SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  17
Keuangan Negara 1 | Ha l
KEGAGALAN PASAR, PENYEBABNYA DAN SOLUSINYA
TUGAS INI
DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
MATA KULIAH EKONOMI MIKRO
MEP-KP
Oleh :
Dadang Sudrajat
NPM.12.0.1.23.011
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
BANDUNG
2013
Keuangan Negara 2 | Ha l
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan hidayah-Nya
saya dapat menulis ini, dimana Makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian
Ujian Akhir Semester. Dan tentunya dalam penulisan makalah ini masih ada yang kurang sesuai
dengan apa yang diharapkan. Dan saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membagun
untuk memperbaiki tugas makalah dihari-hari kemudian.
Susunan ini saya susun berdasarkan hasil makalah yang saya lakukan dan mungkin makalh ini
belum sesempurna mungkin. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat
bagi kalangan siswa terutama bagi siswa/i secara umum dan sesuai dengan apa yang di harapkan
oleh Bapak/Ibu yang mengajar mata pelajaran ini.
Hormat saya,
Penulis
Keuangan Negara 3 | Ha l
1. Latar Belakang.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara pasca Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah
yang diikuti lahirnya UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara telah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebagaimana
dipahami UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 dan UU Perbendaharaan Negara nomor 1
tahun 2004 adalah untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai
dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi dan teknologi moderen.
UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara telah merubah sistem dan pola pengelolaan keuangan
negara. Sistem yang diusung dalam UU tersebut adalah sistem penganggaran berbasis kinerja
(performance budgeting system) yang menjadikan kinerja sebagai fokus sehingga seluruh potensi
harus diarahkan untuk mendukung agar kinerja yang diinginkan dapat tercapai. Sejalan dengan
ketentuan yang diatur dalam UU No.17 tahun 2003, Menteri Keuangan sebagai pembantu
Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO)
Pemerintah RI sedangkan setiap Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Chief Operacional Officer
(COO) untuk statu bidang tugas pemerintahan. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin
terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran, perlu
dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif yang diserahkan
kepada kementrian/lembaga dan pemegang kewenangan kebendaharaan yang diserahkan
kepada kementrian keuangan.
Dari pengamatan APBN tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan
pengalihan kewenangan administratif yang dulunya dilaksanakan oleh kementrian keuangan
kepada kementrian/lembaga menunjukkan sebagian besar mind set KPA masih berprinsip tolok
ukur keberhasilan diukur dari tingkat capaian disbursement (penyerapan) tanpa terlalu jauh
memperhatikan kualitas kinerjanya. Berdasarkan permasalahan di atas maka pada kinerja
aparatur negara, merasa perlu mengangkat permasalahan pengalihan kewenangan administratif
pada Kementrian/Lembaga khususnya dalam hal pelaksanaan pembayaran yang efisien dan
efektif .
Keuangan Negara 4 | Ha l
2. Tujuan
Dalam rangka mengemban misi reformasi dalam bidang keuangan negara yakni mewujudkan
pemerintahan yang bersih (clean governance) maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara (BUN) dan pejabat lainnya yang ditunjuk selaku Kuasa BUN bukanlah sekadar kasir yang
hanya melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran
penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, tetapi Menteri Keuangan selaku pengelola
keuangan dalam arti yang seutuhnya yaitu berfungsi sekaligus kasir,pengawas keuangan dan
manajer keuangan. Dikarenakan pelaksanaan tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006
menunjukkan belum berubahnya mind set KPA dan KPPN dalam mekanisme pelaksanaan
pembayaran APBN perlu dilakukan langkah-langkah konkrit mengendalikan pengelolaan
keuangan negara sesuai fungsi kementrian keuangan dalam arti seutuhnya : kasir, pengawas
keuangan dan manajer keuangan agar tercipta efisiensi biaya dan efektifitas dalam pelaksanaan
anggaran (cost effektiveness and operational efficiency) sehingga ada benang merah dalam siklus
anggaran (budget cycle) antara input, output dan outcome.
