Teks tersebut membahas kontroversi mengenai LGBT di Indonesia. Ia membedakan antara fakta bahwa homoseksualitas merupakan orientasi seksual alami, sikap yang harus anti-diskriminasi, dan bahwa perkawinan sejenis tidak sesuai dengan fungsi evolusioner perkawinan untuk menjamin keturunan. Teks tersebut menekankan perlindungan hak asasi manusia bagi LGBT tetapi menolak legalisasi perkawinan sejenis.
3. 3|Lentera news -edJanuari2016
Salam sejahtera!
Sahabat pembaca majalah Lentera
news, beberapa saat lalu dunia maya
sungguhbisingmengenaiargumentasi
LGBT.
Mengapa bising? Sebab banyaknya
adu pendapat mengenai kelompok
insan di bawah komunitas bersimbol
pelangi tersebut.
Sungguh memprihatinkan, debat
berlarut-larut tersebut banyak dije-
jali tanggapan yang kurang bernas.
Terutama lemahnya kajian mendalam
untuk memahami konteks permasala-
han.
SapaanRedaksi
Wadah diskusi pun bagai ruang
pemantul gaung argumentasi masing-
masing pihak. Semua menulis. Bersu-
ara. Tanpa ada mendengar.
Tantangan mendasar dalam
kegaduhan ini adalah mudahnya kita
diseret membahas LGBT ke dalam
ranah kebencian. Dengan mengelom-
pokkan, bahkan menyisihkan insan
dipandang berbeda.
Meskipun demikian, jangan lah ter-
lupa memiliki pijakan. Bagai mem-
bangun rumah di atas dasar batu,
bukannya pasir. Hendaknya pilihan
hidupsebagaisiapakita,bukankarena
ikut atau malu menentang arus besar
(main stream).
Siapakah sejatinya saya, kita?
Umat Kristiani tentu mendapat
pijakannya dari Alkitab. Bahwanya
Allah menciptakan manusia seturut
rupa-Nya.
Semenjaklahir,kitatelahditetapkan
Sang Pencipta. Masihkah ada ruang
gemas dalam relung hati bahwa diri
ini belum menemukan sisi sejati-nya?
Sahabat pembaca Lentera news,
Edisi Lentera news bulan ini,
mengetengahkan isu tersebut. Sila
lirik tulisan Romo Magnis perihal
LGBT, dan bagaimana hendaknya kita
memandang.
Kami senang pula bahwa majalah
kesayangan kita ini dapat hadir
kembali ke tengah anda. Melahirkan
gagasan yang smart, beriman &
inspiratif!
Shalom,
Redaksi
4. Lentera news -edJanuari2016|4
TelisikPemred
H
omo Homoni Lupus,
manusia menjadi
serigala bagi manusia
yang lain. Serigala, hewani,
menerkam, menggigit, dan
mencabik-cabik. Saling
menghabiskan dan membunuh.
Dunia hewani. Apapun
motivasinya, kalau hal ini
dilakukan manusia, tak bisa
dibenarkan dengan akal dan
budi yang sehat.
Eksistensi manusia dan serigala
berbeda. Serigala, tok animal.
Manusia animal yang berratione.
Apalagi motivasi membunuh
sesamanya demi mencari ticket
ke Surga, seperti yang lagi mode
sekarang dengan bom bunuh diri.
Manusia yang membunuh diri
dan membunuh orang lain, aspek
kemanusiaanya nihil, bahkan
derajatnya lebih rendah dari pada
hewan, karena Co Jito Ego Sum-
nya, ga main. Dia melalakukan
tanpa berpikir.....kosong, bak robot
yang dikendalikan dengan ree-
moot, atau wayang yang didalangi
oleh Ki Dalang-nya.
Dia yang berjalan itu, hanyalah
seonggok daging mentah tanpa
jiwa, dan kemudiaan menjadi
jazad angus, yang tercabik-cabik
bersama jazad manusia yang tak
berdosa lainnya. Wong jiwanya
ga ada ko, yang berjalan itukan
hanya seongggok daging menta.
Siapa yang masuk surga dengan
jazadnya? Jiwanya diperalat,
mengembara tak menentu, tanpa
tujuan. Gentayangan bak hantu di
siang bolong. Pikiran logis justru
dia menghantar jiwa-jiwa manu-
sia-manusia lain ke surga, karena
mereka yang meninggal ulahnya
adalah manusia utuh.
Kekerasan sedang menandakan
hilangnya sebuah peradaban,
sehingga biadab menjadi
dominasi. Masih berada dalam
jaman jahiliah atau kebodohan.
Ada banyak faktor yang menjadi
pemicu, misalnya Faktor ekono-
mi, sosial, kemasyarakatan,
bahkan politik. Apapun alasan
yang bersifat ekstern alias faktor
luar, tak akan terjadi bunuh diri
dan membunuh orang, kalau ada
pemaknaan dan penghayatan
akan hidup ini di bumi ini sebagai
sebuah anugerah Allah.
Agama-agama monoteisme,
dan agama-agama asli sangat
menghargai hidup kehidupan
ini, bahkan hidup ini harus
berdaya dan berarti bagi diri dan
bagi orang lain. Relasi, sahabat,
bermasyarakat, dialog, meru-
apakan aspek-aspek sosial yang
mendukung pemaknaan dan
penghayatan akan hidup yang
berimplikasi pada iman dan
dokma(ajaran) agama. Dan hal
ini ditegaskan melalui doa dan
tafakur yang tak lain merupakan
ungkapan berelasi dengan Allah
dengan sesama.
Agama selalu membuka
wawasan dan perpekstif hidup
ke depan yang lebih baik, baik di
bumi maupun kelak beralih dari
bumi ini, dalam kaitan manusia
sebagai mahluk sosial Homo So-
cius. Agama berurusan dengan ke-
baikan di dunia nyata dan akhirat.
