1. Bab 5
Sumber Hukum Islam
Secara sederhana hukum artinya seperangkat peraturan tentang
tingkah laku manusia yang diakui oleh sekelompok masyarakat, yang
disusun oleh orang yang diberi wewenang dan berlaku mengikat bagi
anggotanya. Bila dikaitkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti
seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah SWT; dan sunnah
Rasulullah saw; yang mengatur tentang tingkah laku manusia yang
dibebankan kepada setiap mukallaf dan mengikat semua orang yang
beragama Islam. Orang yang hidupnya dibimbing syari'ah (hukum Islam)
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah SWT; dan rasulNya, sebab hukum Islam
pasti selaras dengan fitrah manusia sehingga siapapun yang bertahkim
kepada hukum Islam pasti manusia akan selamat di dunia dan akherat.
Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para
ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber
hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits,
Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil
tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
Keempat sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Qur’an,
Hadist, Ijma’ dan Qiyas
A. SUMBER HUKUM ISLAM
1. Al-Qur'an
Menurut bahasa Al-Qur'an berarti "bacaan" (dari asal kata " .( ” قرأ
Menurut istilah Al-Qur'an ialah "kumpulan wahyu Allah SWT, yang
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan
malaikat Jibril yang dihimpun dalam sebuah kitab suci untuk menjadi
2. pedoman hidup bagi manusia dan membacanya termasuk ibadah". Al-
Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Sebagaimana firman Allah SWT, :
" Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulNya
serta ulil amri diantaramu ". ( An-Nisa:59 )
Sebagai sumber hukum Islam Al-Qur'an mengandung 3 pokok
pengetahuan hukum yang mengatur tentang kehidupan umat manusia
yaitu :
a. Hukum yang berkaitan dengan aqidah, yakni ketetapan tentang wajib
beriman kepada Allah SWT, Malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari
akhir dan takdir.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlaq (budi pekerti), yaitu ajaran
agar seorang muslim memiliki sifat mulia dan menjauhi sifat tercela.
c. Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang terdiri
dari ucapan, perbuatan, perjanjian dan lain-lain. Hukum yang berkaitan
dengan amal perbuatan ini terbagi menjadi dua yaitu :
Yang mengatur tindakan manusia dalam hubungannya dengan Allah
SWT, yang disebut ibadah. Seperti sholat, puasa, haji, nadzar, sumpah
dan lain-lain.
Yang mengatur tindakan manusia baik individu atau kelompok yang
disebut dengan muamalah (amal kemasyarakatan). Seperti perjanjian,
hukuman (pidana), ekonomi, pendidikan, pernikahan dan semacamnya.
Fungsi dan Kedudukan Al-Qur'an.
a. Sebagai mu'jizat Nabi Muhammad saw.
b. Sebagai dasar dan sumber hukum Islam yang pertama.
c. Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
d. Sebagai pembawa berita gembira dan kebenaran yang mutlak.
e. Sebagai obat penawar hati bagi orang-orang yang beriman.
f. Membenarkan dan menyempurnakan kitab-kitab terdahulu.
3. 2. Al-Hadits
Hadits menurut bahasa artinya "perkataan". Menurut istilah hadits ialah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi. Bersadarkan
definisi tersebut, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian yaitu hadits
qouliyah (perkataan Nabi saw;), hadits fi'liyah (perbuatan Nabi saw;)
dan hadits taqriri (katetapan Nabi saw;). Sedangkan menurut
kwalitasnya hadits di bagi menjadi 2 bagian :
a. Hadits maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits
shoheh dan hadits hasan.
b. Hadits mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup
hadits dhaif (lemah) dan hadits maudlu' (palsu).
Usaha seleksi diarahkan kepada 3 unsur hadits yaitu :
a. Matan (isi hadits). Suatu isi hadits dapat dinilai baik apabila tidak
bertentangan dengan Al-Qur'an, hadits lain yang lebih kuat, fakta
sejarah dan prinsip-prinsip ajaran Islam.
b. Sanad (persambungan antara pembawa dan penerima hadits).Sanad
dapat dinilai baik apabila antara pembawa dan penerima benar-benar
bertemu bahkan berguru.
c. Rowi (orang yang meriwatkan hadits). Seorang dapat diterima
haditsnya apabila memenuhi syarat-syarat :
1) Adil yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan
membiasakan berbuat dosa.
2) Afidh yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, sebagaimana
firman Allah SWT:
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr : 7)
Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.
