SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  43
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                                   LAPORAN
              PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT
             TANAMAN MURBEI DAN ULAT SUTERA
                      TAHUN 2012




                           DISUSUN SESUAI
           DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 029
                       BPA SULAWESI SELATAN
                             TAHUN 2012




                                                                                     1
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



                                   PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG

    Salah satu hal yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon sebagai
hasil dari kegiatan budidaya persuteraan alam adalah keberadaan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera. Serangan hama dan penyakit pada
tanaman murbei ataupun pada ulat sutera, akan berpengaruh kepada kegiatan
budidaya murbei dan juga akan berdampak pada pemeliharaan ulat sutera.

    Daun murbei (Morus spp.) merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis
Bombyx mori. Ketersediaan daun murbei dalam kualitas dan kuantitas yang
memadai menentukan keberhasilan budidaya ulat sutera.Serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei akan mengakibatkan penurunan kualitas dan
kuantitas daun murbei. Bila hal tersebut dibiarkan berlanjut, maka akan
mengganggu ketersediaan daun murbei sebagai pakan bagi ulat sutera. Hal ini lebih
jauh akan menghambat kegiatan pemeliharaan ulat sutera, terutama bagi petani
sebagai tokoh utama dalam kegiatan pemeliharaan ulat sutera.

    Untuk menghindari dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan, perlu
dilakukan langkah-langkah pencegahan. Langkah-langkah ini meliputi pengenalan
jenis hama dan penyakit yang merusak tanaman murbei serta usaha-usaha lain
yang dapat dilakukan untuk pencegahannya.

    Selain hama dan penyakit pada tanaman murbei, hama dan penyakit pada ulat
sutera juga perlu dilakukan kegiatan pencegahannya. Hal ini dikarenakan hama dan
penyakit pada ulat sutera memiliki dampak yang lebih besar pada keberhasilan
budidaya ulat sutera. Serangan hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap
perkembangan ulat sutera mulai dari ulat kecil, ulat besar sampai pengokonan.
Jenis penyakit yang menyerang ulat sutera antara lain NPV (Nuclear Polyhedrosis
Virus), CPV (Cytoplasmic Polyhedrosis Virus), Aspergillus spp. , Muscardine (Botrytis
bassiana) dan Pebrine (Nosema bombycis).




                                                                                     2
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



    Penyebaran penyakit ulat sutera lebih sering ditimbulkan karena lingkungan
pemeliharaan ulat sutera yang tidak bersih, kelembaban yang tidak sesuai, aerasi
udara yang kurang sesuai dan pakan ulat yang terkena hama ataupun bekas
serangan / gigitan hama serta daun yang terinfeksi penyakit.

    Beberapa hama yang banyak menyerang pada tanaman murbei yaitu hama
pucuk, kutu daun, kutu batang dan penggerek batang. Keberadaan hama dan
penyakit tersebut muncul pada waktu-waktu tertentu, misalkan pada saat musim
hujan, intensitas serangan hama dan penyakit cukup tinggi. Contohnya penyakit
yang disebabkan oleh jamur atau cendawan. Selain itu terdapat pula hama yang
menyerang pada musim peralihan dari musim hujan ke musim panas atau
sebaliknya.

    Dari uraian di atasmaka perlu dilakukan kegiatan pengamatan hama dan
penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat sutera agar dapat dilakukan
tindakan preventif terhadap serangan hama dan penyakit tersebut.



B. Maksud dan Tujuan

    Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui intesitas serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera pada musim-musim tertentu
sehingga dapat dilakukan pencegahan agar dapat mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan.

    Adapun tujuan dari kegiatan pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei
dan ulat sutera ini adalah untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera secara preventif.



C. Sasaran

    Kebun murbei dan tempat pemeliharaan petani yang melakukan kegiatan secara
intens di beberapa wilayah kerja Balai Persuteraan Alam, antara lain :
Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab.
Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur), Prop. Jawa Barat (Kab. Bogor, Kab. Bandung,
dan Kab. Cianjur), Prop. Jawa Tengah (Kab. Wonosobo dan Kab. Pati), Prop. Jawa




                                                                                     3
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



Timur (Kab. Blitar), Prop. Sulawesi Barat (Kab. Polman), Prop. Bali (Kab. Baddung),
dan Prop. Nusa Tenggara Timur (Kab. Timor Tengah Selatan).



D. Keluaran

    Keluaran yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah :

    1. Terdeteksinya hama dan penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat
        sutera pada berbagai musim, dan pada setiap pergantian musim, sehingga
        dapat diambil tindakan pencegahan sebelum terjadinya peningkatan
        serangan.
    2. Data dan informasi dalam bentuk laporan pengamatan hama dan penyakit
        tanaman murbei dan ulat sutera.



E. Dasar Pelaksanaan

    Dasar Pelaksanaan Kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei
    pada Tahun 2012 adalah

         1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 29 Balai Persuteraan Alam
            Tahun 2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9 Desember
            2011.
         2. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Balai Persuteraan Alam Tahun
            2012.




                                                                                     4
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                               METODE PELAKSANAAN



A. Waktu dan Tempat

    1. Waktu
        Kegiatan pengamatan ini dilakukan pada musim kemarau (Maret), peralihan
        (Mei), dan hujan (Agustus dan September).
    2. Tempat
        Kegiatan pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera
        ini dilaksanakan pada semua tempat pemeliharaan ulat yang disesuaikan
        dengan ketersediaan dana dan diprioritaskan pada daerah-daerah yang
        terserang hama dan penyakit sesuai laporan dari daerah.



B. Bahan dan Alat

    1. Bahan
        Bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini
        adalah ;
                Alkohol
                Spritus
                Media Agar
                Pewarna Giemsa
                Wright Solution
                Aquades
                Xylene
                Minyak Imersi
    2. Alat

        Alat yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini
        adalah :

                Ice cool box
                Botol sample
                Plastik sampel


                                                                                     5
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



                Gunting / cutter
                Timbangan elektrik
                Botol spirtus
                Gelas ukur
                Kapas
                Gelas piala
                Labu semprot
                Pengaduk kaca
                Pipet
                Petridish
                Mikroskop
                Clin Wrap
                Aluminium Foil
                Tissue
                Masker
                Kaca Preparat
                Cover Glass



C. Metode Pengamatan

         Metode pengamatan yang akan dilakukan adalah dengan cara survey di
   lapangan dan melakukan wawancara langsung dengan petani dengan membawa
   kuisioner yang telah dipersiapkan, melakukan metode sampling di lapangan dan
   melakukan pengamatan secara visual keadaan kebun dan tempat pemeliharaan
   maupun keadaan di sekitar tempat pemeliharaan, serta pengamatan secara
   mikrokopis di laboratorium.

   Ada berbagai macam cara untuk mendiagnosa penyakit, secara umum yaitu
   dengan gejala secara langsung (secara makrokopis). Untuk pemilihan sample
   yang diambil yaitu diperhatikan dari bentuk dan bagian tanaman tersebut, sehat
   ataupun tidak sehat. Adapun tahap-tahap dari kegiatan ini adalah :

   1.   Pengamatan / Pengambilan Sampel di Lapangan
        Pengamatan / Pengambilan sampel di lokasi dilakukan secara visual. Jika
        terdapat hama dan penyakit yang biasa menyerang, dapat langsung



                                                                                     6
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



        dilakukan kegiatan identifikasi dan langsung dicatat. Apabila hama dan
        penyakit yang menyerang tidak diketahui, sampel dapat diambil untuk
        diperiksa secara mikroskopis di laboratorium.

        Adapun sample yang diambil yaitu :

        a. Sampel tanaman murbei berupa daun atau batang yang terinfeksi
            penyakit, yang diamati pada tanaman yaitu : ada atau tidaknya klorosis,
            mosaic, dan nekrosis., apakah bagian tanaman tersebut normal atau
            tidak seperti daun mengeriting atau antar ruas memendek, apakah ada
            perubahan warna cabang atau tunas, apaka ada bintik-bintik di daun,
            tunas, cabang. Daun atau batang yang memperlihatkan gejala tersebut
            dipetik atau dipotong lalu dimasukkan ke dalam plastik.
        b. Hama yang ada di kebun.
        c. Sampel tanah jika tanaman murbei terindikasi penyakit akar.
        d. Sampel debu diambil dari tempat pemeliharaan ulat, baik itu pada
            dinding maupun lantai.
        e. Sampel ulat sutera yang sakit atau mati



    2. Pengamatan secara Mikroskopis di Laboratorium

        Pengamatan secara mikroskopis bertujuan untuk mengidentifikasi hama atau
        penyakit yang tidak dapt dilihat dengan mata telanjang / kasat mata.
        Misalnya untuk identifikasi virus, jamur, protozoa dan jasad renik lainnya.

        Cara pemeriksaan terhadap ulat sutera adalah dengan membelah tubuh ulat
        dan mengoleskan cairan tubuh di atas kaca preparat yang steril lalu
        diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x. Namun jika sampel
        ulat yang diambil diindikasikan terkena penyakit pebrine, maka cara
        pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa Staining yaitu
        sebagai berikut :

       a.   Tubuh larva dibedah kemudian bagian midgut (usus bagian tengah) dan
            silk gland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan pada
            gelas preparat.




                                                                                      7
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera      2012



       b.   Sampel dikeringkan pada temperatur kamar (25-28oC) selama 30-60
            menit.
       c.   Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik.
       d.   Teteskan akuades pada preparat, biarkan selama 2 (dua) menit lalu
            akuades dan wright solution dibuang.
       e.   Cairan Giemsa dioleskan 40 kali (39 ml aquades + 1 ml cairan giemsa)
            selama 20 menit.
       f.   Gelas preparat dicuci dengan akuades lalu dikeringkan kembali dengan
            temperature kamar.
       g.   Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x.
       h.   Jika diperlukan , maka preparat dicelupkan ke dalam cairan xylene
            selama 20 menit dan dikeringkan (pada waktu pengamatan diperlukan
            immersion oil bila menggunakan perbesaran 100 kali).



    3. Cara pemeriksaan tanaman murbei

       a.   Tanaman yang akan dianalisa diambil bagian daun atau batang.
       b.   Daun tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 1x1 cm dan batang
            dipotong kurang lebih 1-2 cm.
       c.   Letakkan daun atau batang di atas media yang telah dituang ke dalam
            petridish.
       d.   Petridish ditutup dan direkatkan dengan clin wrap.
       e.   Petridish    dibungkus    dengan     aluminium     foil   untuk   menghindari
            kontaminasi.
       f.   Diinkubasi pada incubator selama 3-5 hari.
       g.   Setelah 3 hari dilihat apakah telah tumbuh spora, jika belum didiamkan
            lagi.
       h.   Setelah terbentuk spora lalu dilakukan persiapan untuk analisa di bawah
            mikroskop.
       i.   Spora diambil dengan ose yang steril.
       j.   Diletakkan di atas kaca preparat lalu diteteskan akuades.
       k.   Ditutup dengan kaca penutup.
       l.   Diamati di bawah mikroskop dan dibandingkan dengan literature.




                                                                                        8
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera        2012


                                                                                          HASIL

I. PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

     Selama empat periode pengamatan di beberapa kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan dan di luar Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang
menyerang tanaman murbei :

Tabel 1. Pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei selama empat periode.
                                                                                                                  Periode (Bulan)
No    Provinsi         Kabupaten          Kecamatan                   Maret                             Mei                                Agustus                  September
                                                               Hama           Penyakit          Hama            Penyakit            Hama             Penyakit     Hama    Penyakit
1     Sulawesi
                       Wajo               Sabbangparu      -                  -
      Selatan                                                                                                                Hama Pucuk          -
                       Sinjai             Sinjai Barat     -                  -                                              Kutu Batang         Karat Daun
                                                                                                                             Penggerek
                                                                                                                             Batang
                                                           Hama
                       Enrekang           Alla                                -
                                                           Pucuk                                                             -                   -
                       Soppeng            Donri-Donri      -                  -                                              -                   -
                       Tana Toraja        Makendek         -                  -                                              Hama Pucuk          Karat Daun
                       Luwu Timur         Towoti           -                  -
2     Jawa Barat       Bogor              Ciapus                                          Hama Pucuk          -
                       Bandung            Pangalengan                                     -                   Karat Daun                                        Kutu Kebul
                                          Cimenyan                                        -                   -                                                 Kutu Kebul
                       Cianjur            Pacet                                           Kutu Kebul          Karat Daun
                                                                                          Hama Pucuk          -
                                                                                          Penggerek Batang    -
                                          Cugenang                                        Hama Pucuk          Karat Daun
                                                                                          -                   Bercak Daun




                                                                                                                                                                              9
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera      2012




                                                                                                             Periode (Bulan)
No          Provinsi      Kabupaten        Kecamatan                  Maret                           Mei                             Agustus                 September
                                                               Hama           Penyakit       Hama          Penyakit            Hama             Penyakit   Hama     Penyakit
3    Jawa Tengah       Wonosobo           Wonosobo                                       Kutu Kebul    Embun Tepung
                                                                                         Hama Pucuk    Karat Daun
                                          Kaliwiro                                       Kutu Kebul    Karat Daun
                                                                                         Hama Pucuk    Bercak Daun
                       Pati               Rogowungu                                      Kutu Kebul    Rontok Daun
4    Jawa Timur        Blitar             Ngelgok                                        Kutu Putih    -
5    Sulawesi Barat    Polman             Balanipa                                       -
                                          Limboro                                        Kutu Putih    -
                                                                                         Hama Pucuk    -
                                          Campalagian                                    Kutu Putih    -
6    Bali              Baddung            Payangan                                       Kutu Putih    -
                                          Sameraryo                                      Kutu Putih    -
                       Timor Tengah
7    NTT                            Kota Soe
                       Selatan                                                           Rayap         Karat Daun




                                                                                                                                                                        10
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



         Berdasarkan tabel di atas pada periode pengamatan bulan Maret dari enam

   Kabupaten di Sulawesi Selatan hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes
   pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang.Pada Periode pengamatan bulan Mei yaitu
   di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali
   dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu
   Hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium),
   Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit
   tanaman terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium
   mori), Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor).
   Pada periode pengamatan Agustus di lokasi yang sama dengan pengamatan pada
   periode Maret yaitu enam kabupaten di Sulawesi Selatan, ternyata hama dan
   penyakit tanaman murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan
   hama pucuk G. pulverulentalis namun juga kutu batang (Pseudaulacapsis
   pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun
   (Aecidium mori).