Menarik apa yang diungkapkan
oleh Ahmad Sahal@sahal_As
dalam media sosial:“Jika mau
SEONGGOK
DAGINGMENTAH
RP Hubertus Lidi OSC
Ketua Komsos KAM
5. 5|Lentera news -edJanuari2016
menguasai orang goblok, bung-
kuslah perkara-perkara busuk
dengan baju agama.” Lahirianya
sopan, saleh dan soleha, tapi itu
sebenarnya ekspresi minder. Taat
beribadah tapi sasaran puja-pu-
jinya setan.
Seyogianya kekerasan itu
asosial. Terungkap bahwa orang-
orang semacam ini, relasi sosial
dengan sesamanya;kurang per-
gaulan alias kuper tetangganya aja
ga kenal, bahkan istri dan anak-
anaknya sendiri tak kenal. Pintu
rumanya selalau tertutup. Duni-
anya ‘terbatas dan gelap.’ Ting-
kat kecurigan terhadap sesama
manusia tinggi, bahkan mencuri-
gai bayang-bayangnya sendiri.
Hal itu sebagai ungkapan ketidak
tenangan atau ketaknyamannya
atas hidup ini. Tak nyaman, maka
ia mencari jalan pintas, yang men-
urutnya ke Surga dengan mem-
bunuh diri dan orang lain. Asosial
itu musuh kehidupan, karena
memang manusia pada dasarnya
makluk sosial, alias homo socius
atau dibahasakan dalam perspek-
tif negatio: No man is a land. Surga
itu kebahagiaan dan kedamaian
yang telah mengalami proses sem-
purna bersama jiwa-jiwa damai,
jadi mustahil orang bunuh diri
dengan bom, nimbrung disana.
Tempatnya yang pantas buat
dia sang sahabat kekerasan itu,
adalah neraka jahanam, biar den-
damnya terus membara bersama
baranya api neraka yang tak akan
kunjung padam itu.
Sang sahabat kekerasan itu....bu-
kanlah manusia. Harga sosialnya
sangat murah, sehingga bisa di-
beli, dikibuli dengan harga janjian
surga. Kasihan banget ibu yang
melahirkannya, dan bapaknya
yang menaburkan beni sperman-
ya itu. Toh hasilnya hanya seong-
gok daging menta, mati sia-sia!
Credit ilustrasi: www.myfamilylaw.net
7. 7|Lentera news -edJanuari2016
A
khir-akhir ini kontro-
versi di negara kita tentang
masalah homoseksualitas
dan isu seputar LGBT (lesbian, gay,
biseksual, dan transjender) meng-
hangat. Yang mengejutkan adalah
penggunaan bahasa yang keras
dan ancaman tersembunyi dalam
banyak pernyataan. Amat perlu
kontroversi ini disikapi sesuai
dengan prinsip kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Untuk itu, sebaiknya kita mem-
bedakan tiga hal: fakta, sikap ter-
hadap fakta itu, dan opsi kerangka
hukum.
Homoseksualitas dimaksud se-
bagai ketertarikan seksual kepada
orang yang sama jenisnya dan bu-
kan yang lawan jenis, jadi laki-laki
tertarik pada laki-laki dan bukan
pada perempuan, dan perempuan
tertarik pada perempuan.
Pada 26 tahun lalu, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sudah
mencoret homoseksualitas dari
daftar penyakit mental. Kecend-
erungan homoseks (selanjutnya:
homo), tidak dipilih, tetapi
dialami oleh yang bersangkutan.
Homoseksualitas adalah kecend-
erungan alami, ditemukan juga
di antara binatang, dan kalau
orang-seperti penulis ini-percaya
bahwa alam diciptakan, maka
homoseksualitas juga tidak di luar
penciptaan. Kecuali dalam orien-
tasi insting seksual ada perbedaan
dengan orang lain. Mereka sama
baik atau buruk, sama cakap atau
tidak. Karena itu, mau “menyem-
buhkan” atau “membina” ke jalan
yang benar mereka yang berke-
cenderungan alami adalah tidak
masuk akal.
MENYIKAPI FAKTA
Bagaimana menyikapi
fakta itu? Pertama, kita harus
berhenti menstigmatisasi dan
mendiskriminasi mereka.
Orientasi seksual tidak relevan
dalam kebanyakan transaksi
kehidupan. Sebaiknya kita
ingat: menghina orang karena
kecenderungan seksualnya berarti
menghina Dia yang menciptakan
kecenderungan itu. Kedua,
orang berkecenderungan homo
memiliki hak-hak kemanusiaan
dan kewarganegaraan yang sama
dengan orang heteroseksual.
Sebab, negara wajib melindungi
segenap tumpah darah bangsa,
maka negara wajib berat
melindungi mereka.
Ketiga, hak mereka untuk ber-
sama- sama membicarakan kepri-
hatinan mereka harus dihormati.
Hak konstitusional mereka untuk
berkumpul dan menyatakan
pendapat mereka wajib dilindungi
negara. Amat memalukan kalau
polisi kita bisa didikte kelom-
pok-kelompok tertentu. Orang-
orang itulah yang menyebarkan
intoleransi dan kebencian dalam
masyarakat.
Keempat, tahun 1945 bangsa
Indonesia memilih menjadi
negara hukum, bukan negara
agama dan bukan negara adat-
istiadat. Dan itu berarti otonomi
PerkawinanSejenisTak
Berdasar
Franz Magnis-Suseno
Guru Besar Sekolah
Tinggi Filsafat
Driyarkara
LenteraUtama
8. Lentera news -edJanuari2016|8
seseorang dihormati selama ia
tidak melanggar hukum. Moralitas
pribadi bukan wewenang aparat,
suatu prinsip yang amat penting
dalam masyarakat majemuk. Apa
yang dilakukan dua orang dewasa
atas kemauan mereka sendiri di
kamar tidur seharusnya bukan
urusan negara.
