Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012
1. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
LAPORAN
PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT
TANAMAN MURBEI DAN ULAT SUTERA
TAHUN 2012
DISUSUN SESUAI
DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 029
BPA SULAWESI SELATAN
TAHUN 2012
1
2. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu hal yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon sebagai
hasil dari kegiatan budidaya persuteraan alam adalah keberadaan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera. Serangan hama dan penyakit pada
tanaman murbei ataupun pada ulat sutera, akan berpengaruh kepada kegiatan
budidaya murbei dan juga akan berdampak pada pemeliharaan ulat sutera.
Daun murbei (Morus spp.) merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis
Bombyx mori. Ketersediaan daun murbei dalam kualitas dan kuantitas yang
memadai menentukan keberhasilan budidaya ulat sutera.Serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei akan mengakibatkan penurunan kualitas dan
kuantitas daun murbei. Bila hal tersebut dibiarkan berlanjut, maka akan
mengganggu ketersediaan daun murbei sebagai pakan bagi ulat sutera. Hal ini lebih
jauh akan menghambat kegiatan pemeliharaan ulat sutera, terutama bagi petani
sebagai tokoh utama dalam kegiatan pemeliharaan ulat sutera.
Untuk menghindari dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan, perlu
dilakukan langkah-langkah pencegahan. Langkah-langkah ini meliputi pengenalan
jenis hama dan penyakit yang merusak tanaman murbei serta usaha-usaha lain
yang dapat dilakukan untuk pencegahannya.
Selain hama dan penyakit pada tanaman murbei, hama dan penyakit pada ulat
sutera juga perlu dilakukan kegiatan pencegahannya. Hal ini dikarenakan hama dan
penyakit pada ulat sutera memiliki dampak yang lebih besar pada keberhasilan
budidaya ulat sutera. Serangan hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap
perkembangan ulat sutera mulai dari ulat kecil, ulat besar sampai pengokonan.
Jenis penyakit yang menyerang ulat sutera antara lain NPV (Nuclear Polyhedrosis
Virus), CPV (Cytoplasmic Polyhedrosis Virus), Aspergillus spp. , Muscardine (Botrytis
bassiana) dan Pebrine (Nosema bombycis).
2
3. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Penyebaran penyakit ulat sutera lebih sering ditimbulkan karena lingkungan
pemeliharaan ulat sutera yang tidak bersih, kelembaban yang tidak sesuai, aerasi
udara yang kurang sesuai dan pakan ulat yang terkena hama ataupun bekas
serangan / gigitan hama serta daun yang terinfeksi penyakit.
Beberapa hama yang banyak menyerang pada tanaman murbei yaitu hama
pucuk, kutu daun, kutu batang dan penggerek batang. Keberadaan hama dan
penyakit tersebut muncul pada waktu-waktu tertentu, misalkan pada saat musim
hujan, intensitas serangan hama dan penyakit cukup tinggi. Contohnya penyakit
yang disebabkan oleh jamur atau cendawan. Selain itu terdapat pula hama yang
menyerang pada musim peralihan dari musim hujan ke musim panas atau
sebaliknya.
Dari uraian di atasmaka perlu dilakukan kegiatan pengamatan hama dan
penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat sutera agar dapat dilakukan
tindakan preventif terhadap serangan hama dan penyakit tersebut.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui intesitas serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera pada musim-musim tertentu
sehingga dapat dilakukan pencegahan agar dapat mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan.
Adapun tujuan dari kegiatan pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei
dan ulat sutera ini adalah untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama dan
penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera secara preventif.
C. Sasaran
Kebun murbei dan tempat pemeliharaan petani yang melakukan kegiatan secara
intens di beberapa wilayah kerja Balai Persuteraan Alam, antara lain :
Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab.
Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur), Prop. Jawa Barat (Kab. Bogor, Kab. Bandung,
dan Kab. Cianjur), Prop. Jawa Tengah (Kab. Wonosobo dan Kab. Pati), Prop. Jawa
3
4. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Timur (Kab. Blitar), Prop. Sulawesi Barat (Kab. Polman), Prop. Bali (Kab. Baddung),
dan Prop. Nusa Tenggara Timur (Kab. Timor Tengah Selatan).
D. Keluaran
Keluaran yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah :
1. Terdeteksinya hama dan penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat
sutera pada berbagai musim, dan pada setiap pergantian musim, sehingga
dapat diambil tindakan pencegahan sebelum terjadinya peningkatan
serangan.
2. Data dan informasi dalam bentuk laporan pengamatan hama dan penyakit
tanaman murbei dan ulat sutera.
E. Dasar Pelaksanaan
Dasar Pelaksanaan Kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei
pada Tahun 2012 adalah
1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 29 Balai Persuteraan Alam
Tahun 2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9 Desember
2011.
2. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Balai Persuteraan Alam Tahun
2012.
4
5. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Kegiatan pengamatan ini dilakukan pada musim kemarau (Maret), peralihan
(Mei), dan hujan (Agustus dan September).
2. Tempat
Kegiatan pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera
ini dilaksanakan pada semua tempat pemeliharaan ulat yang disesuaikan
dengan ketersediaan dana dan diprioritaskan pada daerah-daerah yang
terserang hama dan penyakit sesuai laporan dari daerah.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini
adalah ;
Alkohol
Spritus
Media Agar
Pewarna Giemsa
Wright Solution
Aquades
Xylene
Minyak Imersi
2. Alat
Alat yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan penyakit ini
adalah :
Ice cool box
Botol sample
Plastik sampel
5
6. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gunting / cutter
Timbangan elektrik
Botol spirtus
Gelas ukur
Kapas
Gelas piala
Labu semprot
Pengaduk kaca
Pipet
Petridish
Mikroskop
Clin Wrap
Aluminium Foil
Tissue
Masker
Kaca Preparat
Cover Glass
C. Metode Pengamatan
Metode pengamatan yang akan dilakukan adalah dengan cara survey di
lapangan dan melakukan wawancara langsung dengan petani dengan membawa
kuisioner yang telah dipersiapkan, melakukan metode sampling di lapangan dan
melakukan pengamatan secara visual keadaan kebun dan tempat pemeliharaan
maupun keadaan di sekitar tempat pemeliharaan, serta pengamatan secara
mikrokopis di laboratorium.
