SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  34
LAPORAN PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH

Disusun oleh :

ARIF NOR FAUZI
NIM :

(11011004)

FAKULTAS AGROINDUSTRI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2013
DAFTAR ISI..................................................................................................HALAMAN
KATAPENGATAR…………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..
I.PENDAHULUAN……………………………………………………………
A.Latar Belakang………………………………………………………………..
B.Maksud dan Tujuan……………………………………………………………
C.Kegunaan……………………………………………………………………….
II.TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………
Identifikasi Materi praktikum………………………………………………
A.Probiotik…………………………………………………………..
B.Pengomposan……………………………………………………
C.Suhu Dan Keasaman……………………………………………………………………….
D.Kadar C Organik
E.Kadar N Total
F.Rasio C/N
G.Higroskopisitas
H.Tingkat Kelarutan
III.HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………
A.Hasil…………………………………………………………………………….
B.Pembahasan…………………………………………………………………….
IV.KESIMPULAN…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
LAPORAN PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH

Di susun oleh
ARIF NOR FA’UZI
11011004

Laporan tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk menempuh praktikum
kesuburan tanah

Yogyakarta, Juni 2013
Mengetahui / Menyetujui
Dosen Pengampau

Ir. Bambang Sriwijaya, M.P.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan dengan baik.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai pada mata kuliah kesuburan
Tanah pada Fakultas Agroindustri Program Studi Agroteknologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.
Laporan ini dapat diselesaikan dengan baik berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak,untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
1.

Kepada

2.

Kedua orang tua saya yang selalu memberi dorongan,do’a dan bantuan materil.

3.

Semua teman-teman dan sahabat-sahabat dari program studi agroteknologi.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,namun penulis berharap semoga
laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 2013

Penulis
I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal
pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya
penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup
khawatir dengan pemakaian pupuk mineral yang berasal dari pabrik ini akan menambah
tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia.
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi utama selain lahan, tenaga kerja dan
modal.Pemumupukan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan hasil
pertanian. Anjuran pemupukan terus ditingkatkan melalui program pemupukan berimbang,
namun sejak sekitar tahun 1986 terjadi gejala pelandaian produktivitas ( leveling off ), suatu
petunjuk terjadi penurunan efesiensi pemupukan karena berbagai faktor tanah dan lingkungan
yang harus dicermati.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk
masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah, memiliki
karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Beberapa hal penting yang perlu
dicermati untuk mendapatkan efesiensi dalam pemupukan antara lain : jenis pupuk yang
digunakan, sifat dari pupuk tersebut, waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta
cara atau metode pemupukan.
Dengan tingginya hasil tanaman yang dipanen, berarti jumlah unsure hara yang diambil
oleh tanaman dari dalam tanah akan banyak pula karena pengambilan unsur hara dari dalam
tanah berlangsung secara pararel terhadap pembentukan bahan kering atau produksi tanaman.
Sehingga untuk tahun-tahun pertanaman berikutnya unsure hara yang berada didalam tanah
lambat laun akan terus berkurang.
Proses pengomposan merupakan suatu proses biologi secara alami dalam melakukan
dekomposisi bahan organik yang mengandung karbon , mineral meliputi nitrogen dan nutrisi
lainnya, serta air dengan dikendalikan oleh mikroorganisme dengan dukungan ketersediaan
oksigen.
Dari proses tersebut maka terjadilah peningkatan temperatur sehingga menghasilkan CO2,
penguapan dan energi panas. Pada akhir proses tersebut menghasilkan bahan organik dengan
kandungan carbon, energi kimia, nitrogen, protesin , humus, mineral, air dan adanya
mikroorganisme.
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan probiotik
2. Mengetahui cara membuat kompos dari bahan organik
3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan
4. Mengamati kadar C organik kompos pada proses pengomposan
5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan
6.Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan
7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu kamar
8. mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air

C. MANFAAT DAN KEGUNAAN
Manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan
Probiotik,mengetahui cara dan dapat melakukan Pengomposan,Pengukuran Suhu Dan
Keasaman,serta dapat melakuan pengukuran dan menghitung Kadar C Organik,KadarN
Total,Rasio C/N pada kompos.Mengetahui Higroskopisitas Dan Tingkat Kelarutan Pupuk
Anorganik.
II.TINJAUAN PUSTAKA
ACARA I.PROBIOTIK
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang ketika dikonsumsi dalam jumlah
memadai, dapat memberikan manfaat kesehatan pada host nya (Pineiro dan Stanton, 2007).
Mikroorganisme tersebut dipercaya mampu meningkatkan atau menjaga rasio antara
mikrobiota yang bermanfaat dengan komponen yang tidak diinginkan di dalam kompleks
mikrobiota gastrointestinal (GI) (O’Hara dan Shanahan, 2007). Probiotik yang banyak
digunakan saat ini termasuk dalam spesies bakteri asam laktat (BAL), diantaranya adalah:
laktobacilli, bifidobacteria, Escherichia coli non-patogenik, bacilli, serta spesies yeast seperti
Saccharomyces boulardii.
Beberapa mekanisme kerja probiotik telah di deskripsikan, mekanisme yang paling umum
adalah berhubungan dengan kemampuannya dalam memperkuat pembatas intestinal,
memodulasi sistem kekebalan host, serta menghasilkan senyawa antimikrobia (Corr et al.,
2009). Hingga saat ini, kemampuan produksi senyawa antimikrobia sering dijadikan sebagai
penanda yang utama dalam konteks kesehatan bakteri serta efektifitas probiotik. Beberapa
bekteri probiotik memiliki kemampuan produksi senyawa antimikrobia bervariasi (misal:
asam lemak rantai pendek, hydrogen peroksida, nitrit oksida, dan bakteriosin) yang dapat
meningkatkan kemampuannya dalam berkompetisi melawan mikrobia GI lain serta
berpotensi dalam menghambat bakteri patogenik (Atassi dan Servin, 2010; Chenoll et al.,
2010).
Penggunaan probiotik akan mempercepat proses pengomposan, sebagaimana pernyataan
Suharsono (1997) bahwa probiotik mengandung mikroorganisme yang dapat merangsang
pertumbuhan. Beberapa mikroba yang terdapat dalam probiotik yaitu bakteri proteilitik,
lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan nitrogen non fiksasi. Kandungan mekroorganisme yang
beragam mengakibatkan rangkaian proses antara satu jenis biakan dengan lainnya, serta
kemungkinan besar hasil sampingan yang membahayakan akan termanfaatkan, sehingga pada
pembuatan kompos penggunaan polikultur dianggap paling memadai dan menguntungkan
(Suriawiria, 1981).
Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba untuk
melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan
kimia pada suatu substratorganik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan
menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winamo, dkk.,1980).

Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri,
khamir dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih berdasarkan pada
komposisi media, teknik proses, aspek gizi, dan aspek ekonomi (Tannanbeum, dll., 1975).
Bahkan deasa ini mikroba sebagai probiotik dengan berbagai merk dagang dapat diperoleh
dengan mudah.
Teknologi untuk mempercepat proses dekomposisi mulai diperkenalkan kepada petani
indonesia awal tahun 90-an. Prinsip percepatan dekomposisi adalah pengkayaan nutrisi dan
stimulus jasad renik pengurai serta menciptakan kondisi lingkungan sekitar yang mendukung,
seperti kelembaban, aerasi, dan dan keasaman (pH). Dengan upaya ini juga jumlah jasad yang
bekerja untuk proses dekomposisi dapat mencapai lebih dari 20% jumlah biomas yang
diuraikan. Jasad renik pengurai umumnya adalah jasad renik probiotik yang dapat ditemukan
di sekitar kita. Kebutuhan hidup jasad renik pengurai biasanya juga sangat sederhana, berupa
mineral dan nutrisi dengan kandungan karbohidrat yang cukup. Percepatan proses
dekomposisi dengan metode pengkayaan nutrisi dan stimulus jasad renik pengurai ini
menjadi

teknik

pengomposan

yang

terus

berkembang

dari

tahun

ke

tahun.

Teknik mengisolasi dan memperbanyak jasad renik pengurai diterapkan untuk menyediakan
perombak bahan organik dalam jumlah yang cukup banyak. Teknik ini sebenarnya sangat
sederhana dengan tiga prinsip yang harus dijalankan, yaitu; (1) membuat media isolasi atau
perbanyakan yang steril, (2) menyediakan makanan dengan komposisi yang pas seperti
kandungan gula antara 3-5%, dan (3) mengambil sumber jasad renik yang sudah teradaptasi
dengan lingkungan kita.
Jasad renik pengurai sebenarnya secara alamiah ada di sekitar kita dan berkembang
ketika ada makanan dan kondisi yang cocok. Sisa panen atau makanan yang membusuk
adalah tempat di mana jasad renik pengurai berada. Jenis jasad renik tergantung jenis bahan
organik yang diurai, seperti pembusukan buah pisang oleh Bakteri Lakto, sedangkan
pembusukan buah nanas oleh Bakteri Anona. Pembusukan umbi-umbian seperti bawang
merah, talas, dan empon-empon juga mempunyai jasad renik jenis tersendiri. Dari bahan
makanan yang merupakan hasil proses fermentasi, kita juga dapat menemukan jenis jasad
renik khusus, seperti pada tempe,tape,ataucuka.Akan tetapi, jika kita membutuhkan jasad
renik dengan berbagai jenis dan aktif bekerja, rumen (kotoran ternak di dalam perut).

Secara umum Biang kompos atau biota pengurai mengandung lima kelompok mikrooganisme utama yaitu (1) bakteri fotosintetik, (2) bakteri asam laktat, (3) Ragi (yeast), (4)
Actinomycetes dan (5) jamur fermentasi. Meskipun tiap kelompok mikro-organisme ini
mempunyai fungsi masing-masing dalam proses dekomposisi. Akan tetapi Bakteri
Fotosintetik adalah pelaksana terpenting karena mendukung fungsi mikroorganisme lain dan
memanfatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lainnya.
Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba
proteolitik, lignolitik, selululitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik
(contohnya : starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain).

