SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  49
TUGAS PEMBUATAN MAKALAH STUDI AL-QUR’AN 
BAB I – BAB IX 
Penyusun : 
Nur Alfiyatur Rochmah (B062133037) 
Kelas : 
Ilmu Komunikasi 1-F4 
Dosen Pengampu : 
Prof. Dr. H. Aswadi, M. Ag. 
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 
2013
Latar Belakang 
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW 
berupa wahyu, yang mana dikumpulkan pada satu mushaf mulai dari surat Al-Fatihah 
sampai surat An-Naas dengan perantara malaikat Jibril yang disampaikan kepada kita secara 
mutawatir, yang mana jika kita membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah yang 
tak terhitung jumlah pahalanya. 
Banyak sekali sumber-sumber ilmu yang terdapat didalam Al-Qur’an, kita sendiri 
sebagai umat islam yang beriman perlu mengetahui pengertian dari Al-Qur’an itu sendiri. 
Selain itu, kita wajib memahami apa saja yang terkandung didalam Al-Qur’an, sejarah 
turunnya, nama-namanya, ilmu- ilmunya bahkan kita wajib untuk mempelajarinya. 
Mempelajari isi Al-Qur’an dapat menambah pengetahuan, wawasan, memeperluas 
pandangan mengenai agama islam. Lebih pentingnya lagi, kita lebihyakin akan keunikan 
isinya yang menunjukkan betapa Maha Besarnya Allah sebagai Maha Cipta semua yang ada 
di bumi ini. 
Al-Qur’an diturunkan di bumi ini dalam bentuk bahasa Arab. Sebagaimana yang kita 
ketahui, bahasa Arab adalah suatu bahasa yang tidak mudah untuk dipelajari karena 
beragam dan banyaknya variasi bentuknya. Banyak orang yang bisa membaca Al-Qur’an, 
akan tetapi banyak pula yang tidak bisa memahami dan menafsirkan kandungan dari Al- 
Qur’an itu sendiri. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al- 
Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi dari kandungan Al-Qur’an, diperlukanlah 
ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an. 
Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai orang islam bisa dengan mudah mengenal 
lebih jauh tentang isi sekaligus arti dari ayat suci tersebut. 
Kita sebagai umat islam wajib mengetahui sejarah turunnya Al-Qur’an itu sendiri. 
Selain itu, kita harus memahami apa yang terkandung didalam Al-Qur’an. 
Didalam makalah ini, kita akan membahas semua persoalan-persoalan yang 
menyangkut dengan sejarah turunnya Al-Qur’an serta isi kandungan yang ada didalam Al- 
Qur’an. Dengan tujuan, kita dapat mengetahui sekaligus memahami kandungan yang ada 
didalam Al-Qur’an. Objek, metode dan tujuan dari Ulumul Qur’an, kita akan memepelajari 
hal-hal yang berhubungan dengan Ulumul Qur’an.
Pada dasarnya Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam sampai akhir zaman. 
Oleh karena itu, marilah kita mengenal lebih jauh apa yang menjadi objek Al-Qur’an 
sehingga banyak ilmu tentang Al-Qur’an yang lebih kita kenal dengan Ulumul Qur’an. 
Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi-generasi islam supaya lebih 
mengenal semua yang ada didalam Al-Qur’an. 
Surabaya, 24 Desember 2013 
(Nur Alfiyatur Rochmah)
I. Sejarah Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu Al-Qur’an 
A. Pengertian Al-Qur’an dan Sejarah Al-Qur’an 
Kata “Al-Qur’an“ menurut bahasa mempunyai arti bacaan atau yang dibaca. Al- 
Qur’an merupakan “mashdar” yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu “maqru yang 
berartikan yang dibaca” 
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para 
Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat 
An-Naas. 
Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi 
Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk 
seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT 
yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. 
Al-Qur’an menurut istilah adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan 
perantaraan malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal 
arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasulullah bahwasannya dia adalah utusan 
Allah SWT, sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana 
pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus sebagai ibadah bila dibaca. Al- 
Qur’an disusun diantara dua lembar, diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Naas, 
yang sampai kepada kita secara teratur (tidak terputus) secara tulisan maupun lisan, dari 
generasi ke generasi, terpelihara dari adanya perubahan dan penggantian yang dibenarkan 
dengan firman Allah SWT : 
(QS.Al-Hijr ayat 9)1 
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar 
memeliharanya” 
Menurut istilah ahli agama (‘uruf Syara’), Al-Qur’an merupakan “Nama bagi 
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mashhaf” 
(1) 
1Prof. Dr. Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta; Pustaka Amani, 2003), hlm 17.
Al-Qur’an menurut pendapat ahli kalam, ialah : yang ditunjuk oleh yang dibaca itu, 
yakni “ kalam azali yang berdiri pada dzat Allah yang senantiasa, bergerak (tak pernah 
diam) dan tak pernah ditimpa sesuatu bencana”.2 
Dari definisi di atas terdapat lima bagian penting: 
1. Al-Qur’an adalah firman Allah SWT (QS 53:4), wahyu yang datang dari Allah Yang 
Maha Mulia dan Maha Agung. Maka firman-Nya (Al-Qur’an) pun menjadi mulia dan 
agung juga, yang harus diperlakukan dengan layak, pantas, dimuliakan dan dihormati. 
2. Al-Qur’an adalah mu’jizat. Manusia tak akan sanggup membuat yang senilai dengan 
Al-Qur’an, baik satu mushaf maupun hanya satu ayat. 
3. Al-Qur’an itu diturunkan ke dalam hati Nabi SAW melalui malaikat Jibril AS (QS 
26:192). Hikmahnya kepada kita adalah hendaknya Al-Qur’an masuk ke dalam hati 
kita. Perubahan perilaku manusia sangat ditentukan oleh hatinya. Jika hati terisi 
dengan Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan mendorong kita untuk menerapkannya dan 
memasyarakatkannya. Hal tersebut terjadi pada diri Rasululullah SAW, ketika Al- 
Qur’an diturunkan kepada beliau. Ketika A’isyah ditanya tentang akhlak Nabi SAW, 
beliau menjawab: Kaana khuluquhul qur’an; akhlak Nabi adalah Al-Qur’an. 
4. Al-Qur’an disampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an dihafalkan dan ditulis oleh 
banyak sahabat. Secara turun temurun Al-Qur’an itu diajarkan kepada generasi 
berikutnya, dari orang banyak ke orang banyak. Dengan cara seperti itu, keaslian Al- 
Qur’an terpelihara, sebagai wujud jaminan Allah terhadap keabadian Al-Qur’an. (QS 
15:9). 
5. Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah, berpahala besar di sisi Allah SWT. Nabi 
bersabda: “Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, 
laam satu huruf, miim satu huruf dan satu kebaikan nilainya 10 kali lipat” (al-Hadist). 
B. Sejarah Pembukuan Dan Pambakuan Al-Qur’an 
Jika ditelusuri sejarah Al-Qur’an, mulai diterima oleh Nabi Muhammad SAW 
sampai kepada pertumbuhan dan perkembangan berikutnya, maka terdapat tiga tahap 
2M. hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta ; NV. BulanBintang, 
1954) Hlm 1-2
pembukuan Al-Qur’an, yaitu pada masa Nabi, Abu Bakar dan Utsman bin Affan. Ketiga 
tahap pembukuan ini mempunyai ciri, karakter, tujuan serta latar belakang yang berbeda. 
 Pada Masa Rasulullah SAW 
.Pada masa Rasulullah, Al-Qur’an ‘setiap kali diturunkan’ ditulis dan dihafal oleh para 
sahabat. Tidak ada ayat yang berlalu begitu saja, kecuali semuanya mereka hafal dan 
mereka tulis. Penulisan Al-Qur’an pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang 
tertentu yang ditunjuk Nabi sebagai sekretaris wahyu, di mana naskah yang ditulis itu 
spesial untuk Nabi. Akan tetapi, masing-masing sahabat yang pandai menulis, juga 
menulis Al-Qur’an untuk pribadinya, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud dan Ali bin 
Abi Thalib.3 
Pada masa ini untuk menulis teks Al-Qur’an sangat terbatas, sampai-sampai para 
sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan 
dikeping-keping tulang hewan, meskipun Al-Qur’an sudah tertulis pada masa Nabi, tapi 
Al-Qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf. Karena pada saat itu 
memang sengaja dibentuk hafalan yang tertanam didada para sahabat. Sedangkan untuk 
penulisannya tidak dibukukan dalam satu mushaf, dikarenakan Rasulullah masih 
menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang 
di mansukh oleh ayat yang lain, apabila Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, 
tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi. 
Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwasannya kebiasaan Nabi 
Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, jadi ketika masa Rasulullah 
seluruh Al-Qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.4 
 Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq 
Setelah Rasulullah wafat pada tahun ke-11 H, para sahabat secara aklamasi meilih 
Abu Bakar untuk memegang tampuk pemerintahan sekaligus menjadi khalifah. Pada awal 
permerintahannya Abu bakar, banyak menghadapi persoalan diantaranya banyaknya orang 
islam yang murtad, munculnya gerakan anti zakat dan orang-orang yang mengaku sebagai 
Nabi yang dopelopori oleh Musailamah al-kaddab. 
Akhirnya dengan jiwa kepemimpinannya Umar mengirim pasukan untuk 
memeranginya. Tragedi ini dinamakan perang YAMAMAH (12 H), yang menewaskan 
sekitar 70 para Qori’ dan Huffadz,(penghafal Al-Qur’an), dari sekian banyaknya para 
3 Dr. Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 37 
4 Ibid., hlm 37-38
huffadz yang gugur, Umar khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, 
kemudian umar mengusulkan pada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk 
membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf. 
Pada awalnya Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa 
Rasulullah, akhirnya dengan dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk 
melestarikan Al-Qur’an, Umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi Allah ini adalah baik “, 
dengan terpaksa dan terbukanya hati Abu Bakar, akhirnya usulan Umar diterima. Dan 
kemudian Abu bakar membentuk sebuah tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit yang 
dibantu oleh beberapa orang sahabat yaitu, Umar bin Khattab, Ubay bin Al-Ka’ab, Utsman 
bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Salim bin Ma’qi. 
Mulanya Zaid bin Tsabit juga menolak akan ajakan Umar bin Khattab dikarenakan 
pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, sebagaimana Abu 
Bakar menolaknya untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Alasan Umar agar 
segera membukukan Al-Qur’an agar tetap terjaga eksistensinya ditengah-tengah umat. 
Ada 2 rambu-rambu yang dipegang oleh Zaid bin Tsabit dalam menjalankan tugasnya 
sebagai ketua : (1) ayat-ayat Al-Qur’an tersebut ditulis dihadapan Rasulullah, (2) ayat-ayat 
yang ditulis tersebut harus di hafal harus juga dihafal oleh para sahabat pada masa itu. Dan 
Umar tidak menerima ayat dari seseorang tanpa terlebih dahulu dibuktikan kebenarannya 
oleh dua orang saksi. 
Maka sejak itu panitia yang dibentuk oleh Abu Bakar mulai menyusun dan 
mengumpulkan dari pelepah kurma, tulang-tulang, batu-batu tipis, serta dari hafalan para 
sahabat, hingga ia dapatkan akhir dari surah At-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari 
yang tidak ia temukan dari yang lainnya, yaitu QS. At-Taubah : 128. 
Karena sangat telitinya, sampai pengambilan di akhir surah At-Taubah sempat terhenti 
karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa surah At- 
Taubah tersebut ditulis dihadapan Rasulullah, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para 
sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah 
telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah. Setelah kesaksian Khuzaimah sebanding 
dengan kesaksian dua orang muslim yang adil, barulah mereka menghimpun lembaran 
yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut. 
Akhirnya, selesai sudah tugas pengumpulan Al-Qur’an yang sangat berat akan tetapi 
sangat mulia nilainya. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini bukan untuk 
ditulis dalam satu mushaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah 
ditulis dihadapan Rasulullah SAW ke dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran Al-Qur’an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. 
Kemudian berada di Umar bin Khattab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul 
Mu’min Hafshah binti Umar sesuai wasiat Umar bin Khattab. 
 Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan 
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah semakin luas, banyak 
orang non-Arab memeluk Islam. Sampai Tripoli Barat, Armenia dan Azarbajian. Pada 
waktu itu islam tersebar dibeberapa wilayah Afrika, syiria dan Persia. Para penghafal Al- 
Qur’an akhirnya tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru yaitu silang pendapat 
dikalangan kaum muslim mengenai bacaan (qira’at) Al-Qur’an. 
Akhirnya sahabat Nabi yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman terkejut melihat 
terjadinya perbedaan dalam membaca Al-Qur’an. Hudzaifah melihat penduduk Syam 
membaca Al-Qur’an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab, mereka membacanya dengan sesuatu 
yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak 
membaca Al-Qur’an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak 
pernah didengar oleh penduduk Syam. 
Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan diantara 
sesame muslim. Perbedaan tersebut juga terjadi antar penduduk Kufah dan Basrah. Karena 
penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud sedangkan penduduk Basrah membaca 
qiraat Abu Musa. 
Sekitar tahun 25 H, datanglah Hudzaifah menghadap Amirul Mu’minin Utsman bin 
Affan di Madinah. Kemudian Hudzaifah berkata “wahai Amirul Mu’minin, sadarkanlah 
umat ini sebelum mereka berselisih tentang kitab (Al-Qur’an) sebagaimana perselisihan 
Yahudi dan Nasrani”. 
Adanya perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an bukan barang baru, sebab Umar sudah 
mengantisipasinya bahaya ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibnu 
Mas’ud ke Irak, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan Al-Qur’an dalam 
dialek Hudhail (sebagaimana Ibnu Mas’ud mempelajarinya), dan Umar tampak naik pitam. 
Kemudia Umar berkata “sesungguhnya Al-Qur’an telah turun dalam dialek Quraisy, maka 
ajarkanlah menggunakan dialek Quraisy, bukan menggunakan dialek Hudhail” 
Selanjutnya Utsman mengutus seseorang datang kepada Hafshah agar mengirimkan 
lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin kedalam 
beberapa mushaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi. Hafshah pun mengirimkan 
lembaran-lembarn Al-Qur’an kepada Utsman.
Khalifah Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin 
al-‘Ash dan Abdurahman bin Harits bin Hisyan untuk menyakinnya kedalam beberapa 
mushaf. Sedangkan untuk penulisannya diserahkan kepada Zaid bin Tsabit karena dia 
merupakan penulis dizaman Rasulullah SAW, untuk yang membacakan agar mudah untu 
diketiknyya kembali dipilih Said bin al-‘Ash, karena dia paling pintar bahasa arabnya. 
Ada dua hal yang membedakan mushaf yang ditulis pada masa Utsman ini dengan 
mushaf-mushaf yang ada sebelumnya, yaitu susunan surah dan qira’at.5 Saat proses 
penyalinan mushaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya 
perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”. Seperti diketahui, yang 
membacakannya adalah Said bin al-‘Ash dan yang menulisnya adalah Zaid bin Tsabit. 
Semua dilakukan dihadapan para sahabat. Ketika Said bin al-‘Ash membacakan kata at- 
Taabuut maka Zaid bin Tsabit menulisnya Sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at- 
Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka 
menulisnya. Tetapi anggota tim lain memeberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata 
itu tertulis didalam lembaran-lembaran Al-Qur’an dengan Ta’ Maftuhah, dan mereka 
memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Lalu Zaid memandang perlu menyampaikan hal itu 
kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu 
memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran 
Al-Qur’an yaitu Ta’Maftuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang Quraisy, lagipula 
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. 
Demikianlah akhirnya, mereka tidak mempersoalkan mengenai perbedaan pendapat 
antara satu dengan yang lainnya, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan 
yang ada pada lembaran-lembaran Al-Qur’an dan bukan berdasarkan ijtihad mereka. 
Hasil kerja tersebut berjudul empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga diantaranya 
dikirim ke Syam, Kufah dan Basrah sedangkan satu mushaf ditinggal di Madinah untuk 
Utsman sendiri yang dikenal sebagai al Mushaf al Imam. Ada juga riwayat yang 
mengatakan bahwa jumlah pengadaan mushaf sebanyak lima buah, ada juga riwayat yang 
mengatakan sembilan buah. Naskah Al-Qur’an yang berbeda dengan naskah Mushaf 
Utsmani ini dimusnahkan guna menghindari perpecahan.6 
C. Jumlah Surat Dan Ayat-Ayat Al-Qur’an 
Mengenai Jumlah Ayat Al-Qur’an memang terjadi perbedaan pendapat ulama, 
namun untuk jumlah ayat Al-Qur’an dengan mushaf ustmani yang ada pada umat muslim 
5 Adnan Muhammad Zarzur, ‘Ulum Al-Qur’an, hlm 90 
6 Dr. kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 39
saat ini, berikut adalah jumlahnya berdasarkan hitungan saya dengan metode 
menjumlahkan jumlah ayat dalam setiap surat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an terdiri dari 114 
Surat dan 6.236 Ayat. 
D. Nama-Nama Al-Qur’an Dan Surat Al-Fatihah 
Sesuai dengan keanekaragaman Al-Qur’an yang menyentuh segala macam sisi-sisi 
kehidupan manusia. Berikut adalah nama –nama lain Al Qur’an 
1) Al-Furqan. 
Al-Qur’an juga disebut Al-Furqan, yaitu pembeda antara yang hak dan yang batil. 
“Dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan 
Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. 
Al-Anfal 41) 
2) Al-Burhan. 
Artinya ialah bukti yang menunjukkan kebenaran. 
”Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. 
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang 
terang benderang (Al Quran).” (QS. An-Nisaa 174) 
3) Al-Kitab 
Artinya tulisan atau buku. 
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang 
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah 2) 
4) Al-Huda. 
Artinya petunjuk 
Artinya: “Dan sesungguhnya ketika kami (jin) mendengar petunjuk (Al Qur’an), kami 
beriman kepadany. Maka barangsiapa beriman kepadaTuhan maka tidak perlu ia takut 
rugi atau berdosa.”(QS.Al-Jin[72]:13)
5) Adz-Zikir 
Artinya pemberi peringatan. 
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar 
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr 9) 
6) Al-Mau’idhah 
Artinya pelajaran atau nasihat. 
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu 
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta 
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus 57) 
7) Al-Hukm 
Peraturan atau hukum. 
Artinya : “Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan 
(yang benar) dalam bahasa Arab[776]. dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu 
mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, Maka sekali-kali tidak ada pelindung 
dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Ar-Ra’d 37) 
8) Al-Hikmah 
Kebijaksanaan. 
“Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. dan janganlah kamu 
Mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan 
ke dalam neraka dalam Keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. Al- 
Israa’ 39) 
9) At-Tanzil 
Yang diturunkan. 
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.” 
(QS. Asy-Syura 192)
10) Ar-Rahmat 
Karunia. 
“Dan Sesungguhnya Al qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang 
yang beriman.” (QS. An-Naml 77) 
11) Ar-Ruh 
Al Qur’an disebut juga Ar-Ruh karena ia mampu menghidupkan akal pikiran dan 
membimbing manusia kepada jalan yang lurus. 
“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah 
kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak 
pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang 
Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. 
dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” 
(QS. Asy-Syura 52) 
12) Al-Bayan 
Penerang. 
Artinya : “inilah (Al Quran) adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk 
serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran 138) 
13) Al-Kalam 
Ucapan atau firman. 
“dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan 
kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian 
antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum 
yang tidak mengetahui.”(QS. At-Taubah 6)
14) Al-Busyraa. 
Kabar gembira. 
“Katakanlah: " Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan 
benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi 
petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". 
(QS. An-Nahl 102) 
15) An-Nur. 
Cahaya 
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. 
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang 
terang benderang (Al Quran)". (QS. An-Nisaa 174) 
16) Al-Bashair 
Pedoman 
“Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang 
meyakini.” (QS. Al-Aljatsiyah 20) 
17) Al-Balagh 
Penyampaian atau kabar. 
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka 
diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia 
adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil 
pelajaran.” (QS. Ibrahim 52) 
18) Al-Qaul 
Perkataan.
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menyampaikan perkataan ini (Al Qur’an) kepada 
mereka agar mereka selalu mengingatnya.” (QS Al Qasas [28] 51)7 
Berikut nama lain surat Al-Fatihah yang disebutkan dibeberapa kitab tafsir, 
diantaranya: 
 Fatihatul Kitab dan Fatihatul Qur’an 
Nama ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari 
Ubadah bin Shomit, bahwa Rasulullah bersabda: 
الَ اصالَةا لِامنْ لامْ ياقْارأْ بِفااتِاحةِ الْكِتااب “Tidak ada (tidak sah) sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab” 
Imam Fakhruddin Ar-Rozi mengatakan bahwa nama ini diberikan sebab al-Fatihah 
menjadi pembuka dalam mushaf, dalam kegiatan pengajaran, dan bacaan pertama 
dalam shalat. Ada pula yang berpendapat bahwa ia disebut demikian karena menjadi 
pembuka setiap perkataan. 
 Ummul Qur’an 
Dari Abu Hurairah bahwa rasulullah bersabda, 
االْاحمْدُ لِِلِ أُمُّ الْقُرْأانِ اوأُمُّ الْكِتاابِ اوالسَّبْعُ الْامثاانِي 
“Al-hamdu lillahi (surat Al-Fatihah) adalah induk Al-Qur’an, induk Al-Kitab dan tujuh 
(ayat) yang diulang-ulang.” 
Imam Az-Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasysyaf mengatakan, “Ia dinamakan Ummul 
Qur’an (induk Al-Qur’an) karena surat ini mencakup seluruh makna-makna yang 
terdapat di dalam Al-Qur’an, mulai dari pujian terhadap Allah, menghamba pada-Nya 
dengan menunaikan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta adanya janji dan 
ancaman dari Allah” 
Surat ini dinamakan sebagai “induk” atau “ibu” (umm), karena kata umm bermakna ashl 
(pangkal). Ia merupakan pangkal kaidah-kaidah atau pondasi Al-Qur’an di mana 
seluruh hukum berporos padanya. 
7Drs. H. M. lmahuddin Hamid, MA., Study Ulumul Qur’an, ( Jakarta, PT. Intimedia Cipta Nusantara, 1 Juli 
2002), Hlm 23-24
 Suratul Hamd 
