3. 2
1. Percepatan diseminasi varietas
unggul spesifik lokasi
2. Peningkatan supply benih
bermutu varietas unggul
spesifik lokasi hingga ke tingkat
petani
3. Perbaikan alur produksi dan
distribusi benih berkualitas
varietas unggul spesifik lokasi
sampai dengan petani
Perlu dilakukan
4. PERAN STRATEGIS DAN KEUNGGULAN
BENIH
• Daya hasil tinggi
• Spesifik agroekosistem
• Adaptif dengan dampak perubahan iklim
• Ketahanan terhadap hama penyakit yang mendukung
sistem pola tanam dan program pengendalian hama
terpadu
• Umur genjah untuk meningkatkan indek pertanaman
• Keunggulan hasi panen sehingga sesuai dengan selera
konsumen
5. KENDALA IMPLEMENTASI
PERAN STRATEGIS BENIH
• Sistem perbenihan formal padi hingga kini belum berjalan
sebagaimana yang diharapkan
• Penggunaan benih bersertifikat masih 60%
• Perlu memenuhi kebutuhan benih berkualitas bersertifikat
• Kesinambungan alur perbanyakan benih terganggu
• Tingkat ketersediaan benih sumber yang sesuai dengan
kebutuhan produsen/penangkar
• Diperlukan pembentukan dan membangkitkan minat
petani/poktan/gapoktan sebagai penangkar benih disentra
produksi padi
6. TUJUAN UPBS BPTP SUMSEL
Mendukung upaya penyediaan benih bermutu bagi
masyarakat pengguna dan petani
Mensosialisasikan dan meningkatkan penggunaan
benih bermutu di tingkat petani serta memperoleh
umpan balik mengenai keinginan konsumen
terhadap mutu VUB dihasilkan.
Menumbuh kembangkan unit pengelola benih
sumber (UPBS) yang menunjang sistem perbenihan
di Provinsi Sumsel
7. SISTEM PERBENIHAN
Label Kuning (BS) Benih Penjenis Balai Penelitian Komoditas (UPBS)
Label Putih (FS) Benih Dasar (BD)
Label Ungu (SS)
Label Biru (ES)
Benih Pokok (BP)
Benih Sebar (BR)
BBI (Balai Benih Induk), Penangkar
Yang mendapat rekomendasi dari BPSB,
Produsen benih swasta/BUMN
BBU (Balai Benih Utama), Penangkar
Yang mendapat rekomendasi dari BPSB,
Produsen benih swasta/BUMN
BBU (Balai Benih Utama), Penangkar /
Produsen benih swasta/BUMN
KELAS
BENIH
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN
SUMATERA SELATAN
8. PEMILIHAN LOKASI PRODUKSI
o Mudah dijangkau mudah diawasi dan dipelihara
o Lahan subur dengan irigasi dan drainase yang baik
o Lahan bera atau jelas riwayat pertanaman musim
sebelumnya.
o Bebas dari sisa-sisa tanaman/varietas lain
o Cukup sinar matahari
o Isolasi jarak minimal (2 m)
9. PERSEMAIAN :
Pengolahan tanah sempurna seperti yang
dilakukan pada lahan produksi
Luas lahan 4% dari luas areal (400 m2/ha)
Kebutuhan benih 20-25 kg/ha
Buat bedengan dng tinggi 5 – 10 cm dan
lebar antara 100 – 110 cm, pjng disesuaikan
dilapangan.
Sebar benih yg sdh kecambah secara
merata dengan kerapatan sedang (25-50
g/m2)
Pupuk persemaian urea, P-36 dan KCl msg2
sebanyak 15 gr/m
Jaga kondisi lingkungan, seperti air, hama
dan penyakit, gulma dll di persemaian
10. PENYIAPAN LAHAN :
Tujuan melumpurkan tanah,
memperbaiki aerasi dan drainase tanah
serta menekan pertumbuhan gulma
Tanah diolah secara sempurna
Bajak I, lalu digenangi air 2 hr, kemudian
dikeringkan 7 hr.
Bajak ke II digenangi 2 hr dan dikeringkan
7 hari. Terahir tanah digaru untuk
melumpurkan dan meratakan tanah.
Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan
yg sdh rata disemprot Herbisida pratumbuh
dan dibiarkan seama 7-10 hr.
11. TANAM
• Pemindahan bibit dari
persemaian ke lahan sebagai
tempat tumbuh tanaman
• Saat bibit mencapai stadia 4 –
5 daun (umur 15 – 21 HSS)
• Satu bibit per lubang tanam
• Jarak tanam 25 x 25 cm, atau
dengan sisten jajar legowo
(2:1; 3:1; atau 4:1).
• Penyulaman satu kali pada
umur 7 – 10 HST
• Jaga kondisi pertanaman dari
serangan ha-pen, kekurangan
air dan hara.
Legowo 2: 1
Legowo 4: 1
Tanam Tegel
12. Terdapat lorong panjang bebas
tanaman
Barisan tanaman yang dihilangkan
disisipkan kedalam sisi barisan terdekat
Sisi barisan yang lain disisipkan
tanaman baru
PRINSIP JAJAR LEGOWO
Sehingga,
sistem tegel
jarak tanam
(25 x 25) cm =
160.000 rmp/ha
Menjadi :
Legowo 2:1
(25 x 12,5 x 50) cm = 213.300 rmp/ha
Legowo 4:1 tipe-2
(25 x 12,5 x 50) cm = 192.712 rmp/ha
13. PEMUPUKAN DI PERTANAMAN :
• Berdasarkan hasil pengamatan BWD (untuk N) dan
status hara dalam tanah (untuk P dan K) dengan PUTS
• Dosis pupuk alternatif dengan pemberian berdasarkan
waktu :
Urea SP36 KCl
Basal/dasar (0 MST) : 90 125 80
4 MST : 90 - -
7 MST : 90 - 20
Waktu pemberian
(kg/ha)
14. Pemberian pupuk dengan jenis dan dosis
yang tepat pada fase yang tepat
Pupuk dasar
Pupuk Susulan I saat
anakan maksimum
Pupuk Susulan II saat
primordia
15. PENGENDALIAN OPT
• Mengendalikan organisme yg bersifat mengganggu
tanaman agar dapat berproduksi secara maksimal.
• Menggunakan pendekatan PHT (Pengelolaan Hama
dan Penyakit secara Terpadu):
Budidaya tanaman yang sehat
Pelestarian dan pembudidayaan musih alami
Monitoring lahan secara teratur
Menjadikan petani sebagai ahli PHT
Apabila diperlukan, penggunaan pestisida harus
dilakukan dengan bijaksana.
16. •Wereng Coklat
•Wereng P. Putih
•Wereng hijau
•Sundep
•Pelipat daun
•Hama putih
•Hydrelia
•Keong Mas
•Wereng coklat
•Wereng P. Putih
•Wereng hijau
•Sundep
•Pelipat daun
•Hama putih
•Hydrelia
•Ulat Grayak
•Wereng coklat
•Wereng P. Putih
•Wereng hijau
•Sundep
•Pelipat daun
•Ulat Grayak
•Wereng coklat
•Wereng P. Putih
•Beluk
•Pelipat daun
•Ulat Grayak
•Wereng coklat
•W.P. Putih
•Beluk
•Pelipat daun
•Ulat Grayak
•Walang sangit
Ulat Grayak
•Burung
•Tikus
•Manusia
atau
17. PENYIANGAN
• Pengendalian pertumbuhan
gulma untuk mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman
• Perlu dilakukan dengan intensif
agar petakan bersih dari gulma
(2-3 kali)
• Penyiangan dilakukan pada
saat pemupukan susulan I atau
ke II----- agar ppk dpt diserap
tanaman.
• Dapat digunakan cara manual
(disiang dengan tangan) atau
cara kimiawi (dengan
herbisida)
18. • Pembuangan rumpun tanaman dengan karakter
yang menyimpang dari varietas yang diproduksi
dari petakan produksi benih
• Merupakan proses seleksi untuk memilih
tanaman yang sesuai dengan karakter yang
dimiliki oleh varietas yang diproduksi
• Perlu diperhatikan karakter (ciri-ciri) dari
masing-masing varietas, sesuai dengan fase
pertumbuhan di lapangan
• Dilakukan mulai fase vegetatif – menjelang
panen
ROGUING
19. Prosedur Pelaksanaan, Roughing pada Fase
Vegetatif Awal ( 35 – 45 HST)
• Tanaman yang tumbuh diluar jalur/barisan
• Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan awalnya
menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya berbeda dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang warna kaki atau daun pelepahnya berbeda
dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda
(mencolok).
