Tulisan ini membahas upaya pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan dengan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi. Analisis dilakukan terhadap unsur-unsur yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, serta kendala-kendala yang dihadapi. Tulisan ini juga meninjau teori-teori pertumbuhan ekonomi dan jenis kemiskinan untuk memahami hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kem
1. Kontribusi Unsur-Unsur Perkembangan Ekonomi Indonesia terhadap
Kemiskinan di Indonesia
Oleh : Ariyadi Dwi Gusta Prakoso
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
BAB I
1
2. Latar Belakang
i. Alasan Pemilihan Topik
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara di dunia
tidak terkecuali Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia
berupaya untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonominya sebagai
instrumen untuk menanggulangi kemiskinan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
mencapai 6,3% persen pada tahun 2012 dan menurut perkiraan Bank Indonesia
pertumbuhan ekonomi indonesia pada 2013 akan mencapai 6,5-6,7.1
Pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di Indonesia ini menurut Guberbur Bank Indonesia Darmin
Nasution dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan domestik yang tinggi
serta ekspor komoditas Indonesia.2
Secara teori pertumbuhan ekonomi suatu negara
secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kesehjahteraan
ekonomi rakyat negara tersebut sehingga hal tersebut dapat
mengentaskan/mengurangi angka kemiskinan di suatu negara.
Masalah kemiskinan merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor
yang menjadi penghalang pembangunan di suatu negara tidak terkecuali Indonesia.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam UN Conference on Population and
Development tahun 1994 dimana pernyataan tersebut berbunyi “kemiskinan yang
meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya-upaya pembangunan”.3
Melihat
korelasi antara pembangunan dan kemiskinan tersebut sebagai sebuah negara yang
sedang berkembang pemerintah perlu melakukan upaya-upaya untuk mengentaskan
kemiskinan. Upaya-upaya tersebut dapat direalisasikan dengan memanfaatkan
momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung dewasa ini.
ii. Definisi dan Deskripsi Singkat Topik
1 ____, “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2012, 6,3 Persen”, dalam
<http://www.antaranews.com/berita/338100/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2012-63-persen>, diakses pada 04
April 2013.
2 Ibid.
3 Wong Desmiwati, “Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Analisis Ekonometri”, dalam
<http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10/pertumbuhan-ekonomi-dan-
pengentasan-kemiskinan-di-indonesia-_analisis-ekonometri_.pdf>, diakses pada 04 April 2013.
2
3. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kesehjahteraan penduduk dan
pengentasan kemiskinan. Peningkatan kesehjahteraan masyarakat dapat dicapai
dengan pembangunan, proses pembangunan yang dilakukan dapat tercapai dengan
adanya SDM berkualitas yang dapat melakukan efektifitas serta efisiensi dalam
proses produksi yang sedang berlangsung sehingga momentum pertumbuhan
ekonomi suatu negara dapat dipertahankan sehingga dapat berkorelasi positif dengan
pembangunan yang dilakukan oleh negara tersebut. Namun sumber daya manusia
yang berkualitas tidak akan tersedia jika angka kemisikinan di suatu negara relatif
masih tinggi dan ketidaktersediaan sumber daya manusia yang mumpuni akan
berdampak pada proses pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara. Kemiskinan
merupakan faktor penghambat bagi upaya pembangunan karena pada dasarnya
kemiskinan membatasi akses individu untuk hidup layak sehingga hal ini berdampak
langsung pada kualitas sumber daya manusia yang ada dalam negara tersebut.
Menurut Specker (1993) kemiskinan adalah kekurangan fasilitas fisik bagi
kehidupan yang normal, gangguan dan tingginya resiko kesehatan, resiko keamanan
dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi, kekurangan pendapatan yang
mengakibatkan invdividu tidak dapat hidup dengan layak, marjinalisasi dalam sektor
ekonomi, sosial serta politik dan rendahnya kualitas pendidikan. Sedangkan menurut
BPS kemiskinan adalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan yang diukur
dari sisi pengeluaran.
Melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan serta
kualitas SDM yang ditunjang dengan kesempatan akses yang luas terhadap segala
faktor-faktor yang mendukung penghidupan layak maka tidak dapat dipungkiri bahwa
pengentasan kemiskinan merupakan kebijakan yang perlu mendapatkan prioritas
dalam penerapan kebijakan oleh pemerintah. Kebijakan pengentasan kemisikinan
yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya bersifat holistik atau dengan kata lain
bersifat menyeluruh baik materil maupun struktural. Keterkaitan antara pertumbuhan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan adalah seperti dua sisi mata uang yang tidak
3
4. dapat dipisahkan dengan kata lain kebijakan pengentasan kemiskinan membutuhkan
instrumen yang bernama pertumbuhan ekonomi.4
iii. Rumusan Masalah
Setelah melihat gambaran dari korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan
pengentasan kemiskinan yang berdampak pada kualitas SDM serta upaya
pembangunan oleh pemerintah maka akan muncul beberapa pertanyaan.
Bagaimana upaya pemerintah untuk memanfaatkan perkembangan ekonomi
Indonesia bagi pengentasan kemiskinan?
Kendala-kendala yang mengahambat dalam pengentasan kemiskinan dengan
memanfaatkan perkembangan ekonomi Indonesia?
iv. Tujuan Penulisan
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam
upaya untuk mengentasakan kemiskinan dengan memanfaatkan pertumbuhan
ekonomi yang sedang terjadi, selain itu tulisan ini akan berusaha untuk memberikan
analisa tentang unsur-unsur apa saja yang diperlukan dalam upaya untuk
mengentaskan kemiskinan serta memberikan rekomendasi/saran untuk perbaikan
kualitas kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dengan
memanfaatkan perkembangnn ekonomi sebagai instrumen.
v. Batasan Penulisan
Tulisan ini akan menggunakan data dari tahun 2005-2012 dan menganalisa unsur-
unsur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi yang berkontribusi terahadap
pengentasan kemiskinan.
4 TN Srinivasan, Trade, Growth and Poverty Reduction, London, Commonwealth Secretariat, 2009, h. 53.
4
5. BAB II
Kajian Teori dan Review Literatur
Terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi tersebut
dapat tercapai dengan berbagai macam tahap serta instrumen yang menjadi faktor pertumbuhan
ekonomi itu sendiri. Salah satu teori yang berkembang dalam penggambaran pertumbuhan
ekonomi adalah teori pertumbuhan Neoklasik dimana para ahli yang menganut teori ini melihat
bahwa penawaran merupakan aspek yang penting dalam pertumbuhan. Menurut teori neo-klasik
yang dikembangkan oleh Abramovits dan Sollow pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu kemajuan teknologi dan kemahiran tenaga kerja. Sedangkan Harrod dan
Evsey Domar menjabarkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi jika terdapat peningkatan
peningkatan produktivitas modal serta produktivitas tenaga kerja. Lebih jauh lagi Joseph
Schumpeter menyatakan bahwa pentingya inovasi-inovasi teknologi terutama inovasi-inovasi
teknologi produksi.5
Melihat dari teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi mahzab
Neoklasik yang menitikberatkan pertumbuhan output sebagai hasil kerja dari dua faktor input
utama yaitu modal dan tenaga kerja maka diperlukan sinergi antara output dan input yang saling
melengkapi sehingga dapat tercipta momentum pertumbuhan yang dicita-citakan. Salah satu
aspek yang lebih penting dari gambaran tersebut adalah kemampuan dari tenaga kerja sebagai
aktor yang menjadi sentral dari suatu pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Namun seringkali
pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan teori yang telah dikemukakan dan memiliki dampak
yang lain yaitu timbulnya kemiskinan akibat dari pertumbuhan ekonomi tersebut.