Ada berbagai macam cara untuk mendiagnosa penyakit, secara umum yaitu
dengan gejala secara langsung (secara makrokopis). Untuk pemilihan sample
yang diambil yaitu diperhatikan dari bentuk dan bagian tanaman tersebut, sehat
ataupun tidak sehat. Adapun tahap-tahap dari kegiatan ini adalah :
1. Pengamatan / Pengambilan Sampel di Lapangan
Pengamatan / Pengambilan sampel di lokasi dilakukan secara visual. Jika
terdapat hama dan penyakit yang biasa menyerang, dapat langsung
6
7. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
dilakukan kegiatan identifikasi dan langsung dicatat. Apabila hama dan
penyakit yang menyerang tidak diketahui, sampel dapat diambil untuk
diperiksa secara mikroskopis di laboratorium.
Adapun sample yang diambil yaitu :
a. Sampel tanaman murbei berupa daun atau batang yang terinfeksi
penyakit, yang diamati pada tanaman yaitu : ada atau tidaknya klorosis,
mosaic, dan nekrosis., apakah bagian tanaman tersebut normal atau
tidak seperti daun mengeriting atau antar ruas memendek, apakah ada
perubahan warna cabang atau tunas, apaka ada bintik-bintik di daun,
tunas, cabang. Daun atau batang yang memperlihatkan gejala tersebut
dipetik atau dipotong lalu dimasukkan ke dalam plastik.
b. Hama yang ada di kebun.
c. Sampel tanah jika tanaman murbei terindikasi penyakit akar.
d. Sampel debu diambil dari tempat pemeliharaan ulat, baik itu pada
dinding maupun lantai.
e. Sampel ulat sutera yang sakit atau mati
2. Pengamatan secara Mikroskopis di Laboratorium
Pengamatan secara mikroskopis bertujuan untuk mengidentifikasi hama atau
penyakit yang tidak dapt dilihat dengan mata telanjang / kasat mata.
Misalnya untuk identifikasi virus, jamur, protozoa dan jasad renik lainnya.
Cara pemeriksaan terhadap ulat sutera adalah dengan membelah tubuh ulat
dan mengoleskan cairan tubuh di atas kaca preparat yang steril lalu
diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x. Namun jika sampel
ulat yang diambil diindikasikan terkena penyakit pebrine, maka cara
pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa Staining yaitu
sebagai berikut :
a. Tubuh larva dibedah kemudian bagian midgut (usus bagian tengah) dan
silk gland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan pada
gelas preparat.
7
8. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
b. Sampel dikeringkan pada temperatur kamar (25-28oC) selama 30-60
menit.
c. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik.
d. Teteskan akuades pada preparat, biarkan selama 2 (dua) menit lalu
akuades dan wright solution dibuang.
e. Cairan Giemsa dioleskan 40 kali (39 ml aquades + 1 ml cairan giemsa)
selama 20 menit.
f. Gelas preparat dicuci dengan akuades lalu dikeringkan kembali dengan
temperature kamar.
g. Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x.
h. Jika diperlukan , maka preparat dicelupkan ke dalam cairan xylene
selama 20 menit dan dikeringkan (pada waktu pengamatan diperlukan
immersion oil bila menggunakan perbesaran 100 kali).
3. Cara pemeriksaan tanaman murbei
a. Tanaman yang akan dianalisa diambil bagian daun atau batang.
b. Daun tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 1x1 cm dan batang
dipotong kurang lebih 1-2 cm.
c. Letakkan daun atau batang di atas media yang telah dituang ke dalam
petridish.
d. Petridish ditutup dan direkatkan dengan clin wrap.
e. Petridish dibungkus dengan aluminium foil untuk menghindari
kontaminasi.
f. Diinkubasi pada incubator selama 3-5 hari.
g. Setelah 3 hari dilihat apakah telah tumbuh spora, jika belum didiamkan
lagi.
h. Setelah terbentuk spora lalu dilakukan persiapan untuk analisa di bawah
mikroskop.
i. Spora diambil dengan ose yang steril.
j. Diletakkan di atas kaca preparat lalu diteteskan akuades.
k. Ditutup dengan kaca penutup.
l. Diamati di bawah mikroskop dan dibandingkan dengan literature.
8
9. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
HASIL
I. PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Selama empat periode pengamatan di beberapa kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan dan di luar Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang
menyerang tanaman murbei :
Tabel 1. Pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei selama empat periode.
Periode (Bulan)
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus September
Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit
1 Sulawesi
Wajo Sabbangparu - -
Selatan Hama Pucuk -
Sinjai Sinjai Barat - - Kutu Batang Karat Daun
Penggerek
Batang
Hama
Enrekang Alla -
Pucuk - -
Soppeng Donri-Donri - - - -
Tana Toraja Makendek - - Hama Pucuk Karat Daun
Luwu Timur Towoti - -
2 Jawa Barat Bogor Ciapus Hama Pucuk -
Bandung Pangalengan - Karat Daun Kutu Kebul
Cimenyan - - Kutu Kebul
Cianjur Pacet Kutu Kebul Karat Daun
Hama Pucuk -
Penggerek Batang -
Cugenang Hama Pucuk Karat Daun
- Bercak Daun
9
10. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Periode (Bulan)
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus September
Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit
3 Jawa Tengah Wonosobo Wonosobo Kutu Kebul Embun Tepung
Hama Pucuk Karat Daun
Kaliwiro Kutu Kebul Karat Daun
Hama Pucuk Bercak Daun
Pati Rogowungu Kutu Kebul Rontok Daun
4 Jawa Timur Blitar Ngelgok Kutu Putih -
5 Sulawesi Barat Polman Balanipa -
Limboro Kutu Putih -
Hama Pucuk -
Campalagian Kutu Putih -
6 Bali Baddung Payangan Kutu Putih -
Sameraryo Kutu Putih -
Timor Tengah
7 NTT Kota Soe
Selatan Rayap Karat Daun
10
11. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Berdasarkan tabel di atas pada periode pengamatan bulan Maret dari enam
Kabupaten di Sulawesi Selatan hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes
pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang.Pada Periode pengamatan bulan Mei yaitu
di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali
dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu
Hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium),
Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit
tanaman terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium
mori), Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor).