24. Roughing pada Fase Vegetatif Akhir/Anakan Maksimum ( 50 –
60 HST)
• Tanaman yang tumbuh diluar jalur/barisan
• Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan menyimpang dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya berbeda dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang warna kaki atau helai daun dan pelepahnya
berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda
(mencolok)
25. Roughing pada Fase Generatif Awal /Berbunga ( 85 – 90 HST)
• Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya
berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat
dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman/rumpun yang memiliki eksersi malai berbeda
• Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabah
berbeda
26. Roughing pada Generatif Akhir /Masak ( 100 – 115 HST)
• Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya
berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat
dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
• Tanaman/rumpun yang terlalu cepat matang
• Tanaman/rumpun yang memiliki eksersi malai berbeda
• Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabah
warna gabah. dan ujung gabah (rambut /tidak berambut)
berbeda.
29. PANEN
• Dilakukan setelah roguing terakhir
• Saat panen yaitu jika 90-95% gabah di
malai telah masak dengan warna
kuning keemasan, mudah terlepas dari
malainya tanpa mengurangi daya
tumbuhnya
• Perlu diperhatikan KA (18-25%) benih
dan cuaca saat panen
• Perlu kehati-hatian jika pada saat
bersamaan dipanen lebih dari satu
varietas
30. Prosedur Pelaksanaan
• Persiapan Panen
• Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen
apabila sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh
BPSB.
• Semua malai dari kegiatan roughing harus dikeluarkan
dari areal yang akan dipanen. Hal ini untuk menghindari
tercampurnya calon benih dengan malai sisa roughing.
• Persiapkan peralatan yang akan digunakan panen (sabit,
karung, terpal, alat perontok (threser), karung dan
tempat/alat pengering) serta alat-alat yang akan
digunakan untuk panen dibersihkan
31. Proses Panen
• Dua baris tanaman yang paling pinggir sebaiknya dipanen terpisah dan
tidak digunakan sebagai calon benih.
• Panen dapat dilakukan dengan potong tengah jerami padi kemudian
dirontok dengan threser atau potong bawah lalu digebot.
• Ukur kadar air panen dengan menggunakan moisture meter.
• Calon benih kemudian dimasukan ke dalam karung dan diberi label
(yang berisi: nama varietas, tanggal panen, asal pertanaman dan berat
calon benih.) lalu diangkut ke ruang pengolahan benih.
• Buat laporan hasil panen secara rinci yang berisi tentang tanggal panen,
nama varietas, kelas benih, bobot calon benih dan kadar air benih saat
panen.
32. Pengeringan
• Pengeringan adalah penurunan kadar air
benih sampai dengan kadar air yang
aman untuk diproses lebih lanjut.
• Penjemuran dapat dilakukan dengan
menggunakan lantai jemur atau
menggunakan alat pengering (dryer).
• Tujuan dari pengeringan adalh
menurunkan kadar air benih, yaitu untuk
menekan laju metabolisme benih
sehingga benih dapat disimpan dan
dapat diolah dan memiliki mutu fisik dan
fisiolosis yang baik
33. Prosedur Pelaksanaan
Penjemuran menggunakan lantai jemur
• Pastikan lantai jemur bersih dan beri jarak yang cukup antar benih dari varietas
yang berbeda.
• Gunakan lamporan/alas di bagian bawah untuk mencegah suhu penjemuran
yang terlalu tinggi di bagian bawah hamparan.
• Lakukan pembalikan benih secara berkala dan hati-hati.
• Lakukan pengukuran suhu pada hamparan benih yang dijemur dan kadar air
benih setiap 2-3 jam sekali serta catat data suhu hamparan dan kadar air benih
tersebut.