4. a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.
Misalnya : Allah SWT, berfirman yang artinya : "Dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta ". (al-Hajj:30). Kemudian firman Allah SWT,
tadi dikuatkan oleh hadits yang artinya : "Awas! jauhilah perkataan
dusta". (HR. Bukhori Muslim).
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang
masih bersifat umum.
Contoh: Allah SWT, berfirman yang artinya: "Diharamkan bagimu
memakan bangkai, darah dan daging babi". (Al-Maidah:3). Kemudian
Rasulullah saw, menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan
yaitu ikan dan belalang. Seperti sabda Nabi saw, yang artinya :
"Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, adapun
dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua macam darah
adalah hati dan limpha". (HR. Ibnu Majah).
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-
Qur'an.
Misalnya cara menyucikan bejana yang dijilat anjing. Rasulullah saw,
bersabda yang artinya : "Sucikanlah bejanamu yang dijilat anjing,
dengan menyucikan sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan
tanah". (HR. Muslim).
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha keras atau bersungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya baik dalam Al-
Qur'an maupun Al-Hadits, serta berpedoman kepada cara-cara
menetapkan hukum yang telah ditentukan. Ijtihad dapat dijadikan
sebagai sumber hukum Islam yang ketiga. Landasannya berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal
ketika diutus ke Yaman sebagai berikut :
5. “Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke
Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan
hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata:
“Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum
dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat
dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak
berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan
berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya
(Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi)
Hal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi
kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika
ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam
kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun
berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah
Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah.
Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus
permasalahan.
Bentuk-bentuk Ijtihad.
a. Ijma’, yaitu kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala
zaman mengenai hukum syari'ah. Misalnya: Kesepakatan para ulama
dalam membukukan Al-Qur'an pada waktu kholifah Usman bin Affan.
b. Qias, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang
tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang ada hukumnya karena
eduanya terdapat persamaan illat (sebab-sebabnya). Misalnya:
Menyamakan hukum minum bir dan wisky adalah haram diqiaskan
dengan munum khamr yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur'an.
c. Istikhsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah
berdasarkan prinsip-prinsip kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat
aurot wanita yang bukan muhrimnya saat wanita tersebut akan
melahirkan anaknya.
6. d. Masholihul Mursalah, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu
masalah ijtihadiyah atas dasar kepentingan umum. Misalnya: pengenaan
pajak terhadap orang-orang kaya.
A. HUKUM TAKLIFI
Pengertian.
Hukum taqlifi ialah khitab (titah) Allah SWT atau sabda Nabi
Muhammad SAW yang mengandung tuntutan, baik perintah melakukan
atau larangan. Hukum taqlifi ada lima bagian yaitu :
1. Ijab, artinya mewajibkan atau khitab (firman Allah) yang meminta
mengerjakan dengan tuntutan yang pasti.
2. Nadab (anjuran), artinya menganjurkan atau khitab yang mengandung
perintah yang tidak wajib dituruti.
3. Karohah (memakruhkan) yaitu titah/ khitab yang mengandung
larangan, tetapi tidak harus dijauhi.
4. Ibahah (membolehkan), yaitu titah/khitab yang membolehkan sesuatu
untuk diperbuat atau ditinggalkan.
Adapun yang berhubungan dengan hukum taqlifi antara lain :
a. Mahkum ‘alaihi (yang dikenai hukum) ialah orang mukallaf yakni
orang-orang muslim yang sudah dewasa dan berakal, dengan syarat
ia mengerti apa yang dijadikan beban baginya. Orang gila, orang
yang sedang tidur nyenyak, anak yang belum dewasa dan orang-orang
yang terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan). Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
““Pena itu telah diangkat (tidak dipergunakan untuk mencatat) amal
perbuatan 3 orang : (1) orang yang tidur hingga ia bangun, (2) anak-anak
hingga ia dewasa dan (3) orang gila hingga ia sembuh kembali”. (Hr.
Ashabus Sunan dan Hakim)
Demikian pula orang yang lupa disamakan dengan orang yang tidur yang
tidak mungkin mematuhinya apa yang ditaqlifkan.
7. b. Hakim (yang menetapkan hukum) ialah Allah SWT dan yang
memberitahukan hukum-hukum Allah SWT adalah para rasulNya.
