SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  4
Jawa Pos 
Minggu, 27 Mei 2007 
Dilarang Menjala Ikan di Hari Sabtu 
Cerpen: Denny Prabowo 
Akhirnya aku menjejakkan kaki di daratan. Sebuah pulau yang entah apa nama sebenarnya. 
Tak tercatat dalam peta yang kubawa. Pasir itu permadani putih. Terhampar sunyi seperti 
tak pernah disentuh kaki. Karang-karang membenteng tumbuh di sepanjang bibir pantai. 
Inikah yang mereka sebut Pulau Monyet? 
"Jangan pergi ke sana! Kau tak akan selamat. Karang-karang itu akan melumatmu!" 
Kandaena Rahmah, punggawa posasi? sande? Sinar Ilahi yang kutumpangi 
memperingatkan. 
"Aku tak akan mengurungkan niatku. Aku harus ke tempat itu." 
"Lupakan saja pulau itu!" tambahnya, "kau tak akan menemui siapa pun di sana kecuali 
roh-roh jahat dan kera-kera lapar!" katanya menakut-nakuti. Pangguling sande? itu terus 
berkonsenterasi pada laju perahu. Tangannya sibuk mengatur bukaan guling dan menarik 
baya-baya . Duduk di buritan. Lutut kanannya menempel di antara dada dan ketiak. Paha 
dan betis kirinya merapat di lantai perahu, sehingga kaki kirinya berada di belakang tumit 
kaki kanannya. Di antara telujuk dan jari tengah tangan kirinya, selinting rokok terselip. 
Sekepul asap terembus dari bibirnya yang hitam. 
Bukan tanpa alasan Kandaena Rahmah berucap seperti itu. Dia sangat khawatir kepadaku. 
Pulau ini memang telah lama dikucilkan. Tak seorang pun sudi singgah. Hikayatnya serupa 
dongeng suci yang dikisahkan dari generasi ke generasi. Aku mendengarnya di sebuah 
kedai kopi dekat pelelangan ikan. Ketika itu, sebuah sande? merapat ke bibir pantai dengan 
seorang potangnga berwajah lesi. Tubuhnya menggigil seperti diserang malaria. Bibirnya 
bergetar merapal kata yang sama. Berulang-ulang. Seperti mantera. "Pulau monyet? pulau 
monyet?" Telunjuknya menuding lautan. Orang-orang yang pergi motangnga bersamanya 
tak meninggalkan jejak. Menghilang. 
"Sudah diperingati jangan menjala ikan di sekitar pulau monyet," kata pemilik kedai kopi, 
"di sana banyak penunggunya!" 
"Hari apa ini?" tanya lelaki buta yang duduk di sampingku. Biji matanya hanya selaput 
putih penuh guratan dan bintik-bintik merah darah. Entah sejak kapan dia berada di situ. 
Aku tak terlalu memperhatikannya. 
"Sabtu," jawabku. Meniup ke dalam gelas kopi. Uap kopi berhamburan tak beraturan. 
Aroma bubuk hitam itu menyerbu lubang pernapasanku. 
"Kutukan itu masih berlaku!" Lelaki buta itu berucap seperti pada dirinya sendiri. 
"Kutukan?" Aku mengangkat wajahku. Bibirku belum lagi menyentuh kopi hitam dalam 
gelas. 
"Kau belum mendengarnya?" Telinganya bergerak-gerak seperti mencari keberadaanku. 
"Saya pendatang di tempat ini. Mak saya berasal dari sekitar sini. Tapi saya lama tinggal di 
pulau Jawa. Entah dari mana asal bapak saya, saya tak pernah mengenalnya." 
Lelaki buta itu mengeluarkan sebuah buku tua. Semacam kitab. Entah apa. Terbuat dari 
kulit binatang. Mungkin usia buku itu jauh lebih tua darinya. Dia mencium buku tua itu. 
Sebelum mendekapnya dalam dada.
"Semuanya ada di sini. Dalam kitab ini. Kutukan itu bukan sebuah dongeng. Tapi sejarah 
yang terjadi beribu tahun silam." 
Aku meletakkan gelas kopiku di atas meja. Wajah lelaki buta itu menunduk seperti 
menyesali sesuatu. Bibirnya berucap yang tak bisa terdengar oleh telingaku. Aku sudah 
lama mendengar hikayat Pulau Monyet dari mulut ke mulut. Untuk alasan itu aku berada di 
tempat ini, kampung halaman makku. Tapi baru lelaki tua itu yang tak sekadar 
melisankannya, tapi memiliki kitab yang mencatatnya. 
"Maaf," ucapku, "tapi bagaimana Bapak bisa tahu apa yang tertulis dalam kitab itu, sedang 
Bapak tidak melihat?" 
"Mataku buta. Tapi hatiku melihat. Telingaku mendengar. Permukaan kulitku bisa merasa. 
Kitab ini pusaka keluarga yang diwariskan turun-temurun, sejak beribu tahun silam." 
"Ceritakan kepadaku tentang kutukan itu," kataku pada lelaki buta itu. 
Lelaki buta tak segera menjawab. Ia menggeser posisi duduknya menghadap ke arahku. 
Lubang hidungnya bergerak-gerak membaui udara. Telinganya serupa antena pada insecta. 