• Bila pengeringan menggunakan sinar matahari, penjemuran dilakukan selama 4
– 5 jam. Penjemuran sebaiknya dihentikan apabila suhu hamparan benih lebih
dari 43oC.
• Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air yang memenuhi standar mutu
benih bersertifikat (13% atau lebih rendah).
34. Penjemuran dengan alat pengering
• Bersihkan mesin pengering, pastikan tidak ada benih yang tertinggal dan
pastikan mesin berfungsi dengan baik.
• Suhu udara yang mengenai benih sebaiknya disesuaikan dengan kadar
air awal benih (kadar air benih pada saat mulai pengeringan).
• Benih dengan kadar air panen yang tinggi, jangan langsung dipanaskan
tetapi di angin-anginkan dahulu (digunakan hembusan angin/blower).
• Bila kadar air benih sudah aman untuk digunakan pemanasan, atur suhu
pengeringan benih sehingga tidak melebihi 43oC.
• Lakukan pengecekan suhu hamparan benih dan kadar air benih setiap
2-3 jam dan catat.
• Pengeringan dihentikan bila kadar air mencapai kadar air yang
memenuhi standar mutu benih bersertifikat (13% atau lebih rendah).
35. Pengolahan benih
• Pembersihan benih ....... menggunakan tampi atau nyiru ,sedangkan
untuk skala besar dapat menggunakan air screen cleaner.
• Tujuan .....untuk memisahkan benih dari kotoran (tanah, jerami, dan
daun padi yang terbawa) juga untuk membuang benih hampa.
• Pemilahan benih (grading)
adalah proses pemilahan benih berdasarkan bentuk, ukuran dan bobot
benih.
• Grading dapat dilakukan dengan alat-alat seperti Indent cylinder
machine, Indent desk separator, Gravity table seperator dan sebagainya
dapat digunakan di dalam pemilahan benih.
• Tujuan ....untuk mendapatkan benih yang lebih seragam dalam ukuran
benih (panjang, lebar, ketebalan), bentuk atau berat jenis benihnya
36. Prosedur pelaksanaan
• Sebelum proses pengolahan dimulai, cek peralatan dan bersihkan alat-
alat pengolahan yang akan digunakan. Pastikan bahwa perlatan
berfungsi dengan baik dan benar-benar bersih baik dari kotoran
maupun sisa-sisa benih lain.
• Untuk menghindari terjadinya pencampuran antar varietas, benih dari
satu varietas diolah terlebih dahulu sampai selesai. Kemudian
pengolahan dilanjutkan untuk varietas lainnya.
• Tempatkan benih hasil pengolahan dalam karung baru serta diberi label
yang jelas di dalam dan di luar karung.
• Jika alat pengolahan akan digunakan untuk mengolah benih dari
beberapa varietas yang berbeda, mesin/ alat pengolahan dibersihkan
ulang dari sisa-sisa benih sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari terjadinya campuran dengan varietas lain.
• Buat laporan hasil pengolahan yang berisi tentang varietas, kelas benih,
berat benih bersih dan susut selama pengolahan
37. Pengemasan
• sebagai proses dan tahapan mengemas benih kedalam
kemasan khusus agar mutu benih dapat dipertahankan
lebih lama dan untuk mempermudah transportasi benih.
• Pengemasan benih bertujuan untuk mempermudahkan di
dalam penyaluran/transportasi benih,
• Untuk melindungi benih selama penyimpanan terutama
dalam mempertahankan mutu benih dan menghindari
serangan insek.
• Oleh karena itu, efektif atau tidaknya kemasan sangat
ditentukan oleh kemampuannya dalam mempertahankan
kadar air, viabilitas benih dan serangan insek.
38. Prosedur Pelaksanaan
• Pengemasan sementara selama pengolahan benih berlangsung atau
setelah selesai pengolahan sampai menunggu hasil uji lab keluar dan
label selesai dicetak, benih dapat dikemas dalam karung plastik yang
dilapis dengan kantong plastik di bagian dalamnya.
• Sedangkan untuk tujuan komersial/pemasaran benih, benih sebaiknya
dikemas dengan menggunakan kantong plastik tebal 0.08 mm atau lebih
dan di-sealed/ dikelim rapat. Pengemasan dilakukan setelah hasil uji lab
terhadap contoh benih dinyatakan lulus oleh BPSB dan label selesai
dicetak.