Dinamakan demikian karena di dalamnya disebutkan kata al-hamdu lillahi rabbil 
‘alamin. Kata ini sering dibaca sebagai ungkapan rasa syukur dan bentuk pujian 
terhadap Allah SWT. 
 Suratush Sholah 
Surat ini disebut ash-sholah karena ia dibaca dalam sholat minimal 17 kali sehari. Al- 
Fatihah merupakan bagian pokok dari rukun sholat, yang mana sholat tersebut tidak sah 
jika tidak membaca surat al-Fatihah. 
 Suratusy Syifa’ 
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Darimi dari Abdul Malik bin 
Umair, bahwa Rasulullah saw bersabda: 
فِيْ فااتِاحةِ الْكِتاابِ شِفااءٌ مِنْ كُ لِ داا ء 
“Dalam Fatihatul Kitab (Al-Fatihah) terdapat penawar dari segala penyakit” 
 Suratur Ruqyah 
Ada yang berpendapat bahwa letak ruqyah tersebut terletak dalam firman Allah SWT : 
إِيَّااك ناعْبُدُ اوإِيَّااك ناسْتاعِيْنُ 
“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta 
pertolongan” (Al-Fatihah: 5) 
Namun, ulama yang lain menegaskan bahwa seluruh isi surat tersebut adalah ruqyah 
(jampi). 
 Asasul Qur’an 
Imam Fakhruddin Ar-Rozi mengatakan bahwa surat ini dinamakan sebagai asa Al- 
Qur’an karena pertama, ia merupakan surat pertama dalam Al-Qur’an sehingga ia 
seperti pondasi. Kedua, mengandung tuntutan yang mulia. Dan ketiga, ibadah yang 
paling utama setelah iman yaitu shalat. Yang mana di dalam shalat wajib membaca 
Asasul Qur’an ini. 
 As-Sab’ul Matsani 
Dinamakan as-sab’u (tujuh) karena surat ini berisi tujuh ayat. menurut Ar-Rozi, setiap 
ayat al-fatihat sebanding dengan sepertujuh kandungan Al-Qur’an. Orang yang 
membaca fatihah sama dengan membaca seluruh isi Al-Qur’an. 
Sedangkan disebut al-matsani karena ia selalu diulang pada setiap rakaat shalat. Ada 
juga yang berpendapat tentang penamaan al-Matsani karena ayat ini diturunkan 
sebanyak dua kali yaitu di Mekkah dan Madinah.
 Al-Qur’anul Azhim 
Disebut sebagai Al-Qur’an yang Agung karena suat ini berisi pjian kepada Allah 
dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya. 
 Suratul Kafiyah 
Dinamakan sebagai suratul kafiyah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muhammad 
bin Kholad Al-Iskandaroni bahwa nabi saw bersabda: 
“Ummul Qur’an (Al-Fatihah) itu pengganti dari yang lainnya, sedangkan yang lainnya 
tidak akan bisa menggantikannya.” 
Artinya, surat ini lebih mencukupi dari segi makna dan kandungan daripada surat-surat 
yang lainnya. 
E. Kelompok Surat Makiyyah Dan Madaniyyah 
Dalam mendefinisikan surah makkiyah dan madaniyah, terjadi perbedaan pendapat 
diantara para ulama, sebagian mendefinisikan berdasarkan tempat, sebagian lain 
berdasarkan mukhatab (orang yang diajak bicara) dan ada juga yang berdasarkan waktu.8 
 Definisi berdasarkan tempat : makki adalah ayat al-qur`an yang di turunkan di Makkah 
walaupun Nabi hijrah ke Madinah, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah adalah 
termasuk surah Makkiyah. Sedang Madani adalah ayat-ayat al-qur`an yang di turunkan 
di Madinah, seperti surah turun Uhud dan Badar adalah termasuk dalam ayat 
Madaniyah. 
Contoh ayat yang di turunkan selain Mekah dan Madinah diantaranya : 
Artinya : “Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum 
kamu: “adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang maha 
pemurah?” (QS. Az-Zaukhruf [43]:45) 
Ayat ini di turunkan di Bait Al Maqdis ketika malam isra` mi`raj. Maka definisi 
ini tidak bisa merengkuh istilah Makki dan Madani secara komprehensif, Karena itulah 
para ulama tidak menyebut definisi ini sebagai definisi yang ideal. 
 Definisi berdasarkan mukhatab : makki adalah ayat-ayat berbicara dengan orang-orang 
Makkah. Sedangkan Madani adalah ayat-ayat yang berbicara dengan penduduk 
Madinah. Berdasarkan definisi ini maka ulama mengatakan, setiap ayat yang diawali 
dengan lafadz; ياأيهاالناس Adalah Makki karrena mayoritas penduduk Mekah ketika itu 
belum beriman (Kafir) dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW., dan ayat 
8 Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, (Ciputan Jakarta Selatan), hlm. 54.
yang diawali dengan lafadz: ياأيهاالذين آمنوا Adalah Madani karena mayoritas penduduk 
Madinah sudah beriman. 
Beberapa ulama sepakat dengan pendapat ini juga memasukkan ayat yang 
dimulai dengan lafazd يآبني آدم ke dalam ayat Makkiyah. Abu Ubaid misalnya, 
meriwayatkan dalam kitabnya, Fidha`il Al-Qur`an, dari Maimun bin Mahran, dia 
berkata : “Setiap ayat dalam Al-qur`an yang ada lafadz ) يآأيها الناس ( atau ( (يآبني آدم 
adalah Makkiyah, dan setiap ayat yang ada lafadz يآأيها الذين آمنو adalah Madaniyah.9 
Kedua, pembaagian ini tidak berlaku bagi setiap ayat yang ada dalam Al Qur`an, 
karena ada juga ayat-ayat Makkiyah yang di awali dengan ( يآأيها الذين آمنو ). Begitu pula 
sebaliknya, ada ayat-ayat Madaniyah yang diawali dengan ( يآأيها آلناس ). Contohnya adalah 
surat An Nisa` adalah Madaniyah tetapi pada awal surat ini Allah berfirman: يآ أيها الناس اتقوا 
ربكم.......الآية 
 Definisi berdasarkan waktu : Makki adalah ayat-ayat yang Al Qur`an yang turun 
sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sedangkan madani adalah ayat-ayat Al Qur`an yang 
turun setelah Nabi hijrah ke Madinah. 
Berdasarkan definisi ini maka setandar sebuah ayat dapat dikatakan sebagai makkiyah 
dan Madaniyan adalah waktu hijrah, tanpa melihat tempat atau orang yang diajak bicara 
(mukhatab) oleh ayat tersebut. 
Begitu pula dengan ayat: إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها termasuk dalam ayat 
Madaniyah walaupun ia diturunkan di Mekah ketika fathu Mekah, begitu pula ayat-ayat 
yang diturunkan ketika Rasul SAW bepergian, seperti pembukaan surat Al-Anfal yang 
diturunkan di Badar juga ayat Madaniyah bukan Makkiyah karena ayat tersebut diturunkan 
setelah Nabi hijrah. 
Ciri-ciri dari gaya bahasa dan tema surah-surah yang termasuk ke dalam kelompok 
Makkiyah diantaranya : 
1) Ayat dan surah-surahnya pendek dan ringkas serta memiliki kesamaan cara 
penyampaian atau gaya bahasanya. 
2) Ayat atau surah-surahnya berisikan seruan tentang dasardasar keimanan kepada Allah 
SWT, masalah wahyu, alam gaib, hari akhir, serta gambaran tentang surga dan neraka. 
3) Berisikan tentang seruan untuk memegang teguh akhldq al-karimah dan istiqamah 
dalam berbuat kebaikan. 
9 Ibid,. Hlm. 56
4) Berisikan tentang perlawanan terhadap kaum musyrik dan memberantas cita-cita 
mereka. 
5) Surah-surahnya banyak diawali dengan kalimat "wahai manusia" dan tidak 
menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang beriman". 
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa surah al-Hajj adalah suatu pengecualian. 
Karena pada ayat-ayatnya, surah itu menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang 
beriman", padahal ayat ini termasuk ke dalam surah Makkiyah. Ciri-ciri yang lima itulah 
yang merupakan ciri-ciri mayoritas yang terdapat dalam surah Makkiyah. 
Adapun ciri-ciri umum surah Madaniyah adalah : 
1) Susunan ayat dan surah-surahnya panjang. 
2) Bukti-bukti kebenaran dan dalil-dalil yang dipergunakan lebih mengutamakan 
kebenaran-kebenaran agama. 
3) Di dalamnya berisikan tentang perlawanan terhadap Ahlulkitab dan seruan kepada 
mereka agar tidak berlebih lebihan dalam menjalankan syariat agama mereka. 
4) Banyak bercerita tentang orang-orang munafik dan problema-problema yang 
disebabkan karena mereka. 
5) Lebih banyak mengutarakan tentang sanksi-sanksi, hukum waris, hak dan aturan-aturan 
politik, sosial dan negara. 
II. KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN DAN PEMBUKTIANNYA 
A. Kemukjizatan Al-Qur’an 
Definisi mukjizat Kata “Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa 
Arab أعجز yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”, sedangkan ة“” ta’ 
marbutah pada kata معجزة menunjukkan makna mubalaghoh (superlative)10. Menurut kamus 
besar Purwo Darminto adalah “kejadian ajaib/luar bisaa yang sukar dijangkau oleh 
kemampuan manusia”11. Sedangkan menurut pakar agama Islam adalah “suatu hal atau 
peristiwa luar bisaa yang terjadi melalui seorang yang disebut Nabi, sebagai bukti 
10 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Misan Bandung : cetakan V April 1999), hlm 23 
11 Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, Cet. Ke II 1989), hlm 596
kenabiannya yang di tantangkan pada yang meragukan, untuk melakukan atau 
mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut”.12 
Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan bahwa pengertian “Kelemahan” secara umum 
ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, sehingga nampaklah kemampuan dari 
“mu’jis”(sesuatu yang melemahkan). Dan kata I’jas dalam konteks ini adalah menampakkan 
kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan 
kelemahan orang Arab beserta generasi-generasi setelahnya untuk menghadapi mu’jizatnya 
yang abadi( Al-Qur`an). hal ini didasarkan pada bahwa kata “mukjizat” tidak ditemukan 
dalam Al-Qur’an melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti inilah yang luar biasa sehingga 
manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya 
mereka mengakuinya. Diantara bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek 
kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. 
Dilihat dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna yang luar biasa 
baik dilihat dari pemilihan kata, kalimat maupun hubungan antar keduanya, efek fonologi 
terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek 
fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. 
Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara jumlah 
bilangan katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai 
seambrek simbul yang sangat kominikatif lagi fenomenal. 
Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an 
mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta 
frora dan faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat 
dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al- 
Qur`an sejalan dengan rasio dan akal manusia. 
Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, yang menempatkannya sebagai 
ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai dari hulu peradaban umat manusia 
hingga hilirnya. Peristiwa-peristiwa tersebut sengaja dihadirkan oleh Tuhan agar manusia 
mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang 
dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai yang terkandung didalamnya. 
12 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Misan Bandung : cetakan V April 1999), Hlm 23
Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk hukum secara 
kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah akidah, agama, sosial, 
pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz keadilan dan keseimbangan, baik 
secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat atau manusia sebagai indifidu, social 
masyarakat atau dengan Tuhannya. 
B. Bukti Ilmiah Kemukjizatan Al-Qur’an 
Istilah Al I’jaz Al ‘Ilmiy (kemukjizatan ilmiah) Al Qur’an mengandung makna 
bahwa sumber ajaran agama tersebut telah mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta 
ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, dan 
terbukti tidak dapat dicapai atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman 
Rasulullah saw.13 
Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam Al Qur’an dan alam raya 
dipadukan melalui mukjizat Al Qur’an (yang lebih dahulu daripada temuan ilmiah) dengan 
mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan 
membenarkan mukjizat yang lain agar keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang 
mempunyai akal dan hati bersih atau orang yang mau mendengar. Beberapa dalil kuat telah 
membuktikan bahwa Al Qur’an tidak mungkin datang, kecuali dari Allah. Buktinya tidak 
adanya pertentangan diantara ayat-ayatnya, bahkan sistem yang rapi dan cermat yang 
terdapat di alam raya ini juga tidak mungkin terjadi, kecuali dengan kehendak Allah yang 
menciptakan segala sesuatu dengan cermat.14 
Sudah banyak buku yang menulis bukti-bukti ilmiah keaslian Al-Qur’an sebagai 
firman Tuhan. Banyak juga ilmuwan yang menemukan bukti ilmiah baru tentang 
kemukjizatan Al-Qur’an, salah satu diantaranya adalah : 
Dr. Keith L. Moore 
Dia adalah seorang ilmuwan ahli embriologi terkenal dari Amerika. Suatu hari ia 
membaca artikel bahwa Al-Qur’an menjelaskan ihwal pertumbuhan janin dari masa 
pembuahan sampai lahir. Saat itu Dr. Keith L. Moore hampir tidak percaya. Sebab, 
menurutnya, pengetahuan embriologi baru diketahui oleh manusia belakangan ini, terutama 
13 Prof.Dr.Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al Qur’an, terjemahan dari buku Rahiq Al-Ilmi wa Al-Iman, 
hlm.23 
14 Ibid,. hlm 23
sejak ditemukannya mikroskop dan piranti-piranti canggih ilmu kedokteran modern 
lainnya. 
Untuk membuktikan kebenaran tulisan itu, Dr. Keith L. Moore lalu membaca dan 
mempelajari Al-Qur’an. Akhirnya, ia terkagum-kagum kepada Al-Qur’an. Ternyata benar, 
Al-Qur’an memuat ayat-ayat yang menjelaskan tentang embriologi secara lengkap dan 
tuntas. 
Dr. Keith L. Moore mengatakan, “Apa yang tercantum dalam Al-Qur’an itu sungguh 
tidak mungkin terjangkau oleh pengetahuan medis pada abad ke-7 Masehi, ketika Nabi 
Muhammad menyebarkan Islam. Ini suatu mukjizat.” 
Berdasarkan temuan ilmiah itulah Dr. Keith L. Moore kemudian masuk Islam dan 
menjadi seorang Muslim yang saleh. Dr. Keith L. Moore kemudian aktif menangani 
publikasi Perhimpunan Medika Islam Amerika Utara, Downers’ Grove, Illinois, USA. 
Tanpa keraguan sedikit pun, Dr. Keith L. Moore mengatakan bahwa rujukan ilmiah tentang 
perkembangan dan proses reproduksi manusia tersebar di beberapa ayat Al-Qur’an. 
Diawali dari surah Az-Zumar: 6, keyakinan Dr. Keith L. Moore mendapatkan pondasi 
ilmiah yang kukuh. Ditambah dengan surah Al-Mu’minun: 13-14. Lalu, ia menelusuri 
surah Al-Hajj: 5. 
Menurut D. Keith L. Moore, penggambaran tentang fetus, yaitu embrio yang telah 
berkembang di dalam uterus, baru muncul pertama kali pada abad ke-15 oleh Leonardo da 
Vinci. Memang jauh sebelumnya pada abad ke-2, Galen pernah menggambarkan plasenta 
dan selaput-selaput janin dalam buku On the Formation of the Foetus. Tetapi, itu jauh 
berbeda dengan yang diuraikan pada abad ke-7. Ketika itu, para ahli medis sudah tahu 
bahwa embrio manusia berkembang di dalam uterus, hanya saja tak seorang pun yang 
mengetahui bahwa perkembangan itu berlangsung secara bertahap. Bahkan, pada abad ke- 
15 pun belum didiskusikan, apalagi digambarkan. Setelah mikroskop ditemukan oleh 
Leeuwenhook pada abad ke-16, barulah penjelasan tentang tahapan permulaan embrio 
ayam diselidiki para ahli. 
Pengetahuan tentang penahapan embrio manusia dan bentuknya setiap tahap tidak 
terbayangkan hingga abad ke-20 ketika Streeter (1941) dan O’Rahilly (1972) 
mengembangkan sistem penahapan yang pertama kali. Apalagi, tentang tiga lipat 
kegelapan yang ternyata maksudnya adalah tiga lapisan, yaitu dalam lapisan dinding perut, 
dinding rahim, dan selaput janin. Al-Qur’an menjelaskan: 
Kemudian Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh 
(rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan alaqah (sesuatu yang melekat), lalu sesuatu
yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan 
tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami 
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. 
Jika dicermati lebih dalam, sebenarnya alaqah dalam pengertian etimologis yang 
biasa diterjemahkan dengan segumpal darah juga bermakna kepada pengisap darah, yaitu 
lintah. Padahal, tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika embrio berada pada tahap 
itu, yaitu 7-24 hari, selain seumpama lintah yang melekat dan menggelantung di kulit. 
Embrio itu seperti mengisap darah dari dinding uterus karena memang demikianlah yang 
sesungguhnya terjadi, embrio itu makan melalui aliran darah. Itu persis seperti lintah yang 
mengisap darah. Janin juga begitu, sumber makanannya adalah dari sari makanan yang 
terdapat dalam darah sang ibu. Ajaibnya, jika embrio janin dalam tahap itu diperbesar 
dengan mikroskop, bentuknya benar-benar seperti lintah. 
Mungkinkah saat itu Muhammad sudah memiliki pengetahuan sedemikian dahsyat 
tentang bentuk janin yang seperti lintah, lalu menulisnya dalam sebuah buku. Padahal, saat 
itu belum ditemukan mikroskop dan lensa. Karena itu, pengetahuan tentang embrio 
manusia yang mirip lintah, yang dijelaskan oleh Al-Qur’an tidak mungkin bersumber dari 
akal manusia. Jelas itu adalah pengetahuan dari Tuhan, wahyu dari Allah, Tuhan seluruh 
alam, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.15 
III. TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL 
A. Terjemah Tafsir Dan Ta’wil 
Tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang metode 
mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika 
berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya 
ketika tersusun dari hal-hal yang melengkapinya. Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang 
paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan 
kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalaam atau wahyu Allah SWT yang jadi 
sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya, bahwa jadi tujuannya 
ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang 
hakikat atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena 
15 http://ardis-widi.blogspot.com/2013/11/bukti-ilmiah-keaslian-Al-Qur’an.html , Diakses pada tanggal 24 
Desember 2013, pukul 17.45 WIB
setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai 
bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT. 
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal. Adapun 
mengenai arti takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh 
(ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu. 
Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan 
makna yang bukan merupakan makna lahirnya. 
Kata sebagian ulama : “Ta‘wil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya, yakni 
menerangkan apa yang dimaksud daripadanya.” Sebahagian yang lain berkata : “Ta‘wil 
ialah menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafadh.”16 
Perbedaan antara keduanya dapat dipaparkan di bawah ini. 
1. TAFSIR 
 Pemakaiannya banyak dalam lafazh- lafazh dan mufradat 
 Jelas diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih 
 Banyak berhubungan dengan riwayat 
 Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas) 
 Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki. 
2. TAKWIL 
 Pemakaiannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat 
 Kebanyakan diistinbath oleh para ulama 
 Banyak berhubungan dengan dirayat 
 Digunakan dalam ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas) 
 Menerangkan hakikat yang dikehendaki17 
Terjemah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam 
suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan 
bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya. 
Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti: 
16 Dr. kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 123 
17 Ibid,. hlm. 126
1). Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz 
yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua 
sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. 
2). Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan 
dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau 
memperhatikan susunan kalimatnya. 
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui 
bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat 
dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap 
dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal 
tertib bagian-bagian kalimatnya. 
Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam terjemah, baik terjemah 
harfiyah maupun terjemah tafsiriyah adalah: 
1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama 
maupun bahasa terjemahnya; 
2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari 
kedua bahasa tersebut; 
3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki 
oleh bahasa pertama; 
4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah 
tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut. 
IV. FAWATIH AL-SUWAR DAN KHAWATIM AL-SUWAR 
A. Aneka Bentuk Fawatih Dan Khawatim Al-Suwar Dalam Al-Qur’an 
Secara etimilogis, Fawatih Al-Suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena 
posisinya berada di awal surat-surat dalam Al Qur’an. Manna Khalil Al Qhatthan dalam 
kitabnya Mabahits fi ulumil Qur’an mengidentikan fawatihus suwar dengan huruf-huruf 
yang terpisah (Al ahruful muqotho’ah). 
Macam-macam Fawatih al-Suwar 
1) Pembukaan dengan pujian kepada Allah 
Menetapkan sifat-sifat terpuji 
Memakai lafadz Hamdalah (ِ الاحمدُ لِل ), yang terdapat pada 5 surat, yakni al- Fatihah, al- 
An’am, al-Kahfi, Saba’, dan Fathir.
Memakai lafadz Tabaraaka ( تبارك ), terdapat dalam surat al-Furqon dan al-Mulk. 
Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif dengan menggunakan lafadz tasbih 
يسبحسبحسبحن) ), terdapat dalam 7 surat, yakni surat al-Isra’, al-A’la, al-Hadid, al- 
Shaff, al-Hasyr, al-Jumuah, al-Taghobun. 
2) Pembukaan dengan huruf yang terputus-putus (Hurf al-Muqotho’ah) 
Terdiri dari satu huruf, 
Terdapat dalam 3 surat, yakni QS. Shood ( ص), QS. Qoof ( ق), dan QS. al-Qolam ( .(ن 
Terdiri dari dua huruf 
Rangkaian huruf ha’ dan mim ( حم ) terdapat dalam 6 surat, yakni QS. Ghofir, QS. al- 
Sajadah, QS. al-Zuhuf, QS. al_dukkan, QS. al-Jastiyah, dan QS. al-Ahqof. 
Rangkaian huruf tho’ dan ha’ ( طه ) terdapat dalam QS. Thoha. 
Rangkaian huruf tho’ dan sin ( طس ) terdapat dalam QS. al-Naml 
Rangkaian huruf ya’ dan sin ( يس ) terdapat dalam QS. Yasin.18 
Terdiri dari tiga huruf 
Rangkaian huruf alif, lam, dan mim ( الم ), terdapat dalam 5 surat, yakni QS. al- 
Baqoroh 
Rangkaian huruf tho’, sin, dan mim ( طسم ), terdapat dalam QS. as-Syuara’ dan QS. al- 
Qoshos. 
Rangkain huruf alif, lam, dan ra’ ( الر ). terdapat dalam 4 surat, yakni QS. Yusuf, QS. 
Yunus, QS. Hud, dan QS. Ibrahim. 
Terdiri dari empat huruf 
Rangkaian huruf alif, lam, mim, dan shood ( المص ) terdapat dalam QS. al-A’rof. 
Rangkaian huruf alif, lam, mim, dan ro’ ( المر ) Terdapat dalam QS. al-Ra’d. 
Terdiri dari lima huruf 
Rangkaian huruf kaf, ha’, ya’, ain, dan shood ( كهيعص ) terdapat dalam QS. Maryam. 
Rangkaian huruf kha’, mim, ain, sin, dan qof ( حم عسق ), terdapat dalam QS. al- 
Syuara’.19 
18 Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta: bulan Bintang, 1995), Hlm. 124. 
19 Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm. 91.
3) Pembukaan dengan panggilan (Nida’) 
Panggilan yang ditujukan kepada Nabi ( يا أيها النبي, ياأيها المزمل, ياأيها المدثر ), terdapat 
dalam 4 surat, yakni QS. al-Ahzab, QS. al-Tahrim, QS. al- Thalak, QS. al- 
Muzammil, dan QS. al-Muddatsir 
Panggilan yang ditujukan kepada kaum mukmin ( ياأيها الدين امنوا ) terdapat dalam QS. 
al-Maidah dan QS. al-Hujarat. 
Panggilan yang ditujukan pada manusia ( ياأيهاالناس ), terdapat dalam QS. al-Nisa’ dan 
QS. al-Hajj. 
Adapun hikmah dan rahasia adanya pembukaan surat-surat dengan nida’ yaitu untuk 
memberi perhatian dan peringatan, baik bagi Nabi, umatnya, maupun untuk menjadi 
pedoman kehidupan ini.20 
4) Pembukaan dengan jumlah khobariyah 
Jumlah ismiyah. Terdapat dalam 9 surat, yakni QS. al-Taubah, QS. al-Nur, QS. al- 