ACARA II.PENGOMPOSAN
Dalam pengertian modern, pengomposan didefinisikan sebagai proses penguraian materi
organik secara biologis menjadi material seperti humus dalam kondisi aerobik yang
terkendali. Jadi, proses pengomposan adalah proses penguraian materi organik (seperti
sampah daun-daunan, rumput, sisa makanan, kotoran ternak, serbuk gergaji dsb.) oleh
mikroorganisma (bakteri, fungi, aktinomicetes, dsb.) yang bekerja dalam suasana kebutuhan
oksegennya terpenuhi menjadi material yang lebih sederhana, sifatnya relatif stabil (seperti
humus) atau disebut sebagai kompos.
Dalam proses pengomposan, sampah organik secara alami akan diuraikan oleh berbagai jenis
mikroba atau jasad renik seperti bakteri, jamur, aktinomicetes, dsb. Proses peruraian ini
memerlukan kondisi yang optimal seperti ketersediaan nutrisi yang memadai, udara yang
cukup, kelembapan yang tepat, dsb. Makin sesuai kondisi lingkungannya, makin cepat
prosesnya dan makin tinggi pula mutu komposnya. Dalam pengomposan, mula-mula
sejumlah mikroba aerobik (yaitu mikroba yang tidak bisa hidup bila tidak ada udara) akan
menguraikan senyawa kimia rantai panjang yang dikandung sampah seperti selulosa,
karbohidrat, lemak, protein, dsb. menjadi senyawa yang lebih sederhana, gas karbondioksida
dan air.
Penguraian terjadi di selaput air yang terdapat di permukaan bahan yang dikomposkan.
Dalam medium air tersebut, mikroorganisma mengeluarkan enzim ke habitat tersebut yang
kemudian membantu reaksi senyawa-senyawa kimia yang terdapat di permukaan bahan.
Senyawa-senyawa sederhana hasil penguraian tersebut merupakan nutrisi yang dapat diserap
oleh mikroorganisma untuk keperluan hidupnya. Mikroba yang berperan dalam penguraian
tersebut adalah mikroorganisma mesofilik (hidup pada suhu di bawah 45 oC). Dengan
ketersediaan nutrisi yang melimpah, mikroba tumbuh dan berkembang biak secara cepat
sehingga jumlahnya berlipat ganda. Akibatnya, reaksi penguraian juga berjalan cepat.
Reaksi antara senyawa kimia dengan oksigen dalam medium selaput air dengan difasilitasi
oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisma selain menghasilkan karbondioksida dan
air juga menghasilkan energi panas. Akibatnya, tumpukan secara cepat menjadi panas di atas
55 oC atau hingga mencapai 70 oC. Dengan kondisi panas tersebut, habitat bahan tidak sesuai
lagi untuk mikroorganisma mesofilik. Mikroorganisma mesofilik sebagian mati, sebagian
lainnya masih dapat bertahan hidup di bagian tepian tumpukan. Dominasi kehidupan
mikroorganisma

mesofilik

akhirnya

digantikan

oleh

mikroorganisma

termofilik

(mikroorganisma yang hidupnya di atas 45 oC). Dominasi mesofilik berlangsung 2 – 3 hari,
digantikan oleh termofilik yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Pencapaian suhu yang tinggi dalam proses pengomposan sangat penting untuk menjamin
produk kompos yang dihasilkannya agar bebas dari bibit gulma (yang terbawa dari potongan
rumput) dan bakteri patogen (seperti e.coli dan salmonella). Untuk menjaga kelangsungan
hidup mikroba yang berperan dalam proses pengomposan, dalam waktu-waktu tertentu,
sampah diaduk agar udara dapat masuk ke dalamnya. Sampah juga harus disiram jika
kelembapannya kurang. Penyiraman tidak boleh berlebihan karena akan menutup pori-pori
sampah sehingga udara tidak bisa masuk. Pada fase selanjutnya, senyawa-senyawa kimia
sampah tahap demi tahap diuraikan menjadi berbagai macam senyawa yang lebih sederhana
lagi, sampai akhirnya senyawa kimia yang menjadi makanan mikroba berangsur-angsur
menjadi terbatas.
Sejalan

dengan

menipisnya

ketersediaan

makanan,

pertumbuhan

dan

perkembanganbiakan mikroba menurun. Oleh karena itu, pada fase tersebut suhu akan turun
perlahan-lahan menjadi sekitar 40 oC. Pada fase ini, koalisi mikroba yang hidup di dalamnya
dominasinya kembali digantikan oleh kelompok mikroba mesofilik. Pada minggu kelima dan
keenam suhu menurun menuju suhu udara yaitu 30-32 oC. Pada saat itulah hasil peruraian
sampah akhirnya menjadi materi yang relatif stabil yang disebut sebagai kompos.
MENGENAL SAMPAH
Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian yang relatif berbeda dan bersifat
subjektif. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga. Hal ini dikarenakan
setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan suatu bahan yang dibuang atau terbuang
dari sumber hasill aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah dipilah
menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik ialah sampah yang berasal dari
mahluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah terurai
secara alami. Sementara itu sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat terurai seperti
plastic dan kelereng.
Pengumpulan sampah organik yang mudah mengurai oleh mikroba dan membusuk yang
dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos akan tetapi tidak semua jenis sampah bisa
dijadikan bahan dalam pembuatan kompos. Jenis yang dipakai ialah sampah organik yang
mudah sekali membusuk. Pemilahan dan penyelesaian sampah merupakan tahapan penting
dalam pengolahan sampah menjadi kompos.

MENGENAL KOMPOS
Menurut Dalzell (1991) kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh sejumlah
mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil akhir
sebagai humus.
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami
penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitamhitaman dan tidak berbau.
Menurut Murbandono (2006) kompos adalah bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya, bahanbahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput jerami, sisa-sisa ranting dan dahan.
Menurut Hadiwiyoto (2000). Kadar unsure hara dalam kompleks sangat rendah, sehingga
penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah. Kompos mengandung unsure N
sebanyak 2%, unsure P sebanyak 0,1-1% dan unsure K sebanyak 1-2%.
Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan berwarna
coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan gembur

(bahan
menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak menggumpal), mempunyai kandungan C/N
rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau ( kalau berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan
kurang lebih 30ºC, kelembapan dibawah 40 %.
Di dalam timbunan bahan-bahan organik. Pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan
hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian
hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air,terjadi pengikatan beberapa jenis unsure hara di
dalam jasad-jasad renik, terutama nitrogen, fosfor dan kalium. Unsure-unsure tersebut akan
terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh karena itu perlu
diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat arang (C ) yang
mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan
banyak udara dalam timbunan bahan kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan campuran
kapur dan fosfat atau campuran zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus
mempunyai perbandingan C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah
menjadi persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh
karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan
banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera diubah menjadi
niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus apabila zat lemas yang
hilang tidak terlalu banyak.
Sisa pupuk sebagai bunga tanah harus diusahakan sebanyak mungkin. Agar kadar bunga
tanah bertambah, diperlukan bahan baku kompos yang banyak mengandung lignin, misalnya
jerami yang berkadar 16-18%. Selain itu persenyawaan kalium dan fosfor yang berubah
menjadi zat yang mudah diserap oleh tanaman merupakan proses yang baik dalam
pengomposan. Dalam proses pengomposan, sebagian besar kalium. Kalium mudah diserap
tanaman. Selain itu fosfor sebanyak 50-60% yang berbentuk larutan akan mudah diserap
tanaman.
Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik apabila
perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai 30:1

PERMASALAHAN SAMPAH
Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Bagi
setiap orang sampah memiliki pengertian yang relative berbeda dan bersifat subjektif. Bagi
beberapa kalangan masyarakat sampah bisa menjadi barang kaya manfaat. Hal ini
dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan yang tidak sama.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang dari
hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan
sifatnya sampah dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Oleh sebab itu sampah selalu menjadi persoalan rumit terutama masyarakat yang kurang
memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Sampah tidak hanya terdapat di perkotaan yang
padat penduduk, pedesaan lokasi lain pun tidak akan terlepas dari masalah-masalah sampah.
Sumber permasalahan sampah selalu hadir bukan saja di tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) selain itu di tempat pembuangan akhir pun juga (TPA). Penyebab
penumpukan sampah dipengaruhi oleh:
1.

Volume Sampah yang sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya tampung tempat
pembuangan akhir sehingga melebihi kapasitasnya.

2.

Lahan pembuangan akhir menjadi semakin sempit akibat tergusur untuk penggunaan lain

3.

Jarak pembuangan akhir dan pusat sampah relative jauh hingga waktu untuk mengangkut
sampah kurang efektif.

4. Fasilitas pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut seluruh sampah. Sisa
sampah di pembuangan sementara akan berpotensi menjadi tumpukan sampah
5. Teknologi pengolahan sampah tidak optimal sehingga lambat membusuk
6.

Sampah yang telah matang dan berubah menjadi kompos, tidak segera dikeluarkan dari
tempat penampungan. Sehingga semakin menggunung

7.

Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah masyarakat sering
membuang sampah di sembarangan tempat sebagai jalan pintas.

8.

Kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan dan pengolahan
sampah serta produknya

9. Minimnya pengolahan ataupun edukasi mengenai sampah secara tepat.
10. Manajemen sampah yang tidak efektif yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama
bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan jenisnya sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah anorganik, yaitu
sampah yang berasal dari sumber daya alam tak diperbarui seperti mineral dan minyak bumi.
Beberapa dari lahan ini tidak terdapat di alam seperti plastic dan alumunium. Sebagai zat
anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan yang lainnya hanya
dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga
misalnya botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas, koran dan karton termasuk
sampah organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat di daur ulang seperti sampah
anorganik lainnya, maka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sampah anorganik.
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang berasal
dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah tangga. Sampah ini
dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa
tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah organik tersebut apabila telah mengalami
proses pelapukan karena adanya interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk

ACARA III. SUHU DAN KEASAMAN
Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan meningkatkan
suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat
hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh
mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal
pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell
et al., 1987).
Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF hingga hingga
mencapai

160OF

dimana

aktifitas

mikroorganisme

adalah mesophilic dan

berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun maka mikroorganisme mesophilic
kembali aktif. Dan setelah suhu stabil prosespematangan kompos mulai terjadi.
Temperatur dan tinggi tumpukan mempengaruhiMetabolisme mikroorganisme dalam
tumpukanmenimbulkan energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian
akantersimpan di dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau
aerasi. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan temperatur
tumpukan.
Padaprinsipnyabahan

organicdengannilaipHantara3dan11dapatdikomposkan,pH

optimumberkisarantara5,5dan 8.Bakteri lebih senang pada pH netral.Fungi berkembang
cukup

baik

pada

kondisi

pH

agak masam.KondisiAlkalin
kuat menyebabkan kehilangannitrogen,halini

kemungkinan

terjadi

apabiladitambahkankapurpadasaatpengomposanberlangsung.
Kondisisangatasampadaawalprosesdekomposisimenunjukanprosesdekomposisi berlangsungta
npaterjadipeningkatansuhu.BiasanyapHagakturun pada awal proses pengomposan karena
aktivitas

bakteriyangmenghasilkanasam.Denganmunculnya

mikroorganisme

lain dari bahan yang didekomposisi makapHbahankembalinaiksetelahbeberapaharidanpH
beradapadakondisinetral( Sutanto,2002)
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada permulaan
pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman pada
awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang
terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organic. Pada proses
selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang
telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.
Seperti faktor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan
berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan
semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang
terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi
ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat
diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat
keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur
kedalam bahan kompos. 6.
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan Mikroorganisme merupakan faktor
terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan
organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan
actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Sebagian besar dari
mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan
dan sebagian lagi berasal dari tanah. Pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah
mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya
perombakan bahan organik akan terus berubah.
Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator. Pada
proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan yang terdiri
dari enzim, asam humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri. Berdasarkan
kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah
mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 – 45 oC) mikroorganismetermofilik
adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature tinggi (45 – 65 oC) pada temperature
tumpukan kompos kurang dari 45 proses pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan
ketika temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik.
Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran
partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat
pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi
untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi
dengan cepat.
ACARA IV. KADAR C – ORGANIK
Kandungan C-organik pada kompos (29,92 %) dan POG (26,03%) telah memenuhi standar
Permentan No. 28 tahun 2009 yaitu >12 %. Kandungan C organik merupakan unsur penting
bagi pupuk organik karena tujuannya untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah yang
pada umumnya sudah sangat rendah yaitu di bawah 2 %.

