Cerita ini menceritakan perjuangan seorang gadis bernama Ima untuk meraih cita-citanya masuk SMA komplek elit meski berasal dari keluarga miskin. Ima berhasil lulus SMA dan kuliah, lalu bekerja untuk membahagiakan orangtuanya dengan membiayai ibadah umroh mereka.
1. Senyumanmu Adalah Kebahagiaanku
Di sebuah kota tepatnya di Surabaya, tinggallah seorang gadis kecil berusia 14 tahun yang
bernama Erwina Larissa Fatimah, dia lebih sering disapa Ima. Gadis kecil bernama Ima
sekarang telah menduduki bangku kelas 3 SMP. Dia pun telah berhasil menempuh Ujian
Nasional, kini tinggal menunggu hasilnya saja. Sejak lama dia sudah mempunyai impian untuk
bisa masuk di salah satu SMAN komplek terfavorit di kota Surabaya. Suatu hari dia berbincang
- bincang dengan kedua orangtuanya untuk merundingkan dimana dia akan melanjutkan
pendidikannya.
“Bu, Pak” kata Ima membuka pembicaraan pada orangtuanya yang sedang berkumpul di ruang
tamu
“Iya Nak?” jawab kedua orangtua yang hampir bersamaan
“Bagaimana kalau nanti Ima mencoba untuk ikut tes RSBI dulu? Nanti kalau tidak lulus baru
ikut yang reguler” kata Ima sambil menatap muka kedua orangtuanya secara bergantian.
Terlihat guratan di wajah kedua orangtuanya, yang menandakan mereka terlihat bingung
mendengar ucapan anaknya.
“Kalau ibu sih terserah kamu saja yang penting kamu optimis”
“Oh bagus itu, bapak malah bangga kalau kamu nanti bisa masuk sekolah komplek. Pokoknya
kamu belajar saja yang rajin, nanti bapak akan bekerja keras untuk mendapatkan biayanya”
Sahut bapaknya sambil melirik balik ke arah istrinya
“Emm… Makasih ya bu, pak. Ima janji Ima akan belajar rajin” jawab Ima dengan melontarkan
senyum lebar dan berangsur meninggalkan tempat itu
Ima merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Memeluk guling kesayangannya dan
menatap langit-langit kamarnya yang terang benderang terkena cahaya lampu kamarnya malam
itu. Butiran-butiran air mata tak henti-hentinya terjatuh di pipinya. Ya benar, Ima memang
menangis. Matanya sudah terlihat sangat sembab, merah, dan hidungnya pun merah. Tak ada
niatan sedikitpun darinya untuk menyeka air matanya yang sudah membasahi pipinya itu, air
mata itu ia biarkan jatuh dan melewati pelipisnya hingga menembus ke bantalnya. Terdengar
ketukan pintu kamarnya, tetapi dia mengabaikan ketukan itu. Tak berapa lama kemudian
masuklah seorang wanita paruh baya ke kamarnya. “Kenapa kamu menangis sayang?” tanya
Ibu Nia mendekati ranjang anaknya dan memposisikan dirinya di samping Ima
“Ima baik-baik saja bu” jawabnya sambil menyeka sedikit air matanya menggunakan kedua
2. tangannya
“Cerita saja pada ibu”
FlashbackOn
“Kamu itu orang miskin, mana bisa masuk sekolah komplek yang elit itu!” tukas seorang
wanita paruh baya yang tak lain adalah tetangga neneknya
“Apa bapak kamu sanggup membiayai kamu selama sekolah di sekolahan elit itu? Bapak kamu
kan cuma seorang kurir. Gajinya saja tidak cukup untuk uang makan satu bulan” sahut nenek
Mini *Nenek Ima*. Ima hanya bisa terdiam mendengar cacian orang-orang itu, dan yang paling
membuatnya sakit hati itu adalah neneknya. Yup, neneknya juga ikut-ikutan mencaci dan
merendahkan dirinya dan kedua orangtuanya. Kakek Ima yang mengetahui hal itu langsung
memanggil Ima, dan Ima berlari menghampiri kakeknya itu. Tak disangka disana Ima bisa
menumpahkan segala rasa sakitnya. Melihat cucunya yang sedang terisak, kakeknya mendekati
Ima dan berusaha menenangkannya. “Memangnya benar kalau kamu ingin masuk ke sekolah
komplek itu Ima?” Tanya kakek Adi -Kakek Ima-
“I..ya.. kek” jawab Ima tersengal-sengal, dia masih terisak dalam tangisnya “Jangan dengarkan
kata mereka, gapailah impianmu Ima. Kalau kamu nanti bisa masuk ke sekolah komplek itu,
orangtuamu akan bangga padamu begitupun dengan kakekmu ini”
“Iya kek, Ima ingin membahagiakan ibu dan bapak kek, makanya Ima berniat mencoba ikut
tes RSBI di sekolah komplek karena Ima ingin mengangkat derajat orangtua Ima agar kita tidak
dicaci maki orang-orang lagi” Ima pun tak kuasa menahan air matanya, seketika saja air mata
itu tumpah dan kakek pun merangkul erat cucunya yang sedang sedih itu
Flashback Off
“Sudahlah Nak, jangan dimasukkan ke dalam hati. Mereka hanya sirik dengan keluarga kita.
