1. Pasien pria berusia 37 tahun dirujuk ke bagian anestesiologi dengan keluhan nyeri pinggang kiri yang didiagnosis menderita nefrolitiasis berdasarkan hasil pemeriksaan.
2. Pasien diberikan analgesik berupa petidin dan ketorolak serta ranitidin untuk menangani nyeri dan mencegah gangguan saluran pencernaan.
3. Intensitas nyeri pasien menurun setelah pemberian obat-obatan tersebut.
1. OLEH :
FIFI FITRI YANTI
K1A1 12 001
PEMBIMBING :
dr. ANDI HASNAH SUAIB, Sp.An
MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN
NYERI E.C PENYAKIT
NEFROLITIASIS
2. STATUS PASIEN
IDENTITAS KASUS
Nama : Tn. Ilham
Tanggal lahir / Umur : 29 Juli 1980 / 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah nikah
Alamat : Wua – wua, Kendari
No RM : 51 XX XX
Tanggal masuk : 02 Februari 2018
3. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 06 Februari
2017 diruang Raha Mongkilo.
Keluhan utama : Nyeri pinggang kiri
Anamnesis terpimpin :
Pasien di konsul ke bagian Anestesiologi dari bagian Penyakit Dalam
dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri sejak empat hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk – tusuk dan terasa
terus-menerus. Pasien mengatakan nyeri tidak berkurang dengan
perubahan posisi tubuh. Keluhan ini disertai dengan dengan nyeri ulu
hati (+), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+) akibat rasa nyeri,
demam (-), sakit kepala (-). BAK lancar kesan normal. BAB belum
selama 4 hari. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat
pekerjaan sehari – hari pasien bekerja sebagai karyawan di salah satu
perkantoran di Kota Kemdari, dimana pasien mengaku pasien dapat
duduk selama 12 jam per hari. Pasien juga mengatakan bahwa pasien
kurang minum, dimana pasien dalam sehari hanya konsumsi air mineral
kurang dari 500 ml. Riwayat pengobatan (-).
Riwayat penyakit hipertensi (-), DM (-)
4. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Penilaian
A (airways) : bebas, tidak ada obstruksi
B (breathing) : P = 20x/menit, simetris kiri=kanan
C (circulation) : Nadi: 88x/menit, reguler, Tekanan darah : 110/80
mmHg Suhu : 36,7 º C
D (disability) : GCS E4V5M6
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikhterik (-/-)
Pupil isokor (+/+), Reflex cahaya direk
(+/+) ,Reflex cahaya indirek (+/+),
Refleks kornea (+/+).
Mulut : bibir pucat (-), kering (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar
5. Thoraks : Paru : suara napas vesikuler (+/+),
wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung : BJ I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, ballotement ginjal (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-),
sianosis (-), ikhterik (-)
9. KESIMPULAN
Perencanaan anestesi:
Rencana diagnosis : konsul bagian urologi untuk
evaluasi batu saluran kemih
Rencanan terapi :
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm + drips petidin 50 mg
Ketorolac 1 amp/8jam/iv
Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
Rencana monitoring : dilakukan pemantauan
berupa evaluasi terhadap kondisi nyeri
Rencana edukasi : pasien diminta untuk
mengurangi duduk yang membutuhkan waktu
lama dan rutin minum air putih.
10. Follow up
Selasa, 7 Februari 2018
S : nyeri sangat berkurang,
O : A : bebas
B : Pernapasan 20 kali/menit
C : Nadi 80 kali/menit, TD : 110/80, S : 36,8
D : GCS E4V5M6
E : Numerical Scale 3 – 4
A : Nefrolitiasis
P : IVFD NaCl 0,9%
Ketorolac 1 Ampul/8jam/IV
Ranitidin 1 Ampul/12jam/IV
11. Rabu, 8 Februari 2018
S : nyeri berukurang
O : A : bebas
B : Pernapasan 20 kali/menit
C : Nadi 84 kali/menit, TD : 120/80, S : 36,7
D : GCS E4V5M6
E : Numerical Scale 1-2
A : Nefrolitiasis
P : pasien dibolehkan rawat jalan
12. ANALISA KASUS
Kasus Kepustakaan
Diagnosis Nefrolitiasis, dengan
ASA I
Berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis
dengan nefrolitiasis dengan ASA I,
yakni pasien tanpa gangguan
organik, fisiologik, biokemik,
maupun psikiatrik. Pada saat
pemeriksaan pasien tampak sakit
sedang, gelisah akibat nyeri,
kesadaran komposmentis.
13. ANALISA KASUS
Kasus Kepustakaan
Penilaian intensitas nyeri
menggunakan Numerical
Scale
Pada pasien di nilai
intensintas nyerinya
dengan menggunakan
numerical scale dan
didapatkan intensitas
nyerinya yaitu 6-7 atau
nyeri sedang sampai berat.
14. ANALISA KASUS
Kasus Kepustakaan
Pemberian obat anti nyeri
(analgesik)
Pasien diberikan obat analgesik berupa Petidin
dosis 50 mg yang di drips dalam cairan infus NaCl
0,9 % dengan kecepatan tetasan yaitu 20 tetes
per menit.
Petidin (meperidin) merupakan obat golongan
opioid dengan indikasi pemberian pada
seseorang yang mengalami nyeri sedang sampai
berat, untuk analgesia obsetrik, dan untuk
analgesia perioperatif.
Dosis pemberian untuk nyeri akut adalah 50 –
150 mg tiap 4 jam dengan sediaan injeksi 50
mg/mL dan tablet 50 mg.