A. Hama Tanaman Murbei

1. Hama Pucuk (Glyphodes pulverulentalis)

            Hama pucuk       G. pulverulentalis termasuk Famili Pyralidae, Ordo
      Lepidoptera. Siklus hidupnya sekitar 28-40 hari. Jumlah telur yang diletakkan
      di bawah permukaan daun rata-rata 51,4 butir dengan persen penetasan 93,5.
      Gejala kerusakanyang khas pada tanaman akibat serangan larva ini adalah
      menggulungnya daun pada bagian pucuk tanaman sehingga menyebabkan
      matinya tunas atau titik tumbuh. Daun pada pucuk bukan saja di jalin antara
      daun satu dengan lainnya membentu suatu gulungan, tetapi larva juga
      memakan daun tersebut, kemudian tinggal dan berkembang di dalam
      gulungan-gulungan daun tersebut. Hal ini sangat merugikan karena tunas-
      tunas daun merupakan pakan utama ulat sutera (Bombyx mori) instar I, II,
      dan III (Purwaningrum. 2009). Menurut Octaviany (2012) berdasarkan uji
      preferensi terhadap pakan, hama ini secara kuantitatif lebih banyak
      mengkonsumsi jenis tanaman Murbei multicaulis               karena daun tersebut
      teksturnya tidak keras dan banyak mengandung air. Hama pucuk dapat
      dikendalikan secara mekanis yaitu dengan memangkas cabang-cabang yang
      terserang hama dan cabang tersebut dieradikasi melalui pembakaran serta
      dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat.




                                                                                     11
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



        Jika serangan hama sudah hampir melebihi ambang ekonomi maka dapat
      dilakukan pengendalian menggunakan pestisida dengan residual toksisitas
      singkat.




  Gambar 1. Serangan hama ulat pucuk (G. pulverulentalis) pada tanaman murbei.



2. Kutu Kebul (Trialeurodes vaporarium)

         Kutu kebul adalah serangga yang termasuk dalam Famili Aleyrodidae, Ordo
    Hempitera (Martin, 1987 dalam Andadari, 2009). Menurut Yuliani (2002) dalam
    Andadari (2009) terdapat empat spesies kutu kebul yakni Aleurodicus destructor,
    Bemisia tabaci, Dialeurodes spp, dan T. vaporariorium. Menurut Andadari (2009)
    kutu kebul yang menyerang tanaman murbei adalah spesies T.vaporariorium.
    Gejala serangan yang ditimbulkan pada tanaman yang terserang adalah berupa
    bercak nekrotik kecil yang terjadi karena luka akibat tusukan stilet. Hal ini akibat
    imago dan nimfa merusak sel dan jaringan daun dalam upayanya mengisap
    cairan tanaman dan jaringan floem. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan
    tanaman akan terhambat. Eksresi kutu kebul yang berbentuk embun madu yang
    melekat pada permukaan atas daun merangsang tumbuhnya embun jelaga
    berwarna hitam, sehingga daun menjadi hita dan menghambat proses
    pernafasan asimilasi. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan
    terhambat (Pracaya, 2002 dalam Andadari,2009).




                                                                                     12
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera      2012



    Kutu kebul pertama kali ditemukan di Indonesia saat menyerang tanaman
    tembakau di Bojonegoro dan mengakibatkan kerusakan sebesar 30%. Hama ini
    termasuk polyfag (memiliki beberapa jenis tanaman inang). Kebanyakan
    tanaman inang kutu kebul termasuk ke dalam Famili Compositae, Cucurbitae,
    Crusiferae,   dan    Solanaceae.      Beberapa    jenis   gulma    seperti   Ageratum
    (Babadotan), Synedrella, dan Stachytarpheta juga merupakan inang dari kutu
    kebul yang bisa menjadi reservoir penyakit virus di lahan pertanaman.

    Di Sumatera dan Jawa, kutu kebul menularkan penyakit mosaik dan krupuk (Leaf
    curl) dari gulma dan tumbuhan liar lainnya ke tanaman tembakau sehingga
    menimbulkan        kerugian    yang     cukup     besar    (Kalshoven,1981      dalam
    Andadari,2009).

    Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2012) pengendalian kutu kebul
    dapat dilakukan dengan cara :

    a. Kultur teknis

    Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari
       sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;

    Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan

       famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti
       mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan,
       serentak dan seluas mungkin;

    Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar
       babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;

    Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes
       untuk mengurangi risiko serangan;




                                                                                        13
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera        2012



    b. Pengendalian fisik / mekanis

       Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);

       Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat
        populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;

       Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.

    c. Pengendalian hayati

       Kumbang      predator    Menochilus    sexmaculatus      (Coccinelidae),    mampu
        memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24
        hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;

       Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu
        menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;

       Cara pelepasan E. formosa : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu,
        dilakukan selama 8 - 10 minggu;

       Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan
        parasitoid dan predator secara berkala;

    d. Pengendalian kimiawi

       Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan
        insektisida yang efektif, antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%),
        Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan
        Orthene 75 SP (asefat 75%);

       Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari
        penggunaan      pestisida   secara    berlebihan,   karena    dapat   mendorong
        meningkatnya populasi kutu kebul;

       Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau
        rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.

       Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif
        para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di
        pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila
        dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam
        skala yang sempit.




                                                                                          14
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



    Menurut Andadari (2009) hama kutu kebul dapat dikendalikan dengan
    menggunakan predator dari Ordo Coleoptera Famili Coccinellidae yaitu
    Serangium spp. dan Micrapis sp. dan parasitoid dari Ordo Hymenoptera Famili
    Ceraphronidae, Scelionidae, Eulophidae dan Eucoilidae.




      Gambar 2. Serangan kutu kebul (T. vaporariorium) pada tanaman murbei




                                                                                     15
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera     2012




            Gambar 3. Stadia nimfa kutu kebul yang terinfestasi cendawan

3. Kutu putih (Maconellicoccus hirsutusdan Paracoccus marginatus)

         Kutu        putih    Maconellicoccus       hirsutus          dan     Paracoccus
   marginatustermasukdalam          Famili      Pseudococcidae       Ordo     Hemiptera.
   Maconellicoccus hirsutus biasanya disebut pink mealybug karena tubuh induk
   betina berwarna merah muda dengan lapisan lilin berwarna putih dan tidak
   bersayap. Jantan memiliki sepasang sayap dan dua ekor lapisan lilin yang
   panjang, sehingga imago jantan dapat terbang (USDA,1997).Ukuran imago betina
   2.5-4 mm, tubuhnya lembek dan bentuknya oval memanjang dan agak pipih.
   Imago    betina     mampu    menghasilkan      telur   sekitar   150-600   butir    telur
   (OEPP/EPPO,2005).

   Sedangkan secara morfologi imago betina P. marginatus                berwarna kuning
   dengan lapisan lilin berwarna putih pada permukaan tubuhnya dan berukuran
   panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm.




                                                                                         16
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




   Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah filamen
   pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang tubuhnya, tidak
   memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap atau terbawa oleh tiupan
   angin. Imago betina meletakkan telur sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller
   & Miller, 2002 dalam Sifa, 2011). Imago betina memikat imago jantan dengan
   feromon seks. Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus
   dari spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada bagian
   dorsal yang hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya pori-pori pada
   tibia belakang (Walker et al., 2003 dalam Sifa, 2011).

   Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat terbang untuk
   perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya pada saat
   masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil dan lebih
   ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0 mm, bentuk tubuh
   oval memanjang dengan bagian terlebar pada bagian toraks 0.3 mm. Imago
   jantan memiliki antena dengan 10 ruas, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori
   lateral, toraks dan kepala mengeras, dan sayap berkembang dengan baik (Miller
   & Miller, 2002 dalam Sifa, 2011).

   Gejala yang ditimbulkan tergantung kerentanan tanaman. Jika hama ini
   menyerang titik tumbuh (tunas) menyebabkan pertumbuhan terhambat dan
   membengkak. Selain itu daun yang terserang akan menggulung dan pada
   serangan tinggi daun dapat gugur dan kemudian menyebabkan kematian pada
   tanaman.(OEPP/EPPO,2005)

   Hama ini menghisap cairan tanaman dan menyuntikkan air liur yang beracun.
   Hama ini dapat menyebar alami oleh angin,burung, dan hewan liar lainnya, atau
   oleh                                                                       manusia.
   Hama ini pernah menyebabkan kerugian ekonomi melebihi $ 3,5 juta per tahundi
   Grenada dan $ 125 juta per tahun di Trinidaddan Tobago(USDA,1997).




                                                                                     17
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera    2012



   Inang kedua hama ini cukup banyak, untuk hama P. marginatus dilaporkan
   menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti Apocynaceae,
   Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae,
   Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al.
   2009 dalam Sifa, 2011).Sedangkan menurut Osborne et.al (2009) inang dari
   hama ini terdiri dari buah-buahan seperti pepaya, sirsak, cherry, magga, alpukat,
   jeruk,              anggur,              dsb;              sayur-sayuran               .
   Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

    a. Menggunakan ekstrak daun Tephrosia vogeliidan biji Anonna squamosa
        masing-masing pada konsentrasi 1% cukup potensial digunakan untuk
        mengendalikan hama kutu putih pepaya P. marginatus.

    b. Cryptolaemus montrouzieri(Coccinelidae) digunakan sebagai predator M.
        hirsutus di India(Karnataka) (Mani & Krishnamoorthy, 2001 dalam
        OEPP/EPPO,2005).

    c. Scymnus coccivora Ramakrishna Ayyar (Coleoptera: Coccinellidae) dari
        Indiajuga dapat mengendalikanM. hirsutus.



4. Kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona)

            Pseudaulacaspispentagona(Hemiptera:           Diaspididae)adalah          salah
   satuspesiesserangga polifagdi dunia, inang hama ini tercatat darilebih dari
   100generatanaman, termasuktanamanpertanian dantanaman hias. Imago betina
   berbentuk cembung, melingkar hampir lonjong, putih pucat dengan sub-sentral
   kuning, ukurannya 2.0 -2.5 mm. Sering tersamarkan di bawah lapisan kulit pada
   batang murbei atau di bawah jaringan epidermis buah kiwi. Lapisan luar pada
   imago jantan lebih kecil, putih, memanjang, seringkali bergerigi dengan titik
   kuning pada bagian ujung, ukurannya 1,0-1,5 mm. Gejala serangan hama ini
   pada tanaman inang yaitu daun jarang dan kuning, buah berkurang dan rontok,
   jika serangan tinggi tanaman dapat mati kering (Malumphy et al, 2009).

   Siklus hidup serangga ini pada musim panas sekitar 36-40 hari, sedangkan pada
   musim dingin sekitar 80-90 hari. Imago betina ditutupi oleh sisik bulat kasar
   sekitar 2-2,5 mm. Telur diletakkan 2 minggu setelah proses kawin berjumlah 100
   butir. Lama stadia telur lebih dari 8-9 hari . Telur pertama yang diletakkan akan
   menjadi betina, sisanya jantan (Tsatsia, 2009).




                                                                                        18
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



   Menurut Tsatsia (2009) hama ini dapat dikendalikan dengan beberapa cara :

    a. Menggunakan musuh alami dari spesies kumbang kubah (Famili :
        Coccinellidae) dan lacewings (Famili : Chrysopidae).
    b. Pengendalian teknis melalui pemangkasan batang yang terserang dan
        dibakar.