Dan sesudah seruan sampai kepada yang di tuju maka syariatnya
menjadi hukum.
c. Mahkum bihi (yang dibuat hukum) yaitu perbuatan mukallaf yang
berhubungan (bersangkutan) dengan hukum yang lima yang masing-masing
adalah :
1. Yang berhubungan dengan ijab dinamai wajib.
2. Yang berhubungan dengan nadab dinamai mandub/sunah.
3. Yang berhubungan dengan tahrim dinamai haram.
4. Yang berhubungan dengan karohah dinamai haram.
5. Yang berhubungan dengan ibahah dinamai mubah.
Dari kelima hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Wajib, ialah suatu yang harus dikerjakan dan pelakunya mendapat
pahala, bila ditinggalkan maka pelakunya mendapat dosa. Adapun
macam-macam wajib adalah sebagai berikut :
Wajib Syar’i yaitu suatu ketentuan yang apabila dikerjakan
mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan berdosa.
Wajib Aqli yaitu suatu ketetapan hukum yang harus diyakini
kebenarannya karena masuk akal dan rasional.
Wajib ‘Aini yaitu suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap
muslim seperti : sholat 5 waktu, puasa bulan ramadhan, sholat jum’at
dan lainnya.
Wajib kifayah yaitu suatu ketetapan apabila telah dikerjakan oleh
sebagian muslim maka muslim yang lain terlepas dari kewajiban, seperti
mengurus jenazah.
Wajib Mu’ayyanah yaitu suatu keharusan yang telah ditetapkan macam
tindakannya seperti wajibnya berdiri dalam sholat bagi yang mampu.
8. Wajib mutlaq yaitu suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu
pelaksanaan-nya, seperti membayar denda sumpah.
Wajib Aqli Nadzari yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran
dengan memahami dalil-dalilnya atau penelitian yang mendalam, seperti
mempercayai eksistensi Allah SWT.
Wajib Aqli Dharuri yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran
dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu.
2) Haram, ialah sesuatu yang apabila dilakukan pelakunya mendapat dosa
dan bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala. Dengan demikian
secara sederhana dapat dikatakan bila ditinggalkan perbuatan itu
pelakunya akan mendapat pahala dan bila dilaksanakan berdosa. Haram
ada dua macam, yaitu:
a. Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena
bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu sendiri. Sebagai contoh
makan bangkai, minum khamr, berzina, dll.
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat
dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu
sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi.
Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll
3) Mubah, ialah sesuatu yang apabila dilakukan dan ditinggalkan tidak
berdosa.
4) Sunat atau Mandub, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya
mendapat pahala dan bila ditinggalkan tak berdosa. Adapun macam-macam
suant adalah sebagai berikut :
Sunat Muakkad yaitu sunat yang sangat dianjurkan, seperti sholat
Idhul Fitri dan Idhul Adha.
Sunat Ghoiru Muakkad yaitu suant biasa seperti memberi salam.
Sunat Hae’at yaitu sunat yang sebaiknya dikerjakan seperti mengangkat
tangan ketika takbir dalam sholat.
9. Sunat Ab’at yaitu perkara-perkara yang kalau terlupakan harus
mengganti dengan sujud syahwi.
5) Makruh, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa
tetapi bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala.
Kedudukan dan Fungsi Hukum Taqlifi.
Kedudukan hukum taqlifi dalam Islam adalah untuk mengetahui hukum-hukum
syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf, baik
yang menyangkut wajib, sunat,haram, mubah, syah dan tidaknya suatu
perbuatan. Disamping itu juga untuk memahami kaidah-kaidah yang
dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil hukum yakni
kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum. Hukum-hukum tersebut
bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qias.
B. PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH
Ibadah berasal dari kata ‘Abdun yang berarti hamba. Sedangkan arti
secara harfiah adalah rasa tunduk, melakukan pengadian (penghambaan),
merendahkan diri dan istikhanah. Jadi tugas yang paling esensial dari
seorang hamba Tuhan adalah mengabdi dan beribadah kepadaNya. Secara
terminologi ibadah ialah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan
Allah SWT serta menjalankannya dalam kehidupan sesuai dengan
perintahNya mulai dari aqil baligh sampai meninggal. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariat : 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”. (Adz-Dzariat : 56 )
Ibadah merupakan bagian integral dari syariah, apapun yang dilakukan
manusia harus bersumber dari syaria’ah Allah SWT dan rasulNya.Ibadah
tidak hanya sebatas menjalankan rukun Islam tetapi ibadah juga berlaku
pada semua aktifitas duniawi yang didasari rasa ikhlas. Oleh karena itu
ibadah terdapat 2 klasifikasi yaitu :
10. 1. Ibadah Khusus (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang langsung
berhubungan kepada Allah SWT atau ibadah yang berkaitan dengan
arkanul Islam seperti syahadat, sholat, puasa dan haji.
