Laporan praktikum ini mendeskripsikan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam ekstrak piper nigrum L. dengan melakukan ekstraksi, pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis, dan reaksi identifikasi. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloida seperti piperine.
Laporan praktikum fitokimia identifikasi senyawa golongan alkaloida (ekstrak Piper nigrum)
1. LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper nigrum L.)
Nama : Ananda Novia Rizky Utami JP
Nim : 201610410311151
Kelas : Farmasi D
Kelompok : 10
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
2016
2. 1
TUGAS 1. IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA (EKSTRAK
PIPER NIGRUM L.)
1) Judul
Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloida (Ekstrak Piper Nigrum L.)
2) Tujuan
Mahasiswa mampu untuk melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam
tanaman
3) Tinjauan
a) Tanaman
KLASIFIKASI TANAMAN
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Sub Kelas : Monochlamidae (Apetalae)
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
Sumber: (Tjitrosoepomo, 2004)
3. 2
CIRI MORFOLOGI
Ciri-ciri morfologi tanaman lada hitam antara lain merupakan tanaman
semak belukar, herba, berbatang kecil menjalar dan bunganya majemuk berbentuk
bulir dan menggantung. Tanaman ini mempunyai karakter kimia mengandung asam
amida atau disebut juga piperine yang pada umumnya dimiliki oleh beberapa
spesies dalam famili Piperaceae, dan mengandung minyak atsiri (Heinrich, 2003).
KANDUNGAN
Menurut Williamson (2002), kandungan kimia lada hitam terdiri dari:
a. Minyak atsiri (Essential oil)
Lada hitam kering mengandung 1,2 – 2,6% minyak atsiri yang terdiri
dari sabinine (15-25%), caryophyllene, α-pinene, β-pinene, β-ocimene,δ-guaiene,
farnesol, δ-cadinol, guaiacol, 1-phellandrene, 1,8 cineole, pcymene, carvone,
citronellol, α-thujene, α-terpinene, bisabolene, dllimonene, dihydrocarveol,
camphene dan piperonal.
b. Alkoloids dan amides
Amides merupakan senyawa yang memberikan aroma tajam terdiri
dari piperine, piperylin, piperolein A dan B, cumaperine, piperanine, piperamides,
pipericide, guineensine dan sarmentine. Alkoloids terdiri dari chavicine,
piperidine dan piperretine, methyl caffeic acid, piperidide dan β-methyl pyrroline.
c. Amino acids
Lada hitam kering kaya akan kandungan β-alanine, arginine, serine,
threonine, histidine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid.
d. Vitamin dan mineral
Lada hitam kering mempunyai kandungan ascorbic acid, carotenes,
thiamine, riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calsium,
phosporus, magnesium, besi, tembaga dan seng.
4. 3
KHASIAT DAN MANFAAT
Berkhasiat mengobati batu ginjal, disentri, kolera, kaki bengkak, nyeri haid,
rematik(nyeri otot), selesma dan sakit kepala.
b) Alkaloida
TINJAUAN ALKALOIDA
Senyawa kimia terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi
dua yaitu yang pertama senyawa hasil metabolisme primer, contohnya karbohidrat,
protein, lemak, asam nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah senyawa hasil
metabolisme sekunder, contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas
dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat
pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita
mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Selanjutnya dalam Meyer’s
Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara
karakteristik di dalam tumbuh-tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan
kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hidrogen, dan
nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya
yang mirip denganalkali (bersifat basa) dikarenakan adanya sepasang elektron
bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang
elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun.
Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa
sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa alkaloid
akhirnya harus ditinggalkan (Hesse, 1981).
PENGGOLONGAN ALKALOIDA
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Alkaloid sejati (True Alkaloid)
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur
heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa ahli
5. 4
hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan
dibentuk dari asam amino sebagai bahan dasar biosintesis.
2. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari
asam amino. Contoh: isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal
(paravallarine).
3. Protoalkaloid
Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada
cincin heterosiklik. Contoh: mescaline, betanin, dan serotonin (Swastini, Dewa
Ayu.2007).
MANFAAT ALKALOIDA BAGI TUMBUHAN
Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan
sebagai berikut (Padmawinata,1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang
tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan
ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa
6. 5
pemberian nikotina ke biakan akar tembakau meningkatkan pengambilan nitrat.
