SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  292
Télécharger pour lire hors ligne
UJI KOMPETENSI JURNALIS
ALIANSI JURNALIS INDePENDEN
UKJ AJI




Materi
Kompetensi
Kunci UKJ AJI


Disusun Oleh
•	 Divisi Etik dan Pengembangan
   Profesi
•	 Biro Pendidikan AJI Indonesia

Editor:
Willy Pramudya
Jakarta, 2012
UJI KOMPETENSI JURNALIS ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN UKJ AJI
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI

Disusun Oleh
Divisi Etik dan Pengembangan Profesi
Biro Pendidikan AJI Indonesia

Editor:
Willy Pramudya

cover dan layout:
J!DSG, www.jabrik.com

Diterbitkan oleh
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
Jalan Kembang raya no. 6 Kwitang, senen
Jakarta pusat 10420 indonesia
e-mail: office@ajiindonesia.org
website: www.ajiindonesia.org
Kata Pengantar
Ketua Umum Aliansi
Jurnalis Independen




S
      ejak ditetapkan oleh Dewan Pers sebagai Lembaga
      Penguji Kompetensi Wartawan melalui SK Nomor 15/
      SK-DP/IX/2011, pengurus Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Indonesia periode 2011-2014 langsung memberikan
respon positif.
    Langkah awal yang dilakukan ialah membentuk
Biro Pendidikan dan Pelatihan (Biro Diklat) AJI yang
beranggotakan para jurnalis senior untuk menelaah dan
mengelaborasi modul Uji Kompetensi Wartawan (UKW)
versi LPDS. Selanjutnya, Biro Diklat dan Divisi Etik Profesi
menggelar seminar, workshop, dan diskusi kelompok terfokus
(FGD) untuk menyusun modul Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ)
versi AJI yang sesuai dengan visi-misi organisasi.
   Modul Uji Kompetensi Jurnalis versi AJI dinamai
Materi Kompetensi Kunci (MKK) UKJ AJI. Ini merupakan
penyempurnaan berbagai modul pengujian wartawan
meliputi jurnalisme cetak, online, dan televisi. Setelah ini,
modul UKJ AJI akan dilengkapi materi uji jurnalisme radio
dan fotografi.
   Yang utama dari modul UKJ AJI ialah materi ujian etika
dan profesionalisme. AJI percaya, Uji Kompetensi Jurnalis
(UKJ) bukan sekadar ritual pemberian "sertifikat kompetensi".



                                                            3
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Melainkan pembuktian kepada publik bahwa anggota AJI
adalah jurnalis yang kompeten dalam profesinya. Dengan
media yang profesional dan beretika, perjuangan bagi
kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis menjadi lebih kuat.
    Pada April 2012, Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
menggelar Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) pertama di Wisma
Cimanggis yang diikuti 57 anggota AJI secara nasional.
Hingga pertengahan Maret 2013, AJI telah menyelenggarakan
sembilan kali UKJ di berbagai kota, termasuk dua kali Training
of Examiners (ToE). Dari dua event itu dihasilkan 26 penguji
UKJ, 29 calon penguji UKJ, dan 175 jurnalis AJI -muda, madya,
utama- yang sudah tersertifikasi (Dewan Pers).
   Dari seluruh penyelenggaraan UKJ, 95 persen anggota AJI
dinyatakan kompeten, dua anggota AJI wajib mengikuti ujian
perbaikan (remedial), tujuh orang diturunkan tingkatannya,
dan satu tidak lulus UKJ AJI.
     Semua data bisa berubah seiring bertambahnya anggota
AJI yang mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) dan
Training of Examiner (ToE). Materi Kompetensi Kunci
(MKK) UKJ AJI dari waktu ke waktu akan dilengkapi dan
disempurnakan mengikuti perkembangan jurnalisme di tanah
air dan seluruh dunia.


     Eko Maryadi




4
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI
DAFTAR ISI




Penjelasan Aji dan Peraturan Dewan Pers

Uji Kompetensi Jurnalis Aji........................................................................................................ 11

Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-Dp/Ii/2010
Tentang Standar Kompetensi Wartawan................................................................................ 15

Bagian 1Pendahuluan................................................................................................................... 17

Bagian II Kompetensi Wartawan.............................................................................................. 29
                             .



Materi Kunci I Rumpun Pengetahuan Umum

Jurnalis Sebagai Profesi, P. Hasudungan Sirait.......................................................................... 37
                                              .

Pers Dan Perjanalan Nasionalisme Indonesia,Didik Supriyanto......................................... 47
                                                           .

Sekilas Sejarah Jurnalisme.......................................................................................................... 65
                          .

Pers, Teknologi Media Dan Kehidupan Sosial, Didik Supriyanto......................................... 71
                                                            .

Komunikasi Massa........................................................................................................................ 81

Hukum Jurnalistik, Arfi Bambani................................................................................................ 85



Materi Kunci Ii Pengetahuan Khusus Teori Jurnalistik

Standar Jurnalisme, P. Hasudungan Sirait................................................................................147

Berita, Fakta Dan Fiksi, P. Hasudungan Sirait.........................................................................153

Derajat Kompetensi Narasumber, P. Hasudungan Sirait....................................................165

Gaya Bahasa Jurnalisme, P. Hasudungan Sirait.......................................................................175

Berita Berbobot, P. Hasudungan Sirait.................................................................................... 189
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Materi Kunci Iii Praktik Jurnalistik

Teknik Wawancara, Satrio Arismunandar................................................................................203

Teknik Dan Mekanisme Peliputan Jurnalistik, Satrio Arismunandar................................217

Penulisan Berita Langsung Berformat Piramida Terbalik, Satrio Arismunandar.............223



Jurnalisme Televisi

Bentuk Berita Televisi, Satrio Arismunandar...........................................................................233

Proses Pembuatan Berita Di Stasiun Televisi: Studi Kasus Trans TV,
Satrio Arismunandar..................................................................................................................... 241



Materi Kunci Iv Kode Etik Jurnalistik
Dan Penegakannya

Kode Etik Jurnalistik, Willy Pramudya .................................................................................... 251

Lampiran 1: Kode Etik Aji......................................................................................................... 265

Lampiran 2: Kode Etik Jurnalistik........................................................................................... 271
                                 .

Lampiran 3: Pedoman Pemberitaan Media Siber ..............................................................279

Lampiran 4: Pedoman Pelaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran (P3sps) .......285

Menerjemahkan Kode Etik Ke Kode Perilaku, Ati Nurbaiti...............................................287
Penjelasan AJI
dan
Peraturan Dewan Pers




                       9
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




10
Uji Kompetensi
Jurnalis AJI




U
         ji Kompetensi Jurnalis (selanjutnya disingkat
         UKJ) yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis
         Independen (AJI) merupakan salah satu agenda
yang sejak lama didesakkan oleh banyak anggota AJI untuk
menjawab problem profesionalisme dan independensi jurnalis
serta penegakan etika jurnalistik. Oleh sebab itu Kongres AJI
Tahun 2011 di Makassar memasukkan UKJ sebagai salah satu
program nasional yang harus dijalankan oleh pengurus AJI
yang terpilih pada Kongres AJI Tahun 2011 di Makassar itu.
    Dewan Pers yang berfungsi untuk mengembangkan dan
melindungi kehidupan pers di Indonesia sudah menjadikan
UKJ dengan nama Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebagai
program yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2011.
AJI pun memandang UKJ sebagai salah satu cara AJI untuk
meningkatkan profesionalisme, terutama ketaatan jurnalis
kepada kode etik jurnalistik (KEJ), dan independensi jurnalis
anggota AJI. Pada Rapat Kerja Nasional AJI 2012 (Februari,
2012) lahir kesepakatan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun
kepengurusan AJI Indonesia (periode 2011-2014) setidaknya
separuh dari jumlah anggota AJI telah memiliki sertifikat
kompeten.
    AJI memahami bahwa UKJ bukanlah program eksklusif
milik AJI. Beberapa lembaga dan organisasi jurnalis lain yang
sudah lolos verifikasi sebagai lembaga penguji juga sudah


                                                           11
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




memulai terlebih dulu melaksanakan UKW. Karena itu ada
beberapa anggota AJI yang telah mengikuti uji kompetensi
sehingga mereka telah memliki serttifikat kompeten. Namun
karena masih banyak anggota AJI yang belum memiliki
sertifikat kompeten AJI merasa perlu menyelenggarakan
program UKJ versi AJI yang diharapkan lebih mencerminkan
atau sesuai dengan visi dan nilai-nilai perjuangan AJI.
    Pada April 2012 untuk kali pertama AJI menyelanggarakan
UKJ yang pelaksanaannya tetap sesuai dengan standar Dewan
Pers. UKJ AJI yang berlangsung di Wisma Hijau Cimanggis,
Depok, Jawa Barat itu meruoakan UKJ perdana sekaligus
perintisan UKJ versi AJI dengan menggunakan standar AJI
setelah AJI berhasil merumuskan standar kompetensi jurnalis
(SKJ) yang lebih sesuai dengan ideologi, filosofi dan nilai-
nilai perjuangan AJI. Secara ringkas dapat dikatakan ada dua
tujuan utama penyelenggaraan UKJ di AJI. Pertama, untuk
menyiapkan dan mengantarkan anggota AJI agar memiliki
SKJ. Kedua, UKJ dan SKJ AJI menjadi acuan standar jurnalistik
yang tinggi sekaligus gayut dengan perkembangan pers.
    Dari segi materi, UKJ AJI berbeda dengan sistem pendidikan
jurnalisme di perguruan tinggi maupun sistem pengujiannya.
Pada umumnya pendidikan dan pengujian jurnalisme di
perguruan tinggi diorganisasikan pada seputar tiga poros atau
jalur perkembangan. Pertama, poros yang mengajarkan norma-
norma, nilai-nilai, perangkat, standar, dan praktik jurnalisme;
kedua, poros yang menekankan diri pada aspek-aspek sosial,
budaya, politik, ekonomi, hukum dan etika dari praktik
jurnalisme, baik di dalam negeri maupun luar negeri; dan ketiga,
poros yang terdiri dari pengetahuan umum dan tantangan-
tantangan intelektual dalam dunia jurnalisme. [Lihat Buku
Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Jurnalisme (Versi Asli:
Model Curricula for Journalisme Education oleh Uniesco, 2007)].


12
Sementara UKJ AJI, sesuai dengan tujuannya terorganisasikan
pada empat poros utama, yakni Pengetahuan Umum;
Jurnalisme; Praktik Jurnalistik; dan keempat, Pendalaman Kode
Etik Jurnalistik (KEJ).
    Rumpun atau poros Pengetahuan Umum berisi materi
kunci yang berkaitan dengan Profesionalisme, Komunikasi
Massa, Pers Nasional dan Media Global, Hukum Pers.
Rumpun Jurnalisme atau Teori Jurnalistik adalah materi kunci
yang berkaitan dengan Prinsip-prinsip Jurnalistik,; Unsur
Berita, Nilai Berita, dan Jenis Berita; Bahasa Jurnalistik; Fakta
dan Opini; Narasumber; dan Kode Etik Jurnalistik. Sedang
Rumpu Praktik Jurnalistik ialah materi kunci yang berkaitan
dengan Teknik Melakukan Wawancara, Menjalani Peliputan,
Menyusun Berita, Menyunting Berita, Merancang Materi
dan Desain, Mengelola Manajemen Redaksi, Menetapkan
Kebijakan Redaksi, dan Menggunakan Peralatan Teknologi
Informasi. Rumpun Pendalaman KEJ, adalah materi kunci
yang berkiatan dengan pemetaan dan penyikapan problem
etik serta perincian Kode Etik ke Kode Perilaku.
    Dari segi metodologi, UKJ AJI menggunakan metode
eklektik atau gabungan beberapa metode. Metode ini dipilih
atas dasar asumsi bahwa tidak ada metode yang ideal karena
tiap-tiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan. Secara
ringkas metode eklektik yang dimaksudkan di sini ialah
metode yang menggabungkan metode penugasan antara lain
menulis artikel atau esai sebelum mengikuti ujian tertutup,
(menjawab pertanyaan secara) tertulis, (tanya jawab secara)
lisan, praktik dan simulasi, serta diskusi.
    Dari segi pelaksanaanannya, UKJ AJI berlangsung selama
dua hari penuh dari pagi hingga malam atau dua setengah
hari. Setiap pelaksanaan UKJ selalu diawali dengan sosialisasi
konsep, metodologi dan pelaksanaan ujian. Peserta juga akan


                                                               13
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




diajak mendalami semua materi kunci yang akan diujikan,
Materi-materi itu mulai dari yang termasuk dalam Rumpun
Pengetahuan Umum hingga Rumpun Etika Jurnalistik. Oleh
sebab itu sebelum memasuki sesi ujian pokok, peserta UKJ
AJI diwajibkan mengikuti sesi pendalaman tersebut bersama
narasumber yang dipandang berkompeten.
    Da;am kaitan ini ada catatan yang perlu memperoleh
perhatian, karena para anggota AJI berada dalam jenjang/
tingkatan yang berbeda-beda karena masa kerja dan posisi
yang bebreda-beda pula, maka UKJ AJI diberikan berdasarkan
jenjang, yakni mulai dari jenjang senior hingga jenjang yunior.
Namun pelaksanaanya dilakukan secara serentak dalam satu
satuan penyelenggaraan.
    Dari sisi penguji, setiap penyelenggaraan UKJ akan
melibatkan satu tim penguji bernama Tim Penguji AJI
Indonesia. Penguji pada UKJ AJI adalah jurnalis senior
anggota AJI yang telah mengikuti pelatihan penguji yang
diselenggarakan oleh AJI Indonesia melalui program Training
of Examiner (TOE). Pada umumnya , selama UKJ berlangsung
seorang penguji hanya memiliki kemampuan menguji
maksimal enam peserta UKJ. Oleh sebab itu, jumlah anggota
tim penguji pada suatu UKJ terganuing pada jumlah peserta.
    Untuk saat ini, penyelenggaraan UKJ AJI diprioritaskan
bagi jurnalis anggota AJI. Namun untuk selanjutnya AJI tidak
menutup peluang bagi jurnalis non-AJI yang ingin mengikuti
UKJ AJI dengan syarat bersedia memenuhi seluruh persyaratan
yang berlaku maupun kultur yang hidup di lingkungan AJI.


     Willy Pramudya
     K
      oordinator Divisi Etik dan Pengambangan Profesi
     AJI Indonesia


14
PERATURAN DEWAN PERS
Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010
Tentang
STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN




Menimbang:
a. Bahwa diperlukan standar
                                 untuk    dapat   menilai
   profesionalitas wartawan;
b.  ahwa belum terdapat standar kompetensi wartawan yang
   B
   dapat digunakan oleh masyarakat pers;
c. Bahwa hasil rumusan Hari Pers Nasional tahun 2007
   
   antara lain mendesak agar Dewan Pers segera memfasilitas
   perumusan standar kompetensi wartawan;
d. Bahwa demi kelancaran tugas dan fungsi Dewan Pers
   
   dan untuk memenuhi permintaan perusahaan pers,
   organisasi wartawan dan masyarakat pers maka Dewan
   Pers mengeluarkan Peraturan tentang Standar Kompetensi
   Wartawan.


Mengingat:
1.  asal 15 ayat (2) huruf F Undang-Undang Nomor 40 Tahun
   P
   1999 tentang Pers;
2. Keputusan Presiden Nomor 7/M Tahun 2007 tanggal 9
   Februari 2007, tentang Keanggotaan Dewan Pers periode
   tahun 2006 – 2009;
3.  eraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/III/2008
   P


                                                         15
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers;
4.  eraturan Dewan Pers Nomor 7/Peraturan-DP/III/2008
   P
   tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor
   04/SK-DP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan;
5.  ertemuan pengesahan Standar Kompetensi Wartawan yang
   P
   dihadiri oleh organisasi pers, perusahaan pers organisasi
   wartawan, dan masyarakat pers serta Dewan Pers pada hari
   Selasa, 26 Januari 2010, di Jakarta;
6. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa
   tanggal 2 Februari 2010 di Jakarta.


MEMUTUSKAN
Menetapkan: Peraturan Dewan Pers tentang Standar
Kompetensi Wartawan.
Pertama: Mengesahkan Standar Kompetensi Wartawan
sebagaimana terlampir.
Kedua: Peraturan Dewan Pers ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.


      Ditetapkan di Jakarta
      Pada tanggal 2 Februari 2010



      Ketua Dewan Pers,
      Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA




16
BAGIAN I
PENDAHULUAN




a. UMUM
    Menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga
negara. Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang
untuk menjadi wartawan. Pekerjaan wartawan sendiri sangat
berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan
adalah bidan sejarah, pengawal kebenaran dan keadilan,
pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat,
musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politisi
busuk.
    Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya wartawan
harus memiliki standar kompentensi yang memadai dan
disepakati oleh masyarakat pers. Standar kompetensi ini
menjadi alat ukur profesionalitas wartawan.
    Standar kompetensi wartawan (SKW) diperlukan untuk
melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat.
Standar ini juga untuk menjaga kehormatan pekerjaan
wartawan dan bukan untuk membatasi hak asasi warga
negara menjadi wartawan.
    Kompetensi wartawan pertama-pertama berkaitan
dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan umum. Di
dalam kompetensi wartawan melekat pemahaman tentang
pentingnya kemerdekaan berkomunikasi, berbangsa, dan
bernegara yang demokratis.



                                                       17
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




    Kompetensi wartawan meliputi kemampuan memahami
etika dan hukum pers, konsepsi berita, penyusunan dan
penyuntingan berita, serta bahasa. Dalam hal yang terakhir
ini juga menyangkut kemahiran melakukannya, seperti
juga kemampuan yang bersifat teknis sebagai wartawan
profesional, yaitu mencari, memperoleh, menyimpan,
memiliki, mengolah, serta membuat dan menyiarkan berita.
    Untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan
harus mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh lembaga
yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan
pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi atau lembaga
pendidikan jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji
kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar
kompetensi ini


b. PENGERTIAN
   Standar adalah patokan baku yang menjadi pegangan
ukuran dan dasar. Standar juga berarti model bagi karakter
unggulan.
   Kompetensi adalah kemampuan tertentu yang meng­
gambarkan tingkatan khusus menyangkut kesadaran,
pengetahuan, dan keterampilan.
    Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan
kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran lainnya.
    Kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan un­
tuk me­ ahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalis­
      m


18
tik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan
(memutuskan) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu
menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan.
    Standar kompetensi wartawan adalah rumusan
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan/keahlian, dan sikap kerja yang relevan dengan
pelaksanaan tugas kewartawanan.


c.TUJUAN STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN
   1.	 Meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan.
   2.	 Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh
       perusahaan pers.
   3.	 Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepen­
       tingan publik.
   4.	 Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai
       profesi khusus penghasil karya intelektual.
   5.	 Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan.
   6.	 Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis
       dalam industri pers.


D. MODEL DAN KATEGORI KOMPETENSI
  Dalam rumusan kompetensi wartawan ini digunakan
model dan kategori kompetensi, yaitu:
   1.	 Kesadaran     (awareness):    mencakup  kesadaran
       tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, serta
       pentingnya jejaring dan lobi.
   2.	 Pengetahuan (knowledge): mencakup teori dan prinsip
       jurnalistik, pengetahuan 	umum, dan pengetahuan
       khusus.



                                                         19
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     3.	 Keterampilan (skills): mencakup kegiatan 6M (mencari,
         memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
         menyampaikan informasi), serta melakukan riset/
         investigasi, analisis/prediksi, serta menggunakan alat
           dan teknologi 	 informasi.
    Kompetensi wartawan yang dirumuskan ini merupakan
hal-hal mendasar yang 	 harus dipahami, dimiliki, dan
dikuasai oleh seorang wartawan.
     Kompetensi wartawan Indonesia yang dibutuhkan saat
ini adalah sebagai 	  berikut:


1. Kesadaran (awareness)
   Dalam melaksanakan pekerjaannya wartawan dituntut
menyadari norma-norma 	        etika dan ketentuan hukum.
Garis besar kompetensi kesadaran wartawan yang diperlukan
bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme wartawan
adalah:


     1.1. Kesadaran Etika dan Hukum
         Kesadaran akan etika sangat penting dalam profesi
     kewartawanan, sehingga setiap langkah wartawan,
     termasuk dalam mengambil keputusan untuk menulis
     atau menyiarkan masalah atau peristiwa, akan selalu
     dilandasi pertimbangan yang matang. Kesadaran etika
     juga akan memudahkan wartawan dalam mengetahui
     dan    menghindari    terjadinya  kesalahan-kesalahan
     seperti melakukan plagiat atau menerima imbalan.
     Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam
     menentukan kelayakan berita atau menjaga kerahasiaan
     sumber.



20
Kurangnya kesadaran pada etika dapat berakibat
serius berupa ketiadaan petunjuk moral, sesuatu yang
dengan tegas mengarahkan dan memandu pada nilai-
nilai dan prinsip yang harus dipegang. Kekurangan
kesadaran juga dapat menyebabkan wartawan gagal
dalam melaksanakan fungsinya.
    Wartawan yang menyiarkan informasi tanpa
arah berarti gagal menjalankan 	     perannya       untuk
menyebarkan kebenaran suatu masalah dan peristiwa.
Tanpa kemampuan menerapkan etika, wartawan rentan
terhadap kesalahan dan dapat memunculkan persoalan
yang berakibat tersiarnya informasi yang tidak akurat dan
bias, menyentuh privasi, atau tidak menghargai sumber
berita. Pada akhirnya hal itu menyebabkan kerja jurnalistik
yang buruk.
   Untuk menghindari hal - hal di atas wartawan wajib:
   a.	 Memiliki integritas, tegas dalam prinsip, dan
       kuat dalam nilai. Dalam melaksanakan misinya
       wartawan harus beretika, memiliki tekad untuk
       berpegang pada standar jurnalistik yang tinggi,
       dan memiliki tanggung jawab.
   b.	 Melayani kepentingan publik, mengingatkan
       yang berkuasa agar bertanggung jawab, dan
       menyuarakan yang tak bersuara agar didengar
       pendapatnya.
   c.	 Berani    dalam       keyakinan,   independen,
       mempertanyakan       otoritas, dan menghargai
       perbedaan.
    Wartawan harus terus meningkatkan kompetensi
etikanya, karena wartawan yang terus melakukan hal
itu akan lebih siap dalam menghadapi situasi yang pelik.


                                                         21
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     Untuk meningkatkan kompetensi etika, wartawan perlu
     mendalami Kode Etik Jurnalistik dan kode etik organisasi
     wartawan masing-masing.
         Sebagai pelengkap pemahaman etika, wartawan
     dituntut untuk memahami dan sadar ketentuan hukum
     yang terkait dengan kerja jurnalistik. Pemahaman 	
     tentang hal ini pun perlu terus ditingkatkan. Wartawan
     wajib menyerap dan memahami Undang-Undang Pers,
     menjaga kehormatan, dan melindungi hak-haknya.
         Wartawan juga perlu tahu hal-hal mengenai peng­
     hinaan, pelanggaran terhadap privasi, dan ber­ agai
                                                   b
     ketentuan dengan narasumber (seperti off the record,
     sumber-sumber yang tak mau disebut nama­ ya/   n
     confidential sources).
        Kompetensi hukum menuntut penghargaan pada
     hukum, batas-batas hukum, dan memiliki kemampuan
     untuk mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk
     memenuhi kepentingan publik dan menjaga demokrasi.


     1.2. Kepekaan Jurnalistik
         Kepekaan jurnalistik adalah naluri dan sikap
     diri wartawan dalam memahami, menangkap, dan
     mengungkap informasi tertentu yang bisa dikembangkan
     menjadi suatu karya jurnalistik.


     1.3. Jejaring dan Lobi
         Wartawan yang dalam tugasnya mengemban
     kebebasan pers sebesar-besarnya untuk kepentingan
     rakyat harus sadar, kenal, dan memerlukan jejaring dan
     lobi yang seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya, sebagai



22
sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, terkini,
   dan komprehensif serta mendukung pelaksanaan profesi
   wartawan. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan:
       a.	 Membangun jejaring dengan narasumber;
       b.	 Membina relasi;
       c.	 Memanfaatkan akses;
       d.	 Menambah dan memperbarui basis data relasi;
       e.	 Menjaga sikap profesional dan integritas sebagai
           wartawan.


2. Pengetahuan (knowledge)
    Wartawan dituntut untuk memiliki teori dan prinsip
jurnalistik, pengetahuan umum, serta pengetahuan khusus.
Wartawan juga perlu mengetahui berbagai perkembangan
informasi mutakhir bidangnya.


    2.1. Pengetahuan Umum
       Pengetahuan umum mencakup pengetahuan umum
   dasar tentang berbagai masalah seperti sosial, budaya,
   politik, hukum, sejarah, dan ekonomi. Wartawan dituntut
   untuk terus menambah pengetahuan agar mampu
   mengikuti dinamika sosial dan kemudian menyajikan
   informasi yang bermanfaat bagi khalayak.


   2.2. Pengetahuan Khusus
       Pengetahuan khusus mencakup pengetahuan yang
   berkaitan dengan bidang liputan. Pengetahuan ini
   diperlukan agar liputan dan karya jurnalistik spesifik
   seorang wartawan lebih bermutu.



                                                         23
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     2.3. Pengetahuan Teori dan Prinsip jurnalistik
        Pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik mencakup
     pengetahuan tentang teori dan prinsip jurnalistik dan
     komunikasi. Memahami teori jurnalistik dan komunikasi
     penting bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.