2. Ibadah Amm/umum (ibadah ghoiru mahdhah) yaitu segala aktivitas
yang titik tolaknya ikhlas dan ditujukan untuk mencapai ridho Allah
SWT berupa amal shaleh.
Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan
sebagaimana dinyatakan dalam ilmu Ushul Fiqh yang berbunyi : Bahwa
ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan
dan di contohkan, sedang ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan
kecuali yang dilarang.
Ibadah-ibadah lain yang berhubungan dengan rukun Islam antara lain :
1. Ibadah badani (fisik) seperti : bersuci yang meliputi ; wudhu, mandi,
tayamum, cara menghilangkan najis, istinjak dan semacamnya, adzan,
iqomah, I’tikaf, do’a, membaca sholawat, tasbih, istighfar, khitan dan
lain-lain.
2. Ibadah Maliyah (harta) seperti : qurban, aqiqoh, wakaf, fidyah, hibah
dan lain-lain.
3. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
lainnya, seperti: jual beli, dagang, sewa-menyewa, pinjam-meminjam,
syirkah, simpanan, pengupahan, utang-piutang, wasiat, warisan dan
lain-lain.
4. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur seseorang dengan orang
laindalam hubunga berkeluarga. Seperti : pernikahan, perceraian,
pengaturan nafkah, penyusuan, pemeliharaan anak, pergaulan suami
istri, meminang, khulu’, lian, dzihar, walimah, wasiat dan lain-lainnya.
5. Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana, seperti : qishosh,
diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dan
lainnya.
11. 6. Siyasah, peraturan yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan
(politik), diantaranya: ukhuwah (persaudaraan), musyawarah, ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong-menolong), hurriyah (kebebasan), tasamuh
(toleransi), takaful ijtimak (tanggung jawab social), zi’amah
(kepemimpinan), pemerintahan dan lainnya.
7. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi. Seperti : syukur,
sabar tawadhu’, pema’af, tawakal, istiqomah, saja’ah, birrul walidain
dan lainnya.
8. Peraturan-peraturan lainnya, seperti: makanan, minuman, sembelihan,
berburu, nadzar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
masjid, da’wah dan lainnya.
Adapun hikmah ibadah itu antara lain sebagai berikut :
1. Untuk memelihara agama (hifzh ad-din), dengan cara menunaikan
arkanul Islam, memelihara agama dari seranga musuh, memelihara jiwa
yang fitri sehingga tidak kehilangan esensinya.
2. Untuk memelihara jiwa (hifzh an-nafs) dengan cara memenuhi hak
hidup masing-masing anggota masyarakat sesuai dengan aturan yang
berlaku. Oleh karena itu perlu adanya hokum pidana (qishosh) terhadap
orang yang melanggar ketentuan ini.(Q.S. Al-Maidah : 32, An-Nisa’ : 93,
Al-Isra’ : 31, Al-An’am :151, Al-Baqoroh : 178-179).
3. Untuk memelihara akal fikiran (hifzh al-‘aql) dengan cara
menggunakan akal yang dimilikinya sebagaimana mestinya, seperti
memikirkan kekuasaan Allah SWT tentang penciptaan dirinya, alam
maupun yang lainnya serta menghindarkan dari perbuatan yang dapat
merusak daya fikirnya seperti minum minuman keras, narkoba dan
semacamnya. Uraian ini dapat dilihat pada surat Al-Maidah : 90, Yasin :
60-62, Al-Qoshosh : 60, Yusuf : 109 dan masih banyak lagi.
4. Untuk memelihara keturunan (hifzh an-nasl) dengan cara mengatur
pernikahan dan pelarangan pelecehan seksual seperti zina, kumpul kebo,
homo seks, lesbian yang semuanya dapat merusak keturunan. Uraian ini
dapat dilihat pada surat An-Nur : 2-9, Al-Isro’ : 32, Al-Ahzab : 49, At-
Thalaq : 1-7, An-Nisa : 3-4.