Zumar, QS. Muhammad, QS. al-Rahman, QS. al-Haqqah, QS. al-Qodr, QS. al- 
Qori’ah, dan QS. al-Kautsar. 
Jumlah fi’liyah, terdapat dalam 12 surat, yakni QS. al-Anfal, QS. al-Nahl, QS. al- 
Anbiya’, QS. al-Mu’minun, QS. al-Qomar, QS. al-Mujadalah, QS. al-Ma’arij, QS. 
al-Qiyamah, QS. al-Balad, QS. Abasa, QS. al-Bayyinah, dan QS. al-Takasur. 
5) Pembukaan dengan sumpah (Qosam) 
Sumpah dengan benda-benda angkasa. Terdapat dalam 8 surat, yakni QS. al-Shoffat, 
QS. al-Najm, QS. al-Mursalat, QS. al-Nazi’at, QS. al-Buruj, QS. al-Thariq, QS. al- 
Fajr, dan QS. al-Syams. 
Sumpah dengan benda-benda bawah (bumi), terdapat dalam 3 surat yakni QS. al- 
Dzariyah, QS. al-Tin, dan QS. al-‘Adiyat. 
Sumpah dengan waktu, terdapat dalam 3 surat yakni QS. al-Lail, QS. al-Dhuha, dan 
QS. al-‘Ashr. 
Hikmah dari fawatih al suwar dengan sumpah ini, yang pertama agar manusia 
meneladani sikap bertanggung jawab, berbicara harus benar dan jujur dan berani berbicara 
untuk menegakkan keadilan. Kedua, agar dalam bersumpah manusia harus senantiasa 
memakai nama-nama Allah bukan selain-Nya. Ketiga, digunakannya beberapa benda 
sebagai sumpah Allah dimaksudkan agar benda-benda itu diperhatikan manusia dalam 
20 As-Suyuthi, Al Itqon Fi Ulumil Quran (Beirut: Darul fikr), juz 2, Hlm. 105.
rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena pada dasarnya, benda-benda itu ciptaan 
Allah.21 
6) Pembukaan dengan syarat ( (اِذاا 
Syarat yang masuk dalam jumlah ismiyah, terdapat dalam 3 surat yakni QS. al- 
Takwir, QS. al-Infithar, dan QS. al-Insyiqoq. 
Syarat yang masuk pada jumlah fi’liyah, terdapat dalam 4 surat yakni QS. al- 
Waqi’ah, QS. al-Munafiqun, QS. al-Zalzalah, dan QS. al-Nashr. 
7) Pembukaan dengan fi’il amr 
Dengan fi’il amr ( إقْارأ ) terdapat dalam QS. al-Alaq. 
Dengan fiil amr ( قُلْ ) terdapat dalam 5 surat yakni QS. al-Jin, QS. al-Kafirun, QS. al- 
Ikhlas, QS. al-Falaq, dan QS. al-Nas. 
8) Pembukaan dengan pertanyaan 
Pertanyaan positif terdapat dalam 4 surat yakni QS. al-Dahr, QS. al-Naba’, QS. al- 
Ghosyiyah, dan QS. al-Ma’un 
Pertanyaan negatif terdapat dalam QS. al-Insyiroh dan QS. al-Fiil. 
9) Pembukaan dengan do’a 
Do’a atau harapan yang berbentuk kata benda, terdapat dalam QS. al-Muthafifin dan 
QS. al-Humazah. 
10) Pembukaan dengan alasan, terdapat dalam QS. al-Quraisy.22 
V. ISI POKOK KANDUNGAN AL-QUR’AN 
A. Isi Pokok Kandungan Surat Al-Fatihah 
Surah al-Fatihah adalah 'Mahkota Tuntunan Ilahi'. Dia adalah 'Ummul Qur'an' atau 
'Induk Al-Qur’an'. Banyak nama yang disandangkan kepada awal surah Al-Qur’an itu. 
Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari nama-nama itu dapat diketahui betapa 
besar dampak yang dapat diperoleh bagi pembacanya. Tidak heran jika doa dianjurkan 
agar ditutup dengan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin atau bahkan ditutup dengan surah ini. 
Kata fath yang merupakan akar kata nama ini berarti menyingkirkan sesuatu yang 
terdapat pada suatu tempat yang akan dimasuki. Tentu saja bukan makna harfiah itu yang 
dimaksud. Penamaannya dengan al-Fatihah karena ia terletak pada awal Al-Qur’an dan 
21 Abu Anwar, Ulumul, Hlm. 95 
22 Abdul Djalal, Ulumul, Hlm. 192-198
karena biasanya yang pertama memasuki sesuatu adalah yang membukanya. Kata fatihah 
di sini berarti awal Al-Qur’an. 
Surah ini awal dari segi penempatannya pada susunan Al-Qur’an, bukan seperti 
dugaan segelintir kecil ulama bahwa ia dinamai demikian karena surah ini adalah awal 
surah Al-Qur’an yang turun. Kita juga dapat berkata bahwa al-Fatihah adalah Pembuka 
yang sangat agung bagi segala macam kebajikan.23 
Keutamaan Al-Fatihah 
 Obat penyembuh dari sengatan binatang. 
Berdasarkan hadits riwayat bukhori muslim dari abu sa’id al khudzri ra. ia berkata : 
Artinya : “Diusapnya dengan air ludahnya dan membaca: Alhamdulillahi robbil alamin, 
pemimpin kaum itu seakan akan terlepas dari ikatan,bangkit dan berjalan serta tidak ada 
rasa sakit yang ia alami”. 
Dan diriwayat lain menyebutkan : “lalu ia membaca umul Qur’an (al-fatihah) dan 
mengumpulkan air ludahnya lantas ia ucapkan, maka orang itu menjadi sembuh. 
 Obat penyembuh Gila 
Berdasarkan riwayat abu Dawud dengan sanadnya yang shahih yang bersumber dari 
kharijah Ash-shlt dari pamannya ia berkata : “Aku datang menghadap nabi saw lalu aku 
menyatakan masuk islam, kemudian aku kembali (ditengah perjalanan) aku bertemu 
dengan satu kaum, disamping mereka ada orang gila yang dipasung dengan besi ku 
obati orang itu dengan membaca surat fatihatul kitab, lalu ia sembuh. 
 Terhindar dari marabahaya. 
Berdasarkan riwayat dari al-bazar yang bersumber dari anas ra bahwa rasulullah saw 
telah bersabda : “dan apabila engkau membaca fatihatul kitab dan Qul huawllahu ahad 
maka amanlah engkau dari segala sesuatu kecuali dari kematian. 
 Mendapat jawaban langsung dari Allah. 
berdasarkan riwayat muslim yang bersumber dari abu hurairah bahwasannya ia berkata 
: “Ketika kami berada dibelakang imam maka berkatalah imam itu kepadaku bacalah al-fatihah 
dalam hatimu sebab aku mendengar Rasulullah saw bersabda telah berfirman 
allah azza wa jalla : “ Aku bagi shalat ( ya’ni al-fatihah ) antara aku dan hambaku 
menjadi dua bagian (ya’ni seperdua untuk aku dan seperdua lagi untuk hambaku) dan 
bagi hambaku apa yang mereka pinta. 
 Tidak ada duanya dalam taurat, injil, jabur dan Al-Qur’an. 
23 Taysir Al-Ali Al-Qadir li Ikhtishar Tafsir Ibni Katsir Hlm. 6-7
Berdasarkan riwayat imam malik bin anas dalam kitab al-muwath-tho yang bersumber 
dari Al-ala bin abdir-rohman al-haraqi, bahwa abu said telah mengabarkan kepada 
orang-orang,yang diterima dari abu hurairah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : 
“Demi dzat yang menguasai diriku, Allah tidak menurunkan yang seperti al-fatihah itu 
baik didalam taurat, injil, zabur maupun Al-Qur’an, sesungguhnya al-fatihah itu adalah 
tujuh ayat yang dibaca berulang- ulang.” 
 Diturunkan khusus kepada Nabi Muhamad SAW 
Berdasarkan riwayat muslim dan nasa’i yang bersumber dari ibnu abbas ra: “ Lalu 
turunlah dari pintu itu satu malaikat,yang langsung datang kepada nabi saw dan berkata 
: bargembiralah engkau (muhamad) dengan mendapat dua cahaya yang kubawa ini,yang 
takpernah kedua cahaya ini diberikan kepada nabi yang manapun sebelum engkau, 
kedua cahaya itu ialah fatihatul kitab dan beberapa ayat diakhir surat al-baqarah 
B. Fungsi Al-Qur’an 
1.Petunjuk bagi Manusia. 
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang 
dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 
41:44) 
2. Sumber pokok ajaran islam. 
Fungsi Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui 
kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan 
kemanusiaan secara umum seperti 
hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni. 
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia. 
Dalam Al-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat 
terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka 
yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang 
kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang 
diterangkan dalam Al-Qur’an. 
4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW 
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi 
Muhammad saw.
VI. ILMU MUNASABAH 
A. Ilmu munasabah dalam Al-Qur’’an 
Secara etimologi, munasabah semakna dengan musyakalah dan muqarabah, 
yang berarti serupa dan berdekatan Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau 
keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Manna’ al-qathan mengatakan 
bahwa munasabah dalam pengertian bahasa berarti Al-muqarrabah (kedekatan). 
Misalnya pada kalimat “si A munasabah dengan si B”, berarti si A mendekati atau 
menyerupai si B. Bisa juga di ma’nai sebagai suatu pernyatan yang dapat 
mensejeniskan antara dua hal yang berbeda, seperti: “singa adalah hewan carnivore! 
karena ia memakan daging, sedangkan anjing juga memakan daging! maka ia adalah 
carnivore.” Jadi yang mensejeniskan singa dengan anjing adalah sama-sama pemakan 
daging. Contoh lain: “bawang adalah makruh! karena bawang itu bau. Pete itu bau! 
Maka pete adalah makruh”. Jadi yang menghubungkan bawang dan pete adalah makruh 
karena sama-sama bau. 
Munasabah secara terminologi dapat diartikan segi-segi hubungan antara satu 
kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara ayat satu dengan ayat lain dalam 
banyak ayat, atau antara satu surat dengan surat lain, antara penutupan surat dengan 
pembukaan surat dan seterusnya. Dan dalam pendapat lain adalah kemiripan-kemiripan 
yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur’an secara global atau ilmu yang 
menjelaskan alasan-alasan yang menyebabkan susunan atau urutan dalam Al-Qur’an 
secara global. Dengan demikian munasabah menbahas segala hubungan yang ada. 
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka pada 
prinsipnya munasabah Al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat serta 
antar surat. Jika diperinci maka macam-macamnya adalah sebagai berikut : 
1. munasabah antara surat dengan surat 
Keserasian hubungan (munasabah) antar surat dengan surat ini pada 
hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat pada setiap surat. Satu surat berfungsi 
menjelaskan surat sebelumnya, misalnya didalam surat Al-Fatihah (1) ayat 6 
disebutkan : 
Artinya : “tunjukanlah kami jalan yang lurus “
Lalu dijelaskan di dalam surat Al-Baqoroh (2) ayat 2, bahwa jalan yang lurus 
itu ialah mengikuti pentujuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan : 
Artinya : “kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi 
mereka yang bertaqwa “. 
2. munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya 
Nama suatu surat pada dasarnya bersifat tawqifi, namun bukti menunjukan 
bahwa ada beberapa surat yang memiliki dua nama atau lebih. Tampak ada rahasia 
di balik nama tersebut, Imam As-Suyuthi melihat adanya keterkaitan antara nama 
dengan kandungan atau uraian yang dimuat dalam suatu surat, kaitan antara nama 
surat dengan isi dapat diindentifikasikan sebagai berikut : 
o Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. seperti surat Al-Fatihah 
o Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol. 
Seperti surat Al-Ankabut, Al-Lahab, Al-Fil dll. 
o Nama sebagai cerminan isi pokoknya. Misalnya surat Al-Ikhlash, Al-Mulk dsb. 
o Nama diambil dari tema spesipik. Contohnya surat Al-Hajj, Ath-Thalaq, Al- 
Jumu’ah dll. 
o Nama diambil dari huruf-huruf yang terletak pada awal surat. Seperti surat 
Thaha, Yasin dsb. 
3. Munasabah antar kalimat dalam satu ayat 
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayat dapat 
dilihat dari dua segi. Pertama, adanya hubungan langsung antar kalimat secara 
kongrit yang jika hilang atau terputus salah satunya akan merusak kandungan ayat. 
Munasabah pada tipe ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : kalimat yang 
memperlihatkan makna ta’kid / tasyhid (penguat / penegasan) dan kalimat yang 
memperlihatkan tafsir / I’tiradl (interfrestasi / penjelasan disertai cirri-cirinya). 
Kedua, masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tapi tidak 
langsung secara kongkrit, terkadangada penghubung huruf ‘athaf dan terkadang 
tudak ada. Dalam konteks ini biasanya terletak pada : 
a. rangkaian pertanyaan, perintah atau larangan yang tak dapat diputus oleh 
fashilah.
b. Munasabah berbentuk istishrod ( penjelasan lebih lanjut ) 
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudloddah / 
ta’kis ( hubungan kontradiksi ). 
4. munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat. 
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan 
pada pandangan datar, maksudnya dalam satu surat tersebar sejumlah ayat namun 
pada hakikatnya semua ayat itu tersusun. 
5. Munasabah antara penutup surat dengan awal surat berikutnya. 
Munasabah seperti ini sering sekali ditemukan, misalnya : surat Al-Waqi’ah 
ayat 96 : 
“ Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama ROBB-mu Yang Maha Besar “. 
Lalu surat berikutnya, yakni surat Al-Hadid ayat 1: 
Artinya : “ Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah 
(menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu “. 
6. Munasabah antar ayat tentang satu tema 
Sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuthi tentang munasabah ini, pertama-tama 
dirintis oleh Al-Kisa’i dan As-Sakhowi. Sementara Al-Kirmani menggunkan 
metodologi hasil karyanya sendiri yang berjudul Al-Burhan fi mutasyabih Al-Qur’an 
dan masih banyak karya tulis yang lainnya.24 
VII. ILMU NUZUL AL-QUR’AN DAN ILMU ASBABUL NUZUL 
A. Perbedaan antara ilmu nuzul Al-Qur’an dan ilmu asbabul nuzul 
Asbab adalah bentuk plural (jama’) dari kata sabab yang dalam bahasa indonesia 
diartikan: sebab, alasan, motif, latar belakang dan lain-lain, sedangkan Nuzul merupakan 
bentuk masdar dari anzala yang berarti turun. Pengertian asbab an-nuzul secara istilah 
24 Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1982)
adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat, yang mencakup suatu 
permasalahan dan menerangkan suatu hukum pada saat terjadi peristiwa-peristiwa.25 
Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik dua kategori mengenai sebab turunnya 
suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa. Sebagaimana 
diriwayatkan Ibn Abbas tentang perintah Allah kepada Nabi SAW untuk memperingatkan 
kerabat dekatnya. Kemudian Nabi SAW naik ke bukit Shafa dan memperingatkan kaum 
kerabatnya akan azab yang pedih. Ketika itu Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau, 
apakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?”, lalu ia berdiri. Maka 
turunlah surat Al-Lahab. 
Kedua, suatu ayat turun apabila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah 
ayat Al-Qur’an yang menerangkan hukumnya. Seperti pengaduan Khaulah binti Sa’labah 
kepada Nabi SAW berkenaan dengan zihar yang dijatuhkan suaminya, Aus bin Samit, 
padahal Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan telah sering melahirkan 
karenanya. Namun sekarang ia dikenai zihar oleh suaminya ketika sudah tua dan tidak 
melahirkan lagi. Kemudian turunlah ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar 
perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya”, yakni Aus bin Samit. 
Asbabun nuzul menggambarkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan 
dialektis dengan fenomena sosio-kultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan 
bahwa Asbabun nuzul tidak berhubungan secara kausal dengan materi yang bersangkutan. 
Artinya, tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat itu 
tidak akan turun. 
Asbabun nuzul disini memiliki peran yang sangat penting dalam penafsiran atau 
pengukapan makna teks dalam Al-Qur’an, namun yang menjadi persoalannya adalah 
dalam meyakinkan sebab-sebab sejumblah teks Al-Qur’an itu diturunkan sangat tidak 
mudah. Kerna dalam menentukan sebuah asbabun nuzul tidak hanya bertolak pada 
pandangan akan (rasio), melaikan berdasarkan riwayat yang sahih dan didengarkan 
langsung dari orang-orang yang mengetahui turunya Al-Qur’an atau dari orang-orang yang 
benar-benar memahami sabaun nuzul, yang dimana para sumber ini benar-benar meneliti 
dengan cermat baik dari kalangan sahabat, tabi’in atau yang lainnya dengan cara 
memperoleh ilmunya dari ulama-ulama yang benar-benar terpercaya. 
25 Dr. Usman, M.ag,Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Sukses offset, 2009), hlm. 103
a) Cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang sahih adalah: 
 Apabila perawi sendii menyatakan lafal sebab secara tegas. Dalam hal ini adalah 
nash yang nyata, seperti kata-kata perawi sebab turunya ayat begini…” 
b) Bila perawi menyatakan riwayatnya dengan memasukan huruf “Fa Ta’qibiyah” pada 
kata “Nazala” seperti kata-kata perawi. 
Sedangkan kriteria cara mengetahi Asababun Nuzul menurut para ulama melalui 
riwayat adalah: 
1. Apabila ada dua periwayat yang berbeda, dan salah satunya lebih sahih dari lainnya 
maka yang dipegang adalah riwayat yang lebih sahih. 
2. Apabila sanad dari dua riwayat tersebut shahihnya maka salah satunya diutamakan 
apabila perawinya menyaksikan peristiwa atau karena ada pertimbangan-pertimbangan 
semacamnya. Contoh yang diketengahkan para ulama untuk tipe ini adalah perbedaan 
riwayat Ibnu Mas’ud dengan riwayat Ibnu Abbas mengenai sebab turunya firman Allah: 
“Dan mereka akan bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, roh itu termasuk 
masalah Tuhanku, ilmu yang diberikan kepada kalian hanyalah sedikit.” Jadi dapat 
disimpulkan yang shahih bukanlah yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. Meskipun ia 
menurunkan riwayatnya, menyaksikan turunnya ayat. Hal inilah yang menyebabkan 
munculnya asumsi adanya ayat turun dua kali, sekali di Makah dan sekalih di Madinah. 
3. Apabila dua riwayat tersebut sulit di tarjih maka pemecahanya dalah diasumsikan ayat 
turun berulang-ulang setelah ada dua sebab atau sebab-sebab yang disebutkan. Asumsi 
ini menyebabkan kita harus membicarakan masalah tentang satu ayat turun berulang-ulang 
karena sebab yang banyak, dan juga mengharuskan kita membicarakan sisi lain, 
yaitu beberapa ayat turun dengan satu sebab. 
Sedangkan dapat kita ketahui bahwa macam Asbabun Nuzul itu ada dua kelompok. 
Kelompok yang pertama Ta’addud al-Asbab wa al-Nazil Wahid , yang kedua Ta’uddud al- 
Nazil wa al-Sabab Wahid . Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut Ta’addud 
Al-Nazil bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan 
sebab tertentu lebih dari satu persoalan. Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang 
sebab turun ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari 
yang disebutkan lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis.
Kemungkinan munculnya permasalahan empat bentuk. Pertama salah satu dari 
keduanya sahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih, akan tetapi salah satunya 
mempunyai penguat (murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya 
sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih). Akan tetapi, keduanya dapat diambil 
sekaligus. Bentuk keempat, keduanya sahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan 
tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus. 
Kita sepakat bahwa Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur, artinya tidak 
diturunkan sekaligus dalam bentuk kitab yang utuh melainkan diturunkan sebagian-sebagian. 
Untuk mengetahui kapan ayat-ayat Al Quran diturunkan kita harus merujuk 
kepada Asbabun Nuzulnya. Tapi sayangnya tidak semua ayat Al Quran terdapat asbabun 
nuzul yang shahih menjelaskan sebab turunnya. Berdasarkan hal ini maka ayat-ayat dalam 
al Quran dibagi menjadi 
1. Ayat Al Quran yang memiliki Asbabun Nuzul atau sebab turunnya. Maksudnya ayat ini 
turun berkaitan dengan peristiwa atau tujuan tertentu. Hal ini diketahui dengan hadis 
asbabun nuzul yang shahih. 
2. Ayat Al Quran yang tidak memiliki Asbabun Nuzul atau sebab turunnya karena 
memang tidak ada asbabun nuzul yang shahih yang menjelaskan sebab turunnya 
Sebenarnya Ada dua cara untuk mengetahui siapa yang dituju oleh suatu Ayat dalam 
Al Quran. 
 Cara yang pertama adalah dengan melihat ayat sebelum dan ayat sesudah dari ayat 
yang dimaksud, memahaminya secara keseluruhan dan baru kemudian menarik 
kesimpulan. 
 Cara kedua adalah dengan melihat Asbabun Nuzul dari Ayat tersebut yang terdapat 
dalam hadis yang shahih tentang turunnya ayat tersebut. 
Cara pertama yaitu dengan melihat urutan ayat, jelas memiliki syarat bahwa ayat-ayat 
tersebut diturunkan secara bersamaan atau diturunkan berkaitan dengan individu-individu 
yang sama. Dan untuk mengetahui hal ini jelas dengan melihat Asbabun Nuzul ayat 
tersebut. Jadi sebenarnya baik cara pertama atau kedua sama-sama memerlukan asbabun 
nuzul ayat tersebut. Seandainya terdapat dalil yang shahih dari asbabun nuzul suatu ayat 
tentang siapa yang dituju dalam ayat tersebut maka hal ini jelas lebih diutamakan 
ketimbang melihat urutan ayat baik sebelum maupun sesudahnya. Alasannya adalah ayat-
ayat Al Quran tidaklah diturunkan secara bersamaan melainkan diturunkan berangsur-angsur. 
Oleh karenanya dalil shahih dari Asbabun Nuzul jelas lebih tepat menunjukkan 
siapa yang dituju dalam ayat tersebut. 
Berbeda halnya apabila tidak ditemukan dalil shahih yang menjelaskan Asbabun 
Nuzul ayat tersebut. Maka dalam hal ini jelas lebih tepat dengan melihat urutan ayat baik 
sebelum maupun sesudahnya untuk menangkap maksud kepada siapa ayat tersebut 
ditujukan.Jadi ini bukan mutilasi ayat tapi memang ayatnya turun sendiri terpisah dari ayat 
sebelum maupun sesudahnya dan ditujukan untuk pribadi-pribadi tertentu. 
B. Faedah dari ilmu nuzul dan ilmu asbabul nuzul 
Berikut ini adalah manfaat mengetahui asbabun nuzul Al-Qur’an 
1) Menjelaskan hikmah ata syariat Islam dan mengetahui tujuan diberlakukannya 
syari’at bagi umat islam. 
2) Mengetahui wilayah cakupan suatu hukum kendati ayat tersebut diturunkan dalam 
bentuk yang umum. Hal ini untuk menjawab persoalan-persoalan khilafiah 
(perbedaan pendapat) yang tidak mungkin tidak terjadi ditegah kehidupan 
masyarakat. 
3) Jika structur lafaz pada ayat yang diturunkan bersifat umum tapi memiliki 
pengkhususan hukum, maka dengan mengetahui asbabun nuzul-nya kita akan tahu 
bahwa ayat seperti itu tidak boleh dijadikan dasar untuk ijtihad. 
4) Memudahkan pemahamam terhadap makana yang terkandung dalam Al-Qur’an. 
5) Memberikan pengetahuan konteks turunya ayat. 
Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai berikut: 
1) Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum suatu ayat. 
2) Menentukan hokum dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu 
ibarat dinyatakan berdasarkan khususnya sebab. 
3) Menghidarkan prasangka bahwaarti hasr dalam suatu ayat yang zahirnya hasr. 
4) Mengetahui orang atau kelompok yang menjadi kasus turunya ayat serta memberika 
5) Dan lain-lain yang ada hubunganya dengan faedah ilmu Asbabun Nuzul
VIII. BENTUK, METODE DAN PENDEKATAN TAFSIR 
A. Pengertian Tafsir 
Istilah tafsir di dalam Al-Qur’an dapat dilihat pada surat al-Furqan (25):33 yang 
artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datag kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil 
melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik penafsirannya 
(penjelasannya).26 
Secara harfiyah, kata kata tafsir yang berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk 
masdar dari kata fassara serta terdiri dari huruf fa’,sin dan ra itu itu berarti keadaan jelas 
(nyata dan terang) dan memberikan penjelasan. Banyak ulama’ yang mengemukakan 
pengertian tafsir yang pada intinya bermakna menjelaskan hal-hal yang masi samar yang 
dikandung dalam ayat Al-Qur’an sehingga dapat dengan mudah di mengerti, mengeluarkan 
hukum yang terkandung di dalamnya untuk di terapkan dalam kehidupan sebagai suatu 
ketentuan hukum. 
Ahmad sl-Syirbashi memaparkan ada dua makna tafsir di kalangan para ulama’, yakni: 
(1) keterangan atau penjelasan sesuatu yang tidak jelas dalam Al-Qur’an yang dapat 
menyampaikan pengertian yang di kehendaki, (2) merupakan bagian dari ilmu Badi”, yaitu 
salah satu cabang ilmu sastra arab yang mengutamakan keindahan makna dalam menyusun 
