SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  19
Teori Belajar Bruner
20 03 2010
PENDAHULUAN
Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang
berada dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor
internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan
dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan
pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-
unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang
datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses
internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan informasi.
Kegiatan pengelolaan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan menentukan
perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya jumlah informasi atau stimulus yang mengubah
perilaku. Demikian pula kinerja seseorang yang diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada
jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana sesaeorang
mampu mengelola informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus
yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itu teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara
seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan
yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif.
Teori belajar kognitif menekankan pada kemampuan siswa dan menganggap bahwa siswa
sebagai subjek didik. Jadi siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar, Fungsi guru adalah
menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya adalah tangga pemahaman paling tinggi, dan
siswa harus mencari cara sendiri agar dapat menaiki tangga tersebut. Jadi peran guru adalah: a)
memperlancar proses pangkonstruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi secara
bermakna dan relevan dengan siswa, b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan atau menerapkan gagasannya sendiri, dan c) membimbing siswa untuk
menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajar sendiri.
Salah satu pelopor aliran psikologi kognitif adalah Jeremi S. Bruner. Bruner banyak memberikan
pandangan kognitif mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar,
hakikat pendidikan selain teori belajar dan teori pengajaran yang dikemukakannya.
PEMBAHASAN
Bruner dan Teorinya
Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak
itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia
menganggap manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar,
1988;118).
1
Jerome S. Bruner dalam teorinya (dalam Suherman E., 2003;43) menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang
terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang
tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus
dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur
tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Bruner, melalui teorinya itu (dalam Suherman E., 2003), mengungkapkan bahwa dalam proses
belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga).
Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan
pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut
kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keaktifannya. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), belajar merupakan suatu proses
aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi
yang diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan prima
akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun
pada awal mula guru hanya memberikan sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa
tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap
perkembangan (berbeda dengan Teori Piaget). Ada dua bagian yang penting dari teori Bruner
(dalam Suwarsono, 2002;25), yaitu :
1. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar
2. Teorema-teorema Tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika
Penjelasan tentang kedua bagian tersebut adalah sebagai berikut:
Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar
Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (Misalnya mempelajari suatu
konsep Matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar
pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara
optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan
urutannya adalah sebagai berikut (dalam Suwarsono,2002;26) :
1. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau
menggunakan situasi yang nyata.
2. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan
itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery),
gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang
terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
2
3. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-
simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-
kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran
diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa
cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan
modus representasi ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan
belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi
secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda
konkret (Misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng dan kemudian menghitung
banyaknya kelereng semuanya). Kemudian kegiatan belajar digunakan dengan menggunakan
gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan
kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram
tersebut). Pada tahap yang kedua ini bisa juga siswa melakukan penjumlahan itu dengan
menggunakan pembayangan visual (visual imagery) dari kelereng-kelereng tersebut. Pada tahap
berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-
lambang bilangan yaitu 3 + 2 = 5 (dalam Suwarsono,2002;27) .
Di SLTP, dalam mempelajari irisan dua himpunan, siswa dapat mempelajari konsep tersebut
dengan mula-mula menggunakan contoh nyata (konkret, misalnya dengan mengumpulkan data
tentang siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan siswa-siswa yang menyukai
olahraga basket (sebagai contoh), dan kemudian menentukan siswa-siswa yang pergi ke sekolah
dengan naik sepeda dan menyukai olahraga basket. Keadaan itu kemudian digambarkan dengan
diagram venn. Selanjutnya, irisan dua himpunan dapat didefinisikan secara simbolik (dengan
lambang-lambang), baik dengan lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun
dengan lambang-lambang matematika (Dalam hal ini notasi pembentuk himpunan) (dalam
Suwarsono,2002;25).
Teorema-Teorema Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika
Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang
disebut teorema. Keempat teorema tersebut adalah teorema penyusunan (Construction theorem),
teorema notasi (Notation theorem), teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and
variation theorem), teorema pengaitan (Connectivity theorem) (dalam Suherman E., 2003;44-
47).
Teorema penyusunan (Construction theorem)
Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk belajar konsep dan
prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada
permulaan belajar konsep pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang
menujukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
3
Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan benda-
benda konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih
mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan
karena penguatan, akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai.
Sedangkan pengertian itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit. Oleh
karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak bergantung pada
aktivitas-aktivitas yang menggunakan benda-benda konkrit.
Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 3 + 4 = 7, siswa bisa melakukan dua
langkah berurutan, yaitu 3 kotak dan empat kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal
yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan
dengan pengertian yang mendalam.
Teorema Notasi
Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan
penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus
misalnya, maka notasinya harus dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.
Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada anak SD kelas-kelas akhir,
notasi yang sesuai menyatakan fungsi
…. = 2 … + 3, untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi fungsi dituliskan y =
2x + 3, setelah anak memasuki SMA atau perguruan tinggi Notasi fungsi dituliskan dengan f(x)
= 2x + 3.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai
yang paling sulit. Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif
anak.
Teorema pengkontrasan dan keanekaragaman
Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkrit menuju
representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan
pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak
mudah dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep
lainnya dan konsep tersebut disajikan dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian anak
dapat memahami dengan mudah karakteristik konsep yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan
menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep bilangan