Pada periode pengamatan Agustus di lokasi yang sama dengan pengamatan pada
periode Maret yaitu enam kabupaten di Sulawesi Selatan, ternyata hama dan
penyakit tanaman murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan
hama pucuk G. pulverulentalis namun juga kutu batang (Pseudaulacapsis
pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun
(Aecidium mori).
A. Hama Tanaman Murbei
1. Hama Pucuk (Glyphodes pulverulentalis)
Hama pucuk G. pulverulentalis termasuk Famili Pyralidae, Ordo
Lepidoptera. Siklus hidupnya sekitar 28-40 hari. Jumlah telur yang diletakkan
di bawah permukaan daun rata-rata 51,4 butir dengan persen penetasan 93,5.
Gejala kerusakanyang khas pada tanaman akibat serangan larva ini adalah
menggulungnya daun pada bagian pucuk tanaman sehingga menyebabkan
matinya tunas atau titik tumbuh. Daun pada pucuk bukan saja di jalin antara
daun satu dengan lainnya membentu suatu gulungan, tetapi larva juga
memakan daun tersebut, kemudian tinggal dan berkembang di dalam
gulungan-gulungan daun tersebut. Hal ini sangat merugikan karena tunas-
tunas daun merupakan pakan utama ulat sutera (Bombyx mori) instar I, II,
dan III (Purwaningrum. 2009). Menurut Octaviany (2012) berdasarkan uji
preferensi terhadap pakan, hama ini secara kuantitatif lebih banyak
mengkonsumsi jenis tanaman Murbei multicaulis karena daun tersebut
teksturnya tidak keras dan banyak mengandung air. Hama pucuk dapat
dikendalikan secara mekanis yaitu dengan memangkas cabang-cabang yang
terserang hama dan cabang tersebut dieradikasi melalui pembakaran serta
dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat.
11
12. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Jika serangan hama sudah hampir melebihi ambang ekonomi maka dapat
dilakukan pengendalian menggunakan pestisida dengan residual toksisitas
singkat.
Gambar 1. Serangan hama ulat pucuk (G. pulverulentalis) pada tanaman murbei.
2. Kutu Kebul (Trialeurodes vaporarium)
Kutu kebul adalah serangga yang termasuk dalam Famili Aleyrodidae, Ordo
Hempitera (Martin, 1987 dalam Andadari, 2009). Menurut Yuliani (2002) dalam
Andadari (2009) terdapat empat spesies kutu kebul yakni Aleurodicus destructor,
Bemisia tabaci, Dialeurodes spp, dan T. vaporariorium. Menurut Andadari (2009)
kutu kebul yang menyerang tanaman murbei adalah spesies T.vaporariorium.
Gejala serangan yang ditimbulkan pada tanaman yang terserang adalah berupa
bercak nekrotik kecil yang terjadi karena luka akibat tusukan stilet. Hal ini akibat
imago dan nimfa merusak sel dan jaringan daun dalam upayanya mengisap
cairan tanaman dan jaringan floem. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan
tanaman akan terhambat. Eksresi kutu kebul yang berbentuk embun madu yang
melekat pada permukaan atas daun merangsang tumbuhnya embun jelaga
berwarna hitam, sehingga daun menjadi hita dan menghambat proses
pernafasan asimilasi. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan
terhambat (Pracaya, 2002 dalam Andadari,2009).
12
13. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Kutu kebul pertama kali ditemukan di Indonesia saat menyerang tanaman
tembakau di Bojonegoro dan mengakibatkan kerusakan sebesar 30%. Hama ini
termasuk polyfag (memiliki beberapa jenis tanaman inang). Kebanyakan
tanaman inang kutu kebul termasuk ke dalam Famili Compositae, Cucurbitae,
Crusiferae, dan Solanaceae. Beberapa jenis gulma seperti Ageratum
(Babadotan), Synedrella, dan Stachytarpheta juga merupakan inang dari kutu
kebul yang bisa menjadi reservoir penyakit virus di lahan pertanaman.
Di Sumatera dan Jawa, kutu kebul menularkan penyakit mosaik dan krupuk (Leaf
curl) dari gulma dan tumbuhan liar lainnya ke tanaman tembakau sehingga
menimbulkan kerugian yang cukup besar (Kalshoven,1981 dalam
Andadari,2009).
Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2012) pengendalian kutu kebul
dapat dilakukan dengan cara :
a. Kultur teknis
Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari
sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;
Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan
famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti
mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan,
serentak dan seluas mungkin;
Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar
babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;
Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes
untuk mengurangi risiko serangan;
13
14. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
b. Pengendalian fisik / mekanis
Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);
Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat
populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;
Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
c. Pengendalian hayati
Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu
memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24
hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;
Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu
menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;
Cara pelepasan E. formosa : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu,
dilakukan selama 8 - 10 minggu;
Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan
parasitoid dan predator secara berkala;
d. Pengendalian kimiawi
Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan
insektisida yang efektif, antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%),
Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan
Orthene 75 SP (asefat 75%);
Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari
penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong
meningkatnya populasi kutu kebul;
Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau
rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.
Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan peran aktif
para petani dalam mengamati perkembangan populasi kutu kebul mulai di
pembibitan sampai pertanaman. Usaha pengendalian akan efektif apabila
dilaksanakan secara serentak pada satu hamparan, tidak perorangan dalam
skala yang sempit.
14
15. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Menurut Andadari (2009) hama kutu kebul dapat dikendalikan dengan
menggunakan predator dari Ordo Coleoptera Famili Coccinellidae yaitu
Serangium spp. dan Micrapis sp. dan parasitoid dari Ordo Hymenoptera Famili
Ceraphronidae, Scelionidae, Eulophidae dan Eucoilidae.