kalimat. Pengarang kitab lisan al-arab mengartikan secara ringkas dengan kata Kasyif al-mughathta 
yang berarti penjelasan suatu hal yang masih tertutup.Karenanya, tafsir adalah 
penjelasan maksud yang sukar dari suatu lafaz ayat. Sementara itu, secara singkat al-Zahabi 
mengartikan dengan al-Idhah wa al-Tabyan yaitu penjelas dan keterangan. Pengarang al-majmu’ 
al-wasith mengemukakan bahwa tafsir bermakna menjelaskan (wadhaha) atau 
membuka sesuatu yang tertutup, seperti penelitian seorang dokter atau mengungkap 
maksud yang di kehandaki suatu lafaz yang musykil. 
Karena yang di terangkan dan di jelaskan itu ayat-ayat Al-Qur’an yang masih belum 
jelas, maka tafsir Al-Qur’an berarti menerangkan dan menjelaskan makna-makna yang sulit 
di pahami dari ayat-ayat Al-Qur’an. 
Sebagian ulama menurut al-Syirbashi lebih merinci lagi pengertian tafsir dengan 
rumusan ilmu tentang turunya ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah dan situasi pada saat ayat itu di 
26 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, (Sleman ; Teras, 2010), hlm 26-27
turunkan juga sebab-sebab di turunkannya ayat, meliputi sejarah tentang penyusunan ayat 
yang turun di Mekkah dan yang di Madinah, ayat-ayat nasikh-mansukh, ayat khas dan ‘am, 
ayat halal dan haram, ayat kabar genbira dan ancaman, ayat perintah dan larangan dan lain-lain. 
Dari definisi yang dikemukakan para ahli tafsir tersdapat sedikit perbedaan mengenai 
pengertian tafsir, apakah sebagai ilmu alat seperti yang dikemukakakn oleh al-Zarkasyi 
dalam kitab al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an dan oleh al-Zarqani dalam kitab Manahil al-Irfan 
fi ‘Ulum Al-Qur’an ataukah seperti tujuan yang dikemukakan oleh Muhammmad Abduh 
sebagai dikutip oleh M. Rasyid Ridla dalam tafsir Al-Qur’an al-Hakim dan oleh 
poengarang kitab Ahkam Al-Qur’an wa al-Sunnah. Namun demikian, menurut Dr.Abd. 
Muin Salim semua itu dapat dikompromikan, sehingga ada tiga konsep yang terkandung 
dalam istilah tafsir, yaitu : pertama, Kegiatan ilmiah yang berfungsi memahami dan 
menjelaskan kandungan Al-Qur’an; kedua, Ilmu-ilmu (pengetahuan) yang dipergunakan 
dalam kegiatan tersebut; ketiga Ilmu (pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah 
tersebut. Ketiga konsep diatas tidak dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang 
ingin dicapai dalam tafsir. 
B. Bentuk atau Jenis-Jenis Tafsir 
Tafsir bila ditinjau secara umum, maka ia terbagi menjadi dua macam: 
a. Tafsir bil ma’tsur 
Tafsir bil ma’tsur ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Qur’an, sunah, 
atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al- 
Qur’an dengan As Sunah Nabawiyah27. 
Tafsir bi al-ma’tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Al-Qur’an yang 
dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Al-Qur’an sendiri dan apa-apa 
yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun bagi sebagian mufassir 
lainnya tidak memasukkan pendapat tabi’in kepada tafsir bi al-matsur tetapi sebagai tafsir 
bi al ra’yi. 
Dari penjelasan di atas maka dapat dipertegas lagi, bahwa penafsiran bil al-ma’tsur 
ialah: Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an, penafsiran ayat-ayat Al- 
Qur’an dengan Hadits, dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan Asar yang datang dari 
para sahabat. 
27Mohammad Ali as-Sabuniy, Pengantar Study Al-Qur’an, (Bandung : Al Ma’arif, 1996), hlm 205.
b. Tafsir bir ra’yu 
Kata al ra’yu secara etimologis berarti keyakinan, qiyas dan Ijtihad. Jadi, tafsir bi al 
ra’yu adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara Ijtihad. Yakni rasio yang dijadikan 
titik tolak penafsiran setelah mufassir terlebih dahulu memahami bahasa Arab dan aspek-aspek 
dilalah (pembuktian) nya dan mufasari juga menggunakan syair-syair arab jahili 
sebagai pendukung, di samping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, 
qira’at dan lain-lain28. 
Berdasarkan pengertian diatas tafsir bir ra’yu terbagi dalam dua bagian: 
I. Tafsir mahmud (terpuji) 
Tafsir mahmud ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’ jauh dari kejahilan dan 
kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya 
dalam memahami teks Al-Qur’an. Atau Penafsiran dengan ijtihad yang 
menggunakan kaidah dan persyaratan, sehingga jauh untuk menyimpang. 
II. Tafsir mazmum (tercela) 
Tafsir mazmum ialah bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau menurut sekehendak 
hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syari’at, atau kalam Allah itu ditafsirkan 
menurut pendapat yang salah dan sesat, serta Kalam Allah hanya berdasarkan pengetahuan 
semata. Dan penafsirannya tidak memenuhi beberpa persyaratan, sehingga ia berada 
dalam kesesatan dan kejahilan 
C. Metode Tafsir 
Al-Farmawi menggambarkan Al-Qur’an sebagai lautan yang luas dan dalam yang 
tidak dapat diungkap seluruh misteri yang ada di dalamnya. Untuk mengungkap berbagai 
misteri tersebut, maka bermunculanlah tafsir-tafsir, dan berbagai macam metode untuk 
memehaminya. Metode-metode tersebutpada garis besarnya terbagi atas tahlily, ijmaly, 
muqaran, dan maudhui.29 
a) Metode Tahily 
Metode tahily adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al- 
Qur’an dari seluruh aspeknya. Mufasir yang menggunakan metode ini menafsirkan ayat-ayat 
Al-Qur’an dari awal hingga akhir derdasarkan mushaf. Ia menjelaskan ayat demi ayat 
surat demi surat dengan menjelaskan makna mufradatnya, juga unsur I’jaz dan balaghahnya. 
28 Ibid,. hlm 213 
29 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, (Seleman ; Teras, 2010), hlm 149-152
Penafsiran yang menggunakan metode ini juga tidak mengabaikan asbab nuzul al-ayat dan 
munasabah al-ayat. 
b) Metode Ijmali 
Metode ijmali secara umum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengemukakan 
makna ijmali. Dengan metode ini, mufasir menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur’an sesuai 
dengan susunan ayat yang terdapat pada mushaf sebagaimana halnya pada bagian pertama. 
Karya tafsir yang menggunakan metode ini adalah Tafsir Al-Qur’an nulkarim oleh 
Muhammad Farid Wajdi, dan Tafsir Jalalain oleh jalaluddin al-suyuthi dan jalaluddin al- 
Mahalli. 
c) Metode Muqaran 
Metode ini dipakai oleh penulis untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara 
membandingkan pendapat-pendapat pera mufasir. Ia membahas ayat-ayat Al-Qur’an dengan 
mengemukakan pendapat para mufasir terhadap tema tertentu, lalau membandingkannya, 
bukan untuk menentukan benar dan salah, tetapi menentukan variasi penafsiran terhadap 
ayat Al-Qur’an. 
d) Metode Maudhu’i 
Metode ini juga dikenal dengan metode tematik karene pembahasannya di dasarkan 
pada tema-tema khusus Al-Qur’an seperti yang telah ditentukan oleh mufsir. Untuk 
menghasilkan karya tafsir semacam ini dibituhkan kecermatan dalam menghimpun ayat-ayat 
yang berkenaan dengan tema yang dipilih. 
D. Pendekatan dalam Kajian Tafsir 
Yang dimaksud dengan metode pendekatan adalah pola pikir (al-Ittijah al-Fikri) yang 
dipergunakan untuk membahas suatu masalah.Sedangkan pendekatan yang dipergunakan 
dapat dibedakan beberapa cabang.30 
a. Pendekatan Objektif 
30 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, Sleman 2010, Teras, hlm 138-144
Pendekatan objektif adalah pendekatan empiris yang bertumpu pada kepentingan ilmiah 
semata.Dalam pendekatan ini Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern yang terdapat 
dalam pada masa-masa sekarang. Sejauh mana paradigma-paradigma ilmiah itu memberikan 
dukungan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan . penggalian berbagai jenis ilmu 
pengetahuan, teori-teori baru dan hal-hal yang ditemukan setalah lewat masa turunnya Al- 
Qur’an, yaitu hokum-hukum alam, astronomi, teori-teori kimia, dan penemuan-penemuan 
lainnya yang dapat dikembangkan melalui ilmu kedokteran, astronomi, fisika, zoologi, 
botani, geografi dan lain sebagainnya. 
b. Pendekatan Subjektif 
Pendekatan subjektif adalah pendekatan yang terkait dengan kepentingan pribadi atau 
kelompok.Pendekatan tersebut tergantung pada warna budaya dan akidah ahli tafsirnya; 
apakah dia praktisi politik ataukah praktisi sebuah mazhab yang banyak mempengaruhinya. 
Seperti pendekatan yang dilakukan oleh sufi dimana Al-Qur’an dikaji dengan sudut pandang 
yang sesuai dengan teori-teori tasawuf dan mengabaikan aspek-aspek lain. 
a. Pendekatan Langsung 
Pendekatan langsung adalah pendekatan yang menggunakan data primer. Data primer 
dalam kajian tafsir adalah Al-Qur’an itu sendiri, hadits-hadits yang diriwayatkan dari 
Rasulullah SAW. Dan pendapat-pendapat sahabat dan para tabi’in, dengan demikian 
pendekatan dalam kajian tersebut adalah upaya dalam memahami Al-Qur’an dengan 
pendekatan Al-Qur’an itu sendiri, hadits, riwayat sahabat, serta pendapat tabi’in. Seperti 
ayat Al-Qur’an yang mutlak di tafsirkan dengan ayat muqayyad dan ayat yang mujmal di 
tafsirkan oleh ayat lain mufashshal. 
b. Pendekatan Tidak Langsung 
Pendekatan ini adalah menggunakan data skunder, yaitu upaya yang di tempuh setelah 
melalui pendekatan primer. Dengan kata lain ia merupakan pengembanggan dari pendekatan 
pertama, seperti pendekatan-pendekatan ulama’, riwayat kenyataan sejarah di masa turunnya 
Al-Qur’an, pengertian bahasa dan lafaz Al-Qur’an, kaedah lafaz bahasa, kaedah-kaedah 
istinbat secara teori-teoriilmu pengetahuan. Oleh karena data yang di kemukakan terdapat 
data historis seperti hadits, riwayat sahabat, serta kenyataan sejarah di masa turunnya Al- 
Qur’an, maka sebelum di gunakan perlu proses pemeriksaan dengan kritik sejarah.
a. Pendekatan komprehensif 
Pendekatan komprehensif adalah pendekatan yang membahas objek penelitian tidak 
dari satu atau beberapa aspek tertentu saja, tetapi secara menyeluruh. Dalam hal ini, 
kandungan ayat Al-Qur’an berusaha di jelaskan dari berbagai seginya dengan 
memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai yang tercantum di dalam mushaf. 
Segala segi yang dianggap di uraikan bermula dari arti kosa kata, asbab al- nuzul, 
munasabaha al-ayat, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dengan teks atau 
kandungan ayat. 
b. Pendekatan Sektoral 
Pendekatan sektoral adalah; pendekatan yang membahas objek dengan 
memandangnya terlepas dari objek lainnya. Pendekatan ini berusaha mengkaji Al-Qur’an 
secara singkat dan global tanpa uraian panjang lebar.Arti dan maksud ayat dijalaskan 
dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan artinya tanpa menyingung hal-hal selain arti 
yang di kehandaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat 
demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf setelah di kemukakan arti-arti dalam 
kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat di pahami oleh orang yang 
ber ilmu dan awan. 
a. Pendekatan Disipliner 
Pendekatan disipliner merupakan pendekatan yang mengkaji objek dari sebuah disiplin 
ilmu. Pendekatan disipliner ini mengandung makna menggunakan konsep-konsep, asas-asas 
disiplin terkait untuk membahas masalah. 
Berikut ini adalah macam-macam pendekatan disipliner: 
1. Pendekatan Syar’i 
Pendekatan syar’i ini berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan mengeluarkan hukum-hukum 
syara’ tersebut terdapat di dalam ayat-ayat dan surat-surat yang turun di Madinah 
dengan segala macamnya seperti sholat, zakat, puasa, haji, muammalah dan sebagainya. 
Dalam dimensi sejarah, hukum-hukum tersebut secara bertahap digali, hingga sampailah 
era perhatian terhadap produk-produk istinbat. Ketika mashab-mashab telah ada di 
kalangan umat islam terjadi banyak kasus hukum. Pada akhirnya hal itu di selesaikan 
berdasarkan Al-Qur’an, al-sunnah, al-Qiyas dan al-Istihsan, maka keluarlah hukum-hukum
islam produk istinbat yang di yakini benar. Hal yang demikian terlihat dalam corak 
penafsiran ayat-ayat yang berbeda-beda, karena pendekatan kajian yang digunakan juga 
berbeda. 
2. Pendekatan Sosio Historis 
Pendekatan sosio histiris menekankan pentingnya memehami kondisi-kondisi aktual 
ketika Al-Qur’an di turunkan, dalam rangka menafsirkan Al-Qur’an pernyataan legal dan 
social-ekonomiisnya.Kesejarahan dan harfiyah, lalu memproyeksinya kepada situasi masa 
kini kemudian membawa fenomena-fenomena social kedalam naungan tujuan-tujuan Al- 
Qur’an. 
Amplikasai pendekatan kesejarahan ini menekankan pentingnya perbedaan antara tujuan 
atau “ideal moral” Al-Qur’an dengan ketentuan legal spesifiknya.Ideal-moral yang di tuju 
Al-Qur’an lebih pantas di terapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya.Jadi dalam kasus 
seperti perbudakan yang dituju Al-Qur’an adalah emansipasi budak.Sementara penerimaan 
Al-Qur’an terhadap pranata tersebut secara legal, di karenakan kemustahilan untuk 
menghapus sekatika. 
Metode pendekatan yang di tawarkan terahir ini meski tergolong baru namun semua 
unsurnya adalah tradisional, materi-materi kesejarahan-latar belakang sosio-historis Al- 
Qur’an, prilaku Nabi dan khususnya asbab al-nuzul ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat urgen 
dalam penerapan motoe tersebut semua telah dilestarikan oleh para penulis sejarah hidup 
Nabi, pengumpulan hadits, para sejarawan, serta para musafir. 
3. Pendekatan Filosofi 
Pendekatan filosofi adalah upaya pemahaman Al-Qur’an dengan cara mengabungkan 
antara filsafat dan agama atas dasar penakwilan teks-teks agama kepada makna-makna yang 
sesuai dengan filsafat. Dalam pendekatan ini ada semacam usaha-usaha untuk memaksakan 
pra-konsepsi ke dalam al-Quan atau penyalaras tradusi filsafat Yunani-Hellenis dengan Al- 
Qur’an. 
4. Pendekatan Linguistik (Riwayat dan Bahasa) 
Pendekatan linguistic atau riwayat dan bahasa ini adalah suatu pendekatan yang 
cenderung mengandalkan periwayatan dan kebahasaan.Dalam pendekatan ini, di tekankan 
pentingnya bahasa dalam memehami Al-Qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat, ketika
menyampaikan pesan-pesannya, mengikat penafsirannya dalam bingkai teks ayat-ayat 
sehinga membatasi terjerumus dalam subjektivitas berlebihan. Pendekatan ini berusaha 
menguraikan sebuah susunan kalimat dalam suatu ayat dengan memakai kalimat-kalimat 
dan huruf-huruf yang ada di dalam ayat tersebut tanpa memakai kalimat dan huruf yang 
lain. 
5. Pendekatan Multi Disipliner 
Pendekatan ini berusaha membahas dan mengkaji objek dari beberapa disiplin ilmu, 
artinya ada upaya untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an atau suatu objek dengan mengkaitkan 
dengan disiplin-disiplin ilmu yang berbeda. 
6. Pendekatan Interdisipliner 
Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan yang membahas dan meneliti objek 
harus (tidak boleh tidak) mengunakan beberapa disiplin ilmu. 
IX. PENGERTIAN MAKIYAH DAN MADANIYAH 
A. Pengertian Makiyah dan Madaniyah 
Ada beberapa definisi tentang al-Makiy dan al-Madaniy yang diberikan oleh para 
ulama, yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan oleh 
perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiy atau Madaniy sebuah surat 
atau ayat. 
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini : 
1. Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat. 
ال مْ كْ يْ مْا نْ زْ لْ بْ مْك ةْ وْل وْ بْ عْ دْ اْْل هْ جْ رْة وْال مْد نْ يْ مْا نْ زْ لْ بْ اْل مْ دْي نْ ةْْ 
ْ 
“ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, 
sedang Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”. 
Berdasarkan rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang 
dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah adalah
semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada 
rumusan ini karena tidak semua ayat Al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok 
Makiyyah atau Madaniyyah. Alasannya ada beberapa ayat Al-Qur’an yang 
dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah. 
2. Berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut. 
ال مْ كْ يْ مْا وق ع خ طابًا لِ ه ل م كةّ وال مد ن ي ما وق ع خ طابًا لِ ه ل اْل م دي ن ةْْ 
“ Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk 
Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk 
Madaniyah”. 
Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat 
yang dimulai dengan redaksiْ يْا أْيها اْلناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan 
Makkiyyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. 
Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan يا أْيها اْلذين أْمنوا (wahai orang-orang 
yang beriman) dikategorikan Madaniyyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu 
telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun kelemahan-kelemahan pada 
rumusan ini, antaa lain: 
a. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أْيها اْلناس atau .يا أْيها اْلذين أْمنوا 
Maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah 
atau Madinah. 
b. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أْيها اْلناس meski Makkiyyah 
dan yang dimulai dengan redaksi يا أْيها اْلذين أْمنوا meski Madaniyyah. 
3. Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut. 
االْامكِيُّ امانُزِال قابْال هِجْارةِ الرَّسُوْلِ , اواِنْ اكاان نُزُوْلُه بِغايْرِ امكَّةِ 
اوالْامدانِيُّ امانُزِال باعْدا اهذِهِ الْهِجْارة اواِنْ اكاان نُزُوْلُه بِامكَّة اْ
“ Makkiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun 
turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi 
hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”. 
Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan al-Makkiy dan al- 
Madaniy ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan 
ta’rif (definisi). 
A. Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat Al-Qur’an 
Pada umunya, para ulama membagi surat-surat Al-Qur’an menjadi dua kelompok, 
yaitu surat-surat Makiyyah dan Madaniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam 
menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa 
jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian 
ulama lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang 
Madaniyyah ada 30 surat. 
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat 
yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah dan ada sebagian surat lain 
yang tergolong Makiyyah atau Madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang 
lain statusnya. Surat-surat Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam : 
1. Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya 
juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyyah. 
2. Surat-surat Madaniyyah murni, yaitu surat-surat Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya 
juga berstatus Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah. 
3. Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, yaitu surat-surat yang 
sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus 
Makiyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah. 
4. Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang 
sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyyah, sehingga berstatus 
Madaniyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah. 
B. Karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah 
Para ulama telah menetapkan karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah sebagai 
berikut : 
a. Karakteristik Makiyyah
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki Makiyyah di antaranya : 
1. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata كلا Kata ini dipergunakan untuk 
memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang 
keras kepala. 
2. Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makiyyah. 
3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat 
terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang 
keduanya termasuk Madaniyyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih 
diperselisihkan. 
4. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk 
Makiyyah, kecuali surat Al-Baqarah yang tergolong Madaniyyah. 
5. Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy) ditetapkan 
sebagai Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang 
dimaksud di antaranya م ح ,سيْ ه ط ,صعْ ي هْ ك , dll 
6. Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan 
apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makiyyah ini 
menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para malaikat serta 
menggunakan argumen-argumen akal, kealaman dan jiwa. 
7. Membantah argumen-argumen kaum Musyrikin dan menjelaskan kekeliruan 
mereka terhadap berhala-berhala mereka. 
8. Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang 
hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang 
berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. 
9. Terdapat banyak redaksi sumpah dan ayatnya pendek-pendek. 
b. Karakteristik Madaniyyah 
Seperti halnya dalam Makiyyah, Madaniyyah pun mempunyai karakteristik : 
1. Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan 
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan 
dan kenegaraan, termasuk Madaniyyah. 
2. Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, 
hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyyah.
3. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk 
Madaniyyah, kecual surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya 
sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat 
tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik. 
4. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, 
seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain. 
5. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang 
dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum 
agama.
DAFTAR PUSTAKA 
Adz-Dzahaby, Muhammad Husain. At- Tafsir wal Mufassirun. Kairo : Dar el Hadits.2005. 
Ali as-Sabuniy, Mohammad . Pengantar Study Al-Qur’an. Bandung : Al Ma’arif. 1996 
Anwar, Abu. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Jakarta : Amzah. 2009 
Ash Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta : NV. 
Bulan Bintang. 1954 
Ash-shiddieqy, TM Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. 2010. 
As-Suyuthi. Al Itqon Fi Ulumil Quran. Beirut : Darul fikr. 
Bukhari, Al. Shohihul Bukhari Jilid I hadits no. 723. Imam Muslim, Shohih Muslim (Al- 
Jami’us Shohih), Jilid hadits no 34. 
Dekdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Cet. Ke II. 1989 
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Duni Iilmu. 2000. 
Hamid , Shalahuddin. Study Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara. 2002. 
Http://ardis-widi.blogspot.com/2013/11/bukti-ilmiah-keaslian-Al-Qur’an.html , Diakses 
pada tanggal 24 Desember 2013, pukul 17.45 WIB 
Husain Thabathaba'i, Allamah Sayyid Muhammad. Mengungkap Rahasia Al-Qur’an. 
Bandung : Penerbit Mizan. 1997. 
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani. 2003. 
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. Misan Bandung : cetakan V April. 1999 
Suryadilaga, M. Alfatih dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Sleman : Teras Cet. III. 2010 
Taysir Al-Ali Al-Qadir li Ikhtishar Tafsir Ibni Katsir Hlm. 6-7 
Usman, Dr. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Sukses offset. 2009 
Yusuf , M Kadar. Studi Al-Qur’an edisi kedua. Jakarta : Amzah. 2012. 
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Bina Ilmu. 1982