ganjil pada anak diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti bilangan ganjil, bilangan
genap, bilangan prima, dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta
untuk menunjukkan bilangan-bilangan yang termasuk contoh bilangan ganjil dan contoh bukan
bilangan ganjil.
4
Sebagai contoh lain, untuk menjelaskan pengertian persegipanjang, anak harus diberi contoh
bujursangkar, belahketupat, jajar genjang dan segiempat lainnya selain persegipanjang. Dengan
demikian anak dapat membedakan apakah segiempat yang diberikan padanya termasuk
persegipanjang atau tidak.
Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih
baik daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang
diberikan siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya.
Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan
dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi
(ada yang kedua sisinya yang berhadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal,
ada yang posisinya miring, dan sebagainya).
Teorema pengaitan (Konektivitas)
Teorema ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya
terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang
digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep
tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep dalil Pythagoras
diperlukan untuk menentukan tripel Pythagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam
trigonometri.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa
dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa
tidak beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri berdiri sendiri-sendiri
tanpa keterkaitan satu sama lainnya.
Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan
satu persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat
diterapkan secara bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal
tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan
karakteristik dari siswa yang belajar.
Belajar Penemuan
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning) (dalam Wilis
R.,1988;125-126). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling
baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (yaitu kegiatan belajar dengan
pemahaman). Belajar bermakna merupakan satu-satunya jenis belajar yang mendapat perhatian
Bruner.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-pninsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
5
pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan. Pertama,
pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat,, atau lebih mudah diingat, bila
dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua. hasil belajar
penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata
lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah
diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan
melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan keinginan-tahuan siswa,
memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula
pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain, dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi, tidak hanya menerima saja.
Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, karena itu dalam
bukunya ‘The Relevance of Education” (1971), Ia menyarankan agar penggunaan belajar
penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada
struktur bidang studi.
Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dan
bidang studi itu. Bila seorang siswa telah rnenguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya
untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan Ia akan lebih
mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka
pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang
esensial dalam bidang studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian
rupa, hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara
singkat dapat dikatakan, bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal
dihubungkan.
Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika
Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau
dari segi pendekatan, metoda, tujuan, serta peranan guru (dalam Wilis R.,1988;129-132).
Pendekatan Spiral dalam Pembelajaran Matematika
Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan berfikir para siswa sesuai dengan
perkembangan kedewasaan atau kematangan mereka, Bruner (dalam Suwarsono,2002;31)
menganjurkan digunakannya pendekatan spiral (Spiral approach) dalam pembelajaran
6
matematika. Maksudnya, sesuatu materi matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa
kali pada siswa yang sama selama kurun waktu siswa tersebut berada di sekolah, tetapi dari saat
pembelajaran yang satu ke saat pembelajaran berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat
keabstrakan dan kompleksitas dari materi yang dipelajari, termasuk peningkatan dalam
keformalan sistem notasi yang digunakan. Sebagai contoh, pada suatu saat siswa SLTP
mempelajari fungsi yang daerah asal dan daerah kawannya berupa himpunan yang berasal dari
kehidupan sehari-hari, dan dengan system notasi yang masih sederhana. Pada suatu saat di
kemudian hari, siswa yang sama mempelajari fungsi untuk kedua kalinya, tetapi dengan
melibatkan daerah asal dan daerah kawan yang berupa himpunan bilangan, dengan sistem notasi
yang lebih formal. Pada saat berikutnya, pembahasan tentang fungsi bisa ditingkatkan lagi baik
dalam hal kerumitan materi, variasi (kelengkapan) materi, maupun dalam sistem notasi yang
digunakan. Peningkatan dalam hal materi pembelajaran dan sistem notasi tersebut diupayakan
seiring dengan peningkatan kemampuan dan kematangan siswa dalam berpikir, sesuai dengan
perkembangan kedewasaan atau kematangan siswa.
Metoda dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metoda dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan
hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh
pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para
siswa, dan merangsang keinginan tahu mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang
dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan.
Jadi, kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-
perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara
garis besar, dan dapat dicapai dengan càra-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang
mengikuti pelajaran yang sama itu.
Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan guru dalam proses
belajar mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas
tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru, atau
oleh guru dan/atau siswa-siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau
oleh guru dan siswa-siswa bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peranan guru lain
sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metoda
ceramah. Dalam belajar penemuan ini, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar.
Peranan Guru
Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-
masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.
7
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada
pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan
fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan
demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah. Dalam
keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang
merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan
mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.
3. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian
yang telah dibahas terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan
cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu.
Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara
penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru
mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual
diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan
tentang urutan pengajaran.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia
hendaknya rnemberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai
perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tetap
tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor
itu.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita
ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu
tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring.
Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
Di lapangan, pènilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar
mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada
situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essai.
PENUTUP
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut.
Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu tahap enaktif,
tahap ikonik dan tahap simbolik.
8
Selain teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema-teorema tentang cara
belajar dan mengajar matematika yaitu
1. Teorema konstruksi (Construction Theorem)
2. Teorema Notasi (Notation Theorem).
3. Teorema kekontrasan dan variasi (Contrast and variation theorem)
4. Teorema konektivitas (Connectivity theorem)
Belajar penemuan adalah salah model instruksional kognitif yang paling berpengaruh. Bruner