Namun, kelima: empat butir
di atas tidak berimplikasi
bahwa kecenderungan homo
sama kedudukannya dengan
kecenderungan hetero. Dalam
masyarakat kita-sampai 50
tahun lalu di seluruh dunia-
kecenderungan homo oleh
kebanyakan warga dianggap
tidak biasa. Dan, tidak tanpa
alasan. Seksualitas berkembang
selama evolusi demi untuk
menjamin keturunan, tetapi
untuk mendapatkan keturunan
yang perlu bersatu (dan karena
itu saling merasa tertarik) adalah
laki-laki dan perempuan. Dalam
arti itu heteroseksualitas bisa
disebut normal. Homoseksualitas
juga produk alam, tetapi produk
sampingan.
KERANGKA HUKUM
Pertanyaan tentang kerangka
hukum adalah pertanyaan apakah
tuntutan legalisasi perkawinan
antara dua orang sejenis-seperti
sudah banyak terjadi di negara-
negara Barat-sebaiknya dipenuhi?
Mari kita kesampingkan per-
timbangan atas dasar agama
(yang tentu saja juga sah). Mari
kita bertanya: mengapa semua
masyarakat di dunia - sampai
20 tahun lalu - tidak pernah
menyamakan kedudukan
pasangan sejenis dengan
kedudukan pasangan laki-laki dan
perempuan? Jawabannya jelas:
evolusi mengajarkan bahwa sp-
Betapa pun pasangan
homo mencintai anak
angkat mereka, tetapi
menjadi besar dalam
“keluarga” dua ayah
atau dua ibu bisa me-
nyebabkan gangguan
dalam perkembangan
kesosialan anak
tersebut
esies yang tidak memberi prioritas
tertinggi pada penjaminan ketu-
runannya akan punah.
Umat manusia sejak ribuan
tahun memberikan perlindungan
khusus terhadap persatuan
intim laki-laki dan perempuan
karena berkepentingan vital
akan keturunannya. Tambahan
pula, agar bayi bisa menjadi
orang dewasa yang utuh, dia
memerlukan suatu ruang sosial
terlindung selama sekitar
20 tahun pertama hidupnya,
dengan acuan baik pada manusia
laki-laki maupun pada manusia
perempuan. Ruang sosial itulah
keluarga.
Karena alasan yang sama,
harapan banyak pasangan homo
agar diizinkan mengadopsi anak
sebaiknya tidak dipenuhi. Betapa
pun pasangan homo mencin-
tai anak angkat mereka, tetapi
menjadi besar dalam “keluarga”
dua ayah atau dua ibu bisa
menyebabkan gangguan dalam
perkembangan kesosialan anak
tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat
amat berkepentingan terhadap
keluarga dengan ayah dan ibu,
tetapi tidak berkepentingan
terhadap persatuan dua manusia
sejenis. Oleh karena itu pula,
tuntutan penyamaan kedudukan
legal pasangan sejenis dengan
yang berbeda jenis tidak
mempunyai dasar.
Perkenankan saya mencoba
menarik beberapa kesimpulan.
Yang pertama, kita mesti
menyepakati bahwa segala
diskriminasi terhadap mereka
yang homo harus diakhiri.
Orientasi seksual tidak relevan
untuk kebanyakan bidang
kehidupan. Dari seorang pejabat
“
LGBT via johnlewis.house.gov
9. 9|Lentera news -edJanuari2016
tinggi dapat diharapkan bahwa
ia bisa membedakan antara
wawasan tingkat taman kanak-
kanak dan wawasan universitas.
Justru universitaslah tempat
di mana diskursus kompeten
dan terbuka terhadap imp-
likasi perbedaan orientasi sek-
sual harus dibicarakan. Para
rektor universitas wajib berat
menjamin kebebasan akademik.
Dari mereka yang berorientasi
homo diharapkan realisme dan
kesediaan untuk menerima
bahwa perbedaan dalam orientasi
seksual membuat mereka
juga berbeda. Mendesakkan
penyamaan perkawinan antar-se-
jenis dengan perkawinan tradi-
sional hanya akan memperkuat
prasangka-prasangka. Dorongan
untuk coming out bisa tidak
kondusif. Pengakuan sosial akan
memerlukan kesabaran. Sudah
waktunya kita menjadi dewasa
secara etis dan intelektual.
* Artikel ini terbit di Harian
Kompas ed. 23 Februari 2016
Jeda
10. Lentera news -edJanuari2016|10
KENAPADILAMBANGKAN
DENGANPINTUSUCI?
S
ekilas memang tidak ada
yang spesial dari Pintu
Suci. Sama seperti pintu-
pintu gereja yang lain, Pintu Suci
menghubungkan antara bagian luar
dan dalam gereja. Secara fisik yang
membedakan adalah Pintu Suci
memiliki ukiran-ukiran khas yang
berupa gambar-gambar sejarah
keselamatan umat manusia, atau
gambar Yesus, Maria, dan Para
Kudus, biasanya disertai lambang
keuskupan/kepausan. Kemudian
apa yang membuat Pintu Suci ini
begitu spesial?
Secara simbolis, Pintu Suci
menggambarkan Yesus Kris-
tus sendiri. Ingatkah saat Yesus
mengatakan kepada murid-murid-
Nya bahwa Dialah “Sang Pintu”
menuju Bapa? Dalam Yoh 10:9 Yesus
bersabda, “Akulah PINTU; barang-
siapa masuk melalui Aku, ia akan se-
lamat dan ia akan masuk dan keluar
dan menemukan padang rumput”.