Rumusan Masalah
Cakupan permasalahan dalam pelaksanaan pemisahan kewenangan administrasi dan
kewenangan kebendaharaan adalah :
 Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan
fungsinya selaku pemegang kewenangan administratif (what and how the manager
manage);
 Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan (comptable) di kementrian keuangan (d.h.i
KPPN);
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA
dan KPPN;
 Usul penyempurnaan aturan atau prosedur kerja untuk menciptakan efisiensi biaya dan
efektifitas kinerja dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran sebagai bentuk
pengendalian keuangan negara .
Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang
 Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan
fungsinya
Keuangan Negara 5 | Ha l
 Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA
dan KPPN
LANDASAN TEORI
Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan pentingnya tiga
prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu :
Aggegate Fiscal Diopline, disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja negara
disesuaikan dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara
Acolative Effeciency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-sumber daya
keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat atau hasil) yang
diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/lembaga
Oprational Effeciancy, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk menghasilkan
output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan
Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational efficiency
dengan mengubah fokus dari kontrol pengeluaran pada input menjadi output dan memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada manajer untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya (Let’s the
manager manage). Pemberian kewenangan yang lebih besar pada manajer dilakukan untuk
melaksanakan kegiatan berorientasi pada hasil (output) dan manfaat (outcome)
1. Dasar Hukum Pembayaran
 UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negar
 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
 UU No.13 tahun 2005 tentang APBN TA.2006
 PP No.21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL
 Keppres No.42 tahun 2002 jtentang Pedoman Pelaksanaan APBN
 PMK No.134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan
Pembayaran APBN
 Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28-12-2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN
Keuangan Negara 6 | Ha l
2. Pembagian Kewenangan
Pasal 19 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ayat (1) menyebutkan bahwa
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Dalam pelaksanaannya pembayaran APBN tersebut
dilakukan oleh KPPN. Selanjutnya pada ayat (2) bahwa dalam rangka pelaksanaan pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara
berkewajiban untuk :
 Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
 Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah
pembayaran;
 Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
 Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
 Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kewajiban dalam rangka pelaksanaan pembayaran ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaan yaitu Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 pada pasal 11 sebagai
berikut :
 Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan
formal.
 Pengujian substantif dilakukan untuk:
 Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;
 Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk
dalam SPM tersebut;
 Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan,
Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);
 Menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat
lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan
pembayaran;
 Menguji faktur pajak beserta SSP-nya;
Pengujian formal dilakukan untuk:
 Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan;
Keuangan Negara 7 | Ha l
 Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; memeriksa
kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
Pada Pasal 7 ayat (2.c.) UU No.1/2004 bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara berwenang melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara. Sedangkan pada
penjelasan UU tersebut Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) bukanlah sekedar kasir yang
hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai
kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir,
pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan
hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan
fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat
pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern
yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas
antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang kewenangan
kebendaharaan (comptable).
3. Kewenangan Administratif (Ordonateur)
Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga.
Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya
yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan
pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan
realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang
timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Satu hal penting yang mendasar dalam penyempurnaan manajemen keuangan alah adanya
kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kementerian negara/lembaga dalam
mengelola program dan kegiatan yang ada dalam lingkup kerjanya dimana penganggaran
berdasarkan kinerja akan sangat membantu dalam penerapannya.
Penganggaran berdasarkan kinerja adalah penyusunan anggaran yang dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Indikator kinerja (performance
indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem penganggaran
Keuangan Negara 8 | Ha l
berdasarkan kinerja dalam rangka mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
sumberdaya.
Penganggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam
pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan antara beban kerja dan kegiatan terhadap biaya.
Secara lebih dalam, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung alokasi
anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk
menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan
penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan.
A.Pelaksanaan Reformasi di bidang Pembendaharaan.
Sebagaimana diketahui reformasi di bidang perbendaharaan mempunyai konsekuensi pada
pemisahan kewenangan administratif (ordonateur) dan kewenangan kebendaharaan (comptable).