• Label benih dimasukan ke dalam kemasan sebelum di-sealed.
• Kemasan harus sesuai dengan format standar Badan Litbang Pertanian,
contoh kemasan terlampir. Pengemasan dan pemasangan label benih
harus dilakukan sedemikian rupa, agar mampu menghindari adanya
tindak pemalsuan.
39. Penyimpanan
• sebagai upaya mengkondisikan ruang simpan benih untuk
mempertahankan mutu benih.
• Kondisi penyimpanan yang baik adalah kondisi penyimpanan yang
mampu mempertahankan mutu benih seperti saat sebelum simpan
sepanjang mungkin selama periode simpan.
• Daya simpan benih dipengaruhi oleh sifat genetik benih, mutu benih
awal simpan dan kondisi ruang simpan. Oleh karena itu, hanya benih
yang bermutu tinggi yang layak untuk disimpan. Sedangkan kondisi
ruang yang secara nyata berpengaruh terhadap daya simpan benih
adalah suhu dan kelembaban ruang simpan.
• Tujuan dari penyimpanan adalah mempertahankan mutu benih hingga
benih siap di tanam
40. Persyaratan gudang penyimpanan
• Tidak bocor
• Lantai harus padat (terbuat dari
semen/beton)
• Mempunyai ventilasi yang cukup, agar
terjadi sirkulasi udara yang lancar
sehingga gudang penyimpanan tidak
lembab.
• Bebas dari gangguan hama dan
penyakit (ruangan bersih, lubang
ventilasi ditutup kawat kasa).
41. Penempatan Benih dalam Ruang Simpan
• Setiap benih disimpan secara teratur, setiap varietas terpisah dari
varietas lainnya Sedangkan cara penumpukan hendaknya diatur
sedemikian rupa, agar tumpukan rapih, mudah dikontrol, tidak
mudah roboh dan keluar masuk barang mudah.
• Apabila benih tidak disimpan dalam rak-rak benih, maka di bagian
bawah tumpukan harus diberi balok kayu agar benih tidak
bersentuhan langsung dengan lantai ruang simpan.
• Kemudian, pada setiap tumpukan benih dilengkapi dengan kartu
pengawasan yang berisi informasi :
Nama varietas; Tanggal panen; Asal petak percobaan;
Jumlah/kuantitas benih asal (pada saat awal penyimpanan); Jumlah
kuantitas pada saat pemeriksaan stok terakhir, dan Hasil uji daya
kecambah terakhir (tanggal, % daya kecambah).
44. 44
• Hasil Persilangan : S487b-
5/IR19961//IR19961///IR64///IR64
• Umur Tanaman: 112 HSS
• Bentuk Gabah : Panjang Ramping
• Rata-rata Hasil : 4,8 T/Ha gkg
• Potensi Hasil : 7 T/Ha gkg
• Tahan :
agak tahan WBC 1 dan 2
agak tahan HDB strain III & IV
INPARI 10 LAEYA
Alternatif Pengganti IR64
INPARI 10 LAEYA
45. 45
Umur : 115 hari
Tinggi Tanaman : 92 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Sedang (25,2%)
Rata-rata Hasil : 4,5 t/ha
Potensi Hasil : 7,2 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 3
Rentan HDB strain IV dan VIII
Toleran terendam 14 hari pada fase vegatatif
Baik ditanam di daerah rawa lebak dangkal
dan sawah rawan banjir
INPARA 5 (IR64 Sub-1)
46. 46
• Hasil Persilangan :
Ciherang/Cisadane//Ciherang
• Umur : 118 hari
• Bentuk Gabah : Ramping (turunan
Ciherang)
• Rata-rata Hasil : 6,3 t/ha
• Potensi Hasil : 7,6 t/ha
• Agak rentan WBC biotipe 1 & 2, rentan
3, Agak tahan HDB strain III, agak rentan
VIII & IV , Tahan blas ras 073, rentan ras
133 dan 173.