beranggapan bahwa belajar dengan menggunakan metode penemuan (discovery) memberikan
hasil yang baik sebab anak dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya.
Anak yang belajar dengan metode penemuan, selalu memulai dengan memusatkan pada
manipulasi material, kemudian anak menemukan keteraturan-keteraturan, selanjutnya anak
mengaitkan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Dan akhirnya anak dapat
menemukan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan melakukan sendiri.
Dalam menerapkan belajar tujuan-tujuan mengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar,
dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama.
Dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru
hendaknya mengarahkan pengajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Selain itu guru
diminta pula untuk memperhatikan tiga tahap perkembangan kognitif siswa.
Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai
suatu bidang studi dan aplikasi prinsip-prinsip itu dalam situasi baru.
SARAN
1. Diharapkan guru merencanakan pembelajaran di mana dalam pembelajaran, siswa dapat
mengalami pembelajaran bermakna dalam memahami konsep.
2. Diharapkan pebelajaran senantiasa berfokus pada peserta didik sehingga lebih
melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajar.
3. Diharapkan guru mampu mengarahkan siswa untuk dapat menemukan kembali hal-hal
baru di luar (melebihi) informasi yang telah diberikan.
4. Diharapkan siswa selalu mempersiapkan skema yang ada dalam dirinya, agar dalam
proses pembelajaran siswa mudah memahami konsep yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
9
MKPBM Crew, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA:Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Nur Mohamad, 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam
Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya (UNS).
Suherman Erman, dkk.,2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung:JICA:Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Suwarsono, 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan
Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).
Wilis Ratna, 1988. Teori-teori Belajar.Bandung.
***
(Source : Fitriani Nur, Mahasiswa PPs UNM Makassar | Prodi Pendidikan Matematika, 2008)
Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia.
Salam …
10
Teori dan Konsep Belajar Dunia pendidikan
Teori Dan Konsep Belajar Dunia Pendidikan
Posted on December 28, 2009 by fandy's
Teori Belajar Kogntif: Konsep Dasar dan Strateginya. Teori Belajar Penemuan (Discovery
Learning). Teori ini disampaikan oleh Jerome Bruner (1966). Merupakan suatu pendekatan
dalam belajar, dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan
memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan
percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep
tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan. (Prinsip belajar :
selidiki/inquiri dan temukan/discover).
Jerome Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili 3
bentuk representasi:
1. Enactive: Pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperi
pengalaman langsung atau kegiatan konkrit
2. Iconic: Masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar atau grafis lainnya
seperti film dan gambar statis.
3. Symbolic: Suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui
proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak
lainnya.
Teori Belajar Bermakna
Teori yang disampaikan oleh David Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat
mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu
materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama
meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak
dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan
langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan
penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai
berikut :
1. Advance Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara
11
mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang
akan disampaikan guru.
2. Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal
atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan
contoh-contoh.
3. Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep
yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4. Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan
sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
Model Pemrosesan Informasi
Teori ini disampaikan oleh Robert Gagne (1970) dan berpendapat bahwa proses belajar adalah
suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki
kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.
Terdapat 8 tingkatan kemampuan belajar, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu
ditentukan oleh kemampuan belajar ditingkat sebelumya. Adapun 8 tingkatan belajar tersebut
antara lain :
1. Signal Learning
Dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
2. Stimulus – Response Learning
Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus –
respon yang sederhana
3. Chaining
Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon
yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian
produk bahasa lisan.
4. Verbal Association
Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama
sebuah objek / benda.
5. Multiple Discrimination
Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chainning sebelumnya.
6. Concept Learning
Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir
melalui karakteristik abstraknya. Melalui pemahaman konsep siswa mampu
12
mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun
masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri.
7. Principle Learning
Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya.
8. Problem Solving
Siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu
sasaran.
Adapun terdapat tiga komponen utama dalam pemrosesan informasi, yaitu :
• MEMORI JANGKA PENDEK
• MEMORI JANGKA PANJANG
• REGISTER PENGINDERAAN
Penyebab lupa yang terjadi pada proses interferensi, yaitu :
PENYEBAB LUPA
Hambatan Proaktif : Dimana berinterferensi dengan tugas yang dipelajari kemudian
Hambatan Retroaktif : Dimana apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang lupa
apa yang telah dipelajari sebelumnya
Strategi Kognitif
Strategi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang fungsinya untuk
mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan atau kemampuan internal yang
terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan
masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974).
Stretegi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif (Gagne’s Taxonomy)
setelah analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom Taxonomy).
Adapun jenis Strategi Kognitif, antara lain :
1. Strategi memperhatikan dan melakukan pengamatan secara efektif
2. Strategi meng-encode materi yang dihadapi untuk penyimpanan jangka panjang (image
forming, focusing, scanning dsb)
3. Strategi mengingat kembali (retrival), (mnemonic system, visual images, rhyming)
4. Strategi pemecahan masalah
13
Pemerolehan Strategi Kognitif
Pemerolehan kerapkali segera diperoleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui
latihan dan praktek.
Kondisi belajar untuk strategi kognitif, ditentukan oleh dua hal :
1. Kondisi dalam diri pelajar
Memahami konsep dengan mengatakan berkali-kali dalam hal menghafal
2. Kondisi dalam situasi belajar
Strategi yang berorientasi pada tugas dan ditemukan sendiri oleh pembelajar
Cognitive Development Model
Model ini disampaikan oleh Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget ada empat tahapan
perkembangan kognisi manusia, sebagai berikut :
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 thn)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan
gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang
diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memilki pengetahuan object permanence yaitu walaupun
object pada suatu saat tidak terlihat didepan matanya, tidak berarti objek tersebut tidak ada.
Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak mereka lihat
berarti tidak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar
gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang disekelilingnya.
2. Tahap Preoporational (2-7 thn)
Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan
berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 thn, kehidupan anak
juga ditandai dengan sikap egosentris, dimana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu
melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang
lain.
Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah
ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau
volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka
anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit
daripada menggunakan hanya kata-kata saja.
3. Tahap Concrete (7-11 thn)
Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep
konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun
masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi,
menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan
berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak,
sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit.
14
Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melibatkan siswa dalam pengalaman
langsung sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).
4. Tahap Formal Operations (11 thn ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu
mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa
yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan
formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan
kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis
dan logis.
Walaupun pada mulanya, piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua
remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan
membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak
memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini.
Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme
Pada dasarnya pengetahuan yang kita miliki adalah konstruktivisme (bentukan) kita sendiri (Von
Glaseserfeld, 1996). Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru
atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian
baik secara personal maupun sosial (Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut
dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya.
Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka pembelajar harus bisa menemukan,
mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam
proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka
pengertian bisa dibangun (Bettencourt, 1989).
Pandangan Konstruktivisme
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan
yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Bettencourt, 1989).
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar (Von Glasersfeld,
1989).
Gagasan Konstruktivisme Tentang Pengetahuan
Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun
pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori dan struktur yang berbeda
Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam kontribusi
pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).
Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Pengetahuan
1. Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge)
15
2. Domain pengalaman (Domain Of Experience)
3. Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure)
Makna Belajar Dalam Konstruktivisme
a. Belajar berarti membentuk makna
b. Konstruksi merupakan proses yang terus menerus
c. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan pemikiran dengan
membuat pengertian
Peran Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
a. Menyediakan pengalaman belajar
b. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa
c. Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif
d. Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa
Proses Pembelajaran Konstruktivisme
a. Orientasi (Apersepsi)
b. Elisitasi, Pengungkapan ide siswa
c. Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan
mengevaluasi ide baru)
Evaluasi Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi dan
permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal
Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar mandiri,
belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative learning.
Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar
Berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam
membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.
Ada dua pertanyaan yang perlu dicermati guru, yaitu :
1. Pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya dapat
memperlancar proses belajar
2. Bagaimana pembelajar dapat mengungkapkan atau menyajikan apa yang telah mereka ketahui
untuk memberi arti pada pengalaman-pengalaman itu (Tobin, Trippin dan Gallard, 1994)
Model pembelajaran yang menggambarkan prinsip konstruktivisme : kesempatan yang luas bagi
siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa dibantu untuk lebih berpikir dan
merefleksikan pengetahuan mereka dalam kegiatan seperti : diskusi kelompok, debat, menulis
paper, membuat laporan penelitian dimajalah, berdiskusi dengan para ahli, meneliti dilapangan,
mengungkapkan pertanyaan dan sanggahan terhadap apa yang disampaikan guru, dll.
16
Teori Konstruktivisme
Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori
konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar
terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktik pendidikan.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari
realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari
konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan
skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan,
sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia,
sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu
pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan
harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang
sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan
seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan
teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap
organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup,
demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman,
gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu,
manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan,
menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu,
pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.
Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus
mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi
sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus
berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep
awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok
lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek
seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
17
Bermakna dan Menghafal
Menurut Ausubel, ada dua macam proses belajar yakni belajar bermakna dan belajar
menghafal.
Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya.
Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang
sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya. Dengan cara
demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan terus-menerus. Jelaslah
bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses asimilasi
dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah
dimiliki siswa sebelumnya.
Berlandaskan teori Piaget dan dipengaruhi filsafat sainsnya Toulmin yang mengatakan bahwa
bagian terpenting dari pemahaman manusia adalah perkembangan konsep secara evolutif,
dengan terus manusia berani mengubah ide-idenya, Posner dkk lantas mengembangkan teori
belajar yang dikenal dengan teori perubahan konsep. Tahap pertama dalam perubahan konsep
disebut asimilasi, yakni siswa menggunakan konsep yang sudah dimilikinya untuk menghadapi
fenomena baru. Namun demikian, suatu ketika siswa dihadapkan fenomena baru yang tak bisa
dipecahkan dengan pengetahuan lamanya, maka ia harus membuat perubahan konsep secara
radikal, inilah yang disebut tahap akomodasi.
Tugas pendidikan adalah bagaimana dua tahap tersebut bisa terus berlangsung dengan terus
memberi tantangan sehingga ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Praktik
pendidikan yang bersifat hafalan seperti yang selama ini berlangsung jelas sudah tidak memadai
lagi, bahkan bertentangan dengan hakikat pengetahuan dan proses belajar itu sendiri.
Untuk Direfleksikan
Selama ini praktik pendidikan kita masih sibuk dengan UAN, seragam, les tambahan, buku
pelajaran, yang orientasinya hanya praktik penjejalan materi pelajaran dan hasil yang akan
dicapai dengan mengabaikan proses berpikir dan pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri
secara aktif. Tidak mengherankan bila hasil survei Unesco terhadap anak usia 15 tahun di 43
negara menempatkan Indonesia sebagai yang terendah bersama Albania dan Peru dalam hal
basic skills yang meliputi kemampuan matematika, membaca, dan sains.
Kita tak perlu pongah dengan mengatakan bahwa ada anak-anak Indonesia yang berhasil
menyabet kejuaraan dunia sejenis Olimpiade Matematika dan lain-lain, karena “anak unggul”
semacam itu jumlahnya hanya satu dua di antara jutaan anak Indonesia lainnya. Justru lebih
parah lagi apabila orientasi pendidikan tertuju hanya untuk meraih juara sambil menutup mata
terhadap kenyataan yang ada secara umum.
Konstruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum, pengambil
kebijakan, dan pendidik untuk membuat pembaruan sistem dan praktik pendidikan kita sehingga
perubahan-perubahan yang ada bukan sekadar di permukaan, namun menukik ke “roh”
pendidikan itu sendiri.
18
DAFTAR PUSTAKA
• Bell-Geller, M.E. Learning and Instruction: Theory Into Practice, Macmillan Publishing Company,
New York, 1986.
• Irawan, Prasetya, Teori Belajar. Program Pengembangan Keterampilan DAsar Teknik
Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen MUda. Pusat Antar Universitas_Dikti, Depdikbud, 1997
• Subiyanto, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
• Slavin, Robert E. Educational Psychology: Theory and Practice (Development During Childhood
and Adolescence). Allyn and Bacon Paramount Publishing, Massachusetts, 1994.
Oleh: Rinda Arsianah
Sumber: PerMaTa
19