5 W.W. Rostow, Theorist of Economic Growth from David Hume to the Present, New York, Oxford University Press,
1990, h. 174.
5
6. Terdapat beberapa jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan struktural,
masing-masing jenis dari kemiskinan tersebut memiliki indikator yang berbeda sehingga akan
terjadi perbedaan hasil olah data ketika kita menggunakan salah satu perspektif tersebut.
Kemiskinan Absolut atau mutlak memiliki kaitan dengan standar hidup minimum masyarakat
yang diwujudkan dalam bentuk garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan adalah
kemampuan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup standar pada suatu waktu
dan lokasi tertentu untuk keberlangsungan hidupnya. Pembentukan garis kemiskinan ini
bergantung pada definisi tentang kehidupan standar minimum yang dibuat. Sehingga kemiskinan
absolut dapat diintepretasikan dengan melihat perbedaan jumlah pendapatan seseorang atau
keluarga terhadap pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.6
Pada tahun 1976 ILO (International Labour Organization) menggunakan ukuran
kebutuhan pokok untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat miskin. Indikator-indikator
kebutuhan pokok yang dimaksud di sini adalah kebutuhan sandang, pangan, papan serta fasilitas
umum seperti peleyanan kesehatan, air bersih, pendidikan serta transportasi. Strategi yang
digariskan oleh ILO adalah urgensi dari tindakan langsung yang diperlukan untuk membantu
golongan masyarkat yang paling miskin tanpa menunggu mekanisme efek tetesan ke bawah
(trickle down effect).7
Perspektif yang lain dalam menganalisa kemiskinan adalah menggunakan perspektif
struktural. Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai kemiskinan struktural in, Ghose
dan Keffin dalam Andre Bayo (1996) mengemukakan bahwa kemiskinan yang terjadi di Asia
Selatan dan Asia Tenggara memiliki arti kelaparan, kekurangan gizi, pakaian dan perumahan
yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau minim sekali akses terhadap
pelayanan kesehatan yang elementer. Disfungsi dari pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs)
tersebut bukan diakibatkan oleh pengabaian dari golongan yang dikategorikan miskin namun
disfungsi tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya kesempatan yang diberikan kepada golongan
yang dikategorikan miskin seperti ungkapan dari Ghose dan Keffin.8
Lebih jauh lagi menurut
Friedman dalam Andre Bayo (1996) kemiskinan struktural didefiniskan sebagai ketidakadilan
6 Roy Hendra, “Determinan Kemiskinan Tinjauan Literatur”, dalam <http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131195-T
%2027312-Determinan%20kemiskinan-Tinjauan%20literatur.pdf>, diakses pada 09 April 2013.
7 Budi Jati, Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah, Jakarta, Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Yayasan Agro Ekonomika, 2002, h. I-1.
8 Andre Bayo, Kemiskinan dan Strategi Mengatasi Kemiskinan, Yogyakarta, Liberty Offset, 1996.
6
7. kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi
(tidak terbatas pada) modal yang produktif atau aset misalnya tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan, sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk
untuk mencapai kepentingan bersama, network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan.
Kesempatan-kesempatan ini seolah tertutup dengan adanya jurang antara si kaya dan si miskin, si
kaya dengan menggunakan berbagai macam kesempatan yang mereka miliki dapat dengan
mudah memperoleh kesempatan mengakses instrumen-instrumen pemenuhan kebutuhan seperti
yang telah disebutkan di atas, di sisi lain si miskin dengan segala keterbatasan terus
terpinggirkan dengan pola ekonomi yang berlaku di negara Indonesia.
7
8. BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam upaya untuk mengentaskan kemisikinan peran negara dapat dibilang berfungsi
sebagai pengambil kebijakan hal ini didukung oleh instrumen-instrumen yang dimiliki oleh
negara dan kekuasaan yang dimiliki negara untuk menggunakan instrumen-instrumen tersebut.
Upaya pengentasan kemiskinan merupakan upaya yang memiliki keterkaitan dengan upaya yang
lain seperti bagaimana pemerintah merumuskan strategi pembangunan yang memiliki kaitan erat
dengan pengalokasian kapital yang di dapat dari perkembangan ekonomi yang telah dicapai oleh
negara tersebut dalam hal ini pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,3% tersebut
akan dipergunakan untuk membangun sektor apa saja sehingga hal tersebut dapat
memaksimalkan pengakumulasian kapital Indonesia dan dapat berkontribusi dalam upaya
pengentasan kemiskinan yang menurut data BPS pada tahun 2012 presentase kemiskinan
penduduk di Indonesia mencapai 11,66% persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang
mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Selain pengalokasian kapital dibutuhkan juga kebijakan
dari pemerintah yang menyangkut maksimalisasi pengakumulasian modal berupa devisa negara
dimana peran dari devisa tersebut adalah sebagai biaya bagi pembangunan dan upaya
pengentasan kemiskinan itu sendiri. Sebelum melihat lebih jauh lagi tentang kemiskinan kita
perlu melihat bagaimana perkembangan angka kemiskinan tersebut dapat diukur berdasarkan
indikator-indikator yang ada. Salah satu indikator yang dapat digunakan oleh untuk mengukur
angka kemiskina adalah penggunaan koefisien gini, Gini coefficient menurut Bappenenas (2002)
merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-
pengeluaran konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang
menerima bagian secara sama atau identik.
8
9. Gambar 1 : Indeks Koefisien Gini di Indonesia tahun 2010-2012
Sumber : <http://www.tradingeconomics.com>
Ketika melihat indeks koefisien gini di atas kita dapat menyimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencapai 6,3 persen memiliki kontribusi pengurangan
jumlah angka kemiskinan yang terjadi namun di sisi lain disparitas distribusi pendapatan antara
si kaya dan si miskin juga mengalami peningkatan. Dan hal tersebut memiliki trend mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Gambar 2 : Rata-rata angka kemiskinan di Indonesia
9
10. (Sumber : BPS)
Indeks koefisien gini di atas menggambarkan disparitas pendapatan antara golongan kaya
dan miskin, sedangkan tabel diatas menunjukkan jumlah orang miskin yang digambarkan dengan
presentase. Jika melihat tabel di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah orang miskin dari tahun
ke tahun mengalami penurunan, namun jumlah orang msikin tersebut tidak mencerminkan
bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki peran yang langsung dapat dinikmati oleh golongan
miskin. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia belum sesuai harapan
dari masyarakat itu sendiri maupun pemerintah pada karena banyak ketimpangan yang terjadi.
