2. KLASIFIKASI
• Mekanisme: berdasarkan
adanya penetrasi durameter
1. Trauma tumpul :
1. Kecepatan tinggi (tabrakan
otomobil)
2. Kecepatan rendah (terjatuh,
dipukul)
2. Trauma tembus (luka tembus
peluru dan cedera tembus
lainnya)
3. • Keparahan cedera :
– Ringan :GCS 14-15
– Sedang : GCS 9-13
– Berat : GCS 3-8
6. PENATALAKSANAAN
• Cedera kepala / leher : foto tulang belakang
servikal
• Cedera kepala sedang dan berat :
– IV NacL atau RL
– Pemeriksaan Hematokrit
• CT scan
• Skor GCS < 8 :
– Elevasi kepala 30 derajat
– Hiperventilasi
– Berikan manitol 20% 1 g/kg intravena dalam
20-30 menit, dosis ulang dpt diberikan 4-6
jam kemudian yaitu sebesar dosis semula
setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam
pertama
– Foley kateter
– Konsul bedah saraf jika ada indikasi operasi
7. • Pasien di nyatakan boleh
KRS jika:
– Hasil pemeriksaan neurologis
dalam batas normal
– Foto servical jelas normal
– Adanya orang yang
bertaggung jawab mengamati
pasien 24 jam di rumah
8. Gejala :
• Jika klien sadar ----- sakit kepala
hebat.
• Muntah proyektil.
• Papil edema.
• Kesadaran makin menurun.
• Perubahan tipe kesadaran.
• Tekanan darah menurun,
bradikardia.
• An isokor.
• Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
9.
10.
11.
12.
13. Asuhan Keperawatan
• Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) :
• Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah
sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15),
bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak
simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi
spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan
telinga, dan adanya kejang.
• Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian
pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai
penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari
pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat
berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
14. Fisik :
• Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15,
disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang
positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi
atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan
brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai
rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan
involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi.
Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah
trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat
limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai
batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan
nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya
penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma
frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala
penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan
lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil,
bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
15. Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi
daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang
mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan
fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan
kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior
lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa
menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX
(Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius),
gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila
trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan)
karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang
otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan
tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya
lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan
adanya kesulitan menelan.
16. • Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi
peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur.
Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya
perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga,
mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan
terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu
pengkajian dari kepalal hingga kaki.
• Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun
frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne
stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor.
Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh
dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap
hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
17. • Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal
buang air besar atau kecil. Terdapat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
dimana terdapat hiponatremia atau
hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal
perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi
saluran pencernaan seperti bising usus yang
tidak terdengar/lemah, aanya mual dan
muntah. Hal ini menjadi dasar dalam
pemberian makanan.
18. • Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya,
semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan
yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan
bila tidak ada penurunan kesadaran.
• Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam
menegakkan diagnosa medis adalah :
X-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.
19. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
• Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2
- 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu
banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
• Pembedahan.
20. Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah
karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan
kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya
proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan
produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat
menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah
baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan
sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan
atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak
dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian
terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
21. Intervensi :
• Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan
untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
• Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi
dari lesi.
• Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai
dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda
penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka
dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan
manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia
merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
• Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik
merupakan respon reflek nervus kranial.
• Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan
tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan
medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
22. • Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan ICP.
• Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes
insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
• Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari
penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena
cerebral dan meningkatkan ICP.
• Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
• Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan
yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis
dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
23. • Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan ICP.
• Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes
insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
• Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari
penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena
cerebral dan meningkatkan ICP.
• Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
• Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan
yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan
memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
24. • Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan
volume darah dan menaikkan ICP.
• Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells,
dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
• Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
• Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada
ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
• Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
• Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.