Contenu connexe

Tendances

Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaran
Fadly Pamungkaz
 
Erlawati Iia Pe
Erlawati Iia PeErlawati Iia Pe
Erlawati Iia Pe
64258
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar bruner
Asep Iryanto
 

Tendances (20)

TEORI BELAJAR SIBERNETIK
TEORI BELAJAR SIBERNETIKTEORI BELAJAR SIBERNETIK
TEORI BELAJAR SIBERNETIK
 
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
 
Teori kognitif
Teori kognitif  Teori kognitif
Teori kognitif
 
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivismeTeori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
 
Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaran
 
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk PembelajaranPendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
 
Ppt teori j.bruner
Ppt teori j.brunerPpt teori j.bruner
Ppt teori j.bruner
 
Teori
TeoriTeori
Teori
 
Teori belajar Kognitivisme, Behaviorisme, Humanisme, Dan Konstruktivisme
Teori belajar Kognitivisme, Behaviorisme, Humanisme, Dan KonstruktivismeTeori belajar Kognitivisme, Behaviorisme, Humanisme, Dan Konstruktivisme
Teori belajar Kognitivisme, Behaviorisme, Humanisme, Dan Konstruktivisme
 
Erlawati Iia Pe
Erlawati Iia PeErlawati Iia Pe
Erlawati Iia Pe
 
Prinsip
PrinsipPrinsip
Prinsip
 
Teori belajar kognitif
Teori belajar kognitifTeori belajar kognitif
Teori belajar kognitif
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar bruner
 
teori pembelajaran fisika
teori pembelajaran fisikateori pembelajaran fisika
teori pembelajaran fisika
 
Teori Pembelajaran Kognitif - Teori Pembentukan Konsep Bruner
Teori Pembelajaran Kognitif - Teori Pembentukan Konsep BrunerTeori Pembelajaran Kognitif - Teori Pembentukan Konsep Bruner
Teori Pembelajaran Kognitif - Teori Pembentukan Konsep Bruner
 
Teori belajar kognitif dan penerapannya dalam belajar
Teori belajar kognitif dan penerapannya dalam belajarTeori belajar kognitif dan penerapannya dalam belajar
Teori belajar kognitif dan penerapannya dalam belajar
 
Teori Belajar Bruner
Teori Belajar BrunerTeori Belajar Bruner
Teori Belajar Bruner
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
Teori bruner ppt
Teori bruner pptTeori bruner ppt
Teori bruner ppt
 
Teori belajar
Teori belajarTeori belajar
Teori belajar
 

Similaire à Teori belajar

Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptxTugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
ArofiNafsak
 
Teori Belajar Bruner (Bruner)
Teori Belajar Bruner (Bruner)Teori Belajar Bruner (Bruner)
Teori Belajar Bruner (Bruner)
Yoshiie Srinita
 
Perkalian bilangan satu angka
Perkalian bilangan satu angkaPerkalian bilangan satu angka
Perkalian bilangan satu angka
srirejeki345
 
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstatTeori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
Yuli Sinaga
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Leli85
 

Similaire à Teori belajar (20)

Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematikaResume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
 
Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptxTugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
Tugas 2 SBMM Kelompok 4.pptx
 
Teori Belajar Bruner (Bruner)
Teori Belajar Bruner (Bruner)Teori Belajar Bruner (Bruner)
Teori Belajar Bruner (Bruner)
 
Teori kognitif
Teori kognitifTeori kognitif
Teori kognitif
 
Nama
NamaNama
Nama
 
Discovery Learning
Discovery LearningDiscovery Learning
Discovery Learning
 
Perkalian bilangan satu angka
Perkalian bilangan satu angkaPerkalian bilangan satu angka
Perkalian bilangan satu angka
 
Teori Belajar Jerome S Bruner
Teori Belajar Jerome S BrunerTeori Belajar Jerome S Bruner
Teori Belajar Jerome S Bruner
 
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstatTeori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
Teori belajar menurut piaget, bruner, dan gelstat
 
Soal ujian Landasan
Soal ujian LandasanSoal ujian Landasan
Soal ujian Landasan
 
Teori belajar
Teori belajarTeori belajar
Teori belajar
 
Tokoh dan teori matematika
Tokoh dan teori matematika Tokoh dan teori matematika
Tokoh dan teori matematika
 
PPT Teori Proses berpikir.pptx
PPT Teori Proses berpikir.pptxPPT Teori Proses berpikir.pptx
PPT Teori Proses berpikir.pptx
 
Artikel Belajar Pembelajaran
Artikel Belajar PembelajaranArtikel Belajar Pembelajaran
Artikel Belajar Pembelajaran
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
 
Presentasi belajar dan pembelajaran
Presentasi belajar dan pembelajaranPresentasi belajar dan pembelajaran
Presentasi belajar dan pembelajaran
 
Teori Kognitivistik
Teori KognitivistikTeori Kognitivistik
Teori Kognitivistik
 
Teori Belajar Matematika di Sekolah Dasar
Teori Belajar Matematika di Sekolah DasarTeori Belajar Matematika di Sekolah Dasar
Teori Belajar Matematika di Sekolah Dasar
 
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIFTEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
 
Model Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docxModel Model Pembelajaran (1).docx
Model Model Pembelajaran (1).docx
 

Plus de Afwanilhuda Nst (10)

Kisi kisi soal
Kisi kisi soalKisi kisi soal
Kisi kisi soal
 
Translated copy of 420 965-1-sm.pdf
Translated copy of 420 965-1-sm.pdfTranslated copy of 420 965-1-sm.pdf
Translated copy of 420 965-1-sm.pdf
 
04. elvinawati hal. 23 28
04. elvinawati hal. 23 2804. elvinawati hal. 23 28
04. elvinawati hal. 23 28
 
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
 
Berfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pbBerfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pb
 
Thb
ThbThb
Thb
 
Latihan 3hd
Latihan 3hdLatihan 3hd
Latihan 3hd
 
matematika
matematikamatematika
matematika
 
Laplace transform
Laplace transformLaplace transform
Laplace transform
 
matemATIKA SMA
matemATIKA SMAmatemATIKA SMA
matemATIKA SMA
 

Dernier

Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec OriginalJual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
miftamifta7899
 
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
serlinhae5
 
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
ssupi412
 

Dernier (6)

Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec OriginalJual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
Jual Obat Cytotec Di Tanjungbalai #082122229359 Apotik Jual Cytotec Original
 
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
proposal kegiatan penanaman tanaman penyerap polusi di lingkungan padat pendu...
 
Laporan guru piket kinerja guru di PMM (1).pdf
Laporan guru piket kinerja guru di PMM (1).pdfLaporan guru piket kinerja guru di PMM (1).pdf
Laporan guru piket kinerja guru di PMM (1).pdf
 
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Tasikmalaya Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 
Cara Menggugurkan Kandungan dgn Obat Aborsi Usia Janin 1-8 Bulan Minim Efek S...
Cara Menggugurkan Kandungan dgn Obat Aborsi Usia Janin 1-8 Bulan Minim Efek S...Cara Menggugurkan Kandungan dgn Obat Aborsi Usia Janin 1-8 Bulan Minim Efek S...
Cara Menggugurkan Kandungan dgn Obat Aborsi Usia Janin 1-8 Bulan Minim Efek S...
 