3. Keterampilan (skills)
    Wartawan mutlak menguasai keterampilan jurnalistik
seperti teknik menulis, teknik mewawancara, dan teknik
menyunting. Selain itu, wartawan juga harus mampu
melakukan riset, investigasi, analisis, dan penentuan arah
pemberitaan serta terampil menggunakan alat kerjanya
termasuk teknologi informasi.


     3.1. Keterampilan Peliputan (Enam M)
         Keterampilan peliputan mencakup keterampilan
     mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
     dan menyampaikan informasi. Format dan gaya peliputan
     terkait dengan medium dan khalayaknya.


     3.2. Keterampilan Menggunakan Alat dan Teknologi Informasi
         Keterampilan menggunakan alat mencakup kete­ am­
                                                      r
     pilan menggunakan semua peralatan termasuk teknologi
     informasi yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya.


     3.3. Keterampilan Riset dan Investigasi
        Keterampilan riset dan investigasi mencakup
     kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi
     dan data yang tersedia; serta keterampilan melacak dan
     memverifikasi informasi dari berbagai sumber.


24
3.4. Keterampilan Analisis dan Arah Pemberitaan
       Keterampilan analisis dan penentuan arah pemberitaan
   mencakup kemampuan mengumpulkan, membaca, dan
   menyaring fakta dan data kemudian mencari hubungan
   berbagai fakta dan data tersebut. Pada akhirnya wartawan
   dapat memberikan penilaian atau arah perkembangan
   dari suatu berita.


E. KOMPETENSI KUNCI
    Kompetensi kunci merupakan kemampuan yang
harus dimiliki wartawan untuk mencapai kinerja yang
dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi
tertentu. Kompetensi kunci terdiri dari 11 (sebelas) kategori
kemampuan, yaitu:
   1.	 Memahami dan menaati etika jurnalistik;
   2.	 Mengidentifikasi masalah terkait yang memiliki nilai
       berita;
   3.	 Membangun dan memelihara jejaring dan lobi;
   4.	 Menguasai bahasa;
   5.	 Mengumpulkan dan menganalisis informasi (fakta
       dan data) dan informasi bahan berita;
   6.	 Menyajikan berita;
   7.	 Menyunting berita;
   8.	 Merancang rubrik atau kanal halaman pemberitaan
       dan atau slot program pemberitaan;
   9.	 Manajemen redaksi;
   10.	 Menentukan kebijakan dan arah pemberitaan;
   11.	 Menggunakan peralatan teknologi pemberitaan;




                                                           25
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




f. LEMBAGA PENGUJI KOMPETENSI
   Lembaga yang dapat melaksanakan uji kompetensi
wartawan adalah:
     1.	 Perguruan tinggi yang memiliki program studi
           komunikasi/jurnalistik,
     2.	 Lembaga pendidikan kewartawanan,
     3.	 Perusahaan pers, dan
     4.	 Organisasi wartawan.
     Lembaga tersebut harus memenuhi kriteria Dewan Pers.


g. UJIAN KOMPETENSI
     1.	 Peserta yang dapat menjalani uji kompetensi adalah
         wartawan.
     2.	 Wartawan yang belum berhasil dalam uji kompetensi
         dapat mengulang pada kesempatan ujian berikutnya
         di lembaga-lembaga penguji kompetensi.
     3.	 Sengketa antarlembaga penguji atas hasil uji
         kompetensi wartawan, diselesaikan dan diputuskan
         oleh Dewan Pers.
     4.	 Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan muda
         sekurang-kurangnya tiga tahun, yang bersangkutan
         berhak mengikuti uji kompetensi wartawan madya.
     5.	 Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan
         madya sekurang-kurangnya dua tahun, yang
         bersangkutan berhak mengikuti uji kompetensi
         wartawan utama.
     6.	 Sertifikat kompetensi berlaku sepanjang pemegang
         sertifikat tetap menjalankan tugas jurnalistik.
     7.	 Wartawan pemegang sertifikat kompetensi yang tidak



26
menjalankan tugas jurnalistik minimal selama dua
       tahun berturut-turut, jika akan kembali menjalankan
       tugas jurnalistik, diakui berada di jenjang kompetensi
       terakhir.
   8.	 Hasil uji kompetensi ialah kompeten atau belum
       kompeten.
   9.	 Perangkat uji kompetensi terdapat di Bagian III
       Standar Kompetensi Wartawan ini dan wajib
       digunakan oleh lembaga penguji saat melakukan uji
       kompetensi terhadap wartawan.
   10.	 Soal ujian kompetensi disiapkan oleh lembaga penguji
        dengan mengacu ke perangkat uji kompetensi.
   11.	 Wartawan dinilai kompeten jika memperoleh hasil
        minimal 70 dari skala penilaian 10 – 100.


h. LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI
    Lembaga penguji menentukan kelulusan wartawan dalam
uji kompetensi dan Dewan Pers mengesahkan kelulusan uji
kompetensi tersebut.


i. PEMIMPIN REDAKSI
    Pemimpin redaksi menempati posisi strategis dalam
perusahaan pers dan dapat memberikan pengaruh yang
besar terhadap tingkat profesionalitas pers. Oleh karena itu,
pemimpin redaksi haruslah yang telah berada dalam jenjang
kompetensi wartawan utama dan memiliki pengalaman yang
memadai. Kendati demikian, tidak boleh ada ketentuan yang
bersifat diskriminatif dan melawan pertumbuhan alamiah
yang menghalangi seseorang menjadi pemimpin redaksi.
   Wartawan yang dapat menjadi pemimpin redaksi ialah



                                                           27
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




mereka yang telah memiliki kompetensi wartawan utama dan
pengalaman kerja sebagai wartawan minimal 5 (lima) tahun.


j. PENANGGUNG JAWAB
    Sesuai dengan UU Pers, yang dimaksud dengan
penanggung jawab adalah penanggung jawab perusahaan pers
yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Dalam posisi
itu penanggung jawab dianggap bertanggung jawab terhadap
keseluruhan proses dan hasil produksi serta konsekuensi
hukum perusahaannya. Oleh karena itu, penanggung jawab
harus memiliki pengalaman dan kompetensi wartawan setara
pemimpin redaksi.


k.TOKOH PERS
     Tokoh-tokoh pers nasional yang reputasi dan karyanya
sudah diakui oleh masyarakat pers dan telah berusia 50 tahun
saat standar kompetensi wartawan ini diberlakukan dapat
ditetapkan telah memiliki kompetensi wartawan. Penetapan
ini dilakukan oleh Dewan Pers.


l. LAIN-LAIN
    Selambat-lambatnya dua tahun sejak diberlakukannya
Standar Kompetensi Wartawan ini, perusahaan pers dan
organisasi wartawan yang telah dinyatakan lulus verifikasi
oleh Dewan Pers sebagai lembaga penguji Standar Kompetensi
Wartawan harus menentukan jenjang kompetensi para
wartawan di perusahaan atau organisasinya.
   Perubahan Standar Kompetensi Wartawan dilakukan oleh
masyarakat pers dan difasilitasi oleh Dewan Pers.




28
Bagian II
KOMPETENSI WARTAWAN




a. ELEMEN KOMPETENSI
   Elemen Kompetensi adalah bagian kecil unit kompetensi
yang mengidentifikasikan aktivitas yang harus dikerjakan
untuk mencapai unit kompetensi tersebut. Kandungan elemen
kompetensi pada setiap unit kompetensi mencerminkan unsur
pencarian, perolehan, pemilikan, penyimpanan, pengolahan,
dan penyampaian.
   Elemen kompetensi wartawan terdiri dari:
   1.	 Kompetensi umum, yakni kompetensi dasar yang
       dibutuhkan oleh semua orang yang bekerja sebagai
       wartawan.
   2.	 Kompetensi inti, yakni kompetensi yang dibutuhkan
        wartawan dalam melaksanakan tugas-tugas umum
        jurnalistik.
   3.	 Kompetensi khusus, yakni kompetensi yang
       dibutuhkan wartawan dalam melaksanakan tugas-
       tugas khusus jurnalistik.


b. KUALIFIKASI KOMPETENSI WARTAWAN
     Kualifikasi kompetensi kerja wartawan dalam kerangka
kualifikasi nasional Indonesia dikategorikan dalam kualifikasi
I, II, III. Dengan demikian, jenjang kualifikasi kompetensi
kerja wartawan dari yang terendah sampai dengan tertinggi


                                                            29
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




ditetapkan sebagai berikut:
     1.	 Kualifikasi I untuk Sertifikat Wartawan Muda.
     2.	 Kualifikasi II untuk Sertifikat Wartawan Madya.
     3.	 Kualifikasi III untuk Sertifikat Wartawan Utama.


C. JENJANG KOMPETENSI WARTAWAN
     1.	 Jenjang Kompetensi Wartawan Muda
     2.	 Jenjang Kompetensi Wartawan Madya
     3.	 Jenjang Kompetensi Wartawan Utama


   Masing-masing jenjang dituntut memiliki kompetensi
kunci terdiri atas:
     1.	 Kompetensi Wartawan Muda: melakukan kegiatan.
     2.	 Kompetensi Wartawan Madya: mengelola kegiatan.
     3.	 Kompetensi Wartawan Utama: mengevaluasi dan
         memodifikasi proses kegiatan.


d. ELEMEN UNJUK KERJA
   Elemen unjuk kerja merupakan bentuk pernyataan yang
menggambarkan proses kerja pada setiap elemen kompetensi.
Elemen kompetensi disertai dengan kriteria unjuk kerja harus
mencerminkan aktivitas aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap kerja.


1.1. Elemen Kompetensi Wartawan Muda
     a.	 Mengusulkan dan merencanakan liputan.
     b.	 Menerima dan melaksanakan penugasan.
     c.	 Mencari bahan liputan, termasuk informasi dan



30
referensi
   d.	 Melaksanakan wawancara.
   e.	 Mengolah hasil liputan dan menghasilkan karya
       jurnalistik.
   f.	 Mendokumentasikan hasil liputan dan membangun
       basis data pribadi.
   g.	 Membangun dan memelihara jejaring dan lobi.


1.2. Elemen Kompetensi Wartawan Madya
   a.	 Menyunting karya jurnalistik wartawan.
   b.	 Mengompilasi      bahan   liputan   menjadi     karya
       jurnalistik.
   c.	 Memublikasikan berita layak siar.
   d.	 Memanfaatkan sarana kerja berteknologi informasi.
   e.	 Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan
       liputan berkedalaman (indepth reporting).
   f.	 Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan
       liputan investigasi (investigative reporting).
   g.	 Menyusun peta berita untuk mengarahkan kebijakan
       redaksi di bidangnya.
   h.	 Melakukan evaluasi pemberitaan di bidangnya.
   i.	   Membangun dan memelihara jejaring dan lobi.
   j.	   Memiliki jiwa kepemimpinan.


1.3. Elemen Kompetensi Wartawan Utama
   a.	 Menyunting karya jurnalistik wartawan.
   b.	 Mengompilasi      bahan   liputan   menjadi     karya
       jurnalistik.



                                                           31
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     c.	 Memublikasikan berita layak siar.
     d.	 Memanfaatkan sarana kerja berteknologi informasi.
     e.	 Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan
         liputan berkedalaman (indepth reporting).
     f.	 Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan
         liputan investigasi (investigative reporting).
     g.	 Menyusun peta berita untuk mengarahkan kebijakan
         redaksi.
     h.	 Melakukan evaluasi pemberitaan.
     i.	   Memiliki kemahiran manajerial redaksi.
     j.	   Mengevaluasi seluruh kegiatan pemberitaan.
     k.	 Membangun dan memelihara jejaring dan lobi.
     l.	   Berpandangan jauh ke depan/visioner.
     m.	 Memiliki jiwa kepemimpinan.




e.TINGKATAN KOMPETENSI KUNCI
    Rincian tingkatan kemampuan pada setiap kategori
kemampuan digunakan sebagai basis perhitungan nilai untuk
setiap kategori kompetensi kunci. Hal itu digunakan dalam
menetapkan tingkat/derajat kesulitan untuk mencapai unit
kompetensi tertentu.




32
MATERI DAN METODE UJI KOMPETENSI JURNALISTIK
ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN


No.      Materi                                 Tujuan
A. PENGETAHUAN UMUM
01. Profesional-  •	 Menguji pengetahuan tentang profesionalisme.
    isme          •	 Menguji pemahaman tentang peran dan fungsi jurnalis.
                  •	 Menguji pemahaman tentang masalah dan tantangan
                     profesi.
02. Komunikasi    •	 Menguji pengetahuan tentang komunikasi massa.
    Massa         •	 Menguji pengetahuan tentang posisi dan fungsi media
                     massa.
                  •	 Menguji pengetahuan tentang pengaruh teknologi
                     informasi terhadap komunikasi massa.
03. Pers Nasional •	 Menguji pengetahuan ttg sejarah pers nasional dan global.
    dan Media     •	 Menguji pemahaman ttg masalah dan tantangan pers
    Global           nasional.


04. Hukum Pers        •	 Menguji pengetahuan ttg dasar-dasar hukum pers
                         nasional.
                      •	 Menguji pemahaman ttg permasalahan pengaturan pers.
B.    TEORI JURNALISTIK
05.   Prinsip-prinsip •	 Menguji pengetahuan ttg prinsip-prinsip kerja jurnalistik.
      Jurnalistik     •	 Menguji pehamanan ttg konsekuensi atas berlakunya
                         prinsip-prinsip kerja jurnalistik.
                      •	 Menguji pemahaman ttg hubungan prinsip kerja
                         jurnalistik dg kode etik.
06.   Unsur Berita, •	 Menguji pemahaman ttg unsur berita, nilai berita dan
      Nilai Berita,      jenis berita.
      Jenis Berita    •	 Menguji ketrampilan penggunaan nilai berita dan jenis
                         berita dlm meliput dan menyusun berita.
                      •	 Menguji kemampuan pengembangan berita berdasar nilai
                         berita dan jenis berita.
07.   Bahasa          •	 Menguji pengetahuan ttg kaidah-kaidah bahasa Indonesia
      Jurnalistik        yg baik dan benar.
                      •	 Menguji pemahaman ttg kaidah-kaidah bahasa jurnalistik.
08.   Fakta dan       •	 Menguji pengetahuan ttg pengertian dan perbedaan
      Opini              antara fakta dan opini.
                      •	 Menguji pemahaman ttg realitas sosialogis dan realitas
                         psikolois.
                      •	 Menguji pemahaman ttg hubungan fakta dan opini dlm
                         menyusun berita.
                      •	 Menguji pemahaman ttg opini redaksi dlm mengarahkan
                         agenda publik.




                                                                                      33
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




 No.       Materi                              Tujuan
09. Narasumber         •	 Menguji pengetahuan ttg kompetensi narasumber.
                       •	 Menguji pemahaman ttg menjaga hubungan dg
                          narasumber.
                       •	 Menguji pemahaman membangun jejaring dan lobi.
10. Kode Etik          •	 Menguji pengetahuan ttg materi kode etik.
    Jurnalistik        •	 Menguji pemahaman ttg praktek kode etik.
                       •	 Menguji pemahaman ttg posisi dan fungsi lembaga
                          ombudman dan dewan pers.
C. PRAKTEK JURNALISTIK
11. Melakukan   •	 Menguji kemampuan mempersiapkan materi wawancara.
    Wawancara   •	 Menguji kemampuan berbagai bentuk wawancara.
12. Menjalankan •	 Menguji kemampun mempersiapkan materi liputan.
    Liputan     •	 Menguji kemampuan mengumpulkan informasi berupa
                   fakta dan data.
13. Menyusun    •	 Menguji kemampuan dlm membuat jenis-jenis berita dan
    Berita         tulisan.
14. Menyunting  •	 Menguji kemampuan menyunting berita.
    Berita
15. Merancang   •	 Menguji kemampuan dlm merancang materi dan desain
    Materi dan     media utk target audiens ttt.
    Desain
16. Mengelola   •	 Menguji kemampuan dlm mengelola redaksi.
    Manajemen
    Redaksi

17. Menetapkan    •	 Menguji kemampuan dlm menentukan kebijakan redaksi
    Kebijakan        dan arah pemberitaan.
    Redaksi
18. Menggunakan •	 Menguji kemampuan penggunaan peralatan teknologi
    Peralatan        informasi pemberitaan.
    Teknologi
    Informasi
D. PENDALAMAN KODE ETIK JURNALISTIK
19. Pemetaan dan •	 Menguji kemampuan dlm memetakan permasalahan
    Penyikapan       penerapan kode etik.
    Problem Etik •	 Menguji kemampuan dlm menyikapi permasalahan
                     penerapan kode etik.
20. Perincian     •	 Menguji kemampuan dlm menyederha nakan masalah
    Kode Etik ke     penerapan kode etik.
    Kode Perilaku •	 Menguji kemampuan dalam menerjemah kan kode etik
                     ke dalam kode perilaku.

       	




34
Materi Kunci I
RUMPUN
PENGETAHUAN UMUM




•	 Jurnalis sebagai Profesi
•	 Pers dan Perjanalan Nasionalisme
   Indonesia
•	 Pers,Teknologi Media dan Kehidupan
   Sosial
•	 Komunikasi Massa
•	 Hukum Jurnalistik dan UU Pers




                                        35
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




36
Jurnalis sebagai Profesi




Oleh P. Hasudungan Sirait




J
    urnalis/wartawan/pewarta adalah sebuah profesi
    seperti halnya dokter, pilot, akuntan, apoteker, dosen,
    hakim, jaksa, pengacara, atau notaris. Tapi apa sebenarnya
yang dimaksud dengan profesi? Apa bedanya dengan pekerja
lain, katakanlah pengamen, tukang tambal ban, atau kondektur
bus kota? Bukankah semua itu sama-sama pekerjaan?
    Orang awam sering menyamakan begitu saja pengertian
pekerjaan dengan profesi. Jurnalis pun masih banyak yang
seperti itu. Mereka keliru, tentu. Bahwa profesi adalah
pekerjaan, itu jelas. Tapi ada bedanya? Ada kualifikasi yang
harus dipenuhi agar suatu bidang pekerjaan bisa dikategorikan
sebagai profesi dan pelakunya disebut profesional.


              Pekerjaan                          Profesi
Sopir                          Arsitek
Tukang pijat                   Pilot
Tukang ojek                    Akuntan
Bakul jamu                     Guru-dosen
Pemulung                       Pengacara
Pengamen                       Geolog
Tukang tambal ban              Dokter
Pekerja seks komersil (PSK)    Disainer grafis
Pembantu rumah tangga          Arkeolog
Calo                           Planolog
Pengemis                       Tentara
Montir                         Astronom




                                                            37
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




     Lihatlah tabel di atas. Apa yang membedakan antara lajur
kiri dan kanan?
    Ada yang mengatakan yang di lajur kanan berketrampilan.
Memang benar. Tapi apakah yang di lajur kiri tidak demikian?
Tukang pijat atau pembantu rumah tangga, contohnya; tak
usah menyebut PSK. Bukankah banyak dari mereka yang
terampil betul menjalankan pekerjaannya? Sebaliknya,
bukankah dokter atau pengacara ada juga yang tak becus
melakoni bidangnya? Terang, ketrampilan tak bisa kita jadikan
pembeda. Kalau begitu, apa?
    ‘Profesi’ dan ‘profesional’ merupakan dua kata yang
sangat bertaut. Yang satu kata benda, yang satu lagi kata sifat.
Mereka yang berada di jalur sebuah profesi dan memenuhi
kualifikasi bidangnya itulah yang disebut profesional.
Memang sering juga kata ‘profesional’ dimaknai lebih luas.
Yaitu mereka yang menghidupi atau menafkahi diri dengan
menggeluti dunia tersebut sepenuhnya. Penyanyi, pemusik,
aktor, pemain sepakbola, petinju, atau pegolf profesional,
misalnya. Atribut ini dipakai untuk membedakan mereka
dari sejawatnya yang amatir; maksudnya: melakoni pekerjaan
itu bukan sebagai jalan hidup. Kata lainnya, sambilan belaka.
Supaya bisa disebut profesional seseorang harus memenuhi
standar kompetensi bidangnya selain berfokus di sana. Mari
kita telaah apa sesungguhnya yang dimaksud dengan profesi
dan profesional itu.


Kualifikasi
    Ada sejumlah syarat agar sebuah pekerjaan merupakan
profesi dan pelakonnya dikatakan profesional. Ini berlaku
universal. Berikut paparannya.




38
Pendidikan khusus
    Mereka yang bergelut di bidang tersebut telah menjalani
pendidikan khusus. Sekolah akuntansi, perawat, kebidanan,
geologi, pertambangan, kepolisian, penerbangan, pelayaran,
kepengacaraan, kehakiman, atau grafis, misalnya. Jenjang
pendidikan ini macam-macam. Tapi kalau menggunakan
ukuran yang berlaku di negeri kita sekarang minimal D-3.
Strata Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)—sekolah ini naik
daun setelah sebuah SMK di Solo berhasil membuat mobil—
belum cukup. Bisa juga merupakan kursus singkat tapi
pesertanya paling tidak telah berijazah D-3. Peserta kursus
calon pengacara, umpanya, harus lulusan program S-1.
    Tukang pijat atau montir, misalnya, sebagian pernah
mengikuti pendidikan juga. Kursus, tepatnya. Bagaimana
predikat mereka ini—tidakkah sama? Tetap saja tidak, sebab
syarat berikut tidak semuanya mereka penuhi.


Ketrampilan khusus
    Setelah mengikuti pendidikan khusus dengan sendirinya
peserta memperoleh ketrampilan khusus. Yang dimaksud
dengan ketrampilan adalah kecakapan yang merupakan
perpaduan antara wawasan dengan kemampuan praktik.
Seorang lulusan kursus pengacara misalnya akan memiliki
ketrampilan seorang pengacara. Antara lain kepiawaian
beracara di pengadilan, mendampingi klien, menyusun
pembelaan (pledoi), atau menyiapkan jawaban (replik). Atau,
seorang yang telah lulus dari fakultas kedokteran dan telah
bergelar dokter akan mempunyai ketrampilan menangani
pasien yang penyakitnya yang tidak spesifik. Selesma, sakit
perut, muntaber, demam berdarah, radang tenggorokan, luka
bakar, atau kadas-panu, umpamanya



                                                         39
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Standar kompetensi
    Ketrampilan tadi terukur. Artinya tingkat penguasaan
ketrampilan itu definitif, tidak tergantung situasai [baca:
tempat dan waktu]. Ketrampilan biasanya dibagi menjadi
kecakapan standar (baku) dan tambahan. Yang harus dikuasai
paling tidak yang baku. Di mana pun seorang pilot akan bisa
menerbangkan pesawat yang telah dikenalnya dengan baik.
Akuntan pun demikian: ia akan bisa memeriksa keuangan
sebuah perusahaan atau lembaga apa pun dan di mana pun
asal pembukuan tersebut standar. Seyogyanya seorang jurnalis
pun demikian. Ia akan bisa menjalankan news gathering, news
writing, dan news reporting kapan saja dan di mana saja.


Organisasi
    Memiliki pendidikan khusus, ketrampilan khusus, serta
standar kompetensi saja belum cukup. Seseorang harus
menjadi bagian dari sebuah organisasi profesi supaya disebut
profesional. Pasalnya, organisasilah yang akan menguji secara
berkala kemampuan profesional tersebut menentukan jenjang,
serta yang menjadi regulator mereka. Bila ada persoalan terkait
dengan profesi—misalnya dugaan malpraktik—organisasilah
yang menjadi otoritas yang memeriksa serta memutus
perkaranya—dalam hal ini majelis kode etik. Di Indonesia,
organisasi profesi ada yang tunggal dan ada yang jamak. Dokter,
misalnya, hanya berwadah satu yakni Ikatan Dokter Indonesia
(IDI); akuntan pun demikian, hanya Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Sedangkan pengacara organisasinya beberapa termasuk
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), dan Serikat Pengcara Indonesia (SPI). Organisasi
wartawan juga majemuk. Ada AJI, PWI, Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (IJTI), Pewarta Foto, dan banyak lagi.



40
Kode etik
    Setiap anggota organisasi profesi harus menjujung tinggi
kode etiknya. Isi kode etik sebuah profesi pada dasarnya sama,
kendati lembaganya macam-macam. Kode etik berfungsi
sebagai rambu pengaman bagi anggota profesi baik ketika
berhubungan dengan sejawat maupun dengan pihak luar.
Ibarat rel, di sepanjang lintasan itulah kereta api wartawan
lalu-lalang. Selama taat kode etik, mereka tak perlu khawatir
bertabrakan dengan kendaraan baik yang sejenis maupun
yang berbeda. Artinya, tak usah mencemaskan munculnya
gugatan dari pihak mana pun terkait dengan pemberitaan.
Kalaupun diperkarakan, mereka bisa membela diri dengan
menggunakan bukti-bukti karya profesionalnya.


