2. DEFINISI (DSM-IV-TR)
Latin-dementatus = keluar dari pikiran
• Defisit kognitif multipel yang bermanifestasi baik
dalam gangguan memori & gangguan dalam
setidaknya satu domain kognitif (bahasa, praxis,
gnosis, dan fungsi eksekutif)
• Defisit kognitifgangguan fungsi okupasi & sosial
• Demensia dibagi dalam beberapa tipe tergantung
Etiologi
3. • Suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya
kronik/progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur,
termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan kemampuan menilai.
• Kesadaran tidak berkabut.
• Biasanya ada hendaya fungsi kognitif dan diawali
kemerosotan pengendalian emosi, perilaku sosial,
atau motivasi.
DEFINISI (PPDGJ III)
4. EPIDEMIOLOGI
5-8%=umur 65-70 tahun
15-20%=umur 75-80 tahun
40-50%=umur >85 tahun
5-8%=umur 65-70 tahun
15-20%=umur 75-80 tahun
40-50%=umur >85 tahun
50-70%
demensia
Alzheimer
50-70%
demensia
Alzheimer
15-30%
demensia
dengan
Lewy bodies
15-30%
demensia
dengan
Lewy bodies
5-20%
demensia
vaskular
5. Etiologi
Penyebab demensia pada individu dgn usia > 65
tahun
1. Demensia tipe Alzheimer
2. Demensia Vaskular
3. Demensia tipe Alzheimer dan Vaskuler
( bersamaan )
4. 10 % lewy body demensia, Pick’s disease,
frontotemporal demensia
6. Table 10.3-1 Possible Etiologies of Dementia
Degenerative dementias
Alzheimer's disease
Frontotemporal dementias (e.g., Pick's disease)
Parkinson's disease
Lewy body dementia
Idiopathic cerebral ferrocalcinosis (Fahr's disease)
Progressive supranuclear palsy
Miscellaneous
Huntington's disease
Wilson's disease
Metachromatic leukodystrophy
Neuroacanthocytosis
Psychiatric
Pseudodementia of depression
Cognitive decline in late-life schizophrenia
Physiologic
Normal pressure hydrocephalus
Metabolic
Vitamin deficiencies (e.g., vitamin B12, folate)
Endocrinopathies (e.g., hypothyroidism)
Chronic metabolic disturbances (e.g., uremia)
Tumor
Primary or metastatic (e.g., meningioma or metastatic breast or lung
cancer)
7. • Traumatic
Dementia pugilistica, posttraumatic dementia
Subdural hematoma
Infection
Prion diseases (e.g., Creutzfeldt-Jakob disease, bovine spongiform
encephalitis, Gerstmann-Sträussler syndrome)
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
Syphilis
Cardiac, vascular, and anoxia
Infarction (single or multiple or strategic lacunar)
Binswanger's disease (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
Hemodynamic insufficiency (e.g., hypoperfusion or hypoxia)
Demyelinating diseases
Multiple sclerosis
Drugs and toxins
Alcohol
Heavy metals
Irradiation
Pseudodementia due to medications (e.g., anticholinergics)
Carbon monoxide
9. Fungsi Demensia kortikal Demensia subkortikal
Kecepatan
psikomotor
Bahasa
Memori :
-Recall
-Recognition
-Remote
Fungsi eksekutif
Depresi
Apati
Sistem motorik
Normal
Terlibat
Terganggu
Terganggu
Kadang ada
Sedikit terlibat
Sedikit terjadi
Sedikit terjadi
Tetap sampai
terlambat
Melambat
Tetap
Terganggu
Tetap
Kadang tdk ada
Banyak terlibat
Sering terjadi
Sering terjadi
Dari awal terlibat
PERBEDAAN
10. • Adanya penurunan kemampuan daya ingat
dan daya pikir, yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang seperti: mandi,
berpakaian, makan, kebersihan diri, buang
air besar dan kecil.
• Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness).
• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk
paling sedikit 6 bulan.
DEMENSIA (PPDGJ)
11. • Terdapatnya gejala demensia.
• Onset bertahap (insidious onset) dengan
deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya
yang persis, tiba-tiba orang lain sudah
menyadari adanya kelainan tersebut.
Dalam perjalanannya dapat terjadi suatu
taraf yang stabil (plateau) secara nyata.
PPDGJ-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
12. • Tidak adanya bukti klinis, atau temuan
dari pemeriksaan khusus, yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu
dapat disebabkan oleh penyakit otak atau
sistemik lain yang dapat menimbulkan
demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12,
defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus
bertekanan normal, atau hematoma
subdural).