Kewenangan administratif yang selama hampir 58 tahun berada di Kementrian Keuangan beralih
pada Kementrian/Lembaga sementara Kementrian Keuangan mempunyai kewenangan
kebendaharaan. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan APBN tahun 2005 dan triwulan pertama
tahun anggaran 2006 memberikan gambaran masih terdapat berbagai hambatan dalam
pelaksanaan anggaran yang efisien (operational efficeincy).
Permasalahan aktual dan krusial yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan yang
diemban KPPN sebagai ujung tombak dalam rangka pembayaran dana APBN adalah : Aspek
check and balance (saling uji) belum dapat dijalankan dengan baik sebagai konsekuensi
pemisahan fungsi orodonateur dan fungsi comptable dikarenakan faktor SDM yang masih belum
siap menjalankan amanat UU No.1/2004
Cara berpikir (mindset) jajaran Dit.Jen.Perbendaharaan (Kanwil DJPBN dan KPPN) yang sebagian
besar belum memahami bahwa telah terjadi perubahan dalam sistim pembayaran sebagaimana
telah diatur dalam UU No. 17/2003 dan UU No.1/2004 yakni diterapkannya sistem Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK)
Masih adanya perasaan berat hati melepaskan kewenangan administratif yang telah bertahun-
tahun melekat dan seolah menjadi ”bench mark” pegawai KPPN bahwa dalam pelaksanaan
pembayaran harus melakukan pengujian substantif yang kadang terjebak kepada pengujian formal
yakni aspek tujuan pembayaran (doelmatigheid). Contoh : Dikarenakan penulisan resume kontrak
yang kurang lengkap KPPN minta kontrak sebagai bahan pemeriksaan;
Keuangan Negara 9 | Ha l
Adanya perbedaan penafsiran dalam menterjemahkan peraturan pelaksanaan yang
mengakibatkan ketidakjelasan atau grey area bahkan menjadi blank area dan mendorong pada
satu tindakan yang mengarah pada pelayanan yang berbelit-belit. Contoh : Dalam hal pembayaran
Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata dalam SPTB tercantum
Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan ternyata dalam RKAKL
memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk dalam MAK 521219
Adanya pertentangan pemahaman satu produk aturan dan produk aturan lainnya menimbulkan
dilematika dalam pelaksanaan pengujian substantif atas perintah pembayaran contoh : pada pasal
19 ayat 2c UU No.1 tahun 2004 tentang pengendalian anggaran negara dan pasal 19 ayat 2
mengenai kewajiban bendahara umum negara serta penjelasan UU dimana fungsi komptabel tidak
sekedar sebagai kasir tapi termasuk sebagai pengawas keuangan. Dilain pihak pada Peraturan
Menteri Keuangan 96/2005 disebutkan bahwa Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian
anggarannya masing-masing yang juga dituangkan pada halaman pengesahan DIPA. Hal ini
berpengaruh pada kualitas pelayanan antar KPPN karena masing-masing mempunyai standar
pelayanan berdasarkan penafsiran dan pemahaman aturan-aturan tersebut
KPPN wajib membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan yang seharusnya
merupakan kewenangan administratif dan berada di Satker/KPA. Hal ini merupakan inkonsistensi
dalam penerapan pemisahan ordonateur dan comptable.