Gambar 2. Serangan kutu kebul (T. vaporariorium) pada tanaman murbei
15
16. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 3. Stadia nimfa kutu kebul yang terinfestasi cendawan
3. Kutu putih (Maconellicoccus hirsutusdan Paracoccus marginatus)
Kutu putih Maconellicoccus hirsutus dan Paracoccus
marginatustermasukdalam Famili Pseudococcidae Ordo Hemiptera.
Maconellicoccus hirsutus biasanya disebut pink mealybug karena tubuh induk
betina berwarna merah muda dengan lapisan lilin berwarna putih dan tidak
bersayap. Jantan memiliki sepasang sayap dan dua ekor lapisan lilin yang
panjang, sehingga imago jantan dapat terbang (USDA,1997).Ukuran imago betina
2.5-4 mm, tubuhnya lembek dan bentuknya oval memanjang dan agak pipih.
Imago betina mampu menghasilkan telur sekitar 150-600 butir telur
(OEPP/EPPO,2005).
Sedangkan secara morfologi imago betina P. marginatus berwarna kuning
dengan lapisan lilin berwarna putih pada permukaan tubuhnya dan berukuran
panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm.
16
17. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah filamen
pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang tubuhnya, tidak
memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap atau terbawa oleh tiupan
angin. Imago betina meletakkan telur sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller
& Miller, 2002 dalam Sifa, 2011). Imago betina memikat imago jantan dengan
feromon seks. Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus
dari spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada bagian
dorsal yang hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya pori-pori pada
tibia belakang (Walker et al., 2003 dalam Sifa, 2011).
Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat terbang untuk
perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya pada saat
masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil dan lebih
ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0 mm, bentuk tubuh
oval memanjang dengan bagian terlebar pada bagian toraks 0.3 mm. Imago
jantan memiliki antena dengan 10 ruas, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori
lateral, toraks dan kepala mengeras, dan sayap berkembang dengan baik (Miller
& Miller, 2002 dalam Sifa, 2011).
Gejala yang ditimbulkan tergantung kerentanan tanaman. Jika hama ini
menyerang titik tumbuh (tunas) menyebabkan pertumbuhan terhambat dan
membengkak. Selain itu daun yang terserang akan menggulung dan pada
serangan tinggi daun dapat gugur dan kemudian menyebabkan kematian pada
tanaman.(OEPP/EPPO,2005)
Hama ini menghisap cairan tanaman dan menyuntikkan air liur yang beracun.
Hama ini dapat menyebar alami oleh angin,burung, dan hewan liar lainnya, atau
oleh manusia.
Hama ini pernah menyebabkan kerugian ekonomi melebihi $ 3,5 juta per tahundi
Grenada dan $ 125 juta per tahun di Trinidaddan Tobago(USDA,1997).
17
18. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Inang kedua hama ini cukup banyak, untuk hama P. marginatus dilaporkan
menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti Apocynaceae,
Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae,
Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al.
2009 dalam Sifa, 2011).Sedangkan menurut Osborne et.al (2009) inang dari
hama ini terdiri dari buah-buahan seperti pepaya, sirsak, cherry, magga, alpukat,
jeruk, anggur, dsb; sayur-sayuran .
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Menggunakan ekstrak daun Tephrosia vogeliidan biji Anonna squamosa
masing-masing pada konsentrasi 1% cukup potensial digunakan untuk
mengendalikan hama kutu putih pepaya P. marginatus.
b. Cryptolaemus montrouzieri(Coccinelidae) digunakan sebagai predator M.
hirsutus di India(Karnataka) (Mani & Krishnamoorthy, 2001 dalam
OEPP/EPPO,2005).
c. Scymnus coccivora Ramakrishna Ayyar (Coleoptera: Coccinellidae) dari
Indiajuga dapat mengendalikanM. hirsutus.
4. Kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona)
Pseudaulacaspispentagona(Hemiptera: Diaspididae)adalah salah
satuspesiesserangga polifagdi dunia, inang hama ini tercatat darilebih dari
100generatanaman, termasuktanamanpertanian dantanaman hias. Imago betina
berbentuk cembung, melingkar hampir lonjong, putih pucat dengan sub-sentral
kuning, ukurannya 2.0 -2.5 mm. Sering tersamarkan di bawah lapisan kulit pada
batang murbei atau di bawah jaringan epidermis buah kiwi. Lapisan luar pada
imago jantan lebih kecil, putih, memanjang, seringkali bergerigi dengan titik
kuning pada bagian ujung, ukurannya 1,0-1,5 mm. Gejala serangan hama ini
pada tanaman inang yaitu daun jarang dan kuning, buah berkurang dan rontok,
jika serangan tinggi tanaman dapat mati kering (Malumphy et al, 2009).
Siklus hidup serangga ini pada musim panas sekitar 36-40 hari, sedangkan pada
musim dingin sekitar 80-90 hari. Imago betina ditutupi oleh sisik bulat kasar
sekitar 2-2,5 mm. Telur diletakkan 2 minggu setelah proses kawin berjumlah 100
butir. Lama stadia telur lebih dari 8-9 hari . Telur pertama yang diletakkan akan
menjadi betina, sisanya jantan (Tsatsia, 2009).
18
19. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Menurut Tsatsia (2009) hama ini dapat dikendalikan dengan beberapa cara :
a. Menggunakan musuh alami dari spesies kumbang kubah (Famili :
Coccinellidae) dan lacewings (Famili : Chrysopidae).
b. Pengendalian teknis melalui pemangkasan batang yang terserang dan
dibakar.
Gambar 4. Imago kutu batang jantan (Malumphy et al, 2009)
Gambar 5. Imago kutu batang betina (Malumphy et al, 2009)
19
20. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
5. Penggerek batang (Epepeotes plorator)
Hama ini merusak tanaman murbei dengan cara memakan kulit kayu dan
menggerek bagian dalam kayu tanaman.Serangga ini termasuk ordo Coleoptera
dan mengalami metamorfosa sempurna yakni dari telur – larva – pupa dan
imago (kumbang). Telur berwarna putih kekuning-kuningan, bentuknya lonjong
panjang kira-kira 3,5 mm dan lebarnya 1,8 mm. Selama pertumbuhannya, larva
mengalami beberapa kali pergantian kulit. Larva yang telah tumbuh sempurna,
panjangnya kira-kira 2 – 3 cm.Hidup di dalam batang yang telah digereknya
sampai menjadi pupa, dapat pindah dari batang satu ke batang yang lain.