Jejari tangannya yang keriput menyentuh wajahku. Meraba bulu-bulu halus yang tumbuh 
lebat di pipi, rahang, hingga ke daguku. Perlahan jari tangan itu menelusup ke dalam syal 
yang melingkari batang leherku. Tiba-tiba keningnya berkerut. Sejenak terdiam. Raut 
wajahnya telaga sunyi yang dilempari sebongkah batu. Beriak. Mengusik ketenangan. Lalu. 
Mengeluarkan tangannya dari dalam syalku. Mengangguk-angguk seperti dokter, yang 
berhasil mendiagnosa pasiennya. 
Lelaki buta itu menyeruput kopi dalam gelasnya. Menghirup udara. Dalam. Sebelum mulai 
bertutur sebuah hikayat kepadaku dari kitab yang dibawanya. Hikayat Pulau Monyet. 
*** 
Cerita ini terjadi beribu tahun silam. Dalam catatan kitab ini, tak diberi tahu apa nama 
pulau itu, sebelum kutukan diturunkan bagi penduduknya yang ingkar. Semua bermula dari 
kedatangan seorang lelaki asing ke pulau itu. Tak ada yang tahu dari mana lelaki itu 
berasal. Suatu pagi selepas laut membadai, penduduk pulau itu menemukannya terbaring di 
atas pasir mendekap sebuah kitab. Wajahnya seperti kebanyakan pria dari suatu tempat di 
Timur Tengah. Hampir serupa dengan wajah para penduduk pulau itu. Mungkin dia berasal 
dari tempat yang sama dengan leluhur orang-orang yang tinggal di pulau itu. 
Entah bagaimana dia bisa sampai di pulau itu. Mungkin dia terlempar dari atas kapal 
saudagar, ketika laut membadai. Sebuah keajaiban. Lelaki itu masih bernapas ketika para 
penduduk menemukannya. Lalu merawatnya. 
Pulau itu berada di perairan dalam sebuah selat. Seperti dataran terapung di tengah lautan 
luas. Senoktah hitam di lembaran samudera. Setitik debu di luasnya sahara. Penduduk 
pulau itu nelayan seluruhnya. Mereka tinggal di kaki-kaki bukit tak jauh dari pantai. Bukit 
yang terangkat dari dasar lautan akibat proses tektonik, jutaan tahun lampau. Konon, nenek 
moyang penduduk pulau itu juga berasal dari suatu tempat di Timur Tengah bagian utara. 
Mereka terusir dari tanah kelahiran akibat penyerangan besar-besaran oleh sebuah kerajaan. 
Hampir setiap malam, lelaki itu membaca kitab yang dibawanya-satu-satunya harta 
miliknya. Suaranya merdu. Seperti orang yang sedang berlagu. Penduduk pulau itu suka 
mendengarnya. Meski tak mengerti kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Namun, 
sebagian kaum tua penduduk pulau itu merasa akrab dengan kalimat yang diucapkan lelaki 
asing itu. Seperti menghitung mundur waktu. Ketika mereka mendengarkan lelaki itu 
membaca kitabnya. Mengembalikan potongan-potongan ingatan yang melekang. Dihajar
masa. Berjarak ratusan tahun dari ketika pertama kali leluhur mereka menjejak kaki di 
pulau itu. Mereka membayangkan kampung halamannya nun jauh di sana. Kampung 
halaman yang hanya tinggal sebagai cerita: hikayat yang dituturkan dari generasi ke 
generasi. Tentang tanah yang diberkahi Tuhan. Tanah yang dijanjikan. Bagi umat yang 
teguh memegang risalah yang ditulis Tuhan pada dua lempeng batu di atas Thursina. 
Risalah yang diajarkan oleh lelaki yang membelah lautan dengan tongkatnya. Risalah yang 
kelak akan disempurnakan oleh Al Mustafa. 
Begitulah. Setelah pulih, lelaki asing itu bermaksud tinggal di pulau hendak mengajarkan 
kitab yang dibawanya. Keterdamparannya di pulau itu bukan sebuah ketidaksengajaan. 
Sudah lama dia mendengar tentang suku-suku dari kaumnya yang melarikan diri dari tanah 
kelahiran. Lelaki itu percaya, tangan-tangan Tuhan yang telah menuntunnya ke tempat itu. 
Lelaki itu tak perlu beradaptasi lama. Bahasa mereka hampir serupa. Hanya beberapa kosa 
kata yang berbeda. Lagi pula dia bisa bicara dengan bahasa tubuh. Penduduk di pulau itu 
pun menerimanya seperti famili jauh yang sedang bertamu. Dia bahkan dibuatkan 
bangunan sendiri sebagai tempat tinggal. Dikirimi hasil tangkapan laut setiap hari untuk 
mengisi perut. 
Sampai pada suatu petang di hari Jumat. Dia datang mengetuk tiap pintu. Menyampaikan 
seruan, "Jangan menjala ikan di hari Sabtu!" Tak seorang pun penduduk pulau itu yang 
mau mendengar seruannya. Mereka hanya tersenyum-senyum saja menanggapinya. Bagi 