Contenu connexe

Tendances

Sejarah turunnya al qur'an
Sejarah turunnya al qur'anSejarah turunnya al qur'an
Sejarah turunnya al qur'anRatih Aini
 
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidin
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidinPower point SKI tentang Khulafaur-rasyidin
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidindayat7
 
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuIbanez Sofadella
 
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahPPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahtriutaribismillah
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabihqoida malik
 
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiPerbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiFaatihah Abwabarrizqi
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARIarfian kurniawan
 
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ibnu Ahmad
 
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anjuniska efendi
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumrismariszki
 
Kodifikasi al quran
Kodifikasi al quranKodifikasi al quran
Kodifikasi al quranNisa Ell
 
Makalah Asbabun Nuzul
Makalah Asbabun NuzulMakalah Asbabun Nuzul
Makalah Asbabun NuzulRisma Amalia
 

Tendances (20)

Asbabun nuzul
Asbabun nuzulAsbabun nuzul
Asbabun nuzul
 
Keotentikan al qur'an
Keotentikan al qur'anKeotentikan al qur'an
Keotentikan al qur'an
 
Sejarah turunnya al qur'an
Sejarah turunnya al qur'anSejarah turunnya al qur'an
Sejarah turunnya al qur'an
 
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidin
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidinPower point SKI tentang Khulafaur-rasyidin
Power point SKI tentang Khulafaur-rasyidin
 
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
 
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahPPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiPerbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
PPT Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
 
Nuzul al qur’an ppt
Nuzul al qur’an pptNuzul al qur’an ppt
Nuzul al qur’an ppt
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)
 
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
 
Makalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquranMakalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquran
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhum
 
Kodifikasi al quran
Kodifikasi al quranKodifikasi al quran
Kodifikasi al quran
 
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa MansukhUlumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
Ulumu-l-Qur'an Nasikh wa Mansukh
 
Makalah Asbabun Nuzul
Makalah Asbabun NuzulMakalah Asbabun Nuzul
Makalah Asbabun Nuzul
 
Makalah terbaru STUDI AL-HADIS
Makalah terbaru STUDI AL-HADISMakalah terbaru STUDI AL-HADIS
Makalah terbaru STUDI AL-HADIS
 

Similaire à MAKALAH STUDI AL-QUR'AN

Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swt
Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swtPentingya mengimani iman kpd kitab allah swt
Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swtseatea_noer
 
MAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docxMAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docxNadila Utami
 
82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-anAsr Ajah
 
Presentation agama
Presentation agamaPresentation agama
Presentation agama16juni98
 
Materi pendidikan agama islam kelas xi
Materi pendidikan agama islam kelas xiMateri pendidikan agama islam kelas xi
Materi pendidikan agama islam kelas xiVahrulDavid
 
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an fajar ramadhan alfarisi
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxStudi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxZukét Printing
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfStudi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfZukét Printing
 
Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1RifkamaliaS
 
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidupMemahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidupEloknadlifah
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanRiyan Smart
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanRiyan Smart
 

Similaire à MAKALAH STUDI AL-QUR'AN (20)

Overview Studi Al-Qur'an (SMT I)
Overview Studi Al-Qur'an (SMT I)Overview Studi Al-Qur'an (SMT I)
Overview Studi Al-Qur'an (SMT I)
 
Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swt
Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swtPentingya mengimani iman kpd kitab allah swt
Pentingya mengimani iman kpd kitab allah swt
 
MAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docxMAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docx
 
82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an
 
akhlak dan tasawuf
akhlak dan tasawufakhlak dan tasawuf
akhlak dan tasawuf
 
Ppt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'anPpt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'an
 
Presentation agama
Presentation agamaPresentation agama
Presentation agama
 
Materi pendidikan agama islam kelas xi
Materi pendidikan agama islam kelas xiMateri pendidikan agama islam kelas xi
Materi pendidikan agama islam kelas xi
 
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxStudi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfStudi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
 
Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1
 
BAB 1 QURDITS
BAB 1 QURDITSBAB 1 QURDITS
BAB 1 QURDITS
 
Iman Kepada Kitab Allah
Iman Kepada Kitab AllahIman Kepada Kitab Allah
Iman Kepada Kitab Allah
 
AL - QUR'AN.pptx
AL - QUR'AN.pptxAL - QUR'AN.pptx
AL - QUR'AN.pptx
 
Modul media
Modul  mediaModul  media
Modul media
 
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidupMemahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
 
Materi al quran 1
Materi al quran 1Materi al quran 1
Materi al quran 1
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
 

Plus de Nur Alfiyatur Rochmah

tugas Metode Penelitian Kuantitatif I
tugas Metode Penelitian Kuantitatif Itugas Metode Penelitian Kuantitatif I
tugas Metode Penelitian Kuantitatif INur Alfiyatur Rochmah
 
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganKegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganSurat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganKurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganProgram kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren Lamongan
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren LamonganBiodata Guru TK Darul Rohmah Laren Lamongan
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganData Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganNur Alfiyatur Rochmah
 
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSA
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSAUntuk para audience KOMUNIKASI MASSA
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSANur Alfiyatur Rochmah
 
PPT komunikasi massa KONSEP audience
PPT komunikasi massa KONSEP audiencePPT komunikasi massa KONSEP audience
PPT komunikasi massa KONSEP audienceNur Alfiyatur Rochmah
 

Plus de Nur Alfiyatur Rochmah (20)

LPJ Beasiswa Pemkab Lamongan 2016
LPJ Beasiswa Pemkab Lamongan 2016LPJ Beasiswa Pemkab Lamongan 2016
LPJ Beasiswa Pemkab Lamongan 2016
 
Etikan dan Hukum dalam Media
Etikan dan Hukum dalam MediaEtikan dan Hukum dalam Media
Etikan dan Hukum dalam Media
 
Sejarah Desain Grafis
Sejarah Desain Grafis Sejarah Desain Grafis
Sejarah Desain Grafis
 
tugas Metode Penelitian Kuantitatif I
tugas Metode Penelitian Kuantitatif Itugas Metode Penelitian Kuantitatif I
tugas Metode Penelitian Kuantitatif I
 
Lampiran untuk program kerja 2014
Lampiran untuk program kerja 2014Lampiran untuk program kerja 2014
Lampiran untuk program kerja 2014
 
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganKegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kegiatan pembelajaran TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganSurat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Surat keterangan TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Usulan penetapan inpassing
Usulan penetapan inpassingUsulan penetapan inpassing
Usulan penetapan inpassing
 
Lampiran surat keputusan (p)
Lampiran surat keputusan (p)Lampiran surat keputusan (p)
Lampiran surat keputusan (p)
 
Data verval
Data vervalData verval
Data verval
 
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganKurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Kurikulum baru 2014 2015 TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganProgram kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Program kerja TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren Lamongan
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren LamonganBiodata Guru TK Darul Rohmah Laren Lamongan
Biodata Guru TK Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren LamonganData Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
Data Aktif Mengajar TK Muslimat NU 05 Darul Rohmah Laren Lamongan
 
Macam macam definisi
Macam macam definisiMacam macam definisi
Macam macam definisi
 
Pernyataan dan proposisi
Pernyataan dan proposisiPernyataan dan proposisi
Pernyataan dan proposisi
 
Macam definisi
 Macam definisi Macam definisi
Macam definisi
 
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSA
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSAUntuk para audience KOMUNIKASI MASSA
Untuk para audience KOMUNIKASI MASSA
 
PPT komunikasi massa KONSEP audience
PPT komunikasi massa KONSEP audiencePPT komunikasi massa KONSEP audience
PPT komunikasi massa KONSEP audience
 