Kualifikasi tinggi
    Supaya gambaran tentang syarat profesi ini jelas mari kita
lihat potret tiga profesi di negeri kita ini yaitu dokter, pilot,
dan pengacara. Kita mulai dari dokter.
    Bagaimana prosesnya untuk menjadi seorang dokter
di Indonesia? Panjang tahapannya; barangkali malah yang
terpanjang. Awalnya seseorang masuk fakultas kedokteran
(FK) lewat seleksi yang ketat. Standar lulusnya (passing grade)
merupakan yang tertinggi, sama dengan jurusan favorit
di bidang teknik. Sejak zaman baheula, hanya orang-orang
pintarlah yang diterima di FK UI, UGM, Airlangga, Trisakti,
Udayana, USU, dan perguruan tinggi top lainnya. Sampai
sekarang pun—termasuk setelah perguruan tinggi menjadi
badan usaha yang serba komersil—masih demikian adanya.
   Sesudah mengikuti kuliah strata-1 sekitar 3,5 tahun sang
mahasiswa pun pun menjadi sarjana kedokteran (S. Ked).
Untuk menjadi dokter, ia wajib mengikuti pendidikan profesi


                                                               41
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




sekitar 1,5 tahun. Dengan sebutan dokter muda, ia harus
magang sebagai co-assistant (koass) di rumah sakit. Setelah
dilantik menjadi dokter, dia disyaratkan mengikuti ujian
kompetensi kedokteran (ketentuan ini berlaku sejak 2007).
Satu lagi, ia dianjurkan ikut program pengabdian di daerah
dengan menjadi pegawai tidak tetap (PTT). Dulu sebutannya
‘dokter Inpres’. Dalam beberapa tahun belakangan ini saja
PTT tidak wajib lagi.
     Kalau semua persyaratan sudah dipenuhi baru izin praktik
sebagai dokter bisa keluar untuk dia. Izinnya adalah dokter
umum. Artinya penyakit umum saja yang boleh ia tangani. Ia
tak boleh mengoperasi pasien. Bahkan bila merekomendasi
pasien untuk dioperasi pun tak boleh sembarang. Ingat kasus
dr. Boyke (Boyke Dian Nugraha, kolumnis ihwal seksologi).
Izin praktik dia dicabut 6 bulan oleh Majelis Kehormatan IDI
pada November 1991 karena dianggap malpraktik. Ceritanya,
ia telah merujuk seorang pasien ke sebuah rumah sakit untuk
dioperasi (kista). Operasi ternyata bermasalah dan pasien
menyoal.
   Setelah bersekolah lagi mengambil program spesialis
barulah seorang dokter bisa menangani penyakit khusus
seperti kanker, lever, stroke, atau gagal ginjal.
    Teranglah bahwa tak mudah untuk menjadi dokter.
Kuliahnya berat dan praktikumnya melelahkan. Untuk
merampungkan studi, lebih lama dibanding jurusan lain
umumnya. Saat ini rata-rata perlu sekitar 6,5 tahun. Kalau di
fakultas lain itu sudah setara master.
    Untuk menjadi pilot tahapannya juga jelas. Sama dengan
orang yang ingin menjadi dokter, harus lulus seleksi sekolah
dulu. Dalam hal ini sekolah penerbangan macam yang ada
di Curug dan di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta.



42
Kesehatan menjadi salah satu yang paling menentukan dalam
seleksi. Mata, telinga, jantung, paru-paru dan organ lain
harus prima. Setelah lolos seleksi yang ketat—kecerdasan
antara lain materi ujinya—baru peserta menjalani pendidikan.
Simulasi dan latihan terbang di bawah bimbingan instruktor
itulah antara lain materi pendidikan (saat ini programnya
sudah ada yang enam bulan saja). Kalau peserta sudah lulus,
bekerja sebagai co-pilot dulu dan itu pun untuk pesawat kecil.
Jika sudah terampil dan jam terbang cukup baru bisa menjadi
pilot. Untuk menjadi pilot pesawat berbadan besar perlu
kualifikasi tambahan.
    Agar bisa berpraktik sebagai pengacara pun jelas
prosedurnya. Saat ini ketentuannya adalah ikut kursus
calon pengacara dulu setelah menjadi sarjana hukum. Syarat
selanjutnya adalah magang di kantor pengacara. Tanpa ikut
prosedur ini izin praktik tak akan keluar.
   Dari contoh dokter, pilot, dan pengacara ini kita bisa
mengatakan bahwa ciri utama dari setiap profesi adalah
adanya, antara lain, kompetensi terukur hasil pendidikan.
Bagaimana dengan wartawan—apakah sama?


Profesi terbuka
    Wartawan sejak lama dikenal sebagai profesi terbuka.
Tidak seperti profesi lain umumnya, pendidikan khusus tak
disyaratkan di dunia ini. Artinya tidak harus lulusan sekolah
jurnalistik baru bisa menjadi pewarta; dari sekolah mana pun
bisa. Ini tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh
dunia. Itulah kekhasan profesi ini. Memang di negara tertentu
seperti Swedia ada juga ketentuan bahwa sarjana dari jurusan
jurnalistik saja yang boleh menjadi jurnalis. Tapi hal seperti itu
kasuistik saja.



                                                               43
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




    Di Indonesia sendiri baru dalam beberapa tahun terakhir
saja kebersekolahan dikaitkan dengan kewartawanan.
Sekarang umumnya harus berijazah strata-1, dulu yang tak
bersekolah tinggi pun tak apa. Sejumlah tokoh pers negeri ini,
termasuk Mas Marco, dan pendiri kantor berita Antara, Adam
Malik, bukanlah orang bersekolah tinggi. Kendati hanya
bersekolah di tingkat dasar, Adam Malik kemudian menjadi
menteri luar negeri sebelum menjadi wakil presiden. Sebagai
jurnalis ia sangat lincah dan tangkas.
     Dulu, di negeri kita banyak orang yang menjadi wartawan
karena pertemanan. Artinya mereka bergabung dengan
redaksi sebuah media karena diajak temannya yang bekerja
di sana. Kalau tidak karena keluarganya ada di media massa
itu. Sampai sekarang pun praktik seperti ini masih ada saja.
Belakangan rekrutmen terbuka menjadi kelaziman. Media
yang bersangkutan mengiklankan lowongan kerja yang
mereka buka. Pengiklanan bisa dilakukan di media sendiri,
media lain, atau keduanya. Syarat disebutkan. Sekarang, antara
lain minimal S-1. Sebagai catatan, koran Bisnis Indonesia-lah
yang pertama kali memberlakukan syarat ini di lingkungan
media massa kita. Kala itu, pada awal 1990-an, syarat ini ini
dianggap aneh dan mengada-ada oleh banyak wartawan kita.
    Selanjutnya pelamar yang dianggap memenuhi syarat
diseleksi. Ujiannya bertahap. Materinya, lazimnya: psikotest,
menulis, wawancara, dan kesehatan. Kalau lulus ya
selekasnya diterjunkan ke lapangan. Tanpa pembekalan? Ya;
begitu adanya dan ini bukan sesuatu yang aneh di dunia pers
Indonesia.
   Memang, ada media yang melatih dulu calon
wartawannya sebelum melepaskan mereka ke lapangan.
Kompas misalnya, sekian lama mewajibkan calon reporternya
mengikuti in-house training sekitar setahun sebelum mereka


44
terjun ke lapangan. Majalah Tempo pun melakukan hal yang
sama tapi dengan waktu yang lebih singkat. Pun, modelnya
tidak seintens Kompas; kelas-kelas berkala saja. Bisnis Indonesia
dan media massa yang sudah mapan secara finansial lebib
banyak mengikuti langkah Tempo.
    Masalahnya adalah media established seperti itu tak
banyak. Praktik yang jamak terjadi adalah calon reporter
diterjunkan begitu saja ke lapangan tanpa pembekalan
pengetahuan jurnalistik lebih dulu. Terjun bebas, sebutannya.
Manajemen media berharap para new comer itu akan belajar
dari pengalaman (learning by doing). Kalau manajemen berbaik
hati paling orang-orang baru itu ditandemkan beberapa waktu
ke wartawan yang sudah berpengalaman. Kalau saja kelak
ada pelatihan internal susulan atau penyekolahan ke lembaga
pendidikan jurnalistik macam LP3Y (Yogyakarta), Lembaga
Pers Dokter Soetomo (LPDS), ISAI-SBM, atau UI (Jakarta)
masih lumayan.
     Sebagaimana profesi lain, idealnya seorang calon
wartawan sudah memiliki kualifikasi tertentu sebelum
diterjunkan ke lapangan. Setidaknya, ia mengetahui hakekat
profesinya, aturan main yang baku (standar jurnalistik),
rambu-rambu (kode etik dan regulasi pers), dan memiliki
kecakapan dalam wawancara dan menulis. Hal ini perlu agar
nantinya tak merugikan baik medianya sendiri, narasumber,
maupun publik. Sebab bagaimanapun karya jurnalistik yang
mereka hasilkan akan dibaca atau didengar atau ditonton
publik. Begitu diwartakan, berita mereka kontan masuk ranah
publik. Jadi tidak boleh spekulatif atau main-main. Faktanya
tidak demikian: masih jauh panggang dari api. Jangankan
reporter baru, wartawan yang jam terbangnya tinggi pun
terlalu banyak yang belum menguasai pengetahuan elementer
tadi. Maka profesionalisme pun masih jauh. Akibatnya?


                                                               45
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Pers kita sering bermasalah. Tak hanya pers yang modalnya
kembang kempis, melainkan pers yang sejahtera juga.
Malapraktik tuduhannya. Sebagai gambaran, majalah Tempo
yang termasuk paling mapan di Republik ini jika dilihat dari
segi apa pun, pernah tersandung perkara sejenis dan akibatnya
sempat kelimpungan.
    Profesionalisme jurnalis, karena itu, tidak bisa ditawar-
tawar lagi. Jika tidak, taruhannya terlalu besar. Media bisa
digugat pailit oleh mereka yang merasa dirugikan. Tak hanya
Tempo, banyak sudah media massa yang mengalaminya.
Sebab itu UKJ yang kini diprogramkan oleh AJI diperlukan
betul adanya. Paling tidak dia akan mebebrikan perlindungan
ke dalam dan keluar. Kalau mesin saja harus ditun-up, scanner
dikalibrasi, atau alat musik ditala secara berkala, jurnalis pun
mesti demikian. Secara periodik kemampuan profesionalnya
perlu diuji; tidak sekali saja seumur hidup. Kalau tidak, akan
seperti prosesor Pentium 3 di zaman core duo: serba lelet,
kagok dan gagap.




46
Pers dan Perjanalan
Nasionalisme Indonesia




Oleh Didik Supriyanto




D
         alam perjalanan Republik ini selalu muncul
         kelompok-kelompok yang menjadi aktor penting
         dalam berbagai momentum sejarah. Mahasiswa
kerap menjadi pendobrak kebekuan zaman, mulai masa
kebangkitan nasional sampai masa reformasi. Tentara menjadi
pelaku penting pada masa perang kemerdekaan dan penguasa
panggung Orde Baru. Politisi mendominasi kehidupan politik
pada pascakemerdekaan hingga saat Soekarno menjadi
kekuatan yang monolitik. Kini, sesudah Soeharto tumbang,
dominasi politisi nyaris tak tertandingi oleh kelompok apa
pun, sehingga kehidupan sosial politik di Republik ini nayris
identik dengan tarik-menarik antarpolitisi dengan berbagai
kepentingannya.
    Lantas, di mana posisi pers pada berbagai momentum
sejarah penting yang terjadi di Republik ini? Apakah mereka
punya peran yang signifikan dalam berbagai perubahan
sosial politik sehingga patut dicatat dalam sejarah? Apakah
pernyataan “lebih baik tidak ada pemerintahan daripada
tidak ada pers bebas” relevan diperbincangkan dalam konteks
Indonesia? Atau, pers hanyalah penikmat kebebasan yang
telah diperjuangkan oleh kelompok-kelompok lain, sementara
kontribusinya bagi proses pemajuan kehidupan masyarakat,


                                                           47
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




bangsa dan negara patut dipertanyakan?
    Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu, bahwa pers memang
bukan aktor murni sebagaimana mahasiswa, tentara atau
politisi. Pers adalah institusi sosial yang produknya hadir
secara periodik ke hadapan publik dalam betuk koran,
tabloid, majalah dan buletin yang berisi tulisan (berita, ulasan,
artikel) dan ilustrasi (gambar dan foto). Oleh sebab itu, dalam
berbagai momen penting sejarah, pers tidak hadir sebagai
pelaku, melainkan lebih sebagai katalistor. Artinya, pers bisa
aktif mendukung gagasan yang tengah berkembang atau
aktor yang tengah bergerak; sebaliknya pers juga mengkritisi
setuasi buruk yang tengah terjadi atau mencerca aktor yang
buruk perangainya.


Prinsip-prinsip Jurnalisme
    Sebagai institusi sosial pers berkembang berdasarkan
prinsip-prinsip jurnalisme yang diemban oleh para
pengelolanya. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001)
menyebutkan sembilan prinsip dasar jurnalisme, yaitu (1)
kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran; (2) loyalitas
pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat; (3)
intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi; (4) para
praktisinya harus menjaga independensi dari sumber berita;
(5) jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan;
(6) jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik
maupun dukungan terhadap warga; (7) jurnalisme harus
berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan;
(8) jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan
proporsional; (9) para praktisinya harus diperbolehkan
mengikuti nurani mereka.



48
Kesembilan prinsip dasar jurnalisme rumusan Kovach
dan Rosenstiel tersebut memang dibuat berdasarkan sejarah
pers Eropa dan AS serta wawancara sejumlah editor di sana.
Tetapi tak perlu disangsikan lagi bahwa prinsip-prinsip itu
juga dipegang teguh oleh para pengelola pers di daratan
lain bumi ini, termasuk Indonesia. Bahkan, seperti ditulis
oleh Abdurrachman Surjomihardjo dkk (1980), ketika Medan
Prijaji, yakni koran pertama yang diterbitkan pribumi pada
1907 di Betawi, prinsip-prinsip jurnalisme itu langsung
dioperasionalisakan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, sehingga
‘sang pemula’ ini sempat dibuang penguasa Belanda ke
Lampung. Demikian juga koran sezamannya di Semarang
yang dipimpin oleh JPH Pangemanan, Warna Warta,
redakturnya berkali-kali diadili karena tulisan-tulisannya
menyerang pemerintah kolonial. Ini agak berbeda dengan
koran-koran yang diterbitkan orang Tionghoa dan keturunan
Belanda. Dua kelompok terkahir ini lebih mengedepankan
berita perdagangan dan kriminalitas.


Pelatak Dasar Bahasa Indonesia
    Koran Medan Prijaji kali pertama di Betawi pada 1907
dalam bentuk mingguan. Koran yang kemudian menjadi
harian pada 1910 ini sebetulnya bukan koran pertama yang
menggunakan bahasa Melayu. Media yang tercatat sebagai
media berbahasa Melayu yang pertama ialah majalah Bintang
Oetara yang diterbitkan di Roterdam pada 1856 oleh pecinta
bahasa Melayu Dr. PP Roorda van Eysinga. Lalu di Surabaya
pada 1861, terbit majalah Bintang Soerabaja yang dimotori oleh
peranakan Belanda dan Tionghoa. Di Batavia pada 1883 seorang
pengusaha Indo menerbitkan Tjahaja India, sedang pengusaha
keturunan Belanda lainnya menerbitkan Bintang Barat.



                                                            49
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




    Majalah-majalah berbahasa Melayu generasi pertama
tersebut merupakan kelanjutan binis media berbahasa
Belanda dan Cina yang mulai berkembang di Hindia
Belanda pada abad ke-18. Karena pangsa pasar media cetak
berbahasa Belanda dan Tionghoa sangat terbatas, orang-
orang Belanda dan Tionghoa menambah pangsa pasar media
lewat penerbitan koran atau majalah berbahasa Melayu. Pada
titik inilah dimulai peletakkan dasar bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional. Pertama, bahasa Melayu yang merupakan
lingua franca, mulai diformulasikan sebagai bahasa tulis;
kedua, dengan tersebarluasnya koran dan majalah, maka
bahasa Melayu (yang telah diformulasikan dalam bentuk tulis
itu) juga menjadi bahasa pergaulan antarkomunitas yang lebih
luas di tanah Hindia Belanda.
    Sebagai ilustrasi, Taufik Abdullah (1999) mengutip kritik
yang ‘sehat, tapi aneh’ dari seorang penulis di Tjahaja India
terhadap bahasa yang digunakan Bintang Barat. Penulis tersebut
mengecam kecenderungan Bintang Barat yang suka memakai
bahasa Melayu-Tinggi yang disebutnya sebagai bahasa
‘Minangkerbau’. Menurut penulis itu, jika Bintang Barat terus
memakai bahasa elit itu, koran tersebut tidak akan laku karena
tidak banyak orang yang memahami bahasa tersebut. Oleh
karena itu, ia menyarakan agar Bintang Barat tetap memakai
bahasa ‘Melajoe Betawi’, sebab bahasa ini mengandung unsur-
unsur yang dipakai di seluruh tanah Hindia.
    Bahasa ‘Melajoe Betawi’ atau Melayu-Pasar adalah bahasa
yang paling komunikatif di tengah-tengah tumbuhnya
masyarakat perkotaan akibat pertumbuhan ekonomi kolonial.
Para pendatang yang berasal dari berbagai polosok memiliki
tradisi dan bahasa yang berbeda-beda, seakan membentuk
komunitas orang-orang asing di perkotaan. Mungkin hanya
pasarlah sebagai tempat di mana mereka bisa bertemu dan


50
mengadakan transaksi untuk keperluan masing-masing.
Transaksi ini dimungkinkan karena telah tumbuh simbol-
simbol komunikatif yang dibawakan oleh bahasa Melayu.
Sekali lagi, pada titik inilah pers pada awal pertumbuhannya
telah memperkuat kedudukan bahasa Melayu sebagai sistem
simbol dan mentransformasi komunitas orang-orang asing
menjadi sebuah masyarakat.


Pembuka Tabir Perasaan Senasib
    Seperti disebutkan sebelumnya, koran-koran berbahasa
Melayu yang diterbitkan oleh kalangan nonpribumi, dalam
hal ini keturunan Belanda dan Tionghoa, lebih banyak
mewartakan perkara perdagangan dan kriminalitas serta
menuliskan cerita-cerita bersambung, baik dari hikayat lama,
rekaman dari cerita lisan ataupun hasil rekaan baru. Namun
di sela-sela berita dagang dan kriminal serta hikayat, sering
muncul berita-berita luar negeri dan kadang-kadang laporan
tentang kesewenang-wenangan pejabat Belanda atau pribumi
terhadap orang-orang kecil.
     Menurut Taufik Abdullah (1999), betapapun masih sangat
sederhana, saat itu koran dan majalah berbahasa Melayu
telah memperkenalkan corak teks yang baru, yakni teks yang
memberitakan peristiwa yang terus berlalu dan berubah.
Lebih dari itu, berita-berita yang disajikan koran dan majalah
berbahasa Melayu bisa dilihat dan dirasakan secara langsung
oleh pembacanya. Teks yang diberikan oleh pers adalah
teks yang kehadirannya seakan-akan mengajarkan bahwa
peristiwa-peristiwa terjadi dalam konteks waktu yang terus
berjalan. Tentu saja ini berebeda dengan teks lama yang sering
dilisankan kepada penduduk berupa pesa-pesan yang sifatnya
abadi seperti ajaran agama, adat sopan santun, kearifan hidup



                                                            51
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




dan sebagainya.
   Dengan demikian, koran-koran dan majalah-majalah
yang menyebar luas melampaui kota-kota tempat terbitnya,
memungkinkan pembaca di berbagai daerah mengetahui
peristiwa yang terjadi dan berlalu di tempat lain. Tak kurang
pentingnya, kejadian-kejadian itu bisa dibandingkan dengan
pengalaman yang telah pernah dilalui, atau yang pernah
didengar atau dibaca tentang daerahnya sendiri. Dengan
demikian pers telah memberikan suasana kesezamanan dengan
daerah lain atau bangsa lain. Teks yang disampaikan pers
tidak berkisah tentang negeri antah berantah di suatu zaman,
melainkan tentang negeri tertentu yang riil, di zaman sekerang.
    Dampak dari perasaan kesezamanan ini tak hanya
pada perluasan cakrawala intelektual, melainkan juga
memungkinkan bangkitnya ingatan kolektif tentang jaringan
kultural atau politik lama antara berbagai daerah dan suku
bangsa. Ini bisa terjadi, karena pers telah memungkinkan
masyarakat membanding-bandingkan keadaan daerahnya
dan suku bangsanya di hadapan sistem kolonial yang bercorak
subordinasi –tuan kolonial di atas sebagai yang memerintah,
dan pribumi di bawah sebagai yang diperintah. Akhirnya,
perasaan kesezamanan membangkitkan ingatan kolektif akan
adanya perasaan senasib dan sepenangungan dalam sistem
kolonial. Kemudian hari, erasaan seperti ini menjadi pengikat
utama bagi lahirnya kesadaran kesatubangsaan. Sebab syarat
munculnya nasionalisme adalah adanya perasaan senasib dan
sepenanggunagan sesama warga bangsa. Dan pers berbahasa
Melayu telah membuka tabir tersebut.


Melawan dengan Mengorganisasi Diri
     Pers berbahasa Melayu yang dikembangkan oleh peng­



52
usaha keturunan Belanda dan Tionghoa pada abad ke-18 boleh
disebut sebagai periode ‘prasejarah’ pers nasional. Dibutuhkan
waktu 50 tahun sejak munculnya koran berbahasa Melayu
Bintang Oetara yang terbit di Roterdam pada 1856, hingga
akhirnya lahir Medan Prijaji, koran pertama yang diterbitkan
tokoh pribumi bernama RM Tirto Adhi Soerjo. Seperti ditulis
oleh Pramoedya Ananta Toer (2003), Tirto Adhi Soerjo (TAS)
tergerak untuk menerbitkan mingguan yang kemudian
menjadi harian Medan Prijaji, setelah melakukan perjalanan ke
Maluku. Di sana TAS merekam kebiadaban kolonial Belanda
sehingga penduduk Maluku mengalami penderitaan dan
pemiskinan yang sangat nyata. Ini merupakan pengalaman
batin yang membekas sekaligus meningkatkan kesadaran
intelektual TAS bahwa bangsa-bangsa di bawah kekuasaan
kolonial mengalami penderitaan yang sama.
     TAS sendiri pada edisi pertama Medan Prijaji menyebutkan
bahwa misi yang diemban korannya ialah: (1) memberikan
informasi; (2) menjadi penyuluh keadilan; (3) memberikan
bantuan hukum; (4) memberikan tempat orang tersia-sia
mengadukan nasibnya; (5) mencari pekerjaan bagi mereka
yang membutuhkan pekerjaan di Betawi; (6) menggerakkan
bangsanya untuk berorganisasi atau mengorginasisikan
diri; (7) membangun dan memajukan bangsanya; dan (8)
memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan. Seperti
dicatat Surjomihardjo (1980), Tirto tak hanya pribumi
pertama yang bergerak di bidang penerbitan dan percetakan
dan mendirikan badan usaha (NV), melainkan juga orang
pertama yang menggunakan koran sebagai alat pembentuk
pendapat umum. Dialah ‘sang pemula’ yang konsisten dalam
mengemban misi yang telah dicanangkan dan memfungsikan
pers sebagai institusi pemajuan nasib bangsanya.
   Bagi TAS, kemajuan bangsanya tidak hanya didapatkan


                                                            53
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




dari pendidikan (yang dikembangkan oleh politik etik
penguasa kolonial), melainkan juga terbebasnya bangsa dari
segala macam kesewenang-wenangan kekuasaan. Oleh karena
itu, lewat Medan Prijaji, TAS tanpa ragu menyatakan secara
terbuka segala corak manifestasi kekuasaan yang dianggapnya
tidak pantas. Ia menulis berita berdasarkan investigasi dan
informasi-informasi yang berasal dari lapangan yang dikemas
tanpa sindiran dan pretensi. Berbagai kasus kesewenang-
wenangan penguasan kolonial maupun pribumi diungkap
secara gamblang oleh Medan Prijaji. Tidak heran, bila persdelick
beberapa kali diterima oleh TAS, dan akhirnya dipenjara lalu
dibuang ke Lampung oleh rejim kolonial.
    Selain melawan kesewenang-wenangan penguasa,
dalam usaha memajukan bangsanya, Medan Prijaji selalu
menyerukan perlunya bangsa pribumi mengorganisasi diri
dalam menghadapi pihak-pihak asing. Tak heran bahwa
kemudian TAS terlibat dalam pendirian Serikat Dagang Islam
(SDI) di Bogor yang kemudian berubah menjadi Sarekat
Islam (SI) yang berkembang di Solo dan beberapa kota di
Jawa. Situasi vis a vis antara pribumi dengan kaum Belanda
dan Tionghoa di dunia perdagangan, menyebabkan TAS dkk
mencampurkan identitas agama Islam dengan kepribumian,
sehingga organisasi yang dimaksudkan untuk memajukan
bangsa pribumi adalah SDI dan SI. Oleh karena itu, SI yang
berkembang pesat saat itu akhirnya menjadi naungan bagi
berbagai macam aliran dan ideologi yang dianut kaum
pribumi, termasuk komunisme.
   Tentu Medan Prijaji bukan satu-satunya penerbitan yang
membongkar kesewenangan penguasa dan menyerukan
bangsa pribumi untuk mengorganisasikan diri dalam rangka
memajukan bangsa. Selain Median Prijaji, tercatat Bintang
Hindia, Insoelinde, Warna Warta dan beberapa koran milik


54
SI seperti Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Sinar Djawa dan
Pantjaran Warta. Organisasi-organisasi pergerakan yang
dibentuk kaum pribumi, seperti Boedi Utomo dan Indische
Patij memiliki Dharmo Kondo dan De Express. Namun dalam
catatan sejarah, kepeloporan dan konsistensi Medan Prijaji
dalam mengungkap kesewenangan penguasa kolonial dan
menyerukan pembentukan organisasi pribumi tampak lebih
menonjol dari penerbitan-penerbitan yang lain. Di sinilah
peran penting Medan Prijaji dalam menabur benih-benih
nasionalisme yang dalam beberapa tahun kemudian berubah
dalam bentuk gerakan menuntut kemerdekaan.