mereka tiap hari adalah sama. Laut selalu menyediakan ikan pada hari apa saja. Tak ada 
alasan untuk tidak pergi melaut. 
Lelaki itu tak jera. Dia terus menyampaikan seruan yang sama, setiap Jumat petang, 
"Jangan menjala ikan di hari Sabtu!" 
"Mengapa kami tak boleh menjala ikan di hari Sabtu?" 
"Enam hari Tuhanmu menciptakan bumi, dan berhenti pada hari ketujuh." 
"Lalu apa hubungannya dengan menjala ikan di hari Sabtu?" 
"Begitu hukum keempat, dari sepuluh perintah yang Tuhan tulis di atas dua buah 
lempengan batu, di bukit Thursina. Tuhan tak meminta banyak kepada kalian. Hanya satu 
hari. Satu hari di hari Sabtu untuk mengingat-Nya. Mengagungkan nama-Nya." 
"Laut di sini menyediakan banyak ikan di hari Sabtu. Mengapa kami harus 
mendegarkanmu?" 
"Bukan aku. Tapi Tuhanmu. Aku hanya menyampaikan risalah yang Tuhan titipkan pada 
lelaki pilihan yang membelah lautan dengan tongkatnya. Masih ingatkah kalian pada raja 
lalim yang mengaku sebagai Tuhan? Dia musnah ditelan lautan yang dibelah dengan 
tongkat oleh lelaki itu! Begitu perjanjian yang Tuhan ambil bagi kaum kita. Dan Dia akan 
menimpakan azab bagi yang mengingkarinya." 
"Tuhan tidak berbuat apa-apa ketika orang tua kami terusir dari tanah kelahirannya. Mana 
tanah yang dijanjikan bagi kami?" 
"Tuhan tak pernah ingkar. Ketetapannya pasti berlaku." 
Begitulah. Pada Sabtu pagi. Mereka menemukan ikan-ikan terapung-apung di permukaan 
laut. Mati. Mereka malah menganggapnya berkah karena mereka tak berhenti menjala ikan 
di hari Sabtu. Dan hari-hari setelah itu, tak seekor pun ikan yang bisa mereka jala. 
Lelaki itu tak bosan menyampaikan seruan. Pada setiap Jumat petang. Sampai penduduk
pulau itu berang. Mereka menuding lelaki itu seorang tukang sihir yang menyebabkan ikan-ikan 
menghilang dari lautan. 
Matahari baru saja menenggelamkan seluruh tubuhnya ke balik tebing cakrawala, ketika 
lelaki itu dinaikan ke atas sampan untuk dilarung ke tengah lautan. Tanpa bekal makanan. 
Mereka merebut kitab yang dibawanya. Dan membakarnya! 
Sampan lelaki itu belum jauh meninggalkan bibir pantai. Ketika laut tiba-tiba saja 
bergejolak. Angin berhembus kencang. Langit bergemuruh. Lelaki itu bersujud dalam 
sampannya. Menangis tersedu. Ketetapan Tuhan pasti berlaku, dia berucap lirih dalam hati. 
Pagi hari. Lelaki itu berhasil membawa sampannya merapat kembali ke pulau itu. 
Mengetuk tiap pintu rumah. Tapi tak ada semakhluk manusia pun tinggal di sana, kecuali 
monyet-monyet yang berjalan dengan kedua kaki laiknya manusia. Tuhan telah mengutuk 
seluruh penduduk pulau itu menjadi monyet! 
*** 
Lelaki buta itu menepuk pundakku. "Semoga kau temukan apa yang kau cari!" Begitu 
ucapnya, sebelum meninggalkan kedai kopi. Sepeninggal lelaki buta itu, aku langsung 
menemui Kandaena Rahmah, seorang punggawa posasi? pemilik sande? Sinar Ilahi yang 
masih kerabat jauh makku. 
"Kau sungguh-sungguh hendak pergi ke pulau itu?" 
Aku mengangguk mantap. Tekadku sudah bulat. 
"Tapi aku tak bisa menemanimu ke tempat itu." 
"Tak perlu. Cukup tunjukkan saja letak pulau itu dari jauh. Aku akan datang sendiri ke 
tempat itu." 
Kandaena Rahmah menarik napas dalam. Mengembuskannya dalam sekali tekanan. Seperti 
merasa berat, ketika dia berucap, "Baiklah. Aku akan menunjukkannya kepadamu. Baru 
dua hari lagi kami akan pergi motangga. Masih ada waktu kalau-kalau kau berubah 
pikiran." 
Dua hari kemudian, dengan sande? Sinar Ilahi, kami berlayar ke utara menuju Teluk 
Paboang. Titik singgah para potangnga, sebelum berlayar ke tengah lautan. Di tempat itu 
kami mengisi bekal air tawar. 
Begitulah. Setelah berhari-hari berlayar. Dari jauh tampak sebuah daratan dengan karang-karang 
menjulang di bibir pantainya. Pulau Monyet. Dengan lepa-lepa aku merapat ke bibir 
pantai. Seorang diri. Pulau itu tampak sepi. Aku menarik lepa-lepa dari air. 
Menambatkannya pada batang nyiur. 
Berdiri di atas pasir pantai Pulau Monyet, aku merasa dekat dengan asal-usulku. Aku 
berharap bisa bertemu dengan bapakku di tempat ini. *** 
Rumah Cahaya Depok, 22.09.06 04:28

