SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...
Rptp integrasi 2018
1. RENCANA PENGKAJIAN TIM PENGKAJI (RPTP)
KAJIAN SISTEM USAHATANI INTEGRASI JAGUNG, SAPI
DAN KARET DI SUMATERA SELATAN
PENANGGUNG JAWAB: Ir. Yanter Hutapea, M.Si
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA SELATAN
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2018
2. 1
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Proposal : Kajian Sistem Usahatani Integrasi Jagung, Sapi dan
Karet di Sumatera Selatan
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Kol. H. Burlian Km.6 Palembang, Kotak Pos 1265.
Telp. (0711) 410155
4. Sumber Dana : DIPA TA 2018
5. Status Kegiatan (L/B) : Baru
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Ir. Yanter Hutapea, M.Si
b. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda/IV-C
7. Lokasi : Sumatera Selatan
8. Agroekosistem : Lahan Kering
9. Tahun Mulai : 2018
10. Tahun Selesai : 2018
11. Output : 1. Diketahuinya keragaan pertumbuhan tanaman karet
dan produktivitas tanaman jagung dan produksi
ternak sapi dalam suatu sistem yang terintegrasi
2. Diperoleh nilai tambah melalui integrasi jagung dan
sapi di perkebunan karet
3. Diketahuiya permasalahan dalam menerapkan Sistem
Usahatani Integrasi Jagung, Sapi dan Karet di
Sumatera Selatan
Koordinator Program Penanggung Jawab Kegiatan
Budi Raharjo, STP, M.Si
NIP. 19710828 200003 1001
Ir. Yanter Hutapea, M.Si
NIP. 19630430 198903 1001
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian
Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA
NIP. 19680415 199203 1 001
Menyetujui
Kepala BPTP Sumsel
Dr. Ir. Priatna Sasmita
NIP. 19641104 199203 1001
3. 2
RINGKASAN
Pemerintah telah mencanangkan untuk berswasembada jagung dan daging. Provinsi
Sumatera Selatan dengan kekayaan sumberdaya alamnya berpeluang untuk
mewujudkan sumbangsihnya. Tersedianya lahan tanaman karet yang luas seperti pada
lahan karet yang belum menghasilkan dapat ditanami jagung yang diintegrasikan
dengan pemeliharaan ternak sapi. Sehingga tiga komoditas ini terintegrasi dan saling
melengkapi. Kajian ini bertujuan untuk: 1). Menganalisis keragaan pertumbuhan
tanaman karet dan produktivitas tanaman jagung dan produksi ternak sapi dalam
suatu sistem yang terintegrasi, 2). Menganalisis nilai tambah melalui integrasi jagung
dan sapi di perkebunan karet, 3). Menganalisis permasalahan dalam menerapkan
Sistem Usahatani Integrasi Jagung, Sapi dan Karet di Sumatera Selatan. Pengkajian ini
dilakukan dalam bentuk On Farm Research (OFR) di kebun karet yang belum
menghasilkan seluas 2 ha, dengan melibatkan petani sebagai kooperator kegiatan.
direncanakan dilaksanakan 2 tahun (2018-2019). Sebagai luaran akhir dari kegiatan ini
adalah tersusun paket teknologi paket teknologi sistem usahatani integrasi Jagung,
Sapi dan Karet di Sumatera Selatan.
4. 3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk menuntut peningkatan ketersediaan pangan
untuk konsumsi baik berasal dari tanaman dan ternak. Hal ini mendorong terus
dilakukannya upaya penelitian untuk menemukan inovasi teknologi tepat guna yang
spesifik lokasi.