Alternatif Pengganti Ciherang
INPARI 16 Pasundan
47. 47
• Hasil Persilangan :
IR42/IRBB5//CIHERANG///TOWUTI
• Umur Tanaman: 118 HSS
• Bentuk Gabah : Panjang
• Rata-rata Hasil : 5,8 T/Ha gkg
• Potensi Hasil : 7,9 T/Ha gkg
• Tahan :
Agak Tahan WBC biotipe 1,2,3
Tahan HDB Strain III, rentan strain IV
dan VIII, Tahan Blas 003 dan 133
INPARI 22
48. 48
• Hasil Persilangan :
CIHERANG/IR 64 SUB-1/CIHERANG
• Umur Tanaman: 111 HSS
• Bentuk Gabah : Panjang Ramping
• Rata-rata Hasil : 7,2 Ton/Ha
• Potensi Hasil : 9,6 Ton/Ha
• Tahan :
Agak Tahan WBC biotipe 1 dan 2
Agak Rentan HDB patotipe III, rentan patotipe
IV dan VIII
INPARI 30 (Ciherang Sub-1)
49. 49
• Hasil Persilangan :
CIHERANG/IRBB64
• Umur Tanaman: 120 HSS
• Bentuk Gabah : Medium
• Rata-rata Hasil : 6,3 Ton/Ha
• Potensi Hasil : 8,42 Ton/Ha
• Tahan :
Agak rentan WBC biotipe 1, 2 dan 3
Tahan HDB patotipe III, agak tahan
patotipe IV dan VIII
Tahan rendaman s/d 15 hari fase
vegeatatif
INPARI 32 HDB
50. PENAMPILAN HASIL VUB
Tinggi Tanaman : 105 cm
Bentuk Gabah : Panjang Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 6,04 t/ha
Potensi Hasil : 8,80 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 1 & 2, dan 3
Agak tahan HDB strain III, danIV
Rentan virus tungro
51. Tinggi Tanaman : 103 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 6,6 t/ha
Potensi Hasil : 8,2 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 1 & 2, 3
Agak tahan HDB strain III, danrentan IV
Agak tahan blas ras 033 dan 133
Rentan virus tungro
INPARI 14
52. INPARI 13
Tinggi Tanaman : 99 cm
Bentuk Gabah : Panjang Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 6,6 t/ha
Potensi Hasil : 8,0 t/ha
Tahan WBC biotipe 1 & 2, 3
Agak rentan HDB strain III, IV dan VII
Tahan blas ras 033 dan 133
Rentan virus tungro
53. INPARI 12
Tinggi Tanaman : 99 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Pera
Rata-rata Hasil : 6,2 t/ha
Potensi Hasil : 8,0 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 1 & 2,
Agak tahan HDB strain III, IV dan VII
Tahan blas ras 033 dan 133
Rentan virus tungro
54. INPARI 1
Tinggi Tanaman : 108 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 7,3 t/ha
Potensi Hasil : 10 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 2, dan 3
Agak tahan HDB strain III, IV dan VII
55. INPARI 3
• Hasil : 6,1
t/ha
• Potensi hasil : 7,5
t/ha
• Umur (110 hr ), agak
tahan HDB; dan agak
tahanWBC.
56. INPARI 6
Tinggi Tanaman : 118 cm
Bentuk Gabah : Sedang Ramping
Tektur Nasi : sangat pulen
Rata-rata Hasil : 6,82 t/ha
Potensi Hasil : 8,60 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 2 & 3,
Agak tahan HDB strain III, IV dan VII
57. INPARI 10
• Hasil : 4,8 t/ha GKG
• Potensi hasil : 7,0 t/ha GKG
• Umur (112 hr ), agak tahan HDB;
agak tahan WBC.