Padang rumput di sini digambarkan
sebagai Surga atau sebagai Allah Bapa,
sumber segala keselamatan. Ayat ini
mengingatkan kita akan sabda Yesus
dalam Yoh 14:16, yaitu, “Akulah JALAN,
dan KEBENARAN, dan KEHIDUPAN.
Tidak ada seorang pun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
Pintu Suci juga melambangkan
‘pintu’ Kerahiman Allah yang selalu
terbuka bagi seluruh umat manusia.
Kenapa demikian? Sebab kita adalah
manusia yang fana, rapuh, dan mudah
jatuh dalam dosa. Tanpa berkat dan
bimbingan-Nya, tanpa kerahiman-
Nya yang menyelamatkan, kita pasti
tak berdaya melawan Iblis yang selalu
mencoba menjerumuskan kita pada
dosa dan maut.
Sepanjang sejarah keselamatan
umat manusia, Allah selalu menolong
manusia untuk selamat dan terhindar
dari segala dosa karena Allah begitu
mencintai kita dan tidak mau kita
mengalami penderitaan kekal di
Neraka. Maka dari itu, melalui
kerahiman-Nya yang tidak dapat
kita selami secara nalar manusia,
Dia mengutus para nabi untuk
menunjukkan jalan keselamatan,
pertama-tama kepada bangsa Israel,
bangsa pilihan-Nya. Hingga kemudian
Benediktus Diptyarsa
Janardana
Mahasiswa Psikologi di
Universitas Negeri Malang
LenteraIman
(credit foto: http://monroenews.com)
11. 11|Lentera news -edJanuari2016
Dia turun ke Dunia dan mengambil
rupa manusia, yang kita kenal dengan
nama Yesus Kristus. Kedatangan-
Nya ke Dunia menjadi penggenapan
nubuat para nabi sekaligus bukti Cinta
Kasih Allah yang luar biasa besar pada
kita. Melalui Yesus lah, dosa-dosa kita
ditebus dalam pengorbanan-Nya di
Salib, dan di dalam nama Yesus lah,
keselamatan umat manusia diperluas,
tidak hanya bagi bangsa Israel, namun
jugabagiseluruhDunia.Takheranjika
Paus Fransiskus dalam Bulla Kepau-
san “Misericordiae Vultus” menegas-
kan Yesus sebagai wajah Kerahiman
Bapa.
Bukti Kerahiman Allah ini
tergambar jelas dalam panel-panel
logam yang terpasang di Pintu
Suci Basilika St. Petrus, Vatikan,
yang mana di sana terukir seluruh
sejarah keselamatan umat manusia,
mulai dari zaman Adam dan Hawa
hingga kenaikan Yesus ke Surga.
Selain sebagai Pintu Kerahiman,
Pintu Suci juga digambarkan sebagai
penghubung simbolis antara bagian
luar gereja, yakni segala sesuatu yang
bersifatduniawi,denganbagiandalam
gereja, yakni segala sesuatu yang ber-
sifat rohaniah dan adikodrati, tempat
Allah sendiri bersemayam.
Ketika Pintu Suci dibuka secara
meriah, hal ini mau melambangkan
rahmat dan kerahiman Allah yang
terbuka dan mengalir memenuhi
seluruh umat beriman. Ini lah yang
mendasari pemberian INDULGENSI
PENUH kepada semua orang yang me-
lewati Pintu Suci. Melalui indulgensi,
Allah mau mencurahkan kerahiman-
Nya yang besar untuk menyembuh-
kan luka-luka dan menghapuskan
siksa-siksa dosa yang kita lakukan.
Tentu saja supaya memperoleh indul-
gensi (terutama indulgensi penuh),
kita harus menerima Sakramen Tobat
dan menyambut Sakramen Ekaristi,
sebab indulgensi menghapus siksa-
siksa dosa, bukan dosa nya sendiri.
Selain itu, kita juga harus mendoakan
intensi/ujud permohonan Bapa Suci
yang tertera pada bulan kita akan
menerima indulgensi.
Nah,setiapkaliparapeziarahmasuk
ke dalam basilika melalui Pintu Suci,
mereka selalu diingatkan akan sabda
Yesus, bahwa melalui Yesus lah kita
dapat memperoleh Kerahiman-Nya
yang terbuka setiap saat, sama sep-
erti Pintu Suci yang dibiarkan terbuka
selama 24 jam. Maka setiap mereka
mau memasuki basilika melalui Pintu
Suci, mereka berlutut di depan Pintu
dan berdoa dalam iman dan syukur
seraya memohon kerahiman, rahmat,
dan berkat Allah yang melimpah bagi
dirinya sendiri, keluarga, dan orang-
orang di sekitar mereka. Sehabis itu,
biasanya para peziarah akan mencium
palang Pintu Suci yang telah diberi
ukiran Salib ataupun ukiran yang ter-
teradiPintuSucisebagaiwujuddevosi
mereka yang mendalam pada Kerahi-
man Allah, sekaligus sebuah harapan
penuh iman bahwa kelak mereka akan
diselamatkan dalam nama Kristus.
(bersambung di edisi berikutnya)
12. Lentera news -edJanuari2016|12
P
erserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) merayakan
tahun 1986 sebagai
“Tahun Perdamaian”. Santo
Yohanes Paulus II (saat masih
menjadi Paus) mengundang 150
wakil dari 12 agama besar didu-
nia pada tanggal 27 Oktober 1986
untuk berkumpul di Kota Assisi,
Italydanberdoabagiperdamaian
dunia. Mereka berdoa bagi
terwujudnya “satu dunia damai
tanpa perang”. Bunda Teresa dari
Calcuta, India, setiap hari selalu
berdoa begini: “Tuhan yang
maha baik! Semoga aku melihat
Engkauhariini,dalamdiriorang-
orang-Muyangsakit.Semogaaku
dapat melayani Engkau ketika
aku melayani mereka”.