Untuk mencapai suatu perkembangan ekonomi yang memiliki kontribusi maksimal
terhadap keadaan suatu negara maka diperlukan beberapa unsur yang berkaitan satu sama lain
dalam mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu perkembangan ekonomi suatu negara, tingkat
keberhasilan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilihat bagaimana perkembangan
ekonomi negara tersbut dapat mengurangi jumlah penduduk miskin yang berada di negara
tersebut meskipun pada kenyatannya terdapat perbedaan indikator kemiskinan yang digunakan
namun secara umum pengurangan angka kemiskinan dapat dilihat secara statistik maupun
empirik dimana hal tersebut setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah
untuk melihat bahwa kebijakan yang diterapkan sesuai atau tidak dengan kondisi yang ada pada
negara tersebut. Terdapat beberapa unsur yang dapat diklasifikasikan jika suatu negara
menginginkan perkembangan ekonominya dapat berjalan sesuai dengan harapan dari negara
tersebut dalam konteks Indonesia adalah peningkatan kesehjahteraan penduduk serta
pengentasan kemiskinan. Unsur-unsur tersebut adalah :9
1) Kekuatan dari dalam (indegenous forces) untuk berkembang
2) Mobilitas faktor-faktor produksi
9 Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomika Pembangunan Edisi Keenam, BPFE, Yogyakarta, 2002, hlm. 259.
10
11. 3) Akumulasi kapital
4) Kriteria atau arah investasi yang sesuai dengan kebutuhan
5) Penyerapan kapital dan stabilitas
6) Nilai-nilai dari lembaga yang ada
Unsur yang pertama adalah kekuatan dari dalam (indegenous force) dimana hal ini
memiliki makna bahwa kekuatan yang ada dalam masyarkat itu sendiri untuk berkembang. Ini
sangat penting untuk terjadinya perkembangan. Jadi harus ada kehendak untuk menaikkan
tingkat hidup masyarakat tersebut. Kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar masyarakat dapat
mendorong dan memberikan fasilitas-fasilitas pada kehendak untuk berkembang, namun
kekuatan dari luar hanya merupakan pelengkap dan tidak dapat menggantikan kekuatan-kekuatan
yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Bnatuan luar negeri belum tentu dapat menjamin terus
berkembangnya perekonomian tersebut. Pendeknya, sebelum kehendak untuk berkembang itu
ada di negara sedang berkembang, maka dorongan-dorongan atau stimulasi-stimulasi dari luar
tidak banyak membawa perkembangan. Lagi pula bantuan luar negeri yang berupa investasi
asing cenderung memanfaatkan modalnya ke arah sumber-sumber alam untuk pasar dunia, dan
belum tentu hal ini menguntungkan rakyat setempat. Karena itu untuk menghindari hal-hal yang
merugikan, prakarsa dan pengaturan lembaga-lembaga masyarkat untuk perkembangan harus
tumbuh dari dalam masyarakat sendiri.10
Contoh kasus dari paparan di atas adalah disusunya draf
aturan Anti Monopoly Law (AWL) oleh pemerintah Cina yang bertujuan untuk menciptakan
“objective symbiosis” antara investasi asing dan kekuatan dari dalam (indegenous force) rakyat
Cina, karena pada awal perkembangan ekonominya peran dari investasi asing ini dapat dibilang
cukup strategis namun perkembangan investasi asing ini perlu diatur sehingga tidak
menimbulkan efek domino yang negatif bagi perkembangan ekonomi Cina.11
Unsur yang kedua dari perkembangan ekonomi adalah mobilitas faktor-faktor produksi,
hal ini berkaitan erat dengan penciptaan sistem pasar yang baik karena ketidaksempuranaan
pasar (market imperfections) akan sangat membatasi mobilitas faktor-faktor produksi dari
penggunaan yang kurang produkftif ke penggunaan yang lebih produktif. Guna mengatasi hal ini
10 Ibid, hlm. 260.
11 Stephen Merrill (et.al), the Dragon and the Elephant understanding the Development of Innovation Capacity in
China and India, the National Academic Press, Washington, 2010, hlm. 27.
11
12. maka ketidaksempurnaan pasar harus ditiadakan atau diminimalisir, sehingga faktor-faktor
produksi dapat digunakan sepenuhnya. Adapun caranya antara lain mengganti bentuk-bentuk
organisasi sosial dan ekonomi, memberikan kesempatan-kesempatan untuk menaikkan
produktivitas pada tingkat teknik yang ada. Di samping teknologi harus ditingkatkan, serta
kemungkinan penjualan produk diperluas, keadaan monopoli harus dikurangi dan pasar kapital
diperluas. Demikian pula fasilitas-fasilitas kredit agar dipermudah bagi petani-petani dan
pedagang-pedagang kecil. Jadi harus ada pengarahan pada penggunaan semua sumber-sumber
produksi secara efisien. Schulz dalam bukunya “the Role of Goverment in Promoting Economic
Growth”, mengatakan bahwa sebenarnya perkembangan ekonomi negara-negara sedang
berkembang tidak cukup hanya mengatasi kesukaran-kesukaran yang ada. Untuk perkembangan
ekonomi perlu menempatkan usaha-usaha dan kapital dalam 3 bentuk :12
a. Meningkatkan jumlah barang kapital
b. Memperbaiki kualitas penduduk sebagai produsen
c. Menambah tingkat usaha produktif
Upaya pemerintah untuk menghilangkan atau meminimalisir ketidaksempurnaan pasar ini
dimanifestasikan dengan adanya rapat kerja yang dilakukan oleh kementerian perdagangan pada
tanggal 26-28 Juli 2006 lalu dimana pada raker tersebut menteri perdagangan menjelaskan
pokok-pokok masalah yang harus dibenahi guna meningkatkan daya saing Indonesia, beberapa
pokok permasalahan ialah :13
Meningkatkan kelancaran distribusi, penggunaan produk dalam negeri perlindungan
konsumen dan pengamanan perdagangan
Memaksimalkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dalam persaingan global
Mewujudkan pelayanan publik dan good governance
Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan serta proses konsultasi publik dalam
pengambilan keputusan di sektor perdagangan
12 Irawan dan M. Suparmoko, Op. Cit, hlm 261
13 Rowland B. F Pasaribu, “Arah Kebijakan Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi Riil”,
<http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/10-arah-kebijakan-ekonomi-indonesia-dalam-perdagangan-
dan-investasi-riil.pdf>, [15/06/2013]
12
13. Tujuan-tujuan dari pemerintah tersebut dapat terealisasi dengan dukungan dari berbagai
macam faktor produksi yang ada salah satunya adalah infrastruktur. Dimana infrastruktur di
Indonesia seperti yang telah diketahui oleh masyarakat memiliki kualitas yang tidak memadai
bahkan cenderung buruk. Buruknya infrastruktur ini telah menimbulkan beban-beban produksi
yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Konsekuensi yang lain adalah keengenan dari para
investor asing untuk membuka usahanya di Indonesia dikarenakan masalah infrastruktur yang
buruk dimana hal ini akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan produksi dan ekspor
di dalam negeri.