Contenu connexe

Tendances

Novel tenggelamnya kapal vander wick
Novel tenggelamnya kapal vander wickNovel tenggelamnya kapal vander wick
Novel tenggelamnya kapal vander wickAmir Haruna
 
Kisah sang pengembara
Kisah sang pengembaraKisah sang pengembara
Kisah sang pengembaraSari Saqothi
 
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnya
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnyaTugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnya
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnyaKevin Hendinata
 
Arnab dengan buaya
Arnab dengan buayaArnab dengan buaya
Arnab dengan buayaGaya Mahmud
 
Ketika cinta bertasbih 2 habiburrahman el shirazy
Ketika cinta bertasbih 2   habiburrahman el shirazyKetika cinta bertasbih 2   habiburrahman el shirazy
Ketika cinta bertasbih 2 habiburrahman el shirazyYasir Partomo
 
Bu Kek Siansu Jilid 7
Bu Kek Siansu Jilid 7Bu Kek Siansu Jilid 7
Bu Kek Siansu Jilid 7Wibowo Kusuma
 
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Arvinoor Siregar SH MH
 

Tendances (11)

Novel tenggelamnya kapal vander wick
Novel tenggelamnya kapal vander wickNovel tenggelamnya kapal vander wick
Novel tenggelamnya kapal vander wick
 
Perut (yanusa nugroho)
Perut (yanusa nugroho)Perut (yanusa nugroho)
Perut (yanusa nugroho)
 
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
 
Syair agus rusmanto
Syair agus rusmantoSyair agus rusmanto
Syair agus rusmanto
 
Kisah sang pengembara
Kisah sang pengembaraKisah sang pengembara
Kisah sang pengembara
 
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnya
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnyaTugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnya
Tugas Kelompok - Contoh Masing Masing Syair dan analisisnya
 
Arnab dengan buaya
Arnab dengan buayaArnab dengan buaya
Arnab dengan buaya
 
Ketika cinta bertasbih 2 habiburrahman el shirazy
Ketika cinta bertasbih 2   habiburrahman el shirazyKetika cinta bertasbih 2   habiburrahman el shirazy
Ketika cinta bertasbih 2 habiburrahman el shirazy
 
RIHLAHKU
RIHLAHKURIHLAHKU
RIHLAHKU
 
Bu Kek Siansu Jilid 7
Bu Kek Siansu Jilid 7Bu Kek Siansu Jilid 7
Bu Kek Siansu Jilid 7
 
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
 

Similaire à Dilarang menjala ikan di hari sabtu (denny prabowo)

Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)arvin2014
 
Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina
Sulaiman Pergi Ke Tanjung CinaSulaiman Pergi Ke Tanjung Cina
Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cinaelenapus
 
Tenggelamnya kapal van der wijck hamka
Tenggelamnya kapal van der wijck hamkaTenggelamnya kapal van der wijck hamka
Tenggelamnya kapal van der wijck hamkaSyamsul Noor
 
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdf
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdfHikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdf
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdfNurindahSetyawati1
 
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdf
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdfHamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdf
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdfmuhammadrakaaknar
 
Syair perahu
Syair perahuSyair perahu
Syair perahudizzna
 
Semut dan belalang
Semut dan belalangSemut dan belalang
Semut dan belalangDayat Caem
 
Semut dan belalang
Semut dan belalangSemut dan belalang
Semut dan belalangDayat Caem
 
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak Kutaringin
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak KutaringinFolklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak Kutaringin
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak KutaringinAlfisyahr Izzati Murdiyono
 
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Arvinoor Siregar SH MH
 
Burung bangau dengan seekor ketam
Burung bangau dengan seekor ketamBurung bangau dengan seekor ketam
Burung bangau dengan seekor ketamWan Ndi
 
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan Kangean
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan KangeanPerburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan Kangean
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan KangeanMuhammad Ridwan Alimuddin
 
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaMengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaOperator Warnet Vast Raha
 
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaMengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaOperator Warnet Vast Raha
 
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Andri Goodwood
 

Similaire à Dilarang menjala ikan di hari sabtu (denny prabowo) (20)

Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
 
Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina
Sulaiman Pergi Ke Tanjung CinaSulaiman Pergi Ke Tanjung Cina
Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina
 
Tenggelamnya kapal van der wijck hamka
Tenggelamnya kapal van der wijck hamkaTenggelamnya kapal van der wijck hamka
Tenggelamnya kapal van der wijck hamka
 
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdf
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdfHikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdf
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak.pdf
 
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdf
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdfHamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdf
Hamka - Tenggelamnya Kapal van der Wijck(2).pdf
 
Syair perahu
Syair perahuSyair perahu
Syair perahu
 
Semut dan belalang
Semut dan belalangSemut dan belalang
Semut dan belalang
 
Semut dan belalang
Semut dan belalangSemut dan belalang
Semut dan belalang
 
BATU KERIKIL DAN PASIR.pptx
BATU KERIKIL DAN PASIR.pptxBATU KERIKIL DAN PASIR.pptx
BATU KERIKIL DAN PASIR.pptx
 
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak Kutaringin
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak KutaringinFolklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak Kutaringin
Folklore: Batu Belida Ajaib: Isyarat Kedatangan Islam di Tanah Dayak Kutaringin
 
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
 
Naskah 2
Naskah 2Naskah 2
Naskah 2
 
Burung bangau dengan seekor ketam
Burung bangau dengan seekor ketamBurung bangau dengan seekor ketam
Burung bangau dengan seekor ketam
 
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan Kangean
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan KangeanPerburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan Kangean
Perburuan Hiu dan Kebaharian Mandar di Kepulauan Kangean
 
Bertujuh
BertujuhBertujuh
Bertujuh
 
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaMengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
 
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbungaMengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
Mengintip sejarah dan budaya pulau batu berbunga
 
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
Daun yang menyentuh keningmu (muhammad aris)
 

Plus de arvin2014

Durian (djenar maesa ayu)
Durian (djenar maesa ayu)Durian (djenar maesa ayu)
Durian (djenar maesa ayu)arvin2014
 
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)arvin2014
 
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)arvin2014
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)arvin2014
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)arvin2014
 
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)arvin2014
 
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)Cermin jiwa (s prasetyo utomo)
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)arvin2014
 
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)arvin2014
 
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)Ceracau ompu gabe (hasan al banna)
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)arvin2014
 
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)arvin2014
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)arvin2014
 
Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)arvin2014
 
Bigau (damhuri muhammad)
Bigau (damhuri muhammad)Bigau (damhuri muhammad)
Bigau (damhuri muhammad)arvin2014
 
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)arvin2014
 
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)arvin2014
 
Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)arvin2014
 
Atheis (m. dawam rahardjo)
Atheis (m. dawam rahardjo)Atheis (m. dawam rahardjo)
Atheis (m. dawam rahardjo)arvin2014
 
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)arvin2014
 
Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )arvin2014
 
Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)arvin2014
 

Plus de arvin2014 (20)

Durian (djenar maesa ayu)
Durian (djenar maesa ayu)Durian (djenar maesa ayu)
Durian (djenar maesa ayu)
 
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
 
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)
Cerpen buat saya (sunaryono basuki ks)
 
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)Cermin jiwa (s prasetyo utomo)
Cermin jiwa (s prasetyo utomo)
 
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)
Cerita bohong di siang bolong (noer mursidi)
 
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)Ceracau ompu gabe (hasan al banna)
Ceracau ompu gabe (hasan al banna)
 
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)
Burung di atas kuburan (nugroho sukmanto)
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
 
Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)
 
Bigau (damhuri muhammad)
Bigau (damhuri muhammad)Bigau (damhuri muhammad)
Bigau (damhuri muhammad)
 
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
 
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
 
Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)
 
Atheis (m. dawam rahardjo)
Atheis (m. dawam rahardjo)Atheis (m. dawam rahardjo)
Atheis (m. dawam rahardjo)
 
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
 
Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )
 
Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)
 

Dernier

Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfachsofyan1
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot
 
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTNeta
 
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99
 
Prinsip Asas Videografi dan Pengambaran
Prinsip Asas  Videografi dan PengambaranPrinsip Asas  Videografi dan Pengambaran
Prinsip Asas Videografi dan PengambaranMOHAMMADAKMALBINABDR1
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99
 
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananPengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananMOHAMMADAKMALBINABDR1
 
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKAN
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKANIDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKAN
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKANNeta
 
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99
 

Dernier (10)

Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
 
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
 
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
 
Prinsip Asas Videografi dan Pengambaran
Prinsip Asas  Videografi dan PengambaranPrinsip Asas  Videografi dan Pengambaran
Prinsip Asas Videografi dan Pengambaran
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
 
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananPengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
 
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKAN
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKANIDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKAN
IDMPO : SLOT BONUS REBATE MINGGUAN MENGUNTUNGKAN
 
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
 

Dilarang menjala ikan di hari sabtu (denny prabowo)