Kadangkala larva mengeluarkan kotoran beserta kulit kayu pada tempat tersebut.
Umur larva berlangsung selama 1 – 6 bulan.Pupa biasanya berada dalam batang
tanaman. Umur pupa berlangsung selama ± 10 hari. Warna pupa coklat dengan
bentuk bulat panjang.
Imago akan menjadi kumbang berwarna coklat dengan pasangan bintik-bintik
hitam pada kepala, punggung dan bagian atas sayap. Antenanya ramping dan
lebih panjang dari badan. Ukuran badan betina lebih besar dari jantan ± 20 mm.
Kumbang betina meletakkan telur pada pembuluh batang dengan kedalaman ±
10 mm dengan cara menusukkan/menggigit permukaan batang dan selanjutnya
telur dapat diletakkan satu per satu. Seekor kumbang betina dapat bertelur
hingga ± 100 butir.
Gejala serangan pada tanaman : Larva yang baru menetas memakan bagian kulit
kayu pada tempat dimana telur diletakkan. Setelah tumbuh dewasa, secara
berangsur-angsur memakan lapisan kayu dan arah merusaknya ke bawah dari
batang yang digerek. Akibat penggerekan hama batang berlubang dan disekitar
lubang terdapat banyak serbuk batang dan berkas-bekas kotoran.
Arah gerekan ke bawah dan kondisi batang yang terserang menjadi lemah dan
patah.Pengendalian hama ini secara mekanis yaitu kumbang ditangkap dan
dimusnahkan, bagian tanaman yang terserang dipotong sampai batas yang
terserang. Bila serangannya berat dan dalam areal yang luas maka dilakukan
pangkasan rendah (Balai Persuteraan Alam, 2011).
20
21. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 6. Larva penggerek batang murbei
21
22. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
B. Penyakit Tanaman Murbei
1. Embun tepung (Phyllactinia moricola)
Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun, dimulai dengan munculnya
bintik-bintik putih atau abu keputih-putihan pada bagian bawah daun yang
kemudian menyebar keseluruh bagian daun. Daun kelihatannya seperti tepung
putih. Bintik-bintik tersebut juga akan mengalami perubahan warna menjadi
coklat dan akhirnya hitam. Bagian daun yang terletak pada susunan bagian
bawah terserang berat dibanding dengan susunan bagian atasnya.Cendawan
ini menginfeksi daun yang telah tua (daun mengeras). Serangan terjadi pada
musim kemarau dan penghujan dengan intensitas serangan tertinggi pada
musim kemarau. Spora penyakit dapat diterbangkan oleh angin, sehingga
mudah menginfeksi tanaman lain. Akibat serangan penyakit tepung akan
menyebabkan nilai gizi daun menurun, daun cepat mengeras dan akhirnya
gugur. Cara pengendalian dapat dilakukan melalui :
a. Pengelolaan kebun yang baik meliputi : pemangkasan dan pendangiran
yang teratur, pemupukan dengan dosis yang tepat, dan penanaman dengan
jarak tanam yang teratur (lebih lebar dari 1 m x 0,5 m)
b. Cara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida, beberapa jenis
fungisida yang dapat digunakan antara lain :
Bahan kimia Thipan (nama dagang Topsin-M, formulasi tepung),
dengan konsentrasi 2 kg dalam 1500 lt air / Ha.
Bahan kimia Benomyl (nama dagang Benlate, formulasi tepung),
dengan konsentrasi 0,5 gram Benlate/1 liter air dan dosis yang
dipakai 1.000 – 2.000 liter larutan/Ha.
Bahan kimia Acricidae (nama dagang Acricidae 50 %, formulasi cair),
dengan konsentrasi 3 liter dalam 3000 lt air / Ha.
Waktu penyemprotan : dilakukan pada saat adanya tanda-tanda gejala
serangan, penyemprotan dilakukan pada saat kurang angin
Cara penyemprotan : disemprotkan pada bagian bawah daun, dilakukan
serentak pada satuan areal tertentu, penyemprotan dilakukan 2 – 3 kali
dengan interval waktu 10 hari.
22
23. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
2. Karat daun (Aecidium mori)
Aecidium mori adalah jenis cendawan dari Ordo Pucciniales, yang hanya
ditemukan pada jenis murbei. Pada taun 1890, seorang ahli cendawan Arthur
Barclay mengidentifikasi bahwa jenis cendawan ini sama dengan Caeoma mori
dan kemudia mengganti namanya menjadi Aecidium mori.Cendawan ini
merusak pucuk, daun dan cabang.Gejala seranganpada bagian yang terserang
akan berubah bentuk menjadi tebal/membengkak dengan perubahan warna
menjadi kuning terang hingga kuning oranye.
Penyakit ini muncul pada daerah-daerah yang temperaturnya rendah dan
kelembabannya tinggi. Akibat serangan cendawan ini kuantitas dan kualitas daun
akan menurun sehingga akan mengurangi produksi daun (Balai Persuteraan
Alam 2011) .Pengendalian terhadap penyakit ini yaitu :
a. Bagian-bagian yang terserang hendaknya dipetik dan dibuang.
b. Menjaga kondisi kebun agar selalu baik.
c. Jarak tanam diperlebar
d. Menciptakan sirkulasi udara yang baik
23
24. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 7. Serangan karat daun pada daun murbei.
Gambar 8. Mikroskopis spora Aeciduim mori
24
25. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
3. Bercak daun (Septogleum mori)
Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun dengan gejala bercak berwarna
coklat gelap dan kemudian berubah menjadi coklat hitam. Waktu serangan
pada musim kemarau. Akibat serangan daun menjadi kasar, kering dan akhirnya
gugur.