Standar kandungan C menurut SNI kompos adalah 9,8-32 %, sehingga kandungan C dari
kompos ataupun POG yang diteliti berada pada level C yang tinggi. Tingginya kandungan
nilai C-organik mengindikasikan pula tingginya kandungan bahan organik, yang
mengindikasikan bahan yang tidak diinginkan (impurities) rendah, atau dengan kata lain
kemurnian dari kompos atau POG yang dihasilkan cukup tinggi.

Perbandingan karbon dan nitrogen (rasio C/N) merupakan salah satu parameter yang biasa
digunakan untuk menilai tingkat kematangan kompos. Hasil penelitian yang menunjukkan
rasio C/N untuk kompos biasa sebesar 18 dan untuk POG sebesar 14, berarti bahwa kedua
pupuk organik tersebut telah matang secara rasio C/N, dan memenuhi standar Permentan dan
SNI. Kompos dikatakan matang bila rasio C/N nya dibawah 20 begitu juga menurut SNI No
19-7030-2004 . Sedangkan standar Permentan sebesar 15-25.

ACARA V. KADAR N TOTAL
Destilasi Kjedahl berfungsi untuk menentukan kadar nitrogen total yang terkandung dalam
cuplikan. Material atau bahan yang mengandung senyawa N seperti pupuk (urea, NPK, nitrat,
ZA), bahan makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya dapat ditentukan kadar
nitrogen atau proteinnya. Penentuan kadar nitrogen total ini melalui tiga tahapan proses
pengerjaan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada
asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan
amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah
banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen
yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi
dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia
yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya
dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1.

Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh
1-3 g

2.

Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg
dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk
ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara
analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan
kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini
kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan
makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu
proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1.

Tahap destruksi
Destruksi merupakan suatu proses penghancuran senyawa organik seperti protein (berikatan
kovalen) diubah menjadi senyawa anorganik. Material yang digunakan sebagai destruktor
adalah asam sulfat pekat ditambah garam Kjedahl (tembaga sulfat : natrium sulfat = 1 : 9)
sebgai katalis.
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2
dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat
proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1).
Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator
tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain
katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium
dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
H

destruksi
R-C-COOH

NH3 + CO2 + H2O

NH2

H2SO4

Asam amino CuSO4
(protein)

Na2SO4

NH3 + H2SO4

(NH4)2SO4
Hasil Destruksi

2.

Tahap destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan titik didih. Pada kasus ini,
amonium sulfat ditambah larutan NaOH 30 % bertujuan untuk membebaskan gas amonia
(NH3) dan dengan pemanasan atau destilasi akan dibebaskan sebgai destilat. Destilat (gas
amonia) yang terbentuk ditampung dalam larutan asam misalnya asam borat (H3BO3) 2%
atau asam sulfat encer (H2SO4) yang telah diberi indikator campuran (mixed indikator).
Larutan penampung ini berwarna merah muda (pink) dan akan berubah warna menjadi
hijau muda karena terjadi reaksi asam borat dengan gas NH3.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi
superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka
dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup
sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka
diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO4 + NaOH
NH3 + HCl 0,1 N

NH3

+ H2O + Na2SO4

NH4Cl

Berlebihan

3.

Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik
bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N

NaCl + H2O

Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat
yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida
0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
dari biru menjadi merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu
faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi

ACARA VI . RASIO C/N
Rasio C/N Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini
disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan
karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.
Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan
menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika
rasio C/N tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa
siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu
pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah. Jika rasio
C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh
mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai ammonia
atau terdenitrifikasi.
Nisbah C/Nsangatpenting

untukmemasok

harayangdiperlukanmikroorganismeselamaprosespengomposanberlangsung. Karbondiperluk
anolehmikroorganismesebagaisumber

energi

dannitrogenuntukmembentukprotein.Bahanyangmengandungkarbonmempunyai
30:1.Bahan dasar

kompos yang mempunyai

sampai35:1menguntungkanprosespengomposan.Organismeyang

nisbahC/N 20:1
mendekomposi

materi

organik menggunakan karbon sebagai sumber energi dan nitrogenuntukpembentukan struktur
sel.Mereka

membutuhkan

karbon

lebih

banyak

daripadanitrogen.Jikaterlalu

banyakkarbondekomposisimelambatsaatnitrogenterpakaihabisdanbeberapaorganismemati.
(gambar 3).
Sumber :
Compost Fundamentals Compost Needs - Carbon Nitrogen Relationships.htm, akses 2007)
Organismelainmembentukmaterialselbarudenganmenggunakannitrogen

yang

tersimpan.Dalam proses ini lebih banyak karbon terbakar.Sehinggajumlah karbon berkurang
sementaranitrogen

didaur

ulang.Dekomposisimenjadilebih

lama,bagaimanapun,

disaat C:N rasionya lebih besar dari 30.Kecepatan dekomposisi bahan organik ditujukan oleh
perubahan imbangan C/N.Selama proses mineralisasi,imbangan C/N bahan-bahan yang
banyak mengandung N akan berkurang menurut waktu.Kecepatan kehilangan C lebih besar
daripada N sehingga diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila imbangan
C/N sudah mencapai angka tersebut,artinya prosesdekomposisi sudahmencapaitingkat akhir.

ACARA VII . HIGROSKOPSITAS
Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan proses fisika, kimia, atau biologis.
pada umumnya pupuk anorganik dibuat oleh pabrik. Bahan bahan dalam pembuatan pupuk
anorgank berbeda beda, tergantung kandungan yang diinginkan. Misalnya unsur hara fosfor
terbuat dari batu fosfor, unsure hara nitrogen terbuat dari urea.Pupuk anorganik sebagian
besar bersifat hidroskopis. Hidroskopis adalah kemampuan menyerap air diudara, sehingga
semakin tinggi higroskopis semakin cepat pupuk mencair.

Pupuk Urea
[(CO (NH2)2] Urea merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (ammonia)
dengan CO2.Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan ikatan hasil tambang
minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46 %. Dalam proses pembuatan Urea
sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman kalau terdapat dalam
jumlah yang banyak. Agar tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea harus kurang 1,5-2,0
%. Kandungan N yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman
(Anonim, 2012).

Pupuk ZA
Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan
haranitrogen dan belerang bagi tanaman.Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa
Belanda, zwavelzure ammoniak, yang berarti amonium sulfat (NH4SO4) (Anonim, 2012).
Pupuk ZA mengandung belerang 24 % dan nitrogen 21 %.Kandungan nitrogennya
hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya dimaksudkan sebagai sumber
pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang miskin unsur ini. Namun demikian, pupuk ini
menjadi pengganti wajib urea sebagai pemasok nitrogen bagi pertanaman tebu karena tebu
akan mengalami keracunan bila diberi pupuk urea (Anonim, 2012).

Pupuk SP 36 (Superphospat 36)
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang.
Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah dari
TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan menaikkan
serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah.(Hakim, dkk,
1986).
Pupuk KCl (Kalium Klorida)
Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang kemudian
diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk menghasilkan pupuk KCl.
Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang juga termasuk pupuk
tunggal. Kalium satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman.Peran utama
kalium ialah sebagai aktivator berbagai enzim (Anonim2, 2012).
Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit K2SO4. Hal
ini disebabkan karena umumnya tercampur dengan bahan lain seperti kotoran, pupuk ini
harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurniannya mengandung K2O sampai 60
%.Pupuk Kalium (KCl) berfungsi mengurangi efek negative dari pupuk N, memperkuat
batang tanaman, serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah
dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Anonim2, 2012).
Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak tegak, proses
pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu yang pada akhirnya mengurangi
produksi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar
Magnesium daun dapat menurun. Kadang-kadang menjadi tingkatterendah sehingga aktivitas
fotosintesa terganggu (Anonim, 2012).

ACARA VIII . TINGKAT KELARUTAN
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang
menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan
membentuk dispersi molekuler yang homogeni. Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven
tertentu digambarkan sebagai like dissolves like senyawa atau zat yang strukturnya
menyerupai akan saling melarutkan, yang penjabarannya didasarkan atas polaritas antara
solven dan solute yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan
hydrogen, ikatan van der waals (London) atau ikatan elektrostatik yang lain (Anonim, 2012).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen dipolnya.
Namun Hildebrand membukti bahwa pertimbangan tentang dipol momen saja tidak cukup
untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan
hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas.
Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, dll yang mengandung oksigen dan nitrogen
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi
gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut
yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang
berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik dan
tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu zat terlarut
ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Maka,
minyak dan lemak larut dalam benzen, tetrakloroda dan minyak mineral. Alkaloida basa dan
asam lemak larut dalam pelarut nonpolar (Martin, 1993).
Pupuk Urea sangat mudah larut dalam air, nitrogen dalam bentuk amida pada umumnya
terdapat dalam pupuk Urea mudah larut dalam air. Dalam tanah amida segera berubah
menjadi ammonium karbonat. Karena memiliki konversi (perubahan) tersebut nitrogen
mudah hilang tercuci. Pupuk Urea juga memiliki sifat higroskopis, sudah mulai menarik uap
air pada kelembaban nisbi udara 73 %. Pengaruhnya terhadap tanah yaitu bila diberikan pada
lahan yang miskin hara akan berubah ke wujud atau bahan awalnya yaitu ammonia dan
karbondioksida yang mudah tercuci oleh air hujan atau irigasi dan mudah terbakar sinar
matahari. Pengaruhnya bagi tanaman yaitu sangat penting dalam pertumbuhan awal karena
pada urea terdapat kandungan N yang tinggi.
Pupuk adalah zat yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik.
Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik. Dalam pemberian pupuk perlu
diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat
makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan.
Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.
Seperti namanya pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut
dengan pupuk buatan.Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk
kimia majemuk.Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk
kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan
antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau
MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan
pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan
komoditasnya.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kesuburan tanah ini dilaksanakan pada tanggal
B.Alat dan Bahan
1.Alat
a.Ember plastik
b.Autoklaf
c.Gelas ukur 1 liter
d.Gelas ukur 100 ml
e.Timbangan plastik
f.Thermometer
g.Pengukur keasamaan ( pH meter )
h.Gelas ukur 1000 ml
i.Beker glass
j.Labu takar 50 ml
k.Pipet ukur 10 ml dan 5 ml
l.Gelas ukur 10 ml
m.Labu erlenmeyer 250 ml
n.Buret 50 ml
o.Botol pemancar air
p. Botol timbangan
q. Gelas piala 100 ml
r. Gelas ukur 50 ml
s. Gelas arloji
t. oven
u. Labu kjeldal 100 ml
v. kalkulator
w. Alat tulis
x. Sendok
y. Bak plastik
z.Kertas saring