Alkaloid dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.
PEMURNIAN ALKALOIDA
Metode pemurnian dan karakterisasi alkaloid umumnya mengandalkan
sifat kimia alkaloid yang paling penting yaitu kebasaanya, dan pendekatan khusus
harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina, kolkisina,
risinina yang bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi
bahan tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau
bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya.
Beberapa alkaloid jadian/sintesis dapat terbentuk jika kita menggunakan pelarut
reaktif. Untuk alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan
dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang
bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan kemudian alkaloid di
ekstraksi dengan pelarut organic sehingga senyawa netral dan asam yang mudah
larut dalam air tertinggal dalam air (Padmawinata, 1995). Garam alkaloid berbeda
sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya tidak larut dalam air
(beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam
pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk
garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar (Cordell, 1981).
IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA
1. Reaksi Pengendapan
Reaksi Dragendorf
Pereaksi dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida
dalam nitrit berair. Ketika suatu alkaloid ditambahkan peraksi dragendorf maka
akan menghasilkan endapan jingga.
Reaksi Meyer
7. 6
Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Ketika
sample ditambah perekasi meyer maka akan timbul endapan kuning atau larutan
kuning bening lalu ditambahkan alkohol endapannya larut. Tidak semua
alkaloid menendap dengan reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat
reaksi mayer bergantung pada rumus bangun alkaloidanya.
Reaksi Bauchardat
Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodide dan iooda. Sampel
ditambah pereaksi bauchardat menghasilkan endapan coklat merah lalu
ditambah alkohol endapannya larut.
2. Reaksi Warna
Reaksi dengan asam kuat
Asam kuat seperti H2SO4 pekat dan HNO3 pekat menghasilkan warna
kuning atau merah
Reaksi Marquis
Pereaksi marquis mengandung formaldehid (1 bagian) dan H2SO4 pekat
(9 bagian). Sampel ditambah pereaksi marquis akan menghasilkan warna
jingga.
Reaksi warna AZO
Sampel ditambahkan diazo A (4 bagian) dan diazo B (1 bagian),
ditambah NaOH, dipanaskan lalu ditambah amyl alcohol menghasilkan warna
merah.
(Harborne,1987)
c) Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang ditotolkan baik berupa bercak ataupun pita, setelah plat atau
lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(Stahl, 1985).
8. 7
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak
tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan
pemanasan (Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985)
FASA DIAM
Kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atasahan
padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari
kaca, dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada
permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum.
Penjerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silica gel,
alumina, kieselgur dan selulosa (Gritter, et al., 1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya, karena adesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua
sifat tersebut. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel
yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan
salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan
fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran
pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo, 1985).
FASA GERAK
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut,
jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Pemisahan senyawa organik selalu menggunakan pelarut campur. Tujuan
menggunakan pelarut campur adalah untuk memperoleh pemisahan senyawa yang
9. 8
baik. Kombinasi pelarut adalah berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut,
sehingga dengan demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok. Pelarut
pengembang yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis antara lain: n-heksan,
karbontetraklorida, benzen, kloroform, eter, etilasetat, piridian, aseton, etanol,
metanol dan air (Gritter, et al., 1991).
HARGA Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:
𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖
jarak yang ditempuh pelarut (eluen)
Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
harga Rf (Sastrohamidjojo, 1985):
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
b. Sifat penjerap
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
d. Pelarut dan derajat kemurniannya
e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Suhu
i. Kesetimbangan.
POLARITAS
Polaritas sering diartikan sebagai adanya pemisahan kutub bermuatan
positif dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi
tertentu dari atom-atom penyusunnya. Dengan demikian, molekul tersebut dapat
tertarik oleh molekul yang lain yang juga mempunyai polaritas yang kurang lebih
sama. Besarnya polaritas dari suatu pelarut proporsional dengan besarnya konstanta
dielektriknya (Adnan 1997). Menurut Stahl (1985), konstanta dielektrik (ε)
10. 9
merupakan salah satu ukuran kepolaran pelarut yang mengukur kemampuan pelarut
untuk menyaring daya tarik elektrostatik antara isi yang berbeda.
Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara berturut-turut dimulai
dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau kloroform) dilanjutkan dengan
pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter) kemudian dilanjutkan dengan pelarut
polar (metanol atau etanol). Pada proses ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal
(crude extract) yang mengandung berturutturut senyawa nonpolar, semipolar, dan
polar (Hostettmann et al. 1997).
4) Prosedur Kerja
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Pipet
Tisu dan kain lap
Sudip
Label
Penjepit kayu
Aluminium foil
Pinset
Vial 10ml
KLT
Plat Kaca
b. Bahan
Ekstrak Piper nigrum L.
Etanol
HCl 2N
NaCl
Pereaksi Mayer
Pereaksi Wagner
NH4OH
CHCl3
Pereaksi Dragendorf
Kiesel gel GF 254
PREPARASI SAMPEL
a) Bagan Alir
Preparasi sampel
Ekstrak 0,9 g + etanol ad
larut
+ 5 mL HCL 2N, panaskan
2-3 menit
11. 10
Setelah dingin + 0,3 g NaCl,
aduk lalu disaring
Filtrat + 5mL HCL 2N, bagi
menjadi 3 bagian IA, IB dan IC
Reaksi Pengendapan
Larutan
IA + Pereaksi
Mayer
IB + Pereaksi
Wagner
IC = Blanko
Keruh dan terdapat
endapan = (+)
alkaloid
Kromatografi Lapis Tipis
Lar. IC + NH4OH pekat 28% sampai basa
+ 5mL kloroform dalam tabung reaksi, pisahkan
dengan corong pisah
Filtrat (fase CHCL3) diuapkan sampai kering
Larutkan dalam methanol (1mL), lakukan pemeriksaan KLT
Hasil positif ditandakan dengan bercak atau noda warna jingga
12. 11
b) Skema Kerja
Timbang ekstrak piper
nigrum L. 0,9 gram
Tambahkan
etanol ad larut
Ditambahkan
5 ml HCl 2N
Dipanaskan diatas penangas air
selama 2-3 menit sambil diaduk
Setelah dingin
ditambahkan 0,3 gram
NaCl, diaduk rata
kemudian disaring
Filtrat ditambah
5 ml HCl 2N
Filtar dibagi menjadi tiga bagian
disebut sebgai larutan IA, IB, IC
IA IB IC
13. 12
REAKSI PENGENDAPAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Larutan IA + pereaksi Mayer
Larutan IB + pereaksi Wagner
Larutan IC sebagai blanko
Adanya kekeruhan/
endapan menunjukkan
adanya alkaloid
Larutan IC + NH4OH
pekat 28% ad larutan
menjadi basa
Diekstraksi dengan 5
ml kloroform (dalam
tabung reaksi)
Filtrat ( fase CHCl3)
diuapkan sampai
kering
Dilarutkan dalam
methanol (1 ml) dan siap
untuk pemeriksaan KLT
Fase diam: Kiesel gel GF 254
Fase gerak: CHCL3-Etil asetat (1:1)
Penampak noda: Pereaksi dragendorf
Jika timbul warna
jingga menunjukkan
adanya alkaloid dalam
ekstrak
14. 13
DAFTAR PUSTAKA
Tjitrosoepomo, Gembong.2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Wiliamson, E.N. 2003. Fundamentals of
Pharmacognosy and Phitotherapy. Churchill Livingstone. USA.
Swastini, Dewa Ayu. Dkk. 2007. Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi. Bukit Jimbaran :
Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Udayana.
Gritter, R. J., Bobbit, J.M. dan Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II, 107, Penerbit ITB, Bandung.
Cordell, A. (1981). Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley Interscience
Publication. New Padmawinata, K. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.
Bandung: Penerbit ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The organic Constituens
of Higher Plant, 6 thedition). York: John Wiley and Sons, Inc.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB, Bandung
Adnan, M., 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama, 9, 14,
15, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Williamson, E.M. 2002. Major Herbs of Ayurveda.Churchill Livingstone.United Kingdom
Hesse, M. (1981). Alkaloid Chemistry. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
Sastrohamidjojo H, 1985, Kromatografi, Edisi I, Cetakan I, Penerbit Liberty, Yogyakarta.