Dua ilustrasi di atas sek-
edar ditampilkan untuk mene-
kankan betapa pentingnya doa
dalam hidup manusia. Prof. J. Hu-
izinga dalam bukunya berjudul:
“Homo Ludens”, menjelaskan
bahwa disamping sebagai homo
ludens, manusia juga adalah
homo laborans dan homo orans.
Memang dari kodratnya, manusia
adalah homo orans (dari kata
orare), makhluk berdoa.
Doa dan Kerja: Saling
Melengkapi
Manusia adalah ciptaan
Tuhan yang telah terbingkai
secara teratur sebagai makhluk
yang paling menarik. Karena itu,
hidup keseharian manusia adalah
hidup untuk dan bersama dengan
kegiatan atau aktivitas (kerja).
Kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan selalu menuntut kita
untuk melaksanakan dengan
penuh kesadaran dan penuh
tanggung jawab. Dan kekuatan
lainyangmemampukankitauntuk
beraktivitas atau bekerja. Sebelum
dan sesudah melaksanakan suatu
kegiatan, harus dibingkai dengan
aktus doa.
Ora et Labora adalah pepatah
klasikyangmasihmerduterdengar
memotivasi kita agar kita perlu
menempatkan doa dankerjaseba-
gaibagianpokokuntukmenghidu-
pi hidupnya. Di mana orang harus
memasukidasarkedalamansendi-
ri dan kedalaman Allah supaya Al-
lah benar-benar menampakkan
diri kepada kita dalam segala ak-
tivitas kita. Orang harus menggali
dalam-dalam untuk menemukan
sumber yang cukup melimpah un-
tuk mengairi seluruh eksistensin-
ya. Kedua dimensi ini: doa dan
kerja selalu saling melengkapi.
Semua tindakan manusia
mencerminkan sebuah doa.
Setiap orang menyandang dua
sebutan akrab, antara lain:
•Sebagai homo orans (manusia
pendoa) dan homo laborans
(manusia pekerja).
• Sebagai makhluk pen-
Margaretha Ayu
Bawaulu
Peminat Sajak, umat di
Paroki Helvetia - Medan
HOMOORAns:
MAKHLUK
(MAnUsIA)BERDOA
LenteraRefleksi
13. 13|Lentera news -edJanuari2016
doa: berdoa merupakan satu
bentuk aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan rohani.
• Sebagai makhluk pekerja:
bekerja merupakan satu bentuk
aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan jasmaniah.
Dari kedua bentuk aktivitas
ini, kita pasti mempunyai target
tertentu untuk mencapai sesuatu
dan itu idealitas setiap orang.
Doa dan kerja memang tampak
sebagai dua hal yang berbeda,
tetapi keduanya merupakan unsur
yang tak terpisahkan, sehingga
muncul semboyan: ora et
labora (Latin), bete und arbeite
(Jerman), berdoa dan bekerja.
Bekerja tanpa berdoa adalah suatu
kesombongan dan berdoa tanpa
bekerja juga sia-sia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
banyak orang sukses dalam kerja
danberhasilmengumpulkanharta
di dunia, kaya raya tanpa didasari
dengan hidup doa. Namun, perlu
dipertanyakan apakah kekayaan
itu didapatkan dengan cara yang
halal? Atau dengan menghalalkan
segala cara? Tidak mengherankan
jika di zaman ini kita menyaksikan
dari berbagai media bahwa orang
sukses atau pejabat negara yang
setiap harinya hidup dalam keme-
wahan serba lux terpaksa meng-
habiskan sisa hidupnya di balik
jeruji penjara. Hal ini benar-benar
menunjukkan bahwa kerja tanpa
didasari dengan doa sehingga kes-
erakahan membawanya ke situasi
maut.
Suatukebiasaanyangsalahjika
berdoa saja untuk mengharapkan
berkat turun dicurahkan dari
langit lewat serangkaian mukjizat
spektakuler setiap saat, tan-
pa melakukan apa pun untuk
mendapatkan berkat itu, selain
hanya berdoa siang dan malam.
Atau, sebaliknya, hanya beker-
ja terus dari pagi sampai larut
malam tanpa memperhatikan
hidup rohaninya. Hanya fokus
dalam bekerja atau meniti karier
tanpa menjaga sisi rohani akan
mengarahkan orang ke dalam
keangkuhan,cintaharta,mengejar
takhta, dan berbagai hal buruk
lainnya. Itulah sebabnya perlu
menjagakeseimbanganantaradoa
dan kerja sehingga tidak terjadi
ketimpangan. Doa dan kerja harus
balance, fifty fifty.
Sebagai ilustrasi: bisakah Anda
mengendarai sepeda motor
sebelum melatih keseimbangan?
Bisa dijamin Anda akan terjatuh
jika tidak tahu bagaimana agar
bisa berada seimbang di atasnya.
Doa dan kerja juga merupakan
sebuah keseimbangan yang dalam
banyak hal sangat menentukan
keberhasilan seseorang dalam
hidupnya.
Sebagai homo orans (manusia
pendoa) dan homo laborans
(manusia pekerja), kita perlu
menyeimbangkan kedua hal
tersebut sehingga tidak terjadi
ketimpangan. Banyak orang
yang selama masa jayanya dan
masa keemasannya di dunia,
tidak menghiraukan Tuhan, tidak
beribadah,tidakbersyukurkepada
Tuhannya, tidak berdoa mohon
berkat dalam karya serta mohon
pengampunan atas dosa, tetapi
ketika berada dalam masa-masa
sulit, masa kritis, masa ketakber-
dayaan, baru ingat Tuhannya dan
berdoa. Apakah ini bukan sikap
orang-orang munafik? Tentunya
ini adalah urusan privat setiap
manusia dengan penciptanya,
tetapi bahwa mengabaikan doa
atau ibadah kepada Tuhan, berarti
manusia telah mengingkari diri
sebagai makhluk rohani dan
makhluk berdoa?