2.Bahan
a.Urin sapi (pupuk kandang)
b.Bekatul
c.terasi
d.Tetes tebu (gula jawa)
e.air
f.Probiotik
g.Sampah Organik
h.Abu dapur
i.Sampah organik ( dalam proses pengomposan )
j.Air suling ( akuades )
k.K2 Cr2 O7 1N
l.H2 SO4 pekat 1 N
m.H3 PO4 85%
n.Indikator Diphenylamine
o. Serbuk CuSO4
p. K2SO4
q. Indikator Methyin red
r. NaOH pekat 1 N
s.Data hasil pengukuran C – organik
t. Data hasil pengukuran N total
u.Pupuk anorganik
v. Kantong plastik

C.Cara Kerja
A.PEMBUATAN PROBIOTIK
1.Bekatul 0,75 kg,terasi 0,125kg dan tetes tebu 50 ml (gula jawa 5 ons ) direbus dengan air 5
liter sampai mendidih (± 15 menit ) atau disterilisasi menggunakan autoklaf ( 1 atm selama
15 – 20 menit)
2.Hasil rebusan ( sterilisasi ) didinginkan.
3.Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml ( pupuk kandang 500 gr )
4.Setelah hasil rebusan ( sterilisasi ) dingin , kemudian masukkan kedalam ember plastik dan
tambahkan 500 ml urine sapi ( pupuk kandang 500 gr) sambil diaduk sampai rata.
5.Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setiap harinya dilakukan pengadukan.
6.Probiotik siap digunaka
B.PENGOMPOSAN
1.Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari bahan – bahan
anorganik.
2.Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm.
3.Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak 0 ,5 liter.
4.Sambil diaduk – aduk ditambahkan air sampai dicacapi kelembaban kurang lebih 30% (
jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan dibuka akan berurai lagi )
5.Selanjutnya dimasukan kedalan ember dibagi 3 lapis.
6.Masing – masing lapisan ditaburi dengan abu dapur ( total yang diperlukan 0,5 kg )
kemudian ember ditutup.
7.Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai sampah menjadi
kompos (C/N ≤ 20).

C.SUHU DAN KEASAMAN
Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman ( pH ) dilakukan setiap hari sampai sampah
menjadi kompos ( C/N ≤ 20 ).
1.Pengukuran Temperatur
a.Menyiapkan alat pengukur temperatur ( thermometer )
b.Memasukkan ( menancapkan ) thermometer ke bagian tengah – tengah pengomposan ( ±
15 cm dari permukaan ).
c.Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya.
d.Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama pada bagian tengah antara tepi dan tengah
gundukan ( diambil 2 tempat )
e.Tiga hasil pengukuran dibuat rata – rata
2.Derajad Keasaman ( pH)
a.Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50 ml
b.Menambahkan air suling sebanyak 25 ml kedalam beker glass
c.Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut
d.Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit.
e.Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter ( kertas lakmus )
f.Menyambung elektroa pada meteranya
g.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 7 dan ditekan tombol pada tanda ‘ON’
disesuaikan dengan keadaan tombol ‘ TEMP ‘ pada angka temperatur larutan penyangga pH
7 , dan diatur tombol ‘CALIB ‘ hingga terbaca pada angka 7,00 pada layar pH meter.
h.Elektroda dicuci pada pancaran air suling dibagian bawahnya sampai bersih.
i.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 4 dan ditekan tombol pada tanda ‘ON’
disesuaikan dengan keadaan tombol ‘TEMP’ pada angka temperatur larutan penyangga pH 4
dan diatur tombol ‘ SLOPE’ hingga terbaca angka 4,00 pada layar pH meter.
j.Elektoda dicuci dengan air pancaran air suling sampai bersih.
k.Dengan mengikuti langkah f – j maka pH yang diteliti siap diamati.
l.Elektroda dicelupkan pada larutan kompos,kemudian diamati dan dicatat angka pada mnitor
menunjukkan pada pH berapa.
m.Pengukuran diulang sebanyak tiga kali , dan hasilnya dirata - rata

D.KADAR C - ORGANIK
1.Ditimbang bahan kompos kering 0 ,1 g dimasukkan ke dalam labu takar.
2.Ditambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur
3.Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur, dan dikocok dengan gerakan memutar
4.Warna harus tetap merah jingga , apabila warna menjadi hijau atau biru ditambah lagi
K2Cr2O7 1N dan H2SO4 pekat ( jumlah penambahan dicatat ) , didiamkan kurang lebih 30
menit sampai larutanya dingin.
5.Ditambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml indikator Diphenylamine
6.Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml.
7.Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap.
8.Diambil dengan pipet ukur 5 ml jernih , kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
dan ditambahkan air suling 15 ml
9.Larutan dititrasi dengan FeSO4 1 n , sehingga warna menjadi kehijau – hijauan
10.Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko.
E.KADAR N TOTAL
1.Destruksi
a. Ditimbang kompos dengan gelas arloji ( kertas ) yang bersih dan kering seberat 250 mg.
Ditimbang juga untuk analisa kadar air.
b. Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan tambahkan H2SO4 pekal 2,5 ml.
c. Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati – hati sampai asapnya
hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau – hijauan atau tidak berwarna ( pemanasan
didalam almari asam ) kemudian didinginkan.

2. Destilasi
a.Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling 25 – 50 ml,kemudian
larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara memasukkan larutan dengan menuangkan
berulang – ulang dengan air ( dalam hal ini usahakan agar butir – butir tanah tida masuk ).
b. Diambil gelas piala 100 – 150 ml dan diisi dengan H2SO4 0,1 N 10 ml,diberi 2 tetes
indikator methil hingga warna menjadi merah.
c.Gelas piala ini (b) ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi sedemikian rupa hingga
ujung alat pendingin tersebut tercelup di bawah permukaan asam.
d.Ditambahkan dengan hati – hati ( dengan gelas ukur ) 20 ml NaOH pekat ( penambahan
NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi ).Pekerjaan ini dilakukan menjelang saat
( sebelum ) destilasi dimulai ( tidak boleh lama.
e. Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas tetap berwarna
merah, kalau warna berubah ( hilang ) segera tambah lagi H2SO4 0,1 N dengan jumlah yang
diketahui.Detilasi berlangsung selama sekitar 30 menit ( dilihat nilai larutan itu mendidih ).
f. Setelah larutan didestilasi,gelas piala diambil ( ingat api baru boleh dipadamkan kalau gelas
piala sudah diambil).
g. Bilas air suling ujung atas bawah alat pendingin ( air suling ini dimasukkan juga dalam
gelas piala ).
3.Titrasi
a. Larutan dalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna hampir hilang.
b. Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blanko,yaitu tanpa pemakaian sampel.

F. RASIO C/N
1.Menghitung perbandingan antara C – organik dengan N total
2.Apabila Nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pupuk ( rasio C/N
kompos ≤ 20 ),maka proses pengomposan dihentikan.

H. HIGROSKOPISITAS
1. Menimbang sampel pupu sebanyak 10 gram
2. Menimbang kantong plastik tempat pupuk
3. Pupuk dimasikkan ke dalam kantong plastik yang terbuka
4. Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan dibiarkan tetap terbuka
5. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara menimbang pupuk
bersama kantong plastiknya.
6.Pengamatan dilakukan selama empat minggu ( satu bulan ).
I.TINGKAT KELARUTAN
1. Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
2. Memasukkan pupuk kedalam gelas ukur
3. Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat volume pupuk
4. Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring
5. Kertas saring dan endapan pupuk diangin – anginkan
6. Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang
7. Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang
8. Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang diperoleh
9. Menghitung presentase kelarutan

I V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.HASIL
1.PROBIOTIK
2.PENGOMPOSAN
2.SUHU DAN KEASAMAN

Contenu connexe

Tendances

Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayatipandirambo900
 
Amrullah Mukhtar, S.Pd
Amrullah Mukhtar, S.PdAmrullah Mukhtar, S.Pd
Amrullah Mukhtar, S.PdSMPN 4 Kerinci
 
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptx
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptxPRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptx
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptxHarmokoChannel
 
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.ppt
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.pptBUDIDAYA TANAMAN SAYURan.ppt
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.pptMigusnawatiTiti1
 
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asliVanyWardani
 
Pedoman Teknis Budidaya Jagung
Pedoman Teknis Budidaya JagungPedoman Teknis Budidaya Jagung
Pedoman Teknis Budidaya JagungWarta Wirausaha
 
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.pptWidyaHunta
 
Gulma Pada Tanaman Hortikultura
Gulma Pada Tanaman HortikulturaGulma Pada Tanaman Hortikultura
Gulma Pada Tanaman HortikulturaNovayanti Simamora
 
Folder Jagung 2021.pdf
Folder Jagung 2021.pdfFolder Jagung 2021.pdf
Folder Jagung 2021.pdfBoboboy7
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihTidar University
 
Laporan mekanisasi pertanian
Laporan mekanisasi pertanianLaporan mekanisasi pertanian
Laporan mekanisasi pertanianedhie noegroho
 
Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihStruktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihNur Haida
 
Pengembangan profesi pp ahli 2018
Pengembangan profesi pp ahli 2018Pengembangan profesi pp ahli 2018
Pengembangan profesi pp ahli 2018wong slebor
 

Tendances (20)

Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayati
 
Amrullah Mukhtar, S.Pd
Amrullah Mukhtar, S.PdAmrullah Mukhtar, S.Pd
Amrullah Mukhtar, S.Pd
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
 
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptx
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptxPRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptx
PRAKTEK PEMBUATAN BIOSAKA.pptx
 
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.ppt
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.pptBUDIDAYA TANAMAN SAYURan.ppt
BUDIDAYA TANAMAN SAYURan.ppt
 