B. Pelaksanaan Kewenangan Administratif (Ordonateur) di KPA
Permasalahan yang dihadapi KPA dalam pelaksanaan fungsi administratif :
Permasalahan dalam DIPA misalnya : tidak tersedia MAK 511119 (Pembulatan) MAK 511124
(tunjangan fungsional), MAK 511125 (PPh Ps.21) menimbulkan dilematika pada KPPN untuk
melakukan pembayaran;
Adanya euforia (Let’s the manager manage) untuk melakukan pengeluaran sesuai keinginan
dengan berdalih pada Petunjuk Operasional Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk
menghabiskan dana yang tersedia dalam DIPA sehingga mengakibatkan penafsiran yang
menyimpang dari bagan perkiraan standar
Adanya kecenderungan melakukan pengadaan barang dan jasa dengan pembayaran Uang
Persediaan/ Tambahan UP khususnya untuk pekerjaan swakelola misalnya pada Dinas
Keuangan Negara 10 |
Ha l
Kimpraswil. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan izin TU dengan beraneka
alasan yang pada hakikatnya adalah keengganan KPA untuk melakukan pembayaran langsung;
Adanya kecenderungan melakukan perubahan/penambahan volume kegiatan yang pada
hakikatnya adalah untuk penyerapan dana, dengan mengalihkan dari kegiatan yang dirasa sulit
untuk melakukan pencairan dana. Indikator ini dapat dibuktikan banyaknya pengajuan revisi
kepada Kanwil DJPBN;
Belum adanya kesadaran para pengelola keuangan untuk menjadikan dan memiliki peraturan
tentang pengelolaan keuangan sebagai pegangan dan acuan kerja, dan lebih mengandalkan pada
konsultasi ke KPPN dimana kemampuan dan penguasaan peraturan teknis pegawai yang
melayani juga masih terbatas;
Belum adanya kemandirian para penanggung jawab fungsional (Bendahara, Penguji Tagihan dan
Penandatangan SPM) yang pada umumnya secara struktural merupakan pegawai bawahan
pembuat komitmen (Kabag Umum / Kasubag Umum/ Kasubag TU) yang dalam pelaksanaan
pekerjaannya berada dalam kendali dan atas perintah atau lebih extrim berada dalam “tekanan”
sesuai keinginan atasannya sehingga ada rasa enggan atau takut terjadinya conflict of interest;
Masih lemahnya kemampuan pejabat penerbit SPM dalam menterjemahkan DIPA serta RKA-KL
dan akibatnya pengujian tagihan dan pembebanan MAK/MAP tidak sesuai dengan substansi
pembayaran,
C. Faktor-faktor yang mempegaruhi pelaksanaan tugas
a. Faktor yang mendukung pelaksanaan tugas
Proses pengolahan data pelaksanaan APBN dilakukan secara elektronik didukung dengan aplikasi
program secara integrasi;
Adanya payung hukum yang mandiri dan mempunyai legimitasi yakni UU No.17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta
peraturan lainnya.
B. Faktor yang menghambat pelaksanaan tugas
Kemampuan SDM menjadi faktor utama terhambatnya pelaksanaan tugas dikarenakan di era
Teknologi Informasi maka pelaksanaan tugas menuntut adanya kemampuan di bidang pengolahan
Keuangan Negara 11 |
Ha l
data (komputer) disamping pengetahuan kewenangan kebendaharaan dan pengetahuan
kewenangan administratif yang standar
Pembinaan terhadap KPA masih dilakukan parsial dan seharusnya pembinaan dan bimbingan
teknis dilakukan secara komprehensf meliputi aspek otoriasasi, orodonansering, comptable,
akuntansi dan pengolahan data;
Kurangnya sosialisasi dalam bentuk GKM kepada lingkup internal (jajaran DJPBN);
Belum adanya payung hukum bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN untuk melakukan
pengawasan kepada satker pengguna atas pengelolaan keuangan negara khususnya ada temuan
kejanggalan atau indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh KPA;
Tidak adanya penghargaan (reward) dan sanksi (punishmen) atas kinerja pegawai;
Sarana dan prasarana berupa piranti komputer dan jaringan website untuk mendukung sistem
pembayaran yang belum memadai mengingat sarana yang ada sementara ini sudah tergolong
kuno dan tidak branded.
