1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan salah satu organisasi pendidikan yang dapat dikatakan
sebagai wadah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Keberhasilan tujuan
pendidikan di sekolah tergantung pada sumber daya manusia yang ada di sekolah
tersebut yaitu kepala sekolah, guru, siswa, pegawai tata usaha dan tenaga
kependidikan lainnya, selain itu harus didukung pula oleh sarana prasarana yang
memadai. Untuk membentuk manusia yang sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional, yang pada hakekatnya bertujuan meningkatkan kualitas manusia dan
seluruh masyarakat Indonesia yang maju, modern, berdasarkan Pancasila maka
dibutuhkan tenaga pendidik yang berkualitas.
Guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan untuk
terselenggarakannya proses pendidikan. Keberadaan guru merupakan pelaku utama
sebagai fasilitator penyelenggara proses belajar siswa. Oleh karena itu kehadiran dan
profesionalismenya sangat berpengaruh dalam mewujudkan program pendidikan
nasional. Guru harus memiliki kualitas yang cukup memadai, karena guru
merupakan salah satu kompenen mikro sistem pendidikan yang sangat strategis dan
banyak mengambil peran dalam proses pendidikan di sekolah.menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 20031, “Tentan Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan
bahwa :
1
Depdiknas, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 39
1
2. 2
1. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.”
Guru memiliki peran yang penting, merupakan posisi strategis dan
bertanggung jawab dalam pendidikan nasional. Guru memiliki tugas sebagai
pendidik, pengajar dan pelatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Melatih berarti mengembangkan keterampilan kepada
siswa. Sedangkan dalam proses pembelajaran guru merupakan pemegang peran
utama, karena secara teknis dapat menterjemahkan proses perbaikan sistem
pendidikan dalam suatu kegiatan di kelas.
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-
tugas yang ditandai dengan keahlian pada penguasaan materi maupun metode. Selain
itu juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh
pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan
melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,
masyarakat bangsa dan negara.
Guru yang profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial,
intelektual moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang
mampu memahami dirinya, mengelolah dirinya. Tanggung jawab sosial
diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan
3. 3
interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan
moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai mahluk beragama yang
perilakuknya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan
moral.
Lebih lanjut Udin Syaefudin Saud2, ”Guru profesional ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Mempunyai kometmen pada pada proses belajar siswa.
2. Menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkanya.
3. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya.
4. Merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya
yang memungkinkan mereka untuk selalu meningkatkan profesionalisme-
nya.”
Dalam upaya memajukan dan mengembangkan jabatan guru sebagai jabatan
profesional yang dituntut untuk berkinerja seoptimal mungkin berdasarkan
kompetensi dan profesionalisme bidangnya, kepala sekolah sangat berperan
didalamnya, dengan memberikan kesempatan dan peluang serta mengarahkan dan
membimbing yang maksimal dan berkesinambungan, terhadap guru sebagai stafnya,
maka kinerja guru yang optimal dapat terwujud.
Kinerja guru merupakan konsep yang sangat penting untuk diperhatikan
oleh kepala sekolah, karena dengan kinerja yang tinggi dapat mendorong kinerja
individu dan kelompok yang akan meningkatkan efektifitas organisasi. Setiap
individu mempunyai kinerja yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya.
2
Udin Syaefudin Saud, 2009, Pengembangan Profesi Guru, Bandung : Alfabeta, hal. 97
4. 4
Hasil pengamatan di lapangan, pada SMP Negeri Kecamatan Putussibau
Selatan dan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu, diketahui :
a. Masih ada guru yang belum membuat perangkat pembelajaran (silabus dan
RPP), proses pembelajaran belum menggunakan RPP, kurang maksimal
dalam proses pembelajaran, kurang menggunakan alat peraga dan media
pembelajaran, metode mengajar tidak bervariasi, tidak tertib melakukan
evaluasi.
b. Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya belum melaksanakan
pengawasan secara intensif kepada guru, disebabkan kurang kompetensi
supervisi dan kurang menguasai fungsi supervisi yang harus
dilaksanakannya. Pada hal agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
baik diperlukan adanya supervisi dari atasan yang dilakukan oleh pengawas
dan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di organisasi pendidikan
formal tersebut atau di lingkungan dimana kepala sekolah tersebut di
tugaskan.
Pentingnya supervisi dilakukan karena kenyataan seseorang tidak selamanya
akan bekerja dengan baik jika tidak adanya pengontrolan atau pemantau
dalam pelaksana pekerjaan tersebut. Untuk itu pengawas dan kepala sekolah
perlu melaksanakan supervisi dalam pelaksanaan proses pembelajaran di
sekolah, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Made Pidarta3
”Jarang ada manusia yang berbakti sungguh-sungguh terhadap tugasnya.
Karena itulah dibutuhkan kontrol/supervisi agar pelaksanaan tidak
menyimpang secara berarti dengan rencana yang telah ditentukan.”
3
Made Pidarta, 1977, Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia,
Jakarta : Rineka Cipta, hal. 15.
5. 5
c. Program supervisi pengawas, dari hasil wawancara di lapangan dengan
kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa masih ada pengawas yang
belum meyusun program tahunan maupun pogram semester dengan baik.
Program supervisi berisikan kegiatan supervisi manajerial dan supervisi
akademik, yang akan dijalankan untuk memperbaiki kinerja kepala sekolah
dan guru. Setiap pengawas sekolah menyusun program pengawasan, yang
terdiri atas program tahunan untuk seluruh sekolah binaan dan program
semester untuk masing-masing sekolah.
d. Teknik dan metode kepengawasan, dari hasil wawancara di lapangan
terhadap kepala-kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa masih ada
pengawas yang belum menggunakan teknik dan metode kepengawasan
dengan baik terhadap kepala sekolah dan guru, sehingga dapat
mempengaruhi kerja guru. Supervisi sebagai upaya membantu guru dalam
memperbaiki proses pembelajaran, maka pembinaan guru melalui supervisi
dilaksanakan berdasarkan teknik dan metode kepengawasan yang tepat.
e. Guru SMP N Kecamatan Putussibau Selatan dan Putussibau Utara
Kabupaten Kapuas Hulu belum dapat menunjukan model pembelajaran
yang kontekstual sehingga pembelajaran yang dilaksanakan sangat
membosankan, tidak ada variasi, tidak kreativitas, sehingga siswa cenderung
pasif dan hasil yang diharapkan belum maksimal. Proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru di kelas masih belum efektif, terlihat dalam proses
pembelajaran, guru tidak menggunakan alat peraga dan media
pembelajaran, kadang kala tidak memberikan evaluasi setelah selesai
6. 6
kompetensi dasar dan kurang tepat menggunakan waktu, dan kurang
memberi kesempatan atau mengajak peserta didik untuk tanya jawab.
f. Standar Kompetensi Pengawas. Di daerah Kabupaten Kapuas Hulu
merupakan daerah yang relatif luas dengan kondisi sekolah yang tersebar di
23 kecamatan. Dengan jumlah pengawas yang masih sedikit sampai saat ini
masih ada pengawas belum memenuhi syarat kompetensi pengawas.
g. Rendahnya Kompetensi Kepala Sekolah. Dari data yang diperoleh pada
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu masih
sedikit kepala sekolah yang sering mengikuti pelatihan-pelatihan.
h. Diklat Manajemen Kepala Sekolah. Dari penelitian pendahuluan
menunjukkan baru sedikit kepala sekolah mengikuti diklat manajemen
kepala sekolah.
i. Kualifikasi Kepala Sekolah. Dari 9 sekolah yang menjadi objek penelitian,
tingkat kualifikasi kepala sekolah masih rendah. Terlihat 5 orang kepala
sekolah masih berpendidikan D III, 3 kepala sekolah berpendidikan S1 dan
1 orang kepala sekolah berpendidikan S2 sehingga masih banyak yang
belum memenuhi standar minimal pendidikan bagi kepala sekolah yang
sekurang-kurangnya berpedidikan S1.
j. Kompetensi Guru. Dari data yang kami peroleh menunjukkan bahwa
banyak guru-guru yang belum memenuhi standar kompetensi terlihat dari 65
guru yang ada baru 21 guru yang memenuhi standar kompetensi yaitu
berpendidikan S1. Sedangkan yang lainnya masih berpendidikan diploma.
7. 7
k. Diklat Guru. Dari penelitian pendahuluan menunjukkan baru sedikit guru-
guru yang mengikuti pendidikan dan latihan guru sesuai bidang studinya
masing-masing.
l. Sarana dan Prasarana Sekolah. Dari 9 sekolah yang menjadi tempat
penelitan, kondisinya berbeda-beda tingkat kepemilikan sarana prasarana.