Gambar 3 :
Kualitas
Infrastruktur
(sumber : WEF, 2006,2007)
13
14. Gambar di atas menunjukkan peringkat kualitas infrastruktur Indonesia dibandingkan
beberapa negara anggota ASEAN dan Swiss. Gambar di atas mengacu pada laporan dari WEF
dapat dilihat bahwa posisi Indonesia menempati posisi terendah 102 dibandingkan beberapa
negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Vietnam dan Filipina.
Hal ini diperparah dengan fakta bahwa kualitas infrastruktur merupakan komponen yang penting
bagi upaya perkembangan ekonomi suatu negara dimana dalam prosesnya melibatkan investor
asing meskipun investor asing bukan satu-satunya faktor penentu perkembangan ekonomi
setidaknya kehadiran investor asing dapat lebih mempeluas sumber-sumber ekonomi yang
dimiliki suatu negara guna mendukung upaya perkembangan ekonomi negara tersebut dalam
kasus ini adalah Indonesia. Guna menghadapi permasalahan infrastruktur pemerintah harus
melakukan upaya yang komprehensif demi meningkatkan daya saing Indonesia. Karena upaya
tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi kinerja dari sistem pasar yang ingin
dibentuk oleh pemerintah dengan kata lain peningkatan daya saing membutuhkan sistem pasar
yang baik sebagai faktor penunjang. Tujuan lain yang tercapai atas pembentukan sistem pasar
yang baik adalah efisiensi alokasi dari sumber-sumber ekonomi serta mendorong ekspor-impor,
dengan demikian lingkaran kemiskinan yang kompleks setidaknya dapat diurai secara bertahap
dan dapat lebih mudah ditembus.
Ketiga, Akumulasi kapital merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ekonomi.
Akumulasi dapat berwujud kenaikan dalam volume tabungan riil, sehingga sumber-sumber uang
yang semula untuk tujuan-tujuan konsumtif dapat diarahkan untuk tujuan-tujuan produktif. Di
samping itu perlu adanya mekanisme kredit, agar sumber-sumber uang tersebut dapat digunakan
oleh para investor terutama untuk membuat barang-barang kapital agar produktivitas dapat
ditingkatkan. Akumulasi kapital tidak akan terjadi hanya dengan membentuk lembaga-lembaga
keuangan dan perluasan moneter saja, tetapi juga harus diperkirakan adanya sturktur pasar yang
kuat agar dapat mempengaruhi mobilitas, alokasi kapital dan dapat menyalurkan tabungan ke
investasi yang produktif. Tersedianya saluran-saluran tersebut tidak dapat menjamin peningkatan
akumulasi kapital, dan tanpa tambahan output riil perluasan moneter hanya akan menyebabkan
inflasi.
Jadi untuk perkembangan ekonomi tidak sekedar menaikkan permintaan akan uang, akan
tetapi juga menaikkan jumlah output riil yang dihasilkan. Kekurangan-kekurangan di bidang
14
15. teknik yang diperlukan tidak dapat diatasi hanya dengan menambah jumlah uang saja. Dengan
perkataan lain bahwa yang diperlukan untuk perkembangan ekonomi adalah juga pembentukan
kapital riil (tidak dalam bentuk uang) yang berupa gedung, pabrik, jalan, pelabuhan dan
sebagainya. Untuk mengukur banyaknya kapital yang dibuthkan bagi perkembangan ekonomi
perlu diperhatikan beberapa hal antara lain : 1) perkiraan tingkat pertambahan penduduk; 2)
tareget kenaikan pendaptan riil per kapita dan 3) angka rasio pertambahan antara investasi dan
output atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Yang jelas bila pendapatan perkapita
hendak dinaikkan maka akumulasi kapital harus semakin bertambah besar, ini berati investasi
harus ditingkatkan.14
Keempat, Untuk mengalokasikan kapital terlebih dahulu harus diadakan kriteria untuk
arah investasi. Pemilihan kriteria tidaklah mudah sebab mungkin kriteria yang satu berupa
memaksimumkan total ouput untuk suatu waktu tertentu, sedangkan kriteria yang lain mungkin
lebih baik untuk memaksimumkan output pada waktu lain. Disamping itu, alokasi investasi tidak
saja mempengaruhi total ouput saja, tetapi juga distribusi pendapatan, distribusi pendapatan,
distribusi tenaga kerja, keadaan sosial, serta selera dan kemajuan tekonologi. Pendeknya kriteria
tersebut bersifat dinamis, sesauai dengan dinamika suatu masyarakat. Tetapi biasanya apabila
didadasarkan pada keadaan masyarakat yang dinamis ini, akan terdapat banyak pendapat
mengenai kriteria yang penting. Kriteria umum investasi adalah mengenai produktivitas untuk
perkembangan lebih lanjut. Produktivitas dalam hal ini diartikan dengan produktifitas sosial
marjinal (social marginal productivity) yang tertinggi. Untuk kriteria tersebut biasanya
diperhatikan 3 hal. Pertama, investasi harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memaksimumnkan perbandingan antara ouput dan kapital. Kedua, proyek-proyek yang dipilih
harus memberikan perbandingan yang memaksimalkan penggunaan tenaga kerja terhadap
investasi (produktifitas tenaga kerja yang tertinggi). Ketiga, investasi hendaknya mengurangi
kesulitan-kesulitanneraca pembayaran internasional, sehingga akan memaksimumkan
perbandingan antara ekspor dan investasi.