(bersambung di edisi berikutnya)
Ingin membaca artikel inspiratif di atas secara lengkap?
Sila beli dari Tokopedia!!!
Ketikkan judul buku: “manusia mahluk beratribut”
di kotak pencarian. Lalu, klik tombol ‘beli’.
14. Lentera news -edJanuari2016|14
Sekali waktu ada ‘kerikil kecil’
menjungkir balikkan kita. Terutama
tentang pemikiran terhadap satu hal
yang lama dianggap lazim.
Malcolm Gladwell, jurnalis The New
Yorker, menggelindingkan ‘kerikil’
tersebut dalam satu buku.
Setelah What the Dog Saw dan Out-
liers, Gladwell seperti tak kehabisan
isu menarik untuk diselidiki dan
ditulis ke dalam buku.
Jurnalis yang dijuluki ‘detektif akan
hal-hal tak lazim’ tersebut, mengakui
sendiri awalnya tergelincir tentang
ihwal lazim -- yang kemudian menjadi
judul utama buku tersebut: David and
Goliath.
Adagium dua tokoh besar tersebut
memang telah lama menjadi perump-
aaman guna membanding situasi
jomplang. Lemah vs Kuat. Kecil vs
Besar.
Temuan Gladwell dari sisi historis
hingga kalangan medis, ternyata
mendapati sebaliknya. Betapa si Daud
merupakan sosok lebih digdaya dari
si Goliath.
Gladwell kemudian mencari
inspirasi-inspirasi dari insan lain.
Sebagaimana Daud vs Goliath.
Bagaimana mungkin? Apa saja
yang dipaparkan sehingga Gladwell
menentang kelaziman yang lama
mengurat ini?
Temukan dan bersiaplah terjungkir
oleh ‘kerikil’ dalam buku bersampul
putih dan coklat ini.
[Ananta Bangun]
ResensiBuku
Terjungkirbalik
olehtemuanGladwell
15. 15|Lentera news -edJanuari2016
“Rina…! Rina, bangun ! Sudah siang
ini loh.. Ayo bangun Nak, nanti kamu
telat ke kampus .” Bagai suara peluit
kereta api yang mendengung ke se-
luruh stasiun. Mimpi manis di dalam
khayal Rina buyar seketika menden-
gar suara Mama. Dengan kelopak mata
yang masih redup, dari sudut tempat
tidur Rina melihat mama merapikan
bajunya yang berantakan di samping
lemari.
“Santai ajalah ma.. hari ini kuliahnya
Pak James. Pak James kan jarang mas-
uk. Jadi enggak usah deh buru-buru
kalau enggak jelas”, ketus Rina.
“Iya, tapi kamu sebagai anak gadis
harus terbiasa bangun pagi. Setelah itu
membersihkan rumah. Mama sudah
mulai tua, kamu harus belajar mem-
bantu mama.”, pinta Mama.
“Iya-iya”.
Sekoyong-koyongnya dengan mata
tertutup, Rina bangkit meninggalkan
singgasana peristirahatannya.“Ma,
ambilin handuk dong!”, teriak Rina.
“Lho kok gak disiapin sebelum man-
di sih?” kata mamanya, masih dengan
sabar.
“Lupa!” bentaknya.
Mama segera menuruti permintaan
puterinya. Tak pernah tampak di wa-
jahnyaguratanlelah.Iamelayanikebu-
tuhan puterinya dengan tulus. Handuk
sudah ada di tangannya, sepertinya
dalam genggaman handuk itu ia ber-
harapdiusiaRinayangsudahberanjak
dewasa, ia mampu mengurus dirinya
sendiri.
“Ini nak, handuknya”, sambil me-
nyerahkan handuk merah jambu ber-
gambar Winnie the pooh.
Tanpa peduli, Rina masuk kamar
mandi lalu bermain air dan sabun.
“Kenapa sih mama selalu membuatku
benci. Ia selalu mengaturku ini dan
itu, padahal aku sudah tahu apa yang
harus aku lakukan”, gumamnya dalam
hati.
Seusaimandidansalinpakaian,Rina
menuju ruang tengah keluarga untuk
bercermin, ia memoles wajahnya yang
tirusdenganbedak,danmenggoreskan
gincu merah jambu di bibirnya yang
tipis. Rina sungguh tampak manis. Se-
manis Mamanya, di kala mama muda
dulu.Memangtampakjelaskecantikan
mama diwarisikan pada Rina. Di atas
meja makan telah tersedia nasi goreng
telur favorit Rina lengkap dengan sege-
las susu. Dilahapnya sarapan itu tanpa
jeda. “Emm.. masakan mama memang
is the best”. Puji Rina dalam hati.
Setelah sarapan Rina meninggal-
kan piring dan gelasnya yang kosong
di atas meja begitu saja. Tak terbesit
sedikitpun terbesit niatnya untuk
membereskan piring dan gelas ko-
tornya sendiri. Sambil bernyanyi ke-
cil dan mengibaskan rambutnya Rina
segera mengeluarkan motor merahnya
dari garasi. Tampak mamanya duduk
di kursi teras ditemani secangkir teh
hangat. Dari sorot matanya, sepertinya
mama berharap kalau Rina berpami-
tan mencium tangannya sebelum per-
gi ke kampus.
“Aku pergi ya ma..”, teriak Rina sam-
bil menggas sepeda motornya.
“Nanti jangan pulang terlalu malam
ya nak…”.