PPDGJ-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
13. • Tidak adanya serangan apoplektik
mendadak, atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis,
hilangnya daya sensorik, defek lapangan
pandang mata, dan inkoordinasi yang
terjadi dalam masa dini dari gangguan itu
(walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih).
PPDGJ-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
14. Onset dini
• Demensia yang onsetnya sebelum usia 65
tahun.
• Perkembangan gejala cepat dan progresif
(deteriorasi).
• Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit
Alzheimer merupakan faktor yang
menyokong diagnosis tetapi tidak harus
dipenuhi.
PPDGJ-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
15. Onset lambat
• Sama tersebut diatas, hanya onset sesudah
usia 65 tahun dan perjalanan panyakit yang
lamban dan biasanya dengan gangguan
daya ingat sebagai gambaran utamanya.
PPDGJ-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
16. A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan
oleh keduanya:
1. gangguan memori (gangguan kemampuan untuk belajar
informasi baru atau mengingat informasi yang sudah dipelajari
sebelumnya)
2. satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:
a. afasia (gangguan bahasa)
b. apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik utuh)
c. agnosia (gagal untuk mengenal atau mengidentifikasi
benda-benda walaupun fungsi sensorik utuh)
d. gangguan pada fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan,
mengorganisasi, mengurut, abstraksi)
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
17. B. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan
bermakna pada fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset
yang bertahap dan penurunan kognitif yang
terus menerus.
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
18. D. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan
oleh salah satu berikut ini:
1. kondisi sistem saraf lainnya yang menyebakan defisit
memori dan kognitif progresif (misalnya, penyakit
serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit
Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tekanan
normal, tumor otak)
2. kondisi sitemik yang diketahui menyebabkan demensia
(misalnya, hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau
asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis,
infeksi HIV)
3. kondisi induksi zat
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
19. E. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif
selama perjalanan suatu delirum.
F. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh
gangguan Aksis I lainnya (misalnya,
Gangguan Depresi Mayor, Skizofrenia).
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
20. • Tanpa gangguan perilaku:
Jika gangguan kognitif tidak disertai oleh
gangguan perilaku secara klinis yang
bermakna.
• Dengan gangguan perilaku:
Jika gangguan kognitif disertai oleh
gangguan perilaku secara klnis yang
bermakna (misalnya, keluyuran, agitasi).
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
21. • Dengan onset dini:
Jika onset pada umur 65 tahun atau kurang.
• Dengan onset lambat:
Jika onset pada umur di atas 65 tahun.
DSM-Demensia pada Penyakit
Alzheimer
22. Demensia pada Penyakit
Alzheimer
Sejarah=1906
Alois Alzheimer
Sejarah=1906
Alois Alzheimer
Epidemiologi= >65 tahun
Sesuai pertambahan usia
Etiologi=multifaktorial
•Genetik (autosom dominan, kromosom 1,14,21)
•Amyloid ẞ protein dan synapse loss
•Umur
•Estrogen
•Trauma kepala
•Inflamasi
•Nikotin
•Stres oksidatif
23. Demensia pada Penyakit
Alzheimer
Patofisiologi=
Penurunan
konsentrasi
asetilkolin dan
norepinefrin di otak
Patologi=
•Makroskopik
Atrofi difus dengan
pendataran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel
serebral
•Mikroskopik
Amyloid plaques,
neurofibrillary tangles,
neuronal loss
Patologi=
•Makroskopik
Atrofi difus dengan
pendataran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel
serebral
•Mikroskopik
Amyloid plaques,
neurofibrillary tangles,
neuronal loss
26. • Terdapatnya gejala demensia.
• Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin
terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir,
gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya
nilai (judgment) secara relatif tetap baik.
• Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang
bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskuler.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan
dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan
neuropatologis.
PPDGJ-Demensia Vaskular
27. Demensia vaskular onset akut
• Biasanya terjadi secara cepat sesudah
serangkaian “stroke” akibat trombosis
serebrovaskuler, embolisme, atau
perdarahan.
Pada kasus-kasus yang jarang, satu infark
yang besar dapat sebagai penyebabnya.
PPDGJ-Demensia Vaskular
28. Demensia multi-infark
• Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah
serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark pada
parenkim otak.