  • 1. Jawa Pos Minggu, 27 Mei 2007 Dilarang Menjala Ikan di Hari Sabtu Cerpen: Denny Prabowo Akhirnya aku menjejakkan kaki di daratan. Sebuah pulau yang entah apa nama sebenarnya. Tak tercatat dalam peta yang kubawa. Pasir itu permadani putih. Terhampar sunyi seperti tak pernah disentuh kaki. Karang-karang membenteng tumbuh di sepanjang bibir pantai. Inikah yang mereka sebut Pulau Monyet? "Jangan pergi ke sana! Kau tak akan selamat. Karang-karang itu akan melumatmu!" Kandaena Rahmah, punggawa posasi? sande? Sinar Ilahi yang kutumpangi memperingatkan. "Aku tak akan mengurungkan niatku. Aku harus ke tempat itu." "Lupakan saja pulau itu!" tambahnya, "kau tak akan menemui siapa pun di sana kecuali roh-roh jahat dan kera-kera lapar!" katanya menakut-nakuti. Pangguling sande? itu terus berkonsenterasi pada laju perahu. Tangannya sibuk mengatur bukaan guling dan menarik baya-baya . Duduk di buritan. Lutut kanannya menempel di antara dada dan ketiak. Paha dan betis kirinya merapat di lantai perahu, sehingga kaki kirinya berada di belakang tumit kaki kanannya. Di antara telujuk dan jari tengah tangan kirinya, selinting rokok terselip. Sekepul asap terembus dari bibirnya yang hitam. Bukan tanpa alasan Kandaena Rahmah berucap seperti itu. Dia sangat khawatir kepadaku. Pulau ini memang telah lama dikucilkan. Tak seorang pun sudi singgah. Hikayatnya serupa dongeng suci yang dikisahkan dari generasi ke generasi. Aku mendengarnya di sebuah kedai kopi dekat pelelangan ikan. Ketika itu, sebuah sande? merapat ke bibir pantai dengan seorang potangnga berwajah lesi. Tubuhnya menggigil seperti diserang malaria. Bibirnya bergetar merapal kata yang sama. Berulang-ulang. Seperti mantera. "Pulau monyet? pulau monyet?" Telunjuknya menuding lautan. Orang-orang yang pergi motangnga bersamanya tak meninggalkan jejak. Menghilang. "Sudah diperingati jangan menjala ikan di sekitar pulau monyet," kata pemilik kedai kopi, "di sana banyak penunggunya!" "Hari apa ini?" tanya lelaki buta yang duduk di sampingku. Biji matanya hanya selaput putih penuh guratan dan bintik-bintik merah darah. Entah sejak kapan dia berada di situ. Aku tak terlalu memperhatikannya. "Sabtu," jawabku. Meniup ke dalam gelas kopi. Uap kopi berhamburan tak beraturan. Aroma bubuk hitam itu menyerbu lubang pernapasanku. "Kutukan itu masih berlaku!" Lelaki buta itu berucap seperti pada dirinya sendiri. "Kutukan?" Aku mengangkat wajahku. Bibirku belum lagi menyentuh kopi hitam dalam gelas. "Kau belum mendengarnya?" Telinganya bergerak-gerak seperti mencari keberadaanku. "Saya pendatang di tempat ini. Mak saya berasal dari sekitar sini. Tapi saya lama tinggal di pulau Jawa. Entah dari mana asal bapak saya, saya tak pernah mengenalnya." Lelaki buta itu mengeluarkan sebuah buku tua. Semacam kitab. Entah apa. Terbuat dari kulit binatang. Mungkin usia buku itu jauh lebih tua darinya. Dia mencium buku tua itu. Sebelum mendekapnya dalam dada.
  • 2. "Semuanya ada di sini. Dalam kitab ini. Kutukan itu bukan sebuah dongeng. Tapi sejarah yang terjadi beribu tahun silam." Aku meletakkan gelas kopiku di atas meja. Wajah lelaki buta itu menunduk seperti menyesali sesuatu. Bibirnya berucap yang tak bisa terdengar oleh telingaku. Aku sudah lama mendengar hikayat Pulau Monyet dari mulut ke mulut. Untuk alasan itu aku berada di tempat ini, kampung halaman makku. Tapi baru lelaki tua itu yang tak sekadar melisankannya, tapi memiliki kitab yang mencatatnya. "Maaf," ucapku, "tapi bagaimana Bapak bisa tahu apa yang tertulis dalam kitab itu, sedang Bapak tidak melihat?" "Mataku buta. Tapi hatiku melihat. Telingaku mendengar. Permukaan kulitku bisa merasa. Kitab ini pusaka keluarga yang diwariskan turun-temurun, sejak beribu tahun silam." "Ceritakan kepadaku tentang kutukan itu," kataku pada lelaki buta itu. Lelaki buta tak segera menjawab. Ia menggeser posisi duduknya menghadap ke arahku. Lubang hidungnya bergerak-gerak membaui udara. Telinganya serupa antena pada insecta. Jejari tangannya