Efek samping dari penggunaan petidin adalah
pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual,
muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
15. ANALISA KASUS
Kasus Kepustakaan
Pemberian obat anti
nyeri (analgesik)
Pasien diberikan obat analgesik berupa ketorolak 30
mg/6jam/IV.
Ketorolac merupakan obat golongan non opioid.
Indikasi pemberiannya adalah penanganan jangka
pendek untuk nyeri, biasanya untuk nyeri pasca bedah
yang sedang sampai berat. Namun, dalam sehari-
harinya ketoralac juga digunakan walaupun pasien
tidak mengalami pembedahan.
Dosis pemberian injeksi yaitu 10-30 mg setiap 4-6
jam dengan dosis maksimal 90 mg. Ketorolak juga
dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 30
– 60 mg, oral 5 – 30 mg.
Sediaan dari ketorlak yaitu tablet 10 mg dan injeksi
3 mg/mL,10 mg/mL, dan 30 mg/mL.
16. ANALISA KASUS
Kasus Kepustakaan
Pemberian obat
ranitidin
Pasien diberikan obat ranitidin 1 ampul/12 jam/IV.
Ranitidin merupakan obat golongan antagonis
reseptor H2 yang berfungsi untuk menghambat sekresi
asam lambung. Indikasi pemberian ranitidin yaitu
untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan
mempercepat penyembuhannya. Selain itu, ranitidin
juga berfungsi untuk mengatasi gejala dan
mempercepat penyembuhan tukak lambung.
Dosis pemberian ranitidin oral yaitu untuk tukak
peptik ringan dan tukak deudenum 150 mg 2 kali
sehari atau 300 mg pada malam hari selama 4 – 8
minggu, sampai 6 minggu pada dispepsia episodik
kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS.
Pemberian injeksi yaitu 50 mg 2 kali sehari dan
diberikan selama tidak kurang dari 2 menit.
17. TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Nyeri menurut International Association for the
study of pain (IASP) dapat diartikan sebagai
pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut
.
19. TINJAUAN PUSTAKA
Kalsifikasi Nyeri :
Berdasarkan etiologi :
Nyeri nosiseptif
Nyeri neuropati
Berdasarkan lokasi
Nyeri superficial
Nyeri somatic dalam
Nyeri viseral
Nyeri alih
Nyeri proyeksi
Berdasarkan durasi
Nyeri akut
Nyeri kronik
20. TINJAUAN PUSTAKA
• Penilaian Nyeri
Numerical Rating Scale (NRS)
Metode ini menggunakan angka-angka untuk
menggambarkan range dari intensitas nyeri.
Umumnya pasien akan menggambarkan
intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-
10. ”0” menggambarkan tidak ada nyeri
sedangkan ”10” menggambarkan nyeri yang
hebat.
21. Interpretasi :
0 : tidak nyeri
1 – 3 : nyeri ringan
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 10 : nyeri berat
22. TINJAUAN PUSTAKA
• Penilaian Nyeri
Visual Analogue Scale (VAS)
Metode ini paling sering digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri. Metode ini
menggunakan garis sepanjang 100 mm yang
menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai
nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka
pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri
yang dirasakan.
23. Interpretasi :
0 : tidak nyeri
1 – 3 : nyeri ringan
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 10 : nyeri berat
24. TINJAUAN PUSTAKA
• Penilaian Nyeri
Verbal Rating Scale (VRS)
Metode ini menggunakan suatu gambaran kata untuk
mendiskripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien disuruh memilih
kata-kata atau kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri
yang dirasakan dari gambaran kata yang ada. Metode ini dapat
digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama
kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi
beberapa kategori nyeri yaitu :
Tidak nyeri (none)
Nyeri ringan (mild)
Nyeri sedang (moderate)
Nyeri berat (severe)
Nyeri sangat berat (very severe)
25. TINJAUAN PUSTAKA
• Penilaian Nyeri
Self-report pain scales for young
children
Untuk anak usia sekitar 3 tahun, skala nyeri
dengan ekspresi wajah dengan senang dan tidak
senang dapat digunakan untuk menilai seberapa
parah nyeri yang dirasakan. Ada beberapa skala
nyeri yang dapat di gunakan salah satunya
adalah skala nyeri Wong-Baker.
26.
27. TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Nyeri
1. Analgesik opioid
Analgetik opioid merupakan golongan obat yang
memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik
opioid yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan
ketergantungan fisik. Analgetik opiad mempunyai daya
penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja
yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP).
Secara umum, opioid di klasifikasi menjadi opioid
lemah dan opioid kuat. Opioid lemah yang sering
digunakan diantaranya adalah codein, dihydrocodeine,
dan tramadol. Sedangkan opioid kuat yang sering
digunakan adalah morfin, oxycodone, fentanyl,
buprenorphine, dan methadone.
29. TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Nyeri
1. Analgesik opioid
Obat – obat golongan opioid memiliki pola efek
samping yang sangat mirip, termasuk depresi
pernapasan,mual, muntah, dan konstipasi. Selain
itu, semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi,
ketergantungan, dan ketagihan (adiksi). Toleransi
terhadap opioid tertentu terbentuk apabila opioid
tersebut diberikan dalam jangka panjang, misalnya
pada terapi kanker.
30. TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Nyeri
2. Analgesik non opioid (Obat Antiinflamasi Nonsteroid)
OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat
ringan, penyakit meradang yang kronik seperti artritis,
dan nyeri akibat kanker yang ringan.
Berbeda dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan
ketergantungan atau toleransi fisik. Penyulit tersering
yang berkaitan dengan pemberian OAINS adalah
gangguan saluran pencernaan, meningkatnya waktu
perdarahan, penglihatan kabur, dan berkurangnya fungsi
ginjal.