Hindia Poetra Menjadi Indonesia Merdeka
    Seruan Medan Prijaji dan koran-koran lain sezaman untuk
mengorganisasikan pribumi sebetulnya merupakan upaya
mencari identitas yang tepat buat kalangan pribumi di tanah
Hindia. SDI dan SI telah mencampuradukkan identitas agama
dengan kepribumian sebagai antitesa terhadap orang-orang
keturununan Belanda dan Tionghoa. Dengan latar belakang
yang sama Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan
Douwes Dekker yang tergabung dalam Indische Partij, pada
1912 lewat De Express memperkenalkan konsep ‘nasionalisme
Hindia’.
    Bagi Tiga Serangkai tersebut, ‘nasionalisme Hindia’
membedakan kaum penetap (blijvers) dan mereka yang
mondar-mandir (trekkers), dan hanya yang menetap yang
dianggap sebagai bangsa Hindia, sedang yang lain adalah
orang asing. Dalam konsep ini, Tiga Serangkai tersebut
telah meleburkan anak negeri yang pribumi dengan Cina
peranakan dan orang-orang Indo, serta orang Belanda yang
tidak akan kembali ke negerinya dalam sebuah kesatuan



                                                         55
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




yang bernama bangsa Hindia. Dengan sendiri dalam konsep
ini, para penguasa Belanda dianggap sebagai orang luar alias
trekkers.
     Dalam upaya mencari identitas diri sebagai bangsa,
Medan Prijaji, De Express dan koran-koran lain terlibat dalam
perdebatan yang hangat di kalangan pengelola pers dan
kaum cerdik pandai pribumi saat itu. Konsep ‘nasionalisme
Hindia’ yang muncul tidak saja peleburan identitas agama-
pribumi dan kaum penetap di tanah Hindia, tetapi juga
nasionalisme Jawa, nasionalisme Sumatera, dan nasionalisme
lokal lainnya. Bahkan menurut Abdullah (1999), pada awal
pertumbuhannya pers bukan saja pembawa berita, tetapi juga
menjadi pelopor diskursus kecendikiaan. Dalam pemberitaan
dan perdebatan tersebut, simbol-simbol yang komunkatif dan
integratif semakin memperkuat kesadaran akan harkat diri
sebagai bangsa dalam menghadapi kekuatan kolonialisme
Belanda.
    Namun perdebatan soal ‘nasionalisme Hindia’ di kalangan
kaum pergerakan itu seakan diselesaikan oleh generasi baru
kaum cendikia pribumi yang bersekolah di negeri Belanda.
Pada 1923 mahasiswa pribumi mengubah nama organisasinya,
dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging
dan kemudian diganti lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia.
Mereka pun menukar nama majalah organisasi dari Hindia
Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Berbeda dengan generasi
sebelumnya, di mana usaha mencari identitas nasional yang
lebih banyak karena refleksi atas kenyataan sosial politik di
tanah Hindia, maka generasi baru pergerakan nasional, melihat
langsung tentang tumbuh dan berkembangnya nasionalisme
bangsa-bangsa di Eropa, sehingga mereka seakan lebih
tahu dengan apa yang dibutuhkan oleh bangsanya. Sebagai
kelompok kecil pribumi yang teralienasi di tengah-tengah


56
kehidupan orang-orang Eropa, mereka menjadi lebih lugas
dalam membicarakan nasionalisme Hindia dan menetapkan
‘Indonesia Merdeka’ sebagai semboyan perjuangan.
   Gagasan-gagasan nasionalisme Indonesia yang diadopsi
dari sejarah pergerakan bangsa-bangsa Eropa, oleh para palajar
pribumi di negeri Belanda disebarluaskan ke tanah Hindia
lewat majalah Indonesia Merdeka dengan cara diam-diam.
Kelugasan rumusan-rumusan tentang nasionalisme Indonesia
dan ketegasan sikap dalam menuntut kemerdekaan Indonesia,
menjadikan tulisan-tulisan di dalam Indonesia Merdeka seakan
menjadi penuntas pedebatan tentang nasionalisme Hindia
yang selama sepuluh tahun terakhir menghiasi koran-koran
dan majalah-majalah berbahasa Melayu di tanah Hindia.
Itulah sebabnya, meskipun peredaran Indonesia Merdeka di
tanah Hindia dilarang oleh penguasa Belanda, setidaknya
lima nomor majalah tersebut berhasil diselendupkan ke tanah
Hindia dan mencapai 236 orang yang memesannya.
    Sebagaimana dicatat John Ingleson (1988), para pelajar
yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia, seperti
Moh Hatta, Subardjo, Sunarjo, Sartono, Iskaq dll, tidak hanya
menyebarkan propaganda nasionalisme Indonesia dan
tuntutan Indonesia merdeka lewat majalah yang dipimpinnya,
tetapi sekembalinya ke tanah air, mereka pun terjun langsung
ke kancah pergerakan politik menentang penguasa kolonial.
Mereka sempat mempersiapkan suatu kongres nasional untuk
membentuk partai kerkayatan yang berasaskan nasionalisme
murni, namun meletusnya pemberontakan PKI 1926-1927,
membuat rencana pembentukan partai kerakyatan itu batal.
Tetapi rapat-rapat persiapan terus dilakukan di kalangan
aktivis radikal sehingga akhirnya pada 4 Juli 1927 lahirlah
Partai Nasionalis Indonesia (PNI).




                                                            57
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Mengobarkan Api Kemerdekaan
    Ketika Jepang menguasai beberapa negara Asia, termasuk
tanah jajahan Hindia Belanda, semua media pers langsung
berada di bawah pengawasan pemerintahan militer Jepang dan
dipergunakan sebagai alat propaganda perang Jepang melawan
Sekutu. Seiring dengan pelarangan penggunaan bahasa
Belanda, saat itu pemerintah Jepang setidaknya menyokong
lima surat kabar berbahasa Jepang, yaitu Jawa Shimbun, Borneo
Shimbun, Celebes Shimbun, Sumatera Shimbun dan Ceram Shimbun.
Sementara terdapat sekitar delapan surat kebar yang berbahasa
Indonesaia, yaitu di Jakarta Asia Raya dan Pembangoenan, di
Bandung Tjahaja, di Yogyakarta Sinar Matahari, di Semarang
Sinar Baroe, dan di Surabaya Pewarta Perniagaan.
    Pengaturan kehidupan pers oleh pemerintah Jepang
tentu saja mempersempit kedudukan pers sebagai sarana
informasi kepada umum. Namun keadaan ini, menurut
Surjomihardjo (1980) memberi sumbangan berharga bagi
perjuangan kemerdekaan dan pertumbuhan pers Indonesia
setelah kemerdekaan. Perlu dicatat, larangan penggunaan
bahasa Belanda telah berhasil meratakan penggunaan
bahasa Indonesia ke seluruh pelosok tanah air. Orang-orang
Indonesia juga mendapatkan latihan mengenai berbagai aspek
mengelola media pers dan menduduki posisi penting, suatu
pengalaman yang berharga bagi penanganan pers pada masa
pasca kemerdekaan nanti.
    Meskipun pada zaman Jepang tokoh-tokoh pergerakan
nasional senior, seperti Soekarno dll bersedia bekerja sama
dengan pemerintahan Jepang, tidak sedikit tokoh-tokoh
yang lebih muda memilih berjuang di bawah tanah guna
mengapai kemerdekaan. Pada barisan anti-Jepang inilah
berkumpul pemuda mahasiswa yang terus mengobarkan api
kemerdekaan, tanpa harus menunggu janji-janji Jepang. Dari


58
merekalah beredar brosur stensilan-stensilan propaganda
menuntut kemerdekaan Indonesia. Menurut Benedick
Anderson (1989), brosur-brosur stensilan anti-Jepang tersebut
dikeluarkan oleh mahasiswa yang pada masa itu banyak
berkumpul di asrama-asrama di Jakarta, seperti asrama
Menteng dan Cikini. Asrama-asrama tersebut merupakan
pusat kehidupan sosial dan intelektual mahasiswa dan
merupakan tempat bagi diskusi-diskusi yang intens dan
tertutup, serta menjadi sebuah pusat solidaritas pergerakan
meraih kemerdekaan.
    Seperti disebutkan di depan, penunjukan beberapa
orang pers untuk menduduki posisi penting di media
yang dikendalikan oleh pemerintah Jepang, ternyata
berdampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya pers
pada masa perang kemerdekaan. Begitu Republik Indonesia
diproklamarikan oleh Sokearno dan Hatta pada 17 Agustus
1945, sejumlah tokoh pers, seperti Adam Malik, BM Diah,
Suardi Tasrif, Arnold Monotutu, Mochtar Lubis, Rosihan
Anwas dll, langsung bergerak menghidupkan medianya
masing-masing. Sesuai dengan semangant zaman, tanpa
dikomando, lewat media yang dipimpinya mereka terus
mengorbankan api kemerdekaan. Bahkan ketika Inggris dan
Belanda mencoba kembali menguasai Indonesia, semangat
perlawanan dihembuskan secara kencang oleh media-media
tersebut, sehinga berita-berita perlawanan rakyat Indonesia
dalam menantang penjajahan akhirnya mendapat simpati
masyarakat internasional.


Geliat pada Masa Pascakemerdekaan
    Setelah revolusi selesai dan Republik Indonesia diakui
secara internasional pada 1948, apa yang dilakukan oleh



                                                           59
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




pers bagi bangsa dan negara baru yang penuh dengan
persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya? Masalah yang
dihadapai oleh bangsa yang baru merdeka sangat kompleks,
sementara rakyat menaruh harapan bahwa kemerdekaan
segera mengangkat kesejahteraannya. Di sinilah pers dituntut
mampu menguraikan satu per satu masalah yang dihadapi
oleh bangsa dan mencari solusinya agar negara yang baru
lahir tetap tegak beridiri. Pers juga harus mempu menjelaskan
kesulitan-kesulitan yang tengah dihadapi negara, sehingga
rakyat bisa bersikap realisitik terhadap apa-apa yang bisa
dikerjakan negara. Pada tahap ini pers terlibat dalam apa yang
disebut dengan proses national character building, yakni suatu
proses lanjutan dari nasionalisme Indonesia yang sifatnya
lebih implementatif setelah kemerdekaan tercapai.
    Secara sosial budaya, para pengelola pers menghadapi
kenyataan bahwa akibat revolusi telah teradi ketegangan sosial
yang tinggi, khususnya antara para elit pribumi yang dulu pro
penjajah dengan sebagian rakyat yang ingin melampiaskan
dendam. Sebagai lanjutan dari perang kemerdekaan, maka
kerusuhan menentang lapisan elit pribumi ini terjadi di
berbagai daerah, dan pemerintah yang baru saja berdiri tidak
banyak memiliki tenaga untuk menyelesaikannya. Selain itu,
beberapa penguasa daerah juga berkeras untuk melepaskan
diri dari republik, seiring dengan politik divide et impera yang
dijalankan oleh Belanda. Pada tataran inilah pers dituntut
untuk memberi penjelasan yang gamblang sehingga rakyat
tidak perlu ragu-ragu dalam membangun Indonesia yang
dicita-citakan.
    Secara politik, masalah jauh lebih rumit karena pada
saat institusionalisasi politik belum berjalan, persaingan
antarkekuatan politik sudah menonjol. Tokoh-tokoh partai
sama-sama menjanjikan sistem politik yang pas buat Indonesia,


60
pada saat yang sama mereka sama-sama ingin mengisi
jabatan-jabatan politik yang tersedia. Persaingan politik
dalam menciptakan model politik yang pas dengan kondisi
Indonesia tetap tidak segera selesai, meskipun Pemilu 1955
menghasilkan wakil-wakil rakyat dan dewan konstituante.
Dalam periode ini kelihatan pers mulai tidak sabar dengan
perilaku elit politik sipil; sebagian kecil bersikap skeptis
terhadap sepak terjang politisi sipil dan menjadi pengritik yang
loyal, tapi sebagaian besar tidak sabar dan terbawa dalam arus
persaingan politik. Pada titik inilah pers melupakan tugasnya
dalam proses national character building, dan terjebak pada
sikap-sikap partisan sehingga ini pers kemudian terpolarisasi
pada garis-garis politik partai. Tugas national character building
hanya diteruskan oleh pers mahasiswa yang wilayah edarnya
sangat terbatas.
    Polarisasi pers ke dalam garis-garis partai tetap berlanjut
pada zaman Demokrasi Terpimpin. Pada massa ini, di level
bawah Soekarno memang membebaskan partai politik untuk
bersaing menawarkan ideologi dan memperebutkan massa,
namun di level atas Soekarno memegang kendali politik
sepenuhnya. Sesuai dengan politik ini, pers pada zaman
Soekarno memang penuh warna, sehingga persaingan
antarmedia juga berjalan layaknya di negara-negara
terbuka. Namun pembebasan pers itu hanya dibatasi pada
upaya menjaga dan mengedepankan ideologi atau partai
masing-masing. Pers sebagai kekuatan independen, yang
mengedepankan kepentingan umum dan bersikap oyektif
terhadap semua kepentingan, nyaris tidak bisa hidup. Sebab
sesuai dengan karakter politik yang dikembangkan Soekarno,
maka pers yang berada di luar jalur garis politik partai, akan
dipersulit bahkan dibredel. Jadi, hingar bingar kebebasan
pers pada zaman Soekarno, praktis tidak bermanfaat bagi


                                                               61
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




kepentingan publik dan kepentingan nasional, karena pers
hanya disibukkan oleh urusan-urusan yang terkait dengan
kepentingan partai.
    Tumbangnya Soekarno oleh gerakan mahasiswa yang
bekerja sama dengan Angkatan Darat pimpinan Soeharto,
ternyata tidak segera bisa memisahkan pers dari garis partai.
Namun dengan penyederhanaan partai politik, maka tidak
semua pers yang telah berkembang bersedia meneruskan
hubungannya dengan partai-partai politik baru. Bahkan
masing-masing partai, yakni Golkar, PPP dan PDI berusaha
membangun penerbitan baru yang benar-benar bisa mereka
kendalikan. Pilihan politik sejumlah media untuk memisahkan
diri dari garis-garis aliran politik maupun partai politik ini
juga dilandasi oleh kesadaran para pengelolanya, bahwa pers
tidak mungkin bisa menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme
bila mereka tidak berada dalam posisi yang independen.
Pada zaman Orde Baru, pers memang tidak sepenuhnya
bebas. Tapi dibandingkan dengan institusi-insitusi sosial yang
lain, pers jauh lebih efektif dalam mengkritik kekuasaan dan
memajukan bangsanya.
    Bagaimana pers pada zaman pasca-Soeharto? Banyak
pihak yang menyerang pers telah kebablasan dalam
menerapkan kebebasan pers yang diperjuangkan oleh
gerakan reformasi. Kritik itu ada benarnya, mengingat banyak
media (baru) yang mengejar motif ekonomi semata sehingga
melupakan prinsip-prinsip jurnalisme. Namun pers yang
demikian tidak akan bertahan lama, karena masyarakat
pembaca tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, kecuali
sekadar kesenangan sesaat. Oleh karena itu pikiran untuk
mengendalikan pers kembali, perlu dibuang jauh-jauh,
karena baik pers maupun masyarakat sama-sama sedang
memasuki proses pendewasaan politik, khususnya bagaimana


62
memanfaatakan ruang kebebasan yang ada. Biarlah pers
menikmati ruang kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi,
karena hanya dengan membebaskan pers, maka mayarakat,
bangsa dan negara ini akan mendapatkan manfaat yang
maksimal.


Sumber Kepustakaan:
Abdurrachman      Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi
   Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Kompas,
   Cetakan ke-2, Jakarta, 2002.
Benedict Anderson, Revoloesi Pemoeda, Sinar Harapan,
    Jakarta, 1986.
Bill Kovach  Tom Rosntatiel, Sembilan Elemen Jurnalsime,
     Pantau, Jakarta, 2003.
Didik Supriyanto, Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes
    Mahasiswa Sepanjang NKK/BKK 1978-1991, Sinar
    Harapan, Jakarta, 1989.
John Ingleson, Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis
    Indonesia 1927-1934, LP3ES, Jakarta, 1983.
Parmoedya Ananta Toer, Sang Pemula, Cetakan ke-2, Edisi
   Revisi, Lentera Dipantara, Jakarta, 2003.
Taufik Abdullah, Pers dan Tumbuhnya Nasionalisme
    Indonesia, dalam Majalah Sejarah Edisi 7, Jakarta, 1999




                                                          63
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




64
Sekilas Sejarah
Jurnalisme




J
   URNALISME memiliki sejarah yang sangat panjang.
   Dalam si­­­ tus ensiklopedia, www.questia.com tertulis,
   jurnal­ s­ e yang pertama kali tercatat adalah di
          i m
masa kekaisaran Romawi kuno, ketika informasi harian
dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk
menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara
dan berita lokal. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai
mengembangkan berbagai metode untuk memublikasikan
berita atau informasi.
    Pada awalnya, publikasi informasi itu hanya diciptakan
untuk kalangan terbatas, terutama para pejabat pemerintah.
Baru pada sekira abad 17-18 surat kabar dan majalah untuk
publik diterbitkan untuk pertama kalinya di wilayah Eropa
Barat, Inggris, dan Amerika Serikat. Surat kabar untuk umum
ini sering mendapat tentangan dan sensor dari penguasa
setempat. Iklim yang lebih baik untuk penerbitan surat kabar
generasi pertama ini baru muncul pada pertengahan abad 18,
ketika beberapa negara, semisal Swedia dan AS, mengesahkan
undang-undang kebebasan pers.
    Industri surat kabar mulai menunjukkan geliatnya yang
luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin
meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri,
di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya
mesin cetak tenaga uap, yang bisa menggenjot oplah untuk


                                                           65
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




memenuhi permintaan publik akan berita.
     Seiring dengan semakin majunya bisnis berita, pada
pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor
berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan
tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar
dan majalah.
    Kantor berita bisa meraih kepopuleran dalam waktu
sangat cepat. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat
lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita
kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar
wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah.
Kantor berita lawas yang masih beroperasi hingga hari ini
antara lain Associated Press(AS), Reuters (Inggris), dan
Agence-France Presse (Prancis).
    Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah
yellow journalisme (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk
“pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New
York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki
oleh William Randolph Hearst.
   Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya
yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama
yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu:
meningkatkan penjualan!
  Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan
munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
    Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS
awalnya memang partisan,serta dengan mudah menyerang
politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan
berimbang. Namun para wartawannya kemudian memiliki
kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik
haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.


66
Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong
para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka
sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di
Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara
lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun
mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang
kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan
yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai
standar kualitas bagi jurnalisme profesional.


BAGAIMANA dengan di Indonesia? Tokoh pers nasional,
Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam bukunya “PWI di Arena
Masa” (1998) menulis, Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono
(1875-1918), pendiri mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910
berkembang jadi harian, sebagai pemrakarsa pers nasional.
Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan yang
dimodali modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia.
    Dalam perkembangan selanjutnya, pers Indonesia
menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
Haryadi Suadi menyebutkan, salah satu fasilitas yang pertama
kali direbut pada masa awal kemerdekaan adalah fasilitas
percetakan milik perusahaan koran Jepang seperti Soeara Asia
(Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang)
(“PR”, 23 Agustus2004).
   Menurut Haryadi, kondisi pers Indonesia semakin
menguat pada akhir 1945 dengan terbitnya beberapa koran
yang mempropagandakan kemerdekaan Indonesia seperti,
Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), dan
The Voice of Free Indonesia.
   Seperti juga di belahan dunia lain, pers Indonesia
diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga pembredelan.



                                                            67
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak
kemerdekaan terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa
koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang
dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu
Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas
dengan membungkam koran Api Rakjat yang menyuarakan
kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun
telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak
mengkritik pihaknya.
    Jurnalisme kuning pun sempat mewarnai dunia pers
Indonesia, terutama setelah Soeharto lengser dari kursi
presiden. Judul dan berita yang bombastis mewarnai halaman-
halaman muka koran-koran dan majalah-majalah baru.
Namun tampaknya, jurnalisme kuning di Indonesia belum
sepenuhnya pudar. Terbukti hingga saat ini masih ada koran-
koran yang masih menyuguhkan pemberitaan sensasional
semacam itu.


Teknologi dalam jurnalisme
     Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan
teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun
1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi
jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya
mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa
ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di
surat kabar.
    Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS
menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian
di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi
merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan
oleh kalangan jurnalis saat itu.



68
Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan
pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio
berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan
pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat
dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat
sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.
   Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat
pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses
produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang
mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara
massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami
perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di
industri media massa.
    Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer
tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya
teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem
dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks,foto,
dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan
wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun.
    Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik
multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah
merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak
hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka
jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak
kalah luasnya.
    Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut
untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah
bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai
kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti
memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa
dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi



                                                              69
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




internetnya sama persis dengan edisi cetak.
   Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi
yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah
untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat
menjadi blog saja.
    Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik.
Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu.
Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah
menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme
dan bisa dijadikan sumber untuk berita.
    Dalam penggunaan teknologi, Indonesia mungkin
agak terlambat dibanding dengan media massa dari negara
maju seperti AS, Prancis, dan Inggris. Tetapi untuk saat
ini penggunaan teknologi di Indonesia --terutama untuk
media televisi-- sudah sangat maju. Lihat saja bagaimana
Metro TV melakukan laporan live dari Banda Aceh, selang
sehari setelah tsunami melanda wilayah itu. Padahal
saat itu aliran listrik dan telefon belum tersambung.
(Zaky/”PR”)***


     Asep Saefullah
     Portal Informasi Kita
     www.kabarbaru.com




70
Pers,Teknologi Media
dan Kehidupan Sosial




Oleh Didik Supriyanto




P
       ers bebas adalah fenomena masyarakat liberal. Karena
       itu, pada masyarakat di mana kebebasan individu belum
       terakomodasi dengan baik, maka jangan berharap
pers akan tumbuh dan berkembang. Begitu hadir mereka
akan ditekan oleh pemegang otoritas (baik otoritas formal
maupun nonformal), bahkan masyarakat pun menganggap
pers sebagai perusak tatanan sosial. Kehadiran pers bebas tak
hanya dianggap mengancam posisi pemegang ororitas, tetapi
juga dicurigai perusak harmoni sosial.
    Pers bebas adalah suatu tradisi. Ia tidak hadir begitu
saja, butuh puluhan dan bahkan ratusan tahun untuk
meraih dan mempertahankannya. Tradisi itu dibangun
atas kesadaran, bahwa kebebasan pers adalah sesuatu yang
diberikan masyarakat kepada institusi pers. Pemberian itu,
suatu saat bisa dicabut kembali, bila orang-orang pers tidak
bisa memfungsikannya secara benar. Oleh karena itu para
pengelola pers berkeras mengatur sendiri bagaimana pers
bekerja agar kebebasan itu tidak lepas dari genggamannya.
Inilah yang melatari lahirnya prinsip-prinsip jurnalisme, kode
etik dan kode perilaku.




                                                            71
Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI




Pers dan Prinsip Jurnalsime
     Sebagai institusi sosial, pers berkembang berdasarkan
prinsip-prinsip jurnalisme yang diemban oleh para
pengelolanya. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001)
menyebutkan sembilan prinsip dasar jurnalisme, yaitu (1)
kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran; (2) loyalitas
pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat; (3)
intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi; (4) para
praktisinya harus menjaga independensi dari sumber berita;
(5) jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan;
(6) jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik
maupun dukungan terhadap warga; (7) jurnalisme harus
berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan;
(8) jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan
proporsional; (9) para praktisinya harus diperbolehkan
mengikuti nurani mereka. Karena jurnalisme adalah kegiatan
menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan
dan menyebarluaskan berita melalui media berkala kepada
khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya, maka
prinsip-prinsip jurnalisme tersebut dikemas dalam bentuk
lima kata kunci pegangan operasional jurnalisme sehari-hari,
yaitu akurat, obyektif, fair, seimbang dan tidak memihak.
    Meskipun prinsip-prinsip jurnalisme tersebut dirumuskan
berdasarkan pengalaman sejarah pers Eropa dan AS, namun
tidak perlu disangsikan lagi, bahwa prinsip-prinsip itu
juga dipegang teguh oleh para pengelola pers di daratan
lain, termasuk di Indonesia. Bahkan, seperti ditulis oleh
Abdurrachman Surjomihardjo dkk (1980), ketika Medan
Prijaji, yakni koran pertama yang diterbitkan oleh pribumi
pada 1907 di Betawi, prinsip-prinsip jurnalisme itu langsung
dioperasionalisakan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, sehingga ‘sang
pemula’ ini sempat dibuang penguasa Belanda ke Lampung.