Pemerintah sudah mencanangkan untuk mencapai swasembada pangan seperti
jagung bahkan daging secara nasional. Sumatera Selatan dengan kekayaan
sumberdaya alamnya merupakan salah satu provinsi yang diharapkan berperan besar
untuk mewujudkannya. Realisasi penanaman jagung di Sumatera Selatan tahun 2016
lalu seluas 95.490 ha, sedangkan tahun 2017 sudah ditargetkan untuk penanaman
jagung seluas 190.383 ha. Salah satu areal alternatif yang prospektif untuk
mewujudkannya adalah tersedianya sumberdaya lahan di areal perkebunan karet
terutama pada kebun karet yang belum menghasilkan, sebagai lahan untuk ditanami
tanaman sela seperti jagung. Luas perkebunan karet rakyat di Sumsel mencapai
1.220.928 Ha. Disinyalir 27% diantaranya adalah tanaman belum menghasilkan dan
10% tanaman tua/rusak yang perlu diremajakan (Badan Pusat Statistik Sumatera
Selatan, 2016 dan 2015). Pengembangan pola tanaman pangan seperti jagung sebagai
tanaman sela karet dapat dilakukan sampai dengan umur karet empat dan lima tahun
(Rodrigo et al., 2004).
Populasi ternak sapi di Sumsel 261.852 ekor, untuk mencukupi kebutuhan akan
daging sapi untuk penduduknya, maka daging sapi tersebut juga didatangkan dari luar
provinsi bahkan import. Aktivitas untuk memenuhi kecukupan daging sapi menghadapi
banyak permasalahan. Di antaranya yang masih terjadi saat ini seperti: infrastruktur
dan sarana pengembangan ternak yang belum mendukung, tenaga profesional untuk
pengembangan ternak masih kurang, angka kematian ternak yang tinggi, rendahnya
mutu pakan hijauan dan dan pencurian ternak sapi (Unsri dan Bappeda Sumsel, 2005).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendukung pengembangan ternak
sapi tersebut adalah mengembangkannya di wilayah perkebunan karet dengan
pertimbangan rumput alam masih dapat diperoleh di kawasan tersebut. Limbah jagung
yang dapat diperoleh dari hasil sebagai tanaman sela di antara karet, dapat
dimanfaatkan seperti tebon jagung, brangkasan jagung, kulit buah jagung/klobot
5. 4
jagung dan tongkol jagung.Penggunaan limbah jagung sebagai pakan dalam bentuk
segar adalah yang termurah dan termudah, tapi saat panen hasil limbah tanaman
jagung cukup melimpah dapat disimpan sebagai stok pada saat kemarau. Pengolahan
limbah jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.
Beberapa teknologi pengolahan limbah jagung yang dikenal antara lain hay, silase dan
fermentasi.
1.2. Dasar Pertimbangan
Pemanfaatan lahan dengan penanaman jagung di sebagai tanaman sela antara
tanaman karet akan memberikan manfaat baik dari segi teknis, biologis, ekonomi dan
sosial: (1) efisiensi pemanfaatan hara tanaman, air dan cahaya ,(2) memperkecil
peluang serangan hama dan penyakit tanaman, (3) mengurangi resiko kegagalan
panen, ketidak pastian dan fluktuasi harga, (4) pemeliharaan kebun lebih intensif,
meningkatkan produktifitas lahan, (5) membantu percepatan peremajaan karet (petani
tidak kehilangan sumber pendapatan) dan (6) mendistribusikan sumberdaya secara
optimal dan merata sepanjang tahun serta menambah peluang lapangan kerja,
termasuk tenaga kerja wanita/gender.
Pemeliharaan sapi secara terintegrasi tentunya akan memberi manfaat karena
hasil dari tanaman sapi berupa pupuk kandang dapat digunakan untuk pemupukan
tanaman jagung dan karet, Limbah tanaman jagung sangat berpotensi dimanfaatkan
untuk pakan, tetapi hanya untuk ternak ruminansia karena kandungan seratnya yang
tinggi. Jerami jagung menjadi alternatif pakan sapi saat rumput sulit diperoleh,
terutama pada musim kemarau.
Untuk memanfaatkan lahan pertanaman karet belum menghasilkan, tanaman
jagung dan ternak sapi secara optimal, maka perlu sentuhan teknologi budidaya dan
pasca panen jagung, pengolahan /fermentasi limbah jagung untuk pakan sapi dan
pemanfaatan bio slurry ( limbah cair dari biogas) sebagai pupuk cair atau dibuat bio
pestisida untuk tanaman jagung dan karet.