POLITIK DAN GEREJA.pptxPOLITIK DAN GEREJA
POLITIK DAN GEREJA.pptxPOLITIK DAN GEREJAPOLITIK DAN GEREJA.pptxPOLITIK DAN GEREJA
POLITIK DAN GEREJA.pptxPOLITIK DAN GEREJA
 

Teori belajar

  • 1. Teori Belajar Bruner 20 03 2010 PENDAHULUAN Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur- unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan informasi. Kegiatan pengelolaan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan menentukan perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya jumlah informasi atau stimulus yang mengubah perilaku. Demikian pula kinerja seseorang yang diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana sesaeorang mampu mengelola informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itu teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif. Teori belajar kognitif menekankan pada kemampuan siswa dan menganggap bahwa siswa sebagai subjek didik. Jadi siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar, Fungsi guru adalah menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya adalah tangga pemahaman paling tinggi, dan siswa harus mencari cara sendiri agar dapat menaiki tangga tersebut. Jadi peran guru adalah: a) memperlancar proses pangkonstruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi secara bermakna dan relevan dengan siswa, b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan atau menerapkan gagasannya sendiri, dan c) membimbing siswa untuk menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajar sendiri. Salah satu pelopor aliran psikologi kognitif adalah Jeremi S. Bruner. Bruner banyak memberikan pandangan kognitif mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, hakikat pendidikan selain teori belajar dan teori pengajaran yang dikemukakannya. PEMBAHASAN Bruner dan Teorinya Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988;118). 1
  • 2. Jerome S. Bruner dalam teorinya (dalam Suherman E., 2003;43) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Bruner, melalui teorinya itu (dalam Suherman E., 2003), mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keaktifannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan (berbeda dengan Teori Piaget). Ada dua bagian yang penting dari teori Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), yaitu : 1. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar 2. Teorema-teorema Tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika Penjelasan tentang kedua bagian tersebut adalah sebagai berikut: Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (Misalnya mempelajari suatu konsep Matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut (dalam Suwarsono,2002;26) : 1. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata. 2. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas. 2
  • 3. 3. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol- simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat- kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya. Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik. Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (Misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya). Kemudian kegiatan belajar digunakan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang kedua ini bisa juga siswa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagery) dari kelereng-kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang- lambang bilangan yaitu 3 + 2 = 5 (dalam Suwarsono,2002;27) . Di SLTP, dalam mempelajari irisan dua himpunan, siswa dapat mempelajari konsep tersebut dengan mula-mula menggunakan contoh nyata (konkret, misalnya dengan mengumpulkan data tentang siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan siswa-siswa yang menyukai olahraga basket (sebagai contoh), dan kemudian menentukan siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan menyukai olahraga basket. Keadaan itu kemudian digambarkan dengan diagram venn. Selanjutnya, irisan dua himpunan dapat didefinisikan secara simbolik (dengan lambang-lambang), baik dengan lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun dengan lambang-lambang matematika (Dalam hal ini notasi pembentuk himpunan) (dalam Suwarsono,2002;25). Teorema-Teorema Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut adalah teorema penyusunan (Construction theorem), teorema notasi (Notation theorem), teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem), teorema pengaitan (Connectivity theorem) (dalam Suherman E., 2003;44- 47). Teorema penyusunan (Construction theorem) Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar konsep pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang menujukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri. 3
  • 4. Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan benda- benda konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan karena penguatan, akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit. Oleh karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan benda-benda konkrit. Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 3 + 4 = 7, siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 3 kotak dan empat kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam. Teorema Notasi Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti. Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada anak SD kelas-kelas akhir, notasi yang sesuai menyatakan fungsi …. = 2 … + 3, untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi fungsi dituliskan y = 2x + 3, setelah anak memasuki SMA atau perguruan tinggi Notasi fungsi dituliskan dengan f(x) = 2x + 3. Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Teorema pengkontrasan dan keanekaragaman Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan konsep tersebut disajikan dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian anak dapat memahami dengan mudah karakteristik konsep yang diberikan tersebut. Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep bilangan ganjil pada anak diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima, dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta untuk menunjukkan bilangan-bilangan yang termasuk contoh bilangan ganjil dan contoh bukan bilangan ganjil. 4
  • 5. Sebagai contoh lain, untuk menjelaskan pengertian persegipanjang, anak harus diberi contoh bujursangkar, belahketupat, jajar genjang dan segiempat lainnya selain persegipanjang. Dengan demikian anak dapat membedakan apakah segiempat yang diberikan padanya termasuk persegipanjang atau tidak. Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang berhadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya). Teorema pengaitan (Konektivitas) Teorema ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan tripel Pythagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri. Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya. Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan secara bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar. Belajar Penemuan Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning) (dalam Wilis R.,1988;125-126). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (yaitu kegiatan belajar dengan pemahaman). Belajar bermakna merupakan satu-satunya jenis belajar yang mendapat perhatian Bruner. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-pninsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh 5
  • 6. pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat,, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua. hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan keinginan-tahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja. Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, karena itu dalam bukunya ‘The Relevance of Education” (1971), Ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi. Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dan bidang studi itu. Bila seorang siswa telah rnenguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan Ia akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian rupa, hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan. Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi pendekatan, metoda, tujuan, serta peranan guru (dalam Wilis R.,1988;129-132). Pendekatan Spiral dalam Pembelajaran Matematika Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan berfikir para siswa sesuai dengan perkembangan kedewasaan atau kematangan mereka, Bruner (dalam Suwarsono,2002;31) menganjurkan digunakannya pendekatan spiral (Spiral approach) dalam pembelajaran 6