Tanpa menoleh ataupun menjawab
perkataan Mama, dengan segera Rina
melaju dari rumah.
Rina merasa lega sesampainya di
kampus. Ia senang bisa bertemu den-
gan teman-temannya. “Ya, inilah yang
aku cari, kesenangan dan kebebasan
yang tidak bisa kudapatkan di rumah
karena ada mama”, cetusnya dalam
hati.
***
HanyapunyaMama
Sry Lestari Sa-
mosir
Cerpenis
Sastra
16. Lentera news -edJanuari2016|16
Mama Rina adalah single parent ka-
rena papanya telah meninggal dalam
suatu kecelakaan setahun yang lalu.
Mungkin karena peran sebagai single
parent itu, mama jadi sangat menye-
balkan. Walaupun maksudnya bukan
begitu.
Sesungguhnya mama ingin Rina
tumbuhmenjadigadisyangbaikwalau
tanpa kasih sayang seorang Ayah. Na-
mun ternyata Rina tidak mengerti
maksud mama. Rina merasa bahwa
mamanya membuat peraturan-pera-
turan yang menurutnya tidak penting.
***
Dua temannya yang bernama Della
dan Susi adalah sahabat baik yang se-
lalu ada buat Rina. Ketika Rina merasa
tertekan di rumah, mereka bersedia
memberikan Rina tumpangan di ru-
mah mereka. Rina merasa sangat
senang ketika bersama-sama dengan
mereka.
Krriiiiinngg. Perkuliahan berakhir.
“Hei girls, sebelum pulang kita nong-
krong yok”, ajak Della.
Rina menjawab,”Ayok.. aku juga sun-
tuk di rumah berdua sama mamaku
melulu”.
“Oke deh, kita ke café biasa yok..
Cuss..”, kata Susi.
***
Pukul delapan malam. Rumah tam-
pak kosong ketika Rina sampai. Un-
tung Rina punya kunci rumah cadan-
gan. Tidak ada siapa-siapa di rumah.
Dibukanya tudung saji di meja makan.
Juga tak ada makanan satupun di sana.
Kekesalan Rina pada mama muncul
lagi.
“Rina.. Mama pulang”, Mama meng-
hampiri Rina.
Rina langsung marah-marah.
“Mamakalaugabisajadiibujanganbe-
gini donk! Apa gunanya punya mama
kalau aku mau makan aja tersiksa.”
Mama terkejut mendengar ucapan
itu dan naik pitam. Sebungkus sop di
genggamannya terjatuh dan tumpah.
Kemudian terdengar’..’plak”.. Sebuah
tamparan mendarat di pipi Rina. Sam-
bil menangis mama pergi ke kamar
meninggalkan Rina puterinya sendi-
rian. Rina pun pergi ke kamarnya sam-
bil mengelus pipinya seraya terisak
lirih.
Mama menyudut di kamarnya yang
gelap. Seakan kehabisan daya sebagai
orang tua. Sementara masih di satu
atap yang sama Rina melelehkan bulir-
bulir airmata..
***
Dua hari sudah Rina minggat ke
rumah Della. Di rumah Della ia ting-
gal dan sangat diperhatikan orang tua
Della.
“Rina, apa kamu tidak rindu pada
ibumu?, kata Ibu Della lembut, pada
satu sore.
“Ah.. untuk apa rindu, Ibu juga tidak
rindu padaku. Buktinya ia tidak men-
cari aku.,” ketus Rina.
Ibu Della menggeleng dan
berkata,”Tidak Rina, jangan pernah
berpikir seperti itu. Bagaimanapun
juga ia ibumu. Bayangkanlah dari lahir
kamu sudah diasuh oleh ibumu. Saya
bisa merasakan kesedihan yang dira-
sakan ibumu, karena saya juga seorang
ibu.Semuayangterjadidiantarakalian
pasti ada maksudnya. Tuhan memberi-
kan masalah kepada kalian berdua,
bukan untuk semakin menjauhkan,
tetapi medekatkan. Ibu dan anak tak
kan bisa terpisah.”
Rina mulai meneteskan airmata. Ia
merindukan masa-masa kecilnya ke-
tika dirawat dan dibesarkan oleh ibu-
nya. Ibu yang sabar menghadapi keras
kepalanya. Ibu yang senantiasa beru-
saha membuatnya bahagia.
“Aku salah, iya yang tante katakan
benar. Aku sudah menjadi anak yang
durhaka. Seharusnya aku berbakti
pada ibuku. Apalagi ibu saat ini tidak
bersama papa lagi. Ibu maaf aku…”,
Rina terisak.
Akhirnya Rina Pulang ke rumah
dengan perasaan menyesal. Ketika
masuk ke rumah, dilihatnya rumah
kosong. Dia memanggil ibunya, namun
tak jua ada suara.
Terdengar ada suara motor datang.
Rusman sepupu Rina masuk rumah
dengan terburu-buru,
“Rin, Tante kecelakaan! Tante ke-
celakaan saat dia mencari kamu. Ia
sekarang di rumah sakit!” Rusman
bergegas masuk kamar mama dan
mengemasibaju-bajumamayangakan
dibawakerumahsakit,sementaraRina
hanyabisaterdiammendengarnya.Ka-
get. Terpukul. Rasanya tidak percaya.
Sesampainya di rumah sakit Rina
hanya bisa duduk dan termenung, se-
mentara Rusman berbicara pada dok-
ter. Rina tak mampu berpikir. Terden-
gar sekilas bahwa mama mengalami
banyak pendarahan. Air mata Rina
mengalir deras. Rina merasa sangat
takut, takut kalau pada akhirnya nasib
mama akan berakhir seperti papa.