Presentasi no 6 8_penyimpanan benih rekalsitran
Presentasi no 6 8_penyimpanan benih rekalsitranPresentasi no 6 8_penyimpanan benih rekalsitran
Presentasi no 6 8_penyimpanan benih rekalsitran
 
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli
225366239 laporan-praktiku-uji-vigor-asli
 
Pedoman Teknis Budidaya Jagung
Pedoman Teknis Budidaya JagungPedoman Teknis Budidaya Jagung
Pedoman Teknis Budidaya Jagung
 
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt
335170962-Pemupukan-Berimbang-5-3-2.ppt
 
Hama dan penyakit cabai
Hama dan penyakit cabaiHama dan penyakit cabai
Hama dan penyakit cabai
 
Proposal mentimun
Proposal mentimunProposal mentimun
Proposal mentimun
 
Bubur pestisida
Bubur pestisidaBubur pestisida
Bubur pestisida
 
Gulma Pada Tanaman Hortikultura
Gulma Pada Tanaman HortikulturaGulma Pada Tanaman Hortikultura
Gulma Pada Tanaman Hortikultura
 
Kompos jerami
Kompos jeramiKompos jerami
Kompos jerami
 
Agroforestri
AgroforestriAgroforestri
Agroforestri
 
Folder Jagung 2021.pdf
Folder Jagung 2021.pdfFolder Jagung 2021.pdf
Folder Jagung 2021.pdf
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benih
 
Laporan mekanisasi pertanian
Laporan mekanisasi pertanianLaporan mekanisasi pertanian
Laporan mekanisasi pertanian
 
Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan BenihStruktur dan Tipe Perkecambahan Benih
Struktur dan Tipe Perkecambahan Benih
 
Pengembangan profesi pp ahli 2018
Pengembangan profesi pp ahli 2018Pengembangan profesi pp ahli 2018
Pengembangan profesi pp ahli 2018
 

Similaire à Laporan praktikum kesuburan tanah

ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERAS
ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERASANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERAS
ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERASnursyifatiara
 
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Jidun Cool
 
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesLaporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesAlmiraJasmin2
 
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptx
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptxMATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptx
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptxindrawicsn
 
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Ariefman Fajar
 
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian BerkelanjutanPertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutanroni09071995
 
Bab i pendahuluan bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2
Bab i pendahuluan   bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2Bab i pendahuluan   bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2
Bab i pendahuluan bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2f' yagami
 
Pengolahan lahan pertanian organik
Pengolahan lahan pertanian organikPengolahan lahan pertanian organik
Pengolahan lahan pertanian organikD'Richo BlackZkull
 
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docx
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docxMAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docx
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docxMegasilviaPare
 
Peranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismePeranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismeDendhy Nugraha
 
Bab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologiBab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologirinitosha
 
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxBab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxDELLABLATAMA1
 
Bioteknologi dalam bidang pertanian
Bioteknologi dalam bidang pertanianBioteknologi dalam bidang pertanian
Bioteknologi dalam bidang pertanianFirman Ali Tatag
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan nanaMELIANA1
 

Similaire à Laporan praktikum kesuburan tanah (20)

ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERAS
ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERASANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERAS
ANALISIS PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC) DARI YAKULT DAN AIR BERAS
 
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
 
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesLaporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
 
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptx
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptxMATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptx
MATERI BIOSAKA KA_BBPOPT (1).pptx
 
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
 
Lapporan k ompos
Lapporan k omposLapporan k ompos
Lapporan k ompos
 
Power point
Power pointPower point
Power point
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian BerkelanjutanPertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
Pertanian Organik Mendukung Pertanian Berkelanjutan
 
History spb
History spbHistory spb
History spb
 
13. lap kompos
13. lap kompos13. lap kompos
13. lap kompos
 
Bab i pendahuluan bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2
Bab i pendahuluan   bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2Bab i pendahuluan   bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2
Bab i pendahuluan bab iii Laporan tetap Fisiologi Tumbuhan 2
 
Pengolahan lahan pertanian organik
Pengolahan lahan pertanian organikPengolahan lahan pertanian organik
Pengolahan lahan pertanian organik
 
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docx
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docxMAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docx
MAKALAH MIKROBIOLOGI(LINGKUNGAN).docx
 
Peranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismePeranan mikroorganisme
Peranan mikroorganisme
 
Bab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologiBab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologi
 
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxBab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
 
Bioteknologi dalam bidang pertanian
Bioteknologi dalam bidang pertanianBioteknologi dalam bidang pertanian
Bioteknologi dalam bidang pertanian
 
Pertanian organik
Pertanian organikPertanian organik
Pertanian organik
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan
 

Plus de Arif nor fauzi

Laporan praktikum teknologi benih
Laporan praktikum teknologi benihLaporan praktikum teknologi benih
Laporan praktikum teknologi benihArif nor fauzi
 
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawang
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawangMonitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawang
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawangArif nor fauzi
 
Laporan praktikum pembuatan kumbung
Laporan praktikum pembuatan kumbungLaporan praktikum pembuatan kumbung
Laporan praktikum pembuatan kumbungArif nor fauzi
 
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obat
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obatLaporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obat
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obatArif nor fauzi
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Arif nor fauzi
 
Artikel ekonomi dan agribisnis
Artikel ekonomi dan agribisnisArtikel ekonomi dan agribisnis
Artikel ekonomi dan agribisnisArif nor fauzi
 

Plus de Arif nor fauzi (13)

Laporan praktikum teknologi benih
Laporan praktikum teknologi benihLaporan praktikum teknologi benih
Laporan praktikum teknologi benih
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Laporan resmi(1)
Laporan resmi(1)Laporan resmi(1)
Laporan resmi(1)
 
Laporan resmi
Laporan resmiLaporan resmi
Laporan resmi
 
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawang
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawangMonitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawang
Monitoring hama dan musuh alami pada tanaman bawang
 
Laporan praktikum
Laporan praktikumLaporan praktikum
Laporan praktikum
 
Tugas genetuka
Tugas genetukaTugas genetuka
Tugas genetuka
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Laporan praktikum pembuatan kumbung
Laporan praktikum pembuatan kumbungLaporan praktikum pembuatan kumbung
Laporan praktikum pembuatan kumbung
 
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obat
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obatLaporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obat
Laporan praktikum agrotek tanaman rempah dan obat
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
 
Artikel ekonomi dan agribisnis
Artikel ekonomi dan agribisnisArtikel ekonomi dan agribisnis
Artikel ekonomi dan agribisnis
 