            Gambar 4. Imago kutu batang jantan (Malumphy et al, 2009)




            Gambar 5. Imago kutu batang betina (Malumphy et al, 2009)




                                                                                     19
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



5. Penggerek batang (Epepeotes plorator)

         Hama ini merusak tanaman murbei dengan cara memakan kulit kayu dan
   menggerek bagian dalam kayu tanaman.Serangga ini termasuk ordo Coleoptera
   dan mengalami metamorfosa sempurna yakni dari telur – larva – pupa dan
   imago (kumbang). Telur berwarna putih kekuning-kuningan, bentuknya lonjong
   panjang kira-kira 3,5 mm dan lebarnya 1,8 mm. Selama pertumbuhannya, larva
   mengalami beberapa kali pergantian kulit. Larva yang telah tumbuh sempurna,
   panjangnya kira-kira 2 – 3 cm.Hidup di dalam batang yang telah digereknya
   sampai menjadi pupa, dapat pindah dari batang satu ke batang yang lain.
   Kadangkala larva mengeluarkan kotoran beserta kulit kayu pada tempat tersebut.
   Umur larva berlangsung selama 1 – 6 bulan.Pupa biasanya berada dalam batang
   tanaman. Umur pupa berlangsung selama ± 10 hari. Warna pupa coklat dengan
   bentuk bulat panjang.

   Imago akan menjadi kumbang berwarna coklat dengan pasangan bintik-bintik
   hitam pada kepala, punggung dan bagian atas sayap. Antenanya ramping dan
   lebih panjang dari badan. Ukuran badan betina lebih besar dari jantan ± 20 mm.
   Kumbang betina meletakkan telur pada pembuluh batang dengan kedalaman ±
   10 mm dengan cara menusukkan/menggigit permukaan batang dan selanjutnya
   telur dapat diletakkan satu per satu. Seekor kumbang betina dapat bertelur
   hingga ± 100 butir.

   Gejala serangan pada tanaman : Larva yang baru menetas memakan bagian kulit
   kayu pada tempat dimana telur diletakkan. Setelah tumbuh dewasa, secara
   berangsur-angsur memakan lapisan kayu dan arah merusaknya ke bawah dari
   batang yang digerek. Akibat penggerekan hama batang berlubang dan disekitar
   lubang terdapat banyak serbuk batang dan berkas-bekas kotoran.

   Arah gerekan ke bawah dan kondisi batang yang terserang menjadi lemah dan
   patah.Pengendalian hama ini secara mekanis yaitu kumbang ditangkap dan
   dimusnahkan, bagian tanaman yang terserang dipotong sampai batas yang
   terserang. Bila serangannya berat dan dalam areal yang luas maka dilakukan
   pangkasan rendah (Balai Persuteraan Alam, 2011).




                                                                                     20
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                      Gambar 6. Larva penggerek batang murbei




                                                                                     21
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera        2012



B. Penyakit Tanaman Murbei

1. Embun tepung (Phyllactinia moricola)

            Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun, dimulai dengan munculnya
      bintik-bintik putih atau abu keputih-putihan pada bagian bawah daun yang
      kemudian menyebar keseluruh bagian daun. Daun kelihatannya seperti tepung
      putih. Bintik-bintik tersebut juga akan mengalami perubahan warna menjadi
      coklat dan akhirnya hitam. Bagian daun yang terletak pada susunan bagian
      bawah terserang berat dibanding dengan susunan bagian atasnya.Cendawan
      ini menginfeksi daun yang telah tua (daun mengeras). Serangan terjadi pada
      musim kemarau dan penghujan dengan intensitas serangan tertinggi pada
      musim kemarau. Spora penyakit dapat diterbangkan oleh angin, sehingga
      mudah menginfeksi tanaman lain. Akibat serangan penyakit tepung akan
      menyebabkan nilai gizi daun menurun, daun cepat mengeras dan akhirnya
      gugur. Cara pengendalian dapat dilakukan melalui :

      a. Pengelolaan kebun yang baik meliputi : pemangkasan dan pendangiran
         yang teratur, pemupukan dengan dosis yang tepat, dan penanaman dengan
         jarak tanam yang teratur (lebih lebar dari 1 m x 0,5 m)
      b. Cara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida, beberapa jenis
         fungisida yang dapat digunakan antara lain :
                Bahan kimia Thipan (nama dagang Topsin-M, formulasi tepung),
                dengan konsentrasi 2 kg dalam 1500 lt air / Ha.
                Bahan kimia Benomyl (nama dagang Benlate, formulasi tepung),
                dengan konsentrasi 0,5 gram Benlate/1 liter air dan dosis yang
                dipakai 1.000 – 2.000 liter larutan/Ha.
                Bahan kimia Acricidae (nama dagang Acricidae 50 %, formulasi cair),
                dengan konsentrasi 3 liter dalam 3000 lt air / Ha.

       Waktu penyemprotan          : dilakukan pada saat adanya tanda-tanda gejala
       serangan,      penyemprotan        dilakukan     pada     saat     kurang      angin
       Cara penyemprotan          : disemprotkan pada bagian bawah daun, dilakukan
       serentak pada satuan areal tertentu, penyemprotan dilakukan 2 – 3 kali
       dengan interval waktu 10 hari.




                                                                                          22
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



2. Karat daun (Aecidium mori)

         Aecidium mori adalah jenis cendawan dari Ordo Pucciniales, yang hanya
    ditemukan pada jenis murbei. Pada taun 1890, seorang ahli cendawan Arthur
    Barclay mengidentifikasi bahwa jenis cendawan ini sama dengan Caeoma mori
    dan kemudia mengganti namanya menjadi Aecidium mori.Cendawan ini
    merusak pucuk, daun dan cabang.Gejala seranganpada bagian yang terserang
    akan berubah bentuk menjadi tebal/membengkak dengan perubahan warna
    menjadi kuning terang hingga kuning oranye.

    Penyakit ini muncul pada daerah-daerah yang temperaturnya rendah dan
    kelembabannya tinggi. Akibat serangan cendawan ini kuantitas dan kualitas daun
    akan menurun sehingga akan mengurangi produksi daun (Balai Persuteraan
    Alam 2011) .Pengendalian terhadap penyakit ini yaitu :

    a. Bagian-bagian yang terserang hendaknya dipetik dan dibuang.
    b. Menjaga kondisi kebun agar selalu baik.
    c. Jarak tanam diperlebar
    d. Menciptakan sirkulasi udara yang baik




                                                                                     23
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                  Gambar 7. Serangan karat daun pada daun murbei.




                      Gambar 8. Mikroskopis spora Aeciduim mori




                                                                                     24
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera       2012



3. Bercak daun (Septogleum mori)

         Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun dengan gejala bercak berwarna
   coklat gelap dan kemudian berubah menjadi coklat hitam. Waktu serangan
   pada musim kemarau. Akibat serangan daun menjadi kasar, kering dan akhirnya
   gugur.
   Penyakit ini dapat dikendalikan dengan cara :

    a. Cara Mekanis :
               Pengelolaan kebun murbei yang baik.
               Gulma dan rumput dibersihkan.
               Menghindari tanaman terlindung dan kelembaban tinggi
               Membatasi penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan.
    b. Cara Kimiawi
                Pemberantasan       penyakit    secara      kimiawi   dilakukan    dengan
                penyemprotan      fungisida.    Fungisida     yang    dapat   dipakai     :
                Bahan kimia Maneb (nama dagang Trineb, formulasi tepung), 2 Kg
                dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Mancozeb (nama dagang
                Dithane), 3 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Benomyl (nama
                dagang Benlate), 250 gram dalam 500 liter air/Ha



4. Rontok daun (Upasia salmonicolor)

         Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Upasia salmonicolor. Gejala
   dapat terlihat pada batang, cabang, dan ranting yang dilapisi oleh benang-
   benang mengkilat seperti sarang laba-laba (stadium membenang). Cendawan
   berkembang terus, masuk ke dalam kulit dan menyebabkan kulit membusuk.
   Daun-daun menjadi gugur, ranting dan cabang yang terserang dapat mengalami
   kematian, terdapat bintil-bintil spora (stadium membintil). Pada stadium lanjut
   warna merah jambu berubah menjadi abu-abu dan lapisan miselium membentuk
   bercak-bercak tak beraturan atau seperti kerak (stadium nekator).




                                                                                         25
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



   Cendawan akan berkembang bila kelembaban dan cahaya yang mengenai bagian
   tanaman, kurang. Inang lain dari cendawan ini adalah karet, kakao, kopi, teh dan
   cengkeh.Morfologi pertumbuhan patogen pada tanaman mengalami 4 stadia
   yakni stadium membenang, stadium membintil, stadium kortisium dan stadium
   nekator. Stadium membenang merupakan perkembangan awal patogen. Patogen
   masuk secara mekanis. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi
   bersama-sama dengan tanah atau bahan                 organik yang terangkut oleh
   air(Direktorat Perlindungan Hortikultura 2012).

   Pengendalian dapat dilakukan dengan :

   a.   Memangkas bagian tanaman yang tidak produktif untuk mengurangi
        kelembaban.
   b.   Memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan.




                                                                                     26
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




II. PENGAMATAN PENYAKIT ULAT SUTERA
Tabel 2. Data penyakit ulat sutera.
                                                                                                 Jumlah ulat yang terserang penyakit (ekor)
No       Provinsi        Kabupaten         Kecamatan                        Maret                                    Mei                                     Agustus
                                                           Bakteri    Cendawan   Pebrine   Virus   Bakteri Cendawan       Pebrine    Virus    Bakteri   Cendawan Pebrine   Virus
 1    Sulawesi        Wajo               Sabbangparu
      Selatan         Sinjai             Sinjai Barat                                       8                                                              32
                      Enrekang           Alla                             9           7     38                                                             21       1       61
                      Soppeng            Donri-Donri                      18                47                                                             15               3
                      Tana Toraja        Makendek            13           2           5     38                                                  20         36       2       23
                      Luwu Timur         Towoti                                             6
 2    Jawa Barat      Bogor              Ciapus                                                                                       10
                      Bandung            Pangalengan
                                         Cimenyan
                      Cianjur            Pacet                                                                   5
                                         Cugenang
 3    Jawa            Wonosobo           Wonosobo
      Tengah                             Kaliwiro
                      Pati               Rogowungu                                                               30                   12
 4    Jawa Timur      Blitar             Ngelgok                                                      3
 5    Sulawesi        Polman             Balanipa                                                     6          11                   12
      Barat                              Limboro                                                                            11
                                         Campalagian                                                                        6
 6    Bali            Baddung            Payangan
                                         Sameraryo
 7  NTT               TTS                Kota Soe                                                                                     12
TOTAL                                                        13           29          12   137        9         46          17        46        20        104       3       87

                                                                                                                                                                     27
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



         Data pada tabel 2 merupakan hasil pengujian di laboratorium Hama dan
   Penyakit terhadap sampel ulat milik petani. Sampel ulat dan debu dikumpulkan dari
   beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dan juga daerah lain di luar propinsi
   Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel di atas tidak terdapat serangan penyakit ulat
   sutera di Kabupaten Wajo pada bulan Maret dan Agustus. Penyakit yang paling
   banyak menyerang ulat sutera di Kabupaten Sinjai selama bulan Maret adalah Virus
   dan pada bulan Agustus ulat terserang Cendawan.

         Sebaran penyakit ulat sutera di Kabupaten Enrekang lebih bervariasi yaitu
    adanya penyakit ulat yang ditimbulkan oleh Cendawan, Pebrine dan Virus baik pada
    bulan Maret dan Agustus. Namun dari ketiga penyakit tersebut, kematian ulat
    sutera oleh patogen Virus lebih dominan dibandingkan dua patogen lainnya.

         Ulat sutera di Kabupaten Soppeng pada bulan Maret lebih banyak diserang
    oleh patogen Virus dengan jumlah 47 ekor dan terjadi penurunan yang signifikan
    pada bulan Agustus menjadi 3 ekor. Ulat yang dipelihara di Kabupaten Tana Toraja
    terserang oleh 4 (empat) patogen utama ulat sutera yaitu Bakteri, Cendawan,
    Pebrine, dan Virus. Serangan Cendawan cukup tinggi pada bulan Agustus yaitu
    pada 36 ekor sampel ulat. Sedangkan di Luwu Timur, serangan patogen virus
    hanya terjadi pada bulan Maret terhadap 6 ekor sampel ulat sutera.




                                                                                     28
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera    2012



         Sampel ulat yang diperoleh dari Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan
   bahwa ulat yang dipelihara lebih dominan terserang patogen Cendawan dan Virus.

   Serangan penyakit Pebrine di Sulawesi BaratKecamatan Limboro dan Campalagian
   menunjukkan angka yang cukup tinggi sepanjang tahun 2012. Ulat stadia V yang
   terserang penyakit Pebrine diduga mendapakan infeksi spora Nosema bombycis dari
   lingkungan yang kurang steril.

         Secara keseluruhan selama tahun 2012 dari total sampel yang diperiksa,
   penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani
   adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV)
   sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang
   disebabkan oleh patogen Nosema bombycis.

