Pemanfaatan pangan lokal dianggap penting untuk mencapai ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Namun, konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal masih rendah di Indonesia. Untuk meningkatkannya, diperlukan program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, termasuk pengembangan pertanian lokal, industri pengolahan pangan, dan sosialisasi manfaat pangan lokal. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Cinta Pangan Lokal
1. PEMANFAATAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
SEBAGAI PERWUJUDAN CINTA MAKANAN KHAS DAERAH
Pemantapan ketahanan pangan mempunyai peran strategis dalam
agenda pembangunan nasional karena : Pertama, akses terhadap pangan
dengan gizi yang cukup merupakan hak yang paling asasi bagi manusia; Kedua,
kualitas pangan dan gizi yang dikonsumsi merupakan unsur penentu yang
penting bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas: Ketiga,
Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama yang menopang
ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Untuk
memenuhi hal tersebut, diperlukan ketersediaan pangan yang cukup setiap
waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh
daya beli masyarakat, dan diutamakan berasal dari pangan lokal melalui
program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Perlu kita ketahui bahwa program penganekaragaman pangan sudah lama
diluncurkan, namun masih ditemui permasalahan, beberapa diantaranya adalah
adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber
daya lokal dan lambatnya perkembangan, penyebaran dan penyerapan
teknolongi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam
pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, sosial, citra dan daya terima. Serta belum
optimalnya pemberian insentif bagi dunia usaha dan masyarakat yang
mengembangkan aneka produk olahan pangan lokal
Untuk melihat susunan keragaman pangan yang didasarkan atas proporsi
keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi
kebutuhan gizi baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan
segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama dikenal
dengan Pola Pangan Harapan (PPH). Pengertian dari pola pangan harapan
adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari
kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relative) dari suatu pola
ketersediaan dan atau konsumsi pangan. FAO-RAPA (1989) Mendefinisikan
PPH sebagai “Komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya”. Konsep PPH merupakan
implementasi konsep gizi seimbang yang didasarkan pada konsep trigunan
makanan (Sebagai sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur),
keseimbangan jumlah anatar kelompok pangan merupakan syarat terwujudnya
2. keseimbangan gizi. Konsep gizi seimbang juga bergantung pada keseimbangan
antara asupan (konsumsi) zat gizi dan kebutuhannya serta jumlahnya antar
waktu makan.
Pangan yang dikonsumsi secara baragam dalam jumlah yang cukup dan
seimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Keanekaragaman pangan
tersebut mencakup kelompok: 1) Padi-padian, 2) Umbi-umbian, 3) Pangan
Hewani, 4) Minyak dan Lemak, 5) Buah dan biji berminyak, 6) Kacang-kacangan,
7) Gula, 8) Sayuran dan buah-buahan, 9) Lain-lain. Dibawah ini dapat dilihat
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) di Provinsi Banten tahun 2008
KUALITAS KONSUMSI PANGAN (Pola Pangan Harapan) DI PROVINSI
BANTEN TAHUN 2008
PPH PROVINSI BANTEN TAHUN PPH IDEAL
2008
Padi-padian 25,0 Padi-Padian 50
Umbi-umbian 1,1 Umbi-umbian 6
Pangan Hewani 18,4 Pangan hewani 12
Minyak dan lemak 5,0 Minyak dan lemak 10
Buah/biji berlemak 0,5 Buah/biji berlemak 3
Kacang-kacangan 6,8 Kacang-kacangan 5
Gula 1,8 Gula 5
Sayur dan buahi 24,2 Sayur dan buah 6
Lain-Lain 0,0 Lain-Lain 3
Total 82,8 Total 100
Sumber: Susenas 2008, BPS diolah Pusat KKP BKP Deptan
Dari data di atas menunjukkan bahwa skor PPH di Provinsi Banten baru
mencapai 82,8, namun telah melebihi rata-rata Nasional (81,9). Diharapkan skor
PPH rata-rata nasional pada tahun 2011 sebesar 88,1 . Rata-rata konsumsi
beras perkapita/tahun 108,75kg/kapita/tahun, rata-rata konsumsi terigu 13,27 kg/
kapita/tahun sedangkan rata-rata, konsumsi umbi-umbian hanya 39,83 gr/kapita/
hari oleh sebab itu karena potensi umbi-umbian di Provinsi Banten cukup
banyak dan tersebar diberbagai kabupaten/kota maka harus ada upaya untuk
meningkatkan konsumsi umbi-umbian dengan penggunaan teknologi tepat guna
3. dan mensosialisasikan program diversifikasi pangan dan gizi sehingga
masyarakat tidak bergantung pada jenis pangan pokok beras dan terigu.
Sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal, merupakan penguatan agar strategi untuk mengatasi masalah di
atas adalah melalui program percepatan diversifikasi konsumsi pangan. Melalui
program percepatan ini diharapkan dapat mendorong terciptanya peningkatan
konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang
berbasis sumberdaya lokal. Pada sisi lain, pelaksanaan program percepatan
diversifikasi konsumsi pangan dapat mendorong berkembangnya usaha bidang
pangan, sehingga perekonomian keluarga dapat meningkat.
Keberhasilan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sangat
ditentukan oleh ketersediaan aneka ragam pangan dan perilaku konsumen
dalam mengkonsumsi aneka ragam pangan. Efektifitas percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan akan tercapai apabila upaya internalisasi
didukung dan berjalan seiring dengan pengembangan bisnis pangan. Oleh
karena itu program penganekargaman pangan nasional dan daerah perlu
diselaraskan khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan dan industri
pengolahan pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Dengan demikian
kita perlu berkomitmen untuk mendorong dan memantapkan pelaksanaan
penganekaragaman pangan karena:
1. Faktor penentu mutu makanan adalah keanekaragaman jenis pangan,
keseimbangan gizi dan keamanan pangan oleh sebab perlu adanya
upaya untuk menyajikan pangan-pangan olahan yang aman untuk
dikonsumsi yang berasal dari pangan local sehingga dapat
meningkatkan citra makanan tradisional
2. Adanya upaya untuk mengurangi penggunaan beras dan tepung terigu
dalam mengolah pangannya agar produk-produk pangan local dapat
dimanfaatkan dan dijadikan makanan yang memiliki cita rasa tinggi
melalui seni kuliner
3. Dengan adanya Surat Edaran dari Gubernur Nomor : 521/1458-BKPD/
09 dan Nomor : 521/1459-BKPD/09 tanggal 29 Mei 2009 perihal
Penggunaan pangan lokal dalam setiap rapat dan pertemuan
diharapkan kita semua dapat memanfaatkan dan lebih mencitai
pangan lokal yang tersedia di Banten sehingga selain meningkatkan
citra makanan khas daerah juga dapat meningkatkan pendapatan
para petani
Dengan demikian manfaat dan hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat
pada umumnya dan keluarga pada khususnya, yang pada akhirnya dapat
4. meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong terwujudnya
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman serta
meningkatkan status gizi masyarakat.