Kan mereka tidak tau bagaimana kemampuan Ima. Jangan sedih ya sayang” Ibu Ima merangkul
erat anaknya, sebenarnya hatinya pun juga turut terluka karena mendengar cacian-cacian
orang-orang itu, terlebih lagi ibu mertuanya.
“Abaikan saja kata-kata mereka, toh mereka juga tidak ikut membiayai sekolah kamu nantinya.
Sekarang tugas kamu hanyalah belajar saja” tiba-tiba bapak Ima masuk dan sontak membuat
kaget istri dan anaknya yang sedang berpelukan itu
Hari yang ditunggu telah tiba, kini tiba waktunya pengumuman hasil tes RSBI yang telah
diikuti oleh Ima kemarin. Ima sangat berharap bahwa dirinya nanti bisa diterima di salah satu
dari tiga sekolah komplek tersebut. Tapi harapan Ima seolah pupus lantaran namanya tidak ada
3. dalam daftar nama siswa yang diterima di dua sekolah komplek yang ia pilih. Ima merasa
sedikit kecewa karena hanya sedikit saja selisih nilainya dengan nilai terendah di sekolah
komplek tersebut. ‘Mungkin memang benar kata orang-orang, sekolah itu tak pantas untukku.
Aku ini terlalu miskin untuk bersekolah di sana’ pikirnya dalam hati Setelah dia tak dapat
diterima di sekolah komplek itu, dia pun mengikuti pendaftaran reguler yang diadakan oleh
pemkot Surabaya melalui pendaftaran online. Pendaftaran dimulai hari ini, dan itu artinya Ima
pun segara mendaftarkan diri. Setelah memasuki hari ketiga pendaftaran, nama ‘Erwina Larissa
Fatimah’ sudah tidak ada dalam daftar nama di tiga sekolah yang ia pilih. Itu artinya posisinya
tergeser oleh siswa yang nilai NEM nya lebih tinggi darinya. Ia pun tak putus asa, akhirnya
orangtuanya mendaftarkannya ke sekolah swasta yang terkenal sedikit elit. Ya, sekarang Ima
bersekolah di sana.
Tiga tahun telah berlalu, Ujian Nasional juga telah dilaluinya dengan lancar. Masih sama
seperti yang dulu, Ima hanya tinggal menunggu hasil dari kerja kerasnya selama tiga tahun di
masa putih abu-abu ini. Dan juga dia menunggu pengumuman peserta yang diterima di PTN.
Seminggu kemudian, pengumuman itu ditempel indah di mading yang terletak di dekat pintu
masuk sekolah. Ratusan siswa kelas XII yang sudah bergerombol sejak tadi pagi langsung
bergegas mendekati papan pengumuman itu, tak terkecuali Ima. Dan hasilnya pun memuaskan,
Ima lulus dengan nilai yang tinggi dan dia pun juga diterima di salah satu PTN terkemuka di
Surabaya dengan jurusan yang ia pilih, yaitu Ekonomi Pembangunan. Yup, berarti sebentar
lagi Ima akan menjadi ‘Mahasiswi Ekonomi Pembangunan’. Dia sangat senang dan segera
pulang untuk memberitahukan berita bahagia ini kepada ibu dan bapaknya.