Penggunaan limbah jagung dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat
dikombinasikan dengan bahan pakan lain dengan kandungan protein dan energgi yang
tinggi sehingga diperoleh pakan dengan kandungan nutrisi yang baik atau disebut
pakan lengkap (Complete feed). Pemberian pakan lengkap diharapkan mampu
6. 5
mencukupi kebutuhan nutrisi ternak dan dapat meningkatkan efisiensi pada
pemeliharaan sapi.
1.3. Tujuan
Tahun 2018
1. Menganalisis keragaan pertumbuhan tanaman karet dan produktivitas tanaman
jagung dan produksi ternak sapi dalam suatu sistem yang terintegrasi
2. Menganalisis nilai tambah melalui integrasi jagung dan sapi di perkebunan karet
3. Menganalisis permasalahan dalam menerapkan Sistem Usahatani Integrasi
Jagung, Sapi dan Karet di Sumatera Selatan
Tahun 2019
1. Mencari jalan keluar untuk mengatasi permasalahan dalam mengintegrasi jagung
dan sapi di perkebunan karet.
2. Menyusun paket teknologi sistem usahatani integrasi Jagung, Sapi dan Karet di
Sumatera Selatan.
1.4. Keluaran yang Diharapkan
Tahun 2018
1. Diketahuinya keragaan pertumbuhan tanaman karet dan produktivitas tanaman
jagung dan produksi ternak sapi dalam suatu sistem yang terintegrasi
2. Diperoleh nilai tambah melalui integrasi jagung dan sapi di perkebunan karet
3. Diketahuiya permasalahan dalam menerapkan Sistem Usahatani Integrasi Jagung,
Sapi dan Karet di Sumatera Selatan
Tahun 2019
1. Diketahui jalan keluar untuk mengatasi permasalahan dalam mengintegrasi jagung
dan sapi di perkebunan karet.
2. Tersusun paket teknologi paket teknologi sistem usahatani integrasi Jagung, Sapi
dan Karet di Sumatera Selatan.
7. 6
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Perkiraan Manfaat
Peningkatan pendapatan rumah tangga petani karet melalui integrasi jagung dan
sapi di perkebunan karet.
Perkiraan Dampak
Berkembangnya sistem integrasi jagung dan sapi di kawasan perkebunan karet
yang belum menghasilkan.
8. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sela Jagung Diantara Karet
Jagung, salah satu dari bermacam-macam jenis tanaman yang dapat
ditumpangsarikan dengan tanaman karet. Tanaman tersebut dapat diusahakan
sebelum tanaman karet menghasilkan. Penanaman tanaman sela di antara tanaman
karet akan memberikan manfaat : (1) efisiensi pemanfaatan hara tanaman, air dan
cahaya ,(2) memperkecil peluang serangan hama dan penyakit tanaman, (3)
mengurangi resiko kegagalan panen, ketidakpastian dan fluktuasi harga, (4)
pemeliharaan kebun lebih intensif, meningkatkan produktifitas lahan, (5) membantu
percepatan peremajaan karet (petani tidak kehilangan sumber pendapatan) dan (6)
mendistribusikan sumberdaya secara optimal dan merata sepanjang tahun serta
menambah peluang lapangan kerja, termasuk tenaga kerja wanita/gender (Rosyid,
2006; Rosyid et al, 2007 dan Rosyid, 2012). Meskipun demikian tidak semua tanaman
dapat ditumpangsarikan pada perkebunan karet, karena ada jenis tanaman tertentu
bahkan berpengaruh negatif terhadap tanaman karet seperti : tanaman ubi kayu, ubi
jalar, dan tanaman satu famili lainnya, karena tanaman ini dapat menjadi inang bagi
Jamur Akar Putih (JAP).
Tumpangsari tanaman sela jagung memberikan nilai R/C 2,65 pada tahun
pertama dan 2,72 pada tahun kedua. (Rosyid, 2006 dan Rosyid et al, 2012).