Konsep audience
Konsep audienceKonsep audience
Konsep audience
 

MAKALAH STUDI AL-QUR'AN

  • 1. TUGAS PEMBUATAN MAKALAH STUDI AL-QUR’AN BAB I – BAB IX Penyusun : Nur Alfiyatur Rochmah (B062133037) Kelas : Ilmu Komunikasi 1-F4 Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Aswadi, M. Ag. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2013
  • 2. Latar Belakang Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa wahyu, yang mana dikumpulkan pada satu mushaf mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Naas dengan perantara malaikat Jibril yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang mana jika kita membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah yang tak terhitung jumlah pahalanya. Banyak sekali sumber-sumber ilmu yang terdapat didalam Al-Qur’an, kita sendiri sebagai umat islam yang beriman perlu mengetahui pengertian dari Al-Qur’an itu sendiri. Selain itu, kita wajib memahami apa saja yang terkandung didalam Al-Qur’an, sejarah turunnya, nama-namanya, ilmu- ilmunya bahkan kita wajib untuk mempelajarinya. Mempelajari isi Al-Qur’an dapat menambah pengetahuan, wawasan, memeperluas pandangan mengenai agama islam. Lebih pentingnya lagi, kita lebihyakin akan keunikan isinya yang menunjukkan betapa Maha Besarnya Allah sebagai Maha Cipta semua yang ada di bumi ini. Al-Qur’an diturunkan di bumi ini dalam bentuk bahasa Arab. Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa Arab adalah suatu bahasa yang tidak mudah untuk dipelajari karena beragam dan banyaknya variasi bentuknya. Banyak orang yang bisa membaca Al-Qur’an, akan tetapi banyak pula yang tidak bisa memahami dan menafsirkan kandungan dari Al- Qur’an itu sendiri. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al- Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi dari kandungan Al-Qur’an, diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai orang islam bisa dengan mudah mengenal lebih jauh tentang isi sekaligus arti dari ayat suci tersebut. Kita sebagai umat islam wajib mengetahui sejarah turunnya Al-Qur’an itu sendiri. Selain itu, kita harus memahami apa yang terkandung didalam Al-Qur’an. Didalam makalah ini, kita akan membahas semua persoalan-persoalan yang menyangkut dengan sejarah turunnya Al-Qur’an serta isi kandungan yang ada didalam Al- Qur’an. Dengan tujuan, kita dapat mengetahui sekaligus memahami kandungan yang ada didalam Al-Qur’an. Objek, metode dan tujuan dari Ulumul Qur’an, kita akan memepelajari hal-hal yang berhubungan dengan Ulumul Qur’an.
  • 3. Pada dasarnya Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam sampai akhir zaman. Oleh karena itu, marilah kita mengenal lebih jauh apa yang menjadi objek Al-Qur’an sehingga banyak ilmu tentang Al-Qur’an yang lebih kita kenal dengan Ulumul Qur’an. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi-generasi islam supaya lebih mengenal semua yang ada didalam Al-Qur’an. Surabaya, 24 Desember 2013 (Nur Alfiyatur Rochmah)
  • 4. I. Sejarah Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu Al-Qur’an A. Pengertian Al-Qur’an dan Sejarah Al-Qur’an Kata “Al-Qur’an“ menurut bahasa mempunyai arti bacaan atau yang dibaca. Al- Qur’an merupakan “mashdar” yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu “maqru yang berartikan yang dibaca” Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Al-Qur’an menurut istilah adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan perantaraan malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasulullah bahwasannya dia adalah utusan Allah SWT, sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus sebagai ibadah bila dibaca. Al- Qur’an disusun diantara dua lembar, diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Naas, yang sampai kepada kita secara teratur (tidak terputus) secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke generasi, terpelihara dari adanya perubahan dan penggantian yang dibenarkan dengan firman Allah SWT : (QS.Al-Hijr ayat 9)1 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” Menurut istilah ahli agama (‘uruf Syara’), Al-Qur’an merupakan “Nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mashhaf” (1) 1Prof. Dr. Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta; Pustaka Amani, 2003), hlm 17.
  • 5. Al-Qur’an menurut pendapat ahli kalam, ialah : yang ditunjuk oleh yang dibaca itu, yakni “ kalam azali yang berdiri pada dzat Allah yang senantiasa, bergerak (tak pernah diam) dan tak pernah ditimpa sesuatu bencana”.2 Dari definisi di atas terdapat lima bagian penting: 1. Al-Qur’an adalah firman Allah SWT (QS 53:4), wahyu yang datang dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Maka firman-Nya (Al-Qur’an) pun menjadi mulia dan agung juga, yang harus diperlakukan dengan layak, pantas, dimuliakan dan dihormati. 2. Al-Qur’an adalah mu’jizat. Manusia tak akan sanggup membuat yang senilai dengan Al-Qur’an, baik satu mushaf maupun hanya satu ayat. 3. Al-Qur’an itu diturunkan ke dalam hati Nabi SAW melalui malaikat Jibril AS (QS 26:192). Hikmahnya kepada kita adalah hendaknya Al-Qur’an masuk ke dalam hati kita. Perubahan perilaku manusia sangat ditentukan oleh hatinya. Jika hati terisi dengan Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan mendorong kita untuk menerapkannya dan memasyarakatkannya. Hal tersebut terjadi pada diri Rasululullah SAW, ketika Al- Qur’an diturunkan kepada beliau. Ketika A’isyah ditanya tentang akhlak Nabi SAW, beliau menjawab: Kaana khuluquhul qur’an; akhlak Nabi adalah Al-Qur’an. 4. Al-Qur’an disampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an dihafalkan dan ditulis oleh banyak sahabat. Secara turun temurun Al-Qur’an itu diajarkan kepada generasi berikutnya, dari orang banyak ke orang banyak. Dengan cara seperti itu, keaslian Al- Qur’an terpelihara, sebagai wujud jaminan Allah terhadap keabadian Al-Qur’an. (QS 15:9). 5. Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah, berpahala besar di sisi Allah SWT. Nabi bersabda: “Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, laam satu huruf, miim satu huruf dan satu kebaikan nilainya 10 kali lipat” (al-Hadist). B. Sejarah Pembukuan Dan Pambakuan Al-Qur’an Jika ditelusuri sejarah Al-Qur’an, mulai diterima oleh Nabi Muhammad SAW sampai kepada pertumbuhan dan perkembangan berikutnya, maka terdapat tiga tahap 2M. hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta ; NV. BulanBintang, 1954) Hlm 1-2
  • 6. pembukuan Al-Qur’an, yaitu pada masa Nabi, Abu Bakar dan Utsman bin Affan. Ketiga tahap pembukuan ini mempunyai ciri, karakter, tujuan serta latar belakang yang berbeda.  Pada Masa Rasulullah SAW .Pada masa Rasulullah, Al-Qur’an ‘setiap kali diturunkan’ ditulis dan dihafal oleh para sahabat. Tidak ada ayat yang berlalu begitu saja, kecuali semuanya mereka hafal dan mereka tulis. Penulisan Al-Qur’an pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk Nabi sebagai sekretaris wahyu, di mana naskah yang ditulis itu spesial untuk Nabi. Akan tetapi, masing-masing sahabat yang pandai menulis, juga menulis Al-Qur’an untuk pribadinya, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib.3 Pada masa ini untuk menulis teks Al-Qur’an sangat terbatas, sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun Al-Qur’an sudah tertulis pada masa Nabi, tapi Al-Qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf. Karena pada saat itu memang sengaja dibentuk hafalan yang tertanam didada para sahabat. Sedangkan untuk penulisannya tidak dibukukan dalam satu mushaf, dikarenakan Rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang di mansukh oleh ayat yang lain, apabila Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi. Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwasannya kebiasaan Nabi Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, jadi ketika masa Rasulullah seluruh Al-Qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.4  Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah Rasulullah wafat pada tahun ke-11 H, para sahabat secara aklamasi meilih Abu Bakar untuk memegang tampuk pemerintahan sekaligus menjadi khalifah. Pada awal permerintahannya Abu bakar, banyak menghadapi persoalan diantaranya banyaknya orang islam yang murtad, munculnya gerakan anti zakat dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi yang dopelopori oleh Musailamah al-kaddab. Akhirnya dengan jiwa kepemimpinannya Umar mengirim pasukan untuk memeranginya. Tragedi ini dinamakan perang YAMAMAH (12 H), yang menewaskan sekitar 70 para Qori’ dan Huffadz,(penghafal Al-Qur’an), dari sekian banyaknya para 3 Dr. Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 37 4 Ibid., hlm 37-38
  • 7. huffadz yang gugur, Umar khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar mengusulkan pada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf. Pada awalnya Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa Rasulullah, akhirnya dengan dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an, Umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi Allah ini adalah baik “, dengan terpaksa dan terbukanya hati Abu Bakar, akhirnya usulan Umar diterima. Dan kemudian Abu bakar membentuk sebuah tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit yang dibantu oleh beberapa orang sahabat yaitu, Umar bin Khattab, Ubay bin Al-Ka’ab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Salim bin Ma’qi. Mulanya Zaid bin Tsabit juga menolak akan ajakan Umar bin Khattab dikarenakan pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, sebagaimana Abu Bakar menolaknya untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Alasan Umar agar segera membukukan Al-Qur’an agar tetap terjaga eksistensinya ditengah-tengah umat. Ada 2 rambu-rambu yang dipegang oleh Zaid bin Tsabit dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua : (1) ayat-ayat Al-Qur’an tersebut ditulis dihadapan Rasulullah, (2) ayat-ayat yang ditulis tersebut harus di hafal harus juga dihafal oleh para sahabat pada masa itu. Dan Umar tidak menerima ayat dari seseorang tanpa terlebih dahulu dibuktikan kebenarannya oleh dua orang saksi. Maka sejak itu panitia yang dibentuk oleh Abu Bakar mulai menyusun dan mengumpulkan dari pelepah kurma, tulang-tulang, batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga ia dapatkan akhir dari surah At-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak ia temukan dari yang lainnya, yaitu QS. At-Taubah : 128. Karena sangat telitinya, sampai pengambilan di akhir surah At-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa surah At- Taubah tersebut ditulis dihadapan Rasulullah, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah. Setelah kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil, barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut. Akhirnya, selesai sudah tugas pengumpulan Al-Qur’an yang sangat berat akan tetapi sangat mulia nilainya. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini bukan untuk ditulis dalam satu mushaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis dihadapan Rasulullah SAW ke dalam satu tempat.
  • 8. Lembaran-lembaran Al-Qur’an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada di Umar bin Khattab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu’min Hafshah binti Umar sesuai wasiat Umar bin Khattab.  Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah semakin luas, banyak orang non-Arab memeluk Islam. Sampai Tripoli Barat, Armenia dan Azarbajian. Pada waktu itu islam tersebar dibeberapa wilayah Afrika, syiria dan Persia. Para penghafal Al- Qur’an akhirnya tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru yaitu silang pendapat dikalangan kaum muslim mengenai bacaan (qira’at) Al-Qur’an. Akhirnya sahabat Nabi yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman terkejut melihat terjadinya perbedaan dalam membaca Al-Qur’an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca Al-Qur’an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab, mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca Al-Qur’an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan diantara sesame muslim. Perbedaan tersebut juga terjadi antar penduduk Kufah dan Basrah. Karena penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud sedangkan penduduk Basrah membaca qiraat Abu Musa. Sekitar tahun 25 H, datanglah Hudzaifah menghadap Amirul Mu’minin Utsman bin Affan di Madinah. Kemudian Hudzaifah berkata “wahai Amirul Mu’minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang kitab (Al-Qur’an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani”. Adanya perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an bukan barang baru, sebab Umar sudah mengantisipasinya bahaya ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibnu Mas’ud ke Irak, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan Al-Qur’an dalam dialek Hudhail (sebagaimana Ibnu Mas’ud mempelajarinya), dan Umar tampak naik pitam. Kemudia Umar berkata “sesungguhnya Al-Qur’an telah turun dalam dialek Quraisy, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraisy, bukan menggunakan dialek Hudhail” Selanjutnya Utsman mengutus seseorang datang kepada Hafshah agar mengirimkan lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin kedalam beberapa mushaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi. Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembarn Al-Qur’an kepada Utsman.
  • 9. Khalifah Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash dan Abdurahman bin Harits bin Hisyan untuk menyakinnya kedalam beberapa mushaf. Sedangkan untuk penulisannya diserahkan kepada Zaid bin Tsabit karena dia merupakan penulis dizaman Rasulullah SAW, untuk yang membacakan agar mudah untu diketiknyya kembali dipilih Said bin al-‘Ash, karena dia paling pintar bahasa arabnya. Ada dua hal yang membedakan mushaf yang ditulis pada masa Utsman ini dengan mushaf-mushaf yang ada sebelumnya, yaitu susunan surah dan qira’at.5 Saat proses penyalinan mushaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”. Seperti diketahui, yang membacakannya adalah Said bin al-‘Ash dan yang menulisnya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan dihadapan para sahabat. Ketika Said bin al-‘Ash membacakan kata at- Taabuut maka Zaid bin Tsabit menulisnya Sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at- Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menulisnya. Tetapi anggota tim lain memeberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis didalam lembaran-lembaran Al-Qur’an dengan Ta’ Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Lalu Zaid memandang perlu menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran Al-Qur’an yaitu Ta’Maftuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang Quraisy, lagipula Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Demikianlah akhirnya, mereka tidak mempersoalkan mengenai perbedaan pendapat antara satu dengan yang lainnya, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran Al-Qur’an dan bukan berdasarkan ijtihad mereka. Hasil kerja tersebut berjudul empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga diantaranya dikirim ke Syam, Kufah dan Basrah sedangkan satu mushaf ditinggal di Madinah untuk Utsman sendiri yang dikenal sebagai al Mushaf al Imam. Ada juga riwayat yang mengatakan bahwa jumlah pengadaan mushaf sebanyak lima buah, ada juga riwayat yang mengatakan sembilan buah. Naskah Al-Qur’an yang berbeda dengan naskah Mushaf Utsmani ini dimusnahkan guna menghindari perpecahan.6 C. Jumlah Surat Dan Ayat-Ayat Al-Qur’an Mengenai Jumlah Ayat Al-Qur’an memang terjadi perbedaan pendapat ulama, namun untuk jumlah ayat Al-Qur’an dengan mushaf ustmani yang ada pada umat muslim 5 Adnan Muhammad Zarzur, ‘Ulum Al-Qur’an, hlm 90 6 Dr. kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 39
  • 10. saat ini, berikut adalah jumlahnya berdasarkan hitungan saya dengan metode menjumlahkan jumlah ayat dalam setiap surat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an terdiri dari 114 Surat dan 6.236 Ayat. D. Nama-Nama Al-Qur’an Dan Surat Al-Fatihah Sesuai dengan keanekaragaman Al-Qur’an yang menyentuh segala macam sisi-sisi kehidupan manusia. Berikut adalah nama –nama lain Al Qur’an 1) Al-Furqan. Al-Qur’an juga disebut Al-Furqan, yaitu pembeda antara yang hak dan yang batil. “Dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Anfal 41) 2) Al-Burhan. Artinya ialah bukti yang menunjukkan kebenaran. ”Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An-Nisaa 174) 3) Al-Kitab Artinya tulisan atau buku. “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah 2) 4) Al-Huda. Artinya petunjuk Artinya: “Dan sesungguhnya ketika kami (jin) mendengar petunjuk (Al Qur’an), kami beriman kepadany. Maka barangsiapa beriman kepadaTuhan maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa.”(QS.Al-Jin[72]:13)
  • 11. 5) Adz-Zikir Artinya pemberi peringatan. ”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr 9) 6) Al-Mau’idhah Artinya pelajaran atau nasihat. Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus 57) 7) Al-Hukm Peraturan atau hukum. Artinya : “Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab[776]. dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, Maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Ar-Ra’d 37) 8) Al-Hikmah Kebijaksanaan. “Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. dan janganlah kamu Mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam Keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. Al- Israa’ 39) 9) At-Tanzil Yang diturunkan. “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.” (QS. Asy-Syura 192)
  • 12. 10) Ar-Rahmat Karunia. “Dan Sesungguhnya Al qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Naml 77) 11) Ar-Ruh Al Qur’an disebut juga Ar-Ruh karena ia mampu menghidupkan akal pikiran dan membimbing manusia kepada jalan yang lurus. “Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura 52) 12) Al-Bayan Penerang. Artinya : “inilah (Al Quran) adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran 138) 13) Al-Kalam Ucapan atau firman. “dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At-Taubah 6)
  • 13. 14) Al-Busyraa. Kabar gembira. “Katakanlah: " Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An-Nahl 102) 15) An-Nur. Cahaya “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)". (QS. An-Nisaa 174) 16) Al-Bashair Pedoman “Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (QS. Al-Aljatsiyah 20) 17) Al-Balagh Penyampaian atau kabar. “(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Ibrahim 52) 18) Al-Qaul Perkataan.
  • 14. Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menyampaikan perkataan ini (Al Qur’an) kepada mereka agar mereka selalu mengingatnya.” (QS Al Qasas [28] 51)7 Berikut nama lain surat Al-Fatihah yang disebutkan dibeberapa kitab tafsir, diantaranya:  Fatihatul Kitab dan Fatihatul Qur’an Nama ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shomit, bahwa Rasulullah bersabda: الَ اصالَةا لِامنْ لامْ ياقْارأْ بِفااتِاحةِ الْكِتااب “Tidak ada (tidak sah) sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab” Imam Fakhruddin Ar-Rozi mengatakan bahwa nama ini diberikan sebab al-Fatihah menjadi pembuka dalam mushaf, dalam kegiatan pengajaran, dan bacaan pertama dalam shalat. Ada pula yang berpendapat bahwa ia disebut demikian karena menjadi pembuka setiap perkataan.  Ummul Qur’an Dari Abu Hurairah bahwa rasulullah bersabda, االْاحمْدُ لِِلِ أُمُّ الْقُرْأانِ اوأُمُّ الْكِتاابِ اوالسَّبْعُ الْامثاانِي “Al-hamdu lillahi (surat Al-Fatihah) adalah induk Al-Qur’an, induk Al-Kitab dan tujuh (ayat) yang diulang-ulang.” Imam Az-Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasysyaf mengatakan, “Ia dinamakan Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an) karena surat ini mencakup seluruh makna-makna yang terdapat di dalam Al-Qur’an, mulai dari pujian terhadap Allah, menghamba pada-Nya dengan menunaikan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta adanya janji dan ancaman dari Allah” Surat ini dinamakan sebagai “induk” atau “ibu” (umm), karena kata umm bermakna ashl (pangkal). Ia merupakan pangkal kaidah-kaidah atau pondasi Al-Qur’an di mana seluruh hukum berporos padanya. 7Drs. H. M. lmahuddin Hamid, MA., Study Ulumul Qur’an, ( Jakarta, PT. Intimedia Cipta Nusantara, 1 Juli 2002), Hlm 23-24
  • 15.  Suratul Hamd Dinamakan demikian karena di dalamnya disebutkan kata al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. Kata ini sering dibaca sebagai ungkapan rasa syukur dan bentuk pujian terhadap Allah SWT.  Suratush Sholah Surat ini disebut ash-sholah karena ia dibaca dalam sholat minimal 17 kali sehari. Al- Fatihah merupakan bagian pokok dari rukun sholat, yang mana sholat tersebut tidak sah jika tidak membaca surat al-Fatihah.  Suratusy Syifa’ Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Darimi dari Abdul Malik bin Umair, bahwa Rasulullah saw bersabda: فِيْ فااتِاحةِ الْكِتاابِ شِفااءٌ مِنْ كُ لِ داا ء “Dalam Fatihatul Kitab (Al-Fatihah) terdapat penawar dari segala penyakit”  Suratur Ruqyah Ada yang berpendapat bahwa letak ruqyah tersebut terletak dalam firman Allah SWT : إِيَّااك ناعْبُدُ اوإِيَّااك ناسْتاعِيْنُ “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” (Al-Fatihah: 5) Namun, ulama yang lain menegaskan bahwa seluruh isi surat tersebut adalah ruqyah (jampi).  Asasul Qur’an Imam Fakhruddin Ar-Rozi mengatakan bahwa surat ini dinamakan sebagai asa Al- Qur’an karena pertama, ia merupakan surat pertama dalam Al-Qur’an sehingga ia seperti pondasi. Kedua, mengandung tuntutan yang mulia. Dan ketiga, ibadah yang paling utama setelah iman yaitu shalat. Yang mana di dalam shalat wajib membaca Asasul Qur’an ini.  As-Sab’ul Matsani Dinamakan as-sab’u (tujuh) karena surat ini berisi tujuh ayat. menurut Ar-Rozi, setiap ayat al-fatihat sebanding dengan sepertujuh kandungan Al-Qur’an. Orang yang membaca fatihah sama dengan membaca seluruh isi Al-Qur’an. Sedangkan disebut al-matsani karena ia selalu diulang pada setiap rakaat shalat. Ada juga yang berpendapat tentang penamaan al-Matsani karena ayat ini diturunkan sebanyak dua kali yaitu di Mekkah dan Madinah.
  • 16.  Al-Qur’anul Azhim Disebut sebagai Al-Qur’an yang Agung karena suat ini berisi pjian kepada Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya.  Suratul Kafiyah Dinamakan sebagai suratul kafiyah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muhammad bin Kholad Al-Iskandaroni bahwa nabi saw bersabda: “Ummul Qur’an (Al-Fatihah) itu pengganti dari yang lainnya, sedangkan yang lainnya tidak akan bisa menggantikannya.” Artinya, surat ini lebih mencukupi dari segi makna dan kandungan daripada surat-surat yang lainnya. E. Kelompok Surat Makiyyah Dan Madaniyyah Dalam mendefinisikan surah makkiyah dan madaniyah, terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama, sebagian mendefinisikan berdasarkan tempat, sebagian lain berdasarkan mukhatab (orang yang diajak bicara) dan ada juga yang berdasarkan waktu.8  Definisi berdasarkan tempat : makki adalah ayat al-qur`an yang di turunkan di Makkah walaupun Nabi hijrah ke Madinah, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah adalah termasuk surah Makkiyah. Sedang Madani adalah ayat-ayat al-qur`an yang di turunkan di Madinah, seperti surah turun Uhud dan Badar adalah termasuk dalam ayat Madaniyah. Contoh ayat yang di turunkan selain Mekah dan Madinah diantaranya : Artinya : “Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu: “adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang maha pemurah?” (QS. Az-Zaukhruf [43]:45) Ayat ini di turunkan di Bait Al Maqdis ketika malam isra` mi`raj. Maka definisi ini tidak bisa merengkuh istilah Makki dan Madani secara komprehensif, Karena itulah para ulama tidak menyebut definisi ini sebagai definisi yang ideal.  Definisi berdasarkan mukhatab : makki adalah ayat-ayat berbicara dengan orang-orang Makkah. Sedangkan Madani adalah ayat-ayat yang berbicara dengan penduduk Madinah. Berdasarkan definisi ini maka ulama mengatakan, setiap ayat yang diawali dengan lafadz; ياأيهاالناس Adalah Makki karrena mayoritas penduduk Mekah ketika itu belum beriman (Kafir) dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW., dan ayat 8 Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar. Ulumul Qur`an, (Ciputan Jakarta Selatan), hlm. 54.
  • 17. yang diawali dengan lafadz: ياأيهاالذين آمنوا Adalah Madani karena mayoritas penduduk Madinah sudah beriman. Beberapa ulama sepakat dengan pendapat ini juga memasukkan ayat yang dimulai dengan lafazd يآبني آدم ke dalam ayat Makkiyah. Abu Ubaid misalnya, meriwayatkan dalam kitabnya, Fidha`il Al-Qur`an, dari Maimun bin Mahran, dia berkata : “Setiap ayat dalam Al-qur`an yang ada lafadz ) يآأيها الناس ( atau ( (يآبني آدم adalah Makkiyah, dan setiap ayat yang ada lafadz يآأيها الذين آمنو adalah Madaniyah.9 Kedua, pembaagian ini tidak berlaku bagi setiap ayat yang ada dalam Al Qur`an, karena ada juga ayat-ayat Makkiyah yang di awali dengan ( يآأيها الذين آمنو ). Begitu pula sebaliknya, ada ayat-ayat Madaniyah yang diawali dengan ( يآأيها آلناس ). Contohnya adalah surat An Nisa` adalah Madaniyah tetapi pada awal surat ini Allah berfirman: يآ أيها الناس اتقوا ربكم.......الآية  Definisi berdasarkan waktu : Makki adalah ayat-ayat yang Al Qur`an yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sedangkan madani adalah ayat-ayat Al Qur`an yang turun setelah Nabi hijrah ke Madinah. Berdasarkan definisi ini maka setandar sebuah ayat dapat dikatakan sebagai makkiyah dan Madaniyan adalah waktu hijrah, tanpa melihat tempat atau orang yang diajak bicara (mukhatab) oleh ayat tersebut. Begitu pula dengan ayat: إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها termasuk dalam ayat Madaniyah walaupun ia diturunkan di Mekah ketika fathu Mekah, begitu pula ayat-ayat yang diturunkan ketika Rasul SAW bepergian, seperti pembukaan surat Al-Anfal yang diturunkan di Badar juga ayat Madaniyah bukan Makkiyah karena ayat tersebut diturunkan setelah Nabi hijrah. Ciri-ciri dari gaya bahasa dan tema surah-surah yang termasuk ke dalam kelompok Makkiyah diantaranya : 1) Ayat dan surah-surahnya pendek dan ringkas serta memiliki kesamaan cara penyampaian atau gaya bahasanya. 2) Ayat atau surah-surahnya berisikan seruan tentang dasardasar keimanan kepada Allah SWT, masalah wahyu, alam gaib, hari akhir, serta gambaran tentang surga dan neraka. 3) Berisikan tentang seruan untuk memegang teguh akhldq al-karimah dan istiqamah dalam berbuat kebaikan. 9 Ibid,. Hlm. 56
  • 18. 4) Berisikan tentang perlawanan terhadap kaum musyrik dan memberantas cita-cita mereka. 5) Surah-surahnya banyak diawali dengan kalimat "wahai manusia" dan tidak menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang beriman". Yang perlu diperhatikan adalah bahwa surah al-Hajj adalah suatu pengecualian. Karena pada ayat-ayatnya, surah itu menggunakan kalimat "wahai orang-orang yang beriman", padahal ayat ini termasuk ke dalam surah Makkiyah. Ciri-ciri yang lima itulah yang merupakan ciri-ciri mayoritas yang terdapat dalam surah Makkiyah. Adapun ciri-ciri umum surah Madaniyah adalah : 1) Susunan ayat dan surah-surahnya panjang. 2) Bukti-bukti kebenaran dan dalil-dalil yang dipergunakan lebih mengutamakan kebenaran-kebenaran agama. 3) Di dalamnya berisikan tentang perlawanan terhadap Ahlulkitab dan seruan kepada mereka agar tidak berlebih lebihan dalam menjalankan syariat agama mereka. 4) Banyak bercerita tentang orang-orang munafik dan problema-problema yang disebabkan karena mereka. 5) Lebih banyak mengutarakan tentang sanksi-sanksi, hukum waris, hak dan aturan-aturan politik, sosial dan negara. II. KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN DAN PEMBUKTIANNYA A. Kemukjizatan Al-Qur’an Definisi mukjizat Kata “Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa Arab أعجز yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”, sedangkan ة“” ta’ marbutah pada kata معجزة menunjukkan makna mubalaghoh (superlative)10. Menurut kamus besar Purwo Darminto adalah “kejadian ajaib/luar bisaa yang sukar dijangkau oleh kemampuan manusia”11. Sedangkan menurut pakar agama Islam adalah “suatu hal atau peristiwa luar bisaa yang terjadi melalui seorang yang disebut Nabi, sebagai bukti 10 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Misan Bandung : cetakan V April 1999), hlm 23 11 Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, Cet. Ke II 1989), hlm 596