         Virus yang paling banyak menyerang ulat sutera adalah Nuclear Polyhedrosis
   Virus (NPV) dan Cytoplasmic Polyhedron Virus (CPV). CPV (Cytoplasmic Polihedrosis
   Virus) merupakan virus dari family Reoviridae sedangkan NPV (Nuclear Polyhedrosis
   Virus) berasal dari family Baculovirus. Meskipun berasal dari family yang berbeda,
   namun kedua virus ini sama-sama menyerang serangga khususnya dari Ordo
   Lepidoptera.     CPVmemilikigenomRNAdanbereplikasi            dalamsitoplasmasel   yang
   terinfeksisedangkanNPVmemilikigenomDNAdanbereplikasi dalaminti sel. Gejala yang
   ditimbulkan oleh kedua patogen ini pun berbeda.



1. NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)

         Penyakit NPV disebabkan oleh patogen Borcelina virus yang menyerang sel-sel
   kulit luar (epidermis) lemak, kelenjar sutera dan sel darah dan selanjutnya termasuk
   menyerang inti sel. Dimana gejala serangan yang disebabkan oleh NPV yaitu :

        Nafsu makan ulat lebih besar.

        Kulit ulat akan membengkak.

        Ulat akan bergerak mengelilingi tempat pemeliharaan.

        Kulit ulat mudah terluka dan apabila dibelah akan keluar cairan kuning seperti
        nanah.




                                                                                         29
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera    2012



        Ulat akan membentuk kokon yang lembek dan kemudian mati.

        Ulat yang mati menjadi lembek dan hitam.

   Pengendalian yang dapat dilakukan sebemul dan selama masa pemeliharaan ulat
   yaitu :

   a. Sebelum       pemeliharaan    ulat,   dilaksanakan desinfeksi      ruangan   dan   alat
       pemeliharaan dengan menggunakan kaporit sebagai bahan desinfeksi. Kaporit
       tersebut dilarutkan 200 kali (5 gram kaporit per liter air), disemprotkan sampai
       basah dan merata pada ruangan dan alat, dengan volume 1-2 liter pem m2,
       desinfeksi ruangan dan alat dilaksanakan 2-3 hari sebelum pemeliharaan
       dimulai.

   b. Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan hal-hal berikut :

            Pemberian makan dengan daun murbei yang berkualitas baik sesuai dengan
             perkembangan ulat. Hindari pemberian daun yang kekuning-kuningan.
            Mencuci tangan sebelum member makan pada ulat.
            Menjaga kondisi tempat pemeliharaan yang optimum, temperature dan
             kelembaban disesuaikan dengan pertumbuhan ulat serta aerasi yang cukup.
            Temperatur yang optimum untuk ulat instar IV adalah 25oC dan 24oC untuk
             ulat instar V.
            Hindari keadaan temperature yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
            Ulat yang sakit harus dipisahkan/dicelupkan ke dalam larutan kaporit 200
             kali yang telah disiapkan dengan menggunakan alat jepit / pinset




                                                                                          30
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                     Gambar 9. Gejala serangan NPV pada ulat sutera




                            Gambar 10. NPV secara mikroskopis




                                                                                     31
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



2. CPV (Cytoplasmic Polihedrosis Virus)

         Penyebab penyakit ini adalah patogen Smithia virus yang menyerang
   cytoplasma pada sel sekunder pencernaan. Gejala yang ditimbulkan patogen ini
   yaitu :

        Larva yang sakit akan kehilangan napsu makan.

        Perkembangan ulat lamban.

        Kotoran ulat yang terserang penyakit, berwarna keputih-putihan dan
        basah/lembek.

        Bila usus dibelah, berwarna putih, sedangkan usus yang sehat berwarna hijau.

   Pengendaliannya tidak jauh berbeda seperti terhadap penyakit NPV




                    Gambar 11. Gejala serangan CPV pada ulat sutera




                                                                                     32
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                            Gambar 12. CPV secara mikroskopis

3. Cendawan (Aspergillus sp.)

         Gejala serangan cendawan yaitu : larva yang terserang menjadi kaku (sulit
   bergerak), larva yang terserang akan mati, yang sebelumnya menjadi lembek dan
   mengeluarkan cairan pencernaan, pada permukaan kulit ulat mati akan tumbuh
   cendawan. Penyakit ini dapat dikendalikan melalui beberapa cara, yaitu :

         Membersihkan alat-alat pengokonan dan menjemurnya.

         Ruangan dan alat-alat pemeliharaan didesinfeksi dengan kaporit dan ditaburi
         kapur.

         Desinfeksi tubuh ulat.

         Menjaga kondisi ruangan pemeliharaan dengan pertukaran udara yang baik.

         Pemberian daun yang kering dan segar.




                                                                                     33
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




              Gambar 13. Ulat sutera yang terserang cendawan Aspergillus sp.

4.Muscardine

         Penyebab penyakit ini adalah jamur Beauveria bassiana, Spicariaprasina dan
   Isaria farinosa. Cendawan ini hidup parasit pada berbagai serangga dan masuk ke
   ruangan pemeliharaan. Penyakit ini masuk ke tubuh larva melalui kulit kemudian
   berkembang dan menyebabkan matinya larva.

   Gejala :

       Nafsu makan ulat berkurang dan tidak aktif

       Terdapat bintik-bintik hitam agak besar pada kulit terutama pada bagian sisi
       perut badan.

       Sebelum ganti kulit, badan kulit berkilau, tidak dapat ganti kulit dan akhirnya
       mati mengeras.

       Pada permukaan badan ulat yang mati, tumbuh cendawan dan berkembang
       terus yang semula berwarna putih kemudian berubah sesuai dengan jenis
       Muscardine yang menyerang.

   Pengendaliannya sama seperti pada penyakit Aspergillus spp.




                                                                                     34
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




              Gambar 14. Ulat sutera yang terserang cendawan Muscardine



5. Pebrine (Nosemabombycis)

         Nosema bombycis merupakan patogen yang menyebabkan kematian pada
   stadia larva dan pupa. Jika patogen ini terdapat pada induk ulat (ngengat) sutera
   maka telur yang dihasilkan akan mengandung penyakit pebrine dan akan
   menyebabkan kematian pada stadia larva instar III.
   Gejala :
   Stadia Larva :
        Nafsu makan berkurang dan pertumbuhan tidak seragam.
        Larva berputar-putar tanpa membuat kokon.
        Warna larva kusam dan terdapat bintik-bintik coklat kehitaman pada permukaan
        tubuh larva.
        Proses ekdisis (ganti kulit) terlambat dan tubuh mengkerut.

    Stadia Pupa:

        Bagian abdomen membengkak dan lembek.
        Warna pupa hitam dan gerakannya lambat, di bagian samping tempat bakal
        sayap Nampak bintik-bintik hitam.




                                                                                     35
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



    Stadia Ngengat:

        Keluarnya ngengat dari kokon terlambat.
        Sayap ngengat tidak lengkap.
        Ngengat berwarna coklat kusam.
        Kemampuan bertelur rendah.
        Sisik mudah rontok.

    Stadia Telur:

        Bentuk telur tidak seragam.
        Daya rekat untuk menempel pada kertas telur lemah.
        Telur menetas tidak serentak.
        Telur bertumpuk satu dengan yang lainnya.
        Serangan berat menyebabkan ulat tidak menetas.
   Pengendalian :
   a.   Menjaga kebersihan ruang pemeliharaan.
   b.   Daun murbei yang diberikan sebaiknya dibersihkan dari debu.
   c.   Induk yang digunakan sebaiknya yang sehat dan bebas pebrine.
   d.   Jika terdapat larva yang terkena Pebrine segera dimusnahkan agar ulat sehat
        tidak tertular.




                                                                                     36
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                Gambar 15. Gambar mikroskopis spora Nosema bombycis.




      Gambar 16. Gambar ulat sutera yang terserang patogen Nosema bombycis.




                                                                                     37
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




         Gambar 17. Gambar ngengat sutera yang terserang Nosema bombycis.




                                                                                     38
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera        2012



III. HASIL UJI DEBU RUANGAN DAN KOTORAN ULAT

Tabel 3. Data pengujian debu dan kotoran ulat sutera selama tahun 2012.

                                                                  Uji Debu (Sampel)
No           Provinsi     Kabupaten      Kecamatan        Maret           Mei       Agustus
                                                         +      -       +      -    +     -
      Sulawesi
 1
      Selatan            Tana Toraja    M Akendek        2       6                        1     4
                         Enrekang       Alla             16     55                        1    78
                                        Baraka           1      13
                         Sinjai         Sinjai Barat     0      10                        0     3
                         Soppeng        Donri-Donri      32     22                        2    20
                         Luwu Timur     Towoti           0       3                        0     4
                         Wajo           Sabbangparu      13     12                        3    32
 2    Jawa Barat         Bogor          Ciapus                          0     1
                         Bandung        Pangalengan                     0     10
                         Cianjur        Pacet                           0     1
                                        Cugenang                        -      -
 3    Jawa Tengah        Wonosobo       Wonosobo                        0     3
                                        Kaliwiro                        0     3
                         Pati           Rogowungu                       0     2
 4    Jawa Timur         Blitar         Ngelgok                         0     1
 5    Sulawesi Barat     Polman         Balanipa                        0     6
                                        Limboro                         2     0
                                        Campalagian                     1     0
 6    Bali               Baddung        Payangan                        0     3
                                        Sameraryo                       0     3
 7    NTT                TTS            Kota Soe                        0     3
                        Total                            64    121      3     36      7       141


Berdasarkan data dari tabel 3, hasil uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat
selama bulan Maret menunjukkan bahwa terdapat 64 sampel positif mengandung spora
Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel
yang mengandung spora Nosema bombycis              hanya 7 sampel. Hal ini menunjukkan
penurunan serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis.

Hasil pengujian sampel debu yang dikumpulkan dari luar provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa hanya sampel dari Kecamatan Limboro dan Campalagian Provinsi
Sulawesi Barat yang mengandung spora Nosema bombycis sebanyak 3 sampel. Dari
data tersebut juga diketahui bahwa tidak terdapat kontaminasi spora Nosema bombycis
pada ruang pemeliharaan milik petani.




                                                                                               39
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera          2012



                              KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan

         Hasil kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat
   Sutera tahun 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Periode pengamatan bulan Maret dari enam kabupaten di Prop. Sulawesi
        Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana
        Toraja, dan Kab. Luwu Timur) hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes
        pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang.
    2. Periode pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa
        Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama
        yang    menyerang        tanaman     murbei    yaitu   Hama       pucuk       (Glyphodes
        pulverulentalis),   Kutu     kebul    (Trialeurodes     vaporarium),         Kutu   putih
        (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit tanaman
        terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium mori),
        Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor).
    3. Periode pengamatan bulan Agustus yaitu enam kabupaten di Prop. Sulawesi
        Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana
        Toraja, dan Kab. Luwu Timur) ternyata hama dan penyakit tanaman murbei
        semakin    bervariasi.    Tidak    hanya   terdapat    serangan       hama    pucuk   G.
        pulverulentalis namun terdapat serangan kutu batang (Pseudaulacapsis
        pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun
        (Aecidium mori).
    4. Selama tahun 2012 dari total sampel ulatsebanyak 523 ekor, penyakit yang
        paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani adalah
        Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV)
        sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang
        disebabkan oleh patogen Nosema bombycis.
    5. Uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat             menunjukkan penurunan
        serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis dimana
        pada bulan Maret terdapat 64 sampel positif mengandung spora Nosema
        bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel
        yang mengandung spora Nosema bombycis hanya 7 sampel.




                                                                                              40
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



B. Saran



    Untuk memperoleh hasil yang optilam terhadap perkembangan serangan hama
penyakit pada pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei maka diperlukan
pengamatan secara periodik terhadap semua lokasi pemeliharaan ulat sutera agar
perkembangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera lebih
terpantau.




                                                                                     41
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012



                                   DAFTAR PUSTAKA



Andadari L. 2009. Identifikasi parasitoid dan predator kutu kebul pada tanaman
   murbei (Morus sp.) [tesis]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2012. Kutu kebul (Bemicia tabacci Genn.)
    Jakarta : Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura.
Malumphy C et al. 2009. White peach scale Pseudaulacaspis pentagona. United
    Kingdom : The Food and Environment Research Agency (Fera)
Octaviany A.       2012.   Perkembangan dan preferensi terhadap larvaGlyphodes
    pulverulentalis(hama ulat pucuk) pada lima jenis tanaman murbei pada(Morus
    sp.)[skripsi]. Makassar : Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.
Organisation Européenne et Méditerranéenne pour la Protection des Plante / European
    and Mediterranean Plant Protection Organization (OEPP/EPPO).              2005.
    Maconellicoccus hirsutus Bulletin OEPP/EPPO Bulletin35. Hlm 413–414
Purwaningrum W. 2002. Beberapa aspek biologi ulat pucuk Glyphodes pulverulentalis
    Hampson (Lepidoptera : Pyralidae) pada tanaman murbei (Morus sp.) [skripsi].
    Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sifa A.   2011. Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih pepaya
    Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus
    coeruleus[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tsatsia H et al.______. White peach scale [Extension]. Honiara : Ministry of Agriculture
    and Livestock.
United States Department of Agriculture (USDA).             1997.Animal and Plant Health
    Inspection Service Program Aid No. 1606.