  • 7. matematika. Maksudnya, sesuatu materi matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa kali pada siswa yang sama selama kurun waktu siswa tersebut berada di sekolah, tetapi dari saat pembelajaran yang satu ke saat pembelajaran berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat keabstrakan dan kompleksitas dari materi yang dipelajari, termasuk peningkatan dalam keformalan sistem notasi yang digunakan. Sebagai contoh, pada suatu saat siswa SLTP mempelajari fungsi yang daerah asal dan daerah kawannya berupa himpunan yang berasal dari kehidupan sehari-hari, dan dengan system notasi yang masih sederhana. Pada suatu saat di kemudian hari, siswa yang sama mempelajari fungsi untuk kedua kalinya, tetapi dengan melibatkan daerah asal dan daerah kawan yang berupa himpunan bilangan, dengan sistem notasi yang lebih formal. Pada saat berikutnya, pembahasan tentang fungsi bisa ditingkatkan lagi baik dalam hal kerumitan materi, variasi (kelengkapan) materi, maupun dalam sistem notasi yang digunakan. Peningkatan dalam hal materi pembelajaran dan sistem notasi tersebut diupayakan seiring dengan peningkatan kemampuan dan kematangan siswa dalam berpikir, sesuai dengan perkembangan kedewasaan atau kematangan siswa. Metoda dan Tujuan Dalam belajar penemuan, metoda dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang keinginan tahu mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Jadi, kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan- perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk. Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan càra-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu. Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan guru dalam proses belajar mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan/atau siswa-siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa-siswa bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peranan guru lain sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metoda ceramah. Dalam belajar penemuan ini, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Peranan Guru Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah- masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa. 7
  • 8. 2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu. 3. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran. 4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya rnemberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu. 5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu. Di lapangan, pènilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essai. PENUTUP Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur- struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. 8
  • 9. Selain teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema-teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika yaitu 1. Teorema konstruksi (Construction Theorem) 2. Teorema Notasi (Notation Theorem). 3. Teorema kekontrasan dan variasi (Contrast and variation theorem) 4. Teorema konektivitas (Connectivity theorem) Belajar penemuan adalah salah model instruksional kognitif yang paling berpengaruh. Bruner beranggapan bahwa belajar dengan menggunakan metode penemuan (discovery) memberikan hasil yang baik sebab anak dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Anak yang belajar dengan metode penemuan, selalu memulai dengan memusatkan pada manipulasi material, kemudian anak menemukan keteraturan-keteraturan, selanjutnya anak mengaitkan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Dan akhirnya anak dapat menemukan penyelesaian dari masalah yang diberikan dengan melakukan sendiri. Dalam menerapkan belajar tujuan-tujuan mengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar, dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pengajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga tahap perkembangan kognitif siswa. Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi dan aplikasi prinsip-prinsip itu dalam situasi baru. SARAN 1. Diharapkan guru merencanakan pembelajaran di mana dalam pembelajaran, siswa dapat mengalami pembelajaran bermakna dalam memahami konsep. 2. Diharapkan pebelajaran senantiasa berfokus pada peserta didik sehingga lebih melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajar. 3. Diharapkan guru mampu mengarahkan siswa untuk dapat menemukan kembali hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang telah diberikan. 4. Diharapkan siswa selalu mempersiapkan skema yang ada dalam dirinya, agar dalam proses pembelajaran siswa mudah memahami konsep yang dipelajari. DAFTAR PUSTAKA 9
  • 10. MKPBM Crew, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA:Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Nur Mohamad, 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya (UNS). Suherman Erman, dkk.,2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:JICA:Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Suwarsono, 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Wilis Ratna, 1988. Teori-teori Belajar.Bandung. *** (Source : Fitriani Nur, Mahasiswa PPs UNM Makassar | Prodi Pendidikan Matematika, 2008) Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia. Salam … 10
  • 11. Teori dan Konsep Belajar Dunia pendidikan Teori Dan Konsep Belajar Dunia Pendidikan Posted on December 28, 2009 by fandy's Teori Belajar Kogntif: Konsep Dasar dan Strateginya. Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning). Teori ini disampaikan oleh Jerome Bruner (1966). Merupakan suatu pendekatan dalam belajar, dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan. (Prinsip belajar : selidiki/inquiri dan temukan/discover). Jerome Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili 3 bentuk representasi: 1. Enactive: Pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperi pengalaman langsung atau kegiatan konkrit 2. Iconic: Masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis. 3. Symbolic: Suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya. Teori Belajar Bermakna Teori yang disampaikan oleh David Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut : 1. Advance Organizer (Handout) Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara 11
  • 12. mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru. 2. Progressive Differensial Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh. 3. Integrative Reconciliation Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari. 4. Consolidation Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru. Model Pemrosesan Informasi Teori ini disampaikan oleh Robert Gagne (1970) dan berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Terdapat 8 tingkatan kemampuan belajar, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar ditingkat sebelumya. Adapun 8 tingkatan belajar tersebut antara lain : 1. Signal Learning Dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. 2. Stimulus – Response Learning Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus – respon yang sederhana 3. Chaining Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan. 4. Verbal Association Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah objek / benda. 5. Multiple Discrimination Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chainning sebelumnya. 6. Concept Learning Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya. Melalui pemahaman konsep siswa mampu 12
  • 13. mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri. 7. Principle Learning Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya. 8. Problem Solving Siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran. Adapun terdapat tiga komponen utama dalam pemrosesan informasi, yaitu : • MEMORI JANGKA PENDEK • MEMORI JANGKA PANJANG • REGISTER PENGINDERAAN Penyebab lupa yang terjadi pada proses interferensi, yaitu : PENYEBAB LUPA Hambatan Proaktif : Dimana berinterferensi dengan tugas yang dipelajari kemudian Hambatan Retroaktif : Dimana apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang lupa apa yang telah dipelajari sebelumnya Strategi Kognitif Strategi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan atau kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974). Stretegi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif (Gagne’s Taxonomy) setelah analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom Taxonomy). Adapun jenis Strategi Kognitif, antara lain : 1. Strategi memperhatikan dan melakukan pengamatan secara efektif 2. Strategi meng-encode materi yang dihadapi untuk penyimpanan jangka panjang (image forming, focusing, scanning dsb) 3. Strategi mengingat kembali (retrival), (mnemonic system, visual images, rhyming) 4. Strategi pemecahan masalah 13