72
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji
Kompetensi kunci ukj aji

Contenu connexe

Tendances

cara penulisan public relations
cara penulisan public relationscara penulisan public relations
cara penulisan public relationsJaya Purnama
 
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Alvin Agustino Saputra
 
Teori Semiotika Media
Teori Semiotika MediaTeori Semiotika Media
Teori Semiotika Mediamankoma2012
 
Pengantar pr
Pengantar prPengantar pr
Pengantar prIchan32
 
Media relations - Introduction [Indonesian]
Media relations - Introduction [Indonesian]Media relations - Introduction [Indonesian]
Media relations - Introduction [Indonesian]Mohammad Shihab
 
Teoriteori komunikasi-massa
Teoriteori komunikasi-massaTeoriteori komunikasi-massa
Teoriteori komunikasi-massaMuhammad Syazmi
 
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeFaktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeUniversity of Andalas
 
Teknik analisis semiotika
Teknik analisis semiotikaTeknik analisis semiotika
Teknik analisis semiotikapycnat
 
Strategi Public Relations
Strategi Public RelationsStrategi Public Relations
Strategi Public Relationsasyaboo9
 
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)Bahasa indonesia jurnalistik (power point)
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)ferdirobot
 
Model Komunikasi Massa
Model Komunikasi MassaModel Komunikasi Massa
Model Komunikasi MassaHanum Ilmi
 

Tendances (20)

Pelatihan Jurnalistik
Pelatihan JurnalistikPelatihan Jurnalistik
Pelatihan Jurnalistik
 
cara penulisan public relations
cara penulisan public relationscara penulisan public relations
cara penulisan public relations
 
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
 
Teori teori periklanan
Teori teori periklananTeori teori periklanan
Teori teori periklanan
 
Teori Semiotika Media
Teori Semiotika MediaTeori Semiotika Media
Teori Semiotika Media
 
Uses and Gratifications Theory
Uses and Gratifications TheoryUses and Gratifications Theory
Uses and Gratifications Theory
 
Pengantar pr
Pengantar prPengantar pr
Pengantar pr
 
Sejarah komunikasi.ppt
Sejarah komunikasi.pptSejarah komunikasi.ppt
Sejarah komunikasi.ppt
 
Media televisi dalam pemilu
Media televisi dalam pemiluMedia televisi dalam pemilu
Media televisi dalam pemilu
 
Media relations - Introduction [Indonesian]
Media relations - Introduction [Indonesian]Media relations - Introduction [Indonesian]
Media relations - Introduction [Indonesian]
 
Teoriteori komunikasi-massa
Teoriteori komunikasi-massaTeoriteori komunikasi-massa
Teoriteori komunikasi-massa
 
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeFaktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
 
Teknik analisis semiotika
Teknik analisis semiotikaTeknik analisis semiotika
Teknik analisis semiotika
 
Teknik penulisan Berita dan Feature
Teknik penulisan Berita dan FeatureTeknik penulisan Berita dan Feature
Teknik penulisan Berita dan Feature
 
Strategi Public Relations
Strategi Public RelationsStrategi Public Relations
Strategi Public Relations
 
Analisis Framing
Analisis FramingAnalisis Framing
Analisis Framing
 
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)Bahasa indonesia jurnalistik (power point)
Bahasa indonesia jurnalistik (power point)
 
Model Komunikasi Massa
Model Komunikasi MassaModel Komunikasi Massa
Model Komunikasi Massa
 
Psikologi komunikator
Psikologi komunikatorPsikologi komunikator
Psikologi komunikator
 
Sejarah Perkembangan Jurnalistik
Sejarah Perkembangan JurnalistikSejarah Perkembangan Jurnalistik
Sejarah Perkembangan Jurnalistik
 

En vedette

Modul lengkap UKJ AJI 2012 2013
Modul lengkap UKJ AJI 2012   2013Modul lengkap UKJ AJI 2012   2013
Modul lengkap UKJ AJI 2012 2013Indrayadi Hatta
 
Pelatihan jurnalistik di malang
Pelatihan jurnalistik di malangPelatihan jurnalistik di malang
Pelatihan jurnalistik di malangyusri_khoiri
 
12 competencies your people should possess today
12 competencies your people should possess today12 competencies your people should possess today
12 competencies your people should possess todayAquatix Pharma
 
Surat pemberitahuan ekopar1
Surat pemberitahuan ekopar1Surat pemberitahuan ekopar1
Surat pemberitahuan ekopar1Willy W
 
Ms1 sequence 3 me & my daily activities
Ms1  sequence 3    me & my daily activitiesMs1  sequence 3    me & my daily activities
Ms1 sequence 3 me & my daily activitiesMr Bounab Samir
 
contoh soal kasus uji kompetensi
contoh soal kasus uji kompetensicontoh soal kasus uji kompetensi
contoh soal kasus uji kompetensiNirma Syari Vutry
 

En vedette (9)

Modul lengkap UKJ AJI 2012 2013
Modul lengkap UKJ AJI 2012   2013Modul lengkap UKJ AJI 2012   2013
Modul lengkap UKJ AJI 2012 2013
 
Pelatihan jurnalistik di malang
Pelatihan jurnalistik di malangPelatihan jurnalistik di malang
Pelatihan jurnalistik di malang
 
WARTAWAN
WARTAWANWARTAWAN
WARTAWAN
 
12 competencies your people should possess today
12 competencies your people should possess today12 competencies your people should possess today
12 competencies your people should possess today
 
Surat pemberitahuan ekopar1
Surat pemberitahuan ekopar1Surat pemberitahuan ekopar1
Surat pemberitahuan ekopar1
 
Writing competences
Writing competencesWriting competences
Writing competences
 
Ms1 sequence 3 me & my daily activities
Ms1  sequence 3    me & my daily activitiesMs1  sequence 3    me & my daily activities
Ms1 sequence 3 me & my daily activities
 
Lesson Plan
Lesson Plan Lesson Plan
Lesson Plan
 
contoh soal kasus uji kompetensi
contoh soal kasus uji kompetensicontoh soal kasus uji kompetensi
contoh soal kasus uji kompetensi
 

Similaire à Kompetensi kunci ukj aji

Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...
Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...
Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...Association of Boomerang Indonesia
 
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)budhi mp
 
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsi
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsimateri lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsi
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsidody140963
 
Skkni bidang p_erpustakaan
Skkni bidang p_erpustakaanSkkni bidang p_erpustakaan
Skkni bidang p_erpustakaanMUJIB ASNAWI
 
Isi manajemem
Isi manajememIsi manajemem
Isi manajememagung adi
 
62 manual rekam_medis
62 manual rekam_medis62 manual rekam_medis
62 manual rekam_medisJe Joyo
 
Panduan Editor Jurnal Ilmiah
Panduan Editor Jurnal IlmiahPanduan Editor Jurnal Ilmiah
Panduan Editor Jurnal IlmiahCIkumparan
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetakHarun Surya
 
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4ppghybrid4
 
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdfFikriyaSholihatin1
 
Analisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfAnalisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfOtoNurFaLah1
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of governmentdillaazhar
 

Similaire à Kompetensi kunci ukj aji (20)

Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...
Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...
Model Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunitas Kreativitas Kandank Jurank D...
 
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)
Buku ungu-koreksi-akhir ok (1)
 
Bab 3 etika_profesional
Bab 3 etika_profesionalBab 3 etika_profesional
Bab 3 etika_profesional
 
Kode Etik Bidan
Kode Etik Bidan Kode Etik Bidan
Kode Etik Bidan
 
audit-internal.docx
audit-internal.docxaudit-internal.docx
audit-internal.docx
 
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsi
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsimateri lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsi
materi lapmi muhammadiyah kabupaten dan propinsi
 
Skkni bidang p_erpustakaan
Skkni bidang p_erpustakaanSkkni bidang p_erpustakaan
Skkni bidang p_erpustakaan
 
Isi manajemem
Isi manajememIsi manajemem
Isi manajemem
 
62 manual rekam_medis
62 manual rekam_medis62 manual rekam_medis
62 manual rekam_medis
 
2. modul akuntabel
2. modul akuntabel2. modul akuntabel
2. modul akuntabel
 
Panduan Editor Jurnal Ilmiah
Panduan Editor Jurnal IlmiahPanduan Editor Jurnal Ilmiah
Panduan Editor Jurnal Ilmiah
 
Makalah pkl
Makalah pklMakalah pkl
Makalah pkl
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetak
 
LPJ.pptx
LPJ.pptxLPJ.pptx
LPJ.pptx
 
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
 
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
 
Analisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfAnalisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdf
 
Wawasan nkri3
Wawasan nkri3Wawasan nkri3
Wawasan nkri3
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of government
 
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASIPROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
 

Plus de Asep Saefullah

Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...Asep Saefullah
 
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaIndeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaAsep Saefullah
 
Daftar peserta workshop perempuan
Daftar peserta workshop perempuanDaftar peserta workshop perempuan
Daftar peserta workshop perempuanAsep Saefullah
 
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012Formulir beasiswa banking journalist academy 2012
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012Asep Saefullah
 
Surat Terbuka untuk Panglima TNI
Surat Terbuka untuk Panglima TNISurat Terbuka untuk Panglima TNI
Surat Terbuka untuk Panglima TNIAsep Saefullah
 
Masih bertumpu pada sang pelopor
Masih bertumpu pada sang peloporMasih bertumpu pada sang pelopor
Masih bertumpu pada sang peloporAsep Saefullah
 
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifis
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifisKebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifis
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifisAsep Saefullah
 
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJIRefleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJIAsep Saefullah
 
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompas
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompasSesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompas
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompasAsep Saefullah
 
Sesi 1 seminar aji_2012_enda
Sesi 1 seminar aji_2012_endaSesi 1 seminar aji_2012_enda
Sesi 1 seminar aji_2012_endaAsep Saefullah
 
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverick
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverickSesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverick
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverickAsep Saefullah
 
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraSesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraAsep Saefullah
 
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraSesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraAsep Saefullah
 

Plus de Asep Saefullah (14)

Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
 
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaIndeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
 
Daftar peserta workshop perempuan
Daftar peserta workshop perempuanDaftar peserta workshop perempuan
Daftar peserta workshop perempuan
 
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012Formulir beasiswa banking journalist academy 2012
Formulir beasiswa banking journalist academy 2012
 
Surat Terbuka untuk Panglima TNI
Surat Terbuka untuk Panglima TNISurat Terbuka untuk Panglima TNI
Surat Terbuka untuk Panglima TNI
 
Masih bertumpu pada sang pelopor
Masih bertumpu pada sang peloporMasih bertumpu pada sang pelopor
Masih bertumpu pada sang pelopor
 
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifis
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifisKebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifis
Kebebasan berekspresi panduan bagi jurnalis dan aktifis
 
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJIRefleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
 
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompas
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompasSesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompas
Sesi 2 seminar aji_2012_agung_adi_kompas
 
Sesi 1 seminar aji_2012_enda
Sesi 1 seminar aji_2012_endaSesi 1 seminar aji_2012_enda
Sesi 1 seminar aji_2012_enda
 
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverick
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverickSesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverick
Sesi 1 seminar aji_2012_hanny_maverick
 
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraSesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
 
Sesi 1 akhmad kusaeni
Sesi 1 akhmad kusaeniSesi 1 akhmad kusaeni
Sesi 1 akhmad kusaeni
 
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antaraSesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
Sesi 1 seminar aji_2012_akhmad_kusaeni_antara
 

Dernier

7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRizalAminulloh2
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxRIMA685626
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 

Dernier (20)

Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 

Kompetensi kunci ukj aji

  • 1. UJI KOMPETENSI JURNALIS ALIANSI JURNALIS INDePENDEN UKJ AJI Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Disusun Oleh • Divisi Etik dan Pengembangan Profesi • Biro Pendidikan AJI Indonesia Editor: Willy Pramudya Jakarta, 2012
  • 2. UJI KOMPETENSI JURNALIS ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN UKJ AJI Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Disusun Oleh Divisi Etik dan Pengembangan Profesi Biro Pendidikan AJI Indonesia Editor: Willy Pramudya cover dan layout: J!DSG, www.jabrik.com Diterbitkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Jalan Kembang raya no. 6 Kwitang, senen Jakarta pusat 10420 indonesia e-mail: office@ajiindonesia.org website: www.ajiindonesia.org
  • 3. Kata Pengantar Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen S ejak ditetapkan oleh Dewan Pers sebagai Lembaga Penguji Kompetensi Wartawan melalui SK Nomor 15/ SK-DP/IX/2011, pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2011-2014 langsung memberikan respon positif. Langkah awal yang dilakukan ialah membentuk Biro Pendidikan dan Pelatihan (Biro Diklat) AJI yang beranggotakan para jurnalis senior untuk menelaah dan mengelaborasi modul Uji Kompetensi Wartawan (UKW) versi LPDS. Selanjutnya, Biro Diklat dan Divisi Etik Profesi menggelar seminar, workshop, dan diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk menyusun modul Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) versi AJI yang sesuai dengan visi-misi organisasi. Modul Uji Kompetensi Jurnalis versi AJI dinamai Materi Kompetensi Kunci (MKK) UKJ AJI. Ini merupakan penyempurnaan berbagai modul pengujian wartawan meliputi jurnalisme cetak, online, dan televisi. Setelah ini, modul UKJ AJI akan dilengkapi materi uji jurnalisme radio dan fotografi. Yang utama dari modul UKJ AJI ialah materi ujian etika dan profesionalisme. AJI percaya, Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) bukan sekadar ritual pemberian "sertifikat kompetensi". 3
  • 4. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Melainkan pembuktian kepada publik bahwa anggota AJI adalah jurnalis yang kompeten dalam profesinya. Dengan media yang profesional dan beretika, perjuangan bagi kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis menjadi lebih kuat. Pada April 2012, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) pertama di Wisma Cimanggis yang diikuti 57 anggota AJI secara nasional. Hingga pertengahan Maret 2013, AJI telah menyelenggarakan sembilan kali UKJ di berbagai kota, termasuk dua kali Training of Examiners (ToE). Dari dua event itu dihasilkan 26 penguji UKJ, 29 calon penguji UKJ, dan 175 jurnalis AJI -muda, madya, utama- yang sudah tersertifikasi (Dewan Pers). Dari seluruh penyelenggaraan UKJ, 95 persen anggota AJI dinyatakan kompeten, dua anggota AJI wajib mengikuti ujian perbaikan (remedial), tujuh orang diturunkan tingkatannya, dan satu tidak lulus UKJ AJI. Semua data bisa berubah seiring bertambahnya anggota AJI yang mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) dan Training of Examiner (ToE). Materi Kompetensi Kunci (MKK) UKJ AJI dari waktu ke waktu akan dilengkapi dan disempurnakan mengikuti perkembangan jurnalisme di tanah air dan seluruh dunia. Eko Maryadi 4
  • 5.
  • 7. DAFTAR ISI Penjelasan Aji dan Peraturan Dewan Pers Uji Kompetensi Jurnalis Aji........................................................................................................ 11 Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-Dp/Ii/2010 Tentang Standar Kompetensi Wartawan................................................................................ 15 Bagian 1Pendahuluan................................................................................................................... 17 Bagian II Kompetensi Wartawan.............................................................................................. 29 . Materi Kunci I Rumpun Pengetahuan Umum Jurnalis Sebagai Profesi, P. Hasudungan Sirait.......................................................................... 37 . Pers Dan Perjanalan Nasionalisme Indonesia,Didik Supriyanto......................................... 47 . Sekilas Sejarah Jurnalisme.......................................................................................................... 65 . Pers, Teknologi Media Dan Kehidupan Sosial, Didik Supriyanto......................................... 71 . Komunikasi Massa........................................................................................................................ 81 Hukum Jurnalistik, Arfi Bambani................................................................................................ 85 Materi Kunci Ii Pengetahuan Khusus Teori Jurnalistik Standar Jurnalisme, P. Hasudungan Sirait................................................................................147 Berita, Fakta Dan Fiksi, P. Hasudungan Sirait.........................................................................153 Derajat Kompetensi Narasumber, P. Hasudungan Sirait....................................................165 Gaya Bahasa Jurnalisme, P. Hasudungan Sirait.......................................................................175 Berita Berbobot, P. Hasudungan Sirait.................................................................................... 189
  • 8. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Materi Kunci Iii Praktik Jurnalistik Teknik Wawancara, Satrio Arismunandar................................................................................203 Teknik Dan Mekanisme Peliputan Jurnalistik, Satrio Arismunandar................................217 Penulisan Berita Langsung Berformat Piramida Terbalik, Satrio Arismunandar.............223 Jurnalisme Televisi Bentuk Berita Televisi, Satrio Arismunandar...........................................................................233 Proses Pembuatan Berita Di Stasiun Televisi: Studi Kasus Trans TV, Satrio Arismunandar..................................................................................................................... 241 Materi Kunci Iv Kode Etik Jurnalistik Dan Penegakannya Kode Etik Jurnalistik, Willy Pramudya .................................................................................... 251 Lampiran 1: Kode Etik Aji......................................................................................................... 265 Lampiran 2: Kode Etik Jurnalistik........................................................................................... 271 . Lampiran 3: Pedoman Pemberitaan Media Siber ..............................................................279 Lampiran 4: Pedoman Pelaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran (P3sps) .......285 Menerjemahkan Kode Etik Ke Kode Perilaku, Ati Nurbaiti...............................................287
  • 11. Uji Kompetensi Jurnalis AJI U ji Kompetensi Jurnalis (selanjutnya disingkat UKJ) yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merupakan salah satu agenda yang sejak lama didesakkan oleh banyak anggota AJI untuk menjawab problem profesionalisme dan independensi jurnalis serta penegakan etika jurnalistik. Oleh sebab itu Kongres AJI Tahun 2011 di Makassar memasukkan UKJ sebagai salah satu program nasional yang harus dijalankan oleh pengurus AJI yang terpilih pada Kongres AJI Tahun 2011 di Makassar itu. Dewan Pers yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia sudah menjadikan UKJ dengan nama Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebagai program yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2011. AJI pun memandang UKJ sebagai salah satu cara AJI untuk meningkatkan profesionalisme, terutama ketaatan jurnalis kepada kode etik jurnalistik (KEJ), dan independensi jurnalis anggota AJI. Pada Rapat Kerja Nasional AJI 2012 (Februari, 2012) lahir kesepakatan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun kepengurusan AJI Indonesia (periode 2011-2014) setidaknya separuh dari jumlah anggota AJI telah memiliki sertifikat kompeten. AJI memahami bahwa UKJ bukanlah program eksklusif milik AJI. Beberapa lembaga dan organisasi jurnalis lain yang sudah lolos verifikasi sebagai lembaga penguji juga sudah 11
  • 12. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI memulai terlebih dulu melaksanakan UKW. Karena itu ada beberapa anggota AJI yang telah mengikuti uji kompetensi sehingga mereka telah memliki serttifikat kompeten. Namun karena masih banyak anggota AJI yang belum memiliki sertifikat kompeten AJI merasa perlu menyelenggarakan program UKJ versi AJI yang diharapkan lebih mencerminkan atau sesuai dengan visi dan nilai-nilai perjuangan AJI. Pada April 2012 untuk kali pertama AJI menyelanggarakan UKJ yang pelaksanaannya tetap sesuai dengan standar Dewan Pers. UKJ AJI yang berlangsung di Wisma Hijau Cimanggis, Depok, Jawa Barat itu meruoakan UKJ perdana sekaligus perintisan UKJ versi AJI dengan menggunakan standar AJI setelah AJI berhasil merumuskan standar kompetensi jurnalis (SKJ) yang lebih sesuai dengan ideologi, filosofi dan nilai- nilai perjuangan AJI. Secara ringkas dapat dikatakan ada dua tujuan utama penyelenggaraan UKJ di AJI. Pertama, untuk menyiapkan dan mengantarkan anggota AJI agar memiliki SKJ. Kedua, UKJ dan SKJ AJI menjadi acuan standar jurnalistik yang tinggi sekaligus gayut dengan perkembangan pers. Dari segi materi, UKJ AJI berbeda dengan sistem pendidikan jurnalisme di perguruan tinggi maupun sistem pengujiannya. Pada umumnya pendidikan dan pengujian jurnalisme di perguruan tinggi diorganisasikan pada seputar tiga poros atau jalur perkembangan. Pertama, poros yang mengajarkan norma- norma, nilai-nilai, perangkat, standar, dan praktik jurnalisme; kedua, poros yang menekankan diri pada aspek-aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, hukum dan etika dari praktik jurnalisme, baik di dalam negeri maupun luar negeri; dan ketiga, poros yang terdiri dari pengetahuan umum dan tantangan- tantangan intelektual dalam dunia jurnalisme. [Lihat Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Jurnalisme (Versi Asli: Model Curricula for Journalisme Education oleh Uniesco, 2007)]. 12
  • 13. Sementara UKJ AJI, sesuai dengan tujuannya terorganisasikan pada empat poros utama, yakni Pengetahuan Umum; Jurnalisme; Praktik Jurnalistik; dan keempat, Pendalaman Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Rumpun atau poros Pengetahuan Umum berisi materi kunci yang berkaitan dengan Profesionalisme, Komunikasi Massa, Pers Nasional dan Media Global, Hukum Pers. Rumpun Jurnalisme atau Teori Jurnalistik adalah materi kunci yang berkaitan dengan Prinsip-prinsip Jurnalistik,; Unsur Berita, Nilai Berita, dan Jenis Berita; Bahasa Jurnalistik; Fakta dan Opini; Narasumber; dan Kode Etik Jurnalistik. Sedang Rumpu Praktik Jurnalistik ialah materi kunci yang berkaitan dengan Teknik Melakukan Wawancara, Menjalani Peliputan, Menyusun Berita, Menyunting Berita, Merancang Materi dan Desain, Mengelola Manajemen Redaksi, Menetapkan Kebijakan Redaksi, dan Menggunakan Peralatan Teknologi Informasi. Rumpun Pendalaman KEJ, adalah materi kunci yang berkiatan dengan pemetaan dan penyikapan problem etik serta perincian Kode Etik ke Kode Perilaku. Dari segi metodologi, UKJ AJI menggunakan metode eklektik atau gabungan beberapa metode. Metode ini dipilih atas dasar asumsi bahwa tidak ada metode yang ideal karena tiap-tiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan. Secara ringkas metode eklektik yang dimaksudkan di sini ialah metode yang menggabungkan metode penugasan antara lain menulis artikel atau esai sebelum mengikuti ujian tertutup, (menjawab pertanyaan secara) tertulis, (tanya jawab secara) lisan, praktik dan simulasi, serta diskusi. Dari segi pelaksanaanannya, UKJ AJI berlangsung selama dua hari penuh dari pagi hingga malam atau dua setengah hari. Setiap pelaksanaan UKJ selalu diawali dengan sosialisasi konsep, metodologi dan pelaksanaan ujian. Peserta juga akan 13
  • 14. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI diajak mendalami semua materi kunci yang akan diujikan, Materi-materi itu mulai dari yang termasuk dalam Rumpun Pengetahuan Umum hingga Rumpun Etika Jurnalistik. Oleh sebab itu sebelum memasuki sesi ujian pokok, peserta UKJ AJI diwajibkan mengikuti sesi pendalaman tersebut bersama narasumber yang dipandang berkompeten. Da;am kaitan ini ada catatan yang perlu memperoleh perhatian, karena para anggota AJI berada dalam jenjang/ tingkatan yang berbeda-beda karena masa kerja dan posisi yang bebreda-beda pula, maka UKJ AJI diberikan berdasarkan jenjang, yakni mulai dari jenjang senior hingga jenjang yunior. Namun pelaksanaanya dilakukan secara serentak dalam satu satuan penyelenggaraan. Dari sisi penguji, setiap penyelenggaraan UKJ akan melibatkan satu tim penguji bernama Tim Penguji AJI Indonesia. Penguji pada UKJ AJI adalah jurnalis senior anggota AJI yang telah mengikuti pelatihan penguji yang diselenggarakan oleh AJI Indonesia melalui program Training of Examiner (TOE). Pada umumnya , selama UKJ berlangsung seorang penguji hanya memiliki kemampuan menguji maksimal enam peserta UKJ. Oleh sebab itu, jumlah anggota tim penguji pada suatu UKJ terganuing pada jumlah peserta. Untuk saat ini, penyelenggaraan UKJ AJI diprioritaskan bagi jurnalis anggota AJI. Namun untuk selanjutnya AJI tidak menutup peluang bagi jurnalis non-AJI yang ingin mengikuti UKJ AJI dengan syarat bersedia memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku maupun kultur yang hidup di lingkungan AJI. Willy Pramudya K oordinator Divisi Etik dan Pengambangan Profesi AJI Indonesia 14
  • 15. PERATURAN DEWAN PERS Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 Tentang STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN Menimbang: a. Bahwa diperlukan standar untuk dapat menilai profesionalitas wartawan; b. ahwa belum terdapat standar kompetensi wartawan yang B dapat digunakan oleh masyarakat pers; c. Bahwa hasil rumusan Hari Pers Nasional tahun 2007 antara lain mendesak agar Dewan Pers segera memfasilitas perumusan standar kompetensi wartawan; d. Bahwa demi kelancaran tugas dan fungsi Dewan Pers dan untuk memenuhi permintaan perusahaan pers, organisasi wartawan dan masyarakat pers maka Dewan Pers mengeluarkan Peraturan tentang Standar Kompetensi Wartawan. Mengingat: 1. asal 15 ayat (2) huruf F Undang-Undang Nomor 40 Tahun P 1999 tentang Pers; 2. Keputusan Presiden Nomor 7/M Tahun 2007 tanggal 9 Februari 2007, tentang Keanggotaan Dewan Pers periode tahun 2006 – 2009; 3. eraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/III/2008 P 15
  • 16. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers; 4. eraturan Dewan Pers Nomor 7/Peraturan-DP/III/2008 P tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 04/SK-DP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan; 5. ertemuan pengesahan Standar Kompetensi Wartawan yang P dihadiri oleh organisasi pers, perusahaan pers organisasi wartawan, dan masyarakat pers serta Dewan Pers pada hari Selasa, 26 Januari 2010, di Jakarta; 6. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa tanggal 2 Februari 2010 di Jakarta. MEMUTUSKAN Menetapkan: Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan. Pertama: Mengesahkan Standar Kompetensi Wartawan sebagaimana terlampir. Kedua: Peraturan Dewan Pers ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 2 Februari 2010 Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA 16
  • 17. BAGIAN I PENDAHULUAN a. UMUM Menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara. Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi wartawan. Pekerjaan wartawan sendiri sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan adalah bidan sejarah, pengawal kebenaran dan keadilan, pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat, musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politisi busuk. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya wartawan harus memiliki standar kompentensi yang memadai dan disepakati oleh masyarakat pers. Standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas wartawan. Standar kompetensi wartawan (SKW) diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Standar ini juga untuk menjaga kehormatan pekerjaan wartawan dan bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan. Kompetensi wartawan pertama-pertama berkaitan dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan umum. Di dalam kompetensi wartawan melekat pemahaman tentang pentingnya kemerdekaan berkomunikasi, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. 17
  • 18. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Kompetensi wartawan meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, konsepsi berita, penyusunan dan penyuntingan berita, serta bahasa. Dalam hal yang terakhir ini juga menyangkut kemahiran melakukannya, seperti juga kemampuan yang bersifat teknis sebagai wartawan profesional, yaitu mencari, memperoleh, menyimpan, memiliki, mengolah, serta membuat dan menyiarkan berita. Untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi ini b. PENGERTIAN Standar adalah patokan baku yang menjadi pegangan ukuran dan dasar. Standar juga berarti model bagi karakter unggulan. Kompetensi adalah kemampuan tertentu yang meng­ gambarkan tingkatan khusus menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran lainnya. Kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan un­ tuk me­ ahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalis­ m 18
  • 19. tik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan (memutuskan) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi wartawan adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas kewartawanan. c.TUJUAN STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN 1. Meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan. 2. Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers. 3. Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepen­ tingan publik. 4. Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual. 5. Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan. 6. Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers. D. MODEL DAN KATEGORI KOMPETENSI Dalam rumusan kompetensi wartawan ini digunakan model dan kategori kompetensi, yaitu: 1. Kesadaran (awareness): mencakup kesadaran tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, serta pentingnya jejaring dan lobi. 2. Pengetahuan (knowledge): mencakup teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus. 19
  • 20. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI 3. Keterampilan (skills): mencakup kegiatan 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi), serta melakukan riset/ investigasi, analisis/prediksi, serta menggunakan alat dan teknologi informasi. Kompetensi wartawan yang dirumuskan ini merupakan hal-hal mendasar yang harus dipahami, dimiliki, dan dikuasai oleh seorang wartawan. Kompetensi wartawan Indonesia yang dibutuhkan saat ini adalah sebagai berikut: 1. Kesadaran (awareness) Dalam melaksanakan pekerjaannya wartawan dituntut menyadari norma-norma etika dan ketentuan hukum. Garis besar kompetensi kesadaran wartawan yang diperlukan bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme wartawan adalah: 1.1. Kesadaran Etika dan Hukum Kesadaran akan etika sangat penting dalam profesi kewartawanan, sehingga setiap langkah wartawan, termasuk dalam mengambil keputusan untuk menulis atau menyiarkan masalah atau peristiwa, akan selalu dilandasi pertimbangan yang matang. Kesadaran etika juga akan memudahkan wartawan dalam mengetahui dan menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan seperti melakukan plagiat atau menerima imbalan. Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam menentukan kelayakan berita atau menjaga kerahasiaan sumber. 20
  • 21. Kurangnya kesadaran pada etika dapat berakibat serius berupa ketiadaan petunjuk moral, sesuatu yang dengan tegas mengarahkan dan memandu pada nilai- nilai dan prinsip yang harus dipegang. Kekurangan kesadaran juga dapat menyebabkan wartawan gagal dalam melaksanakan fungsinya. Wartawan yang menyiarkan informasi tanpa arah berarti gagal menjalankan perannya untuk menyebarkan kebenaran suatu masalah dan peristiwa. Tanpa kemampuan menerapkan etika, wartawan rentan terhadap kesalahan dan dapat memunculkan persoalan yang berakibat tersiarnya informasi yang tidak akurat dan bias, menyentuh privasi, atau tidak menghargai sumber berita. Pada akhirnya hal itu menyebabkan kerja jurnalistik yang buruk. Untuk menghindari hal - hal di atas wartawan wajib: a. Memiliki integritas, tegas dalam prinsip, dan kuat dalam nilai. Dalam melaksanakan misinya wartawan harus beretika, memiliki tekad untuk berpegang pada standar jurnalistik yang tinggi, dan memiliki tanggung jawab. b. Melayani kepentingan publik, mengingatkan yang berkuasa agar bertanggung jawab, dan menyuarakan yang tak bersuara agar didengar pendapatnya. c. Berani dalam keyakinan, independen, mempertanyakan otoritas, dan menghargai perbedaan. Wartawan harus terus meningkatkan kompetensi etikanya, karena wartawan yang terus melakukan hal itu akan lebih siap dalam menghadapi situasi yang pelik. 21
  • 22. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Untuk meningkatkan kompetensi etika, wartawan perlu mendalami Kode Etik Jurnalistik dan kode etik organisasi wartawan masing-masing. Sebagai pelengkap pemahaman etika, wartawan dituntut untuk memahami dan sadar ketentuan hukum yang terkait dengan kerja jurnalistik. Pemahaman tentang hal ini pun perlu terus ditingkatkan. Wartawan wajib menyerap dan memahami Undang-Undang Pers, menjaga kehormatan, dan melindungi hak-haknya. Wartawan juga perlu tahu hal-hal mengenai peng­ hinaan, pelanggaran terhadap privasi, dan ber­ agai b ketentuan dengan narasumber (seperti off the record, sumber-sumber yang tak mau disebut nama­ ya/ n confidential sources). Kompetensi hukum menuntut penghargaan pada hukum, batas-batas hukum, dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk memenuhi kepentingan publik dan menjaga demokrasi. 1.2. Kepekaan Jurnalistik Kepekaan jurnalistik adalah naluri dan sikap diri wartawan dalam memahami, menangkap, dan mengungkap informasi tertentu yang bisa dikembangkan menjadi suatu karya jurnalistik. 1.3. Jejaring dan Lobi Wartawan yang dalam tugasnya mengemban kebebasan pers sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat harus sadar, kenal, dan memerlukan jejaring dan lobi yang seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya, sebagai 22
  • 23. sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, terkini, dan komprehensif serta mendukung pelaksanaan profesi wartawan. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan: a. Membangun jejaring dengan narasumber; b. Membina relasi; c. Memanfaatkan akses; d. Menambah dan memperbarui basis data relasi; e. Menjaga sikap profesional dan integritas sebagai wartawan. 2. Pengetahuan (knowledge) Wartawan dituntut untuk memiliki teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, serta pengetahuan khusus. Wartawan juga perlu mengetahui berbagai perkembangan informasi mutakhir bidangnya. 2.1. Pengetahuan Umum Pengetahuan umum mencakup pengetahuan umum dasar tentang berbagai masalah seperti sosial, budaya, politik, hukum, sejarah, dan ekonomi. Wartawan dituntut untuk terus menambah pengetahuan agar mampu mengikuti dinamika sosial dan kemudian menyajikan informasi yang bermanfaat bagi khalayak. 2.2. Pengetahuan Khusus Pengetahuan khusus mencakup pengetahuan yang berkaitan dengan bidang liputan. Pengetahuan ini diperlukan agar liputan dan karya jurnalistik spesifik seorang wartawan lebih bermutu. 23
  • 24. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI 2.3. Pengetahuan Teori dan Prinsip jurnalistik Pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik mencakup pengetahuan tentang teori dan prinsip jurnalistik dan komunikasi. Memahami teori jurnalistik dan komunikasi penting bagi wartawan dalam menjalankan profesinya. 3. Keterampilan (skills) Wartawan mutlak menguasai keterampilan jurnalistik seperti teknik menulis, teknik mewawancara, dan teknik menyunting. Selain itu, wartawan juga harus mampu melakukan riset, investigasi, analisis, dan penentuan arah pemberitaan serta terampil menggunakan alat kerjanya termasuk teknologi informasi. 3.1. Keterampilan Peliputan (Enam M) Keterampilan peliputan mencakup keterampilan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Format dan gaya peliputan terkait dengan medium dan khalayaknya. 3.2. Keterampilan Menggunakan Alat dan Teknologi Informasi Keterampilan menggunakan alat mencakup kete­ am­ r pilan menggunakan semua peralatan termasuk teknologi informasi yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya. 3.3. Keterampilan Riset dan Investigasi Keterampilan riset dan investigasi mencakup kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi dan data yang tersedia; serta keterampilan melacak dan memverifikasi informasi dari berbagai sumber. 24
  • 25. 3.4. Keterampilan Analisis dan Arah Pemberitaan Keterampilan analisis dan penentuan arah pemberitaan mencakup kemampuan mengumpulkan, membaca, dan menyaring fakta dan data kemudian mencari hubungan berbagai fakta dan data tersebut. Pada akhirnya wartawan dapat memberikan penilaian atau arah perkembangan dari suatu berita. E. KOMPETENSI KUNCI Kompetensi kunci merupakan kemampuan yang harus dimiliki wartawan untuk mencapai kinerja yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi tertentu. Kompetensi kunci terdiri dari 11 (sebelas) kategori kemampuan, yaitu: 1. Memahami dan menaati etika jurnalistik; 2. Mengidentifikasi masalah terkait yang memiliki nilai berita; 3. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi; 4. Menguasai bahasa; 5. Mengumpulkan dan menganalisis informasi (fakta dan data) dan informasi bahan berita; 6. Menyajikan berita; 7. Menyunting berita; 8. Merancang rubrik atau kanal halaman pemberitaan dan atau slot program pemberitaan; 9. Manajemen redaksi; 10. Menentukan kebijakan dan arah pemberitaan; 11. Menggunakan peralatan teknologi pemberitaan; 25
  • 26. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI f. LEMBAGA PENGUJI KOMPETENSI Lembaga yang dapat melaksanakan uji kompetensi wartawan adalah: 1. Perguruan tinggi yang memiliki program studi komunikasi/jurnalistik, 2. Lembaga pendidikan kewartawanan, 3. Perusahaan pers, dan 4. Organisasi wartawan. Lembaga tersebut harus memenuhi kriteria Dewan Pers. g. UJIAN KOMPETENSI 1. Peserta yang dapat menjalani uji kompetensi adalah wartawan. 2. Wartawan yang belum berhasil dalam uji kompetensi dapat mengulang pada kesempatan ujian berikutnya di lembaga-lembaga penguji kompetensi. 3. Sengketa antarlembaga penguji atas hasil uji kompetensi wartawan, diselesaikan dan diputuskan oleh Dewan Pers. 4. Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan muda sekurang-kurangnya tiga tahun, yang bersangkutan berhak mengikuti uji kompetensi wartawan madya. 5. Setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan madya sekurang-kurangnya dua tahun, yang bersangkutan berhak mengikuti uji kompetensi wartawan utama. 6. Sertifikat kompetensi berlaku sepanjang pemegang sertifikat tetap menjalankan tugas jurnalistik. 7. Wartawan pemegang sertifikat kompetensi yang tidak 26
  • 27. menjalankan tugas jurnalistik minimal selama dua tahun berturut-turut, jika akan kembali menjalankan tugas jurnalistik, diakui berada di jenjang kompetensi terakhir. 8. Hasil uji kompetensi ialah kompeten atau belum kompeten. 9. Perangkat uji kompetensi terdapat di Bagian III Standar Kompetensi Wartawan ini dan wajib digunakan oleh lembaga penguji saat melakukan uji kompetensi terhadap wartawan. 10. Soal ujian kompetensi disiapkan oleh lembaga penguji dengan mengacu ke perangkat uji kompetensi. 11. Wartawan dinilai kompeten jika memperoleh hasil minimal 70 dari skala penilaian 10 – 100. h. LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI Lembaga penguji menentukan kelulusan wartawan dalam uji kompetensi dan Dewan Pers mengesahkan kelulusan uji kompetensi tersebut. i. PEMIMPIN REDAKSI Pemimpin redaksi menempati posisi strategis dalam perusahaan pers dan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat profesionalitas pers. Oleh karena itu, pemimpin redaksi haruslah yang telah berada dalam jenjang kompetensi wartawan utama dan memiliki pengalaman yang memadai. Kendati demikian, tidak boleh ada ketentuan yang bersifat diskriminatif dan melawan pertumbuhan alamiah yang menghalangi seseorang menjadi pemimpin redaksi. Wartawan yang dapat menjadi pemimpin redaksi ialah 27
  • 28. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI mereka yang telah memiliki kompetensi wartawan utama dan pengalaman kerja sebagai wartawan minimal 5 (lima) tahun. j. PENANGGUNG JAWAB Sesuai dengan UU Pers, yang dimaksud dengan penanggung jawab adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Dalam posisi itu penanggung jawab dianggap bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses dan hasil produksi serta konsekuensi hukum perusahaannya. Oleh karena itu, penanggung jawab harus memiliki pengalaman dan kompetensi wartawan setara pemimpin redaksi. k.TOKOH PERS Tokoh-tokoh pers nasional yang reputasi dan karyanya sudah diakui oleh masyarakat pers dan telah berusia 50 tahun saat standar kompetensi wartawan ini diberlakukan dapat ditetapkan telah memiliki kompetensi wartawan. Penetapan ini dilakukan oleh Dewan Pers. l. LAIN-LAIN Selambat-lambatnya dua tahun sejak diberlakukannya Standar Kompetensi Wartawan ini, perusahaan pers dan organisasi wartawan yang telah dinyatakan lulus verifikasi oleh Dewan Pers sebagai lembaga penguji Standar Kompetensi Wartawan harus menentukan jenjang kompetensi para wartawan di perusahaan atau organisasinya. Perubahan Standar Kompetensi Wartawan dilakukan oleh masyarakat pers dan difasilitasi oleh Dewan Pers. 28