                                                                                      42
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera   2012




                                                                                     43

Contenu connexe

Tendances

Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Tata Naipospos
 
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
Tata Naipospos
 
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Tata Naipospos
 
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
kutarni
 
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
Tata Naipospos
 
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
Tata Naipospos
 
Makalah Pembuatan Biogas
Makalah Pembuatan BiogasMakalah Pembuatan Biogas
Makalah Pembuatan Biogas
Meidina Yellisa
 

Tendances (20)

Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
Sistim Biosekuriti Pembibitan Sapi Potong Dalam Rangka Kompartemen Bebas Peny...
 
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditkesmavet-FAO, Bogor, 19 November 2016
 
Sari buah
Sari buahSari buah
Sari buah
 
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
Pentingnya Biosekuriti dalam Pencegahan Penyakit Hewan di Balai Pembibitan Te...
 
Peranan bakteri
Peranan bakteriPeranan bakteri
Peranan bakteri
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
Varietas kedelai bimtek 2 nov 2017
Varietas kedelai bimtek 2 nov 2017Varietas kedelai bimtek 2 nov 2017
Varietas kedelai bimtek 2 nov 2017
 
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
27705 sni 3141.1-2011-susu-segar-bag.1-sapi
 
manajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternakmanajemen kesehatan ternak
manajemen kesehatan ternak
 
SSOP_Food_Sanitation (1).ppt
SSOP_Food_Sanitation (1).pptSSOP_Food_Sanitation (1).ppt
SSOP_Food_Sanitation (1).ppt
 
Perkawinan domba tepat waktu
Perkawinan domba tepat waktuPerkawinan domba tepat waktu
Perkawinan domba tepat waktu
 
Industri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam rasIndustri pembibitan ayam ras
Industri pembibitan ayam ras
 
4.2. MODUL AJAR AGRIBISNIS TANAMAN.docx
4.2.  MODUL AJAR AGRIBISNIS TANAMAN.docx4.2.  MODUL AJAR AGRIBISNIS TANAMAN.docx
4.2. MODUL AJAR AGRIBISNIS TANAMAN.docx
 
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
Potensi dampak ekonomi apabila terjadi wabah penyakit mulut-dan-kuku di Indon...
 
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
Seminar Antibiotic Awareness Week - Ditjen PHK-FAO, Malang, 16 November 2018
 
Makalah Pembuatan Biogas
Makalah Pembuatan BiogasMakalah Pembuatan Biogas
Makalah Pembuatan Biogas
 
Praktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk BokashiPraktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
Praktikum Pembuatan Pupuk Bokashi
 
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budiLaporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
 
Model rencana-haccp-industri-chicken-nugget
Model rencana-haccp-industri-chicken-nuggetModel rencana-haccp-industri-chicken-nugget
Model rencana-haccp-industri-chicken-nugget
 
Sejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologiSejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologi
 

En vedette

Hama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karetHama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karet
febrianiwijaya7
 
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortelMakalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanamanBuku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
Ir. Zakaria, M.M
 

En vedette (12)

Laporan Penelitian (Kebun Teh Malino Highlands)
Laporan Penelitian (Kebun Teh Malino Highlands)Laporan Penelitian (Kebun Teh Malino Highlands)
Laporan Penelitian (Kebun Teh Malino Highlands)
 
Laporan Praktikum Diagnosis Laboratorium: Penyakit Tanaman
Laporan Praktikum Diagnosis Laboratorium: Penyakit TanamanLaporan Praktikum Diagnosis Laboratorium: Penyakit Tanaman
Laporan Praktikum Diagnosis Laboratorium: Penyakit Tanaman
 
Laporan penelitian kebun teh
Laporan penelitian kebun tehLaporan penelitian kebun teh
Laporan penelitian kebun teh
 
Hama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karetHama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karet
 
Biologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhanBiologi hama dan penyakit tumbuhan
Biologi hama dan penyakit tumbuhan
 
karya tulis ilmiah biologi "perkembangbiakan pada hewan"
karya tulis ilmiah biologi "perkembangbiakan pada hewan"karya tulis ilmiah biologi "perkembangbiakan pada hewan"
karya tulis ilmiah biologi "perkembangbiakan pada hewan"
 
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortelMakalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
 
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanamanBuku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
 
Hasil laporan praktek kerja lapangan
Hasil laporan praktek kerja lapanganHasil laporan praktek kerja lapangan
Hasil laporan praktek kerja lapangan
 
Kunci dan Perangkat Biologi SMP kelas 8
Kunci dan Perangkat Biologi SMP kelas 8Kunci dan Perangkat Biologi SMP kelas 8
Kunci dan Perangkat Biologi SMP kelas 8
 
Kls 8 buku siswa ipa kurikulum 2013
Kls 8 buku siswa ipa kurikulum 2013Kls 8 buku siswa ipa kurikulum 2013
Kls 8 buku siswa ipa kurikulum 2013
 
Insektisida alami
Insektisida alamiInsektisida alami
Insektisida alami
 

Similaire à Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Bab v diagnosis hama tanaman
Bab v  diagnosis hama tanamanBab v  diagnosis hama tanaman
Bab v diagnosis hama tanaman
Kustam Ktm
 
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdfL1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
Mngtad
 
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
xie_yeuw_jack
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
humasditjenppdanpl
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
Operator Warnet Vast Raha
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat new
BPA_ADMIN
 
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotik
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotikBab i va 1 diagnosis penyakit biotik
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotik
Kustam Ktm
 

Similaire à Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012 (20)

Laporan 2
Laporan 2Laporan 2
Laporan 2
 
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Bab v diagnosis hama tanaman
Bab v  diagnosis hama tanamanBab v  diagnosis hama tanaman
Bab v diagnosis hama tanaman
 
Bahan pembekalan PPPK 2024 khusus POPT "KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN...
Bahan pembekalan PPPK 2024 khusus POPT "KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN...Bahan pembekalan PPPK 2024 khusus POPT "KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN...
Bahan pembekalan PPPK 2024 khusus POPT "KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN...
 
1. PPT Diagnosis Penyakit Tanaman (Materi Kuliah).pptx
1. PPT Diagnosis Penyakit Tanaman (Materi Kuliah).pptx1. PPT Diagnosis Penyakit Tanaman (Materi Kuliah).pptx
1. PPT Diagnosis Penyakit Tanaman (Materi Kuliah).pptx
 
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdfL1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
L1_ILMU HAMA-Muhammad Dede Erlangga.pdf
 
Buku diktat diht
Buku diktat dihtBuku diktat diht
Buku diktat diht
 
I1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian optI1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian opt
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
 
Bab 1 3
Bab 1 3Bab 1 3
Bab 1 3
 
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
6 nurjanani-identifikasi-bawang merah
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasi
 
Lap postulatkoch adz
Lap postulatkoch adzLap postulatkoch adz
Lap postulatkoch adz
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat new
 
14bookcabe
14bookcabe14bookcabe
14bookcabe
 
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotik
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotikBab i va 1 diagnosis penyakit biotik
Bab i va 1 diagnosis penyakit biotik
 

Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

  • 1. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 LAPORAN PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN MURBEI DAN ULAT SUTERA TAHUN 2012 DISUSUN SESUAI DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 029 BPA SULAWESI SELATAN TAHUN 2012 1
  • 2. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hal yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon sebagai hasil dari kegiatan budidaya persuteraan alam adalah keberadaan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera. Serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei ataupun pada ulat sutera, akan berpengaruh kepada kegiatan budidaya murbei dan juga akan berdampak pada pemeliharaan ulat sutera. Daun murbei (Morus spp.) merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis Bombyx mori. Ketersediaan daun murbei dalam kualitas dan kuantitas yang memadai menentukan keberhasilan budidaya ulat sutera.Serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei akan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei. Bila hal tersebut dibiarkan berlanjut, maka akan mengganggu ketersediaan daun murbei sebagai pakan bagi ulat sutera. Hal ini lebih jauh akan menghambat kegiatan pemeliharaan ulat sutera, terutama bagi petani sebagai tokoh utama dalam kegiatan pemeliharaan ulat sutera. Untuk menghindari dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan, perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Langkah-langkah ini meliputi pengenalan jenis hama dan penyakit yang merusak tanaman murbei serta usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untuk pencegahannya. Selain hama dan penyakit pada tanaman murbei, hama dan penyakit pada ulat sutera juga perlu dilakukan kegiatan pencegahannya. Hal ini dikarenakan hama dan penyakit pada ulat sutera memiliki dampak yang lebih besar pada keberhasilan budidaya ulat sutera. Serangan hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap perkembangan ulat sutera mulai dari ulat kecil, ulat besar sampai pengokonan. Jenis penyakit yang menyerang ulat sutera antara lain NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus), CPV (Cytoplasmic Polyhedrosis Virus), Aspergillus spp. , Muscardine (Botrytis bassiana) dan Pebrine (Nosema bombycis). 2
  • 3. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Penyebaran penyakit ulat sutera lebih sering ditimbulkan karena lingkungan pemeliharaan ulat sutera yang tidak bersih, kelembaban yang tidak sesuai, aerasi udara yang kurang sesuai dan pakan ulat yang terkena hama ataupun bekas serangan / gigitan hama serta daun yang terinfeksi penyakit. Beberapa hama yang banyak menyerang pada tanaman murbei yaitu hama pucuk, kutu daun, kutu batang dan penggerek batang. Keberadaan hama dan penyakit tersebut muncul pada waktu-waktu tertentu, misalkan pada saat musim hujan, intensitas serangan hama dan penyakit cukup tinggi. Contohnya penyakit yang disebabkan oleh jamur atau cendawan. Selain itu terdapat pula hama yang menyerang pada musim peralihan dari musim hujan ke musim panas atau sebaliknya. Dari uraian di atasmaka perlu dilakukan kegiatan pengamatan hama dan penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat sutera agar dapat dilakukan tindakan preventif terhadap serangan hama dan penyakit tersebut. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui intesitas serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera pada musim-musim tertentu sehingga dapat dilakukan pencegahan agar dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Adapun tujuan dari kegiatan pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat sutera ini adalah untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera secara preventif. C. Sasaran Kebun murbei dan tempat pemeliharaan petani yang melakukan kegiatan secara intens di beberapa wilayah kerja Balai Persuteraan Alam, antara lain : Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur), Prop. Jawa Barat (Kab. Bogor, Kab. Bandung, dan Kab. Cianjur), Prop. Jawa Tengah (Kab. Wonosobo dan Kab. Pati), Prop. Jawa 3
  • 4. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Timur (Kab. Blitar), Prop. Sulawesi Barat (Kab. Polman), Prop. Bali (Kab. Baddung), dan Prop. Nusa Tenggara Timur (Kab. Timor Tengah Selatan). D. Keluaran Keluaran yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah : 1. Terdeteksinya hama dan penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat sutera pada berbagai musim, dan pada setiap pergantian musim, sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sebelum terjadinya peningkatan serangan. 2. Data dan informasi dalam bentuk laporan pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat sutera. E. Dasar Pelaksanaan Dasar Pelaksanaan Kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei pada Tahun 2012 adalah 1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 29 Balai Persuteraan Alam Tahun 2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9 Desember 2011. 2. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Balai Persuteraan Alam Tahun 2012. 4
  • 5. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat 1. Waktu Kegiatan pengamatan ini dilakukan pada musim kemarau (Maret), peralihan (Mei), dan hujan (Agustus dan September). 2. Tempat Kegiatan pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera ini dilaksanakan pada semua tempat pemeliharaan ulat yang disesuaikan dengan ketersediaan dana dan diprioritaskan pada daerah-daerah yang terserang hama dan penyakit sesuai laporan dari daerah. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini adalah ; Alkohol Spritus Media Agar Pewarna Giemsa Wright Solution Aquades Xylene Minyak Imersi 2. Alat Alat yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini adalah : Ice cool box Botol sample Plastik sampel 5
  • 6. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gunting / cutter Timbangan elektrik Botol spirtus Gelas ukur Kapas Gelas piala Labu semprot Pengaduk kaca Pipet Petridish Mikroskop Clin Wrap Aluminium Foil Tissue Masker Kaca Preparat Cover Glass C. Metode Pengamatan Metode pengamatan yang akan dilakukan adalah dengan cara survey di lapangan dan melakukan wawancara langsung dengan petani dengan membawa kuisioner yang telah dipersiapkan, melakukan metode sampling di lapangan dan melakukan pengamatan secara visual keadaan kebun dan tempat pemeliharaan maupun keadaan di sekitar tempat pemeliharaan, serta pengamatan secara mikrokopis di laboratorium. Ada berbagai macam cara untuk mendiagnosa penyakit, secara umum yaitu dengan gejala secara langsung (secara makrokopis). Untuk pemilihan sample yang diambil yaitu diperhatikan dari bentuk dan bagian tanaman tersebut, sehat ataupun tidak sehat. Adapun tahap-tahap dari kegiatan ini adalah : 1. Pengamatan / Pengambilan Sampel di Lapangan Pengamatan / Pengambilan sampel di lokasi dilakukan secara visual. Jika terdapat hama dan penyakit yang biasa menyerang, dapat langsung 6
  • 7. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 dilakukan kegiatan identifikasi dan langsung dicatat. Apabila hama dan penyakit yang menyerang tidak diketahui, sampel dapat diambil untuk diperiksa secara mikroskopis di laboratorium. Adapun sample yang diambil yaitu : a. Sampel tanaman murbei berupa daun atau batang yang terinfeksi penyakit, yang diamati pada tanaman yaitu : ada atau tidaknya klorosis, mosaic, dan nekrosis., apakah bagian tanaman tersebut normal atau tidak seperti daun mengeriting atau antar ruas memendek, apakah ada perubahan warna cabang atau tunas, apaka ada bintik-bintik di daun, tunas, cabang. Daun atau batang yang memperlihatkan gejala tersebut dipetik atau dipotong lalu dimasukkan ke dalam plastik. b. Hama yang ada di kebun. c. Sampel tanah jika tanaman murbei terindikasi penyakit akar. d. Sampel debu diambil dari tempat pemeliharaan ulat, baik itu pada dinding maupun lantai. e. Sampel ulat sutera yang sakit atau mati 2. Pengamatan secara Mikroskopis di Laboratorium Pengamatan secara mikroskopis bertujuan untuk mengidentifikasi hama atau penyakit yang tidak dapt dilihat dengan mata telanjang / kasat mata. Misalnya untuk identifikasi virus, jamur, protozoa dan jasad renik lainnya. Cara pemeriksaan terhadap ulat sutera adalah dengan membelah tubuh ulat dan mengoleskan cairan tubuh di atas kaca preparat yang steril lalu diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x. Namun jika sampel ulat yang diambil diindikasikan terkena penyakit pebrine, maka cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa Staining yaitu sebagai berikut : a. Tubuh larva dibedah kemudian bagian midgut (usus bagian tengah) dan silk gland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan pada gelas preparat. 7
  • 8. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 b. Sampel dikeringkan pada temperatur kamar (25-28oC) selama 30-60 menit. c. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik. d. Teteskan akuades pada preparat, biarkan selama 2 (dua) menit lalu akuades dan wright solution dibuang. e. Cairan Giemsa dioleskan 40 kali (39 ml aquades + 1 ml cairan giemsa) selama 20 menit. f. Gelas preparat dicuci dengan akuades lalu dikeringkan kembali dengan temperature kamar. g. Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x. h. Jika diperlukan , maka preparat dicelupkan ke dalam cairan xylene selama 20 menit dan dikeringkan (pada waktu pengamatan diperlukan immersion oil bila menggunakan perbesaran 100 kali). 3. Cara pemeriksaan tanaman murbei a. Tanaman yang akan dianalisa diambil bagian daun atau batang. b. Daun tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 1x1 cm dan batang dipotong kurang lebih 1-2 cm. c. Letakkan daun atau batang di atas media yang telah dituang ke dalam petridish. d. Petridish ditutup dan direkatkan dengan clin wrap. e. Petridish dibungkus dengan aluminium foil untuk menghindari kontaminasi. f. Diinkubasi pada incubator selama 3-5 hari. g. Setelah 3 hari dilihat apakah telah tumbuh spora, jika belum didiamkan lagi. h. Setelah terbentuk spora lalu dilakukan persiapan untuk analisa di bawah mikroskop. i. Spora diambil dengan ose yang steril. j. Diletakkan di atas kaca preparat lalu diteteskan akuades. k. Ditutup dengan kaca penutup. l. Diamati di bawah mikroskop dan dibandingkan dengan literature. 8
  • 9. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 HASIL I. PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN Selama empat periode pengamatan di beberapa kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan dan di luar Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang menyerang tanaman murbei : Tabel 1. Pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei selama empat periode. Periode (Bulan) No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus September Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit 1 Sulawesi Wajo Sabbangparu - - Selatan Hama Pucuk - Sinjai Sinjai Barat - - Kutu Batang Karat Daun Penggerek Batang Hama Enrekang Alla - Pucuk - - Soppeng Donri-Donri - - - - Tana Toraja Makendek - - Hama Pucuk Karat Daun Luwu Timur Towoti - - 2 Jawa Barat Bogor Ciapus Hama Pucuk - Bandung Pangalengan - Karat Daun Kutu Kebul Cimenyan - - Kutu Kebul Cianjur Pacet Kutu Kebul Karat Daun Hama Pucuk - Penggerek Batang - Cugenang Hama Pucuk Karat Daun - Bercak Daun 9
  • 10. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Periode (Bulan) No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus September Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit 3 Jawa Tengah Wonosobo Wonosobo Kutu Kebul Embun Tepung Hama Pucuk Karat Daun Kaliwiro Kutu Kebul Karat Daun Hama Pucuk Bercak Daun Pati Rogowungu Kutu Kebul Rontok Daun 4 Jawa Timur Blitar Ngelgok Kutu Putih - 5 Sulawesi Barat Polman Balanipa - Limboro Kutu Putih - Hama Pucuk - Campalagian Kutu Putih - 6 Bali Baddung Payangan Kutu Putih - Sameraryo Kutu Putih - Timor Tengah 7 NTT Kota Soe Selatan Rayap Karat Daun 10
  • 11. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Berdasarkan tabel di atas pada periode pengamatan bulan Maret dari enam Kabupaten di Sulawesi Selatan hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang.Pada Periode pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu Hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium), Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit tanaman terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium mori), Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor). Pada periode pengamatan Agustus di lokasi yang sama dengan pengamatan pada periode Maret yaitu enam kabupaten di Sulawesi Selatan, ternyata hama dan penyakit tanaman murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan hama pucuk G. pulverulentalis namun juga kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun (Aecidium mori). A. Hama Tanaman Murbei 1. Hama Pucuk (Glyphodes pulverulentalis) Hama pucuk G. pulverulentalis termasuk Famili Pyralidae, Ordo Lepidoptera. Siklus hidupnya sekitar 28-40 hari. Jumlah telur yang diletakkan di bawah permukaan daun rata-rata 51,4 butir dengan persen penetasan 93,5. Gejala kerusakanyang khas pada tanaman akibat serangan larva ini adalah menggulungnya daun pada bagian pucuk tanaman sehingga menyebabkan matinya tunas atau titik tumbuh. Daun pada pucuk bukan saja di jalin antara daun satu dengan lainnya membentu suatu gulungan, tetapi larva juga memakan daun tersebut, kemudian tinggal dan berkembang di dalam gulungan-gulungan daun tersebut. Hal ini sangat merugikan karena tunas- tunas daun merupakan pakan utama ulat sutera (Bombyx mori) instar I, II, dan III (Purwaningrum. 2009). Menurut Octaviany (2012) berdasarkan uji preferensi terhadap pakan, hama ini secara kuantitatif lebih banyak mengkonsumsi jenis tanaman Murbei multicaulis karena daun tersebut teksturnya tidak keras dan banyak mengandung air. Hama pucuk dapat dikendalikan secara mekanis yaitu dengan memangkas cabang-cabang yang terserang hama dan cabang tersebut dieradikasi melalui pembakaran serta dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat. 11
  • 12. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Jika serangan hama sudah hampir melebihi ambang ekonomi maka dapat dilakukan pengendalian menggunakan pestisida dengan residual toksisitas singkat. Gambar 1. Serangan hama ulat pucuk (G. pulverulentalis) pada tanaman murbei. 2. Kutu Kebul (Trialeurodes vaporarium) Kutu kebul adalah serangga yang termasuk dalam Famili Aleyrodidae, Ordo Hempitera (Martin, 1987 dalam Andadari, 2009). Menurut Yuliani (2002) dalam Andadari (2009) terdapat empat spesies kutu kebul yakni Aleurodicus destructor, Bemisia tabaci, Dialeurodes spp, dan T. vaporariorium. Menurut Andadari (2009) kutu kebul yang menyerang tanaman murbei adalah spesies T.vaporariorium. Gejala serangan yang ditimbulkan pada tanaman yang terserang adalah berupa bercak nekrotik kecil yang terjadi karena luka akibat tusukan stilet. Hal ini akibat imago dan nimfa merusak sel dan jaringan daun dalam upayanya mengisap cairan tanaman dan jaringan floem. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan terhambat. Eksresi kutu kebul yang berbentuk embun madu yang melekat pada permukaan atas daun merangsang tumbuhnya embun jelaga berwarna hitam, sehingga daun menjadi hita dan menghambat proses pernafasan asimilasi. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan terhambat (Pracaya, 2002 dalam Andadari,2009). 12