  • 14. Pemerolehan Strategi Kognitif Pemerolehan kerapkali segera diperoleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui latihan dan praktek. Kondisi belajar untuk strategi kognitif, ditentukan oleh dua hal : 1. Kondisi dalam diri pelajar Memahami konsep dengan mengatakan berkali-kali dalam hal menghafal 2. Kondisi dalam situasi belajar Strategi yang berorientasi pada tugas dan ditemukan sendiri oleh pembelajar Cognitive Development Model Model ini disampaikan oleh Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognisi manusia, sebagai berikut : 1. Tingkat Sensorimotor (0-2 thn) Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memilki pengetahuan object permanence yaitu walaupun object pada suatu saat tidak terlihat didepan matanya, tidak berarti objek tersebut tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak mereka lihat berarti tidak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang disekelilingnya. 2. Tahap Preoporational (2-7 thn) Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 thn, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, dimana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata saja. 3. Tahap Concrete (7-11 thn) Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. 14
  • 15. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata). 4. Tahap Formal Operations (11 thn ke atas) Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis. Walaupun pada mulanya, piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini. Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme Pada dasarnya pengetahuan yang kita miliki adalah konstruktivisme (bentukan) kita sendiri (Von Glaseserfeld, 1996). Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial (Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka pembelajar harus bisa menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun (Bettencourt, 1989). Pandangan Konstruktivisme Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Bettencourt, 1989). Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar (Von Glasersfeld, 1989). Gagasan Konstruktivisme Tentang Pengetahuan Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori dan struktur yang berbeda Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam kontribusi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary). Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Pengetahuan 1. Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge) 15
  • 16. 2. Domain pengalaman (Domain Of Experience) 3. Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure) Makna Belajar Dalam Konstruktivisme a. Belajar berarti membentuk makna b. Konstruksi merupakan proses yang terus menerus c. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian Peran Dalam Pembelajaran Konstruktivisme a. Menyediakan pengalaman belajar b. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa c. Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif d. Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa Proses Pembelajaran Konstruktivisme a. Orientasi (Apersepsi) b. Elisitasi, Pengungkapan ide siswa c. Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan mengevaluasi ide baru) Evaluasi Dalam Pembelajaran Konstruktivisme Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi dan permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal Strategi Pembelajaran Konstruktivisme Antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative learning. Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar Berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya. Ada dua pertanyaan yang perlu dicermati guru, yaitu : 1. Pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya dapat memperlancar proses belajar 2. Bagaimana pembelajar dapat mengungkapkan atau menyajikan apa yang telah mereka ketahui untuk memberi arti pada pengalaman-pengalaman itu (Tobin, Trippin dan Gallard, 1994) Model pembelajaran yang menggambarkan prinsip konstruktivisme : kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa dibantu untuk lebih berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka dalam kegiatan seperti : diskusi kelompok, debat, menulis paper, membuat laporan penelitian dimajalah, berdiskusi dengan para ahli, meneliti dilapangan, mengungkapkan pertanyaan dan sanggahan terhadap apa yang disampaikan guru, dll. 16
  • 17. Teori Konstruktivisme Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktik pendidikan. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi: 1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang. 2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci. 3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. 4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi. 17
  • 18. Bermakna dan Menghafal Menurut Ausubel, ada dua macam proses belajar yakni belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya. Dengan cara demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan terus-menerus. Jelaslah bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses asimilasi dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Berlandaskan teori Piaget dan dipengaruhi filsafat sainsnya Toulmin yang mengatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman manusia adalah perkembangan konsep secara evolutif, dengan terus manusia berani mengubah ide-idenya, Posner dkk lantas mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan teori perubahan konsep. Tahap pertama dalam perubahan konsep disebut asimilasi, yakni siswa menggunakan konsep yang sudah dimilikinya untuk menghadapi fenomena baru. Namun demikian, suatu ketika siswa dihadapkan fenomena baru yang tak bisa dipecahkan dengan pengetahuan lamanya, maka ia harus membuat perubahan konsep secara radikal, inilah yang disebut tahap akomodasi. Tugas pendidikan adalah bagaimana dua tahap tersebut bisa terus berlangsung dengan terus memberi tantangan sehingga ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Praktik pendidikan yang bersifat hafalan seperti yang selama ini berlangsung jelas sudah tidak memadai lagi, bahkan bertentangan dengan hakikat pengetahuan dan proses belajar itu sendiri. Untuk Direfleksikan Selama ini praktik pendidikan kita masih sibuk dengan UAN, seragam, les tambahan, buku pelajaran, yang orientasinya hanya praktik penjejalan materi pelajaran dan hasil yang akan dicapai dengan mengabaikan proses berpikir dan pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri secara aktif. Tidak mengherankan bila hasil survei Unesco terhadap anak usia 15 tahun di 43 negara menempatkan Indonesia sebagai yang terendah bersama Albania dan Peru dalam hal basic skills yang meliputi kemampuan matematika, membaca, dan sains. Kita tak perlu pongah dengan mengatakan bahwa ada anak-anak Indonesia yang berhasil menyabet kejuaraan dunia sejenis Olimpiade Matematika dan lain-lain, karena “anak unggul” semacam itu jumlahnya hanya satu dua di antara jutaan anak Indonesia lainnya. Justru lebih parah lagi apabila orientasi pendidikan tertuju hanya untuk meraih juara sambil menutup mata terhadap kenyataan yang ada secara umum. Konstruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum, pengambil kebijakan, dan pendidik untuk membuat pembaruan sistem dan praktik pendidikan kita sehingga perubahan-perubahan yang ada bukan sekadar di permukaan, namun menukik ke “roh” pendidikan itu sendiri. 18
  • 19. DAFTAR PUSTAKA • Bell-Geller, M.E. Learning and Instruction: Theory Into Practice, Macmillan Publishing Company, New York, 1986. • Irawan, Prasetya, Teori Belajar. Program Pengembangan Keterampilan DAsar Teknik Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen MUda. Pusat Antar Universitas_Dikti, Depdikbud, 1997 • Subiyanto, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. • Slavin, Robert E. Educational Psychology: Theory and Practice (Development During Childhood and Adolescence). Allyn and Bacon Paramount Publishing, Massachusetts, 1994. Oleh: Rinda Arsianah Sumber: PerMaTa 19