“Aku kecewa, tak mengerti apa mak-
sud Tuhan membiarkan tragedi men-
impa keluarga kami. Namun sekarang,
tak ada lagi yang bisa kulakukan selain
berdoa”, seru batin Rina
“Tuhan Yesus, aku datang pada-Mu.
Aku mohon supaya Engkau jangan
mengambil mama. Sembuhkanlah
mama, ya Tuhan. Aku berjanji untuk
menuruti setiap perkataan mama. Aku
mohon, ya Tuhan. Amin”
Satu bulan setelah kecelakaan. Rina
baru saja selesai bersaat teduh di teras
rumah. Mama menghampirinya den-
gan kursi rodanya.
Rina membuatkannya segelas teh
hangat. Mama tersenyum. Hati Rina
ikut terasa hangat. Rina mulai menger-
ti maksud dari semua yang Tuhan
perkenankan terjadi dalam hidupnya.
“Tuhan mau membentuk aku untuk
menjadi anak yang lebih taat dan men-
yayangi mamaku. Dan yang lebih pent-
ing, Tuhan menarik aku kembali untuk
membangun relasi yang erat dengan-
Nya”, suara hati Rina menggema. Lalu
ke dua ibu dan anak itu berpelukan.
Rina berbisik,”Aku sayang Mama”.
17. 17|Lentera news -edJanuari2016
SARASEHAN NASIONAL
SIGNIS INDONESIA
PPS Cinta Alam - Medan | 13 - 18 Februari 2016
mengucapkan:
TERIMA KASIH UNTUK KERJASAMA
BERUPA BANTUAN MATERIL & MORIL
DALAM RANGKA MENSUKSESKAN
kepada:
PANITIA PELAKSANA | PASTOR PAROKI & UMAT PAROKI ST.
PERAWAN MARIA YANG DIKANDUNG TAK BERNODA ASAL,
KATEDRAL MEDAN | PASTOR & UMAT PAROKI MEDAN KRISTUS
RAJA | PASTOR & UMAT PAROKI ST. ANTONIUS HAYAM WURUK
MEDAN| PASTOR & UMAT PAROKI ST. MARIA RATU ROSARI,
TANJUNG SELAMAT | PASTOR & UMAT STASI ST. STEFANUS
BELAWAN (PAROKI ST. KONRAD, MARTUBUNG) | PASTOR & UMAT
STASI ST. THERESIA DARI KANAK-KANAK YESUS, SIMALINGKAR
(PAROKI PADANG BULAN MEDAN) | DAN SELURUH DONATUR
18. Lentera news -edJanuari2016|18
LapoAksara
Ananta Bangun
Redaktur Tulis
P
ernahkah Yesus menulis?
Demikian menggelayut tanya
di hatiku. Sebab Sang Putra
Allah, kerap menyampaikan
warta gembira melalui khotbah dan
perumpamaan. Tak dinyana, aku
menemukan dalam Kitab Yohanes
(Yohanes 7:53, 8:11), bahwa Yesus
pernah menulis di atas pasir, ketika
dicobai untuk menghukum seorang
insan yang berzinah.
Menulis di atas pasir?
Kalimat tersebut membalik
kembali halaman kenangan sebuah
cerita. Tulisan seorang Imam.
“Dua perantau melintasi gurun
gersang selama beberapa hari. Hari
yang terik dan angin kering bagai
mencabik keakraban mereka.
Karena perasaan kesal atas kelala-
ian dan cekcok, seorang memukul
teman merantaunya. Orang yang
dipukul terperangah tak percaya.
Perlahan dia beringsut, lalu berjong-
kok. Dan menulis di atas pasir: ‘Hari
ini, sahabatku memukul aku hingga
terjatuh.’
Selang beberapa lama, mereka
pun lanjut berjalan dengan berdiam-
diam.
Perjalanan berlanjut hingga
mereka mendapati wilayah teduh
sarat pepohonan. Ternyata, tak jauh
di depan mereka ada sungai yang
mengalir tenang.
Begitu senangnya perantau – yang
sebelumnya sedih oleh sikap kasar
temannya – sehingga tanpa fikir
panjang melompat masuk ke arus
sungai. Tanpa menyadari sungai
tersebut teramat dalam.
Kaget. Perantau yang kedua
kemudian bergegas menangkap
kaki temannya, dan menyelamatkan
nyawanya. Si perantau yang malang
tadi pun terperangah tak percaya.
Dengan pelan, ia beringsut
mencari batu. Kemudian berlutut
sembari menulis di batu tersebut:
‘Hari ini, sahabatku menyelamatkan
nyawaku.’
“Mengapa kamu tadi menulis di
atas pasir, dan kini menulis di atas
batu?” tanya sang sahabat ke-
heranan.
“Karena aku tak ingin
meninggalkan perasaan sedih dan
amarah dalam diriku. Biarlah per-
asaan yang kutulis itu lenyap seiring
ditiup angin. Sementara rasa baha-
gia karena diselamatkan seorang
sahabat, hendaklah berdiam lama
bagai tulisan yang kutoreh di batu
ini,” katanya.
***
Lamat-lamat tertambat pemaha-
manku akan makna cerita tersebut
dengan perbincangan Yesus dengan
insan yang dituduh berzinah terse-
but:
Tetapi setelah mereka mendengar
perkataan itu, pergilah mereka se-
orang demi seorang, mulai dari yang
tertua. Akhirnya tinggallah Yesus
seorang diri dengan perempuan itu
yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus
bangkit berdiri dan berkata kepadan-
ya: “Hai perempuan, di manakah
mereka? Tidak adakah seorang yang
menghukum engkau?” Jawabnya:
“Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus:
“Akupun tidak menghukum engkau.
Pergilah, dan jangan berbuat dosa
lagi mulai dari sekarang.”
Menulisdiataspasir