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan cara :
a. Cara Mekanis :
Pengelolaan kebun murbei yang baik.
Gulma dan rumput dibersihkan.
Menghindari tanaman terlindung dan kelembaban tinggi
Membatasi penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan.
b. Cara Kimiawi
Pemberantasan penyakit secara kimiawi dilakukan dengan
penyemprotan fungisida. Fungisida yang dapat dipakai :
Bahan kimia Maneb (nama dagang Trineb, formulasi tepung), 2 Kg
dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Mancozeb (nama dagang
Dithane), 3 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Benomyl (nama
dagang Benlate), 250 gram dalam 500 liter air/Ha
4. Rontok daun (Upasia salmonicolor)
Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Upasia salmonicolor. Gejala
dapat terlihat pada batang, cabang, dan ranting yang dilapisi oleh benang-
benang mengkilat seperti sarang laba-laba (stadium membenang). Cendawan
berkembang terus, masuk ke dalam kulit dan menyebabkan kulit membusuk.
Daun-daun menjadi gugur, ranting dan cabang yang terserang dapat mengalami
kematian, terdapat bintil-bintil spora (stadium membintil). Pada stadium lanjut
warna merah jambu berubah menjadi abu-abu dan lapisan miselium membentuk
bercak-bercak tak beraturan atau seperti kerak (stadium nekator).
25
26. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Cendawan akan berkembang bila kelembaban dan cahaya yang mengenai bagian
tanaman, kurang. Inang lain dari cendawan ini adalah karet, kakao, kopi, teh dan
cengkeh.Morfologi pertumbuhan patogen pada tanaman mengalami 4 stadia
yakni stadium membenang, stadium membintil, stadium kortisium dan stadium
nekator. Stadium membenang merupakan perkembangan awal patogen. Patogen
masuk secara mekanis. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi
bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang terangkut oleh
air(Direktorat Perlindungan Hortikultura 2012).
Pengendalian dapat dilakukan dengan :
a. Memangkas bagian tanaman yang tidak produktif untuk mengurangi
kelembaban.
b. Memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan.
26
27. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
II. PENGAMATAN PENYAKIT ULAT SUTERA
Tabel 2. Data penyakit ulat sutera.
Jumlah ulat yang terserang penyakit (ekor)
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus
Bakteri Cendawan Pebrine Virus Bakteri Cendawan Pebrine Virus Bakteri Cendawan Pebrine Virus
1 Sulawesi Wajo Sabbangparu
Selatan Sinjai Sinjai Barat 8 32
Enrekang Alla 9 7 38 21 1 61
Soppeng Donri-Donri 18 47 15 3
Tana Toraja Makendek 13 2 5 38 20 36 2 23
Luwu Timur Towoti 6
2 Jawa Barat Bogor Ciapus 10
Bandung Pangalengan
Cimenyan
Cianjur Pacet 5
Cugenang
3 Jawa Wonosobo Wonosobo
Tengah Kaliwiro
Pati Rogowungu 30 12
4 Jawa Timur Blitar Ngelgok 3
5 Sulawesi Polman Balanipa 6 11 12
Barat Limboro 11
Campalagian 6
6 Bali Baddung Payangan
Sameraryo
7 NTT TTS Kota Soe 12
TOTAL 13 29 12 137 9 46 17 46 20 104 3 87
27
28. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Data pada tabel 2 merupakan hasil pengujian di laboratorium Hama dan
Penyakit terhadap sampel ulat milik petani. Sampel ulat dan debu dikumpulkan dari
beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dan juga daerah lain di luar propinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel di atas tidak terdapat serangan penyakit ulat
sutera di Kabupaten Wajo pada bulan Maret dan Agustus. Penyakit yang paling
banyak menyerang ulat sutera di Kabupaten Sinjai selama bulan Maret adalah Virus
dan pada bulan Agustus ulat terserang Cendawan.
Sebaran penyakit ulat sutera di Kabupaten Enrekang lebih bervariasi yaitu
adanya penyakit ulat yang ditimbulkan oleh Cendawan, Pebrine dan Virus baik pada
bulan Maret dan Agustus. Namun dari ketiga penyakit tersebut, kematian ulat
sutera oleh patogen Virus lebih dominan dibandingkan dua patogen lainnya.
Ulat sutera di Kabupaten Soppeng pada bulan Maret lebih banyak diserang
oleh patogen Virus dengan jumlah 47 ekor dan terjadi penurunan yang signifikan
pada bulan Agustus menjadi 3 ekor. Ulat yang dipelihara di Kabupaten Tana Toraja
terserang oleh 4 (empat) patogen utama ulat sutera yaitu Bakteri, Cendawan,
Pebrine, dan Virus. Serangan Cendawan cukup tinggi pada bulan Agustus yaitu
pada 36 ekor sampel ulat. Sedangkan di Luwu Timur, serangan patogen virus
hanya terjadi pada bulan Maret terhadap 6 ekor sampel ulat sutera.
28
29. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Sampel ulat yang diperoleh dari Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan
bahwa ulat yang dipelihara lebih dominan terserang patogen Cendawan dan Virus.
Serangan penyakit Pebrine di Sulawesi BaratKecamatan Limboro dan Campalagian
menunjukkan angka yang cukup tinggi sepanjang tahun 2012. Ulat stadia V yang
terserang penyakit Pebrine diduga mendapakan infeksi spora Nosema bombycis dari
lingkungan yang kurang steril.
Secara keseluruhan selama tahun 2012 dari total sampel yang diperiksa,
penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani
adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV)
sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang
disebabkan oleh patogen Nosema bombycis.
Virus yang paling banyak menyerang ulat sutera adalah Nuclear Polyhedrosis
Virus (NPV) dan Cytoplasmic Polyhedron Virus (CPV). CPV (Cytoplasmic Polihedrosis
Virus) merupakan virus dari family Reoviridae sedangkan NPV (Nuclear Polyhedrosis
Virus) berasal dari family Baculovirus. Meskipun berasal dari family yang berbeda,
namun kedua virus ini sama-sama menyerang serangga khususnya dari Ordo
Lepidoptera. CPVmemilikigenomRNAdanbereplikasi dalamsitoplasmasel yang
terinfeksisedangkanNPVmemilikigenomDNAdanbereplikasi dalaminti sel. Gejala yang
ditimbulkan oleh kedua patogen ini pun berbeda.
1. NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)
Penyakit NPV disebabkan oleh patogen Borcelina virus yang menyerang sel-sel
kulit luar (epidermis) lemak, kelenjar sutera dan sel darah dan selanjutnya termasuk
menyerang inti sel. Dimana gejala serangan yang disebabkan oleh NPV yaitu :
Nafsu makan ulat lebih besar.
Kulit ulat akan membengkak.
Ulat akan bergerak mengelilingi tempat pemeliharaan.
Kulit ulat mudah terluka dan apabila dibelah akan keluar cairan kuning seperti
nanah.
29
30. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Ulat akan membentuk kokon yang lembek dan kemudian mati.
Ulat yang mati menjadi lembek dan hitam.
Pengendalian yang dapat dilakukan sebemul dan selama masa pemeliharaan ulat
yaitu :
a. Sebelum pemeliharaan ulat, dilaksanakan desinfeksi ruangan dan alat
pemeliharaan dengan menggunakan kaporit sebagai bahan desinfeksi. Kaporit
tersebut dilarutkan 200 kali (5 gram kaporit per liter air), disemprotkan sampai
basah dan merata pada ruangan dan alat, dengan volume 1-2 liter pem m2,
desinfeksi ruangan dan alat dilaksanakan 2-3 hari sebelum pemeliharaan
dimulai.
b. Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan hal-hal berikut :
Pemberian makan dengan daun murbei yang berkualitas baik sesuai dengan
perkembangan ulat. Hindari pemberian daun yang kekuning-kuningan.
Mencuci tangan sebelum member makan pada ulat.
Menjaga kondisi tempat pemeliharaan yang optimum, temperature dan
kelembaban disesuaikan dengan pertumbuhan ulat serta aerasi yang cukup.
Temperatur yang optimum untuk ulat instar IV adalah 25oC dan 24oC untuk
ulat instar V.
Hindari keadaan temperature yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Ulat yang sakit harus dipisahkan/dicelupkan ke dalam larutan kaporit 200
kali yang telah disiapkan dengan menggunakan alat jepit / pinset
30
31. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 9. Gejala serangan NPV pada ulat sutera
Gambar 10. NPV secara mikroskopis
31
32. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
2. CPV (Cytoplasmic Polihedrosis Virus)
Penyebab penyakit ini adalah patogen Smithia virus yang menyerang
cytoplasma pada sel sekunder pencernaan. Gejala yang ditimbulkan patogen ini
yaitu :
Larva yang sakit akan kehilangan napsu makan.
Perkembangan ulat lamban.
Kotoran ulat yang terserang penyakit, berwarna keputih-putihan dan
basah/lembek.
Bila usus dibelah, berwarna putih, sedangkan usus yang sehat berwarna hijau.
Pengendaliannya tidak jauh berbeda seperti terhadap penyakit NPV
Gambar 11. Gejala serangan CPV pada ulat sutera
32
33. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 12. CPV secara mikroskopis
3. Cendawan (Aspergillus sp.)
Gejala serangan cendawan yaitu : larva yang terserang menjadi kaku (sulit
bergerak), larva yang terserang akan mati, yang sebelumnya menjadi lembek dan
mengeluarkan cairan pencernaan, pada permukaan kulit ulat mati akan tumbuh
cendawan. Penyakit ini dapat dikendalikan melalui beberapa cara, yaitu :
Membersihkan alat-alat pengokonan dan menjemurnya.
Ruangan dan alat-alat pemeliharaan didesinfeksi dengan kaporit dan ditaburi
kapur.
Desinfeksi tubuh ulat.
Menjaga kondisi ruangan pemeliharaan dengan pertukaran udara yang baik.
Pemberian daun yang kering dan segar.
33
34. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 13. Ulat sutera yang terserang cendawan Aspergillus sp.
4.Muscardine
Penyebab penyakit ini adalah jamur Beauveria bassiana, Spicariaprasina dan
Isaria farinosa. Cendawan ini hidup parasit pada berbagai serangga dan masuk ke
ruangan pemeliharaan. Penyakit ini masuk ke tubuh larva melalui kulit kemudian
berkembang dan menyebabkan matinya larva.
Gejala :
Nafsu makan ulat berkurang dan tidak aktif
Terdapat bintik-bintik hitam agak besar pada kulit terutama pada bagian sisi
perut badan.
Sebelum ganti kulit, badan kulit berkilau, tidak dapat ganti kulit dan akhirnya
mati mengeras.
Pada permukaan badan ulat yang mati, tumbuh cendawan dan berkembang
terus yang semula berwarna putih kemudian berubah sesuai dengan jenis
Muscardine yang menyerang.
Pengendaliannya sama seperti pada penyakit Aspergillus spp.
34
35. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 14. Ulat sutera yang terserang cendawan Muscardine
5. Pebrine (Nosemabombycis)
Nosema bombycis merupakan patogen yang menyebabkan kematian pada
stadia larva dan pupa. Jika patogen ini terdapat pada induk ulat (ngengat) sutera
maka telur yang dihasilkan akan mengandung penyakit pebrine dan akan
menyebabkan kematian pada stadia larva instar III.
Gejala :
Stadia Larva :
Nafsu makan berkurang dan pertumbuhan tidak seragam.
Larva berputar-putar tanpa membuat kokon.
Warna larva kusam dan terdapat bintik-bintik coklat kehitaman pada permukaan
tubuh larva.
Proses ekdisis (ganti kulit) terlambat dan tubuh mengkerut.
Stadia Pupa:
Bagian abdomen membengkak dan lembek.
Warna pupa hitam dan gerakannya lambat, di bagian samping tempat bakal
sayap Nampak bintik-bintik hitam.
35
36. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Stadia Ngengat:
Keluarnya ngengat dari kokon terlambat.
