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 7
[4] Ruslan Abd. Gani, Politik dan Ilmu,p.5
6. 3
Sustu ar-ra’iyah siyaasatan yang artinya “saya mengatur rakyat dengan
sebuah pengaturan”.
Saasa al-amra siyaasatan yang artinya “mengatur sebuah perkara”.
Jadi Siyaasah merupakan “mengurus sesuatu perkara dengan hal yang akan
membuatnya lebih baik.” (Tajul ‘Arusy min Jawahiril Qamus, 16/157)
b. Imam Ibnu Manzhur Al-Anshari Al-Ifriqi (wafat tahun 711 H) berkata:
.َﺳﺎﺳﻮهأو ُﻮهﺳ َﻮﱠﺳ :َﻞِﯿﻗ ُﻮهﺳﱠأ َر ِذاإو ،ًﺎﺳ َْﻮﺳ ْﻢُھُﻮﺳَﺎﺳ ُلَﺎﻘُﯾ ،ُﺔَﺳﯾﺎ ِّاﻟﺮ : ُس ْﱠﻮﺴواﻟ
..،ِﮫِﺑ َمَﺎﻗ :ًﺔِﯿﺎﺳﺳ ََﻣﺮﻷا َﺎسﺳو
ٌن َُﻼﻓ َو:ِﺚِﯾﺪَﺤْﻟا ِﻲﻓ َو .ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﺮُِﻣأو ََﺮﻣَأ َيأ ِﮫْﯿَﻠَﻋ َِﯿﺲﺳو َﺳﺎس ْﺪَﻗ ٌبَﺮﱠﺠُﻣ
َﻧﺒﯿﺎؤھﻢأ ُﮭﻢﺳُﻮﺴَﯾ ِﺳﺮاﺋﯿﻞإ ُﻮﻨَﺑ ََﺎنﻛ
َﻰﻠَﻋ ُماﻟﻘﯿﺎ :ُﺔِﯿﺎﺳّﺴواﻟ .ﱠﺔﯿِﻋﺑﺎﻟﺮﱠ ﻻةُواﻟﻮ َﺮاءﻣُﻷا ُﻞَﻌْﻔَﯾ َﺎﻤَﻛ ھﻢ َُﻣﻮرأ ﱠﻰﻟ ََﻮﺘَﺗ َيأ
.ِﺤﮫﻠْﺼُﯾ َﺎﻤِﺑ ِءْﻲﱠﺸاﻟ. ِِﺲﺋﱠﺎﺴاﻟ ُﻞْﻌِﻓ :ُﺔواﻟﺴﯿﺎﺳ
Saus artinya riaasah (kepemimpinan).
Saasuuhum sausan artinya ia memimpin mereka.
Jika mereka mengangkatnya sebagai pemimpin, maka dikatakan (dalam
bahasa Arab) sawwasuuhu dan asaasuuhu.
Saasa al-amra siyaasatan artinya ia mengatur sebuah urusan.
Dalam hadits disebutkan: “Adalah Bani Israil yasuusuhum al-anbiya’ (para
nabi memimpin mereka)”, maksudnya adalah para nabi mengatur urusan
mereka sebagaimana pengaturan yang dilakukan oleh para pemimpin dan
pejabat kepada rakyat. Jadi, siyaasah adalah mengurus sesuatu dengan
melakukan hal yang membawa kebaikan baginya.
Maka dapat disimpulkan bahwa siyaasah adalah perbuatan sais (pemimpin). (Lisanul
‘Arab, 6/108)
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yang menyatakan:
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul
anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi
setelahku, namun akan ada banyak para khalifah." (Hadis Riwayat Bukhari dan
Muslim)” [5]
Dalam sabda di atas dapat deketahui bahwa siyasah atau politik itu adalah upaya
dalam mengurusi urusan masyarakat. Dengan demikian, politik islam itu sendiri
merupakan suatu upaya pemerintah dalam mengatur suatu pemerintahan dalam hal ini
masyarakat sebagai objeknya sesuai aspek ajaran Islam.
[5] Politik Islam.Wikipedia (Online), (http://ms.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam, diakses 8 Maret 2014)
7. 4
2.2 Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam
Suatu sistem politik pasti tidak akan terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. Sama
halnya dengan sistem politik Islam yang selalu menjunjung prinsip-prinsip dasarnya
yang juga bersumber dari kitab suci Al-Quran.