58. VUB
Rawa
Umur : 128 hari
Tinggi Tanaman : 103 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil (t/ha): 5,4 (lebak), 4,8 (PS)
Potensi Hasil : 6,0 t/ha
Agak tahan WBC biotipe 2
Tahan HDB dan blas
Toleran keracunan Al dan Fe
Inpara 2 (2009)
Umur : 131 hari
Tinggi Tanaman : 111 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Pera
Rata-rata Hasil : 5,6 t/ha (lebak), 4,4 t/ha (pasang surut)
Potensi Hasil : 6,4 t/ha
Agak tahan WBC biotipe 1 dan 2
Tahan HDB dan blas
Toleran keracunan Al dan Fe
Inpara 1 (2009)
59. Umur : 135 hari
Tinggi Tanaman : 94 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Pera
Rata-rata Hasil : 4,7 t/ha
Potensi Hasil : 7,6 t/ha
Rentan WBC biotipe 3
Rentan HDB strain IV dan VIII
Toleran terendam 14 hari pada fase vegetatif
Inpara 4 (2009)
Umur : 115 hari
Tinggi Tanaman : 92 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Sedang (25,2%)
Rata-rata Hasil : 4,5 t/ha
Potensi Hasil : 7,2 t/ha
Agak rentan WBC biotipe 3
Rentan HDB strain IV dan VIII
Toleran terendam 14 hari pada fase vegatatif
Inpara 5 (2009)
Inpara 3 (2009)
Umur : 127 hari
Tinggi Tanaman : 108 cm
Bentuk Gabah : Sedang
Tektur Nasi : Pera
Rata-rata Hasil : 4,6 t/ha
Potensi Hasil : 5,6 t/ha
Agak tahan WBC biotipe 3
Tahan terhadap blas ras 101, 123, 141, 373
Agak toleran rendaman selama 6 hari pada fase
vegetatif
Baik ditanam di rawa lebak, rawa pasang surut
potensial dan sawah irigasi
yang rawan banjir
60. Hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 8,5 t/ha
Lebih tahan HDB dibanding IR64, produktivitas tinggi, mutu dan rasa
nasi setara IR64, indeks glikemik rendah
4/4/2018 60Satoto - BB Padi
Ciheran
g
61. Umur : 124 hari
Tinggi Tanaman : 134 cm
Bentuk Gabah : Lonjong
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 4,1 t/ha
Potensi Hasil : 6,1 t/ha
Tahan beberapa ras blas
Toleran keracunan AL (60 ppm)
Umur : 113 hari
Tinggi Tanaman : 117 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 3,0 t/ha
Potensi Hasil : 6,0 t/ha
Tahan beberapa ras blas
Agak toleran keracunan Al (60 ppm)
Umur : 118 hari
Tinggi Tanaman : 132 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Sangat Pulen
Rata-rata Hasil : 4,0 t/ha
Potensi Hasil : 6,2 t/ha
Tahan beberapa ras blas
Agak toleran keracunan Al
Toleran terhadap kekeringan
Inpago 4 (2009)
Inpago 5 (2009)
Inpago 6 (2009)
VUB
Gogo
62. Situ Bagendit (2003)
Umur : 110 – 120 hari
Tinggi Tanaman : 99 -105 cm
Bentuk Gabah : Panjang ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 4,0 t/ha
Potensi Hasil : 5,5 t/ha
Agak tahan terhadap blas
Agak tahan terhadap HDB strain III dan IV
Umur : 110 – 120 hari
Tinggi Tanaman : 100 - 110 cm
Bentuk Gabah : Agak gemuk
Tektur Nasi : Sedang (Aromatik)
Rata-rata Hasil : 4,6 t/ha
Potensi Hasil : 6,0 t/ha
Tahan blas daun, blas leher
Respon thd pemupukan, dapat ditanam di sawah
Situ Patenggang (2003)
VUB
Gogo
63. Umur : 112 – 120 hari
Tinggi Tanaman : 120-128 cm
Bentuk Gabah : Bulat sedang
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 3,0 t/ha
Potensi Hasil : 6,0 t/ha
Tahan blas daun, blas leher, bercak daun coklat
Agak toleran keracunan Al, toleran Fe
Bereaksi moderat terhadap kekeringan
Batutegi (2001)
Umur : 105-115 hari
Tinggi Tanaman : 95-100 cm
Bentuk Gabah : Ramping
Tektur Nasi : Pulen
Rata-rata Hasil : 4,0 t/ha pada lahan kering
Potensi Hasil : 6,0 t/ha pada lahan sawah
Agak tahan WBC biotipe 2, rentan biotipe 3
Agak tahan HDB strain III & IV, agak tahan blas
Towuti (1999)
VUB
Gogo