Sayap ngengat tidak lengkap.
Ngengat berwarna coklat kusam.
Kemampuan bertelur rendah.
Sisik mudah rontok.
Stadia Telur:
Bentuk telur tidak seragam.
Daya rekat untuk menempel pada kertas telur lemah.
Telur menetas tidak serentak.
Telur bertumpuk satu dengan yang lainnya.
Serangan berat menyebabkan ulat tidak menetas.
Pengendalian :
a. Menjaga kebersihan ruang pemeliharaan.
b. Daun murbei yang diberikan sebaiknya dibersihkan dari debu.
c. Induk yang digunakan sebaiknya yang sehat dan bebas pebrine.
d. Jika terdapat larva yang terkena Pebrine segera dimusnahkan agar ulat sehat
tidak tertular.
36
37. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 15. Gambar mikroskopis spora Nosema bombycis.
Gambar 16. Gambar ulat sutera yang terserang patogen Nosema bombycis.
37
38. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
Gambar 17. Gambar ngengat sutera yang terserang Nosema bombycis.
38
39. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
III. HASIL UJI DEBU RUANGAN DAN KOTORAN ULAT
Tabel 3. Data pengujian debu dan kotoran ulat sutera selama tahun 2012.
Uji Debu (Sampel)
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Maret Mei Agustus
+ - + - + -
Sulawesi
1
Selatan Tana Toraja M Akendek 2 6 1 4
Enrekang Alla 16 55 1 78
Baraka 1 13
Sinjai Sinjai Barat 0 10 0 3
Soppeng Donri-Donri 32 22 2 20
Luwu Timur Towoti 0 3 0 4
Wajo Sabbangparu 13 12 3 32
2 Jawa Barat Bogor Ciapus 0 1
Bandung Pangalengan 0 10
Cianjur Pacet 0 1
Cugenang - -
3 Jawa Tengah Wonosobo Wonosobo 0 3
Kaliwiro 0 3
Pati Rogowungu 0 2
4 Jawa Timur Blitar Ngelgok 0 1
5 Sulawesi Barat Polman Balanipa 0 6
Limboro 2 0
Campalagian 1 0
6 Bali Baddung Payangan 0 3
Sameraryo 0 3
7 NTT TTS Kota Soe 0 3
Total 64 121 3 36 7 141
Berdasarkan data dari tabel 3, hasil uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat
selama bulan Maret menunjukkan bahwa terdapat 64 sampel positif mengandung spora
Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel
yang mengandung spora Nosema bombycis hanya 7 sampel. Hal ini menunjukkan
penurunan serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis.
Hasil pengujian sampel debu yang dikumpulkan dari luar provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa hanya sampel dari Kecamatan Limboro dan Campalagian Provinsi
Sulawesi Barat yang mengandung spora Nosema bombycis sebanyak 3 sampel. Dari
data tersebut juga diketahui bahwa tidak terdapat kontaminasi spora Nosema bombycis
pada ruang pemeliharaan milik petani.
39
40. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat
Sutera tahun 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Periode pengamatan bulan Maret dari enam kabupaten di Prop. Sulawesi
Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana
Toraja, dan Kab. Luwu Timur) hanya terdapat serangan hama pucuk (Glyphodes
pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang.
2. Periode pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara Timur) jenis hama
yang menyerang tanaman murbei yaitu Hama pucuk (Glyphodes
pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium), Kutu putih
(Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit tanaman
terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium mori),
Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor).
3. Periode pengamatan bulan Agustus yaitu enam kabupaten di Prop. Sulawesi
Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana
Toraja, dan Kab. Luwu Timur) ternyata hama dan penyakit tanaman murbei
semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan hama pucuk G.
pulverulentalis namun terdapat serangan kutu batang (Pseudaulacapsis
pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun
(Aecidium mori).
4. Selama tahun 2012 dari total sampel ulatsebanyak 523 ekor, penyakit yang
paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi pemeliharaan petani adalah
Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179 ekor, dan Virus (NPV dan CPV)
sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang
disebabkan oleh patogen Nosema bombycis.
5. Uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat menunjukkan penurunan
serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis dimana
pada bulan Maret terdapat 64 sampel positif mengandung spora Nosema
bombycis. Sedangkan hasil pengujian sampel di bulan Agustus jumlah sampel
yang mengandung spora Nosema bombycis hanya 7 sampel.
40
41. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
B. Saran
Untuk memperoleh hasil yang optilam terhadap perkembangan serangan hama
penyakit pada pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei maka diperlukan
pengamatan secara periodik terhadap semua lokasi pemeliharaan ulat sutera agar
perkembangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera lebih
terpantau.
41
42. Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012
DAFTAR PUSTAKA
Andadari L. 2009. Identifikasi parasitoid dan predator kutu kebul pada tanaman
murbei (Morus sp.) [tesis]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2012. Kutu kebul (Bemicia tabacci Genn.)
Jakarta : Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura.
Malumphy C et al. 2009. White peach scale Pseudaulacaspis pentagona. United
Kingdom : The Food and Environment Research Agency (Fera)
Octaviany A. 2012. Perkembangan dan preferensi terhadap larvaGlyphodes
pulverulentalis(hama ulat pucuk) pada lima jenis tanaman murbei pada(Morus
sp.)[skripsi]. Makassar : Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.
Organisation Européenne et Méditerranéenne pour la Protection des Plante / European
and Mediterranean Plant Protection Organization (OEPP/EPPO). 2005.
Maconellicoccus hirsutus Bulletin OEPP/EPPO Bulletin35. Hlm 413–414
Purwaningrum W. 2002. Beberapa aspek biologi ulat pucuk Glyphodes pulverulentalis
Hampson (Lepidoptera : Pyralidae) pada tanaman murbei (Morus sp.) [skripsi].
Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sifa A. 2011. Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih pepaya
Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus
coeruleus[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tsatsia H et al.______. White peach scale [Extension]. Honiara : Ministry of Agriculture
and Livestock.
United States Department of Agriculture (USDA). 1997.Animal and Plant Health
Inspection Service Program Aid No. 1606.
42