12. 5. Untuk memelihara kehormatan harta benda (hifzh al-‘ird wal amwal)
dengan cara mencari rizki yang halaluntuk memenuhi kebutuhan hidup
dan mengharamkan segala macam bentuk riba, perampokan, penipuan,
pencurian, ghosob dan semacamnya. Rizki yang halal dapat berpengaruh
terhadap kebersihan hati dan ikhlas menjalankan ibadah sebaliknya harta
yang haram dapat mengakibatkan malas beribadah serta kekotoran hati.
Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nur : 19-21, 27-29, Al-Hujurot :
11-12. Al-Maidah : 38-39, Ali Imron : 130 dan Al-Baqoroh : 188, 275-
284.
Adapun yang termasuk ibadah mahdah (ibadah khusus) itu antara lain
:
a. Sholat
Menurut bahasa sholat berarti do'a. Sedang menurut istilah sholat ialah
sistem peribadatan yang tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan
salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu. Sholat diwajibkan
sebanyak 5 kali dalam sehari semalam. Perintah sholat diturunkan pada
waktu isro' dan mi'raj Nabi Muhammad saw., setahun sebelum hijrah ke
Madinah.
Sholat mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam.
Adapun kedudukan sholat dalam agama Islam adalah sebagai berikut :
- Sholat Sebagai Tiang Agama.
Sholat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi manusia yang
bertaqwa kepada Allah swt. Rasulullah saw., bersabda
"Sholat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan sholat
berarti mendirikan agama, barang siapa yang meninggalkannya
berarti ia telah menghancurkan agama". (HR. Baihaqi)
- Sholat Sebagai Amalan Ibadah Yang Pertama dan Utama.
13. Sholat adalah merupakan amalan ibadah yang pertama yang akan
dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt., di hari kiamat .
Rasulullah saw, bersabda :
"Yang pertama kali dihisab dari amalan-amalan seorang hamba pada hari
kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalnya.
Dan jika sholatnya rusak maka rusak seluruh amalnya". (HR. Thabrani)
Pada hari hisab amal yang pertama dihisab adalah sholat. Bagi orang
yang tak pernah sholat ia akan ditempatkan di neraka saqor dan bagi
orang yang melalaikan sholat akan ditempatkan di neraka weil. Jika
sholatnya seseorang baik maka seluruh amal baiknya akan mengikutinya,
tetapi bila jelek sholatnya maka akan jelek amalnya.
- Sholat Sebagai Pembeda Mukmin dan Kafir. Rasulullah saw.,
bersabda :
"Perbedaan antara seorang mukmin dengan seorang kafir adalah
meninggalkan sholat". (HR. Muslim)
- Sholat Sebagai Rukun Islam Yang Ke Dua.
Sholat merupakan 5 sendi diantara kuatnya bangunan Islam. Kelimanya
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak bisa dipisahkan. Jika salah
satu sendi itu rapuh maka akan mempengaruhi yang lain. Rasulullah
saw., bersabda :
"Islam dibangun di atas lima sendi yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikaan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji dan
berpuasa di bulan Ramadhan ". (HR. Bukhori Muslim dari ibnu Umar)
Sholat dalam Islam juga mempunyai beberapa hikmah. Adapun beberapa
hikmah Sholat adalah sebagai berikut :
- Membiasakan nidup bersih.
14. Orang yang akan melaksanakan sholat terlebih dahulu harus suci dari
hadas dan najis, pakaian dan tempatnya dan lain sebagainya. Dengan
demikian sholat melatih seseorang agar cinta kebersihan. Rasulullah
saw., bersabda :
"Kebersihan itu adalah sebagian dari iman". (HR. Bukhori Muslim)
- Terbiasa Hidup sehat.
Seseorang diwajibkan berwudhu sebelum sholat. Kalau sholat 5 kali
sehari ia berwudhu sebanyak 5 kali, berarti kesehatan seorang muslim
akan terpelihara.
- Pembinaan Disiplin Waktu.
Melalui sholat tepat pada waktunya merupakan pembinaan disiplin
waktu. Allah swt., menjelaskan kepada kita bahwa orang yang benar-benar
berada dalam kerugian adalah orang yang yang tidak menghargai
waktu sebagaimana dalam Al-Qur'an surat Al-Ashr .
- Melatih Kesabaran.
Orang yang bisa mendirikan sholat dengan benar akan menjadi kuat
tekadnya dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan
hidup, ia akan menjadi orang yang sabar. Allah swt., berfirman :
" Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia
mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan
sholat yang mereka tetap mengerjakan sholatnya". (Al-Ma'arij : 19 - 23 )
- Mengikat Tali Persaudaraan Sesama Muslim.