Penghasilan dari tanaman sela menjelang tanaman utama karet menghasilkan juga
merupakan suatu faktor pendorong dilakukannya peremajaan karet yang sudah tua
dan rusak, karena selama ini petani tidak mau melakukan peremajaan karet yang
sudah tua karena takut kehilangan penghasilan keluarga (Rosyid dan Sahuri, 2014).
2.2. Limbah Tanaman Jagung sebagai Pakan Ternak
Limbah tanaman jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, baik diberi
langsung dalam bentuk segar maupun melalui proses fermentasi. Nilai proporsi limbah
jagung terhadap keseluruhan bagian tanamannya seperti dilaporkan oleh Anggraeny et
al. (2006) adalah batang (55,38 – 62,29%), daun (22,57 – 27,38%) dan proporsi
klobot (11,88 – 16,41%), tongkol jagung tidak diperhitungkan dalam proporsi limbah.
Hasil kajian yng dilakukan oleh Prasetyo (2002), dari satu hektar lahan dapat
diperoleh limbah batang dan daun jagung kering sebanyak 3,46 ton/ha. Dengan
9. 8
konversi nilai kalori 4370 kkal/kg (Sudradjat, 2004) potensi energi limbah batang dan
daun jagung kering sebesar 66,35 GJ. Energi tongkol jagung dapat dihitung dengan
menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol jagung adalah 0,273 (pada
kadar air 7,53%) dan nilai kalori 4451 kkal/kg (Koopmans and Koppejan, 1997;
Sudradjat, 2004).
Potensi energi tongkol jagung adalah 55,75 GJ. Untuk memperkirakan potensi
riil energy limbah jagung, penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar
sekitar 90% sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada.
Program pengembangan peternakan secara terintegrasi (Crop Livestock System/ CLS)
dengan pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan untuk mendapatkan
keuntungan yang optimal.
2.3. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi
Teknologi pengelolaan kotoran ternak sebagai pupuk kompos dapat dilakukan
melalui fermentasi dengan menggunakan probiotik. Komponen pembuatan kompos
terdiri dari kotoran ternak 100 %, serbuk gergaji 10 %, abu 10 %, kapur 2 % dan
probiotik 0,25 %. Semua bahan dicampur secara merata, dengan kelembaban 60 %,
kemudian didiamkan selama 4 minggu, setiap minggu adonan dibalik. Pada minggu ke
2–3 terjadi kenaikan suhu sampai 70 o
C dan pada minggu 3-4 terjadi penurunan suhu
(pendinginan). Pada minggu ke 4 proses fermentasi selesai, kompos yang dihasilkan
tidak berbau, berwarna coklat kehitaman dan siap digunakan (BPTP Sumsel, 2006).
Selain cara di atas, kotoran sapi dapat difermentasi oleh bakteri penghasil gas
metan pada kondisi bebas oksigen (kedap udara) menghasilkan biogas berupa gas
metan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif murah dan ramah
lingkungan bagi masyarakat (Pratava, 2010). Sedangkan endapannya dapat digunakan
sebagai pupuk.
Lahan kering Sumatera Selatan umumnya didominasi jenis tanah podsolik
merah kuning (PMK) yang memiliki sifat tanah dengan kandungan bahan organik
sangat rendah. Kompos hasil fermentasi dapat dikembalikan ke lahan agar dengan
jumlah yang cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula.
10. 9
III. METODOLOGI
3.1. Ruang Lingkup
Lingkup kegiatan ini meliputi budidaya dan pasca panen jagung di perkebunan
karet dan pemeliharaan ternak sapi. Ketiga komoditi ini dilakukan dalam suatu bentuk
sistem usahatani yang terintegrasi. Satu dengan yang lain memiliki keterkaitan dan
saling melengkapi.