[6]
Prinsip-prinsip dasar politik Islam meliputi
a) Musyawarah (Syuro)
Dalam prinsip politik Islam, konsep ini dapat membantu dalam memilih sebuah
keputusan atau kebijakan pemerintah dalam mengatur sebuah pemerintahan itu
sendiri dengan berdasarkan kesepakatan bersama. Sesuai dengan firman Allah dalam
QS. Ali Imran ayat 159 :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
b) Prinsip Keadilan (Al-‘adalah)
Dalam ajaran agama Islam, keadilan merupakan komponen paling penting
terutama dalam sistem politik Islam. Istilah ‘adil’ berasal dari bahasa Arab, yaitu
yang berarti tengah atau seimbang. Dengan adanya keadilan dalam suatu
pemerintahan, akan menyeimbangkan atau menyamakan hak antara setiap waga
negara maupun antara pemerintah dengan rakyatnya. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam QS. An-Nahl ayat 90 :
َونُﱠﺮﻛَﺬَﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ْﻢُﻜُﻈِﻌَﯾ ۚ ِﻲْﻐَﺒْﻟا َو َِﺮﻜْﻨُﻤْﻟا َو
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”
[6] Erwina, Brigita Win.Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam Perspektif Islam. Makalah
disajikan dalam Studi Kepemimpinan Islam, Universitas Islam Indonesia, (Online), (http://sanaky.com/wp-
content/uploads/2010/09/DEMOKRASI-DALAM-PERSPEKTIF-ISLAM.pdf, diakses 8 Maret 2014)
8. 5
c) Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah)
Maksud kebebasan disini bukan kebebasan yang bermakna negatif, tetapi lebih
mengarah kemakna positif. Kebebasan bermakna positif disini adalah kebebasan
yang berlandaskan kebaikan. Seperti, kebebasan memilih suatu yang lebih baik atau
kebebasan dalam berfikir mana yang lebih baik, sehingga dengan pemikiran yang
lebih baik itu dapat melakukan perbuatan yang lebih baik pula.
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu
menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka” (QS. Taha ayat 123)
Dari firman Allah di atas, menceritakan kebebasan berfikir yang diberikan Allah
kepada Nabi Adam dan Hawa. Dari penggalan surat di atas juga menjadikan bukti
bahwa Allah memberikan setiap umatnya untuk bebas berfikir. Maka dari itu,
perundang-undangan Islam sangat menghargai nilai-nilai kebebasan.
d) Persamaan (Al-Musaawah)
Dalam ajaran Islam setiap manusia, laki-laki maupun perempuan memiliki hak
yang sama dalam menentukan sebuah pilihan, menyampaikan pendapat, dan tidak
ada pembeda darimana asal usulnya, bahasanya, serta keyakinan yang dianutnya.
Karena pada dasarnya dalam Al-Quran yang membedakan antar manusia adalah
ketaqwaannya. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
2.3 Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri
Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam menurut Ali Anwar (2002:195) adalah
sebagai berikut:
[7] Sauri, Sofyan. Buku PAI Revisi. (Bab XIV Sistem Politik Islam), (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604201983011-
SOFYAN_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_XIV-1.pdf, diakses 8 Maret 2014)
9. 6
a) Saling menghormati fakta-fakta dan terikat-terikat
Surat Al-Anfaal ayat 58:
“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”
Surat An-Nahl ayat 91
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
b) Kehormatan dan integrasi nasional (Surat An-Nahl ayat 92)
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan
sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya
Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
c) Keadilan universal (internasional) (Surah Al-Maidah ayat 8)
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
10. 7
d) Menjaga perdamaian abadi (Surah Al-Maidah ayat 61)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu,
orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di
antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir
(orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-
orang yang beriman.”
e) Menjaga kenetralan terhadap Negara-negara lain (Surah An-Nisaa’ ayat 89,
90)
(89) “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi
kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di
antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.
Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi
pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong”
(90) “kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang
antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang
kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan
memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan
kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika
mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan
perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan
membunuh) mereka.”
f) Larangan terhadap eksploitasi para imperialis (Surah Al-An’am ayat 92)
11. 8
“Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi;
membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi
peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar
lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu
beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.”
g) Memberikan perlindungan dan dukungan pada orang-orang Islam yang hidup
di Negara lain (Surah Al-Anfaal ayat 72)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta
dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman
dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-
melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka
tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka
berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan
pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap
kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.”
h) Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral (Surah Al-Mumtahinah ayat
8,9)
(8) “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(9) “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.”
12. 9
i) Kehormatan dalam hubungan Internasional (Surah Ar-Rohman ayat 60)
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
j) Persamaan dan keadilan untuk para penyerang (Surah An-Nahl ayat 126)
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Umat Islam dalam kontribusinya tak terhitung banyaknya. Setiap era di masa
kepolitikan nasional umat islam selalu hadir diantaranya.
Pertama, pada orde lama. Umat Islam sangat berperan aktif dalam masa kemerdekaan,
seperti pada saat perumusan NKRI. Pada masa itu ayat pertama dalam Piagam Jakarta
atau yang sekarang disebut Pancasila, para pemimpin Islam mengusulkan untuk
mendirikan Indonesia dengan didasari dengan Daulah Islamiyah. Namun demi keutuhann
persatuan dan kesatuan bangsa akhirnya digantilah dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”,
karena banyak umat agama lain memprotes keputusan tersebut. Tetapi umat Islam tetap
menyutujui Pancasila dan UUD 1945. Itu dikarenakan nilai-nilai kebenaran ajaran agama
Islam tertuang di dalamnya.
Yang kedua, pada era orde baru hingga era reformasi. Di Era ini pula para pemimpin
Islam yang turut berpartisipasi dalam pembangunan Nasional, sebagai contoh KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian ada juga Amin Rais. Mereka adalah satu
diantara berjuta pemimpin Islam yang sangat diperhitungkan dalam dunia politik.
Lalu munculah berbagai macam partai politik yang berbasis ajaran agama Islam mulai
muncul. Seperti PKB, PKU, PNU, PKS, dan lain-lain.
13. 10
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan sistem politik Islam, dapat diketahui bahwa Politik Islam itu adalah
suatu upaya pemerintah dalam mengatur suatu pemerintahan dalam hal ini masyarakat
sebagai objeknya sesuai aspek ajaran Islam. Dalam politik Islam ini juga terdapat prinsip-
prinsip dasar yang dapat menjadi sebuah pedoman dalam kehidupan politik Islam, yaitu
musyawarah, prinsip keadilan, prinsip kebebasan dan persamaan. Sedangkan menurut Ali
Anwar (2002:195), prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam terdiri dari
1. Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat,
2. Kehormatan dan integrasi nasional,
3. Keadilan universal (internasional),
4. Menjaga perdamaian abadi,
5. Menjaga kenetralan terhadap Negara-negara lain,
6. Larangan terhadap eksploitasi para imperialis,
7. Memberikan perlindungan dan dukungan pada orang-orang Islam yang hidup di
Negara lain,
8. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral,
9. Kehormatan dalam hubungan Internasional
10. Persamaan dan keadilan untuk para penyerang. Umat Islam juga sangat berkontribusi
besar dalam kepolitikan Nasional. Tak hanya sekali atau dua kali, menurut sejarah
umat Islam berkontribusi dalam era kemerdekan hingga sekarang.
3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus tahu dan ikut berpartisipasi dalam kepolitikan Islam,
agar menjadikan Indonesia yang lebih baik dan maju.
14. 11
Daftar Pustaka
Inu Kencana, Sistem Politik Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2005)
Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
Ruslan Abd. Gani, Politik dan Ilmu
Politik Islam.Wikipedia (Online), (http://ms.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam, diakses 8 Maret 2014)
Erwina, Brigita Win.Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam Perspektif Islam. Makalah
disajikan dalam Studi Kepemimpinan Islam, Universitas Islam Indonesia, (Online), (http://sanaky.com/wp-
content/uploads/2010/09/DEMOKRASI-DALAM-PERSPEKTIF-ISLAM.pdf, diakses 8 Maret 2014)
Sauri, Sofyan. Buku PAI Revisi. (Bab XIV Sistem Politik Islam), (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604201983011-
SOFYAN_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_XIV-1.pdf, diakses 8 Maret 2014)