yang keriput menyentuh wajahku. Meraba bulu-bulu halus yang tumbuh lebat di pipi, rahang, hingga ke daguku. Perlahan jari tangan itu menelusup ke dalam syal yang melingkari batang leherku. Tiba-tiba keningnya berkerut. Sejenak terdiam. Raut wajahnya telaga sunyi yang dilempari sebongkah batu. Beriak. Mengusik ketenangan. Lalu. Mengeluarkan tangannya dari dalam syalku. Mengangguk-angguk seperti dokter, yang berhasil mendiagnosa pasiennya. Lelaki buta itu menyeruput kopi dalam gelasnya. Menghirup udara. Dalam. Sebelum mulai bertutur sebuah hikayat kepadaku dari kitab yang dibawanya. Hikayat Pulau Monyet. *** Cerita ini terjadi beribu tahun silam. Dalam catatan kitab ini, tak diberi tahu apa nama pulau itu, sebelum kutukan diturunkan bagi penduduknya yang ingkar. Semua bermula dari kedatangan seorang lelaki asing ke pulau itu. Tak ada yang tahu dari mana lelaki itu berasal. Suatu pagi selepas laut membadai, penduduk pulau itu menemukannya terbaring di atas pasir mendekap sebuah kitab. Wajahnya seperti kebanyakan pria dari suatu tempat di Timur Tengah. Hampir serupa dengan wajah para penduduk pulau itu. Mungkin dia berasal dari tempat yang sama dengan leluhur orang-orang yang tinggal di pulau itu. Entah bagaimana dia bisa sampai di pulau itu. Mungkin dia terlempar dari atas kapal saudagar, ketika laut membadai. Sebuah keajaiban. Lelaki itu masih bernapas ketika para penduduk menemukannya. Lalu merawatnya. Pulau itu berada di perairan dalam sebuah selat. Seperti dataran terapung di tengah lautan luas. Senoktah hitam di lembaran samudera. Setitik debu di luasnya sahara. Penduduk pulau itu nelayan seluruhnya. Mereka tinggal di kaki-kaki bukit tak jauh dari pantai. Bukit yang terangkat dari dasar lautan akibat proses tektonik, jutaan tahun lampau. Konon, nenek moyang penduduk pulau itu juga berasal dari suatu tempat di Timur Tengah bagian utara. Mereka terusir dari tanah kelahiran akibat penyerangan besar-besaran oleh sebuah kerajaan. Hampir setiap malam, lelaki itu membaca kitab yang dibawanya-satu-satunya harta miliknya. Suaranya merdu. Seperti orang yang sedang berlagu. Penduduk pulau itu suka mendengarnya. Meski tak mengerti kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Namun, sebagian kaum tua penduduk pulau itu merasa akrab dengan kalimat yang diucapkan lelaki asing itu. Seperti menghitung mundur waktu. Ketika mereka mendengarkan lelaki itu membaca kitabnya. Mengembalikan potongan-potongan ingatan yang melekang. Dihajar
  • 3. masa. Berjarak ratusan tahun dari ketika pertama kali leluhur mereka menjejak kaki di pulau itu. Mereka membayangkan kampung halamannya nun jauh di sana. Kampung halaman yang hanya tinggal sebagai cerita: hikayat yang dituturkan dari generasi ke generasi. Tentang tanah yang diberkahi Tuhan. Tanah yang dijanjikan. Bagi umat yang teguh memegang risalah yang ditulis Tuhan pada dua lempeng batu di atas Thursina. Risalah yang diajarkan oleh lelaki yang membelah lautan dengan tongkatnya. Risalah yang kelak akan disempurnakan oleh Al Mustafa. Begitulah. Setelah pulih, lelaki asing itu bermaksud tinggal di pulau hendak mengajarkan kitab yang dibawanya. Keterdamparannya di pulau itu bukan sebuah ketidaksengajaan. Sudah lama dia mendengar tentang suku-suku dari kaumnya yang melarikan diri dari tanah kelahiran. Lelaki itu percaya, tangan-tangan Tuhan yang telah menuntunnya ke tempat itu. Lelaki itu tak perlu beradaptasi lama. Bahasa mereka hampir serupa. Hanya beberapa kosa kata yang berbeda. Lagi pula dia bisa bicara dengan bahasa tubuh. Penduduk di pulau itu pun menerimanya seperti famili jauh yang sedang bertamu. Dia bahkan dibuatkan bangunan sendiri sebagai tempat tinggal. Dikirimi hasil tangkapan laut setiap hari untuk mengisi perut. Sampai pada suatu petang di hari Jumat. Dia datang mengetuk tiap pintu. Menyampaikan seruan, "Jangan menjala ikan di hari Sabtu!" Tak seorang pun penduduk pulau itu yang mau mendengar seruannya. Mereka hanya tersenyum-senyum saja menanggapinya. Bagi