3.2. Pendekatan
Agar kegiatan ini terintehrasi dan berkelanjutan maka diimplementasikan
dengan menggunakan pendekatan, yaitu (i) agroekosistem, (ii) agribisnis, (iii)
partisipatif petani, dan (iv) kelembagaan. Pendekatan agroekosistem dimaksudkan
untuk memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek
sumberdaya lahan, air, wilayah, komoditas yang diusahakan.
Pendekatan agribisnis dimaksud adalah adanya keterkaitan sub sistem
penyediaan input, usahatani, pasca panen dan pengolahan, pemasaran dan
penunjang dalam satu sistem. Pendekatan partisipatif dimaksud adalah adanya
partisipasi aktif petani dalam pelaksanaan kegiatan baik dari partisipasi penyediaan
lahan, tenaga, ternak. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya, sarana dan prasarana
yang disediakan. Selain itu hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa
tanggungjawab dan rasa memiliki pada kooperator kegiatan.
Pendekatan kelembagaan dimaksudkan pada kegiatan ini tidak hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang
berkaitan dengan input dan output, melainkan juga kelembagaan pemerintah dalam
mendukung aktivitas kegiatan.
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan
3.3.1. Waktu dan Tempat
Kajian Sistem Usahatani Integrasi Jagung, Sapi dan Karet di Sumatera Selatan
direncanakan dilaksanakan 2 tahun (2018-2019). Kegiatan ini mengambil tempat di
lokasi perkebunan karet rakyat belum menghasilkan di Kab. Banyuasin.
Pemilihan petani kooperator kegiatan/ kelompok tani sebagai pelaksana
demplot ditentukan berdasarkan kondisi hamparan. Beberapa hal yang perlu
11. 10
diperhatikan dari kooperator adalah bersikap kooperatif, bersedia untuk melaksanakan
kegiatan dan berkeinginan untuk maju.
1.1. Metode Pelaksanaan
Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk On Farm Research (OFR) di kebun karet
seluas 2 ha yang belum menghasilkan, dengan melibatkan petani sebagai kooperator
kegiatan. Komponen teknologi untuk merakit sistem usahatani jagung, sapi dan karet
yang terintegrasi ini, terdiri dari:
1. Pemeliharaan Tanaman karet belum menghasilkan (< 4 tahun)
2. Penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen jagung. Jagung yang ditanam
adalah jenis komposit, varietas sukmaraga, dengan pertimbangan varietas ini relatif
lebih tahan (tetap hijau) meski sudah dipanen dan memiliki biomasa yang tinggi
dibanding varietas lain. Selain itu dapat juga ditanam beberapa varietas hibrida
yang memiliki biomasa tinggi sebagai pakan ternak.
3. Tanaman jagung dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Ditanam kurang lebih 1,5 – 2
m dari tanaman karet (tergantung umur dan tinggi tanaman karet).
4. Pemupukan sesuai dengan analisa hara tanah baik untuk karet maupun untuk
tanaman jagung.
5. Pemeliharaan dengan pola pengemukan sapi dalam kandang dengan jumlah 3 ekor
sapi/kandang/ ha tanaman karet.
6. Pembuatan fermentasi pakan untuk sapi berbasis limbah tanaman jagung. Sebagai
pelengkap, terhadap sapi juga ditambahkan rumput alam sekitar kebun, dedak,
mineral, obat-obatan dan vitamin.
3.3.3. Pengumpulan data
Data yang akan dikumpulkan terdiri dari:
1. Pada tanaman karet, data agronomis yang diamati adalah diameter batang setiap 1
bulan sekali, jumlah payung setiap 3 bulan sekali.
2. Data agronomis tanaman jagung meliputi: tinggi tanaman mulai umur 4 MST,
Waktu berbunga (50%), bobot tongkol berkelobot/tanaman saat panen, bobot
tongkol tanpa kelobot/tanaman saat panen, persentase tongkol berisi, diameter
tongkol dan hasil tongkol berkelobot per hektar.