Terlihat 1 sekolah sudah memiliki sarana prasarana yang lengkap baik
laboratorium IPA, laboratorium Komputer, laboratorium Bahasa dan
perpustakaan. Ada 2 sekolah baru memiliki laboratorium IPA dan
perpustakaan. Sedangkan yang lainnya belum memiliki laboratorium
maupun perpustakaan.
Dari kenyataan tersebut di atas diasumsikan bahwa guru SMP N Kecamatan
Putussibau Selatan dan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu belum memiliki
kinerja yang baik, dan dapat dikatakan bahwa penyebabnya adalah karena kelemahan
dalam kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksankan peran dan fungsinya
sebagai pemimpin. Kepala sekolah kurang dapat mengarahkan guru-guru dan kurang
sekali memberikan pembinaan terhadap kinerja guru. Guru sebagai pendidik dan
pengajar tidak dapat dilepas begitu saja, tetapi guru masih harus banyak diberi
pembinaan, pengarahan dan motivasi serta pengawasan. Agar guru mau memperbaiki
diri dan mau untuk belajar lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan keterampilan
guna mendukung kompetensinya. Selain itu kepemimpinan kepala sekolah harus
ditingkatkan guna memperbaiki guru, terutama sumber daya manusia agar lebih
berkualitas. Karena pada hakekatnya guru adalah manusia yang lemah dan tidak
8. 8
lepas dari berbagai kealfaan dan kehilafan, karena itu perlu adanya yang mengingat
melalui supervisi pengawas dan supervisi kepala sekolah.
Selanjutnya faktor lain yang berpengaruh seperti sarana prasarana tidak
memadai, alat peraga dan media pembelajaran masih kurang, buku pelajaran masih
kurang, perpustakaan sebagai penunjang dalam belajar masih kurang memadai, disisi
lain guru belum seluruhnya mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan-
pelatihan serta komite sekolah belum berfungsi maksimal sebagai kontrol, ini semua
disebabkan kepemimpinan kepala sekolah yang belum berjalan dengan baik.
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti supervisi pengawas
dan kualitas kepemimpinan kepala sekolah hubungannya dengan kinerja guru pada
SMP Negeri Kecamatan Putussibau Selatan dan Putussibau Utara Kabupaten
Kapuas Hulu.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-
masalah sebagai berikut :
1. Program supervisi pengawas, penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa
dari 7 pengawas yang ada, 5 pengawas sudah melaksanakan program
supervisi, 2 pengawas belum melaksankan program supervisi.
2. Teknik dan metode kepengawasan, penelitian pendahuluan meyimpulkan
bahwa 7 pengawas yang ada, 4 pengawas sudah melaksanakan teknik dan
metode dengan baik, 3 pengawas belum melaksanakan teknik dan metode
dengan baik.
9. 9
3. Kompetensi pengawas belum memenuhi standar, dari 7 pengawas yang ada
5 pengawas sudah kompeten, 2 pengawas belum sertifikasi.
4. Kompetensi kepala sekolah masih rendah, dari 9 kepala sekolah yang ada 6
kepala sekolah sudah disertifikasi, sedangkan 3 kepala sekolah belum
disertifikasi.
5. Kualifikasi pendidikan kepala sekolah masih rendah, dari 9 kepala sekolah
yang ada, 1 kepala sekolah sudah S2, 3 kepala sekolah S1, 5 kepala sekolah
masih D III.
6. Pelatihan manajemen kepala sekolah, penelitian pendahuluan
menyimpulkan, dari 9 kepala sekolah yang ada, 4 kepala sekolah sudah
mengikuti pelatihan, 5 kepala sekolah belum mengikuti pelatihan.
7. Kompetensi guru belum memenuhi standar, dari 65 guru yang ada, 21 guru
sudah kompeten, 44 guru belum disertifikasi.
8. Kurangnya pelatihan pembelajaran bagi guru-guru, dari 65 guru yang ada,
baru 24 guru yang mengikuti pelatihan, 41 guru belum dilatih.
9. Fasilitas belajar masih kurang, dari 9 sekolah yang ada, baru 1 sekolah
memiliki laboraturium IPA, dan 3 sekolah memiliki laboraturium komputer,
sedangkan yang lainnya belum memiliki.
10. Belum semua guru melakukan perencanaan sebelum proses pembelajaran
berlangsung.
11. Aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran belum optimal.
C. Pembahasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana disebutkan di atas,
keterbatasan saran prasarana, maka penelitian ini dibatasi hanya pada supervisi
10. 10
pengawas dan kualitas kepemimpinan kepala sekolah hubungannya dengan kinerja
guru pada SMP Negeri Kecamatan Putussibau Selatan dan Putussibau Utara.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka masalah-
masalah yang dicari pemecahannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Sejauhmana hubungan supervisi pengawas dengan kinerja guru pada SMP
Negeri Kecamtan Putussibau Selatan dan Putussibau Utara Kabupaten
Kapuas Hulu.
2. Sejauhmana hubungan kualitas kepemimpinan kepala sekolah dengan
kinerja guru pada SMP Negeri Kecamatan Putussibau Selatan dan
Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu.
3. Sejauhmana hubungan supervisi pengawas dan kualitas kepemimpinan
kepala sekolah secara bersama-sama dengan kinerja guru pada SMP Negeri
Kecamatan Putussibau Selatan dan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas
Hulu.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kapuas Hulu,
sebagai pengambil kebijakan, penelitian ini merupakan sumber masukan
positif dalam mendorong terwujudnya manajemen pendidikan yang baik
disekolah.
11. 11
2. Bagi kepala sekolah penelitian ini menjadi masukan dalam upaya
meningkatkan kualitas kepemimpinan dan kinerja guru
3. Bagi guru, dapat dipergunakan sebagai landasan untuk menentukan
langkah-langkah dan usaha dalam rangka meningkatkan kinerja sehingga
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
dunia pendidikan
4. Bagi peneliti, dapat bermanfaat sebagai penelitian dasar untuk penelitian
lanjutan yang berhubungan dengan kepemimpinan, supervisi dan kinerja
guru.
5. Bagi pembaca, dapat menambah khasanah ilmu pendidikan.
12. 12
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Kinerja Guru
1.1. Pengertian Kinerja
Menurut pendapat Wirawan4 ”Kinerja adalah keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau
suatu profesi dalam waktu tertentu.”
Menurut Mangkunegara5 ”Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggang jawab yang
diberikan kepadanya.”
Menurut Suharsaputra6 ”Kinerja mempunyai pengertian akan
adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam
melaksanakan aktivitas tertentu.” Kinerja seseorang akan tampak pada
situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia
berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4
Wirawan, 2009, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi dan Penelitian,
Jakarta : Salemba Empat, hal. 5.
5
A. A. Anawar Prabu Mangku Negara, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, hal. 67.
6
Uhar Suharsaputra, 2010, Administrasi Pendidikan, Bandung : Refika Aditama, hal. 145.
12
13. 13
Menurut Wibowo7 ” Pengertian performance sering diartikan
sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja.”
Sedangkan menurut ”Murray Ainsworth et.el
Basically, it (performance) means an outcome-a result. It is the end point of
people, resources and certain environment being brought together, with
intention of producing certain things, whether tangible product or less
tangible service. To the extent that this interaction result in an out come of
the desired level and quality, at agreed cost levels, perpormance will be
judged as satisfaktory, good, or excellent. To the extent that the outcome is
disappointing, for whatever reason, performance will be judged as poor or
deficient.”8
Menurut Fattah ”Pengertian kinerja merupakan prestasi kerja atau
penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan
yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam
menghasilkan sesuatu.”9
Menurut Nawawi10 ”Mengemukakan kinerja merupakan gabungan
dari tiga faktor yang terdiri dari :
a. Pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab dalam bekerja. Faktor ini mencakup jenis dan
jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah diikuti di bidangnya.
b. Pengalaman, yang tidak sekadar berarti jumlah waktu atau lamanya
dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan
yang jika dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan
meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan sesuatu bidang tertentu.
c. Kepribadian, berupa kondisi di dalam diri seseorang dalam menghadapi
bidang kerjanya, seperti, minat, bakat, kemampuan kerja
sama/keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi kerja, dan sikap
terhadap pekerjaan.”
Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan
sebagai hasil kerja, tetapi bagaimana proses kerja berlangsung atau cara
7
Wibowo, 2010, Manajemen Kinerja, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal 2.
8
http : www. Com/Browse/Bookdetail/24595/Managing Performance Managing People, html
9
http : www. Com/Ekonomi Pembiayaan Pendidikan-p-8859, html.
10
Hadari Nawawi, 2006, Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan
Industri,Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 64-65.