  • 19. kenabiannya yang di tantangkan pada yang meragukan, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut”.12 Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan bahwa pengertian “Kelemahan” secara umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, sehingga nampaklah kemampuan dari “mu’jis”(sesuatu yang melemahkan). Dan kata I’jas dalam konteks ini adalah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab beserta generasi-generasi setelahnya untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi( Al-Qur`an). hal ini didasarkan pada bahwa kata “mukjizat” tidak ditemukan dalam Al-Qur’an melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti inilah yang luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya. Diantara bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. Dilihat dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna yang luar biasa baik dilihat dari pemilihan kata, kalimat maupun hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat kominikatif lagi fenomenal. Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta frora dan faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al- Qur`an sejalan dengan rasio dan akal manusia. Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, yang menempatkannya sebagai ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai dari hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya. Peristiwa-peristiwa tersebut sengaja dihadirkan oleh Tuhan agar manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai yang terkandung didalamnya. 12 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Misan Bandung : cetakan V April 1999), Hlm 23
  • 20. Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk hukum secara kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah akidah, agama, sosial, pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz keadilan dan keseimbangan, baik secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat atau manusia sebagai indifidu, social masyarakat atau dengan Tuhannya. B. Bukti Ilmiah Kemukjizatan Al-Qur’an Istilah Al I’jaz Al ‘Ilmiy (kemukjizatan ilmiah) Al Qur’an mengandung makna bahwa sumber ajaran agama tersebut telah mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, dan terbukti tidak dapat dicapai atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman Rasulullah saw.13 Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam Al Qur’an dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al Qur’an (yang lebih dahulu daripada temuan ilmiah) dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan mukjizat yang lain agar keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mempunyai akal dan hati bersih atau orang yang mau mendengar. Beberapa dalil kuat telah membuktikan bahwa Al Qur’an tidak mungkin datang, kecuali dari Allah. Buktinya tidak adanya pertentangan diantara ayat-ayatnya, bahkan sistem yang rapi dan cermat yang terdapat di alam raya ini juga tidak mungkin terjadi, kecuali dengan kehendak Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan cermat.14 Sudah banyak buku yang menulis bukti-bukti ilmiah keaslian Al-Qur’an sebagai firman Tuhan. Banyak juga ilmuwan yang menemukan bukti ilmiah baru tentang kemukjizatan Al-Qur’an, salah satu diantaranya adalah : Dr. Keith L. Moore Dia adalah seorang ilmuwan ahli embriologi terkenal dari Amerika. Suatu hari ia membaca artikel bahwa Al-Qur’an menjelaskan ihwal pertumbuhan janin dari masa pembuahan sampai lahir. Saat itu Dr. Keith L. Moore hampir tidak percaya. Sebab, menurutnya, pengetahuan embriologi baru diketahui oleh manusia belakangan ini, terutama 13 Prof.Dr.Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al Qur’an, terjemahan dari buku Rahiq Al-Ilmi wa Al-Iman, hlm.23 14 Ibid,. hlm 23
  • 21. sejak ditemukannya mikroskop dan piranti-piranti canggih ilmu kedokteran modern lainnya. Untuk membuktikan kebenaran tulisan itu, Dr. Keith L. Moore lalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Akhirnya, ia terkagum-kagum kepada Al-Qur’an. Ternyata benar, Al-Qur’an memuat ayat-ayat yang menjelaskan tentang embriologi secara lengkap dan tuntas. Dr. Keith L. Moore mengatakan, “Apa yang tercantum dalam Al-Qur’an itu sungguh tidak mungkin terjangkau oleh pengetahuan medis pada abad ke-7 Masehi, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam. Ini suatu mukjizat.” Berdasarkan temuan ilmiah itulah Dr. Keith L. Moore kemudian masuk Islam dan menjadi seorang Muslim yang saleh. Dr. Keith L. Moore kemudian aktif menangani publikasi Perhimpunan Medika Islam Amerika Utara, Downers’ Grove, Illinois, USA. Tanpa keraguan sedikit pun, Dr. Keith L. Moore mengatakan bahwa rujukan ilmiah tentang perkembangan dan proses reproduksi manusia tersebar di beberapa ayat Al-Qur’an. Diawali dari surah Az-Zumar: 6, keyakinan Dr. Keith L. Moore mendapatkan pondasi ilmiah yang kukuh. Ditambah dengan surah Al-Mu’minun: 13-14. Lalu, ia menelusuri surah Al-Hajj: 5. Menurut D. Keith L. Moore, penggambaran tentang fetus, yaitu embrio yang telah berkembang di dalam uterus, baru muncul pertama kali pada abad ke-15 oleh Leonardo da Vinci. Memang jauh sebelumnya pada abad ke-2, Galen pernah menggambarkan plasenta dan selaput-selaput janin dalam buku On the Formation of the Foetus. Tetapi, itu jauh berbeda dengan yang diuraikan pada abad ke-7. Ketika itu, para ahli medis sudah tahu bahwa embrio manusia berkembang di dalam uterus, hanya saja tak seorang pun yang mengetahui bahwa perkembangan itu berlangsung secara bertahap. Bahkan, pada abad ke- 15 pun belum didiskusikan, apalagi digambarkan. Setelah mikroskop ditemukan oleh Leeuwenhook pada abad ke-16, barulah penjelasan tentang tahapan permulaan embrio ayam diselidiki para ahli. Pengetahuan tentang penahapan embrio manusia dan bentuknya setiap tahap tidak terbayangkan hingga abad ke-20 ketika Streeter (1941) dan O’Rahilly (1972) mengembangkan sistem penahapan yang pertama kali. Apalagi, tentang tiga lipat kegelapan yang ternyata maksudnya adalah tiga lapisan, yaitu dalam lapisan dinding perut, dinding rahim, dan selaput janin. Al-Qur’an menjelaskan: Kemudian Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan alaqah (sesuatu yang melekat), lalu sesuatu
  • 22. yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. Jika dicermati lebih dalam, sebenarnya alaqah dalam pengertian etimologis yang biasa diterjemahkan dengan segumpal darah juga bermakna kepada pengisap darah, yaitu lintah. Padahal, tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika embrio berada pada tahap itu, yaitu 7-24 hari, selain seumpama lintah yang melekat dan menggelantung di kulit. Embrio itu seperti mengisap darah dari dinding uterus karena memang demikianlah yang sesungguhnya terjadi, embrio itu makan melalui aliran darah. Itu persis seperti lintah yang mengisap darah. Janin juga begitu, sumber makanannya adalah dari sari makanan yang terdapat dalam darah sang ibu. Ajaibnya, jika embrio janin dalam tahap itu diperbesar dengan mikroskop, bentuknya benar-benar seperti lintah. Mungkinkah saat itu Muhammad sudah memiliki pengetahuan sedemikian dahsyat tentang bentuk janin yang seperti lintah, lalu menulisnya dalam sebuah buku. Padahal, saat itu belum ditemukan mikroskop dan lensa. Karena itu, pengetahuan tentang embrio manusia yang mirip lintah, yang dijelaskan oleh Al-Qur’an tidak mungkin bersumber dari akal manusia. Jelas itu adalah pengetahuan dari Tuhan, wahyu dari Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.15 III. TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL A. Terjemah Tafsir Dan Ta’wil Tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang metode mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun dari hal-hal yang melengkapinya. Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalaam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya, bahwa jadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena 15 http://ardis-widi.blogspot.com/2013/11/bukti-ilmiah-keaslian-Al-Qur’an.html , Diakses pada tanggal 24 Desember 2013, pukul 17.45 WIB
  • 23. setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT. Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal. Adapun mengenai arti takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Kata sebagian ulama : “Ta‘wil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya, yakni menerangkan apa yang dimaksud daripadanya.” Sebahagian yang lain berkata : “Ta‘wil ialah menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafadh.”16 Perbedaan antara keduanya dapat dipaparkan di bawah ini. 1. TAFSIR  Pemakaiannya banyak dalam lafazh- lafazh dan mufradat  Jelas diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih  Banyak berhubungan dengan riwayat  Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas)  Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki. 2. TAKWIL  Pemakaiannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat  Kebanyakan diistinbath oleh para ulama  Banyak berhubungan dengan dirayat  Digunakan dalam ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas)  Menerangkan hakikat yang dikehendaki17 Terjemah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya. Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti: 16 Dr. kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an edisi k edua, (Jakarta : Amzah, 2012) hlm 123 17 Ibid,. hlm. 126
  • 24. 1). Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. 2). Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya. Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam terjemah, baik terjemah harfiyah maupun terjemah tafsiriyah adalah: 1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa terjemahnya; 2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari kedua bahasa tersebut; 3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki oleh bahasa pertama; 4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut. IV. FAWATIH AL-SUWAR DAN KHAWATIM AL-SUWAR A. Aneka Bentuk Fawatih Dan Khawatim Al-Suwar Dalam Al-Qur’an Secara etimilogis, Fawatih Al-Suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya berada di awal surat-surat dalam Al Qur’an. Manna Khalil Al Qhatthan dalam kitabnya Mabahits fi ulumil Qur’an mengidentikan fawatihus suwar dengan huruf-huruf yang terpisah (Al ahruful muqotho’ah). Macam-macam Fawatih al-Suwar 1) Pembukaan dengan pujian kepada Allah Menetapkan sifat-sifat terpuji Memakai lafadz Hamdalah (ِ الاحمدُ لِل ), yang terdapat pada 5 surat, yakni al- Fatihah, al- An’am, al-Kahfi, Saba’, dan Fathir.
  • 25. Memakai lafadz Tabaraaka ( تبارك ), terdapat dalam surat al-Furqon dan al-Mulk. Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif dengan menggunakan lafadz tasbih يسبحسبحسبحن) ), terdapat dalam 7 surat, yakni surat al-Isra’, al-A’la, al-Hadid, al- Shaff, al-Hasyr, al-Jumuah, al-Taghobun. 2) Pembukaan dengan huruf yang terputus-putus (Hurf al-Muqotho’ah) Terdiri dari satu huruf, Terdapat dalam 3 surat, yakni QS. Shood ( ص), QS. Qoof ( ق), dan QS. al-Qolam ( .(ن Terdiri dari dua huruf Rangkaian huruf ha’ dan mim ( حم ) terdapat dalam 6 surat, yakni QS. Ghofir, QS. al- Sajadah, QS. al-Zuhuf, QS. al_dukkan, QS. al-Jastiyah, dan QS. al-Ahqof. Rangkaian huruf tho’ dan ha’ ( طه ) terdapat dalam QS. Thoha. Rangkaian huruf tho’ dan sin ( طس ) terdapat dalam QS. al-Naml Rangkaian huruf ya’ dan sin ( يس ) terdapat dalam QS. Yasin.18 Terdiri dari tiga huruf Rangkaian huruf alif, lam, dan mim ( الم ), terdapat dalam 5 surat, yakni QS. al- Baqoroh Rangkaian huruf tho’, sin, dan mim ( طسم ), terdapat dalam QS. as-Syuara’ dan QS. al- Qoshos. Rangkain huruf alif, lam, dan ra’ ( الر ). terdapat dalam 4 surat, yakni QS. Yusuf, QS. Yunus, QS. Hud, dan QS. Ibrahim. Terdiri dari empat huruf Rangkaian huruf alif, lam, mim, dan shood ( المص ) terdapat dalam QS. al-A’rof. Rangkaian huruf alif, lam, mim, dan ro’ ( المر ) Terdapat dalam QS. al-Ra’d. Terdiri dari lima huruf Rangkaian huruf kaf, ha’, ya’, ain, dan shood ( كهيعص ) terdapat dalam QS. Maryam. Rangkaian huruf kha’, mim, ain, sin, dan qof ( حم عسق ), terdapat dalam QS. al- Syuara’.19 18 Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta: bulan Bintang, 1995), Hlm. 124. 19 Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar (Jakarta: Amzah, 2009), Hlm. 91.
  • 26. 3) Pembukaan dengan panggilan (Nida’) Panggilan yang ditujukan kepada Nabi ( يا أيها النبي, ياأيها المزمل, ياأيها المدثر ), terdapat dalam 4 surat, yakni QS. al-Ahzab, QS. al-Tahrim, QS. al- Thalak, QS. al- Muzammil, dan QS. al-Muddatsir Panggilan yang ditujukan kepada kaum mukmin ( ياأيها الدين امنوا ) terdapat dalam QS. al-Maidah dan QS. al-Hujarat. Panggilan yang ditujukan pada manusia ( ياأيهاالناس ), terdapat dalam QS. al-Nisa’ dan QS. al-Hajj. Adapun hikmah dan rahasia adanya pembukaan surat-surat dengan nida’ yaitu untuk memberi perhatian dan peringatan, baik bagi Nabi, umatnya, maupun untuk menjadi pedoman kehidupan ini.20 4) Pembukaan dengan jumlah khobariyah Jumlah ismiyah. Terdapat dalam 9 surat, yakni QS. al-Taubah, QS. al-Nur, QS. al- Zumar, QS. Muhammad, QS. al-Rahman, QS. al-Haqqah, QS. al-Qodr, QS. al- Qori’ah, dan QS. al-Kautsar. Jumlah fi’liyah, terdapat dalam 12 surat, yakni QS. al-Anfal, QS. al-Nahl, QS. al- Anbiya’, QS. al-Mu’minun, QS. al-Qomar, QS. al-Mujadalah, QS. al-Ma’arij, QS. al-Qiyamah, QS. al-Balad, QS. Abasa, QS. al-Bayyinah, dan QS. al-Takasur. 5) Pembukaan dengan sumpah (Qosam) Sumpah dengan benda-benda angkasa. Terdapat dalam 8 surat, yakni QS. al-Shoffat, QS. al-Najm, QS. al-Mursalat, QS. al-Nazi’at, QS. al-Buruj, QS. al-Thariq, QS. al- Fajr, dan QS. al-Syams. Sumpah dengan benda-benda bawah (bumi), terdapat dalam 3 surat yakni QS. al- Dzariyah, QS. al-Tin, dan QS. al-‘Adiyat. Sumpah dengan waktu, terdapat dalam 3 surat yakni QS. al-Lail, QS. al-Dhuha, dan QS. al-‘Ashr. Hikmah dari fawatih al suwar dengan sumpah ini, yang pertama agar manusia meneladani sikap bertanggung jawab, berbicara harus benar dan jujur dan berani berbicara untuk menegakkan keadilan. Kedua, agar dalam bersumpah manusia harus senantiasa memakai nama-nama Allah bukan selain-Nya. Ketiga, digunakannya beberapa benda sebagai sumpah Allah dimaksudkan agar benda-benda itu diperhatikan manusia dalam 20 As-Suyuthi, Al Itqon Fi Ulumil Quran (Beirut: Darul fikr), juz 2, Hlm. 105.
  • 27. rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena pada dasarnya, benda-benda itu ciptaan Allah.21 6) Pembukaan dengan syarat ( (اِذاا Syarat yang masuk dalam jumlah ismiyah, terdapat dalam 3 surat yakni QS. al- Takwir, QS. al-Infithar, dan QS. al-Insyiqoq. Syarat yang masuk pada jumlah fi’liyah, terdapat dalam 4 surat yakni QS. al- Waqi’ah, QS. al-Munafiqun, QS. al-Zalzalah, dan QS. al-Nashr. 7) Pembukaan dengan fi’il amr Dengan fi’il amr ( إقْارأ ) terdapat dalam QS. al-Alaq. Dengan fiil amr ( قُلْ ) terdapat dalam 5 surat yakni QS. al-Jin, QS. al-Kafirun, QS. al- Ikhlas, QS. al-Falaq, dan QS. al-Nas. 8) Pembukaan dengan pertanyaan Pertanyaan positif terdapat dalam 4 surat yakni QS. al-Dahr, QS. al-Naba’, QS. al- Ghosyiyah, dan QS. al-Ma’un Pertanyaan negatif terdapat dalam QS. al-Insyiroh dan QS. al-Fiil. 9) Pembukaan dengan do’a Do’a atau harapan yang berbentuk kata benda, terdapat dalam QS. al-Muthafifin dan QS. al-Humazah. 10) Pembukaan dengan alasan, terdapat dalam QS. al-Quraisy.22 V. ISI POKOK KANDUNGAN AL-QUR’AN A. Isi Pokok Kandungan Surat Al-Fatihah Surah al-Fatihah adalah 'Mahkota Tuntunan Ilahi'. Dia adalah 'Ummul Qur'an' atau 'Induk Al-Qur’an'. Banyak nama yang disandangkan kepada awal surah Al-Qur’an itu. Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari nama-nama itu dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh bagi pembacanya. Tidak heran jika doa dianjurkan agar ditutup dengan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin atau bahkan ditutup dengan surah ini. Kata fath yang merupakan akar kata nama ini berarti menyingkirkan sesuatu yang terdapat pada suatu tempat yang akan dimasuki. Tentu saja bukan makna harfiah itu yang dimaksud. Penamaannya dengan al-Fatihah karena ia terletak pada awal Al-Qur’an dan 21 Abu Anwar, Ulumul, Hlm. 95 22 Abdul Djalal, Ulumul, Hlm. 192-198
  • 28. karena biasanya yang pertama memasuki sesuatu adalah yang membukanya. Kata fatihah di sini berarti awal Al-Qur’an. Surah ini awal dari segi penempatannya pada susunan Al-Qur’an, bukan seperti dugaan segelintir kecil ulama bahwa ia dinamai demikian karena surah ini adalah awal surah Al-Qur’an yang turun. Kita juga dapat berkata bahwa al-Fatihah adalah Pembuka yang sangat agung bagi segala macam kebajikan.23 Keutamaan Al-Fatihah  Obat penyembuh dari sengatan binatang. Berdasarkan hadits riwayat bukhori muslim dari abu sa’id al khudzri ra. ia berkata : Artinya : “Diusapnya dengan air ludahnya dan membaca: Alhamdulillahi robbil alamin, pemimpin kaum itu seakan akan terlepas dari ikatan,bangkit dan berjalan serta tidak ada rasa sakit yang ia alami”. Dan diriwayat lain menyebutkan : “lalu ia membaca umul Qur’an (al-fatihah) dan mengumpulkan air ludahnya lantas ia ucapkan, maka orang itu menjadi sembuh.  Obat penyembuh Gila Berdasarkan riwayat abu Dawud dengan sanadnya yang shahih yang bersumber dari kharijah Ash-shlt dari pamannya ia berkata : “Aku datang menghadap nabi saw lalu aku menyatakan masuk islam, kemudian aku kembali (ditengah perjalanan) aku bertemu dengan satu kaum, disamping mereka ada orang gila yang dipasung dengan besi ku obati orang itu dengan membaca surat fatihatul kitab, lalu ia sembuh.  Terhindar dari marabahaya. Berdasarkan riwayat dari al-bazar yang bersumber dari anas ra bahwa rasulullah saw telah bersabda : “dan apabila engkau membaca fatihatul kitab dan Qul huawllahu ahad maka amanlah engkau dari segala sesuatu kecuali dari kematian.  Mendapat jawaban langsung dari Allah. berdasarkan riwayat muslim yang bersumber dari abu hurairah bahwasannya ia berkata : “Ketika kami berada dibelakang imam maka berkatalah imam itu kepadaku bacalah al-fatihah dalam hatimu sebab aku mendengar Rasulullah saw bersabda telah berfirman allah azza wa jalla : “ Aku bagi shalat ( ya’ni al-fatihah ) antara aku dan hambaku menjadi dua bagian (ya’ni seperdua untuk aku dan seperdua lagi untuk hambaku) dan bagi hambaku apa yang mereka pinta.  Tidak ada duanya dalam taurat, injil, jabur dan Al-Qur’an. 23 Taysir Al-Ali Al-Qadir li Ikhtishar Tafsir Ibni Katsir Hlm. 6-7
  • 29. Berdasarkan riwayat imam malik bin anas dalam kitab al-muwath-tho yang bersumber dari Al-ala bin abdir-rohman al-haraqi, bahwa abu said telah mengabarkan kepada orang-orang,yang diterima dari abu hurairah ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Demi dzat yang menguasai diriku, Allah tidak menurunkan yang seperti al-fatihah itu baik didalam taurat, injil, zabur maupun Al-Qur’an, sesungguhnya al-fatihah itu adalah tujuh ayat yang dibaca berulang- ulang.”  Diturunkan khusus kepada Nabi Muhamad SAW Berdasarkan riwayat muslim dan nasa’i yang bersumber dari ibnu abbas ra: “ Lalu turunlah dari pintu itu satu malaikat,yang langsung datang kepada nabi saw dan berkata : bargembiralah engkau (muhamad) dengan mendapat dua cahaya yang kubawa ini,yang takpernah kedua cahaya ini diberikan kepada nabi yang manapun sebelum engkau, kedua cahaya itu ialah fatihatul kitab dan beberapa ayat diakhir surat al-baqarah B. Fungsi Al-Qur’an 1.Petunjuk bagi Manusia. Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44) 2. Sumber pokok ajaran islam. Fungsi Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni. 3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia. Dalam Al-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an. 4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.
  • 30. VI. ILMU MUNASABAH A. Ilmu munasabah dalam Al-Qur’’an Secara etimologi, munasabah semakna dengan musyakalah dan muqarabah, yang berarti serupa dan berdekatan Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Manna’ al-qathan mengatakan bahwa munasabah dalam pengertian bahasa berarti Al-muqarrabah (kedekatan). Misalnya pada kalimat “si A munasabah dengan si B”, berarti si A mendekati atau menyerupai si B. Bisa juga di ma’nai sebagai suatu pernyatan yang dapat mensejeniskan antara dua hal yang berbeda, seperti: “singa adalah hewan carnivore! karena ia memakan daging, sedangkan anjing juga memakan daging! maka ia adalah carnivore.” Jadi yang mensejeniskan singa dengan anjing adalah sama-sama pemakan daging. Contoh lain: “bawang adalah makruh! karena bawang itu bau. Pete itu bau! Maka pete adalah makruh”. Jadi yang menghubungkan bawang dan pete adalah makruh karena sama-sama bau. Munasabah secara terminologi dapat diartikan segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara ayat satu dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau antara satu surat dengan surat lain, antara penutupan surat dengan pembukaan surat dan seterusnya. Dan dalam pendapat lain adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur’an secara global atau ilmu yang menjelaskan alasan-alasan yang menyebabkan susunan atau urutan dalam Al-Qur’an secara global. Dengan demikian munasabah menbahas segala hubungan yang ada. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka pada prinsipnya munasabah Al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat serta antar surat. Jika diperinci maka macam-macamnya adalah sebagai berikut : 1. munasabah antara surat dengan surat Keserasian hubungan (munasabah) antar surat dengan surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat pada setiap surat. Satu surat berfungsi menjelaskan surat sebelumnya, misalnya didalam surat Al-Fatihah (1) ayat 6 disebutkan : Artinya : “tunjukanlah kami jalan yang lurus “
  • 31. Lalu dijelaskan di dalam surat Al-Baqoroh (2) ayat 2, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti pentujuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan : Artinya : “kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa “. 2. munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya Nama suatu surat pada dasarnya bersifat tawqifi, namun bukti menunjukan bahwa ada beberapa surat yang memiliki dua nama atau lebih. Tampak ada rahasia di balik nama tersebut, Imam As-Suyuthi melihat adanya keterkaitan antara nama dengan kandungan atau uraian yang dimuat dalam suatu surat, kaitan antara nama surat dengan isi dapat diindentifikasikan sebagai berikut : o Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. seperti surat Al-Fatihah o Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol. Seperti surat Al-Ankabut, Al-Lahab, Al-Fil dll. o Nama sebagai cerminan isi pokoknya. Misalnya surat Al-Ikhlash, Al-Mulk dsb. o Nama diambil dari tema spesipik. Contohnya surat Al-Hajj, Ath-Thalaq, Al- Jumu’ah dll. o Nama diambil dari huruf-huruf yang terletak pada awal surat. Seperti surat Thaha, Yasin dsb. 3. Munasabah antar kalimat dalam satu ayat Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama, adanya hubungan langsung antar kalimat secara kongrit yang jika hilang atau terputus salah satunya akan merusak kandungan ayat. Munasabah pada tipe ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : kalimat yang memperlihatkan makna ta’kid / tasyhid (penguat / penegasan) dan kalimat yang memperlihatkan tafsir / I’tiradl (interfrestasi / penjelasan disertai cirri-cirinya). Kedua, masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tapi tidak langsung secara kongkrit, terkadangada penghubung huruf ‘athaf dan terkadang tudak ada. Dalam konteks ini biasanya terletak pada : a. rangkaian pertanyaan, perintah atau larangan yang tak dapat diputus oleh fashilah.
  • 32. b. Munasabah berbentuk istishrod ( penjelasan lebih lanjut ) c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudloddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi ). 4. munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat. Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar, maksudnya dalam satu surat tersebar sejumlah ayat namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun. 5. Munasabah antara penutup surat dengan awal surat berikutnya. Munasabah seperti ini sering sekali ditemukan, misalnya : surat Al-Waqi’ah ayat 96 : “ Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama ROBB-mu Yang Maha Besar “. Lalu surat berikutnya, yakni surat Al-Hadid ayat 1: Artinya : “ Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu “. 6. Munasabah antar ayat tentang satu tema Sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuthi tentang munasabah ini, pertama-tama dirintis oleh Al-Kisa’i dan As-Sakhowi. Sementara Al-Kirmani menggunkan metodologi hasil karyanya sendiri yang berjudul Al-Burhan fi mutasyabih Al-Qur’an dan masih banyak karya tulis yang lainnya.24 VII. ILMU NUZUL AL-QUR’AN DAN ILMU ASBABUL NUZUL A. Perbedaan antara ilmu nuzul Al-Qur’an dan ilmu asbabul nuzul Asbab adalah bentuk plural (jama’) dari kata sabab yang dalam bahasa indonesia diartikan: sebab, alasan, motif, latar belakang dan lain-lain, sedangkan Nuzul merupakan bentuk masdar dari anzala yang berarti turun. Pengertian asbab an-nuzul secara istilah 24 Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1982)
  • 33. adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat, yang mencakup suatu permasalahan dan menerangkan suatu hukum pada saat terjadi peristiwa-peristiwa.25 Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik dua kategori mengenai sebab turunnya suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa. Sebagaimana diriwayatkan Ibn Abbas tentang perintah Allah kepada Nabi SAW untuk memperingatkan kerabat dekatnya. Kemudian Nabi SAW naik ke bukit Shafa dan memperingatkan kaum kerabatnya akan azab yang pedih. Ketika itu Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau, apakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?”, lalu ia berdiri. Maka turunlah surat Al-Lahab. Kedua, suatu ayat turun apabila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan hukumnya. Seperti pengaduan Khaulah binti Sa’labah kepada Nabi SAW berkenaan dengan zihar yang dijatuhkan suaminya, Aus bin Samit, padahal Khaulah telah menghabiskan masa mudanya dan telah sering melahirkan karenanya. Namun sekarang ia dikenai zihar oleh suaminya ketika sudah tua dan tidak melahirkan lagi. Kemudian turunlah ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya”, yakni Aus bin Samit. Asbabun nuzul menggambarkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan fenomena sosio-kultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa Asbabun nuzul tidak berhubungan secara kausal dengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun. Asbabun nuzul disini memiliki peran yang sangat penting dalam penafsiran atau pengukapan makna teks dalam Al-Qur’an, namun yang menjadi persoalannya adalah dalam meyakinkan sebab-sebab sejumblah teks Al-Qur’an itu diturunkan sangat tidak mudah. Kerna dalam menentukan sebuah asbabun nuzul tidak hanya bertolak pada pandangan akan (rasio), melaikan berdasarkan riwayat yang sahih dan didengarkan langsung dari orang-orang yang mengetahui turunya Al-Qur’an atau dari orang-orang yang benar-benar memahami sabaun nuzul, yang dimana para sumber ini benar-benar meneliti dengan cermat baik dari kalangan sahabat, tabi’in atau yang lainnya dengan cara memperoleh ilmunya dari ulama-ulama yang benar-benar terpercaya. 25 Dr. Usman, M.ag,Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Sukses offset, 2009), hlm. 103