3. Data ternak sapi: pertambahan berat badan harian
4. Data iklim : curah hujan, suhu dan kelembaban
12. 11
5. Data kwalitas pakan melalui analisa proksimat meliputi: serat kasar, lemak kasar,
protein kasar, abu, Ca, P dan kadar bahan ekstrak tanpa N.
6. Data sosial ekonomi: komponen biaya usahatani (produksi tanaman sela, sarana
produksi yang digunakan, jam kerja yang dicurahkan, harga produksi dan harga
input), kemampuan petani menerapkan teknologi, persepsi petani terhadap pola
yang diterapkan.
3.3.4. Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh terkait dengan Sistem Usahatani Integrasi
jagung, sapi dan tanaman karet ini dianalisis secara deskriptif baik secara kuantitatif
dan kualitatif. Analisis perbandingan dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi
sebelum dengan sesudah berjalannya kegiatan ini, juga membandingkan kondisi
dengan dan tanpa pemberian perlakuan.
Efisiensi usahatani diketahui dengan menghitung nilai R/C dan keunggulan suatu
inovasi dianalisis dengan menghitung nilai Marginal benefit cost ratio (MBCR)
(Suratiyah, 2009 dan Malian, 2004).
13. 12
IV. ANALISIS RISIKO
4.1. Daftar Risiko
Daftar risiko
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Pelaksanaan Kegiatan
terhambat
Penyiapan dokumen
pelelangan terlambat
Terlambatnya serapan
anggaran
2. Penanaman terlambat Penyediaan saprodi
terlambat
Serangan hama terutama
tikus
3. Inovasi teknologi tidak
secara menyeluruh
(hanya per komponen)
Modal terbatas,
Tenaga kerja terbatas
Keragu-raguan petani
Produktivitas belum
optimal
4. Ketersediaan air di
pertanaman tidak
mencukupi
Cuaca yang tidak
mendukung
Serangan hama/penyakit
Produksi menurun
Daftar penanganan risiko
No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko
1. Pelaksanaan Kegiatan
terhambat
Penyiapan dokumen
pelelangan terlambat
Penyiapan dokumen
pelelangan agar dilakukan
lebih awal/cepat
2. Penanaman terlambat Penyediaan saprodi
terlambat
Realisasi anggaran tepat
waktu (kedepan)
PHT
3. Inovasi teknologi tidak
secara menyeluruh
(hanya per komponen)
Modal terbatas,
Tenaga kerja terbatas
Keragu-raguan petani
Pendampingan teknologi
dan penyuluhan
Pelatihan /magang
4. Ketersediaan air di
pertanaman tidak
mencukupi
Cuaca yang tidak
mendukung
Sumur bor, PHT,
antisipasi penanaman
pada MK
14. 13
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
No Nama/NIP Jabatan
dalam
Kegiatan
Uraian Tugas Alokasi
Waktu
(Jam/
minggu)
1. Ir. Yanter
Hutapea, M.Si/
Penjab
RPTP
Menanggujawabi dan mengarahkan
pelaksanaan kegiatan
2
2. Drh. Aulia Evi
Susanti, MP
Penjab
Keg
Menyusunan proposal,
pengumpulan data dan pelaporan,
3
3. Ir. Tryandar
Arief, M.Si
Penjab
Keg
Menyusunan proposal,
pengumpulan data dan pelaporan,
3
4. Pandu Hutabarat,
SP
Anggota
tim
Membantu perencanaan,
pelaksanaan kegiatan lapang dan
menyusun laporan
3
5. IKW. Edi, SP Anggota
tim
Membantu perencanaan,
pelaksanaan kegiatan lapang dan
menyusun laporan
3
6. Yuana, SP Anggota
tim
Pelaksanaan kegiatan lapang dan
menyusun laporan
3
7. Yayan, SP Anggota
tim
Pelaksanaan kegiatan lapang dan
menyusun laporan
3
9. Maulida, SP Anggota
tim
Pelaksanaan kegiatan lapang dan
Pengumpulan data/
informasi
3
10. Juwedi Anggota
tim
Pelaksanaan kegiatan lapang dan
Pengumpulan data/
informasi
3
11. PM (Petugas
dinas/ instansi
terkait 7 orang )
Anggota
tim
Pelaksanaan kegiatan lapang dan
Pengumpulan data/
informasi
2
15. 14
5.2. Jangka Waktu Kegiatan
No Uraian Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan pembuatan RPTP/ ROPP x x
2. Pengumpulan data/Informasi x x x x x x x x x
3. Koordinasi/penentuan lokasi x
4. Persiapan lahan, pemeliharaan,
panen
x x x x x x x x x x
5. Analisis Sampel x x x
6. Penulisan Laporan x x
7. Penggandaan, pendistribusian
laporan
x x
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan, 2016. Sumatera Selatan Dalam Angka 2016
dan 2015).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, 2006. Laporan Akhir Primatani
Kabupaten Musi Rawas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera
Selatan, Palembang
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan. 2017.