14. 14
bekerja. Di dalamnya terdapat tiga unsur penting yang terdiri dari : 1) unsur
kemampuan, 2) unsur usaha dan 3) unsur kesempatan, yang bermuara pada
hasil kerja yang dicapai. Dengan demikian berarti seseorang yang memiliki
kemampuan yang tinggi dibidang kerjanya hanya akan sukses apabila
memiliki kesediaan melakukan usaha yang terarah pada tujuan organisasi
atau perusahaan. Selanjutnya kemampuan dan usaha tidak akan cukup
apabila tidak ada kesempatan untuk sukses, baik yang diciptakan sendiri
maupun yang diperoleh dari pihak lain, khususnya dari pihak atasan atau
pimpinan.
Menurut Sedarmayanti ” Kinerja menunjuk pada ciri-ciri atau
indikator sebagai berikut : Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan
meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain : kualitas hasil
kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik.”11
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kinerja
merupakan kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh
seseorang guru untuk memperoleh hasil kerja yang optimal sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan,
sangat menentukan dalam proses pembelajaran, dan peran kepemimpinan
tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran tugasnya.
Hal ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan
bagi mutu pembelajaran yang akan berimplikasi pada kualitas output
pendidikan setelah menyelesaikan sekolah.
11
http : //www. Com/Browse/bookdetail/65349, Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Manajemen
Perkantoran, html.
15. 15
Kinerja guru pada dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja
yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan kualitas hasil pendidikan,
karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung
dengan siswa dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah.
Kinerja guru menurut Sudirman yang dikutif AKSI dapat dinilai dari aspek
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yang dikenal
dengan istilah kompetensi guru, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Menguasai bahan atau materi pembelajaran, yang pada dasarnya berupa
bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah dan bahan
pengayaan/penunjang bidang studi.
2. Mengelola program belajar mengajar, dengan cara merumuskan tujuan
instruksional/pembelajaran, menggunakan proses instruksional dengan
tepat, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal kemampuan
anak didik serta merencanakan dan melaksanakan program remidial
3. Mengelola kelas, dengan menciptakan suasana kondusif bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar
4. Menggunakan media/sumber, dengan mampu mengenal, memilih dan
menggunakan mendukung pembelajaran, berupa alat bantu,
perpustakaan, teknologi komputer, atau laboraturium secara baik sesuai
dengan kebutuhan.
5. Menguasai landasan kependidikan, sebagai landasan berpijak dan
bertindak edukatif disetiap situasi dalam usaha mengelola interaksi
belajar mengajar.
6. Mengelola interaksi belajar mengajar, merupakan kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru dalam upaya transformasi pengetahuan dan
internalisasi nilai kepada peserta didik. Keterampilan guru, metode
mengajar, sarana dan alat atau teknologi pendukung merupakan
komponen penting bagi keberhasilan pengelolaan
7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran merupakan
kemampuan untuk memenuhi potensi siswa, menganalisis, dan
menggunakan data hasil belajar siswa sebagai umpan balik bagi setiap
siswa
8. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
merupakan pemahaman mengenai fungsi dan peranan program ini
untuk kepentingan proses belajar mengajar
16. 16
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah merupakan
kemampuan untuk melakukan kegiatan administatif seperti pencatatan
dan pelaporan hasil belajar siswa.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menapsirkan hasil penelitian guru
keperluan pengajaran, merupakan kemampuan untuk memahami hal-hal
yang berkaitan dengan penalaran untuk menumbuhkan penalaran siswa
dan mengembangkan proses belajar mengajar.12
Kinerja guru merupakan prestasi atau pencapaian hasil kerja yang
dicapai guru berdasarkan standar dan ukuran penilaian yang ditetapkan.
Standar dan alat ukur tersebut merupakan indikator untuk menentukan
apakah seorang guru berkinerja tinggi atau rendah. Berdasarkan sifat dan
jenis pekerjaannya, standar tersebut berfungsi pula sebagai alat ukur
pertanggungjawaban.
Menurut Dharma13 ”Manajemen kinerja adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu
dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah
direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan.”
Dengan demikian manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk
menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola
dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa sasaran akan dapat tercapai dalam suatu jangka waktu
tertentu baik pendek maupun panjang.
Selanjutnya menurut Sianipar ”Manajemen kinerja adalah proses
pemahaman apa yang harus dicapai dengan menyatukan tujuan organisasi
12
AKSI, 2006, Peran Strategis Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
Sumedang : Alqaprint Jatinangor, hal. 75.
13
Surya Dharma, 2009, Manajemen Kinerja, Falsafah Teori dan Penerapannya, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, hal. 25.
17. 17
dengan tujuan individu dan bagaimana cara mengatur aktivitas dan sumber
daya yang tepat agar tujuan atau kinerja yang dinginkan dapat tercapai.”14
Manajemen kinerja guru dapat ditingkatkan paling tidak melalui
aktivitas utama, ini menurut pendapat Hadiwaratama :
1. Setiap guru harus mendapat proporsi waktu yang memadai dalam
perencanaan pengajaran
2. Persiapan guru dalam mengajar harus terkontrol agar benar-benar
memiliki kesiapan untuk tampil di kelas
3. Kepala sekolah harus melakukan supervisi secara teratur untuk
memahami apa yang terjadi dan memberikan pembinaan yang
dipandang perlu untuk meningkatkan kemampuan guru mengajar di
kelas.
4. Kepala sekolah harus selalu meningkatkan pengawasan untuk
mendorong guru-guru agar terbiasa bekerja dalam disiplin tinggi, hadir
di sekolah dan di kelas tepat waktu serta terbiasa melakukan kegiatan
yang inovatif untuk mengembangkan mutu proses belajar mengajar di
kelas.
5. Kepala sekolah tidak segan-segan untuk memberikan hukuman bagi
guru yang kurang disiplin atau melalaikan tugasnya serta
memotivasinya agar berbuat lebih baik.15
Kinerja guru adalah prilaku atau respon yang memberikan hasil
yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika menghadapi suatu
tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja guru menyangkut semua
kegiatan atau tingkah laku yang dialami guru pada dasarnya lebih berfokus
pada prilaku guru dalam pekerjaannya, demikian pula perihal efektivitas
guru adalah sejauhmana kinerja tersebut dapat memberikan pengaruh
kepada siswa. Karena secara spesifik tujuan kinerja juga mengharuskan para
guru membuat keputusan dimana tujuan mengajar dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tingkah laku yang kemudian ditransfer kepada siswa.
14
Ibid
15
Ibid
18. 18
Pada konteks lain, mana kala kinerja itu dipandang dari sudut
pendidikan atau berbasis pendidikan lebih merupakan perluasan dari suatu
tujuan perilaku, pendidikan yang didasarkan kinerja sangat tepat diterapkan
untuk mata pelajaran dimana perilaku-perilaku yang tepat tersebut
dideskripsikan atau dinilai melalui tes kinerja maupun observasi melalui
prilaku.
Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran tujuan, misi dan visi
organisasi. Oleh karena itu, bila ingin mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan atau ability dan faktor motivasi atau
motivation. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis yang dikutif
Mangkunegara yang merumuskan bahwa :
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
1. Faktor kemampuan
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya
pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai
kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the
right place, the right man on the right job).
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara
19. 19
maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap
secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya,
seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami
tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu
memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.”16
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa faktor kemampuan dasar
mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja
pegawai akan tercapai. Sebaliknya, bila kemampuan pegawai rendah atau
tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai.
Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara
maksimal.
1.2. Tujuan Penilain Kinerja
Suharsimi Arikunto17 ”Menegaskan bahwa nilai adalah mengambil
suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk.” Dengan
demikian penilaian ini merupakan suatu upaya untuk menentukan status,
posisi atau kedudukan dari suatu obyek berdasarkan pada kreteria tertentu.
Upaya membandingkan keadaan obyek dengan kriteria yang ditentukan
disebut penilaian.
Dalam suatu organisasi penilaian kinerja sering disebut sebagai
penilaian prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja paling sedikit memiliki dua
kepentingan yakni, kepentingan guru, penilaian ini berperan sebagai umpan
balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan dan
16
Mangkunegara op, cit, hal. 68.
17
Suharsimi Arikunto, 1992, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, hal. 3.
20. 20
potensinya yang ada pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan,
jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi
menurut Siagian18 ”Hasil penelitian ini memiliki arti yang sangat penting
terutama dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
identifikasi kebutuhan, program pendidikan dan pelatihan, promosi, sistem
imbalan dan berbagai aspek lain yang dianggap penting bagi organisasi.”
Amstrong19 ”Menegaskan bahwa :
Penilaian prestasi kerja mempunyai tiga tujuan yakni : 1) membantu
memperbaiki prestasi dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan serta
melakukan hal-hal yang akan mengembangkan kekuatan dan mengatasi
kelemahan, 2) mengenal karyawan yang berpotensi untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar, sekarang atau dimasa yang akan datang
dan memberikan bimbingan mengenai apa yang harus dilakukan untuk
memastikan bahwa potensi ini akan berkembang, 3) membantu dan
memutuskan kenaikan gaji yang seimbang antara tingkat prestasi dan
tingkat gaji.”
Dengan demikian penilaian kinerja memiliki arti penting yakni
untuk memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kualitas input,
proses dan out put suatu lembaga atau organisasi.
Berdasarkan pandangan para pakar di atas dapat dirumuskan bahwa
pada dasarnya kinerja guru adalah mempuyai pengertian akan adanya suatu
tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam
melaksanakan aktivitas tertentu, meliputi 4 dimensi : a) dimensi
perencanaan yang terdiri dari 2 indikator, yaitu : 1) penyusunan program, 2)
penyusunan perangkat pembelajaran, b) dimensi melaksanakan
pembelajaran, terdiri dari 1 indikator, yaitu 1) melaksanakan proses
18
Siagian, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, hal. 223-224.
19
Amstrong, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Terjemahan Sofyan Cikmat &
Haryanto), Jakarta : Gramedia, hal. 172.
21. 21
pembelajaran, c) dimensi menilai hasil pembelajaran, terdiri dari 3
indikator , yaitu : 1) melaksanakan penilaian hasil belajar, 2) menganalisis
hasil belajar 3) melakukan remedial dan pengayaan, d) dimensi kegiatan
tambahan, yaitu terdiri dari terdiri dari 2 indikator, yaitu : 1) melatih dan
membimbing siswa, 2) bimbingan siswa dalam pengembangan diri.
2. Supervisi Pengawas
2.1. Pengertian Supervisi
Kegiatan supervisi merupakan salah satu tugas dari pengawas
kepada pihak sekolah yang menjadi binaannya dalam rangka mewujudkan
kondisi kerja guru-guru dan pegawai sekolah yang baik dalam
mengembangkan prilaku anggota organisasi sekolah yang bersangkutan.
Menurut pendapat Purwanto20 ”Supervisi adalah suatu aktivitas
pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.” Fungsi
supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol melihat apakah
segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program
yang telah digariskan tetapi lebih dari itu, supervisi dalam pendidikan
mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan
kondisi-kondisi atau syarat-syarat personil maupu material yang diperlukan
untuk terciptanya situasi belajar mengajar yang efektif.
20
M. Ngalim Purwanto, 2005, Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, hal. 76.
22. 22
Menurut pendapat Muslim21 ”Supervisi adalah sebagai salah satu
model pembinaan staf atau guru-guru.” Pada dasarnya para guru dan mereka
yang terlibat dalam berbagai aktivitas kesupervisian lebih mengenal istilah
inspeksi, sebagaimana pernah dan cukup lama dipraktekkan di lingkungan
persekolahan. Antara konsep inspeksi dan supervisi sebenarnya terdapat
pertentangan yang cukup tajam dalam prinsip dan tindakannya. Inspeksi
lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter serta selalu
mencari kesalahan-kesalahan guru yang diawasi. Sedangkan supervisi
mengandung pengertian yang lebih demokratis menekankan kepada
persahabatan yang dilandasi oleh pemberian layanan dan bekerja sama lebih
baik antara sesama guru-guru.
Konsep inspeksi tidak bisa disamakan dengan konsep supervisi,
dalam arti konsep inspeksi tidak dapat menjadi alternatif atas konsep
supervisi. Mereka datang dari kawasan manajemen yang berbeda. Dalam
proses manajemen, supervisi berada dalam kawasan ”directing” dan
inspeksi berada dalam kawasan ”controlling”. Oleh karena itu supervisi
cenderung kepada usaha pelayanan dan pemberian bantuan dalam rangka
memajukan dan meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar.
Sedangkan inspeksi cenderung kepada usaha atau kegiatan menyelidiki dan
memeriksa penyimpangan-penyimpangan serta kekeliruan yang dibuat oleh
guru-guru dan kepala sekolah dalam rangka melaksanakan program
pengajaran di sekolah.
21
Sri Banun Muslim, 2009, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas, Profesionalisme Guru,
Bandung : Alfabeta, hal. 36.
23. 23
Dalam prakteknya antara supervisi dan inspeksi mempunyai
pertalian sejarah yang kental. Munculnya supervisi sebagai reaksi atas
praktek inspeksi yang banyak mendapat kecaman dari para staf yang
mendapat perlakuan yang tidak fair. Karena dampak negatif lebih banyak,
maka inspeksi ini makin lama makin ditinggalkan, bersamaan dengan itu
pula lahirlah supervisi yang lebih demokratis sebagi gugatan terhadap
inspeksi.
Seperti yang dikatakan oleh Kimball Wiles yang dikutif Muslim,
“Supervision is assistance in the development of a better teaching situation,
goal, material, techiques, method, teacher, student, and environment.”22
Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan
situasi belajar mengajar. Situasi belajar mengajar inilah yang seharusnya
diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan
demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Istilah supervisi di dunia pendidikan sudah cukup lama dikenal dan
dibahas oleh pakar pendidikan. Siahan23, “Supervisi adalah segala usaha
petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas
pendidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran, pengembangan
pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan,
bahan-bahan pengajaran, metode mengajar dan penilaian pengajaran.”
22
Ibid
23
Amirudin Siahan, 2006,Manajemen Pengawas Pendidikan, Jakarta : Quantum Teaching, hal.
14.
24. 24
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah
pemberian bantuan kepada guru-guru, dan staf untuk memperbaiki proses
pembelajaran dengan menggunakan bahan-bahan pengajaran, metode
mengajar dan penilaian hasil belajar.
Menurut Rifai24 “Bahwa supervisi merupakan pengawasan yang
lebih profesional dibandingkan dengan pengawasan umum karena
perkembangan kemajuan pendidikan yang membutuhkannya, yaitu
pengawasan akademik yang mendasarkan kepada kemampuan ilmiah.”
Pendekatannya bukan lagi pengawasan manajemen biasa yang bersifat in
human, melainkan menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan
humanistic oleh para pengawas dalam melaksanakannya karena kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan pengawasan yang profesional,
yang menuntut kemampuan profesional dari para pengawasnya, dan bukan
hanya wewenang administratif saja. Dengan berkembangnya teori-teori
pendekatan administrasi yang lebih memperhatikan cara-cara pendekatan
manusiawi yang sosial, maka pengawasan berkembang menjadi lebih
humanistic dan demokratis, menjadi supervisi yang kita permasalahkan
sekarang.
Supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik,
dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya,
memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas
biasa. Pengawas profesional menuntut kemampuan ilmu pengetahuan yang
24
Rifai, 1982, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung : Yanmars, hal. 20.
25. 25
mendalam serta kesanggupan untuk melihat sebuah peristiwa pembelajaran
yang tajam. Ia memahami pembelajaran berdasarkan kontektual fenomena
akademik. Sebuah kejadian dipelajari diteliti hubungan dan keterkaitan,
keguanaannya, apa, mengapa dan bagaimana. Kemampuan mengawasi
sangat tajam dalam memahami setiap peristiwa akademik, oleh karena itu
pengawas pendidikan tidak dapat dilakukan oleh sembarang pengawas
apalagi orang yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Pengawas pendidikan
harus dijalankan oleh orang yang sesuai keahliannya. Itulah sebabnya istilah
pengawasan dalam pendidikan disebut supervisi, sebab harus mengawasi
dengan cermat dan mendalam peristiwa pembelajaran yang berupa kegiatan
akademik yang sifatnya ilmiah bersumber dari teori yang digunakan dalam
sebuah praktek.
Misi utama supervisi pendidikan adalah memberikan pelayanan
kepada guru untuk mengembangkan mutu pembelajaran, memfasilitasi guru
agar dapat mengajar dengan efektif. Melakukan kerja sama dengan guru
atau anggota staf lainnya untuk meningkatkan mutu pembelajaran,
mengembangkan kurikulum serta meningkatkan pertumbuhan
profesionalisasi semua anggota.
Selanjutnya menurut Suhardan25 ”Supervisi adalah aktivitas
akademik yaitu suatu kegiatan pengawasan yang dijalankan oleh orang yang
memiliki pengetahuan lebih tinggi dan lebih dalam dengan tingkat kepekaan
yang tajam dalam memahami objek pekerjaannya dengan hati yang jernih.”
25
Dadang Suhardan, 2010, Supervisi Profesional (Layanan dalam Meningkatkan Mutu
Pengajaran di Era Otonomi Daerah), Bandung : Alfabeta, hal 35.
26. 26
Supervisi merupakan kegiatan akademik yang harus dijalankan oleh mereka
yang mempunyai pemahaman mendalam tentang kegiatan yang
disupervisinya. Kegiatan supervisi harus dijalankan oleh orang yang dapat
melihat berdasarkan kenyataan yang ada dan kemudian di bawa kepada
kegiatan yang seharusnya, yaitu kegiatan yang semestinya harus dicapai.
Orang yang menjalankannya dituntut keharusan memiliki pengetahuan yang
mendalam bagaimana sesungguhnya pekerjaan itu dijalankan.
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun
200726 “Tentang Standar Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTS) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA) dan Rumpun Mata Pelajaran. Untuk dimensi kompetensi
supervisi akademik dinyatakan bahwa pengawas harus memiliki kompetensi
sebagai berikut :
1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik dan
kecenderungan perkembangan tiap mata pelajaran dan rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.
2. Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik dan
kecenderungan perkembangan proses pembelajaran/ bimbingan tiap
mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
3. Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis
berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan
prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
4. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan
strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat
mengembangkan berbagai potensi siswa melalui mata-mata pelajaran
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang
sejenis.
26
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah (SMP/MTS) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas
(SMA/MA).
27. 27
5. Membimbing guru dalam menyusun rencana persiapan pembelajaran
(RPP)untuk tiap mata pelajaran dan rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis
6. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboraturium dan atau di lapangan)
untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis
7. Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan
menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
8. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknolohi informasi dalam
pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dan rumpun mata
pelajaran yang relevan.”
Kompetensi supervisi akademik adalah kemampuan pengawas
sekolah dalam melaksankan pengawasan akademik, yakni menilai dan
membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran
yang dilaksanakannya, agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.
Kompetensi supervisi akademik intinya adalah membina guru dalam
meningkatkan mutu proses pembelajaran. Oleh sebab itu sasaran supervisi
akademik adalah guru dalam proses pembelajarn, penyusunan silabus dan
RPP, pemilihan strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media
dan teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil
pembelajaran serta penilaian tindakan kelas.
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi
mencapai tujuan pembelajaran. Didalam pelaksanaannya, supervisi
akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru dalam
melaksanakan tugas proses pembelajarannya dalam penilaian pengawasan
28. 28
dapat ditunjukkan penilaian unjuk kerja merupakan bagian integral dari
serangkaian kegiatan supervisi akademik.
Selanjutnya supervisi menurut Nawawi27 adalah “ Kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya
untuk melakukan tugas-tugas dan kewajibannya dengan baik sesuai
pertelaan tugas yang digariskan”. Pengertiannya lebih menekankan pada
pengawasan murni dalam arti control kegiatan dari seorang atasan terhadap
bawahannya, agar melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Pengertiannya tidak memberi tekanan pada memberikan bantuan dan
bimbingan bagaimana memperbaiki mutu pekerjaan, melainkan pada
pelaksanaan tugas sesuai pertelaah tugas yang telah digariskan.
Sergiovani dan Starrt28 mengemukakan “ Supervision is a proses
designed to help teacher and supervisor leam more about their practice; to
better able to use their knowledge and skill to better serve parents and
school; and to make the school a more efektive learning
community.”Artinya, supervisi merupakan suatu proses yang dirancang
secara khusus untuk membantu para kepala sekolah dan guru dalam
mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih
baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan
sekolah sebagai masyarakat yang lebih baik.
27
Hadari Nawawi, 1997, Administrasi Pendidikan, Jakarta : Gunung Agung, hal. 99.
28
Thomas Sergiovani, 1996, Education and Administration, New Jersey : Prentice Hall Inc, h,
137
29. 29
Menurut Neagley dalam Ngalim mengemukakan bahwa supervisi
diartikan ”Sebagai bantuan, pengarahan, bimbingan kepala sekolah terhadap
personal.”29Para pengawas dalam membina dan mengarahkan serta
membimbing guru dapat dilakukan melalui supervisi, mengingat supervisi
tersebut memiliki peran strategis dalam upaya meningkatkan kemampuan
profesional guru dalam kegiatan proses pembelajaran. Pengawas harus
mampu membimbing, membina dan mendorong guru dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran, hal ini
supervisi berorientasi pada pengajaran dan usaha perbaikan.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sutisna30 dikatakan bahwa
”Supervisi oleh pengawas sebagai suatu bentuk pelayanan, bantuan
profesional atau bimbingan guru-guru dan melalui pertumbuhan
kemampuan guru hendak meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran.”
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sahertian31 ”Menegaskan bahwa
supervisi adalah memberikan layanan kepada guru-guru baik secara
individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran.”
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat ditarik tiga unsur
penting dalam rumusan pengertian supervisi sebagai berikut : 1) unsur
proses pengarahan, bantuan atau pertolongan, 2) unsur personal yang
berhubungan langsung dengan kegiatan organisasi sekolah yang diberikan
29
Ibid
30
Oteng Sutisna, 1993, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional,
Bandung : Angkasa, hal. 271.
31
Piet A. Sahertian, 2008, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta : Rineka Cipta, hal. 19.
30. 30
pertolongan, dan 3) proses pengelolaan pendidikan sebagai obyek yang
perlu diperbaiki.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa supervisi pengawas
adalah layanan, bantuan, untuk membimbing guru-guru memperbaiki
pengajaran dan meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu Hamalik32 ”Mengemukakan bahwa menyangkut
pelayanan Supervisor :
Yaitu pengawas hendaklah berpandangan luas, memahami rencana dan
program yang telah digariskan, berwibawa dan memiliki kecakapan praktis
tentang kepengawasan, terutama human relation, memiliki sifat jujur, tegas
dan konsekuen, ramah dan rendah hati serta berkemauan keras, rajin bekerja
untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu pula, bahwa
pengawas sebagai supervisor juga harus memiliki keterampilan teknis
seperti : 1) menetapkan criteria untuk menyeleksi sumber-sumber
pengajaran, 2) mendayagunakan system kunjungan kelas, 3)
mendayagunakan rapat kepengawasan pengajaran, 4) merumuskan tujuan
pengajaran yang jelas, 5) mengaplikasikan hasil penelitian, 6)
mengembangkan langkah-langkah evaluasi, 7) mendemonstralisasikan
keterampilan mengajar.”
Seorang supervisor apakah ia kepala sekolah, pengawas sekolah
dan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran dalam melaksanakan
supervisi hendaknya berlandaskan pada prinsip-prinsip supervisi.
Adapun prinsip supervisi yang dikemukakan oleh Sagala33 :
1. Ilmiah, berarti :
a) Menggunakan alat (instrument) yang dapat memberikan
informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian
terhadap proses belajar mengajar.
b) Sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur, berencana dan
berkelanjutan.
c) Objektif, berarti data yang didapat berdasarkan hasil observasi
nyata. Kegiatan- kegiatan perbaikan atau pengembangan
32
Oemar Hamalik, 2002, Pendekatan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta :
Bumi Aksara, hal. 103.
33
Syaiful Sagala, 2009, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung
Alfabeta, hal.199.
31. 31
berdasarkan hasil kajian kebutuhan-kebutuhan guru atau
kekurangan guru, bukan berdasarkan tafsiran pribadi.
2. Demokratis, berarti menjunjung tinggi azas musyawarah, memiliki
jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat
orang lain.
3. Kooperatif, berarti kerja sama seluruh staf dalam kegiatan
pengumpulan data, analisa data dan perbaikan serta pengembangan
proses belajar mengajar hendaknya dilakukan dengan cara kerja
sama seluruh staf sekolah.
4. Konstruktif dan kreatif. Membina inisiatif guru dan mendorong
guru untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa
aman dan bebas menggunakan potensi-potensinya. Supervisor
perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip tersebut di atas.
Supervisi merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
teknis edukatif di sekolah, bukan sekedar pengawasan terhadap fisik
material. Supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik
yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan terhadap guru dalam
mengajar, pengawasan terhadap murid yang belajar dan pengawasan
terhadap situasi yang menyebabkannya. Aktifitasnya dilakukan dengan
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pembelajaran yang diperbaiki, apa
yang menjadi penyebab dan mengapa guru tidak berhasil melaksanakan
tugasnya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan tindak
lanjut yang berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan. Pembinaan
merupakan sebuah pelayanan terhadap guru dalam memperbaiki kinerjanya.
Pembinaan selain pelayanan terhadap guru, juga merupakan usaha preventif
unttuk mencegah supaya guru tidak terulang kembali melakukan kesalahan
serupa yang tidak perlu, menggugah kesadarannya supaya mempertinggi
kecakapan dan keterampilan mengajarnya.
32. 32
Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh supervisor untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru-guru agar dapat
memperbaiki proses pembelajaran, meningkatkan kinerja guru dan
pendidikan pada umumnya, sehingga mutu pendidikan akan meningkat.
2.2. Program Supervisi Pengawas
Program supervisi biasanya berisikan kegiatan yang akan
dijalankan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan situasi
pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Di dalam program
supervisi tertuang berbagai usaha dan tindakan yang perlu dijalankan
supaya pembelajaran menjadi lebih baik, sehingga akselerasi belajar peserta
didik makin cepat dalam mengembangkan potensi dirinya, karena guru
lebih mampu mengajar.
Program supervisi harus realistik dan dapat dilaksanakan dengan
baik, sehingga benar-benar membantu mempertinggi kinerja guru. Program
supervisi yang baik menurut Sutisna34 ”Mencakup keseluruhan proses
pembelajaran yang membangun lingkungan belajar mengajar yang
kondusif, di dalamnya mencakup maksud dan tujuan, pengembangan
kurikulum, metode mengajar, evaluasi, pengembangan pengalaman belajar
murid yang direncakan baik dalam intra maupun extra kurikuler.”
Program supervisi berprinsip kepada proses pembinaan guru yang
menyediakan motivasi yang kaya bagi pertumbuhan kemampuan
34
Ibid.
33. 33
profesionalnya dalam mengajar. Guru menjadi bagian integral dalam usaha
peningkatan mutu sekolah, mendapat dukungan semua pihak disertai dana
dan fasilitasnya. Bukan sebuah kegiatan suplemen atau tambahan.
2.3. Tujuan supervisi Pendidikan
Tujuan supervisi pendidikan adalah memberikan layanan dan
bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan
guru di kelas. Dengan demikian jelas bahwa tujuan supervisi adalah
memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas belajar guru
di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tapi juga untuk
mengembangkan potensi kualitas guru. Pendapat ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oliva yan dikutif Sahertian bahwa sasaran (domain) supervisi
pendidikan adalah : ”1) Mengembangkan kurikulum yang sedang
dilaksanakan di sekolah 2) Meningkatkan proses belajar mengajar di
sekolah 3) Mengembangkan seluruh staf di sekolah.”35
2.4. Pengawas Pendidikan dan Pengawasan
Dalam proses pendidikan, pengawas atau supervisi merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan
mutu pendidikan. Supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan
layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru baik
secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas
35
Ibid
34. 34
proses dan hasil pembelajaran. Substansi hakikat pengawasan yang
dimaksud menunjukan pada segenap upaya bantuan supervisor kepada
stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan untuk perbaikan-
perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan
kepada guru berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan
penilaian yang obyektif dalam acuan perencanaan program pembelajaran
yang dibuat.
Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan
kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang
diberikan benar-benar tepat sasaran dan mampu memperbaiki serta
mengembangkan situasai belajar.
Pengawas satuan pendidikan adalah pejabat fungsional yang
berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan
pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang ditunjuk/ditetapkan dalam
upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah
menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan
pendidikan dan sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi
tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat
kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan
dilakukan dalam bentuk arahan, saran dan bimbingan.36
36
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, No. 020/U/1998/tanggal
6 Februari 1998.
35. 35
Kegiatan pengawasan harus difokuskan pada prilaku dan
perkembangan siswa sebagai bagian penting dari : Kurikulum/mata
pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi,
sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen,
bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan
masyarakat.
Fokus pengawaan sekolah meliputi : standarisasi dan prestasi yang
diraih siswa, kualitas layanan siswa disekolah (efektivitas belajar mengajar,
kualitas program kegiatan dalam menuhi kebutuhan dan minat siswa), serta
kepemimpinan dan manajemen sekolah. Kepengawasan merupakan kegiatan
atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab
dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang atau
satuan pendidikan yang dibina. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut
pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan
pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara
berkesinambungan pada sekolah yang diawasinya.
Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat dari pada
setiap komponen pendidikan antara lain : Mutu lulusan, kualitas guru,
kepala sekolah, staf sekolah (tenaga adminstrasi, laboran dan teknisi, tenaga
perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan
sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen lainnya.
Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja
sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan. Itulah sebabnya kehadiran
36. 36
pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu
pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya
berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah
yang menjadi binaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dapat divisualisasikan tanpak bahwa hakikat
pengawasan memiliki empat dimensi, menurut Majalah Forwas37 ”Yaitu :
a. Support
Dimensi ini menunjukan pada hakikat kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support)
kepada pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existingnya.
Oleh karena itu supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan
analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya
untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan.
b. Trus
Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawas yang dilakukan
oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust)
stakeholder pendidikan dengan menggambarkan profil dinamika
sekolah masa depan yang lebih baik dan menjanjikan.
c. Challenge
Dimensi ini menunjuk pada hakekat kepengawasan yang dilakukan
supervisor itu harus mampu memberikan tantangan pengembangan
sekolah kepada stakeholder pendidikan disekolah. Tantangan ini harus
dibuat serealistis mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak
sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada saat ini,
dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara
kolaboratif dalam rangka mengembangkan mutu sekolah.
d. Networking and Collaboration
Dimensi ini menunjukan pada kakekat kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring
dan berkolaborasi antar stakeholder pendidikan dalam rangka
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di
sekolah.”
Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan
dalam tiga aktivitas utama pengawasan berdasarkan Forwas (forum
37
Majalah Forum Pengawas, Nomor 28/XII/2008, hal. 11.
37. 37
Kepengawasan Nomor 28/XII/2008, halaman 12) yaitu : negosiasi,
kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap
stakeholder pendidikan dengan focus pada substansi apa yang dapat dan
perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara
meningkatkannya. Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus
selalu diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di
sekolah binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya
peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking
merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk
dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti
sekarang ini.
Jejaring kerja sama dapat dilakukan baik secara harisontal maupun
vertical. Jejaring kerjasama secara harisontal dilakukan dengan sesama
sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing pengalaman
pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS,
MGMP. Jejaring kerja sama secara vertiakal dilakukan baik dengan sekolah
pada arah dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun dengan
sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang akan
menerima para siswa lulusannya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau
pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang
diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di
38. 38
sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan)
maupun bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah
jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang
predikat sebagai pengawas haruslah sudah berstatus tenaga pendidik/guru
dan atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah
menjadi guru.
Berdasarkan rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktifitas
profesional pengawas dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui
penilaian dan pembinaan yang terencana dan berkesinambungan.
Pembinaan diawali dengan mengidentifikasi dan mengenali kelemahan
sekolah binaannya, menganalisis kekuatan/potensi dan prospek
pengembangan sekolah sebagai bahan untuk menyususn program
pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya.
Untuk itu pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan
pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang
harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja agar dapat
membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah.
Ketiga langkah tersebut adalah :
a) Menetapkan standar/kriteria pengukuran performasi sekolah
(berdasarkan evaluasi diri sekolah).
b) Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan
kriteria/benchmerk yang telah direncanakan, guna menyusun program
pengembangan sekolah.
39. 39
c) Melakukan tindakan pengawasan yang berupa
pembinaan/pendampingan untuk memperbaiki implementasi program
pengembangan sekolah.
Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang
dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain : Trust, artinya kegiatan kepengawasan
dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah
dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil kepengawasannya dapat
dipercaya. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya
dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah. Utility, artinya proses dan
hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk
mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya. Supporting,
Networking dan collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawas pada
hakikatnta merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang
jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder. Testable,
artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran
objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka
melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/supervisor
pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran
pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk
memberi hukuman akan tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina
dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap
40. 40
kinerja sekolah semakin meningkat menuju tercapainya sekolah yang
efektif.
Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang
dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini :
1) Dalam melaksanakan tugasnya pengawas satuan pendidikan senantiasa
berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknilogi.
2) Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam
mengemban tugas sebagai pengawas.
3) Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam
menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
4) Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab
dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
5) Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi
pengawas.
6) Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja
dalam melaksanakan tugas profesional pengawas.
7) Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya
sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
8) Pengawas satuan pendidikan sigap dan trampil dalam menanggapi dan
membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder
sekolah binaannya.
41. 41
9) Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang
tinggi, baik terhadap stake holder sekolah binaannya maupun terhadap
koleganya.
2.5. Prinsip-Prinsip Supervisi Pengawas
Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi
dilingkungan pendidikan adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang
bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif.
Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa
aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
Untuk itu supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang
objektif. Bila demikian, maka prinsip-prinsip yang dilaksanakan adalah :
a. Prinsip ilmiah
Prinsip ilmiah mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
1) Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang
diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar.
2) Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti
angket, observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya.
3) Setiap kegiatan supervise dilaksanakan secara sistematis, berencana
dan kontinyu.
b. Prinsip Demokratis
Layanan dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan
hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru
merasa aman untuk mengembangkan tugasnya. Demokratis
mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru,
42. 42
bukan berdasarkan atasan dan bawahan, tapi berdasarkan rasa
kesejawatan.
c. Prinsip Kerja sama
Mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah Supervisi
Sharing of idea, sharing of experience, memberi support, mendorong,
menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama/
d. Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan
potensi kreatifitas kalau supervisi mampu menciptakan suasana kerja
yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan.
2.6. Metode dan teknik supervisi pengawas
Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan
potensi sumber daya guru dapat dilaksanakan dengan berbagai alat (device)
dan teknik supervisi. Umumnya alat dan teknik supervisi dapat dibedakan
dalaam dua macam alat atau teknik. Menurut John Minor Gwy yang dikutif
Sahertian teknik yang bersifat individual, yaitu ”Teknik yang dilaksanakan
untuk seorang guru secara individual dan teknik yang bersifat kelompok,
yaitu teknik yang dilakukan untuk melayani lebih dari satu orang.”38
Metode dan Teknik Supervisi
Tugas pengawas satuan pendidikan ketika melaksankan tugas
pengawasnya, haruslah memahami metode dan teknik supervisi akademik
agar kegiatan supervisi dapat dilaksanakan dengan baik dan hasil
38
Sahertian op, cit, hal. 52.
43. 43
pembinaannya mencapai tujuan. Ada beberapa metode dan teknik supervisi
yang dapat dilakukan pengawas. Metode-metode tersebut dibedakan antara
yang bersifat individual dan kelompok :
a. Teknik yang bersifat individual
1) Perkunjungan kelas
Perkunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala
sekolah, pengawas datang ke kelas untuk melihat cara guru mengajar di
kelas. Tujuan perkunjungan kelas adalah untuk memperoleh data
mengenai keadaan sebenarnya selama guru mengajar. Dengan data itu
superisor dapat berbincang-bincang dengan guru tentang kesulitan yang
dihadapi guru-guru. Pada kesempatan itu guru-guru dapat
mengemukakan pengalaman-pengalaman yang berhasil dan hambatan-
hambtan yang dihadapi serta meminta bantuan, dorongan dan mengikut
sertakan.
Ada tiga macam perkunjungan kelas yaitu :
a) Perkunjungan tanpa diberitahu (unannounced visitation),
Supervisor tiba-tiba datang ke sekolah tanpa diberitahukan
lebih dahulu.
b) Perkunjungan dengan cara memberi tahu lebih dahulu
(announced visitation), biasanya supervisor telah memberikan
jadwal perkunjungan sehingga guru-guru tahu pada hari dan
jam berapa ia akan dikunjungi.
c) Perkunjngan atas undangan guru (visit open invitation),
perkunjungan seperti ini akan lebih baik. Oleh karena itu guru
44. 44
punya usaha dan motivasi untuk mempersiapkan diri dan
membuka diri agar dia dapat memperoleh balikan dan
pengalaman baru dari hal perjumpaannya dengan supervisor.
2) Observasi kelas
Observasi kelas secara sederhana dapat diartikan melihat dan
memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang tampak. Observasi
kelas adalah teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap
proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Ada dua macam
observasi kelas yaitu observasi lnagsung dan observasi tidak langsung.
Observasi langsung dengan menggunakan alat observasi, supervisor
mencatat absen yang dilihat pada saat guru sedang mengajar,
sedangkan observasi tidak langsung yaitu orang yang diobservasi
dibatasi oleh ruang kaca di mana murid-murid tidak mengetahuinya
(biasanya dilakukan dalam laboraturium untuk pengajaran mikro).
Adapun tujuan observasi adalah :
a) Untuk memperoleh data yang subyektif mungkin sehingga
bahan yang diperolah dapat digunakan untk menganalisis
kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru dalam usaha
memperbaiki hal belajar mengajar.
b) Bagi guru sendiri data yang dianalisis akan dapat membantu
untuk mengubah cara-cara mengajar kearah yang lebih baik.
c) Bagi murid-murid sudah tentu akan dapat menimbulkan
pengaruh positif terhadap kemajuan belajar mereka.
45. 45
3) Percakapan Pribadi (individual conference)
Individual conference atau percakapan pribadi antara seorang
supervisor dengan seorang guru. Dalam percakapan itu kedua-duanya
berusaha berjumpa dalam pengertian tentang mengajar yang baik. Yang
dipercayakan adalah usaha-usaha untuk memecahkan problema yang
dihadapi oleh guru. Salah satu yang penting dalam supervisi adalah
individual conference, sebab dalam individual conference seorang
supervisor dapat bekerja secara individual dengan guru dalam
memecahkan problema-problema pribadi yang berhubungan dengan
jabatan mengajar (personal and professional problem) misalnya,
pemilihan dan pemakaian alat-alat pelajaran tentang penantuan dan
penggunaan metode mengajar dan sebagainya.
Adapun tujuan individual conference atau percakapan pribadi :
a) Terutama sekali untuk memberikan kemungkinan
pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan-
kesulitan yang dihadapi.
b) Memupuk dan mengembangkan hal mengajar yang lebih baik
lagi.
c) Memperbaiki kelemahan-kelemahan dan kekurangan-
kekurangan yang sering dialami oleh guru dalam
melaksanakan tugasnya di sekolah.
d) Menghilangkan dan menghindari segala prasangka yang bukan
bukan.
46. 46
4) Saling mengunjungi kelas (intervisation)
Saling mengunjungi kelas dapat juga digolongkan sebagai
teknik supervisi secara perorangan. Kegiatan ini dilakukan guru yang
satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu
sendiri. Dengan mengunjungi kelas ini diharapan guru akan
memperoleh pengalaman baru dari teman sejawatnya melalui
pelaksanaan proses pembelajaran, pengelolaan kelas, dan sebagainya.
Adapun mengunjungi kelas dapat berhasil dengan baik
dan bermanfaat, maka harus ada beberapa hal yang diperhatikan antara
lain :
a) Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan
sebaik-baiknya. Diupayakan agar mencari guru yang
berpengalaman sehingga mampu memberikan pengalaman
baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
b) Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
c) Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan
kelas.
d) Pengawas hendaknya mengikuti cara ini dengan cermat.
Amatilah apa-apa yang ditamapilkan secara cermat, dan
mencatatnya pada format-format tertentu.
e) Adakan tindak lanjut setelah kunjungan antar kelas, misalnya
dengan percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-
tugas tertentu.
47. 47
f) Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan,
yaitu dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang
dihadapi.
g) Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan
antar kelas berikutnya.
5) Menilai diri sendiri
Salah satu tugas yang tersukar bagi guru-guru adalah melihat
kemampuan diri sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran. Untuk
mengukur kemampuan mengajarnya, disamping menilai murid-murid,
juga penilian terhadap diri sendiri merupakan teknik yang dapat
membantu guru dalam pertumbuhannya.
Tipe dari alat ini yang dapat digunakan antara lain berupa :
a) Suatu daftar pandangan/pendapat yang disampaikan kepada
murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas.
Biasanya disusun dalam bentuk bertanya baik secara tertutup
maupun secara terbuka dan tidak perlu memakai nama.
b) Menganalisis tes-tes terhadap unit-unit kerja.
c) Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan (record)
baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara
kelompok.
b. Teknik supervisi kelompok
Teknik supervisi kelompok adalah suatu teknik yang digunakan
untuk dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru
dalam suatu kelompok.
48. 48
Teknik supervisi kelompok ada beberapa diantaranya adalah :
1) Pertemuan orientasi bagi guru-guru 2) Panitia penyelenggara 3) Rapat
guru 4) Diskusi sebagai proses kelompok 5) Tukar menukar pengalaman 6)
Lokakarya (workshop) 7) Diskusi panel 8) Seminar 9)Demonstrasi
mengajar 10) Buletin supervisi 11) Laboraturium kurikulum.
Berdasarkan pandangan para pakar di atas dapat dirumuskan bahwa
pada dasarnya supervisi pengawas adalah layanan, bantuan, pembinaan
yang diberikan pengawas sekolah kepada kepala sekolah dan guru dalam
rangka memberikan jalan keluar terhadap berbagai permasalahan tugas
sehari-hari di sekolah dalam usaha meningkatkan mutu proses
pembelajaran, meliputi 3 dimensi : a) dimensi peran supervisi pengawas
yang terdiri dari 5 indikator, yaitu : 1) bantuan kepada kepala sekolah
memecahkan persoalan akademik, 2) bantuan kepada guru, 3) pembinaan
kepada guru, 4) memupuk semangat kepala sekolah, 5) pembinaan
pengelolaan administrasi sekolah b) dimensi karakteristik supervisi
pengawas terdiri dari 3 indikator yaitu : 1) pengalaman supervisi, 2)
musyawarah supervisi, 3) peningkatkan kualitas kepemimpinan, c)
dimensi pelaksanaan supervisi 2 indikator yaitu : 1) peningkatan kualitas
pendidikan, 2) kerja sama.
3. Kualitas Kepemimpinan Kepala Sekolah
3.1. Pengertian Kepemimpinan
Dalam setiap kegiatan manusia yang beranggotakan orang-orang
dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan selalu membutuhkan
49. 49
kepemimpinan, demikian juga dalam suatu organisasi keberadaan pimpinan
sangat penting. Keberhasilan dari sebagian besar organisasi ditentukan oleh
kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi
amanah untuk memimpin organisasi, yaitu kemampuan mempengaruhi
bawahan agar bekerja sesuai dengan tujuan yang ditentukan organisasi.
Orang yang menjalankan proses kepemimpinan disebut pemimpin
sedangkan orang yang dipimpin disebut anggota atau pengikut. Dalam
berbagai tindakannya seorang pemimpin mempengaruhi anggota, karena itu
peran pemimpin sangat signifikan dalam menentukan arah dan kualitas
kehidupan manusia, baik dalam keluarga maupun organisai dan masyarakat
serta negara pada suatu bangsa, bahkan proses kepemimpinan dapat
berlangsung di mana saja dan setiap waktu.
Menurut pendapat Yukl39 ”Kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta
proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai
tujuan bersama.”
Dalam kepemimpinan ini mencakup upaya yang tidak hanya
mempengaruhi dan memfasilitasi pekerjaan kelompok atau organisasi yang
sekarang tetapi dapat juga digunakan untuk memastikan bahwa semuanya
dipersiapkan untuk memenuhi tantangan di masa depan. Dan kepemimpinan
dipandang baik sebagai peran khusus dan proses pemberian pengaruh secara
39
Gary Yukl, 2009, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Jakarta : PT. Indeks, hal. 8.
50. 50
sosial. Setiap orang dapat memerankannya misalnya kepemimpinan dapat
dilakukan bersama atau didistribusikan, tetapi beberapa pembedaan peran
diasumsikan terjadi dalam berbagai kelompok atau organisasi. Baik proses
rasional maupun emosional ditinjau sebagai aspek yang esesnsisal dalam
kepemimpinan. Tidak ada asumsi yang dilakukan atas hasil aktual dari
proses pengaruh, karena evaluasi harus sangat sulit dilakukan dan sangat
subyektif.
Menurut Adair40” Kepemimpinan adalah seni memengaruhi
sekelompok orang untuk mengikuti suatu alur kegiatan, seni mengendalikan
mereka, mengarahkan mereka, dan membuat mereka mengeluarkan potensi
terbaik.”
Kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi bawahan dan
berkaitan dengan manajem untuk menggerakkan orang-orang agar dapat
bekerja dengan segenap potensi yang dimiliki dalam mencapai tujuan
organisisi.
Menurut Robbins41 ”Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai suatu visi atau
serangkaian tujuan tertentu.” Selanjutnya menurut Hampton42 menegaskan
bahwa ”Kepemimpinan merupakan kreativitas kesanggupan mempengaruhi
dan memotivasi pihak lain dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam
kreativitas seni pemimpin adalah seni membangun lembaga, mengerjakan
40
John Adair, 2007, Cara menumbuhkan Pemimpin, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hal
15
41
Stephan P. Robbin, 2007,, Organization Behavior, Jakarta : Salemba Empat, hal. 48.
42
David R. Hampton, 1993, Management, New York : McGraw-Hill Book Campany, hal. 449
51. 51
orang dan teknologi, mengatur serta mempertahankannya.” Maka kaitan
dengan kepemimpinan kepala sekolah di sini adalah kemampuan kepala
sekolah dalam mempengaruhi, memotivasi, memberikan contoh dan
teladan terhadap guru dalam mencapai tujuan pendidikan.
Yang perlu diingat bahwa pemimpin menjadi pemberi inspirasi,
motivasi, dorongan, penggerak dan semangat serta gagasan baru, hal ini
sependapat dengan Wirawan43 bahwa ” Inovasi merupakan kemampuan
untuk menerapkan ide-ide baru untuk memecahkan masalah yang dihadapi
mencapai peluang atau memproduksi produk baru.” Untuk mencapai tujuan,
pemimpin mengadakan dan memanfaatkan hal-hal yang dapat membantu
bawahan. Hal-hal tersebut adalah dapat berupa sarana bendawi seperti alat-
alat, modal, tanah, kendaraan, gedung dapat pula berupa sarana non
bendawi seperti peraturan, cita-cita yang dicanangkan, instruksi yang
dikeluarkan dan lain-lain.
Selanjutnya menurut Lester yang dikutif oleh Timpe,
”Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang
dengan cara kepatuhan, kepercayaan, hormat dan bersemangat untuk
bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.”44 Dalam kepemimpinan
terdapat tiga unsur penting, yaitu : 1) keterlibatan orang lain, 2) kekuasaan,
dan 3) pengaruh.45 Titik sentral kepemimpinan adalah kekuasaan merupakan
unsur penting dari inti kepemimpinan.
43
Wirawan, 2003, Kapita Selekta, Teori Kepemimpinan, Pengantar Untuk Praktek dan
Penelitian, Jakarta : Kerja Sama Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press, hal. 77
44
A. Dale Timpe, 1991, Seni dan Pengetahuan Bisnis: Kepemimpinan, terjemahan Susanto
Budidharmo, Jakarta : PT. Gramedia, hal. 181.
45
Ibid, hal. 294.
52. 52
Menurut pendapat Sanusi46 ”Kepemimpinan adalah keseluruhan
tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha
bersama untuk mencapai tujuan.”
Dalam perkembangan sekarang, keberhasilan suatu organisasi
sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki orang-
orang yang diangkat atau diserahi tanggung jawab sebagai pemimpin
dimasyarakat atau dalam suatu organisasi. Para pemimpin harus memiliki
keterampilan dan sifat-sifat yang baik sebagai syarat bagi seorang pemimpin
dalam suatu organisasi.
Selanjutnya menurut Syafaruddin47 “ Pemimpin adalah seorang
yang dipercaya dengan kemampuannya diakui sebagai pemimpin ditengah-
tengah masyarakat.” Berarti dalam setiap situasi yang bagaimanapun, proses
kepemimpinan atau aktivitas pemimpin dapat berlangsung di industri,
organisasi pemerintah, organisasi politik, bisnis maupun pada kegiatan
pendidikan di sekolah.
Kepemimpinan adalah suatu proses di mana pimpinan digambarkan
akan memberikan perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam memilih atau mencapai tujuan. Kepemimpinan
adalah Perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas
suatu kelompok, ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama.
Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti terhadap usaha kolektif
dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan
46
Achmad Sanusi, 2009, Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan, Bandung : Prospect,
hal. 19
47
Syafaruddin, 2010, Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta : Quantum Teaching, hal 49.
53. 53
untuk mencapai sasaran. Kepemimpinan adalah pengaruh antara pribadi
yang dijalankan dalam suatu situs tertentu serta diarahkan melalui proses
komunikasi kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Menurut
Bacal48 “Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi suatu kelompok
yang terorganisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya.”
Kepemimpinan adalah mereka yang secara konsisten memberikan
kontribusi yang efektif terhadap orde social dan diharapkan serta
dipersepsikan melakukannya. Dalam rumusan lain, kepemimpinan diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain berbuat
sesuai dengan kehendak orang itu, meskipun pihak lain itu tidak
menghendakinya. Suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang
agar bekerja sama menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka
inginkan bersama.
Menurut Siagian49 menjelaskan bahwa “Kepemimpinan merupakan
penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita, dan semangat kebangsaan dalam
mengatur, mengendalikan, dan mengelola sebuah organisasi.”
Sedangkan menurut Sudarman Danin50 “Kepemimpinan adalah
setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk
mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang
tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.”
48
Robert Bacal, 2004, Leadership Is Everyone’s Business, Kiat Sukses Menjadi Pemimpin Andal,
Yogyakarta : Pinkbooks, hal. 2.
49
Sondang P. Siagian, 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta : PT Rineka Cipta, hal. 2
50
Sudarman Danin, 2010, Kepemimpinan Pendidikan, Bandung : Alfabeta, hal. 6.
54. 54
Sebagai pemimpin lembaga organisasi sekolah, kepala sekolah
harus memiliki kemampuan mengelola, dimana dalam mengelola organisasi
sekolah membutuhkan keterampilan kepemimpinan. Kemampuan
mengelola dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-
orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna51
merumuskan kemampuan mengelola sebagai ”Proses mempengaruhi
kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan
dalam situasi tertentu.”
Menurut Soepardi52 kemampuan mengelola sebagai ”Kemampuan
untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan,
menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan
menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia
mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan
efesien.” Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan mengelola
sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya
pemimpin dan karakteristik, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok
tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi, oleh sebab itu peran kepala
sekolah dalam kepemimpinannya harus memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan baik, hal tersebut sesuai dengan pandangan
Wirawan53 ”Bahwa pada prakteknya seorang pemimpin seperti kepala
sekolah merupakan orang yang komunikatif dan menganggap komunikasi
sangat menentukan keberhasilan kepemimpinannya.”
51
Oteng Sutisna, 1993, Adminstrasi Pendidikan : Dasar-dasar Teoritis dan Praktek Profesional,
Bandung : Angkasa, hal. 42.
52
Soepardi, 1988, Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta : P2LPTK, hal.18
53
Wirawan op, cit, hal. 126.