Penggunaan syarat-syarat ini ternyata tidak mudah. Seperti diketahui perubahan di atas
hanya bagi produsen yang dinamis, dan meliputi perubahan-perubahan dalam jumlah dan
kualitas penduduk, selera, pengetahuan teknik, serta faktor-faktor sosial dan lembaga-lembaga
14 Irawan dan M. Suparmoko, Op.cit, hlm. 262.
15
16. masyarakat. Oleh karena itu “produktifitas sosial marjinal” ditafsirkan sesuai dengan perubahan-
perubahan faktor-faktor tersebut dan biasanya menimbulkan perbedaan pendapatan.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan :15
1. Pendapatan per kapita
Tipe investasi produktif, misalnya terdapat proyek-proyek di sektor pertanian, dimana
dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Investasi ini akan menaikkan pendapatan di sektor
tersebut. Tetapi jika kenaikan jumlah penduduk dan pendapatan sama tingginya, maka
pendapatan per kapita akan kembali ke tingkat semula. Hal ini perlu menjadi renungan
mengingat sektor pedesaan mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi
daripada di sektor kota (non pertanian). Dan hal tersebut pada saat ini memiliki efek
terbalik di mana laju pertumbuhan di desa tidak terkonsentrasi di desa namun mereka
memilih untuk berpindah ke kota atau apa yang disebut urbanisasi, namun hal ini
menimbulkan masalah baru karena kota yang menerima para urban dari desa tidak siap
dengan segala faktor penunjang seperti infrastruktur serta kualitas SDM yang memadai
sehingga jumlah penduduk yang tinggal di kota yaitu sebesar 54% atau sekitar 129,6 juta
orang tersebut justru menjadi beban bagi pembangunan bagi kota tersebut sehingga tidak
dapat memaksimalkan keuntungan yang positif dari arus urbanisasi ini.16
2. Pendapatan Nasional
Jika penekanan utama dari kebbijakan yang diterapkan lebih berfokus pada kenaikan
pendapatan nasional bukan pada pendapatan per kapita, maka harus diperhatikan
pembagian atau distribusi pendapatannya. Jadi belum tentu kenaikan pendapatan nasional
menguntungkan masyarakat seluruhnya, ada kemungkinan kenaikan pendapatan nasional
tersebut hanya dinikmati oleh beberapa golongan saja. Paparan ini nampaknya saat ini
sedang terjadi di Indonesia dimana kenaikan pendapatan nasional hanya dinikmati oleh
beberapa golongan saja menurut laporan dari majalah Forbes tahun 2012 jumlah
kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 850 triliun dimana nilai tersebut
setara dengan 10% pendapatan nasional (PDB) Indonesia atau 60% dari APBN Indonesia
15 Ibid, hlm. 265
16 M. Zaid Wahyudi, “Hampri 54 persen penduduk Indonesia tinggal di kota”, 2012,
<http://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/twitter.com>, [16/06/2013].
16
17. tahun 2012, sedangkan di sisi lain jumlah orang miskin meningkat, menurut data dari
ADB jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 40,4 Juta (2008), 43,1 juta (2010) dan
meningkat menjadi 2,7 juta selama tiga tahun terakhir. 17
3. Faktor Waktu
Pertimbangan-pertimbagan di atas memiliki posisi yang sedemikian rupa dalam
menentukan kriteria dan arah investasi, namun terdapat faktor lain yang perlu
diperhatikan yaitu faktor waktu. Semisal dalam waktu 5 tahun yang akan datang investasi
yang paling menguntungkan adalah produksi gula, tetapi dalam waktu 15 tahun yang
akan datang belum tentu industri gula menguntungkan lagi.
4. Kepentingan Masyarakat
Selain perbedaan pendpat mengenai perlunya memaksimalkan tingkat konsumsi sekarang
atau tingkat konsumsi masa yang akan datang. Misalnya terdapat proyek X untuk masa
yang dekat ini memang lebih meningkatkan tingkat konsumsi daripada proyek Y. Tetapi
untuk untuk masa yang akan datang adalah sebaliknya. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pentingnya melakukan assesment terhadap mengenai kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang paling mendesak.
5. Unsur Pasar
Investasi tidak hanya ditekankan pada produksi saja, tetapi seharusnya juga mengenai
pasa dari produksi tersebut. Meskipun investasi efisien, tetapi bila tidak ada pasar untuk
menjualnya atau paling tidak unsur pasar kurang diperhatikan, investor pasti akan
mengalami kegagalan.
6. Titik Pertumbuhan
Jika pasar merupakan unsur penting, lalu dimana pasar itu?, di negara sedang
berkembang seperti Indonesia pasar dalam negeri sangatlah lemah. Karena itu investasi
17 Nugroho SBM, “Pertumbuhan versus Ketimpangan”,2013,
<http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/01/02/210467/10/Pertumbuhan-Versus-
Ketimpangan>, [16/06/2013]
17
18. sebaiknya diarahkan pada titik pertumbuhan (growing point) saja. Biasanya “growing
point” mempunyai makna tidak banyak membutuhkan kapital, dan mempunyai pasar
yang luas karena ada keuntungan eksternal (external economies) seperti sudah
dipunyainya hubungan dengan industri-industri yang ada. Ketiga, growing point ini
akhirnya akan menyebar ke seluruh sektor perekonomian. Ide titik mula pertumbuhan ini,
kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan oleh Rostow, dengan istilah sektor industri
yang memimpin atau primer. Rostow menyarankan bahwa sektor-sektor yang sedang
berkembang dapat dibagi menjadi 3 golongan : 1) sektor primer yang menyebabkan
proses pertumbuhan; 2) sektor-sektor pelengkap; 3) sektor-sektor pertumbuhansebagai
akibat lanjutan yaitu perkembangan yang didorong oleh pertambahan jumlah penduduk
dan pendapatan semisal produksi bahan makanan.
7. Pertumbuhan Seimbang (Balanced Growth)
Berhubungan dengan titik pertumbuhan, maka Baldwin dan Meier menyatakan bahwa
investasi pada titik pertumbuhan harus ditambah dengan 2 pertimbangan lain yaitu :18
a) Kriteria neraca pembayaran dan kriteria produtivitas hal ini disebabkan oleh
anggapannya bahwa negara sedang berkembang seringkali mengalami kesulitan-
kesulitan neraca pembayaran. Jadi investasi seharusnya mengarah kepada
perbaikan neraca pembayaran dan peningkatan produktivitas.
b) Pertumbuhan seimbang arah investasi seharusnya ke semua sektor, karena sektor-
sekto tersebut saling bergantung dan saling melengkapi. Dalam hal ini konsep
titik pertumbuhan menjadi bias karena akhirnya muncul banyak titik pertumbuhan
yang satu sama lain saling melengkapi.