Laporan praktikum kesuburan tanah

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH Disusun oleh : ARIF NOR FAUZI NIM : (11011004) FAKULTAS AGROINDUSTRI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2013
  • 2. DAFTAR ISI..................................................................................................HALAMAN KATAPENGATAR………………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. I.PENDAHULUAN…………………………………………………………… A.Latar Belakang……………………………………………………………….. B.Maksud dan Tujuan…………………………………………………………… C.Kegunaan………………………………………………………………………. II.TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… Identifikasi Materi praktikum……………………………………………… A.Probiotik………………………………………………………….. B.Pengomposan…………………………………………………… C.Suhu Dan Keasaman………………………………………………………………………. D.Kadar C Organik E.Kadar N Total F.Rasio C/N G.Higroskopisitas H.Tingkat Kelarutan III.HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… A.Hasil……………………………………………………………………………. B.Pembahasan……………………………………………………………………. IV.KESIMPULAN………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
  • 3. LAPORAN PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH Di susun oleh ARIF NOR FA’UZI 11011004 Laporan tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk menempuh praktikum kesuburan tanah Yogyakarta, Juni 2013 Mengetahui / Menyetujui Dosen Pengampau Ir. Bambang Sriwijaya, M.P.
  • 4. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan dengan baik. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai pada mata kuliah kesuburan Tanah pada Fakultas Agroindustri Program Studi Agroteknologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Laporan ini dapat diselesaikan dengan baik berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak,untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Kepada 2. Kedua orang tua saya yang selalu memberi dorongan,do’a dan bantuan materil. 3. Semua teman-teman dan sahabat-sahabat dari program studi agroteknologi. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,namun penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Yogyakarta, 2013 Penulis
  • 5. I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk mineral yang berasal dari pabrik ini akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Pupuk merupakan salah satu faktor produksi utama selain lahan, tenaga kerja dan modal.Pemumupukan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan hasil pertanian. Anjuran pemupukan terus ditingkatkan melalui program pemupukan berimbang, namun sejak sekitar tahun 1986 terjadi gejala pelandaian produktivitas ( leveling off ), suatu petunjuk terjadi penurunan efesiensi pemupukan karena berbagai faktor tanah dan lingkungan yang harus dicermati. Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah, memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Beberapa hal penting yang perlu dicermati untuk mendapatkan efesiensi dalam pemupukan antara lain : jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk tersebut, waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode pemupukan. Dengan tingginya hasil tanaman yang dipanen, berarti jumlah unsure hara yang diambil oleh tanaman dari dalam tanah akan banyak pula karena pengambilan unsur hara dari dalam tanah berlangsung secara pararel terhadap pembentukan bahan kering atau produksi tanaman. Sehingga untuk tahun-tahun pertanaman berikutnya unsure hara yang berada didalam tanah lambat laun akan terus berkurang. Proses pengomposan merupakan suatu proses biologi secara alami dalam melakukan dekomposisi bahan organik yang mengandung karbon , mineral meliputi nitrogen dan nutrisi lainnya, serta air dengan dikendalikan oleh mikroorganisme dengan dukungan ketersediaan oksigen. Dari proses tersebut maka terjadilah peningkatan temperatur sehingga menghasilkan CO2, penguapan dan energi panas. Pada akhir proses tersebut menghasilkan bahan organik dengan kandungan carbon, energi kimia, nitrogen, protesin , humus, mineral, air dan adanya mikroorganisme.
  • 6. B. Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan probiotik 2. Mengetahui cara membuat kompos dari bahan organik 3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan 4. Mengamati kadar C organik kompos pada proses pengomposan 5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan 6.Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan 7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu kamar 8. mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air C. MANFAAT DAN KEGUNAAN Manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan Probiotik,mengetahui cara dan dapat melakukan Pengomposan,Pengukuran Suhu Dan Keasaman,serta dapat melakuan pengukuran dan menghitung Kadar C Organik,KadarN Total,Rasio C/N pada kompos.Mengetahui Higroskopisitas Dan Tingkat Kelarutan Pupuk Anorganik.
  • 7. II.TINJAUAN PUSTAKA ACARA I.PROBIOTIK Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang ketika dikonsumsi dalam jumlah memadai, dapat memberikan manfaat kesehatan pada host nya (Pineiro dan Stanton, 2007). Mikroorganisme tersebut dipercaya mampu meningkatkan atau menjaga rasio antara mikrobiota yang bermanfaat dengan komponen yang tidak diinginkan di dalam kompleks mikrobiota gastrointestinal (GI) (O’Hara dan Shanahan, 2007). Probiotik yang banyak digunakan saat ini termasuk dalam spesies bakteri asam laktat (BAL), diantaranya adalah: laktobacilli, bifidobacteria, Escherichia coli non-patogenik, bacilli, serta spesies yeast seperti Saccharomyces boulardii. Beberapa mekanisme kerja probiotik telah di deskripsikan, mekanisme yang paling umum adalah berhubungan dengan kemampuannya dalam memperkuat pembatas intestinal, memodulasi sistem kekebalan host, serta menghasilkan senyawa antimikrobia (Corr et al., 2009). Hingga saat ini, kemampuan produksi senyawa antimikrobia sering dijadikan sebagai penanda yang utama dalam konteks kesehatan bakteri serta efektifitas probiotik. Beberapa bekteri probiotik memiliki kemampuan produksi senyawa antimikrobia bervariasi (misal: asam lemak rantai pendek, hydrogen peroksida, nitrit oksida, dan bakteriosin) yang dapat meningkatkan kemampuannya dalam berkompetisi melawan mikrobia GI lain serta berpotensi dalam menghambat bakteri patogenik (Atassi dan Servin, 2010; Chenoll et al., 2010). Penggunaan probiotik akan mempercepat proses pengomposan, sebagaimana pernyataan Suharsono (1997) bahwa probiotik mengandung mikroorganisme yang dapat merangsang pertumbuhan. Beberapa mikroba yang terdapat dalam probiotik yaitu bakteri proteilitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan nitrogen non fiksasi. Kandungan mekroorganisme yang beragam mengakibatkan rangkaian proses antara satu jenis biakan dengan lainnya, serta kemungkinan besar hasil sampingan yang membahayakan akan termanfaatkan, sehingga pada pembuatan kompos penggunaan polikultur dianggap paling memadai dan menguntungkan (Suriawiria, 1981). Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan
  • 8. kimia pada suatu substratorganik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winamo, dkk.,1980). Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, khamir dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih berdasarkan pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi, dan aspek ekonomi (Tannanbeum, dll., 1975). Bahkan deasa ini mikroba sebagai probiotik dengan berbagai merk dagang dapat diperoleh dengan mudah. Teknologi untuk mempercepat proses dekomposisi mulai diperkenalkan kepada petani indonesia awal tahun 90-an. Prinsip percepatan dekomposisi adalah pengkayaan nutrisi dan stimulus jasad renik pengurai serta menciptakan kondisi lingkungan sekitar yang mendukung, seperti kelembaban, aerasi, dan dan keasaman (pH). Dengan upaya ini juga jumlah jasad yang bekerja untuk proses dekomposisi dapat mencapai lebih dari 20% jumlah biomas yang diuraikan. Jasad renik pengurai umumnya adalah jasad renik probiotik yang dapat ditemukan di sekitar kita. Kebutuhan hidup jasad renik pengurai biasanya juga sangat sederhana, berupa mineral dan nutrisi dengan kandungan karbohidrat yang cukup. Percepatan proses dekomposisi dengan metode pengkayaan nutrisi dan stimulus jasad renik pengurai ini menjadi teknik pengomposan yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Teknik mengisolasi dan memperbanyak jasad renik pengurai diterapkan untuk menyediakan perombak bahan organik dalam jumlah yang cukup banyak. Teknik ini sebenarnya sangat sederhana dengan tiga prinsip yang harus dijalankan, yaitu; (1) membuat media isolasi atau perbanyakan yang steril, (2) menyediakan makanan dengan komposisi yang pas seperti kandungan gula antara 3-5%, dan (3) mengambil sumber jasad renik yang sudah teradaptasi dengan lingkungan kita. Jasad renik pengurai sebenarnya secara alamiah ada di sekitar kita dan berkembang ketika ada makanan dan kondisi yang cocok. Sisa panen atau makanan yang membusuk adalah tempat di mana jasad renik pengurai berada. Jenis jasad renik tergantung jenis bahan organik yang diurai, seperti pembusukan buah pisang oleh Bakteri Lakto, sedangkan pembusukan buah nanas oleh Bakteri Anona. Pembusukan umbi-umbian seperti bawang merah, talas, dan empon-empon juga mempunyai jasad renik jenis tersendiri. Dari bahan makanan yang merupakan hasil proses fermentasi, kita juga dapat menemukan jenis jasad renik khusus, seperti pada tempe,tape,ataucuka.Akan tetapi, jika kita membutuhkan jasad
  • 9. renik dengan berbagai jenis dan aktif bekerja, rumen (kotoran ternak di dalam perut). Secara umum Biang kompos atau biota pengurai mengandung lima kelompok mikrooganisme utama yaitu (1) bakteri fotosintetik, (2) bakteri asam laktat, (3) Ragi (yeast), (4) Actinomycetes dan (5) jamur fermentasi. Meskipun tiap kelompok mikro-organisme ini mempunyai fungsi masing-masing dalam proses dekomposisi. Akan tetapi Bakteri Fotosintetik adalah pelaksana terpenting karena mendukung fungsi mikroorganisme lain dan memanfatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lainnya. Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selululitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya : starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain). ACARA II.PENGOMPOSAN Dalam pengertian modern, pengomposan didefinisikan sebagai proses penguraian materi organik secara biologis menjadi material seperti humus dalam kondisi aerobik yang terkendali. Jadi, proses pengomposan adalah proses penguraian materi organik (seperti sampah daun-daunan, rumput, sisa makanan, kotoran ternak, serbuk gergaji dsb.) oleh mikroorganisma (bakteri, fungi, aktinomicetes, dsb.) yang bekerja dalam suasana kebutuhan oksegennya terpenuhi menjadi material yang lebih sederhana, sifatnya relatif stabil (seperti humus) atau disebut sebagai kompos. Dalam proses pengomposan, sampah organik secara alami akan diuraikan oleh berbagai jenis mikroba atau jasad renik seperti bakteri, jamur, aktinomicetes, dsb. Proses peruraian ini memerlukan kondisi yang optimal seperti ketersediaan nutrisi yang memadai, udara yang cukup, kelembapan yang tepat, dsb. Makin sesuai kondisi lingkungannya, makin cepat prosesnya dan makin tinggi pula mutu komposnya. Dalam pengomposan, mula-mula sejumlah mikroba aerobik (yaitu mikroba yang tidak bisa hidup bila tidak ada udara) akan menguraikan senyawa kimia rantai panjang yang dikandung sampah seperti selulosa, karbohidrat, lemak, protein, dsb. menjadi senyawa yang lebih sederhana, gas karbondioksida dan air.
  • 10. Penguraian terjadi di selaput air yang terdapat di permukaan bahan yang dikomposkan. Dalam medium air tersebut, mikroorganisma mengeluarkan enzim ke habitat tersebut yang kemudian membantu reaksi senyawa-senyawa kimia yang terdapat di permukaan bahan. Senyawa-senyawa sederhana hasil penguraian tersebut merupakan nutrisi yang dapat diserap oleh mikroorganisma untuk keperluan hidupnya. Mikroba yang berperan dalam penguraian tersebut adalah mikroorganisma mesofilik (hidup pada suhu di bawah 45 oC). Dengan ketersediaan nutrisi yang melimpah, mikroba tumbuh dan berkembang biak secara cepat sehingga jumlahnya berlipat ganda. Akibatnya, reaksi penguraian juga berjalan cepat. Reaksi antara senyawa kimia dengan oksigen dalam medium selaput air dengan difasilitasi oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisma selain menghasilkan karbondioksida dan air juga menghasilkan energi panas. Akibatnya, tumpukan secara cepat menjadi panas di atas 55 oC atau hingga mencapai 70 oC. Dengan kondisi panas tersebut, habitat bahan tidak sesuai lagi untuk mikroorganisma mesofilik. Mikroorganisma mesofilik sebagian mati, sebagian lainnya masih dapat bertahan hidup di bagian tepian tumpukan. Dominasi kehidupan mikroorganisma mesofilik akhirnya digantikan oleh mikroorganisma termofilik (mikroorganisma yang hidupnya di atas 45 oC). Dominasi mesofilik berlangsung 2 – 3 hari, digantikan oleh termofilik yang berlangsung lebih dari 14 hari. Pencapaian suhu yang tinggi dalam proses pengomposan sangat penting untuk menjamin produk kompos yang dihasilkannya agar bebas dari bibit gulma (yang terbawa dari potongan rumput) dan bakteri patogen (seperti e.coli dan salmonella). Untuk menjaga kelangsungan hidup mikroba yang berperan dalam proses pengomposan, dalam waktu-waktu tertentu, sampah diaduk agar udara dapat masuk ke dalamnya. Sampah juga harus disiram jika kelembapannya kurang. Penyiraman tidak boleh berlebihan karena akan menutup pori-pori sampah sehingga udara tidak bisa masuk. Pada fase selanjutnya, senyawa-senyawa kimia sampah tahap demi tahap diuraikan menjadi berbagai macam senyawa yang lebih sederhana lagi, sampai akhirnya senyawa kimia yang menjadi makanan mikroba berangsur-angsur menjadi terbatas. Sejalan dengan menipisnya ketersediaan makanan, pertumbuhan dan perkembanganbiakan mikroba menurun. Oleh karena itu, pada fase tersebut suhu akan turun perlahan-lahan menjadi sekitar 40 oC. Pada fase ini, koalisi mikroba yang hidup di dalamnya dominasinya kembali digantikan oleh kelompok mikroba mesofilik. Pada minggu kelima dan
  • 11. keenam suhu menurun menuju suhu udara yaitu 30-32 oC. Pada saat itulah hasil peruraian sampah akhirnya menjadi materi yang relatif stabil yang disebut sebagai kompos. MENGENAL SAMPAH Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian yang relatif berbeda dan bersifat subjektif. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan suatu bahan yang dibuang atau terbuang dari sumber hasill aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik ialah sampah yang berasal dari mahluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah terurai secara alami. Sementara itu sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat terurai seperti plastic dan kelereng. Pengumpulan sampah organik yang mudah mengurai oleh mikroba dan membusuk yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos akan tetapi tidak semua jenis sampah bisa dijadikan bahan dalam pembuatan kompos. Jenis yang dipakai ialah sampah organik yang mudah sekali membusuk. Pemilahan dan penyelesaian sampah merupakan tahapan penting dalam pengolahan sampah menjadi kompos. MENGENAL KOMPOS Menurut Dalzell (1991) kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil akhir sebagai humus. Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitamhitaman dan tidak berbau. Menurut Murbandono (2006) kompos adalah bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya, bahanbahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput jerami, sisa-sisa ranting dan dahan. Menurut Hadiwiyoto (2000). Kadar unsure hara dalam kompleks sangat rendah, sehingga penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah. Kompos mengandung unsure N sebanyak 2%, unsure P sebanyak 0,1-1% dan unsure K sebanyak 1-2%. Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan berwarna coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan gembur (bahan
  • 12. menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak menggumpal), mempunyai kandungan C/N rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau ( kalau berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan kurang lebih 30ºC, kelembapan dibawah 40 %. Di dalam timbunan bahan-bahan organik. Pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air,terjadi pengikatan beberapa jenis unsure hara di dalam jasad-jasad renik, terutama nitrogen, fosfor dan kalium. Unsure-unsure tersebut akan terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati. Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak. Sisa pupuk sebagai bunga tanah harus diusahakan sebanyak mungkin. Agar kadar bunga tanah bertambah, diperlukan bahan baku kompos yang banyak mengandung lignin, misalnya jerami yang berkadar 16-18%. Selain itu persenyawaan kalium dan fosfor yang berubah menjadi zat yang mudah diserap oleh tanaman merupakan proses yang baik dalam pengomposan. Dalam proses pengomposan, sebagian besar kalium. Kalium mudah diserap tanaman. Selain itu fosfor sebanyak 50-60% yang berbentuk larutan akan mudah diserap tanaman. Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik apabila perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai 30:1 PERMASALAHAN SAMPAH Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Bagi setiap orang sampah memiliki pengertian yang relative berbeda dan bersifat subjektif. Bagi
  • 13. beberapa kalangan masyarakat sampah bisa menjadi barang kaya manfaat. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan yang tidak sama. Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang dari hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan sifatnya sampah dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Oleh sebab itu sampah selalu menjadi persoalan rumit terutama masyarakat yang kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Sampah tidak hanya terdapat di perkotaan yang padat penduduk, pedesaan lokasi lain pun tidak akan terlepas dari masalah-masalah sampah. Sumber permasalahan sampah selalu hadir bukan saja di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) selain itu di tempat pembuangan akhir pun juga (TPA). Penyebab penumpukan sampah dipengaruhi oleh: 1. Volume Sampah yang sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya tampung tempat pembuangan akhir sehingga melebihi kapasitasnya. 2. Lahan pembuangan akhir menjadi semakin sempit akibat tergusur untuk penggunaan lain 3. Jarak pembuangan akhir dan pusat sampah relative jauh hingga waktu untuk mengangkut sampah kurang efektif. 4. Fasilitas pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut seluruh sampah. Sisa sampah di pembuangan sementara akan berpotensi menjadi tumpukan sampah 5. Teknologi pengolahan sampah tidak optimal sehingga lambat membusuk 6. Sampah yang telah matang dan berubah menjadi kompos, tidak segera dikeluarkan dari tempat penampungan. Sehingga semakin menggunung 7. Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah masyarakat sering membuang sampah di sembarangan tempat sebagai jalan pintas. 8. Kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah serta produknya 9. Minimnya pengolahan ataupun edukasi mengenai sampah secara tepat. 10. Manajemen sampah yang tidak efektif yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan jenisnya sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah anorganik, yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak diperbarui seperti mineral dan minyak bumi. Beberapa dari lahan ini tidak terdapat di alam seperti plastic dan alumunium. Sebagai zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan yang lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas, koran dan karton termasuk
  • 14. sampah organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat di daur ulang seperti sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah tangga. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah organik tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk ACARA III. SUHU DAN KEASAMAN Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell et al., 1987). Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF hingga hingga mencapai 160OF dimana aktifitas mikroorganisme adalah mesophilic dan berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun maka mikroorganisme mesophilic kembali aktif. Dan setelah suhu stabil prosespematangan kompos mulai terjadi. Temperatur dan tinggi tumpukan mempengaruhiMetabolisme mikroorganisme dalam tumpukanmenimbulkan energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akantersimpan di dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau aerasi. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan temperatur tumpukan. Padaprinsipnyabahan organicdengannilaipHantara3dan11dapatdikomposkan,pH optimumberkisarantara5,5dan 8.Bakteri lebih senang pada pH netral.Fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak masam.KondisiAlkalin
  • 15. kuat menyebabkan kehilangannitrogen,halini kemungkinan terjadi apabiladitambahkankapurpadasaatpengomposanberlangsung. Kondisisangatasampadaawalprosesdekomposisimenunjukanprosesdekomposisi berlangsungta npaterjadipeningkatansuhu.BiasanyapHagakturun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteriyangmenghasilkanasam.Denganmunculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisi makapHbahankembalinaiksetelahbeberapaharidanpH beradapadakondisinetral( Sutanto,2002) Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti faktor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan kompos. 6. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan Mikroorganisme merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah. Pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan bahan organik akan terus berubah.
  • 16. Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator. Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri. Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 – 45 oC) mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature tinggi (45 – 65 oC) pada temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik. Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. ACARA IV. KADAR C – ORGANIK Kandungan C-organik pada kompos (29,92 %) dan POG (26,03%) telah memenuhi standar Permentan No. 28 tahun 2009 yaitu >12 %. Kandungan C organik merupakan unsur penting bagi pupuk organik karena tujuannya untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah yang pada umumnya sudah sangat rendah yaitu di bawah 2 %. Standar kandungan C menurut SNI kompos adalah 9,8-32 %, sehingga kandungan C dari kompos ataupun POG yang diteliti berada pada level C yang tinggi. Tingginya kandungan nilai C-organik mengindikasikan pula tingginya kandungan bahan organik, yang mengindikasikan bahan yang tidak diinginkan (impurities) rendah, atau dengan kata lain kemurnian dari kompos atau POG yang dihasilkan cukup tinggi. Perbandingan karbon dan nitrogen (rasio C/N) merupakan salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kematangan kompos. Hasil penelitian yang menunjukkan rasio C/N untuk kompos biasa sebesar 18 dan untuk POG sebesar 14, berarti bahwa kedua pupuk organik tersebut telah matang secara rasio C/N, dan memenuhi standar Permentan dan
  • 17. SNI. Kompos dikatakan matang bila rasio C/N nya dibawah 20 begitu juga menurut SNI No 19-7030-2004 . Sedangkan standar Permentan sebesar 15-25. ACARA V. KADAR N TOTAL Destilasi Kjedahl berfungsi untuk menentukan kadar nitrogen total yang terkandung dalam cuplikan. Material atau bahan yang mengandung senyawa N seperti pupuk (urea, NPK, nitrat, ZA), bahan makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya dapat ditentukan kadar nitrogen atau proteinnya. Penentuan kadar nitrogen total ini melalui tiga tahapan proses pengerjaan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. 1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g 2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan
  • 18. kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. 1. Tahap destruksi Destruksi merupakan suatu proses penghancuran senyawa organik seperti protein (berikatan kovalen) diubah menjadi senyawa anorganik. Material yang digunakan sebagai destruktor adalah asam sulfat pekat ditambah garam Kjedahl (tembaga sulfat : natrium sulfat = 1 : 9) sebgai katalis. Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah: H destruksi R-C-COOH NH3 + CO2 + H2O NH2 H2SO4 Asam amino CuSO4 (protein) Na2SO4 NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 Hasil Destruksi 2. Tahap destilasi Destilasi adalah suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan titik didih. Pada kasus ini, amonium sulfat ditambah larutan NaOH 30 % bertujuan untuk membebaskan gas amonia (NH3) dan dengan pemanasan atau destilasi akan dibebaskan sebgai destilat. Destilat (gas
  • 19. amonia) yang terbentuk ditampung dalam larutan asam misalnya asam borat (H3BO3) 2% atau asam sulfat encer (H2SO4) yang telah diberi indikator campuran (mixed indikator). Larutan penampung ini berwarna merah muda (pink) dan akan berubah warna menjadi hijau muda karena terjadi reaksi asam borat dengan gas NH3. Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah: (NH4)2SO4 + NaOH NH3 + HCl 0,1 N NH3 + H2O + Na2SO4 NH4Cl Berlebihan 3. Tahap titrasi Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah: HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N NaCl + H2O Kelebihan Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut: %N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100% Gram bahan x 1000 Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut: %N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
  • 20. Gram bahan x 1000 Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Kadar protein (%) = % N x faktor konversi ACARA VI . RASIO C/N Rasio C/N Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi. Nisbah C/Nsangatpenting untukmemasok harayangdiperlukanmikroorganismeselamaprosespengomposanberlangsung. Karbondiperluk anolehmikroorganismesebagaisumber energi dannitrogenuntukmembentukprotein.Bahanyangmengandungkarbonmempunyai 30:1.Bahan dasar kompos yang mempunyai sampai35:1menguntungkanprosespengomposan.Organismeyang nisbahC/N 20:1 mendekomposi materi organik menggunakan karbon sebagai sumber energi dan nitrogenuntukpembentukan struktur sel.Mereka membutuhkan karbon lebih banyak daripadanitrogen.Jikaterlalu banyakkarbondekomposisimelambatsaatnitrogenterpakaihabisdanbeberapaorganismemati. (gambar 3).