PPDGJ-Demensia Vaskular
29. Demensia vaskular subkortikal
• Fokus kerusakan akibat iskemia pada
substansia alba di hemisfer serebral, yang
dapat diduga secara klinis dan dibuktikan
dengan CT-Scan. Korteks serebri
biasanya tetap baik, walaupun demikian
gambaran klinis masih mirip dengan
demensia pada penyakit Alzheimer.
PPDGJ-Demensia Vaskular
30. Demensia vaskular campuran kortikal dan
subkortikal:
• Komponen campuran kortikal dan
subkortikal dapat diduga dari gambaran
klinis, hasil pemeriksaan (termasuk
autopsi) atau keduanya.
PPDGJ-Demensia Vaskular
31. A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang
dimanifestasikan oleh keduanya
1. gangguan memori (gangguan kemampuan
untuk belajar informasi baru atau mengingat
informasi yang sudah dipelajari sebelumnya)
2. satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:
a. afasia
b. apraksia
c. agnosia
d. gangguan pada fungsi eksekutif
DSM-Demensia Vaskular
32. B. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan
bermakna pada fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
DSM-Demensia Vaskular
33. C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya,
peningkatan refleks-refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, kelumpuhan pseudobulbar,
kelainan gaya melangkah, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau bukti laboratoris menunjukkan
penyakit serebrovaskuler (misalnya, infark
multipel yang melibatkan korteks dan substansia
putih yang mendasari) yang dipertimbangakan
berhubungan secara etiologis terhadap
gangguan.
D. Defisit tidak terjadi secara eksklusif selama
perjalanan suatu delirium.
DSM-Demensia Vaskular
34. • Dengan delirium: jika delirium bertumpang
tindih dengan demensia
• Dengan waham: jika waham adalah
gambaran yang predominan
DSM-Demensia Vaskular
35. • Dengan mood depresif: jika mood depresif
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria
gejala lengkap untuk satu Episode Depresi
Mayor) adalah gambaran yang predominan.
Suatu pemisahan diagnosis Gangguan Mood
yang disebabkan oleh Kondisi Medis Umum
tidak diberikan.
• Tanpa komplikasi: jika tidak ada satupun di atas
yang predominan pada gambaran klinis saat ini.
DSM-Demensia Vaskular
38. • Adanya gejala demensia yang progresif.
• Gambaran neuropatologis berupa atrofi
selektif dari lobus frontalis yang menonjol,
disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku
sosial yang kasar, disinhibisi, dan apatis
atau gelisah.
• Manifestasi gangguan perilaku pada
umumnya mendahului gangguan daya
ingat.
Demensia pada Penyakit Pick
39. • Trias yang sangat mengarah pada
diagnosis penyakit ini:
- demensia yang progresif merusak
- penyakit piramidal dan ekstrapiramidal
dengan mioklonus
- elektroensefalogram yang khas (trifasik)
Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob
40. • Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform
(Choreiform), demensia, dan riwayat keluarga dengan
penyakit Huntington.
• Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada
wajah, tangan, bahu, atau cara berjalan yang khas,
merupakan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini
biasanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali
gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia
menjadi sangat lanjut.
• Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus
frontalis pada tahap dini, dengan daya ingat relatif masih
terpelihara, sampai saat selanjutnya.
Demensia pada Penyakit
Huntington
41. • Demensia yang berkembang pada
seseorang dengan penyakit Parkinson
yang sudah parah, tidak ada gambaran
klinis khusus yang dapat ditampilkan.
Demensia pada Penyakit
Parkinson
42. • Demensia yang berkembang pada
seseorang dengan penyakit HIV, tidak
ditemukannya penyakit atau kondisi lain
yang bersamaan selain infeksi HIV itu.
Demensia pada Penyakit HIV
49. UMUM
1. Modifikasi dari faktor rIsiko sehingga
memperlambat penyebab demensia atau
mengkoreksi penyebab demensia yang
bersifat reversibel.
2. Terapi terhadap gejala-gejala kognitif.
3. Terapi terhadap gejala-gejala dan
perilaku yang terjadi, contoh: perilaku
agitasi
50. FARMAKOTERAPI
• Antipsikotik:
– Haloperidol, dosis awal 0,5 mg/hari
dosis efektif 1-3mg/hari dalam dosis terbagi
– Risperidone, dosis awal 0,25 mg/hari
dosis efektif 1–2 mg/hari dalam dosis terbagi
– Olanzapine, dosis awal 2,5 mg tiap malam
dosis efektif 5–10 mg tiap malam.
PRINSIP = dosis kecil yang efektif mengatasi gejala agitasi.
Hati-hati dengan efek idiosinkrasi pada usia lanjut.