mereka tiap hari adalah sama. Laut selalu menyediakan ikan pada hari apa saja. Tak ada alasan untuk tidak pergi melaut. Lelaki itu tak jera. Dia terus menyampaikan seruan yang sama, setiap Jumat petang, "Jangan menjala ikan di hari Sabtu!" "Mengapa kami tak boleh menjala ikan di hari Sabtu?" "Enam hari Tuhanmu menciptakan bumi, dan berhenti pada hari ketujuh." "Lalu apa hubungannya dengan menjala ikan di hari Sabtu?" "Begitu hukum keempat, dari sepuluh perintah yang Tuhan tulis di atas dua buah lempengan batu, di bukit Thursina. Tuhan tak meminta banyak kepada kalian. Hanya satu hari. Satu hari di hari Sabtu untuk mengingat-Nya. Mengagungkan nama-Nya." "Laut di sini menyediakan banyak ikan di hari Sabtu. Mengapa kami harus mendegarkanmu?" "Bukan aku. Tapi Tuhanmu. Aku hanya menyampaikan risalah yang Tuhan titipkan pada lelaki pilihan yang membelah lautan dengan tongkatnya. Masih ingatkah kalian pada raja lalim yang mengaku sebagai Tuhan? Dia musnah ditelan lautan yang dibelah dengan tongkat oleh lelaki itu! Begitu perjanjian yang Tuhan ambil bagi kaum kita. Dan Dia akan menimpakan azab bagi yang mengingkarinya." "Tuhan tidak berbuat apa-apa ketika orang tua kami terusir dari tanah kelahirannya. Mana tanah yang dijanjikan bagi kami?" "Tuhan tak pernah ingkar. Ketetapannya pasti berlaku." Begitulah. Pada Sabtu pagi. Mereka menemukan ikan-ikan terapung-apung di permukaan laut. Mati. Mereka malah menganggapnya berkah karena mereka tak berhenti menjala ikan di hari Sabtu. Dan hari-hari setelah itu, tak seekor pun ikan yang bisa mereka jala. Lelaki itu tak bosan menyampaikan seruan. Pada setiap Jumat petang. Sampai penduduk
  • 4. pulau itu berang. Mereka menuding lelaki itu seorang tukang sihir yang menyebabkan ikan-ikan menghilang dari lautan. Matahari baru saja menenggelamkan seluruh tubuhnya ke balik tebing cakrawala, ketika lelaki itu dinaikan ke atas sampan untuk dilarung ke tengah lautan. Tanpa bekal makanan. Mereka merebut kitab yang dibawanya. Dan membakarnya! Sampan lelaki itu belum jauh meninggalkan bibir pantai. Ketika laut tiba-tiba saja bergejolak. Angin berhembus kencang. Langit bergemuruh. Lelaki itu bersujud dalam sampannya. Menangis tersedu. Ketetapan Tuhan pasti berlaku, dia berucap lirih dalam hati. Pagi hari. Lelaki itu berhasil membawa sampannya merapat kembali ke pulau itu. Mengetuk tiap pintu rumah. Tapi tak ada semakhluk manusia pun tinggal di sana, kecuali monyet-monyet yang berjalan dengan kedua kaki laiknya manusia. Tuhan telah mengutuk seluruh penduduk pulau itu menjadi monyet! *** Lelaki buta itu menepuk pundakku. "Semoga kau temukan apa yang kau cari!" Begitu ucapnya, sebelum meninggalkan kedai kopi. Sepeninggal lelaki buta itu, aku langsung menemui Kandaena Rahmah, seorang punggawa posasi? pemilik sande? Sinar Ilahi yang masih kerabat jauh makku. "Kau sungguh-sungguh hendak pergi ke pulau itu?" Aku mengangguk mantap. Tekadku sudah bulat. "Tapi aku tak bisa menemanimu ke tempat itu." "Tak perlu. Cukup tunjukkan saja letak pulau itu dari jauh. Aku akan datang sendiri ke tempat itu." Kandaena Rahmah menarik napas dalam. Mengembuskannya dalam sekali tekanan. Seperti merasa berat, ketika dia berucap, "Baiklah. Aku akan menunjukkannya kepadamu. Baru dua hari lagi kami akan pergi motangga. Masih ada waktu kalau-kalau kau berubah pikiran." Dua hari kemudian, dengan sande? Sinar Ilahi, kami berlayar ke utara menuju Teluk Paboang. Titik singgah para potangnga, sebelum berlayar ke tengah lautan. Di tempat itu kami mengisi bekal air tawar. Begitulah. Setelah berhari-hari berlayar. Dari jauh tampak sebuah daratan dengan karang-karang menjulang di bibir pantainya. Pulau Monyet. Dengan lepa-lepa aku merapat ke bibir pantai. Seorang diri. Pulau itu tampak sepi. Aku menarik lepa-lepa dari air. Menambatkannya pada batang nyiur. Berdiri di atas pasir pantai Pulau Monyet, aku merasa dekat dengan asal-usulku. Aku berharap bisa bertemu dengan bapakku di tempat ini. *** Rumah Cahaya Depok, 22.09.06 04:28