  • 13. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Kutu kebul pertama kali ditemukan di Indonesia saat menyerang tanaman tembakau di Bojonegoro dan mengakibatkan kerusakan sebesar 30%. Hama ini termasuk polyfag (memiliki beberapa jenis tanaman inang). Kebanyakan tanaman inang kutu kebul termasuk ke dalam Famili Compositae, Cucurbitae, Crusiferae, dan Solanaceae. Beberapa jenis gulma seperti Ageratum (Babadotan), Synedrella, dan Stachytarpheta juga merupakan inang dari kutu kebul yang bisa menjadi reservoir penyakit virus di lahan pertanaman. Di Sumatera dan Jawa, kutu kebul menularkan penyakit mosaik dan krupuk (Leaf curl) dari gulma dan tumbuhan liar lainnya ke tanaman tembakau sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar (Kalshoven,1981 dalam Andadari,2009). Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2012) pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan cara : a. Kultur teknis  Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;  Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;  Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;  Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan; 13
  • 14. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 b. Pengendalian fisik / mekanis  Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);  Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;  Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar. c. Pengendalian hayati  Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;  Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;  Cara pelepasan E. formosa : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;  Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala; d. Pengendalian kimiawi  Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);  Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;  Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.  Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam skala yang sempit. 14
  • 15. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Menurut Andadari (2009) hama kutu kebul dapat dikendalikan dengan menggunakan predator dari Ordo Coleoptera Famili Coccinellidae yaitu Serangium spp. dan Micrapis sp. dan parasitoid dari Ordo Hymenoptera Famili Ceraphronidae, Scelionidae, Eulophidae dan Eucoilidae. Gambar 2. Serangan kutu kebul (T. vaporariorium) pada tanaman murbei 15
  • 16. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 3. Stadia nimfa kutu kebul yang terinfestasi cendawan 3. Kutu putih (Maconellicoccus hirsutusdan Paracoccus marginatus) Kutu putih Maconellicoccus hirsutus dan Paracoccus marginatustermasukdalam Famili Pseudococcidae Ordo Hemiptera. Maconellicoccus hirsutus biasanya disebut pink mealybug karena tubuh induk betina berwarna merah muda dengan lapisan lilin berwarna putih dan tidak bersayap. Jantan memiliki sepasang sayap dan dua ekor lapisan lilin yang panjang, sehingga imago jantan dapat terbang (USDA,1997).Ukuran imago betina 2.5-4 mm, tubuhnya lembek dan bentuknya oval memanjang dan agak pipih. Imago betina mampu menghasilkan telur sekitar 150-600 butir telur (OEPP/EPPO,2005). Sedangkan secara morfologi imago betina P. marginatus berwarna kuning dengan lapisan lilin berwarna putih pada permukaan tubuhnya dan berukuran panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm. 16
  • 17. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah filamen pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang tubuhnya, tidak memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap atau terbawa oleh tiupan angin. Imago betina meletakkan telur sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller & Miller, 2002 dalam Sifa, 2011). Imago betina memikat imago jantan dengan feromon seks. Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus dari spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada bagian dorsal yang hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya pori-pori pada tibia belakang (Walker et al., 2003 dalam Sifa, 2011). Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat terbang untuk perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya pada saat masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil dan lebih ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0 mm, bentuk tubuh oval memanjang dengan bagian terlebar pada bagian toraks 0.3 mm. Imago jantan memiliki antena dengan 10 ruas, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori lateral, toraks dan kepala mengeras, dan sayap berkembang dengan baik (Miller & Miller, 2002 dalam Sifa, 2011). Gejala yang ditimbulkan tergantung kerentanan tanaman. Jika hama ini menyerang titik tumbuh (tunas) menyebabkan pertumbuhan terhambat dan membengkak. Selain itu daun yang terserang akan menggulung dan pada serangan tinggi daun dapat gugur dan kemudian menyebabkan kematian pada tanaman.(OEPP/EPPO,2005) Hama ini menghisap cairan tanaman dan menyuntikkan air liur yang beracun. Hama ini dapat menyebar alami oleh angin,burung, dan hewan liar lainnya, atau oleh manusia. Hama ini pernah menyebabkan kerugian ekonomi melebihi $ 3,5 juta per tahundi Grenada dan $ 125 juta per tahun di Trinidaddan Tobago(USDA,1997). 17
  • 18. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Inang kedua hama ini cukup banyak, untuk hama P. marginatus dilaporkan menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti Apocynaceae, Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009 dalam Sifa, 2011).Sedangkan menurut Osborne et.al (2009) inang dari hama ini terdiri dari buah-buahan seperti pepaya, sirsak, cherry, magga, alpukat, jeruk, anggur, dsb; sayur-sayuran . Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Menggunakan ekstrak daun Tephrosia vogeliidan biji Anonna squamosa masing-masing pada konsentrasi 1% cukup potensial digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih pepaya P. marginatus. b. Cryptolaemus montrouzieri(Coccinelidae) digunakan sebagai predator M. hirsutus di India(Karnataka) (Mani & Krishnamoorthy, 2001 dalam OEPP/EPPO,2005). c. Scymnus coccivora Ramakrishna Ayyar (Coleoptera: Coccinellidae) dari Indiajuga dapat mengendalikanM. hirsutus. 4. Kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona) Pseudaulacaspispentagona(Hemiptera: Diaspididae)adalah salah satuspesiesserangga polifagdi dunia, inang hama ini tercatat darilebih dari 100generatanaman, termasuktanamanpertanian dantanaman hias. Imago betina berbentuk cembung, melingkar hampir lonjong, putih pucat dengan sub-sentral kuning, ukurannya 2.0 -2.5 mm. Sering tersamarkan di bawah lapisan kulit pada batang murbei atau di bawah jaringan epidermis buah kiwi. Lapisan luar pada imago jantan lebih kecil, putih, memanjang, seringkali bergerigi dengan titik kuning pada bagian ujung, ukurannya 1,0-1,5 mm. Gejala serangan hama ini pada tanaman inang yaitu daun jarang dan kuning, buah berkurang dan rontok, jika serangan tinggi tanaman dapat mati kering (Malumphy et al, 2009). Siklus hidup serangga ini pada musim panas sekitar 36-40 hari, sedangkan pada musim dingin sekitar 80-90 hari. Imago betina ditutupi oleh sisik bulat kasar sekitar 2-2,5 mm. Telur diletakkan 2 minggu setelah proses kawin berjumlah 100 butir. Lama stadia telur lebih dari 8-9 hari . Telur pertama yang diletakkan akan menjadi betina, sisanya jantan (Tsatsia, 2009). 18
  • 19. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Menurut Tsatsia (2009) hama ini dapat dikendalikan dengan beberapa cara : a. Menggunakan musuh alami dari spesies kumbang kubah (Famili : Coccinellidae) dan lacewings (Famili : Chrysopidae). b. Pengendalian teknis melalui pemangkasan batang yang terserang dan dibakar. Gambar 4. Imago kutu batang jantan (Malumphy et al, 2009) Gambar 5. Imago kutu batang betina (Malumphy et al, 2009) 19
  • 20. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 5. Penggerek batang (Epepeotes plorator) Hama ini merusak tanaman murbei dengan cara memakan kulit kayu dan menggerek bagian dalam kayu tanaman.Serangga ini termasuk ordo Coleoptera dan mengalami metamorfosa sempurna yakni dari telur – larva – pupa dan imago (kumbang). Telur berwarna putih kekuning-kuningan, bentuknya lonjong panjang kira-kira 3,5 mm dan lebarnya 1,8 mm. Selama pertumbuhannya, larva mengalami beberapa kali pergantian kulit. Larva yang telah tumbuh sempurna, panjangnya kira-kira 2 – 3 cm.Hidup di dalam batang yang telah digereknya sampai menjadi pupa, dapat pindah dari batang satu ke batang yang lain. Kadangkala larva mengeluarkan kotoran beserta kulit kayu pada tempat tersebut. Umur larva berlangsung selama 1 – 6 bulan.Pupa biasanya berada dalam batang tanaman. Umur pupa berlangsung selama ± 10 hari. Warna pupa coklat dengan bentuk bulat panjang. Imago akan menjadi kumbang berwarna coklat dengan pasangan bintik-bintik hitam pada kepala, punggung dan bagian atas sayap. Antenanya ramping dan lebih panjang dari badan. Ukuran badan betina lebih besar dari jantan ± 20 mm. Kumbang betina meletakkan telur pada pembuluh batang dengan kedalaman ± 10 mm dengan cara menusukkan/menggigit permukaan batang dan selanjutnya telur dapat diletakkan satu per satu. Seekor kumbang betina dapat bertelur hingga ± 100 butir. Gejala serangan pada tanaman : Larva yang baru menetas memakan bagian kulit kayu pada tempat dimana telur diletakkan. Setelah tumbuh dewasa, secara berangsur-angsur memakan lapisan kayu dan arah merusaknya ke bawah dari batang yang digerek. Akibat penggerekan hama batang berlubang dan disekitar lubang terdapat banyak serbuk batang dan berkas-bekas kotoran. Arah gerekan ke bawah dan kondisi batang yang terserang menjadi lemah dan patah.Pengendalian hama ini secara mekanis yaitu kumbang ditangkap dan dimusnahkan, bagian tanaman yang terserang dipotong sampai batas yang terserang. Bila serangannya berat dan dalam areal yang luas maka dilakukan pangkasan rendah (Balai Persuteraan Alam, 2011). 20
  • 21. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 6. Larva penggerek batang murbei 21
  • 22. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 B. Penyakit Tanaman Murbei 1. Embun tepung (Phyllactinia moricola) Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun, dimulai dengan munculnya bintik-bintik putih atau abu keputih-putihan pada bagian bawah daun yang kemudian menyebar keseluruh bagian daun. Daun kelihatannya seperti tepung putih. Bintik-bintik tersebut juga akan mengalami perubahan warna menjadi coklat dan akhirnya hitam. Bagian daun yang terletak pada susunan bagian bawah terserang berat dibanding dengan susunan bagian atasnya.Cendawan ini menginfeksi daun yang telah tua (daun mengeras). Serangan terjadi pada musim kemarau dan penghujan dengan intensitas serangan tertinggi pada musim kemarau. Spora penyakit dapat diterbangkan oleh angin, sehingga mudah menginfeksi tanaman lain. Akibat serangan penyakit tepung akan menyebabkan nilai gizi daun menurun, daun cepat mengeras dan akhirnya gugur. Cara pengendalian dapat dilakukan melalui : a. Pengelolaan kebun yang baik meliputi : pemangkasan dan pendangiran yang teratur, pemupukan dengan dosis yang tepat, dan penanaman dengan jarak tanam yang teratur (lebih lebar dari 1 m x 0,5 m) b. Cara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida, beberapa jenis fungisida yang dapat digunakan antara lain : Bahan kimia Thipan (nama dagang Topsin-M, formulasi tepung), dengan konsentrasi 2 kg dalam 1500 lt air / Ha. Bahan kimia Benomyl (nama dagang Benlate, formulasi tepung), dengan konsentrasi 0,5 gram Benlate/1 liter air dan dosis yang dipakai 1.000 – 2.000 liter larutan/Ha. Bahan kimia Acricidae (nama dagang Acricidae 50 %, formulasi cair), dengan konsentrasi 3 liter dalam 3000 lt air / Ha. Waktu penyemprotan : dilakukan pada saat adanya tanda-tanda gejala serangan, penyemprotan dilakukan pada saat kurang angin Cara penyemprotan : disemprotkan pada bagian bawah daun, dilakukan serentak pada satuan areal tertentu, penyemprotan dilakukan 2 – 3 kali dengan interval waktu 10 hari. 22
  • 23. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 2. Karat daun (Aecidium mori) Aecidium mori adalah jenis cendawan dari Ordo Pucciniales, yang hanya ditemukan pada jenis murbei. Pada taun 1890, seorang ahli cendawan Arthur Barclay mengidentifikasi bahwa jenis cendawan ini sama dengan Caeoma mori dan kemudia mengganti namanya menjadi Aecidium mori.Cendawan ini merusak pucuk, daun dan cabang.Gejala seranganpada bagian yang terserang akan berubah bentuk menjadi tebal/membengkak dengan perubahan warna menjadi kuning terang hingga kuning oranye. Penyakit ini muncul pada daerah-daerah yang temperaturnya rendah dan kelembabannya tinggi. Akibat serangan cendawan ini kuantitas dan kualitas daun akan menurun sehingga akan mengurangi produksi daun (Balai Persuteraan Alam 2011) .Pengendalian terhadap penyakit ini yaitu : a. Bagian-bagian yang terserang hendaknya dipetik dan dibuang. b. Menjaga kondisi kebun agar selalu baik. c. Jarak tanam diperlebar d. Menciptakan sirkulasi udara yang baik 23
  • 24. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 7. Serangan karat daun pada daun murbei. Gambar 8. Mikroskopis spora Aeciduim mori 24
  • 25. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 3. Bercak daun (Septogleum mori) Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun dengan gejala bercak berwarna coklat gelap dan kemudian berubah menjadi coklat hitam. Waktu serangan pada musim kemarau. Akibat serangan daun menjadi kasar, kering dan akhirnya gugur. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan cara : a. Cara Mekanis : Pengelolaan kebun murbei yang baik. Gulma dan rumput dibersihkan. Menghindari tanaman terlindung dan kelembaban tinggi Membatasi penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan. b. Cara Kimiawi Pemberantasan penyakit secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Fungisida yang dapat dipakai : Bahan kimia Maneb (nama dagang Trineb, formulasi tepung), 2 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Mancozeb (nama dagang Dithane), 3 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Benomyl (nama dagang Benlate), 250 gram dalam 500 liter air/Ha 4. Rontok daun (Upasia salmonicolor) Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Upasia salmonicolor. Gejala dapat terlihat pada batang, cabang, dan ranting yang dilapisi oleh benang- benang mengkilat seperti sarang laba-laba (stadium membenang). Cendawan berkembang terus, masuk ke dalam kulit dan menyebabkan kulit membusuk. Daun-daun menjadi gugur, ranting dan cabang yang terserang dapat mengalami kematian, terdapat bintil-bintil spora (stadium membintil). Pada stadium lanjut warna merah jambu berubah menjadi abu-abu dan lapisan miselium membentuk bercak-bercak tak beraturan atau seperti kerak (stadium nekator). 25