8. Teknik Produksi
Falsafah terakhir yang mengenai kriteria dan arah investasi adalah pemilihan teknik
produksi yang akan dipakai. Jika telah diketahui adanya pasar yang cukup luas maka
teknik produksi yang akan dipakai dapat bersifat padat modal atau padat karya. Dari
dua kemungkinan teknik di atas, timbul beberapa pendapat. Pendapat pertama
18 Irawan dan M. Suparmoko,Op. Cit, hlm. 268
18
19. mengatakan bahwa yang baik adalah teknik produksi lebih banyak menggunakan
modal daripada tenaga kerja. Pendapat kedua mengatakan lebih baik digunakan
teknik produksi yang menyerap tenaga kerja karena dapat berdampak mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa persoalan
tersebut tidak relevan. Pendapat-pendapat tersebut benar dan pada intinya mereka
menekankan bagaimana agar dapat menghasilkan suatu output tertentu dengan biaya
serendah-rendahnya. Dimana tenaga buruh banyak tersedia dan lebih murah daripada
menggunakan alat-alat kapital, maka sebaiknya digunakan banyak tenaga kerja dalam
kegiatan produksi. Dan sebaliknya, dimana penduduk jarang dan upah lebih mahal
daripada biaya menggunakan alat-alat kapital maka sebaiknya dipakai teknik
produksi yang bersifat padat modal. Bila 2 tipe investasi yaitu yang satu menggunkan
relatif lebih banyak kapital daripada tenaga buruh dan yang lain lebih banyak
menggunakan buruh daripada kapital dan misalnya bahwa kedua investasi tersebut
akan menaikkan produksi nasional dalam jumlah yang sama maka:
a. Dari sudut distribusi pendapatan maka proyek yang menggunaka metode
padat karya lebih baik karena dapat menaikkan (meskipun sedikit) tingkat
pendapatan sebagian besar orang-orang yang berpenghasilan rendah
b. Dari sudut pendapatan per kapita, proyek padat karya di sektor pertanian kalah
baik dibanding dengan proyek perpabrikan yang padat modal, sebab proyek-
proyek di sektor pertanian akan mendorong kenaikan jumlah penduduk yang
berakibat pada tidak berubahnya pendapatan per kapita sehingga tetap sama
seperti semula atau bahkan menurun. Sedangkan proyek padat modal akan
lebih berhasil meningkatkan pendapatan per kapita.
Akirnya untuk memperkuat neraca pembayaran internasional suatu negara itu
mengarahkan investasinya kepada produksi untuk ekspor. Bila industri-industri ekspor itu
bersifat pada modal seperti, pertambangan maka akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Amatlah
sukar menentukan mana yang lebih baik antara padat modal dan padat karya karena kriteria ini
sangat tergantung pada tujuan-tujuan sosial dan ekonomi yang luas.
19
20. Kelima,, setiap masyarakat dalam suatu negara mempunyai batas kemampuan
penyerapan kapital (capital absorption capacity). Kapasitas ini ditentukan pada umumnya oleh
dua hal yaitu di satu pihak ditentukan oleh adanya atau tersedianya faktor-faktor produksi
komplementer yang bekerja sama dengan kapital dan di lain pihak oleh syarat-syarat yang
diperlukan untuk menghindari inflasi dan untuk mempertahnakan keseimbangan neraca
pembayaran internasional. Pada umumnya keterbatasan kapasitas untuk menyerap kapital di
negara sedang berkembang disebabkan oleh : a) kurangnya teknologi b) kurangnya tenaga ahli c)
kurangnya mobilitas faktor produksi. Di samping negara-negara tersebut khususnya sangat
kekurangan tenaga-tenaga terampil.
Terbatasnya jumlah tenaga kerja tersebut terutama yang mampu mengurus dan terampil,
mengakibatkan menurunnya produktifitas modal marjinal (marginal productivity of capital) yang
mungkin lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju. Bila investasi itu ditambah
terus, maka marginal productivity of capital akan turun dengan cepat, karena adanya rintangan-
rintangan (bottlenecks) dalam produksi. Apabila akumulasi kapital bertambah dengan cepat maka
tindakan yang diperlukan ialah mencoba menaikkan tersedianya faktor-faktor produksi lain yang
bekerja sama dengan kapital. Bila rintangan-rintangan telah dapat diatasi, maka investasi dapat
ditentukan berdasarkan kriteria investasi rasional. Sekali perkembangan itu bergerak makin
maju, maka kapasitas untuk menyerap kapital makin besar dan dengan dihilangkannya rintangan-
rintangan itu maka produktivitas dapat ditingkatkan. Di samping rintangan-rintangan tersebut,
penyerapan kapital juga dipengaruhi oleh masa perkembangan perekonomian di situ : misalnya
karena waktu yang diperlukan lama terjadi inflasi dan defisit dalam neraca pembayaran
internasional.
Variasi dari penyebab permasalahan inflasi dan defisit neraca pembayaran internasional
dapat digambarkan sebagai berikut :19
1. Jika akumulasi kapital melebihi kemampuan penyerapan, seperti yang terjadi di
negara-negara sedang berkembang, setiap tambahan investasi bahkan cenderung
menimbulkan inflasi. Hal ini karena fasilitas-fasilitas yang tersedia belum banyak.
Namun sebenarnya inflasi tersebut merupakan tabungan paksa dan bahkan inflasi
yang mempunyai laju sedang (1-10% per tahun) sangatlah baik untuk perkembangan.
19 Irawan dan M. Suparmoko, Ibid, hlm. 271
20
21. Tetapi meskipun ada dorongan inflasi karena dalam masyarakat selalu terdapat faktor
produksi yang belum digunakan dengan baik (ketidaksempurnaan pasar dan
ketidakluwesan) maka inflasi tersebut praktis tidak bermanfaat untuk pertumbuhan
ekonomi. Selanjutnya harus ada faktor-faktor produksi komplementer yang cukup
untuk memanfaatkan faktor-faktor produksi baru. Namun demikian, inflasi tetap
merupakan pembentukan modal yang salah arah (misdirection of capital formation).
Misalnya arah investasi ke sektor pertanian, tetapi karena harga-harga naik, investasi
yang paling menguntungkan pada waktu itu ialah perdagangan, maka investasi
selanjutnya tidak lagi ke sektor pertanian tetapi untuk spekulasi perdagangan.
Lagipula sekali inflasi muncul biasanya sulit untuk mengendalikannya. Keadaan ini
dialami oleh Chili, Brazilia dan Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa sangat
berbahaya untuk membiayai investasi melalui jalan inflasi karena :
a. Tabungan sukarela tak banyak tercipta
b. Pinjaman jangka panjang kurang tersedia
c. Menyebabkan investasi yang salah arah di mana proyek-proyek yang lebih
produktif adalah yang jangka pendek sifatnya karena tidak stabilnya harga
d. Efisiensi produksi berkurang, karena keuntungan mudah diperoleh lewat kenaikan
harga (inflasi)
e. Menyebabkan adanya alokasi yang salah terhadap faktor-faktor produksi
2. Jika akumulasi kapital lebih kecil daripada kemampuan negara untuk menyerap
kapital maka akan timbul kesulitan-kesulitan terutama di bidang neraca pembayaran
karena negara-negara tersebut sangat membutuhkan devisa untuk impor barang-
barang yang diperlukan. Impor terutama untuk kebutuhan dalam waktu dekat berupa
barang-barang konsumsi dan bukan barang-barang kapital. Namun karena harga
barang-barang impor ini cenderung naik sehingga biaya-biaya untuk ekspor dan
menghasilkan barang-barang ekspor akan mengalami kenaikan. Akibatnya
kemampuan kemampuan ekspor menurun dan impor barang-barang kapital semakain
menurun juga. Dalam hal ini pemerintah sedikit banyak mengatasi keadaan yaitu
21
22. dengan menciptakan pembatasan-pembatasan impor, peraturan-peraturan devisa,
pajak masuk barang-barang konsumsi (impor) dan sebagainya. Jadi untuk
perkembangan ekonomi harus ada kemampuan dari dalam masyarakat untuk
menyerap pertambahan kapital dan perlu adanya stabilitas ekonomi.