  • 34. a) Cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang sahih adalah:  Apabila perawi sendii menyatakan lafal sebab secara tegas. Dalam hal ini adalah nash yang nyata, seperti kata-kata perawi sebab turunya ayat begini…” b) Bila perawi menyatakan riwayatnya dengan memasukan huruf “Fa Ta’qibiyah” pada kata “Nazala” seperti kata-kata perawi. Sedangkan kriteria cara mengetahi Asababun Nuzul menurut para ulama melalui riwayat adalah: 1. Apabila ada dua periwayat yang berbeda, dan salah satunya lebih sahih dari lainnya maka yang dipegang adalah riwayat yang lebih sahih. 2. Apabila sanad dari dua riwayat tersebut shahihnya maka salah satunya diutamakan apabila perawinya menyaksikan peristiwa atau karena ada pertimbangan-pertimbangan semacamnya. Contoh yang diketengahkan para ulama untuk tipe ini adalah perbedaan riwayat Ibnu Mas’ud dengan riwayat Ibnu Abbas mengenai sebab turunya firman Allah: “Dan mereka akan bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, roh itu termasuk masalah Tuhanku, ilmu yang diberikan kepada kalian hanyalah sedikit.” Jadi dapat disimpulkan yang shahih bukanlah yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. Meskipun ia menurunkan riwayatnya, menyaksikan turunnya ayat. Hal inilah yang menyebabkan munculnya asumsi adanya ayat turun dua kali, sekali di Makah dan sekalih di Madinah. 3. Apabila dua riwayat tersebut sulit di tarjih maka pemecahanya dalah diasumsikan ayat turun berulang-ulang setelah ada dua sebab atau sebab-sebab yang disebutkan. Asumsi ini menyebabkan kita harus membicarakan masalah tentang satu ayat turun berulang-ulang karena sebab yang banyak, dan juga mengharuskan kita membicarakan sisi lain, yaitu beberapa ayat turun dengan satu sebab. Sedangkan dapat kita ketahui bahwa macam Asbabun Nuzul itu ada dua kelompok. Kelompok yang pertama Ta’addud al-Asbab wa al-Nazil Wahid , yang kedua Ta’uddud al- Nazil wa al-Sabab Wahid . Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut Ta’addud Al-Nazil bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan. Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis.
  • 35. Kemungkinan munculnya permasalahan empat bentuk. Pertama salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat (murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Bentuk keempat, keduanya sahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus. Kita sepakat bahwa Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur, artinya tidak diturunkan sekaligus dalam bentuk kitab yang utuh melainkan diturunkan sebagian-sebagian. Untuk mengetahui kapan ayat-ayat Al Quran diturunkan kita harus merujuk kepada Asbabun Nuzulnya. Tapi sayangnya tidak semua ayat Al Quran terdapat asbabun nuzul yang shahih menjelaskan sebab turunnya. Berdasarkan hal ini maka ayat-ayat dalam al Quran dibagi menjadi 1. Ayat Al Quran yang memiliki Asbabun Nuzul atau sebab turunnya. Maksudnya ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa atau tujuan tertentu. Hal ini diketahui dengan hadis asbabun nuzul yang shahih. 2. Ayat Al Quran yang tidak memiliki Asbabun Nuzul atau sebab turunnya karena memang tidak ada asbabun nuzul yang shahih yang menjelaskan sebab turunnya Sebenarnya Ada dua cara untuk mengetahui siapa yang dituju oleh suatu Ayat dalam Al Quran.  Cara yang pertama adalah dengan melihat ayat sebelum dan ayat sesudah dari ayat yang dimaksud, memahaminya secara keseluruhan dan baru kemudian menarik kesimpulan.  Cara kedua adalah dengan melihat Asbabun Nuzul dari Ayat tersebut yang terdapat dalam hadis yang shahih tentang turunnya ayat tersebut. Cara pertama yaitu dengan melihat urutan ayat, jelas memiliki syarat bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan secara bersamaan atau diturunkan berkaitan dengan individu-individu yang sama. Dan untuk mengetahui hal ini jelas dengan melihat Asbabun Nuzul ayat tersebut. Jadi sebenarnya baik cara pertama atau kedua sama-sama memerlukan asbabun nuzul ayat tersebut. Seandainya terdapat dalil yang shahih dari asbabun nuzul suatu ayat tentang siapa yang dituju dalam ayat tersebut maka hal ini jelas lebih diutamakan ketimbang melihat urutan ayat baik sebelum maupun sesudahnya. Alasannya adalah ayat-
  • 36. ayat Al Quran tidaklah diturunkan secara bersamaan melainkan diturunkan berangsur-angsur. Oleh karenanya dalil shahih dari Asbabun Nuzul jelas lebih tepat menunjukkan siapa yang dituju dalam ayat tersebut. Berbeda halnya apabila tidak ditemukan dalil shahih yang menjelaskan Asbabun Nuzul ayat tersebut. Maka dalam hal ini jelas lebih tepat dengan melihat urutan ayat baik sebelum maupun sesudahnya untuk menangkap maksud kepada siapa ayat tersebut ditujukan.Jadi ini bukan mutilasi ayat tapi memang ayatnya turun sendiri terpisah dari ayat sebelum maupun sesudahnya dan ditujukan untuk pribadi-pribadi tertentu. B. Faedah dari ilmu nuzul dan ilmu asbabul nuzul Berikut ini adalah manfaat mengetahui asbabun nuzul Al-Qur’an 1) Menjelaskan hikmah ata syariat Islam dan mengetahui tujuan diberlakukannya syari’at bagi umat islam. 2) Mengetahui wilayah cakupan suatu hukum kendati ayat tersebut diturunkan dalam bentuk yang umum. Hal ini untuk menjawab persoalan-persoalan khilafiah (perbedaan pendapat) yang tidak mungkin tidak terjadi ditegah kehidupan masyarakat. 3) Jika structur lafaz pada ayat yang diturunkan bersifat umum tapi memiliki pengkhususan hukum, maka dengan mengetahui asbabun nuzul-nya kita akan tahu bahwa ayat seperti itu tidak boleh dijadikan dasar untuk ijtihad. 4) Memudahkan pemahamam terhadap makana yang terkandung dalam Al-Qur’an. 5) Memberikan pengetahuan konteks turunya ayat. Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum suatu ayat. 2) Menentukan hokum dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu ibarat dinyatakan berdasarkan khususnya sebab. 3) Menghidarkan prasangka bahwaarti hasr dalam suatu ayat yang zahirnya hasr. 4) Mengetahui orang atau kelompok yang menjadi kasus turunya ayat serta memberika 5) Dan lain-lain yang ada hubunganya dengan faedah ilmu Asbabun Nuzul
  • 37. VIII. BENTUK, METODE DAN PENDEKATAN TAFSIR A. Pengertian Tafsir Istilah tafsir di dalam Al-Qur’an dapat dilihat pada surat al-Furqan (25):33 yang artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datag kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik penafsirannya (penjelasannya).26 Secara harfiyah, kata kata tafsir yang berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk masdar dari kata fassara serta terdiri dari huruf fa’,sin dan ra itu itu berarti keadaan jelas (nyata dan terang) dan memberikan penjelasan. Banyak ulama’ yang mengemukakan pengertian tafsir yang pada intinya bermakna menjelaskan hal-hal yang masi samar yang dikandung dalam ayat Al-Qur’an sehingga dapat dengan mudah di mengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk di terapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum. Ahmad sl-Syirbashi memaparkan ada dua makna tafsir di kalangan para ulama’, yakni: (1) keterangan atau penjelasan sesuatu yang tidak jelas dalam Al-Qur’an yang dapat menyampaikan pengertian yang di kehendaki, (2) merupakan bagian dari ilmu Badi”, yaitu salah satu cabang ilmu sastra arab yang mengutamakan keindahan makna dalam menyusun kalimat. Pengarang kitab lisan al-arab mengartikan secara ringkas dengan kata Kasyif al-mughathta yang berarti penjelasan suatu hal yang masih tertutup.Karenanya, tafsir adalah penjelasan maksud yang sukar dari suatu lafaz ayat. Sementara itu, secara singkat al-Zahabi mengartikan dengan al-Idhah wa al-Tabyan yaitu penjelas dan keterangan. Pengarang al-majmu’ al-wasith mengemukakan bahwa tafsir bermakna menjelaskan (wadhaha) atau membuka sesuatu yang tertutup, seperti penelitian seorang dokter atau mengungkap maksud yang di kehandaki suatu lafaz yang musykil. Karena yang di terangkan dan di jelaskan itu ayat-ayat Al-Qur’an yang masih belum jelas, maka tafsir Al-Qur’an berarti menerangkan dan menjelaskan makna-makna yang sulit di pahami dari ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagian ulama menurut al-Syirbashi lebih merinci lagi pengertian tafsir dengan rumusan ilmu tentang turunya ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah dan situasi pada saat ayat itu di 26 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, (Sleman ; Teras, 2010), hlm 26-27
  • 38. turunkan juga sebab-sebab di turunkannya ayat, meliputi sejarah tentang penyusunan ayat yang turun di Mekkah dan yang di Madinah, ayat-ayat nasikh-mansukh, ayat khas dan ‘am, ayat halal dan haram, ayat kabar genbira dan ancaman, ayat perintah dan larangan dan lain-lain. Dari definisi yang dikemukakan para ahli tafsir tersdapat sedikit perbedaan mengenai pengertian tafsir, apakah sebagai ilmu alat seperti yang dikemukakakn oleh al-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an dan oleh al-Zarqani dalam kitab Manahil al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an ataukah seperti tujuan yang dikemukakan oleh Muhammmad Abduh sebagai dikutip oleh M. Rasyid Ridla dalam tafsir Al-Qur’an al-Hakim dan oleh poengarang kitab Ahkam Al-Qur’an wa al-Sunnah. Namun demikian, menurut Dr.Abd. Muin Salim semua itu dapat dikompromikan, sehingga ada tiga konsep yang terkandung dalam istilah tafsir, yaitu : pertama, Kegiatan ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan Al-Qur’an; kedua, Ilmu-ilmu (pengetahuan) yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut; ketiga Ilmu (pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketiga konsep diatas tidak dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang ingin dicapai dalam tafsir. B. Bentuk atau Jenis-Jenis Tafsir Tafsir bila ditinjau secara umum, maka ia terbagi menjadi dua macam: a. Tafsir bil ma’tsur Tafsir bil ma’tsur ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Qur’an, sunah, atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al- Qur’an dengan As Sunah Nabawiyah27. Tafsir bi al-ma’tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Al-Qur’an yang dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Al-Qur’an sendiri dan apa-apa yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun bagi sebagian mufassir lainnya tidak memasukkan pendapat tabi’in kepada tafsir bi al-matsur tetapi sebagai tafsir bi al ra’yi. Dari penjelasan di atas maka dapat dipertegas lagi, bahwa penafsiran bil al-ma’tsur ialah: Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an, penafsiran ayat-ayat Al- Qur’an dengan Hadits, dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan Asar yang datang dari para sahabat. 27Mohammad Ali as-Sabuniy, Pengantar Study Al-Qur’an, (Bandung : Al Ma’arif, 1996), hlm 205.
  • 39. b. Tafsir bir ra’yu Kata al ra’yu secara etimologis berarti keyakinan, qiyas dan Ijtihad. Jadi, tafsir bi al ra’yu adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara Ijtihad. Yakni rasio yang dijadikan titik tolak penafsiran setelah mufassir terlebih dahulu memahami bahasa Arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian) nya dan mufasari juga menggunakan syair-syair arab jahili sebagai pendukung, di samping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, qira’at dan lain-lain28. Berdasarkan pengertian diatas tafsir bir ra’yu terbagi dalam dua bagian: I. Tafsir mahmud (terpuji) Tafsir mahmud ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’ jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks Al-Qur’an. Atau Penafsiran dengan ijtihad yang menggunakan kaidah dan persyaratan, sehingga jauh untuk menyimpang. II. Tafsir mazmum (tercela) Tafsir mazmum ialah bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syari’at, atau kalam Allah itu ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat, serta Kalam Allah hanya berdasarkan pengetahuan semata. Dan penafsirannya tidak memenuhi beberpa persyaratan, sehingga ia berada dalam kesesatan dan kejahilan C. Metode Tafsir Al-Farmawi menggambarkan Al-Qur’an sebagai lautan yang luas dan dalam yang tidak dapat diungkap seluruh misteri yang ada di dalamnya. Untuk mengungkap berbagai misteri tersebut, maka bermunculanlah tafsir-tafsir, dan berbagai macam metode untuk memehaminya. Metode-metode tersebutpada garis besarnya terbagi atas tahlily, ijmaly, muqaran, dan maudhui.29 a) Metode Tahily Metode tahily adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al- Qur’an dari seluruh aspeknya. Mufasir yang menggunakan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir derdasarkan mushaf. Ia menjelaskan ayat demi ayat surat demi surat dengan menjelaskan makna mufradatnya, juga unsur I’jaz dan balaghahnya. 28 Ibid,. hlm 213 29 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, (Seleman ; Teras, 2010), hlm 149-152
  • 40. Penafsiran yang menggunakan metode ini juga tidak mengabaikan asbab nuzul al-ayat dan munasabah al-ayat. b) Metode Ijmali Metode ijmali secara umum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengemukakan makna ijmali. Dengan metode ini, mufasir menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan susunan ayat yang terdapat pada mushaf sebagaimana halnya pada bagian pertama. Karya tafsir yang menggunakan metode ini adalah Tafsir Al-Qur’an nulkarim oleh Muhammad Farid Wajdi, dan Tafsir Jalalain oleh jalaluddin al-suyuthi dan jalaluddin al- Mahalli. c) Metode Muqaran Metode ini dipakai oleh penulis untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat-pendapat pera mufasir. Ia membahas ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengemukakan pendapat para mufasir terhadap tema tertentu, lalau membandingkannya, bukan untuk menentukan benar dan salah, tetapi menentukan variasi penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an. d) Metode Maudhu’i Metode ini juga dikenal dengan metode tematik karene pembahasannya di dasarkan pada tema-tema khusus Al-Qur’an seperti yang telah ditentukan oleh mufsir. Untuk menghasilkan karya tafsir semacam ini dibituhkan kecermatan dalam menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan tema yang dipilih. D. Pendekatan dalam Kajian Tafsir Yang dimaksud dengan metode pendekatan adalah pola pikir (al-Ittijah al-Fikri) yang dipergunakan untuk membahas suatu masalah.Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dapat dibedakan beberapa cabang.30 a. Pendekatan Objektif 30 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet. III, Sleman 2010, Teras, hlm 138-144
  • 41. Pendekatan objektif adalah pendekatan empiris yang bertumpu pada kepentingan ilmiah semata.Dalam pendekatan ini Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern yang terdapat dalam pada masa-masa sekarang. Sejauh mana paradigma-paradigma ilmiah itu memberikan dukungan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan . penggalian berbagai jenis ilmu pengetahuan, teori-teori baru dan hal-hal yang ditemukan setalah lewat masa turunnya Al- Qur’an, yaitu hokum-hukum alam, astronomi, teori-teori kimia, dan penemuan-penemuan lainnya yang dapat dikembangkan melalui ilmu kedokteran, astronomi, fisika, zoologi, botani, geografi dan lain sebagainnya. b. Pendekatan Subjektif Pendekatan subjektif adalah pendekatan yang terkait dengan kepentingan pribadi atau kelompok.Pendekatan tersebut tergantung pada warna budaya dan akidah ahli tafsirnya; apakah dia praktisi politik ataukah praktisi sebuah mazhab yang banyak mempengaruhinya. Seperti pendekatan yang dilakukan oleh sufi dimana Al-Qur’an dikaji dengan sudut pandang yang sesuai dengan teori-teori tasawuf dan mengabaikan aspek-aspek lain. a. Pendekatan Langsung Pendekatan langsung adalah pendekatan yang menggunakan data primer. Data primer dalam kajian tafsir adalah Al-Qur’an itu sendiri, hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Dan pendapat-pendapat sahabat dan para tabi’in, dengan demikian pendekatan dalam kajian tersebut adalah upaya dalam memahami Al-Qur’an dengan pendekatan Al-Qur’an itu sendiri, hadits, riwayat sahabat, serta pendapat tabi’in. Seperti ayat Al-Qur’an yang mutlak di tafsirkan dengan ayat muqayyad dan ayat yang mujmal di tafsirkan oleh ayat lain mufashshal. b. Pendekatan Tidak Langsung Pendekatan ini adalah menggunakan data skunder, yaitu upaya yang di tempuh setelah melalui pendekatan primer. Dengan kata lain ia merupakan pengembanggan dari pendekatan pertama, seperti pendekatan-pendekatan ulama’, riwayat kenyataan sejarah di masa turunnya Al-Qur’an, pengertian bahasa dan lafaz Al-Qur’an, kaedah lafaz bahasa, kaedah-kaedah istinbat secara teori-teoriilmu pengetahuan. Oleh karena data yang di kemukakan terdapat data historis seperti hadits, riwayat sahabat, serta kenyataan sejarah di masa turunnya Al- Qur’an, maka sebelum di gunakan perlu proses pemeriksaan dengan kritik sejarah.
  • 42. a. Pendekatan komprehensif Pendekatan komprehensif adalah pendekatan yang membahas objek penelitian tidak dari satu atau beberapa aspek tertentu saja, tetapi secara menyeluruh. Dalam hal ini, kandungan ayat Al-Qur’an berusaha di jelaskan dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai yang tercantum di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap di uraikan bermula dari arti kosa kata, asbab al- nuzul, munasabaha al-ayat, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dengan teks atau kandungan ayat. b. Pendekatan Sektoral Pendekatan sektoral adalah; pendekatan yang membahas objek dengan memandangnya terlepas dari objek lainnya. Pendekatan ini berusaha mengkaji Al-Qur’an secara singkat dan global tanpa uraian panjang lebar.Arti dan maksud ayat dijalaskan dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan artinya tanpa menyingung hal-hal selain arti yang di kehandaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf setelah di kemukakan arti-arti dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat di pahami oleh orang yang ber ilmu dan awan. a. Pendekatan Disipliner Pendekatan disipliner merupakan pendekatan yang mengkaji objek dari sebuah disiplin ilmu. Pendekatan disipliner ini mengandung makna menggunakan konsep-konsep, asas-asas disiplin terkait untuk membahas masalah. Berikut ini adalah macam-macam pendekatan disipliner: 1. Pendekatan Syar’i Pendekatan syar’i ini berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan mengeluarkan hukum-hukum syara’ tersebut terdapat di dalam ayat-ayat dan surat-surat yang turun di Madinah dengan segala macamnya seperti sholat, zakat, puasa, haji, muammalah dan sebagainya. Dalam dimensi sejarah, hukum-hukum tersebut secara bertahap digali, hingga sampailah era perhatian terhadap produk-produk istinbat. Ketika mashab-mashab telah ada di kalangan umat islam terjadi banyak kasus hukum. Pada akhirnya hal itu di selesaikan berdasarkan Al-Qur’an, al-sunnah, al-Qiyas dan al-Istihsan, maka keluarlah hukum-hukum
  • 43. islam produk istinbat yang di yakini benar. Hal yang demikian terlihat dalam corak penafsiran ayat-ayat yang berbeda-beda, karena pendekatan kajian yang digunakan juga berbeda. 2. Pendekatan Sosio Historis Pendekatan sosio histiris menekankan pentingnya memehami kondisi-kondisi aktual ketika Al-Qur’an di turunkan, dalam rangka menafsirkan Al-Qur’an pernyataan legal dan social-ekonomiisnya.Kesejarahan dan harfiyah, lalu memproyeksinya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-fenomena social kedalam naungan tujuan-tujuan Al- Qur’an. Amplikasai pendekatan kesejarahan ini menekankan pentingnya perbedaan antara tujuan atau “ideal moral” Al-Qur’an dengan ketentuan legal spesifiknya.Ideal-moral yang di tuju Al-Qur’an lebih pantas di terapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya.Jadi dalam kasus seperti perbudakan yang dituju Al-Qur’an adalah emansipasi budak.Sementara penerimaan Al-Qur’an terhadap pranata tersebut secara legal, di karenakan kemustahilan untuk menghapus sekatika. Metode pendekatan yang di tawarkan terahir ini meski tergolong baru namun semua unsurnya adalah tradisional, materi-materi kesejarahan-latar belakang sosio-historis Al- Qur’an, prilaku Nabi dan khususnya asbab al-nuzul ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat urgen dalam penerapan motoe tersebut semua telah dilestarikan oleh para penulis sejarah hidup Nabi, pengumpulan hadits, para sejarawan, serta para musafir. 3. Pendekatan Filosofi Pendekatan filosofi adalah upaya pemahaman Al-Qur’an dengan cara mengabungkan antara filsafat dan agama atas dasar penakwilan teks-teks agama kepada makna-makna yang sesuai dengan filsafat. Dalam pendekatan ini ada semacam usaha-usaha untuk memaksakan pra-konsepsi ke dalam al-Quan atau penyalaras tradusi filsafat Yunani-Hellenis dengan Al- Qur’an. 4. Pendekatan Linguistik (Riwayat dan Bahasa) Pendekatan linguistic atau riwayat dan bahasa ini adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan periwayatan dan kebahasaan.Dalam pendekatan ini, di tekankan pentingnya bahasa dalam memehami Al-Qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat, ketika
  • 44. menyampaikan pesan-pesannya, mengikat penafsirannya dalam bingkai teks ayat-ayat sehinga membatasi terjerumus dalam subjektivitas berlebihan. Pendekatan ini berusaha menguraikan sebuah susunan kalimat dalam suatu ayat dengan memakai kalimat-kalimat dan huruf-huruf yang ada di dalam ayat tersebut tanpa memakai kalimat dan huruf yang lain. 5. Pendekatan Multi Disipliner Pendekatan ini berusaha membahas dan mengkaji objek dari beberapa disiplin ilmu, artinya ada upaya untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an atau suatu objek dengan mengkaitkan dengan disiplin-disiplin ilmu yang berbeda. 6. Pendekatan Interdisipliner Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan yang membahas dan meneliti objek harus (tidak boleh tidak) mengunakan beberapa disiplin ilmu. IX. PENGERTIAN MAKIYAH DAN MADANIYAH A. Pengertian Makiyah dan Madaniyah Ada beberapa definisi tentang al-Makiy dan al-Madaniy yang diberikan oleh para ulama, yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiy atau Madaniy sebuah surat atau ayat. Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini : 1. Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat. ال مْ كْ يْ مْا نْ زْ لْ بْ مْك ةْ وْل وْ بْ عْ دْ اْْل هْ جْ رْة وْال مْد نْ يْ مْا نْ زْ لْ بْ اْل مْ دْي نْ ةْْ ْ “ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”. Berdasarkan rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah adalah
  • 45. semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat Al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyyah. Alasannya ada beberapa ayat Al-Qur’an yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah. 2. Berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut. ال مْ كْ يْ مْا وق ع خ طابًا لِ ه ل م كةّ وال مد ن ي ما وق ع خ طابًا لِ ه ل اْل م دي ن ةْْ “ Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyah”. Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksiْ يْا أْيها اْلناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan يا أْيها اْلذين أْمنوا (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun kelemahan-kelemahan pada rumusan ini, antaa lain: a. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أْيها اْلناس atau .يا أْيها اْلذين أْمنوا Maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah atau Madinah. b. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أْيها اْلناس meski Makkiyyah dan yang dimulai dengan redaksi يا أْيها اْلذين أْمنوا meski Madaniyyah. 3. Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut. االْامكِيُّ امانُزِال قابْال هِجْارةِ الرَّسُوْلِ , اواِنْ اكاان نُزُوْلُه بِغايْرِ امكَّةِ اوالْامدانِيُّ امانُزِال باعْدا اهذِهِ الْهِجْارة اواِنْ اكاان نُزُوْلُه بِامكَّة اْ
  • 46. “ Makkiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”. Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan al-Makkiy dan al- Madaniy ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi). A. Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat Al-Qur’an Pada umunya, para ulama membagi surat-surat Al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makiyyah dan Madaniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyyah ada 30 surat. Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makiyyah atau Madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Surat-surat Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam : 1. Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyyah. 2. Surat-surat Madaniyyah murni, yaitu surat-surat Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah. 3. Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah. 4. Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyyah, sehingga berstatus Madaniyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah. B. Karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah Para ulama telah menetapkan karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut : a. Karakteristik Makiyyah
  • 47. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki Makiyyah di antaranya : 1. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata كلا Kata ini dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala. 2. Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makiyyah. 3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan. 4. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk Makiyyah, kecuali surat Al-Baqarah yang tergolong Madaniyyah. 5. Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy) ditetapkan sebagai Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya م ح ,سيْ ه ط ,صعْ ي هْ ك , dll 6. Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makiyyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-argumen akal, kealaman dan jiwa. 7. Membantah argumen-argumen kaum Musyrikin dan menjelaskan kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka. 8. Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. 9. Terdapat banyak redaksi sumpah dan ayatnya pendek-pendek. b. Karakteristik Madaniyyah Seperti halnya dalam Makiyyah, Madaniyyah pun mempunyai karakteristik : 1. Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk Madaniyyah. 2. Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyyah.
  • 48. 3. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyyah, kecual surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik. 4. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain. 5. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.
  • 49. DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzahaby, Muhammad Husain. At- Tafsir wal Mufassirun. Kairo : Dar el Hadits.2005. Ali as-Sabuniy, Mohammad . Pengantar Study Al-Qur’an. Bandung : Al Ma’arif. 1996 Anwar, Abu. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Jakarta : Amzah. 2009 Ash Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta : NV. Bulan Bintang. 1954 Ash-shiddieqy, TM Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. 2010. As-Suyuthi. Al Itqon Fi Ulumil Quran. Beirut : Darul fikr. Bukhari, Al. Shohihul Bukhari Jilid I hadits no. 723. Imam Muslim, Shohih Muslim (Al- Jami’us Shohih), Jilid hadits no 34. Dekdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Cet. Ke II. 1989 Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Duni Iilmu. 2000. Hamid , Shalahuddin. Study Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara. 2002. Http://ardis-widi.blogspot.com/2013/11/bukti-ilmiah-keaslian-Al-Qur’an.html , Diakses pada tanggal 24 Desember 2013, pukul 17.45 WIB Husain Thabathaba'i, Allamah Sayyid Muhammad. Mengungkap Rahasia Al-Qur’an. Bandung : Penerbit Mizan. 1997. Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani. 2003. Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. Misan Bandung : cetakan V April. 1999 Suryadilaga, M. Alfatih dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Sleman : Teras Cet. III. 2010 Taysir Al-Ali Al-Qadir li Ikhtishar Tafsir Ibni Katsir Hlm. 6-7 Usman, Dr. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Sukses offset. 2009 Yusuf , M Kadar. Studi Al-Qur’an edisi kedua. Jakarta : Amzah. 2012. Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Bina Ilmu. 1982