  • 21. Sumber : Compost Fundamentals Compost Needs - Carbon Nitrogen Relationships.htm, akses 2007) Organismelainmembentukmaterialselbarudenganmenggunakannitrogen yang tersimpan.Dalam proses ini lebih banyak karbon terbakar.Sehinggajumlah karbon berkurang sementaranitrogen didaur ulang.Dekomposisimenjadilebih lama,bagaimanapun, disaat C:N rasionya lebih besar dari 30.Kecepatan dekomposisi bahan organik ditujukan oleh perubahan imbangan C/N.Selama proses mineralisasi,imbangan C/N bahan-bahan yang banyak mengandung N akan berkurang menurut waktu.Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N sehingga diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila imbangan C/N sudah mencapai angka tersebut,artinya prosesdekomposisi sudahmencapaitingkat akhir. ACARA VII . HIGROSKOPSITAS
  • 22. Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan proses fisika, kimia, atau biologis. pada umumnya pupuk anorganik dibuat oleh pabrik. Bahan bahan dalam pembuatan pupuk anorgank berbeda beda, tergantung kandungan yang diinginkan. Misalnya unsur hara fosfor terbuat dari batu fosfor, unsure hara nitrogen terbuat dari urea.Pupuk anorganik sebagian besar bersifat hidroskopis. Hidroskopis adalah kemampuan menyerap air diudara, sehingga semakin tinggi higroskopis semakin cepat pupuk mencair. Pupuk Urea [(CO (NH2)2] Urea merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (ammonia) dengan CO2.Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan ikatan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46 %. Dalam proses pembuatan Urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman kalau terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea harus kurang 1,5-2,0 %. Kandungan N yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman (Anonim, 2012). Pupuk ZA Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan haranitrogen dan belerang bagi tanaman.Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak, yang berarti amonium sulfat (NH4SO4) (Anonim, 2012). Pupuk ZA mengandung belerang 24 % dan nitrogen 21 %.Kandungan nitrogennya hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya dimaksudkan sebagai sumber pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang miskin unsur ini. Namun demikian, pupuk ini menjadi pengganti wajib urea sebagai pemasok nitrogen bagi pertanaman tebu karena tebu akan mengalami keracunan bila diberi pupuk urea (Anonim, 2012). Pupuk SP 36 (Superphospat 36) SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah.(Hakim, dkk, 1986).
  • 23. Pupuk KCl (Kalium Klorida) Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk menghasilkan pupuk KCl. Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. Kalium satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman.Peran utama kalium ialah sebagai aktivator berbagai enzim (Anonim2, 2012). Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit K2SO4. Hal ini disebabkan karena umumnya tercampur dengan bahan lain seperti kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurniannya mengandung K2O sampai 60 %.Pupuk Kalium (KCl) berfungsi mengurangi efek negative dari pupuk N, memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Anonim2, 2012). Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu yang pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar Magnesium daun dapat menurun. Kadang-kadang menjadi tingkatterendah sehingga aktivitas fotosintesa terganggu (Anonim, 2012). ACARA VIII . TINGKAT KELARUTAN
  • 24. Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogeni. Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves like senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan van der waals (London) atau ikatan elektrostatik yang lain (Anonim, 2012). Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen dipolnya. Namun Hildebrand membukti bahwa pertimbangan tentang dipol momen saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, dll yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Maka, minyak dan lemak larut dalam benzen, tetrakloroda dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut nonpolar (Martin, 1993). Pupuk Urea sangat mudah larut dalam air, nitrogen dalam bentuk amida pada umumnya terdapat dalam pupuk Urea mudah larut dalam air. Dalam tanah amida segera berubah menjadi ammonium karbonat. Karena memiliki konversi (perubahan) tersebut nitrogen mudah hilang tercuci. Pupuk Urea juga memiliki sifat higroskopis, sudah mulai menarik uap air pada kelembaban nisbi udara 73 %. Pengaruhnya terhadap tanah yaitu bila diberikan pada lahan yang miskin hara akan berubah ke wujud atau bahan awalnya yaitu ammonia dan karbondioksida yang mudah tercuci oleh air hujan atau irigasi dan mudah terbakar sinar matahari. Pengaruhnya bagi tanaman yaitu sangat penting dalam pertumbuhan awal karena pada urea terdapat kandungan N yang tinggi. Pupuk adalah zat yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik. Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat
  • 25. makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun. Seperti namanya pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan.Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk.Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan komoditasnya. III. METODOLOGI PRAKTIKUM A.Waktu dan Tempat Praktikum
  • 26. Praktikum kesuburan tanah ini dilaksanakan pada tanggal B.Alat dan Bahan 1.Alat a.Ember plastik b.Autoklaf c.Gelas ukur 1 liter d.Gelas ukur 100 ml e.Timbangan plastik f.Thermometer g.Pengukur keasamaan ( pH meter ) h.Gelas ukur 1000 ml i.Beker glass j.Labu takar 50 ml k.Pipet ukur 10 ml dan 5 ml l.Gelas ukur 10 ml m.Labu erlenmeyer 250 ml n.Buret 50 ml o.Botol pemancar air p. Botol timbangan q. Gelas piala 100 ml r. Gelas ukur 50 ml s. Gelas arloji t. oven
  • 27. u. Labu kjeldal 100 ml v. kalkulator w. Alat tulis x. Sendok y. Bak plastik z.Kertas saring 2.Bahan a.Urin sapi (pupuk kandang) b.Bekatul c.terasi d.Tetes tebu (gula jawa) e.air f.Probiotik g.Sampah Organik h.Abu dapur i.Sampah organik ( dalam proses pengomposan ) j.Air suling ( akuades ) k.K2 Cr2 O7 1N l.H2 SO4 pekat 1 N m.H3 PO4 85%
  • 28. n.Indikator Diphenylamine o. Serbuk CuSO4 p. K2SO4 q. Indikator Methyin red r. NaOH pekat 1 N s.Data hasil pengukuran C – organik t. Data hasil pengukuran N total u.Pupuk anorganik v. Kantong plastik C.Cara Kerja A.PEMBUATAN PROBIOTIK 1.Bekatul 0,75 kg,terasi 0,125kg dan tetes tebu 50 ml (gula jawa 5 ons ) direbus dengan air 5 liter sampai mendidih (± 15 menit ) atau disterilisasi menggunakan autoklaf ( 1 atm selama 15 – 20 menit) 2.Hasil rebusan ( sterilisasi ) didinginkan. 3.Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml ( pupuk kandang 500 gr )
  • 29. 4.Setelah hasil rebusan ( sterilisasi ) dingin , kemudian masukkan kedalam ember plastik dan tambahkan 500 ml urine sapi ( pupuk kandang 500 gr) sambil diaduk sampai rata. 5.Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setiap harinya dilakukan pengadukan. 6.Probiotik siap digunaka B.PENGOMPOSAN 1.Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari bahan – bahan anorganik. 2.Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm. 3.Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak 0 ,5 liter. 4.Sambil diaduk – aduk ditambahkan air sampai dicacapi kelembaban kurang lebih 30% ( jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan dibuka akan berurai lagi ) 5.Selanjutnya dimasukan kedalan ember dibagi 3 lapis. 6.Masing – masing lapisan ditaburi dengan abu dapur ( total yang diperlukan 0,5 kg ) kemudian ember ditutup. 7.Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai sampah menjadi kompos (C/N ≤ 20). C.SUHU DAN KEASAMAN Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman ( pH ) dilakukan setiap hari sampai sampah menjadi kompos ( C/N ≤ 20 ). 1.Pengukuran Temperatur a.Menyiapkan alat pengukur temperatur ( thermometer ) b.Memasukkan ( menancapkan ) thermometer ke bagian tengah – tengah pengomposan ( ± 15 cm dari permukaan ). c.Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya. d.Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama pada bagian tengah antara tepi dan tengah gundukan ( diambil 2 tempat ) e.Tiga hasil pengukuran dibuat rata – rata
  • 30. 2.Derajad Keasaman ( pH) a.Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50 ml b.Menambahkan air suling sebanyak 25 ml kedalam beker glass c.Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut d.Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit. e.Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter ( kertas lakmus ) f.Menyambung elektroa pada meteranya g.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 7 dan ditekan tombol pada tanda ‘ON’ disesuaikan dengan keadaan tombol ‘ TEMP ‘ pada angka temperatur larutan penyangga pH 7 , dan diatur tombol ‘CALIB ‘ hingga terbaca pada angka 7,00 pada layar pH meter. h.Elektroda dicuci pada pancaran air suling dibagian bawahnya sampai bersih. i.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 4 dan ditekan tombol pada tanda ‘ON’ disesuaikan dengan keadaan tombol ‘TEMP’ pada angka temperatur larutan penyangga pH 4 dan diatur tombol ‘ SLOPE’ hingga terbaca angka 4,00 pada layar pH meter. j.Elektoda dicuci dengan air pancaran air suling sampai bersih. k.Dengan mengikuti langkah f – j maka pH yang diteliti siap diamati. l.Elektroda dicelupkan pada larutan kompos,kemudian diamati dan dicatat angka pada mnitor menunjukkan pada pH berapa. m.Pengukuran diulang sebanyak tiga kali , dan hasilnya dirata - rata D.KADAR C - ORGANIK 1.Ditimbang bahan kompos kering 0 ,1 g dimasukkan ke dalam labu takar.
  • 31. 2.Ditambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur 3.Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur, dan dikocok dengan gerakan memutar 4.Warna harus tetap merah jingga , apabila warna menjadi hijau atau biru ditambah lagi K2Cr2O7 1N dan H2SO4 pekat ( jumlah penambahan dicatat ) , didiamkan kurang lebih 30 menit sampai larutanya dingin. 5.Ditambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml indikator Diphenylamine 6.Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml. 7.Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap. 8.Diambil dengan pipet ukur 5 ml jernih , kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15 ml 9.Larutan dititrasi dengan FeSO4 1 n , sehingga warna menjadi kehijau – hijauan 10.Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko. E.KADAR N TOTAL 1.Destruksi a. Ditimbang kompos dengan gelas arloji ( kertas ) yang bersih dan kering seberat 250 mg. Ditimbang juga untuk analisa kadar air. b. Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan tambahkan H2SO4 pekal 2,5 ml. c. Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati – hati sampai asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau – hijauan atau tidak berwarna ( pemanasan didalam almari asam ) kemudian didinginkan. 2. Destilasi a.Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling 25 – 50 ml,kemudian larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara memasukkan larutan dengan menuangkan berulang – ulang dengan air ( dalam hal ini usahakan agar butir – butir tanah tida masuk ).
  • 32. b. Diambil gelas piala 100 – 150 ml dan diisi dengan H2SO4 0,1 N 10 ml,diberi 2 tetes indikator methil hingga warna menjadi merah. c.Gelas piala ini (b) ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup di bawah permukaan asam. d.Ditambahkan dengan hati – hati ( dengan gelas ukur ) 20 ml NaOH pekat ( penambahan NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi ).Pekerjaan ini dilakukan menjelang saat ( sebelum ) destilasi dimulai ( tidak boleh lama. e. Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas tetap berwarna merah, kalau warna berubah ( hilang ) segera tambah lagi H2SO4 0,1 N dengan jumlah yang diketahui.Detilasi berlangsung selama sekitar 30 menit ( dilihat nilai larutan itu mendidih ). f. Setelah larutan didestilasi,gelas piala diambil ( ingat api baru boleh dipadamkan kalau gelas piala sudah diambil). g. Bilas air suling ujung atas bawah alat pendingin ( air suling ini dimasukkan juga dalam gelas piala ). 3.Titrasi a. Larutan dalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna hampir hilang. b. Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blanko,yaitu tanpa pemakaian sampel. F. RASIO C/N 1.Menghitung perbandingan antara C – organik dengan N total 2.Apabila Nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pupuk ( rasio C/N kompos ≤ 20 ),maka proses pengomposan dihentikan. H. HIGROSKOPISITAS 1. Menimbang sampel pupu sebanyak 10 gram 2. Menimbang kantong plastik tempat pupuk
  • 33. 3. Pupuk dimasikkan ke dalam kantong plastik yang terbuka 4. Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan dibiarkan tetap terbuka 5. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara menimbang pupuk bersama kantong plastiknya. 6.Pengamatan dilakukan selama empat minggu ( satu bulan ). I.TINGKAT KELARUTAN 1. Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram 2. Memasukkan pupuk kedalam gelas ukur 3. Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat volume pupuk 4. Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring 5. Kertas saring dan endapan pupuk diangin – anginkan 6. Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang 7. Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang 8. Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang diperoleh 9. Menghitung presentase kelarutan I V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.HASIL 1.PROBIOTIK