Keenam, kelima faktor-faktor yang telah disebutkan di atas merupakan faktor-faktor yang
bersifat ekonomi sedangkan syarat umum yang terakhir bagi perkembangan ekonomi adalah
nilai-nilai dan lembaga-lembaga bersifat nonekonomi. Namun faktor ini tidak kalah penting
dalam peranan yang dimainkannya untuk perkembangan ekonomi. Pola investasi merupakan
hasil-hasil pertimbangan politis, kebudayaan, agama, nilai dan lain-lain. Jadi syarat psikologis
dan sosiologis untuk perkembangan sama pentingya dengan syarat-syarat ekonomis.
Perkembangan ekonomi dapat melaju dengan cepat bila diciptakan kebutuhan-kebutuhan baru,
mofitf-motif baru, cara/metode-metode baru produksi baru, demikian pula harus ada perubahan
lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat. Bila ada halangan-halangan agama mengenai
perkembangan tersebut, maka sebaiknya diadakan peneyesuaian-penyesuaian sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Harus disadari bahwa manusia dapat menguasai alam. Alam harus
dapat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik dan tujuan ini
haruslah merupakan bagian dari kebudayaan manusia.
Untuk mengubah adat istiadat atau cara hidup lama haruslah berhati-hati sebab setiap ada
harus selekasnya dikompensasi dengan hasil yang lebih baik. Mula-mula cara dan kebiasaan
manusia yang harus diubah, kemudian bagaimana cara mengubahnya misalnya dengan
pendidikan dan demonstrasi-demonstrasi visual dan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati,
sebab kemakmuran ekonomi itu hanyalah sebagian saja dari kemakmuran sosial.
Konsekuensinya kriteria ekonomi dari investasi saja tidaklah cukup untuk digunakan sebagai
patokan kebijakan investasi. Semisal untuk investasi di sektor industri yang membutuhkan
banyak tenaga ahli akan layak bila mengirimkan para pemuda ke sekolah dimana mereka tidak
hanya mendapat kepandaian tetapi juga mendapatkan atau mengetahui nilai-nilai baru. Untuk
menggunakan mesin-mesin yang kompleks dibutuhkan orang yang kreatif dan berpengatahuan
umum jadi cara-cara hidup yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Mereka dididik hingga dapat membuka pikiran dan kemudian
22
23. diharapkan dapat menemukan hal-hal yang baru yang dapat menaikkan produktivitas sehingga
mereka menjadi inovator dan wiraswasta.
Wiraswasta yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi
harus mempunyai sifat-sifat berikut :20
1. Memiliki kemampuan untuk mengenal kesempatan-kesempatan dalam pasar
2. Memiliki kemampuan mengambil tindakan-tindakan alternatif misalnya bila cara
yang satu gagal maka harus dapat cepat menggunakan cara yang lain
3. Memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemn secara rasional dalam
keputusan-keputusannya
Jadi wiraswasta harus dapat berdiri sendiri atau percaya pada diri sendiri dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dan bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya.
Keadaan sosial dan ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan-kemampuan wiraswasta ini.
Dalam masyarakat yang tradisinya masih kuat, maka segala perbuatan atau tindakan-tindakan
orang dalam masyarakat tersebut masih terikat oleh tradisinya, masyarakat semacam ini tidak
banyak diharapkan untuk menghasilkan wiraswasata yang cukup. Lain halnya dengan
masyarakat yang dinamis orang tentu akan terdorong untuk menemukan cara-cara baru. Di
negara sedang berkembagn perlu diciptakan dorongan-dorongan untuk untuk menggairahkan
motif-motif wiraswasata ini. Usaha tersebut sangat kompleks, tidak hanya organisasi ekonomi
yang diubah tetapi perlu diubah juga organisasi-organisaso sosial lainnya seperti kasta, sistem
irigasi, sistem kredit dan sistem panen sehingga keadaan sosial dan ekonomi memungkinkan
untk diadakan perkembangan. Jadi persoalannya bukan sejauh mana perubahan ekonomi ini
dapat dilakukan tetapi sejauh mana perubahan-perubahan kebudayaan ini dapat diterima oleh
penduduk dan berapa kecepatannya sehingga perkembangan ekonomi dapat dilakukan.
20 Ibid, hlm. 274
23
25. BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melihat unsur-unsur yang muncul dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi serta kendala-kendala yang muncul dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi maka akan menimbulkan pertanyaan seberapa besar kontrbusi pertumbuhan ekonomi
tersebut dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Berikut adalah data perbandingan
antara pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan koefisien gini.
Bagan 1 : Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan tingkat ketimpangan
(koefisien gini)
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Pertumbuhan
ekonomi
6,35 6,01 4,63 6,02 6,46
Tingkat Kemiskinan
16,5
8
15,42 14,15 13,33 12,49
Tingkat
Ketimpangan
(Koefisien Gini)
0,38 0,37 0,37 0,39 0,41
(Sumber : dari berbagai sumber)
Data diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum maksimal
dalam mengurangi disparitas pendapatan karena turunnya angka kemiskinan tidak disertai
dengan penurunan indeks gini, meskipun angka kemiskinan terus turun namun hal tersebut tidak
serta merta menurunkan nilai disparitas pendapatan. Terdapat beberapa penyebab mengapa
koefisien gini tidak mengalami penurunan, salah satunya adalah daya serap kapital penduduk
25
26. miskin kurang maksimal karena kurangnya keterampilan (skill) mereka sehingga mereka hanya
mendapatkan upah yang rendah. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin bidang kesehatan,
pendidikan dan Tenaga Kerja James T. Riady daya serap industri seharusnya mencapai 40%
namun realitas di lapangan daya serap tersebut baru mencapai 25% dimana mayoritas para
penggangur muda tersebut berpendidikan SD dan SMP, lebih lanjut James memandang bahwa
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% sudah menjadikan Indonesia ke dalam negara yang
berpendapatan menegah namun hanya sedikit negara yang berpendapatan menegah melaju
menjadi negara maju oleh karena itu Indonesia perlu melakukan persiapan agar pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan kuncinya bukan pada SDA namun pada kualitas SDM. 21
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketrampilan dan kualitas SDM adalah dengan
pendidikan karena pada dasarnya SDM dapat dikategorikan sebagai human capital, Schultz
(1960) mengidentifikasikan human capital memiliki kaitan dengan investasi di bidang
pendidikan lebih jauh lagi ia menggarisbawahi signifikansi dari human capital terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan menyatakan peningkatan yang signifikan dari pendapatan
nasional bergantung pada persediaan kapital dalam bentuk human capital. Becker (1964)
mengelaborasi konsep human capital yang semula hanya berorientasi pada pendidikan formal
dengan menambahkan sumber-sumber lain yang dapat meningkatkan akumulasi human capital
seperti adanya on the job training baik yang bersifat spesifik maupun umum, upaya informal
untuk mendapatakan informasi yang dapat mengasah produktivitas pekerja menjadi lebih baik
serta metode lain yang dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental para pekerja.22
Untuk
merealisasikan pembentukan SDM yang terampil dan mumpuni tersebut pemerintah telah
menganggarkan dana APBN tahun 2013 untuk sektor pendidikan sebesar Rp 344 Triliun.23
Yang
perlu dicermati dari kenaikan anggaran ini adalah alokasi dana tersebut apakah tepat sasaran atau
tidak ini semua bergantung pada political will dari pemerintah untuk mengawal pengalokasian
anggaran pendidikan tersebut. Selain dari pemerintah peran masyarakat melalui LSM dapat juga
berkontrbusi dari pengawalan alokasi anggaran pendidikan ini.