Sholat berjamaah dapat memupuk persaudaraan sesama muslim.
Rasulullah saw., bersabda :
"Orang mukmin dengan mukmin lainnya itu laksana bangunan, yang
sebagian memper-kokoh bagian yang lainnya". ( HR. Bukhori Muslim )
15. - Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar.
Hikmah sholat yang paling utama adalah dapat mencegah perbuatan keji
dan mungkar. Orang yang bisa mendirikan sholat dengan baik, akan
takut melakukan perbuatan keji dan jahat, dia akan merasa selalu
diawasi oleh Allah swt. Firman Allah swt;
“Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar". (Al-Ankabaut : 45)
b. Puasa
Puasa menurut pengertian bahasa berarti menahan diri dari segala
sesuatu, seperti : menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan,
menahan minum dan sebagainya. Menurut istilah puasa ialah menahan
diri dari makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan niat melaksanakan perintah Allah swt; serta
mengharap keridhoan-Nya.
Allah swt; berfirman:
“Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa". (Al-
Baqarah :183)
Jenis puasa ada bermacam-macam. Adapun macam-macam puasa
adalah sebagai berikut :
Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarat, puasa
qodlo' dan puasa fidyah. (lihat Al-Baqoroh : 183 - 185, Al-Maidah: 89,
Al-Baqoroh: 186).
Puasa sunat/tathowwu' seperti puasa senin kamis, puasa 6 hari bulan
syawal, tanggal 9 dzulhijjah, tanggal 10 muharram (Asy-Syura'), tiap
tanggal 13, 14, 15 qomariah.
16. Puasa haram seperti : puasa terus menerus, puasa hari tasyri' ( 11, 12, 13
Dzulhijjah), puasa dua hari raya, puasa wanita yang sedang haid/nifas,
puasa sunat seorang istri tanpa izin suaminya ketika suami bersamanya.
Puasa makruh seperti puasa sunat dengan susah payah (sakit, perjalanan
dll), menghususkan pada hari jum'at dan sabtu kecuali pada hari
disunahkannya puasa.
Adapun syarat wajib puasa : Berakal, baligh dan kuat
mengerjakannya
Sedang syarat syahnya : Islam, mumayyiz (dapat membedakan baik dan
tidak baik), suci dari haid dan nifas bagi wanita, dalam waktu yang
dibolehhkan puasa.
Puasa juga juga harus memenuhi rukun dan rukun puasa: niat sebelum
melakukan puasa, menahan diri dari makan, minum, bersetubuh dan hal-hal
lain yang bisa membatalkan puasa (lihat Al-Baqarah : 187).
Hikmah Puasa
a. Membentuk manusia sabar dan toleran.
Puasa bukanlah amal lahir yang dapat dilihat semata tetapi puasa
adalah amal rohani yang hanya dilihat oleh Allah swt, oleh karena itu
puasa adalah amal batin yang berbentuk kesabaran semata sebagaimana
Rasulullah bersabda :
“Puasa adalalah separuh kesabaran dan sabar itu adalah separuh iman".
(HR. Baihaqi)
b. Membentuk jiwa amanah dan hanya bertanggung jawab hanya kepada
Allah swt.
c. Membentuk akhlakul karimah.
Dengan puasa dia akan dapat berbuat baik dan mulia karena perbuatan-perbuatan
jahat dapat menghalangi pahalanya puasa. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
17. “Lima perkara yang dapat menghalangi pahalanya pahalanya puasa
yaitu, dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, melihat lawan jenis dengan
syahwat". (HR. At-Tirmidzi)
d. Mendidik manusia untuk berlaku jujur.Tidak ada seorangpun yang
dapat mengetahui kita puasa atau tidak kecuali kita sendiri kepada Allah
swt; ini berarti puasa melatih jujur dalam beribadah dan beriman karena
Allah swt.
e. Mengembangkan kepekaan sosial.
Orang yang berpuasa akan bisa mengukur dan merasakan betapa
pedihnya orang miskin dan kesusahan karena ketidak tersediaanya
makanan dan uang belanja.
f. Melatih ketahanan mental.
Berpuasa berarti mengistirahatkan anggota badan yang mengolah
penceraan makanan, hal ini akan membentuk anggota badan menjadi
terbiasa dan kuat .
g. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt.
RANGKUMAN
1. Sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas.