Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Peran dan fungsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam pengelolaan sampah, terutama sampah plastik di laut, semakin berkurang akibat eksekutif seperti Kantor Kemenko Kemaritiman dan Kemenko Perekonomian yang semakin aktif menangani isu-isu tersebut.
2. Menteri Koordinator Kemaritiman menjelaskan bahwa tugasnya adalah
1. 1
Cakupan Kerja KLHK Digerus, LBP Menanggapi
Opini: Riza V. Tjahjadi
Biotani Bahari Indonesia
Sejak kwartal akhir 2016 silam saya menyaksikan bahwa issu sampah plastik di
lautan telah menjadi garapan kantor Kemenko Kemaritiman di kancah internasional.
Di mata saya ini dimulai dengan suatu acara simposium atau semacam itu digelar di
salah satu hotel bintang lima di pusat kota Jakarta. Saya dan beberapa sobat hadir
tetapi hanya untuk menyaksikan meja pameran kreasi daur ulang seorang teman.
Selang beberapa bulan berikut di kwartal pertama 2017 semakin santer bahwa issu
sampah plastik di lautan sudah digotong oleh kantor Kemenko Kemaritiman
menyongsong suatu konferensi internasional di lingkup PBB di New York. Nah, kali
2. 2
ini suara yang mempertanyakan kewenangan kantor Kemenko Kemaritiman sudah
bermunculan. Kenapa bukan KLHK? Apa sudah adakah koordinasi, dsb.
Dua contoh di atas menegaskan cakupan kewenangan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkurang bebannya dalam pengelolaan sampah,
khususnya sampah plastik di lautan/ samudra. Sebaliknya kantor Kemenko
Kemaritiman semakin moncer dengan meluasnya aktivitas termasuk teken-meneken
perikatan legal dengan negara lain untuk proyek ini dan itu.
Masih tentang sampah, kali ini sempat mencuat kegalauan di kalangan pimpinan
KLHK terhadap ide pembentukan satu badan pengelolaan sampah nasional oleh
kantor Kemenko Perekonomian pada 29 Agustus silam - demi (katanya) percepatan
dalam pengelolaan sampah, dst. Pada minggu pertama September silam saya
bahkan mendengar langsung bahwa menteri KLHK sendiri yang akan menanyakan
sendiri mengenai ide itu kepada Menko Perekonomian. Tetapi hingga hari ini saya
tidak mendengar apapun kelanjutan kasus tersebut.
Dan, yang teranyar adalah lagi-lagi kantor Kemenko Perekonomian tanpa banyak
diketahui publik telah meneken Nota Kesepahaman (MOU) bersama WWF
Indonesia untuk merealisasikan pekerjaan pelaksanaan pengelolaan proyek (PMO)
terhadap Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Sempat heboh beberapa hari
silam, ternyata, pada hari Rabu 25 Oktober MOU itu dibatalkan bersama.
Dari uraian ringkas dan sama sekali tidak mendalam dapatlah saya katakan: Apa
yang terjadi tersebut menunjukkan gejala menguatnya peran dan fungsi sebagai
eksekutif. Sampai sejauh ini kecenderungan di atas memang belum saya
memperoleh gambaran dampak negatif pada publik, tetapi saya pertanyakan:
Apakah sudah terdapat kesepakatan yang jelas antara kantor Kemenko dan KLHK
dalam hal penyelenggaraan issu-issu yang secara legal dalam cakupan KLHK?
Lebih luas lagi, apakah fungsi koordinasi pada level kementerian koordinator kurang
dikedepankan daripada keeksekutifan (proyek), meskipun bila perlu (secara
spekulatif tanpa kekokohan legalnya) menggerus lahan kerja kementerian?
Nah..! Semoga akan ada gambaran yang jelas bagi publik. Dan... bagi internal
pegawai KLHK jangan cepat prejudice, juga jangan under estimate) tetapi pahami
persepsi saya akan kegesitan dan kelihaian penggerus bersama kompanyonnya.
Karena sesungguhnya saya tidak respek dengan implementasi kekuasaan yang
telah menyiptakan penggerusan "lahan kerja" tanpa kejelasan tuntas terhadap
pemegang amanah penyelenggaraan mengelola dan upayakan perlindungan
lingkungan hidup dan kehutanan yang baik bagi bangsa ini.
Ciledug 27 Oktober 2017
3. 3
Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya pada hari Kamis 2
November 2017 sore hari, memberikan tanggapan, di grup WA
Amphibi:
Selamat sore rekan-rekan yang saya hormati. Ijinkan saya sedikit menjelaskan
mengenai lingkup kewenangan saya sebagai Menko Maritim.
Banyak pertanyaan dan pernyataan kepada saya sepertinya saya mengurusi semua
pekerjaan yang seharusnya tanggungjawab orang lain. Dalam perjalanan Jakarta-
Kupang di atas ribuan kaki di atas pesawat, saya ingin berbagi kepada teman-teman
mengenai tugas sebagai Menko Maritim.
Tugas pokok sebagai menteri koordinator yaitu mengkoordinasikan dan
mengendalikan tugas kementerian yang ada dibawahnya. Dalam hal ini yang berada
di bawah koordinasi saya; Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata,
Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dan Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP). Namun dalam menyelesaikan pembangunan di sektor-sektor
tersebut tidak mudah karena tidak terintegrasi dengan baik.
Solusi penyelesaian pembangunan harus dilakukan secara holistik karena itu saya
berkoordinasi dengan kementerian lain. Misalnya penanganan garam ternyata ada
problem lingkungan dan tanah karena itu saya menggandeng Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LHK) Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Begitu juga pengalaman menangani Mandalika. Meski pariwisata berada di bawah
koordinasi saya tapi ada persoalan sengketa tanah disana maka saya mengajak
Menteri ATR agar segera mendapatkan solusi. Kini Mandalika sudah dalam tahap
pembangunan dan nanti kita akan mempunyai Cruise Terminal di Pelabuhan Benoa.
Contoh lain adalah dalam penanganan LRT dan MRT. Selain koordinasi dengan
kementerian di bawah saya yaitu Kementerian Perhubungan, kami juga harus
berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR), Lingkungan Hidup, Keuangan, ATR dan Pemda. Kemarin, 28 Oktober saya
meresmikan jalur penerbangan Garuda Singapore ke Danau Toba untuk akses turis
mancanegara kesana, saya berkoordinasi dengan Menteri BUMN dan Garuda.
4. 4
Bapak-Ibu dan teman-teman selain menangani Mandalika yang tertunda
penanganannya hampir 29 tahun pemerintah juga menyelesaikan proyek
pembangunan tertunda lainnya seperti Suwung lokasi pembangunan waste energy,
Flight Information Region (FIR) yang hampir dilupakan orang karena 45 tahun tidak
ditangani, juga reklamasi yang tidak selesai sejak jaman Pak Suharto. Kini semua
dalam taraf pembangunan dan diharapkan segera selesai dengan baik. Selain itu
untuk kedepan pemerintah akan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
yang sedang dirancang di Cikarang, Kerawang dan Bekasi.
Pilihan kepada daerah-daerah tersebut karena hampir 60% indusrti ada disana
sehingga tidak perlu membangun kawasan baru, hemat biaya untuk para tenaga
kerja terutama transportasi, pembangunan harus efektif dan berguna bagi
masyarakat serta untuk kepentingan nasional.
Masih banyak lagi pembangunan yang harus diselesaikan melalui lintas
kementerian. Kita tidak bisa berhasil jika terus mengedepankan ego sektoral. Jadi,
kita harus bekerjasama dengan semua pihak.
Saya berharap Bapak-Ibu dan teman-teman kini paham bahwa tidak ada niat dari
saya maupun kementerian lain ingin mengambil alih urusan pihak lain, semua yang
kami lakukan semata-mata untuk kepentingan nasional.
Terimakasih.