21 _____,”Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil”, <http://www.investor.co.id/home/indonesia-masih-
kekurangan-tenaga-kerja-terampil/36247>,[17/06/2013]
22 Andreas Savvides dan Thanasis Stengos, Human Capital and Economic Growth, California, Standford University
Press, 2009, h. 5.
23 Maikel Jefriando, “Anggaran pendidikan naik menjadi 344 Triliun tahun ini, ke mana larinya?”,
< http://finance.detik.com/read/2013/05/23/105918/2253748/4/anggaran-pendidikan-naik-jadi-rp-344-
triliun-tahun-ini-ke-mana-larinya>, [17/06/2013]
26
27. Bagan 2 : Human Index Development tahun 2013
Negara Indeks Peringkat Kategori
Indonesia 0,629 121
Medium Human
Development
Malaysia 0,769 64
High Human
Development
Thailand 0,690 103
Medium Human
Development
Filipina 0,654 114
Medium Human
Development
Singapura 0,895 18
Very High
Development Index
(sumber : <http://hdr.undp.org/en/media/HDR2013_EN_Summary.pdf> , diolah oleh penulis)
Data diatas merupakan gambaran pembagunan manusia yang dilakukan oleh banyak
negara termasuk Indonesia. Cakupan dari Human Index Development salah satunya merupakan
pembagunan di sektor pendidikan yang terdiri dari akses masyarakat terhadap pendidikan di
suatu negara. Jika dilihat posisi Indonesia yang berada pada kategori Medium Human
Development menggambarkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia tidak sepenuhnya
berjalan dengan mulus karena negara kita msih kalah bersaing dengan beberapa negara ASEAN,
jika hal ini dikatikan dengan adanya AEC pada tahun 2015 maka ada kemungkinan Indonesia
akan mengalami kesulitan ketika kompetitor dari negara ASEAN lain masuk ke pasar kerja di
Indonesia karena kualitas SDM yang masih rendah.
Untuk mengatasi hal itu pemerintah perlu melakukan beberapa kebijakan pembenahan
kualitas SDM seperti perbaikan menyangkut akses terhadap pendidikan dengan jalan pemberian
beasiswa kepada warga yang kurang mampu agar mereka dapat terus melanjutkan sekolah tanpa
khawatir tentang biaya pendidikan yang mahal. Selain itu pembekalan anak didik dengan life
skill utamanya untuk lulusan SMA agar dapat menambah kemampuan soft skill mereka setelah
mereka lulus, pembekalan ini dapat diwujudkan dengan menyelenggarakan kegiatan
27
28. ekstrakurikuler dan menjalani praktek kerja di BLK, sedangkan bagi SMK pemerintah perlu
melakukan upaya perbaikan terhadap infrastruktur, kualitas tenaga pengajar. Jika pemerintah
menerapkan dengan seyogyanya kebijakan-kebijakan peningkatan pembangunan SDM maka
kualitas SDM akan meningkat dan kemiskinan dapat dikurangi dengan ketimpangan distribusi
pendapatan dapat diminimaslisir karena daya serap kapital akan meningkat atau sesuai dengan
pepatah sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
TN Srinivasan, Trade, Growth and Poverty Reduction, London, Commonwealth Secretariat,
2009.
W.W. Rostow, Theorist of Economic Growth from David Hume to the Present, New York, Oxford
University Press, 1990.
Budi Jati, Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah, Jakarta,
Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Yayasan Agro Ekonomika, 2002.
Andre Bayo, Kemiskinan dan Strategi Mengatasi Kemiskinan, Yogyakarta, Liberty Offset, 1996.
Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomika Pembangunan Edisi Keenam, BPFE, Yogyakarta, 2002.
Stephen Merrill (et.al), the Dragon and the Elephant understanding the Development of
Innovation Capacity in China and India, the National Academic Press, Washington, 2010.
Andreas Savvides dan Thanasis Stengos, Human Capital and Economic Growth, California,
Standford University Press, 2009.
Internet :
____, “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2012, 6,3 Persen”,
<http://www.antaranews.com/berita/338100/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2012-63-persen>,
[04/04/2013]
Wong Desmiwati, “Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Analisis Ekonometri”,
<http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10/pertumbuhan-ekonomi-dan-pengentasan-
kemiskinan-di-indonesia-_analisis-ekonometri_.pdf>, [04/04/2013]
Roy Hendra, “Determinan Kemiskinan Tinjauan Literatur”, <http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/131195-T%2027312-Determinan%20kemiskinan-Tinjauan%20literatur.pdf>, diakses
pada [09/04/2013]
28
29. Rowland B. F Pasaribu, “Arah Kebijakan Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi Riil”,
<http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/10-arah-kebijakan-ekonomi-indonesia-
dalam-perdagangan-dan-investasi-riil.pdf>, [15/06/2013]
M. Zaid Wahyudi, “Hampri 54 persen penduduk Indonesia tinggal di kota”, 2012,
<http://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/twitter.com>, [16/06/2013].
Nugroho SBM, “Pertumbuhan versus Ketimpangan”,2013,
<http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/01/02/210467/10/Pertumbuhan-
Versus-Ketimpangan>, [16/06/2013]
_____,”Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil”,
<http://www.investor.co.id/home/indonesia-masih-kekurangan-tenaga-kerja-terampil/36247>,
[17/06/2013]
Maikel Jefriando, “Anggaran pendidikan naik menjadi 344 Triliun tahun ini, ke mana larinya?”,
< http://finance.detik.com/read/2013/05/23/105918/2253748/4/anggaran-pendidikan-naik-jadi-
rp-344-triliun-tahun-ini-ke-mana-larinya>, [17/06/2013]
29