“Ibuuuuuu… Bapaakkkkk…” teriak Ima lantang saat ia masih berada di halaman rumahnya
Orangtuanya yang mendengar teriakan anaknya itu langsung bergegas menuju sumber suara
itu. Dari kejauhan mereka melihat sesosok gadis kecil mereka telah berubah menjadi gadis
remaja yang beranjak dewasa dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. “Ada apa sih?
Kok teriak-teriak seperti itu?” sahut ibunya yang masih terlihat memakai celemek biru di
badannya
“Aku lulus bu, aku lulus pak” jawabnya sambil mendekati dan menciumi tangan ibunya lalu
berpindah menciumi tangan bapaknya “Alhamdulillah, terus bagaimana dengan nilai kamu
nak?” tanya bapaknya yang juga turut mengembangkan senyumannya
“Nilaiku memuaskan pak, dan ada satu berita lagi bu, pak” serunya
“Berita apa?” ucap ibu dan bapak hampir bersamaan
4. “Tak lama lagi anak kalian ini akan menjadi Mahasiswi Ekonomi Pembangunan bu, pak”
serunya lagi sambil memegang tangan kedua orangtuanya lagi
“Itu artinya kamu diterima di universitas itu nak?” Tanya ibunya. Ima pun hanya mengangguk
pelan tanda mengiyakan
“Alhamdulillah, bapak sama ibu bangga punya anak seperti kamu. Semoga kamu tidak
mengecewakan kita nantinya ya?” Senyuman lebar terukir di sudut bibir bapak, begitupun
dengan ibu. Mereka terlihat sangat senang
4 tahun kemudian
“Selamat ya nak, kamu sudah menjadi sarjana sekarang” ucap ibu disertai dengan tetesan air
mata bahagia yang menetes dari sudut matanya “Makasih bu, pak ini semua berkat kalian juga.
Kalian yang selalu menyemangati Ima hingga Ima bisa jadi seperti ini. Ima sangat senang
karena ibu sama bapak bisa mendampingi Ima wisuda”
“Iya nak, kamu sudah berhasil membuktikan kemampuanmu kepada orang-orang yang dulu
mencacimu. Sekarang mereka akan tau bagaimana hebatnya anak bapak yang satu ini” ucap
bapak sambil mencium kening anak semata wayangnya itu. Suasana menjadi sangat
mengharukan, semuanya pun ikut menangis.
Dua bulan setelah Ima menjadi Sarjana Ekonomi, dia pun kini bekerja di sebuah divisi
keuangan di salah satu perusahaan ternama di Surabaya. Gaji dari hasil kerjanya pun telah ia
kumpulkan, selama beberapa bulan uang itu sudah terkumpul cukup banyak. Tanpa basa-basi
lagi Ima pun memberikan uang dari hasil keringatnya kepada orangtuanya.
“Bu, Ima ada sedikit rezeki untuk ibu dan bapak” ucap Ima yang menghampiri ibunya di ruang
tamu sambil menyodorkan amplop berwarna coklat muda yang dari tadi dibawanya
“Kamu simpan saja uang ini, ini kan hasil kerja kamu nak” ucap ibu sambil mengembalikan
amplop itu lagi ke tangan Ima “Tidak bu, Ima ingin memberangkatkan ibu dan bapak untuk
umroh. Itu kan impian kalian sejak dulu? Sekarang Ima sudah bisa mewujudkan impian itu bu.
Ima bisa!” jawab Ima sambil menaruh amplop itu ke tangan ibunya lagi dan tangannya ikut
mendekap tangan ibunya yang bertujuan untuk menahannya supaya ibunya tidak
mengembalikan uang pemberiannya lagi. Hal yang tak disangka olehnya pun terjadi, kini
ibunya menangis di hadapannya. Iya, ibunya memang menangis, lebih tepatnya lagi menangis
bahagia. Setelah itu ibunya segera memberitahukan kepada suaminya bahwa sebentar lagi
mereka bisa menunaikan ibadah umroh. Atas kerja kerasnya selama ini akhirnya Ima bisa
membahagiakan kedua orangtuanya itu, ‘Akhirnya Ima bisa mewujudkan impian kalian,
5. senyumanmu adalah kebahagiaanku ibu… bapak…’ batin Ima yang sedang mengantarkan
keberangkatan kedua orangtuanya di bandara
TAMAT