Rekon Data Upsus Padi, Jagung Dan Kedelai di Sumatera Selatan, Tahun 2017.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan
Koopmans, A. and J. Koppejan. 1997. Agricultural and Forest Residues-Generation,
Utilization and Avaibility. Paper presented at the Regional Consultation on
Modern Applications of Biomass Energy, 6−10 January 1997, Kuala Lumpur,
Malaysia.
Malian, A. H. 2004. Analisis ekonomi usahatani dan kelayakan finansial teknologi
pada skala pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The
Participating Development of technology Transfer Project (PAATP). Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pratava, A. 2010. Potensi Biogas Untuk Masyarakat Indonesia, http://majalah energi.
com/forum/energi-baru-dan-terbarukan.
Prasetyo, T, J. Handoyo, dan C. Setiani. 2002. Karakteristik Sistem Usahatani Jagung-
Ternak di Lahan Irigasi. ProsidingSeminar Nasional: Inovasi Teknologi Palawija,
Buku 2- Hasil Penelitian dan Pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, hal. 581-605.
16. 15
Rodrigo, V.H.L., T.U.K. Silva dan E.S. Munasinghe. 2004. Improving the spatial
arrangement of planting rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) for long-term
intercropping. Field Crops Research. 89(2): 327-335.
Rosyid, M.J. Budidaya Tanaman Sela Berbasis Karet. 2006. Kumpulan Makalah Gelar
Teknologi Karet di Banjar Baru Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Karet Bali
Penelitian-Sembawa. 24 hal.
Rosyid. M.J., 2007. Pengaruh Jarak Tanam Karet Terhadap Produksi Tanaman Pangan
Sebagai Tanaman Sela Karet. Balai Penelitian Sembawa. Pusat Penelitian Karet.
Rosyid, M.J. 2007. Pengaruh Tanaman Sela terhadap Pertumbuhan Karet pada Areal
Peremajaan Partisipatif di Kabupaten Sarolangun, Jambi. J. Penelitian Karet,
25(2): 25-36.
Rosyid, M.J dan Sahuri. 2014. Budidaya karet pada lahan pasang surut di Sumatera
Selatan. Seminar Nasional Lahan Suboptimal “Pengembangan Teknologi
Pertanian yang Inklusif untuk Memajukan Petani Lahan Suboptimal”. Pusat
Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal (PUR-PLSO) Universitas
Sriwijaya. Hal 126-133.
Unsri dan Bappeda Sumsel, 2005. Master Plan Lumbung Pangan Provinsi Sumatera
Selatan. Kerjasama Fakultas Pertanian Unsri dan Bappeda Sumsel, Palembang
Suprihatno, B., T. Alihamsyah dan E. E. Ananto. 2000. Teknologi pemanfaatan
lahan pasang surut dan lebak untuk pertanian tanaman pangan. Dalam
Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Bogor, 2000.
Sudradjat, R. 2004. The Potential of Biomass EnergyResources in Indonesia for the
Possible Development of Clean Technology Process (CTP). Proceedings
(Complete Version) International Workshop on Biomass & Clean Fossil Fuel
Power Plant Technology: Sustainable Energy Development & CDM, pp. 36−59.
Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.