  • 29. Bagian II KOMPETENSI WARTAWAN a. ELEMEN KOMPETENSI Elemen Kompetensi adalah bagian kecil unit kompetensi yang mengidentifikasikan aktivitas yang harus dikerjakan untuk mencapai unit kompetensi tersebut. Kandungan elemen kompetensi pada setiap unit kompetensi mencerminkan unsur pencarian, perolehan, pemilikan, penyimpanan, pengolahan, dan penyampaian. Elemen kompetensi wartawan terdiri dari: 1. Kompetensi umum, yakni kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh semua orang yang bekerja sebagai wartawan. 2. Kompetensi inti, yakni kompetensi yang dibutuhkan wartawan dalam melaksanakan tugas-tugas umum jurnalistik. 3. Kompetensi khusus, yakni kompetensi yang dibutuhkan wartawan dalam melaksanakan tugas- tugas khusus jurnalistik. b. KUALIFIKASI KOMPETENSI WARTAWAN Kualifikasi kompetensi kerja wartawan dalam kerangka kualifikasi nasional Indonesia dikategorikan dalam kualifikasi I, II, III. Dengan demikian, jenjang kualifikasi kompetensi kerja wartawan dari yang terendah sampai dengan tertinggi 29
  • 30. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI ditetapkan sebagai berikut: 1. Kualifikasi I untuk Sertifikat Wartawan Muda. 2. Kualifikasi II untuk Sertifikat Wartawan Madya. 3. Kualifikasi III untuk Sertifikat Wartawan Utama. C. JENJANG KOMPETENSI WARTAWAN 1. Jenjang Kompetensi Wartawan Muda 2. Jenjang Kompetensi Wartawan Madya 3. Jenjang Kompetensi Wartawan Utama Masing-masing jenjang dituntut memiliki kompetensi kunci terdiri atas: 1. Kompetensi Wartawan Muda: melakukan kegiatan. 2. Kompetensi Wartawan Madya: mengelola kegiatan. 3. Kompetensi Wartawan Utama: mengevaluasi dan memodifikasi proses kegiatan. d. ELEMEN UNJUK KERJA Elemen unjuk kerja merupakan bentuk pernyataan yang menggambarkan proses kerja pada setiap elemen kompetensi. Elemen kompetensi disertai dengan kriteria unjuk kerja harus mencerminkan aktivitas aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. 1.1. Elemen Kompetensi Wartawan Muda a. Mengusulkan dan merencanakan liputan. b. Menerima dan melaksanakan penugasan. c. Mencari bahan liputan, termasuk informasi dan 30
  • 31. referensi d. Melaksanakan wawancara. e. Mengolah hasil liputan dan menghasilkan karya jurnalistik. f. Mendokumentasikan hasil liputan dan membangun basis data pribadi. g. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi. 1.2. Elemen Kompetensi Wartawan Madya a. Menyunting karya jurnalistik wartawan. b. Mengompilasi bahan liputan menjadi karya jurnalistik. c. Memublikasikan berita layak siar. d. Memanfaatkan sarana kerja berteknologi informasi. e. Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan liputan berkedalaman (indepth reporting). f. Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan liputan investigasi (investigative reporting). g. Menyusun peta berita untuk mengarahkan kebijakan redaksi di bidangnya. h. Melakukan evaluasi pemberitaan di bidangnya. i. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi. j. Memiliki jiwa kepemimpinan. 1.3. Elemen Kompetensi Wartawan Utama a. Menyunting karya jurnalistik wartawan. b. Mengompilasi bahan liputan menjadi karya jurnalistik. 31
  • 32. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI c. Memublikasikan berita layak siar. d. Memanfaatkan sarana kerja berteknologi informasi. e. Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan liputan berkedalaman (indepth reporting). f. Merencanakan, mengoordinasikan dan melakukan liputan investigasi (investigative reporting). g. Menyusun peta berita untuk mengarahkan kebijakan redaksi. h. Melakukan evaluasi pemberitaan. i. Memiliki kemahiran manajerial redaksi. j. Mengevaluasi seluruh kegiatan pemberitaan. k. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi. l. Berpandangan jauh ke depan/visioner. m. Memiliki jiwa kepemimpinan. e.TINGKATAN KOMPETENSI KUNCI Rincian tingkatan kemampuan pada setiap kategori kemampuan digunakan sebagai basis perhitungan nilai untuk setiap kategori kompetensi kunci. Hal itu digunakan dalam menetapkan tingkat/derajat kesulitan untuk mencapai unit kompetensi tertentu. 32
  • 33. MATERI DAN METODE UJI KOMPETENSI JURNALISTIK ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN No. Materi Tujuan A. PENGETAHUAN UMUM 01. Profesional- • Menguji pengetahuan tentang profesionalisme. isme • Menguji pemahaman tentang peran dan fungsi jurnalis. • Menguji pemahaman tentang masalah dan tantangan profesi. 02. Komunikasi • Menguji pengetahuan tentang komunikasi massa. Massa • Menguji pengetahuan tentang posisi dan fungsi media massa. • Menguji pengetahuan tentang pengaruh teknologi informasi terhadap komunikasi massa. 03. Pers Nasional • Menguji pengetahuan ttg sejarah pers nasional dan global. dan Media • Menguji pemahaman ttg masalah dan tantangan pers Global nasional. 04. Hukum Pers • Menguji pengetahuan ttg dasar-dasar hukum pers nasional. • Menguji pemahaman ttg permasalahan pengaturan pers. B. TEORI JURNALISTIK 05. Prinsip-prinsip • Menguji pengetahuan ttg prinsip-prinsip kerja jurnalistik. Jurnalistik • Menguji pehamanan ttg konsekuensi atas berlakunya prinsip-prinsip kerja jurnalistik. • Menguji pemahaman ttg hubungan prinsip kerja jurnalistik dg kode etik. 06. Unsur Berita, • Menguji pemahaman ttg unsur berita, nilai berita dan Nilai Berita, jenis berita. Jenis Berita • Menguji ketrampilan penggunaan nilai berita dan jenis berita dlm meliput dan menyusun berita. • Menguji kemampuan pengembangan berita berdasar nilai berita dan jenis berita. 07. Bahasa • Menguji pengetahuan ttg kaidah-kaidah bahasa Indonesia Jurnalistik yg baik dan benar. • Menguji pemahaman ttg kaidah-kaidah bahasa jurnalistik. 08. Fakta dan • Menguji pengetahuan ttg pengertian dan perbedaan Opini antara fakta dan opini. • Menguji pemahaman ttg realitas sosialogis dan realitas psikolois. • Menguji pemahaman ttg hubungan fakta dan opini dlm menyusun berita. • Menguji pemahaman ttg opini redaksi dlm mengarahkan agenda publik. 33
  • 34. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI No. Materi Tujuan 09. Narasumber • Menguji pengetahuan ttg kompetensi narasumber. • Menguji pemahaman ttg menjaga hubungan dg narasumber. • Menguji pemahaman membangun jejaring dan lobi. 10. Kode Etik • Menguji pengetahuan ttg materi kode etik. Jurnalistik • Menguji pemahaman ttg praktek kode etik. • Menguji pemahaman ttg posisi dan fungsi lembaga ombudman dan dewan pers. C. PRAKTEK JURNALISTIK 11. Melakukan • Menguji kemampuan mempersiapkan materi wawancara. Wawancara • Menguji kemampuan berbagai bentuk wawancara. 12. Menjalankan • Menguji kemampun mempersiapkan materi liputan. Liputan • Menguji kemampuan mengumpulkan informasi berupa fakta dan data. 13. Menyusun • Menguji kemampuan dlm membuat jenis-jenis berita dan Berita tulisan. 14. Menyunting • Menguji kemampuan menyunting berita. Berita 15. Merancang • Menguji kemampuan dlm merancang materi dan desain Materi dan media utk target audiens ttt. Desain 16. Mengelola • Menguji kemampuan dlm mengelola redaksi. Manajemen Redaksi 17. Menetapkan • Menguji kemampuan dlm menentukan kebijakan redaksi Kebijakan dan arah pemberitaan. Redaksi 18. Menggunakan • Menguji kemampuan penggunaan peralatan teknologi Peralatan informasi pemberitaan. Teknologi Informasi D. PENDALAMAN KODE ETIK JURNALISTIK 19. Pemetaan dan • Menguji kemampuan dlm memetakan permasalahan Penyikapan penerapan kode etik. Problem Etik • Menguji kemampuan dlm menyikapi permasalahan penerapan kode etik. 20. Perincian • Menguji kemampuan dlm menyederha nakan masalah Kode Etik ke penerapan kode etik. Kode Perilaku • Menguji kemampuan dalam menerjemah kan kode etik ke dalam kode perilaku. 34
  • 35. Materi Kunci I RUMPUN PENGETAHUAN UMUM • Jurnalis sebagai Profesi • Pers dan Perjanalan Nasionalisme Indonesia • Pers,Teknologi Media dan Kehidupan Sosial • Komunikasi Massa • Hukum Jurnalistik dan UU Pers 35
  • 37. Jurnalis sebagai Profesi Oleh P. Hasudungan Sirait J urnalis/wartawan/pewarta adalah sebuah profesi seperti halnya dokter, pilot, akuntan, apoteker, dosen, hakim, jaksa, pengacara, atau notaris. Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan profesi? Apa bedanya dengan pekerja lain, katakanlah pengamen, tukang tambal ban, atau kondektur bus kota? Bukankah semua itu sama-sama pekerjaan? Orang awam sering menyamakan begitu saja pengertian pekerjaan dengan profesi. Jurnalis pun masih banyak yang seperti itu. Mereka keliru, tentu. Bahwa profesi adalah pekerjaan, itu jelas. Tapi ada bedanya? Ada kualifikasi yang harus dipenuhi agar suatu bidang pekerjaan bisa dikategorikan sebagai profesi dan pelakunya disebut profesional. Pekerjaan Profesi Sopir Arsitek Tukang pijat Pilot Tukang ojek Akuntan Bakul jamu Guru-dosen Pemulung Pengacara Pengamen Geolog Tukang tambal ban Dokter Pekerja seks komersil (PSK) Disainer grafis Pembantu rumah tangga Arkeolog Calo Planolog Pengemis Tentara Montir Astronom 37
  • 38. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Lihatlah tabel di atas. Apa yang membedakan antara lajur kiri dan kanan? Ada yang mengatakan yang di lajur kanan berketrampilan. Memang benar. Tapi apakah yang di lajur kiri tidak demikian? Tukang pijat atau pembantu rumah tangga, contohnya; tak usah menyebut PSK. Bukankah banyak dari mereka yang terampil betul menjalankan pekerjaannya? Sebaliknya, bukankah dokter atau pengacara ada juga yang tak becus melakoni bidangnya? Terang, ketrampilan tak bisa kita jadikan pembeda. Kalau begitu, apa? ‘Profesi’ dan ‘profesional’ merupakan dua kata yang sangat bertaut. Yang satu kata benda, yang satu lagi kata sifat. Mereka yang berada di jalur sebuah profesi dan memenuhi kualifikasi bidangnya itulah yang disebut profesional. Memang sering juga kata ‘profesional’ dimaknai lebih luas. Yaitu mereka yang menghidupi atau menafkahi diri dengan menggeluti dunia tersebut sepenuhnya. Penyanyi, pemusik, aktor, pemain sepakbola, petinju, atau pegolf profesional, misalnya. Atribut ini dipakai untuk membedakan mereka dari sejawatnya yang amatir; maksudnya: melakoni pekerjaan itu bukan sebagai jalan hidup. Kata lainnya, sambilan belaka. Supaya bisa disebut profesional seseorang harus memenuhi standar kompetensi bidangnya selain berfokus di sana. Mari kita telaah apa sesungguhnya yang dimaksud dengan profesi dan profesional itu. Kualifikasi Ada sejumlah syarat agar sebuah pekerjaan merupakan profesi dan pelakonnya dikatakan profesional. Ini berlaku universal. Berikut paparannya. 38
  • 39. Pendidikan khusus Mereka yang bergelut di bidang tersebut telah menjalani pendidikan khusus. Sekolah akuntansi, perawat, kebidanan, geologi, pertambangan, kepolisian, penerbangan, pelayaran, kepengacaraan, kehakiman, atau grafis, misalnya. Jenjang pendidikan ini macam-macam. Tapi kalau menggunakan ukuran yang berlaku di negeri kita sekarang minimal D-3. Strata Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)—sekolah ini naik daun setelah sebuah SMK di Solo berhasil membuat mobil— belum cukup. Bisa juga merupakan kursus singkat tapi pesertanya paling tidak telah berijazah D-3. Peserta kursus calon pengacara, umpanya, harus lulusan program S-1. Tukang pijat atau montir, misalnya, sebagian pernah mengikuti pendidikan juga. Kursus, tepatnya. Bagaimana predikat mereka ini—tidakkah sama? Tetap saja tidak, sebab syarat berikut tidak semuanya mereka penuhi. Ketrampilan khusus Setelah mengikuti pendidikan khusus dengan sendirinya peserta memperoleh ketrampilan khusus. Yang dimaksud dengan ketrampilan adalah kecakapan yang merupakan perpaduan antara wawasan dengan kemampuan praktik. Seorang lulusan kursus pengacara misalnya akan memiliki ketrampilan seorang pengacara. Antara lain kepiawaian beracara di pengadilan, mendampingi klien, menyusun pembelaan (pledoi), atau menyiapkan jawaban (replik). Atau, seorang yang telah lulus dari fakultas kedokteran dan telah bergelar dokter akan mempunyai ketrampilan menangani pasien yang penyakitnya yang tidak spesifik. Selesma, sakit perut, muntaber, demam berdarah, radang tenggorokan, luka bakar, atau kadas-panu, umpamanya 39
  • 40. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Standar kompetensi Ketrampilan tadi terukur. Artinya tingkat penguasaan ketrampilan itu definitif, tidak tergantung situasai [baca: tempat dan waktu]. Ketrampilan biasanya dibagi menjadi kecakapan standar (baku) dan tambahan. Yang harus dikuasai paling tidak yang baku. Di mana pun seorang pilot akan bisa menerbangkan pesawat yang telah dikenalnya dengan baik. Akuntan pun demikian: ia akan bisa memeriksa keuangan sebuah perusahaan atau lembaga apa pun dan di mana pun asal pembukuan tersebut standar. Seyogyanya seorang jurnalis pun demikian. Ia akan bisa menjalankan news gathering, news writing, dan news reporting kapan saja dan di mana saja. Organisasi Memiliki pendidikan khusus, ketrampilan khusus, serta standar kompetensi saja belum cukup. Seseorang harus menjadi bagian dari sebuah organisasi profesi supaya disebut profesional. Pasalnya, organisasilah yang akan menguji secara berkala kemampuan profesional tersebut menentukan jenjang, serta yang menjadi regulator mereka. Bila ada persoalan terkait dengan profesi—misalnya dugaan malpraktik—organisasilah yang menjadi otoritas yang memeriksa serta memutus perkaranya—dalam hal ini majelis kode etik. Di Indonesia, organisasi profesi ada yang tunggal dan ada yang jamak. Dokter, misalnya, hanya berwadah satu yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI); akuntan pun demikian, hanya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sedangkan pengacara organisasinya beberapa termasuk Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), dan Serikat Pengcara Indonesia (SPI). Organisasi wartawan juga majemuk. Ada AJI, PWI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto, dan banyak lagi. 40
  • 41. Kode etik Setiap anggota organisasi profesi harus menjujung tinggi kode etiknya. Isi kode etik sebuah profesi pada dasarnya sama, kendati lembaganya macam-macam. Kode etik berfungsi sebagai rambu pengaman bagi anggota profesi baik ketika berhubungan dengan sejawat maupun dengan pihak luar. Ibarat rel, di sepanjang lintasan itulah kereta api wartawan lalu-lalang. Selama taat kode etik, mereka tak perlu khawatir bertabrakan dengan kendaraan baik yang sejenis maupun yang berbeda. Artinya, tak usah mencemaskan munculnya gugatan dari pihak mana pun terkait dengan pemberitaan. Kalaupun diperkarakan, mereka bisa membela diri dengan menggunakan bukti-bukti karya profesionalnya. Kualifikasi tinggi Supaya gambaran tentang syarat profesi ini jelas mari kita lihat potret tiga profesi di negeri kita ini yaitu dokter, pilot, dan pengacara. Kita mulai dari dokter. Bagaimana prosesnya untuk menjadi seorang dokter di Indonesia? Panjang tahapannya; barangkali malah yang terpanjang. Awalnya seseorang masuk fakultas kedokteran (FK) lewat seleksi yang ketat. Standar lulusnya (passing grade) merupakan yang tertinggi, sama dengan jurusan favorit di bidang teknik. Sejak zaman baheula, hanya orang-orang pintarlah yang diterima di FK UI, UGM, Airlangga, Trisakti, Udayana, USU, dan perguruan tinggi top lainnya. Sampai sekarang pun—termasuk setelah perguruan tinggi menjadi badan usaha yang serba komersil—masih demikian adanya. Sesudah mengikuti kuliah strata-1 sekitar 3,5 tahun sang mahasiswa pun pun menjadi sarjana kedokteran (S. Ked). Untuk menjadi dokter, ia wajib mengikuti pendidikan profesi 41
  • 42. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI sekitar 1,5 tahun. Dengan sebutan dokter muda, ia harus magang sebagai co-assistant (koass) di rumah sakit. Setelah dilantik menjadi dokter, dia disyaratkan mengikuti ujian kompetensi kedokteran (ketentuan ini berlaku sejak 2007). Satu lagi, ia dianjurkan ikut program pengabdian di daerah dengan menjadi pegawai tidak tetap (PTT). Dulu sebutannya ‘dokter Inpres’. Dalam beberapa tahun belakangan ini saja PTT tidak wajib lagi. Kalau semua persyaratan sudah dipenuhi baru izin praktik sebagai dokter bisa keluar untuk dia. Izinnya adalah dokter umum. Artinya penyakit umum saja yang boleh ia tangani. Ia tak boleh mengoperasi pasien. Bahkan bila merekomendasi pasien untuk dioperasi pun tak boleh sembarang. Ingat kasus dr. Boyke (Boyke Dian Nugraha, kolumnis ihwal seksologi). Izin praktik dia dicabut 6 bulan oleh Majelis Kehormatan IDI pada November 1991 karena dianggap malpraktik. Ceritanya, ia telah merujuk seorang pasien ke sebuah rumah sakit untuk dioperasi (kista). Operasi ternyata bermasalah dan pasien menyoal. Setelah bersekolah lagi mengambil program spesialis barulah seorang dokter bisa menangani penyakit khusus seperti kanker, lever, stroke, atau gagal ginjal. Teranglah bahwa tak mudah untuk menjadi dokter. Kuliahnya berat dan praktikumnya melelahkan. Untuk merampungkan studi, lebih lama dibanding jurusan lain umumnya. Saat ini rata-rata perlu sekitar 6,5 tahun. Kalau di fakultas lain itu sudah setara master. Untuk menjadi pilot tahapannya juga jelas. Sama dengan orang yang ingin menjadi dokter, harus lulus seleksi sekolah dulu. Dalam hal ini sekolah penerbangan macam yang ada di Curug dan di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta. 42
  • 43. Kesehatan menjadi salah satu yang paling menentukan dalam seleksi. Mata, telinga, jantung, paru-paru dan organ lain harus prima. Setelah lolos seleksi yang ketat—kecerdasan antara lain materi ujinya—baru peserta menjalani pendidikan. Simulasi dan latihan terbang di bawah bimbingan instruktor itulah antara lain materi pendidikan (saat ini programnya sudah ada yang enam bulan saja). Kalau peserta sudah lulus, bekerja sebagai co-pilot dulu dan itu pun untuk pesawat kecil. Jika sudah terampil dan jam terbang cukup baru bisa menjadi pilot. Untuk menjadi pilot pesawat berbadan besar perlu kualifikasi tambahan. Agar bisa berpraktik sebagai pengacara pun jelas prosedurnya. Saat ini ketentuannya adalah ikut kursus calon pengacara dulu setelah menjadi sarjana hukum. Syarat selanjutnya adalah magang di kantor pengacara. Tanpa ikut prosedur ini izin praktik tak akan keluar. Dari contoh dokter, pilot, dan pengacara ini kita bisa mengatakan bahwa ciri utama dari setiap profesi adalah adanya, antara lain, kompetensi terukur hasil pendidikan. Bagaimana dengan wartawan—apakah sama? Profesi terbuka Wartawan sejak lama dikenal sebagai profesi terbuka. Tidak seperti profesi lain umumnya, pendidikan khusus tak disyaratkan di dunia ini. Artinya tidak harus lulusan sekolah jurnalistik baru bisa menjadi pewarta; dari sekolah mana pun bisa. Ini tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Itulah kekhasan profesi ini. Memang di negara tertentu seperti Swedia ada juga ketentuan bahwa sarjana dari jurusan jurnalistik saja yang boleh menjadi jurnalis. Tapi hal seperti itu kasuistik saja. 43
  • 44. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Di Indonesia sendiri baru dalam beberapa tahun terakhir saja kebersekolahan dikaitkan dengan kewartawanan. Sekarang umumnya harus berijazah strata-1, dulu yang tak bersekolah tinggi pun tak apa. Sejumlah tokoh pers negeri ini, termasuk Mas Marco, dan pendiri kantor berita Antara, Adam Malik, bukanlah orang bersekolah tinggi. Kendati hanya bersekolah di tingkat dasar, Adam Malik kemudian menjadi menteri luar negeri sebelum menjadi wakil presiden. Sebagai jurnalis ia sangat lincah dan tangkas. Dulu, di negeri kita banyak orang yang menjadi wartawan karena pertemanan. Artinya mereka bergabung dengan redaksi sebuah media karena diajak temannya yang bekerja di sana. Kalau tidak karena keluarganya ada di media massa itu. Sampai sekarang pun praktik seperti ini masih ada saja. Belakangan rekrutmen terbuka menjadi kelaziman. Media yang bersangkutan mengiklankan lowongan kerja yang mereka buka. Pengiklanan bisa dilakukan di media sendiri, media lain, atau keduanya. Syarat disebutkan. Sekarang, antara lain minimal S-1. Sebagai catatan, koran Bisnis Indonesia-lah yang pertama kali memberlakukan syarat ini di lingkungan media massa kita. Kala itu, pada awal 1990-an, syarat ini ini dianggap aneh dan mengada-ada oleh banyak wartawan kita. Selanjutnya pelamar yang dianggap memenuhi syarat diseleksi. Ujiannya bertahap. Materinya, lazimnya: psikotest, menulis, wawancara, dan kesehatan. Kalau lulus ya selekasnya diterjunkan ke lapangan. Tanpa pembekalan? Ya; begitu adanya dan ini bukan sesuatu yang aneh di dunia pers Indonesia. Memang, ada media yang melatih dulu calon wartawannya sebelum melepaskan mereka ke lapangan. Kompas misalnya, sekian lama mewajibkan calon reporternya mengikuti in-house training sekitar setahun sebelum mereka 44
  • 45. terjun ke lapangan. Majalah Tempo pun melakukan hal yang sama tapi dengan waktu yang lebih singkat. Pun, modelnya tidak seintens Kompas; kelas-kelas berkala saja. Bisnis Indonesia dan media massa yang sudah mapan secara finansial lebib banyak mengikuti langkah Tempo. Masalahnya adalah media established seperti itu tak banyak. Praktik yang jamak terjadi adalah calon reporter diterjunkan begitu saja ke lapangan tanpa pembekalan pengetahuan jurnalistik lebih dulu. Terjun bebas, sebutannya. Manajemen media berharap para new comer itu akan belajar dari pengalaman (learning by doing). Kalau manajemen berbaik hati paling orang-orang baru itu ditandemkan beberapa waktu ke wartawan yang sudah berpengalaman. Kalau saja kelak ada pelatihan internal susulan atau penyekolahan ke lembaga pendidikan jurnalistik macam LP3Y (Yogyakarta), Lembaga Pers Dokter Soetomo (LPDS), ISAI-SBM, atau UI (Jakarta) masih lumayan. Sebagaimana profesi lain, idealnya seorang calon wartawan sudah memiliki kualifikasi tertentu sebelum diterjunkan ke lapangan. Setidaknya, ia mengetahui hakekat profesinya, aturan main yang baku (standar jurnalistik), rambu-rambu (kode etik dan regulasi pers), dan memiliki kecakapan dalam wawancara dan menulis. Hal ini perlu agar nantinya tak merugikan baik medianya sendiri, narasumber, maupun publik. Sebab bagaimanapun karya jurnalistik yang mereka hasilkan akan dibaca atau didengar atau ditonton publik. Begitu diwartakan, berita mereka kontan masuk ranah publik. Jadi tidak boleh spekulatif atau main-main. Faktanya tidak demikian: masih jauh panggang dari api. Jangankan reporter baru, wartawan yang jam terbangnya tinggi pun terlalu banyak yang belum menguasai pengetahuan elementer tadi. Maka profesionalisme pun masih jauh. Akibatnya? 45
  • 46. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Pers kita sering bermasalah. Tak hanya pers yang modalnya kembang kempis, melainkan pers yang sejahtera juga. Malapraktik tuduhannya. Sebagai gambaran, majalah Tempo yang termasuk paling mapan di Republik ini jika dilihat dari segi apa pun, pernah tersandung perkara sejenis dan akibatnya sempat kelimpungan. Profesionalisme jurnalis, karena itu, tidak bisa ditawar- tawar lagi. Jika tidak, taruhannya terlalu besar. Media bisa digugat pailit oleh mereka yang merasa dirugikan. Tak hanya Tempo, banyak sudah media massa yang mengalaminya. Sebab itu UKJ yang kini diprogramkan oleh AJI diperlukan betul adanya. Paling tidak dia akan mebebrikan perlindungan ke dalam dan keluar. Kalau mesin saja harus ditun-up, scanner dikalibrasi, atau alat musik ditala secara berkala, jurnalis pun mesti demikian. Secara periodik kemampuan profesionalnya perlu diuji; tidak sekali saja seumur hidup. Kalau tidak, akan seperti prosesor Pentium 3 di zaman core duo: serba lelet, kagok dan gagap. 46
  • 47. Pers dan Perjanalan Nasionalisme Indonesia Oleh Didik Supriyanto D alam perjalanan Republik ini selalu muncul kelompok-kelompok yang menjadi aktor penting dalam berbagai momentum sejarah. Mahasiswa kerap menjadi pendobrak kebekuan zaman, mulai masa kebangkitan nasional sampai masa reformasi. Tentara menjadi pelaku penting pada masa perang kemerdekaan dan penguasa panggung Orde Baru. Politisi mendominasi kehidupan politik pada pascakemerdekaan hingga saat Soekarno menjadi kekuatan yang monolitik. Kini, sesudah Soeharto tumbang, dominasi politisi nyaris tak tertandingi oleh kelompok apa pun, sehingga kehidupan sosial politik di Republik ini nayris identik dengan tarik-menarik antarpolitisi dengan berbagai kepentingannya. Lantas, di mana posisi pers pada berbagai momentum sejarah penting yang terjadi di Republik ini? Apakah mereka punya peran yang signifikan dalam berbagai perubahan sosial politik sehingga patut dicatat dalam sejarah? Apakah pernyataan “lebih baik tidak ada pemerintahan daripada tidak ada pers bebas” relevan diperbincangkan dalam konteks Indonesia? Atau, pers hanyalah penikmat kebebasan yang telah diperjuangkan oleh kelompok-kelompok lain, sementara kontribusinya bagi proses pemajuan kehidupan masyarakat, 47
  • 48. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI bangsa dan negara patut dipertanyakan? Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu, bahwa pers memang bukan aktor murni sebagaimana mahasiswa, tentara atau politisi. Pers adalah institusi sosial yang produknya hadir secara periodik ke hadapan publik dalam betuk koran, tabloid, majalah dan buletin yang berisi tulisan (berita, ulasan, artikel) dan ilustrasi (gambar dan foto). Oleh sebab itu, dalam berbagai momen penting sejarah, pers tidak hadir sebagai pelaku, melainkan lebih sebagai katalistor. Artinya, pers bisa aktif mendukung gagasan yang tengah berkembang atau aktor yang tengah bergerak; sebaliknya pers juga mengkritisi setuasi buruk yang tengah terjadi atau mencerca aktor yang buruk perangainya. Prinsip-prinsip Jurnalisme Sebagai institusi sosial pers berkembang berdasarkan prinsip-prinsip jurnalisme yang diemban oleh para pengelolanya. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) menyebutkan sembilan prinsip dasar jurnalisme, yaitu (1) kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran; (2) loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat; (3) intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi; (4) para praktisinya harus menjaga independensi dari sumber berita; (5) jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan; (6) jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan terhadap warga; (7) jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan; (8) jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional; (9) para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. 48
  • 49. Kesembilan prinsip dasar jurnalisme rumusan Kovach dan Rosenstiel tersebut memang dibuat berdasarkan sejarah pers Eropa dan AS serta wawancara sejumlah editor di sana. Tetapi tak perlu disangsikan lagi bahwa prinsip-prinsip itu juga dipegang teguh oleh para pengelola pers di daratan lain bumi ini, termasuk Indonesia. Bahkan, seperti ditulis oleh Abdurrachman Surjomihardjo dkk (1980), ketika Medan Prijaji, yakni koran pertama yang diterbitkan pribumi pada 1907 di Betawi, prinsip-prinsip jurnalisme itu langsung dioperasionalisakan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, sehingga ‘sang pemula’ ini sempat dibuang penguasa Belanda ke Lampung. Demikian juga koran sezamannya di Semarang yang dipimpin oleh JPH Pangemanan, Warna Warta, redakturnya berkali-kali diadili karena tulisan-tulisannya menyerang pemerintah kolonial. Ini agak berbeda dengan koran-koran yang diterbitkan orang Tionghoa dan keturunan Belanda. Dua kelompok terkahir ini lebih mengedepankan berita perdagangan dan kriminalitas. Pelatak Dasar Bahasa Indonesia Koran Medan Prijaji kali pertama di Betawi pada 1907 dalam bentuk mingguan. Koran yang kemudian menjadi harian pada 1910 ini sebetulnya bukan koran pertama yang menggunakan bahasa Melayu. Media yang tercatat sebagai media berbahasa Melayu yang pertama ialah majalah Bintang Oetara yang diterbitkan di Roterdam pada 1856 oleh pecinta bahasa Melayu Dr. PP Roorda van Eysinga. Lalu di Surabaya pada 1861, terbit majalah Bintang Soerabaja yang dimotori oleh peranakan Belanda dan Tionghoa. Di Batavia pada 1883 seorang pengusaha Indo menerbitkan Tjahaja India, sedang pengusaha keturunan Belanda lainnya menerbitkan Bintang Barat. 49
  • 50. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Majalah-majalah berbahasa Melayu generasi pertama tersebut merupakan kelanjutan binis media berbahasa Belanda dan Cina yang mulai berkembang di Hindia Belanda pada abad ke-18. Karena pangsa pasar media cetak berbahasa Belanda dan Tionghoa sangat terbatas, orang- orang Belanda dan Tionghoa menambah pangsa pasar media lewat penerbitan koran atau majalah berbahasa Melayu. Pada titik inilah dimulai peletakkan dasar bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Pertama, bahasa Melayu yang merupakan lingua franca, mulai diformulasikan sebagai bahasa tulis; kedua, dengan tersebarluasnya koran dan majalah, maka bahasa Melayu (yang telah diformulasikan dalam bentuk tulis itu) juga menjadi bahasa pergaulan antarkomunitas yang lebih luas di tanah Hindia Belanda. Sebagai ilustrasi, Taufik Abdullah (1999) mengutip kritik yang ‘sehat, tapi aneh’ dari seorang penulis di Tjahaja India terhadap bahasa yang digunakan Bintang Barat. Penulis tersebut mengecam kecenderungan Bintang Barat yang suka memakai bahasa Melayu-Tinggi yang disebutnya sebagai bahasa ‘Minangkerbau’. Menurut penulis itu, jika Bintang Barat terus memakai bahasa elit itu, koran tersebut tidak akan laku karena tidak banyak orang yang memahami bahasa tersebut. Oleh karena itu, ia menyarakan agar Bintang Barat tetap memakai bahasa ‘Melajoe Betawi’, sebab bahasa ini mengandung unsur- unsur yang dipakai di seluruh tanah Hindia. Bahasa ‘Melajoe Betawi’ atau Melayu-Pasar adalah bahasa yang paling komunikatif di tengah-tengah tumbuhnya masyarakat perkotaan akibat pertumbuhan ekonomi kolonial. Para pendatang yang berasal dari berbagai polosok memiliki tradisi dan bahasa yang berbeda-beda, seakan membentuk komunitas orang-orang asing di perkotaan. Mungkin hanya pasarlah sebagai tempat di mana mereka bisa bertemu dan 50