  • 26. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Cendawan akan berkembang bila kelembaban dan cahaya yang mengenai bagian tanaman, kurang. Inang lain dari cendawan ini adalah karet, kakao, kopi, teh dan cengkeh.Morfologi pertumbuhan patogen pada tanaman mengalami 4 stadia yakni stadium membenang, stadium membintil, stadium kortisium dan stadium nekator. Stadium membenang merupakan perkembangan awal patogen. Patogen masuk secara mekanis. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang terangkut oleh air(Direktorat Perlindungan Hortikultura 2012). Pengendalian dapat dilakukan dengan : a. Memangkas bagian tanaman yang tidak produktif untuk mengurangi kelembaban. b. Memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan. 26
  • 27. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 II. PENGAMATAN PENYAKIT ULAT SUTERA Tabel 2. Data penyakit ulat sutera. Jumlah ulat yang terserang penyakit (ekor) No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus Bakteri Cendawan Pebrine Virus Bakteri Cendawan Pebrine Virus Bakteri Cendawan Pebrine Virus 1 Sulawesi Wajo Sabbangparu Selatan Sinjai Sinjai Barat 8 32 Enrekang Alla 9 7 38 21 1 61 Soppeng Donri-Donri 18 47 15 3 Tana Toraja Makendek 13 2 5 38 20 36 2 23 Luwu Timur Towoti 6 2 Jawa Barat Bogor Ciapus 10 Bandung Pangalengan Cimenyan Cianjur Pacet 5 Cugenang 3 Jawa Wonosobo Wonosobo Tengah Kaliwiro Pati Rogowungu 30 12 4 Jawa Timur Blitar Ngelgok 3 5 Sulawesi Polman Balanipa 6 11 12 Barat Limboro 11 Campalagian 6 6 Bali Baddung Payangan Sameraryo 7 NTT TTS Kota Soe 12 TOTAL 13 29 12 137 9 46 17 46 20 104 3 87 27
  • 28. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Data pada tabel 2 merupakan hasil pengujian di laboratorium Hama dan Penyakit terhadap sampel ulat milik petani. Sampel ulat dan debu dikumpulkan dari beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dan juga daerah lain di luar propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel di atas tidak terdapat serangan penyakit ulat sutera di Kabupaten Wajo pada bulan Maret dan Agustus. Penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di Kabupaten Sinjai selama bulan Maret adalah Virus dan pada bulan Agustus ulat terserang Cendawan. Sebaran penyakit ulat sutera di Kabupaten Enrekang lebih bervariasi yaitu adanya penyakit ulat yang ditimbulkan oleh Cendawan, Pebrine dan Virus baik pada bulan Maret dan Agustus. Namun dari ketiga penyakit tersebut, kematian ulat sutera oleh patogen Virus lebih dominan dibandingkan dua patogen lainnya. Ulat sutera di Kabupaten Soppeng pada bulan Maret lebih banyak diserang oleh patogen Virus dengan jumlah 47 ekor dan terjadi penurunan yang signifikan pada bulan Agustus menjadi 3 ekor. Ulat yang dipelihara di Kabupaten Tana Toraja terserang oleh 4 (empat) patogen utama ulat sutera yaitu Bakteri, Cendawan, Pebrine, dan Virus. Serangan Cendawan cukup tinggi pada bulan Agustus yaitu pada 36 ekor sampel ulat. Sedangkan di Luwu Timur, serangan patogen virus hanya terjadi pada bulan Maret terhadap 6 ekor sampel ulat sutera. 28
  • 29. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Sampel ulat yang diperoleh dari Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa ulat yang dipelihara lebih dominan terserang patogen Cendawan dan Virus. Serangan penyakit Pebrine di Sulawesi BaratKecamatan Limboro dan Campalagian menunjukkan angka yang cukup tinggi sepanjang tahun 2012. Ulat stadia V yang terserang penyakit Pebrine diduga mendapakan infeksi spora Nosema bombycis dari lingkungan yang kurang steril. Secara keseluruhan selama tahun 2012 dari total sampel yang diperiksa, penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV) sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang disebabkan oleh patogen Nosema bombycis. Virus yang paling banyak menyerang ulat sutera adalah Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) dan Cytoplasmic Polyhedron Virus (CPV). CPV (Cytoplasmic Polihedrosis Virus) merupakan virus dari family Reoviridae sedangkan NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus) berasal dari family Baculovirus. Meskipun berasal dari family yang berbeda, namun kedua virus ini sama-sama menyerang serangga khususnya dari Ordo Lepidoptera. CPVmemilikigenomRNAdanbereplikasi dalamsitoplasmasel yang terinfeksisedangkanNPVmemilikigenomDNAdanbereplikasi dalaminti sel. Gejala yang ditimbulkan oleh kedua patogen ini pun berbeda. 1. NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus) Penyakit NPV disebabkan oleh patogen Borcelina virus yang menyerang sel-sel kulit luar (epidermis) lemak, kelenjar sutera dan sel darah dan selanjutnya termasuk menyerang inti sel. Dimana gejala serangan yang disebabkan oleh NPV yaitu : Nafsu makan ulat lebih besar. Kulit ulat akan membengkak. Ulat akan bergerak mengelilingi tempat pemeliharaan. Kulit ulat mudah terluka dan apabila dibelah akan keluar cairan kuning seperti nanah. 29
  • 30. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Ulat akan membentuk kokon yang lembek dan kemudian mati. Ulat yang mati menjadi lembek dan hitam. Pengendalian yang dapat dilakukan sebemul dan selama masa pemeliharaan ulat yaitu : a. Sebelum pemeliharaan ulat, dilaksanakan desinfeksi ruangan dan alat pemeliharaan dengan menggunakan kaporit sebagai bahan desinfeksi. Kaporit tersebut dilarutkan 200 kali (5 gram kaporit per liter air), disemprotkan sampai basah dan merata pada ruangan dan alat, dengan volume 1-2 liter pem m2, desinfeksi ruangan dan alat dilaksanakan 2-3 hari sebelum pemeliharaan dimulai. b. Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan hal-hal berikut :  Pemberian makan dengan daun murbei yang berkualitas baik sesuai dengan perkembangan ulat. Hindari pemberian daun yang kekuning-kuningan.  Mencuci tangan sebelum member makan pada ulat.  Menjaga kondisi tempat pemeliharaan yang optimum, temperature dan kelembaban disesuaikan dengan pertumbuhan ulat serta aerasi yang cukup.  Temperatur yang optimum untuk ulat instar IV adalah 25oC dan 24oC untuk ulat instar V.  Hindari keadaan temperature yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.  Ulat yang sakit harus dipisahkan/dicelupkan ke dalam larutan kaporit 200 kali yang telah disiapkan dengan menggunakan alat jepit / pinset 30
  • 31. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 9. Gejala serangan NPV pada ulat sutera Gambar 10. NPV secara mikroskopis 31
  • 32. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 2. CPV (Cytoplasmic Polihedrosis Virus) Penyebab penyakit ini adalah patogen Smithia virus yang menyerang cytoplasma pada sel sekunder pencernaan. Gejala yang ditimbulkan patogen ini yaitu : Larva yang sakit akan kehilangan napsu makan. Perkembangan ulat lamban. Kotoran ulat yang terserang penyakit, berwarna keputih-putihan dan basah/lembek. Bila usus dibelah, berwarna putih, sedangkan usus yang sehat berwarna hijau. Pengendaliannya tidak jauh berbeda seperti terhadap penyakit NPV Gambar 11. Gejala serangan CPV pada ulat sutera 32
  • 33. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 12. CPV secara mikroskopis 3. Cendawan (Aspergillus sp.) Gejala serangan cendawan yaitu : larva yang terserang menjadi kaku (sulit bergerak), larva yang terserang akan mati, yang sebelumnya menjadi lembek dan mengeluarkan cairan pencernaan, pada permukaan kulit ulat mati akan tumbuh cendawan. Penyakit ini dapat dikendalikan melalui beberapa cara, yaitu : Membersihkan alat-alat pengokonan dan menjemurnya. Ruangan dan alat-alat pemeliharaan didesinfeksi dengan kaporit dan ditaburi kapur. Desinfeksi tubuh ulat. Menjaga kondisi ruangan pemeliharaan dengan pertukaran udara yang baik. Pemberian daun yang kering dan segar. 33
  • 34. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 13. Ulat sutera yang terserang cendawan Aspergillus sp. 4.Muscardine Penyebab penyakit ini adalah jamur Beauveria bassiana, Spicariaprasina dan Isaria farinosa. Cendawan ini hidup parasit pada berbagai serangga dan masuk ke ruangan pemeliharaan. Penyakit ini masuk ke tubuh larva melalui kulit kemudian berkembang dan menyebabkan matinya larva. Gejala : Nafsu makan ulat berkurang dan tidak aktif Terdapat bintik-bintik hitam agak besar pada kulit terutama pada bagian sisi perut badan. Sebelum ganti kulit, badan kulit berkilau, tidak dapat ganti kulit dan akhirnya mati mengeras. Pada permukaan badan ulat yang mati, tumbuh cendawan dan berkembang terus yang semula berwarna putih kemudian berubah sesuai dengan jenis Muscardine yang menyerang. Pengendaliannya sama seperti pada penyakit Aspergillus spp. 34
  • 35. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 14. Ulat sutera yang terserang cendawan Muscardine 5. Pebrine (Nosemabombycis) Nosema bombycis merupakan patogen yang menyebabkan kematian pada stadia larva dan pupa. Jika patogen ini terdapat pada induk ulat (ngengat) sutera maka telur yang dihasilkan akan mengandung penyakit pebrine dan akan menyebabkan kematian pada stadia larva instar III. Gejala : Stadia Larva : Nafsu makan berkurang dan pertumbuhan tidak seragam. Larva berputar-putar tanpa membuat kokon. Warna larva kusam dan terdapat bintik-bintik coklat kehitaman pada permukaan tubuh larva. Proses ekdisis (ganti kulit) terlambat dan tubuh mengkerut. Stadia Pupa: Bagian abdomen membengkak dan lembek. Warna pupa hitam dan gerakannya lambat, di bagian samping tempat bakal sayap Nampak bintik-bintik hitam. 35
  • 36. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Stadia Ngengat: Keluarnya ngengat dari kokon terlambat. Sayap ngengat tidak lengkap. Ngengat berwarna coklat kusam. Kemampuan bertelur rendah. Sisik mudah rontok. Stadia Telur: Bentuk telur tidak seragam. Daya rekat untuk menempel pada kertas telur lemah. Telur menetas tidak serentak. Telur bertumpuk satu dengan yang lainnya. Serangan berat menyebabkan ulat tidak menetas. Pengendalian : a. Menjaga kebersihan ruang pemeliharaan. b. Daun murbei yang diberikan sebaiknya dibersihkan dari debu. c. Induk yang digunakan sebaiknya yang sehat dan bebas pebrine. d. Jika terdapat larva yang terkena Pebrine segera dimusnahkan agar ulat sehat tidak tertular. 36
  • 37. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 15. Gambar mikroskopis spora Nosema bombycis. Gambar 16. Gambar ulat sutera yang terserang patogen Nosema bombycis. 37
  • 38. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 Gambar 17. Gambar ngengat sutera yang terserang Nosema bombycis. 38
  • 39. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 III. HASIL UJI DEBU RUANGAN DAN KOTORAN ULAT Tabel 3. Data pengujian debu dan kotoran ulat sutera selama tahun 2012. Uji Debu (Sampel) No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus + - + - + - Sulawesi 1 Selatan Tana Toraja M Akendek 2 6 1 4 Enrekang Alla 16 55 1 78 Baraka 1 13 Sinjai Sinjai Barat 0 10 0 3 Soppeng Donri-Donri 32 22 2 20 Luwu Timur Towoti 0 3 0 4 Wajo Sabbangparu 13 12 3 32 2 Jawa Barat Bogor Ciapus 0 1 Bandung Pangalengan 0 10 Cianjur Pacet 0 1 Cugenang - - 3 Jawa Tengah Wonosobo Wonosobo 0 3 Kaliwiro 0 3 Pati Rogowungu 0 2 4 Jawa Timur Blitar Ngelgok 0 1 5 Sulawesi Barat Polman Balanipa 0 6 Limboro 2 0 Campalagian 1 0 6 Bali Baddung Payangan 0 3 Sameraryo 0 3 7 NTT TTS Kota Soe 0 3 Total 64 121 3 36 7 141 Berdasarkan data dari tabel 3, hasil uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat selama bulan Maret menunjukkan bahwa terdapat 64 sampel positif mengandung spora Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel yang mengandung spora Nosema bombycis hanya 7 sampel. Hal ini menunjukkan penurunan serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis. Hasil pengujian sampel debu yang dikumpulkan dari luar provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa hanya sampel dari Kecamatan Limboro dan Campalagian Provinsi Sulawesi Barat yang mengandung spora Nosema bombycis sebanyak 3 sampel. Dari data tersebut juga diketahui bahwa tidak terdapat kontaminasi spora Nosema bombycis pada ruang pemeliharaan milik petani. 39
  • 40. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera tahun 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Periode pengamatan bulan Maret dari enam kabupaten di Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur) hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang. 2. Periode pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu Hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium), Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit tanaman terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium mori), Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor). 3. Periode pengamatan bulan Agustus yaitu enam kabupaten di Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur) ternyata hama dan penyakit tanaman murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan hama pucuk G. pulverulentalis namun terdapat serangan kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun (Aecidium mori). 4. Selama tahun 2012 dari total sampel ulatsebanyak 523 ekor, penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV) sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang disebabkan oleh patogen Nosema bombycis. 5. Uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat menunjukkan penurunan serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis dimana pada bulan Maret terdapat 64 sampel positif mengandung spora Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel yang mengandung spora Nosema bombycis hanya 7 sampel. 40
  • 41. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 B. Saran Untuk memperoleh hasil yang optilam terhadap perkembangan serangan hama penyakit pada pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei maka diperlukan pengamatan secara periodik terhadap semua lokasi pemeliharaan ulat sutera agar perkembangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera lebih terpantau. 41
  • 42. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 DAFTAR PUSTAKA Andadari L. 2009. Identifikasi parasitoid dan predator kutu kebul pada tanaman murbei (Morus sp.) [tesis]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2012. Kutu kebul (Bemicia tabacci Genn.) Jakarta : Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. Malumphy C et al. 2009. White peach scale Pseudaulacaspis pentagona. United Kingdom : The Food and Environment Research Agency (Fera) Octaviany A. 2012. Perkembangan dan preferensi terhadap larvaGlyphodes pulverulentalis(hama ulat pucuk) pada lima jenis tanaman murbei pada(Morus sp.)[skripsi]. Makassar : Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Organisation Européenne et Méditerranéenne pour la Protection des Plante / European and Mediterranean Plant Protection Organization (OEPP/EPPO). 2005. Maconellicoccus hirsutus Bulletin OEPP/EPPO Bulletin35. Hlm 413–414 Purwaningrum W. 2002. Beberapa aspek biologi ulat pucuk Glyphodes pulverulentalis Hampson (Lepidoptera : Pyralidae) pada tanaman murbei (Morus sp.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sifa A. 2011. Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih pepaya Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus coeruleus[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tsatsia H et al.______. White peach scale [Extension]. Honiara : Ministry of Agriculture and Livestock. United States Department of Agriculture (USDA). 1997.Animal and Plant Health Inspection Service Program Aid No. 1606. 42
  • 43. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 43