  • 51. mengadakan transaksi untuk keperluan masing-masing. Transaksi ini dimungkinkan karena telah tumbuh simbol- simbol komunikatif yang dibawakan oleh bahasa Melayu. Sekali lagi, pada titik inilah pers pada awal pertumbuhannya telah memperkuat kedudukan bahasa Melayu sebagai sistem simbol dan mentransformasi komunitas orang-orang asing menjadi sebuah masyarakat. Pembuka Tabir Perasaan Senasib Seperti disebutkan sebelumnya, koran-koran berbahasa Melayu yang diterbitkan oleh kalangan nonpribumi, dalam hal ini keturunan Belanda dan Tionghoa, lebih banyak mewartakan perkara perdagangan dan kriminalitas serta menuliskan cerita-cerita bersambung, baik dari hikayat lama, rekaman dari cerita lisan ataupun hasil rekaan baru. Namun di sela-sela berita dagang dan kriminal serta hikayat, sering muncul berita-berita luar negeri dan kadang-kadang laporan tentang kesewenang-wenangan pejabat Belanda atau pribumi terhadap orang-orang kecil. Menurut Taufik Abdullah (1999), betapapun masih sangat sederhana, saat itu koran dan majalah berbahasa Melayu telah memperkenalkan corak teks yang baru, yakni teks yang memberitakan peristiwa yang terus berlalu dan berubah. Lebih dari itu, berita-berita yang disajikan koran dan majalah berbahasa Melayu bisa dilihat dan dirasakan secara langsung oleh pembacanya. Teks yang diberikan oleh pers adalah teks yang kehadirannya seakan-akan mengajarkan bahwa peristiwa-peristiwa terjadi dalam konteks waktu yang terus berjalan. Tentu saja ini berebeda dengan teks lama yang sering dilisankan kepada penduduk berupa pesa-pesan yang sifatnya abadi seperti ajaran agama, adat sopan santun, kearifan hidup 51
  • 52. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI dan sebagainya. Dengan demikian, koran-koran dan majalah-majalah yang menyebar luas melampaui kota-kota tempat terbitnya, memungkinkan pembaca di berbagai daerah mengetahui peristiwa yang terjadi dan berlalu di tempat lain. Tak kurang pentingnya, kejadian-kejadian itu bisa dibandingkan dengan pengalaman yang telah pernah dilalui, atau yang pernah didengar atau dibaca tentang daerahnya sendiri. Dengan demikian pers telah memberikan suasana kesezamanan dengan daerah lain atau bangsa lain. Teks yang disampaikan pers tidak berkisah tentang negeri antah berantah di suatu zaman, melainkan tentang negeri tertentu yang riil, di zaman sekerang. Dampak dari perasaan kesezamanan ini tak hanya pada perluasan cakrawala intelektual, melainkan juga memungkinkan bangkitnya ingatan kolektif tentang jaringan kultural atau politik lama antara berbagai daerah dan suku bangsa. Ini bisa terjadi, karena pers telah memungkinkan masyarakat membanding-bandingkan keadaan daerahnya dan suku bangsanya di hadapan sistem kolonial yang bercorak subordinasi –tuan kolonial di atas sebagai yang memerintah, dan pribumi di bawah sebagai yang diperintah. Akhirnya, perasaan kesezamanan membangkitkan ingatan kolektif akan adanya perasaan senasib dan sepenangungan dalam sistem kolonial. Kemudian hari, erasaan seperti ini menjadi pengikat utama bagi lahirnya kesadaran kesatubangsaan. Sebab syarat munculnya nasionalisme adalah adanya perasaan senasib dan sepenanggunagan sesama warga bangsa. Dan pers berbahasa Melayu telah membuka tabir tersebut. Melawan dengan Mengorganisasi Diri Pers berbahasa Melayu yang dikembangkan oleh peng­ 52
  • 53. usaha keturunan Belanda dan Tionghoa pada abad ke-18 boleh disebut sebagai periode ‘prasejarah’ pers nasional. Dibutuhkan waktu 50 tahun sejak munculnya koran berbahasa Melayu Bintang Oetara yang terbit di Roterdam pada 1856, hingga akhirnya lahir Medan Prijaji, koran pertama yang diterbitkan tokoh pribumi bernama RM Tirto Adhi Soerjo. Seperti ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer (2003), Tirto Adhi Soerjo (TAS) tergerak untuk menerbitkan mingguan yang kemudian menjadi harian Medan Prijaji, setelah melakukan perjalanan ke Maluku. Di sana TAS merekam kebiadaban kolonial Belanda sehingga penduduk Maluku mengalami penderitaan dan pemiskinan yang sangat nyata. Ini merupakan pengalaman batin yang membekas sekaligus meningkatkan kesadaran intelektual TAS bahwa bangsa-bangsa di bawah kekuasaan kolonial mengalami penderitaan yang sama. TAS sendiri pada edisi pertama Medan Prijaji menyebutkan bahwa misi yang diemban korannya ialah: (1) memberikan informasi; (2) menjadi penyuluh keadilan; (3) memberikan bantuan hukum; (4) memberikan tempat orang tersia-sia mengadukan nasibnya; (5) mencari pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan di Betawi; (6) menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi atau mengorginasisikan diri; (7) membangun dan memajukan bangsanya; dan (8) memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan. Seperti dicatat Surjomihardjo (1980), Tirto tak hanya pribumi pertama yang bergerak di bidang penerbitan dan percetakan dan mendirikan badan usaha (NV), melainkan juga orang pertama yang menggunakan koran sebagai alat pembentuk pendapat umum. Dialah ‘sang pemula’ yang konsisten dalam mengemban misi yang telah dicanangkan dan memfungsikan pers sebagai institusi pemajuan nasib bangsanya. Bagi TAS, kemajuan bangsanya tidak hanya didapatkan 53
  • 54. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI dari pendidikan (yang dikembangkan oleh politik etik penguasa kolonial), melainkan juga terbebasnya bangsa dari segala macam kesewenang-wenangan kekuasaan. Oleh karena itu, lewat Medan Prijaji, TAS tanpa ragu menyatakan secara terbuka segala corak manifestasi kekuasaan yang dianggapnya tidak pantas. Ia menulis berita berdasarkan investigasi dan informasi-informasi yang berasal dari lapangan yang dikemas tanpa sindiran dan pretensi. Berbagai kasus kesewenang- wenangan penguasan kolonial maupun pribumi diungkap secara gamblang oleh Medan Prijaji. Tidak heran, bila persdelick beberapa kali diterima oleh TAS, dan akhirnya dipenjara lalu dibuang ke Lampung oleh rejim kolonial. Selain melawan kesewenang-wenangan penguasa, dalam usaha memajukan bangsanya, Medan Prijaji selalu menyerukan perlunya bangsa pribumi mengorganisasi diri dalam menghadapi pihak-pihak asing. Tak heran bahwa kemudian TAS terlibat dalam pendirian Serikat Dagang Islam (SDI) di Bogor yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam (SI) yang berkembang di Solo dan beberapa kota di Jawa. Situasi vis a vis antara pribumi dengan kaum Belanda dan Tionghoa di dunia perdagangan, menyebabkan TAS dkk mencampurkan identitas agama Islam dengan kepribumian, sehingga organisasi yang dimaksudkan untuk memajukan bangsa pribumi adalah SDI dan SI. Oleh karena itu, SI yang berkembang pesat saat itu akhirnya menjadi naungan bagi berbagai macam aliran dan ideologi yang dianut kaum pribumi, termasuk komunisme. Tentu Medan Prijaji bukan satu-satunya penerbitan yang membongkar kesewenangan penguasa dan menyerukan bangsa pribumi untuk mengorganisasikan diri dalam rangka memajukan bangsa. Selain Median Prijaji, tercatat Bintang Hindia, Insoelinde, Warna Warta dan beberapa koran milik 54
  • 55. SI seperti Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Sinar Djawa dan Pantjaran Warta. Organisasi-organisasi pergerakan yang dibentuk kaum pribumi, seperti Boedi Utomo dan Indische Patij memiliki Dharmo Kondo dan De Express. Namun dalam catatan sejarah, kepeloporan dan konsistensi Medan Prijaji dalam mengungkap kesewenangan penguasa kolonial dan menyerukan pembentukan organisasi pribumi tampak lebih menonjol dari penerbitan-penerbitan yang lain. Di sinilah peran penting Medan Prijaji dalam menabur benih-benih nasionalisme yang dalam beberapa tahun kemudian berubah dalam bentuk gerakan menuntut kemerdekaan. Hindia Poetra Menjadi Indonesia Merdeka Seruan Medan Prijaji dan koran-koran lain sezaman untuk mengorganisasikan pribumi sebetulnya merupakan upaya mencari identitas yang tepat buat kalangan pribumi di tanah Hindia. SDI dan SI telah mencampuradukkan identitas agama dengan kepribumian sebagai antitesa terhadap orang-orang keturununan Belanda dan Tionghoa. Dengan latar belakang yang sama Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker yang tergabung dalam Indische Partij, pada 1912 lewat De Express memperkenalkan konsep ‘nasionalisme Hindia’. Bagi Tiga Serangkai tersebut, ‘nasionalisme Hindia’ membedakan kaum penetap (blijvers) dan mereka yang mondar-mandir (trekkers), dan hanya yang menetap yang dianggap sebagai bangsa Hindia, sedang yang lain adalah orang asing. Dalam konsep ini, Tiga Serangkai tersebut telah meleburkan anak negeri yang pribumi dengan Cina peranakan dan orang-orang Indo, serta orang Belanda yang tidak akan kembali ke negerinya dalam sebuah kesatuan 55
  • 56. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI yang bernama bangsa Hindia. Dengan sendiri dalam konsep ini, para penguasa Belanda dianggap sebagai orang luar alias trekkers. Dalam upaya mencari identitas diri sebagai bangsa, Medan Prijaji, De Express dan koran-koran lain terlibat dalam perdebatan yang hangat di kalangan pengelola pers dan kaum cerdik pandai pribumi saat itu. Konsep ‘nasionalisme Hindia’ yang muncul tidak saja peleburan identitas agama- pribumi dan kaum penetap di tanah Hindia, tetapi juga nasionalisme Jawa, nasionalisme Sumatera, dan nasionalisme lokal lainnya. Bahkan menurut Abdullah (1999), pada awal pertumbuhannya pers bukan saja pembawa berita, tetapi juga menjadi pelopor diskursus kecendikiaan. Dalam pemberitaan dan perdebatan tersebut, simbol-simbol yang komunkatif dan integratif semakin memperkuat kesadaran akan harkat diri sebagai bangsa dalam menghadapi kekuatan kolonialisme Belanda. Namun perdebatan soal ‘nasionalisme Hindia’ di kalangan kaum pergerakan itu seakan diselesaikan oleh generasi baru kaum cendikia pribumi yang bersekolah di negeri Belanda. Pada 1923 mahasiswa pribumi mengubah nama organisasinya, dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kemudian diganti lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia. Mereka pun menukar nama majalah organisasi dari Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Berbeda dengan generasi sebelumnya, di mana usaha mencari identitas nasional yang lebih banyak karena refleksi atas kenyataan sosial politik di tanah Hindia, maka generasi baru pergerakan nasional, melihat langsung tentang tumbuh dan berkembangnya nasionalisme bangsa-bangsa di Eropa, sehingga mereka seakan lebih tahu dengan apa yang dibutuhkan oleh bangsanya. Sebagai kelompok kecil pribumi yang teralienasi di tengah-tengah 56
  • 57. kehidupan orang-orang Eropa, mereka menjadi lebih lugas dalam membicarakan nasionalisme Hindia dan menetapkan ‘Indonesia Merdeka’ sebagai semboyan perjuangan. Gagasan-gagasan nasionalisme Indonesia yang diadopsi dari sejarah pergerakan bangsa-bangsa Eropa, oleh para palajar pribumi di negeri Belanda disebarluaskan ke tanah Hindia lewat majalah Indonesia Merdeka dengan cara diam-diam. Kelugasan rumusan-rumusan tentang nasionalisme Indonesia dan ketegasan sikap dalam menuntut kemerdekaan Indonesia, menjadikan tulisan-tulisan di dalam Indonesia Merdeka seakan menjadi penuntas pedebatan tentang nasionalisme Hindia yang selama sepuluh tahun terakhir menghiasi koran-koran dan majalah-majalah berbahasa Melayu di tanah Hindia. Itulah sebabnya, meskipun peredaran Indonesia Merdeka di tanah Hindia dilarang oleh penguasa Belanda, setidaknya lima nomor majalah tersebut berhasil diselendupkan ke tanah Hindia dan mencapai 236 orang yang memesannya. Sebagaimana dicatat John Ingleson (1988), para pelajar yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia, seperti Moh Hatta, Subardjo, Sunarjo, Sartono, Iskaq dll, tidak hanya menyebarkan propaganda nasionalisme Indonesia dan tuntutan Indonesia merdeka lewat majalah yang dipimpinnya, tetapi sekembalinya ke tanah air, mereka pun terjun langsung ke kancah pergerakan politik menentang penguasa kolonial. Mereka sempat mempersiapkan suatu kongres nasional untuk membentuk partai kerkayatan yang berasaskan nasionalisme murni, namun meletusnya pemberontakan PKI 1926-1927, membuat rencana pembentukan partai kerakyatan itu batal. Tetapi rapat-rapat persiapan terus dilakukan di kalangan aktivis radikal sehingga akhirnya pada 4 Juli 1927 lahirlah Partai Nasionalis Indonesia (PNI). 57
  • 58. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Mengobarkan Api Kemerdekaan Ketika Jepang menguasai beberapa negara Asia, termasuk tanah jajahan Hindia Belanda, semua media pers langsung berada di bawah pengawasan pemerintahan militer Jepang dan dipergunakan sebagai alat propaganda perang Jepang melawan Sekutu. Seiring dengan pelarangan penggunaan bahasa Belanda, saat itu pemerintah Jepang setidaknya menyokong lima surat kabar berbahasa Jepang, yaitu Jawa Shimbun, Borneo Shimbun, Celebes Shimbun, Sumatera Shimbun dan Ceram Shimbun. Sementara terdapat sekitar delapan surat kebar yang berbahasa Indonesaia, yaitu di Jakarta Asia Raya dan Pembangoenan, di Bandung Tjahaja, di Yogyakarta Sinar Matahari, di Semarang Sinar Baroe, dan di Surabaya Pewarta Perniagaan. Pengaturan kehidupan pers oleh pemerintah Jepang tentu saja mempersempit kedudukan pers sebagai sarana informasi kepada umum. Namun keadaan ini, menurut Surjomihardjo (1980) memberi sumbangan berharga bagi perjuangan kemerdekaan dan pertumbuhan pers Indonesia setelah kemerdekaan. Perlu dicatat, larangan penggunaan bahasa Belanda telah berhasil meratakan penggunaan bahasa Indonesia ke seluruh pelosok tanah air. Orang-orang Indonesia juga mendapatkan latihan mengenai berbagai aspek mengelola media pers dan menduduki posisi penting, suatu pengalaman yang berharga bagi penanganan pers pada masa pasca kemerdekaan nanti. Meskipun pada zaman Jepang tokoh-tokoh pergerakan nasional senior, seperti Soekarno dll bersedia bekerja sama dengan pemerintahan Jepang, tidak sedikit tokoh-tokoh yang lebih muda memilih berjuang di bawah tanah guna mengapai kemerdekaan. Pada barisan anti-Jepang inilah berkumpul pemuda mahasiswa yang terus mengobarkan api kemerdekaan, tanpa harus menunggu janji-janji Jepang. Dari 58
  • 59. merekalah beredar brosur stensilan-stensilan propaganda menuntut kemerdekaan Indonesia. Menurut Benedick Anderson (1989), brosur-brosur stensilan anti-Jepang tersebut dikeluarkan oleh mahasiswa yang pada masa itu banyak berkumpul di asrama-asrama di Jakarta, seperti asrama Menteng dan Cikini. Asrama-asrama tersebut merupakan pusat kehidupan sosial dan intelektual mahasiswa dan merupakan tempat bagi diskusi-diskusi yang intens dan tertutup, serta menjadi sebuah pusat solidaritas pergerakan meraih kemerdekaan. Seperti disebutkan di depan, penunjukan beberapa orang pers untuk menduduki posisi penting di media yang dikendalikan oleh pemerintah Jepang, ternyata berdampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya pers pada masa perang kemerdekaan. Begitu Republik Indonesia diproklamarikan oleh Sokearno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, sejumlah tokoh pers, seperti Adam Malik, BM Diah, Suardi Tasrif, Arnold Monotutu, Mochtar Lubis, Rosihan Anwas dll, langsung bergerak menghidupkan medianya masing-masing. Sesuai dengan semangant zaman, tanpa dikomando, lewat media yang dipimpinya mereka terus mengorbankan api kemerdekaan. Bahkan ketika Inggris dan Belanda mencoba kembali menguasai Indonesia, semangat perlawanan dihembuskan secara kencang oleh media-media tersebut, sehinga berita-berita perlawanan rakyat Indonesia dalam menantang penjajahan akhirnya mendapat simpati masyarakat internasional. Geliat pada Masa Pascakemerdekaan Setelah revolusi selesai dan Republik Indonesia diakui secara internasional pada 1948, apa yang dilakukan oleh 59
  • 60. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI pers bagi bangsa dan negara baru yang penuh dengan persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya? Masalah yang dihadapai oleh bangsa yang baru merdeka sangat kompleks, sementara rakyat menaruh harapan bahwa kemerdekaan segera mengangkat kesejahteraannya. Di sinilah pers dituntut mampu menguraikan satu per satu masalah yang dihadapi oleh bangsa dan mencari solusinya agar negara yang baru lahir tetap tegak beridiri. Pers juga harus mempu menjelaskan kesulitan-kesulitan yang tengah dihadapi negara, sehingga rakyat bisa bersikap realisitik terhadap apa-apa yang bisa dikerjakan negara. Pada tahap ini pers terlibat dalam apa yang disebut dengan proses national character building, yakni suatu proses lanjutan dari nasionalisme Indonesia yang sifatnya lebih implementatif setelah kemerdekaan tercapai. Secara sosial budaya, para pengelola pers menghadapi kenyataan bahwa akibat revolusi telah teradi ketegangan sosial yang tinggi, khususnya antara para elit pribumi yang dulu pro penjajah dengan sebagian rakyat yang ingin melampiaskan dendam. Sebagai lanjutan dari perang kemerdekaan, maka kerusuhan menentang lapisan elit pribumi ini terjadi di berbagai daerah, dan pemerintah yang baru saja berdiri tidak banyak memiliki tenaga untuk menyelesaikannya. Selain itu, beberapa penguasa daerah juga berkeras untuk melepaskan diri dari republik, seiring dengan politik divide et impera yang dijalankan oleh Belanda. Pada tataran inilah pers dituntut untuk memberi penjelasan yang gamblang sehingga rakyat tidak perlu ragu-ragu dalam membangun Indonesia yang dicita-citakan. Secara politik, masalah jauh lebih rumit karena pada saat institusionalisasi politik belum berjalan, persaingan antarkekuatan politik sudah menonjol. Tokoh-tokoh partai sama-sama menjanjikan sistem politik yang pas buat Indonesia, 60
  • 61. pada saat yang sama mereka sama-sama ingin mengisi jabatan-jabatan politik yang tersedia. Persaingan politik dalam menciptakan model politik yang pas dengan kondisi Indonesia tetap tidak segera selesai, meskipun Pemilu 1955 menghasilkan wakil-wakil rakyat dan dewan konstituante. Dalam periode ini kelihatan pers mulai tidak sabar dengan perilaku elit politik sipil; sebagian kecil bersikap skeptis terhadap sepak terjang politisi sipil dan menjadi pengritik yang loyal, tapi sebagaian besar tidak sabar dan terbawa dalam arus persaingan politik. Pada titik inilah pers melupakan tugasnya dalam proses national character building, dan terjebak pada sikap-sikap partisan sehingga ini pers kemudian terpolarisasi pada garis-garis politik partai. Tugas national character building hanya diteruskan oleh pers mahasiswa yang wilayah edarnya sangat terbatas. Polarisasi pers ke dalam garis-garis partai tetap berlanjut pada zaman Demokrasi Terpimpin. Pada massa ini, di level bawah Soekarno memang membebaskan partai politik untuk bersaing menawarkan ideologi dan memperebutkan massa, namun di level atas Soekarno memegang kendali politik sepenuhnya. Sesuai dengan politik ini, pers pada zaman Soekarno memang penuh warna, sehingga persaingan antarmedia juga berjalan layaknya di negara-negara terbuka. Namun pembebasan pers itu hanya dibatasi pada upaya menjaga dan mengedepankan ideologi atau partai masing-masing. Pers sebagai kekuatan independen, yang mengedepankan kepentingan umum dan bersikap oyektif terhadap semua kepentingan, nyaris tidak bisa hidup. Sebab sesuai dengan karakter politik yang dikembangkan Soekarno, maka pers yang berada di luar jalur garis politik partai, akan dipersulit bahkan dibredel. Jadi, hingar bingar kebebasan pers pada zaman Soekarno, praktis tidak bermanfaat bagi 61
  • 62. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI kepentingan publik dan kepentingan nasional, karena pers hanya disibukkan oleh urusan-urusan yang terkait dengan kepentingan partai. Tumbangnya Soekarno oleh gerakan mahasiswa yang bekerja sama dengan Angkatan Darat pimpinan Soeharto, ternyata tidak segera bisa memisahkan pers dari garis partai. Namun dengan penyederhanaan partai politik, maka tidak semua pers yang telah berkembang bersedia meneruskan hubungannya dengan partai-partai politik baru. Bahkan masing-masing partai, yakni Golkar, PPP dan PDI berusaha membangun penerbitan baru yang benar-benar bisa mereka kendalikan. Pilihan politik sejumlah media untuk memisahkan diri dari garis-garis aliran politik maupun partai politik ini juga dilandasi oleh kesadaran para pengelolanya, bahwa pers tidak mungkin bisa menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme bila mereka tidak berada dalam posisi yang independen. Pada zaman Orde Baru, pers memang tidak sepenuhnya bebas. Tapi dibandingkan dengan institusi-insitusi sosial yang lain, pers jauh lebih efektif dalam mengkritik kekuasaan dan memajukan bangsanya. Bagaimana pers pada zaman pasca-Soeharto? Banyak pihak yang menyerang pers telah kebablasan dalam menerapkan kebebasan pers yang diperjuangkan oleh gerakan reformasi. Kritik itu ada benarnya, mengingat banyak media (baru) yang mengejar motif ekonomi semata sehingga melupakan prinsip-prinsip jurnalisme. Namun pers yang demikian tidak akan bertahan lama, karena masyarakat pembaca tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, kecuali sekadar kesenangan sesaat. Oleh karena itu pikiran untuk mengendalikan pers kembali, perlu dibuang jauh-jauh, karena baik pers maupun masyarakat sama-sama sedang memasuki proses pendewasaan politik, khususnya bagaimana 62
  • 63. memanfaatakan ruang kebebasan yang ada. Biarlah pers menikmati ruang kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi, karena hanya dengan membebaskan pers, maka mayarakat, bangsa dan negara ini akan mendapatkan manfaat yang maksimal. Sumber Kepustakaan: Abdurrachman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Kompas, Cetakan ke-2, Jakarta, 2002. Benedict Anderson, Revoloesi Pemoeda, Sinar Harapan, Jakarta, 1986. Bill Kovach Tom Rosntatiel, Sembilan Elemen Jurnalsime, Pantau, Jakarta, 2003. Didik Supriyanto, Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes Mahasiswa Sepanjang NKK/BKK 1978-1991, Sinar Harapan, Jakarta, 1989. John Ingleson, Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia 1927-1934, LP3ES, Jakarta, 1983. Parmoedya Ananta Toer, Sang Pemula, Cetakan ke-2, Edisi Revisi, Lentera Dipantara, Jakarta, 2003. Taufik Abdullah, Pers dan Tumbuhnya Nasionalisme Indonesia, dalam Majalah Sejarah Edisi 7, Jakarta, 1999 63
  • 65. Sekilas Sejarah Jurnalisme J URNALISME memiliki sejarah yang sangat panjang. Dalam si­­­ tus ensiklopedia, www.questia.com tertulis, jurnal­ s­ e yang pertama kali tercatat adalah di i m masa kekaisaran Romawi kuno, ketika informasi harian dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara dan berita lokal. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengembangkan berbagai metode untuk memublikasikan berita atau informasi. Pada awalnya, publikasi informasi itu hanya diciptakan untuk kalangan terbatas, terutama para pejabat pemerintah. Baru pada sekira abad 17-18 surat kabar dan majalah untuk publik diterbitkan untuk pertama kalinya di wilayah Eropa Barat, Inggris, dan Amerika Serikat. Surat kabar untuk umum ini sering mendapat tentangan dan sensor dari penguasa setempat. Iklim yang lebih baik untuk penerbitan surat kabar generasi pertama ini baru muncul pada pertengahan abad 18, ketika beberapa negara, semisal Swedia dan AS, mengesahkan undang-undang kebebasan pers. Industri surat kabar mulai menunjukkan geliatnya yang luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa menggenjot oplah untuk 65
  • 66. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI memenuhi permintaan publik akan berita. Seiring dengan semakin majunya bisnis berita, pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita bisa meraih kepopuleran dalam waktu sangat cepat. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita lawas yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain Associated Press(AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah yellow journalisme (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi. Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan,serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial. 66
  • 67. Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme profesional. BAGAIMANA dengan di Indonesia? Tokoh pers nasional, Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam bukunya “PWI di Arena Masa” (1998) menulis, Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono (1875-1918), pendiri mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang jadi harian, sebagai pemrakarsa pers nasional. Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan yang dimodali modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Haryadi Suadi menyebutkan, salah satu fasilitas yang pertama kali direbut pada masa awal kemerdekaan adalah fasilitas percetakan milik perusahaan koran Jepang seperti Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang) (“PR”, 23 Agustus2004). Menurut Haryadi, kondisi pers Indonesia semakin menguat pada akhir 1945 dengan terbitnya beberapa koran yang mempropagandakan kemerdekaan Indonesia seperti, Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), dan The Voice of Free Indonesia. Seperti juga di belahan dunia lain, pers Indonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga pembredelan. 67
  • 68. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengkritik pihaknya. Jurnalisme kuning pun sempat mewarnai dunia pers Indonesia, terutama setelah Soeharto lengser dari kursi presiden. Judul dan berita yang bombastis mewarnai halaman- halaman muka koran-koran dan majalah-majalah baru. Namun tampaknya, jurnalisme kuning di Indonesia belum sepenuhnya pudar. Terbukti hingga saat ini masih ada koran- koran yang masih menyuguhkan pemberitaan sensasional semacam itu. Teknologi dalam jurnalisme Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar. Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu. 68
  • 69. Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi. Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa. Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks,foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya. Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi 69
  • 70. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI internetnya sama persis dengan edisi cetak. Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadi blog saja. Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita. Dalam penggunaan teknologi, Indonesia mungkin agak terlambat dibanding dengan media massa dari negara maju seperti AS, Prancis, dan Inggris. Tetapi untuk saat ini penggunaan teknologi di Indonesia --terutama untuk media televisi-- sudah sangat maju. Lihat saja bagaimana Metro TV melakukan laporan live dari Banda Aceh, selang sehari setelah tsunami melanda wilayah itu. Padahal saat itu aliran listrik dan telefon belum tersambung. (Zaky/”PR”)*** Asep Saefullah Portal Informasi Kita www.kabarbaru.com 70
  • 71. Pers,Teknologi Media dan Kehidupan Sosial Oleh Didik Supriyanto P ers bebas adalah fenomena masyarakat liberal. Karena itu, pada masyarakat di mana kebebasan individu belum terakomodasi dengan baik, maka jangan berharap pers akan tumbuh dan berkembang. Begitu hadir mereka akan ditekan oleh pemegang otoritas (baik otoritas formal maupun nonformal), bahkan masyarakat pun menganggap pers sebagai perusak tatanan sosial. Kehadiran pers bebas tak hanya dianggap mengancam posisi pemegang ororitas, tetapi juga dicurigai perusak harmoni sosial. Pers bebas adalah suatu tradisi. Ia tidak hadir begitu saja, butuh puluhan dan bahkan ratusan tahun untuk meraih dan mempertahankannya. Tradisi itu dibangun atas kesadaran, bahwa kebebasan pers adalah sesuatu yang diberikan masyarakat kepada institusi pers. Pemberian itu, suatu saat bisa dicabut kembali, bila orang-orang pers tidak bisa memfungsikannya secara benar. Oleh karena itu para pengelola pers berkeras mengatur sendiri bagaimana pers bekerja agar kebebasan itu tidak lepas dari genggamannya. Inilah yang melatari lahirnya prinsip-prinsip jurnalisme, kode etik dan kode perilaku. 71
  • 72. Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI Pers dan Prinsip Jurnalsime Sebagai institusi sosial, pers berkembang berdasarkan prinsip-prinsip jurnalisme yang diemban oleh para pengelolanya. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) menyebutkan sembilan prinsip dasar jurnalisme, yaitu (1) kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran; (2) loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat; (3) intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi; (4) para praktisinya harus menjaga independensi dari sumber berita; (5) jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan; (6) jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan terhadap warga; (7) jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan; (8) jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional; (9) para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. Karena jurnalisme adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menyebarluaskan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya, maka prinsip-prinsip jurnalisme tersebut dikemas dalam bentuk lima kata kunci pegangan operasional jurnalisme sehari-hari, yaitu akurat, obyektif, fair, seimbang dan tidak memihak. Meskipun prinsip-prinsip jurnalisme tersebut dirumuskan berdasarkan pengalaman sejarah pers Eropa dan AS, namun tidak perlu disangsikan lagi, bahwa prinsip-prinsip itu juga dipegang teguh oleh para pengelola pers di daratan lain, termasuk di Indonesia. Bahkan, seperti ditulis oleh Abdurrachman Surjomihardjo dkk (1980), ketika Medan Prijaji, yakni koran pertama yang diterbitkan oleh pribumi pada 1907 di Betawi, prinsip-prinsip jurnalisme itu langsung dioperasionalisakan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, sehingga ‘sang pemula’ ini sempat dibuang penguasa Belanda ke Lampung. 72