C. Usul Penyempurnaan Aturan Pelaksanaan Kewenangan Kebendaharaan
Dari pengamatan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan masih terdapat kelemahan khususnya efficiency operational yang dikhawatirkan justru
akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran program. Oleh karena itu diperlukan langkah-
langkah perbaikan sebagai berikut :
Perlu adanya aturan sebagai bentuk pembinaan sekaligus pengawasan atas pengelolaan
keuangan negara (post audit) oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN. Artinya apabila ada
kejanggalan atau ditemukan indikasi penyimpangan dalam perintah pembayaran maka
BUN/Kuasa BUN tetap menerbitkan SP2D, namun perlu dilakukan pembinaan secara tertulis atas
kesalahan/penyimpangan tersebut dengan tembusan kepada aparat pengawas fungsional. Produk
aturan yang diusulkan adalah dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan;
Diperlukan penyuluhan secara kontinyu kepada KPA agar mind set selaku pemegang kewenangan
administratif dapat dipahami dan diresapi. Untuk itu fungsi pembinaan pada Bidang PPKN dan
Bidang AKLAP perlu dirumuskan ulang agar pola pembinaan yang dilakukan benar-benar
komprehensif dan tepat guna sesuai reformasi manajemen keuangan pemerintah;
Keuangan Negara 12 |
Ha l
Perlu aturan tentang standar mutu layanan Kanwil DJPBN dan KPPN agar proses pengalihan
kewenangan administratif kepada KPA dapat berjalan dengan baik;
Dengan diberlakukan standar mutu layanan maka perlu adanya bentuk kompensasi yakni berupa
rangsangan (insentif) sebagai reward dan sebaliknya akan diberikan sanksi apabila ada
pelanggaran dalam pelayanan kepada mitra kerja;
KPPN tidak perlu lagi membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan (lampiran 14-3
PER-66/PB/2005) dikarenakan hal tersebut merupakan kewenangan administratif pada KPA;
Perlunya Bank Data Pegawai Negeri Sipil seluruh Indonesia agar file data jati diri PNS dapat
secara mudah diakses oleh seluruh unit pemakai mengingat di era IT semua data diproses secara
elektronik;
Diterapkan standar kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja
Dit.Jen.Perbendaharaan termasuk lingkup Kanwil DJPBN dan KPPN dikarenakan perubahan
dalam sistem penganggaran di era reformasi manajemen pemerintah menghendaki adanya
profesionalisme dan kompeten di bidang tugasnya;
Perlu percepatan peningkatan kompetensi pegawai di bidang otorisasi, ordonateur, akuntansi,
analisa pelaporan dan pengolahan data dengan indikator sasaran prosentase pegawai yang
mempunyai keahlian pada bidang tersebut dengan melaksanakan kegiatan on the job training
(pelatihan di tempat kerja) dan GKM dengan sisitim mentoring;
Perlu dirumuskan ulang prosedur kerja Kanwil DJPBN dan KPPN dalam hal :
• Pola pembinaan sistem akuntansi pemerintah yang komprehensif dan pengolahan data yang
integrasi dengan membetuk think thank dan DUKTEK di Kanwil DJPBN
Standardisasi kinerja KPPN :
a. Diterapkan pengamanan prosedur tetap pengamanan database
b. Ditentukan proses cut off
c. Dibentuk work shop untuk menanggulangi permasalahan aplikasi
d. Standar rekonsiliasi dalam rangka mutu pelayanan terhadap mitra kerja
e. Prosedur perbaikan data
Keuangan Negara 13 |
Ha l
D. Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah
Indikasi penyimpangan anggaran negara sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran pada sebagian kalangan politisi dan
masyarakat bahwa reformasi manajemen keuangan pemerintah tampaknya masih dalam batas
verbalisme politis. Sistem manajemen keuangan pemerintah dan aparat pelaksananya masih
belum mampu menggunakan uang rakyat secara bertanggung jawab. Sungguh ironis di tengah
pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas serta hutang negara yang semakin
membengkak, oknum aparat pemerintah masih melakukan tindakan tidak terpuji dengan
menyalahgunakan uang rakyat. Perilaku koruptif masa Orde Baru masih melekat kuat pada
sebagian aparat pemerintah.
Hasil temuan BPK tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: Apa yang salah dengan sistem
manajemen keuangan pemerintah kita? Apabila ternyata sistem manajemen keuangan pemerintah
kita terbukti memiliki kelemahan, apakah ada sistem manajemen keuangan pemerintah alternatif
yang mampu menekan penyimpangan dan pemborosan keuangan dan sumber daya negara?
Sistem manajemen keuangan pemerintah
Apa yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1995) dalam menggambarkan keadaan
manajemen keuangan pemerintah semasa Orde Baru tampaknya masih belum berubah secara
signifikan pada masa Orde Reformasi sekarang ini. Ia mengatakan bahwa manajemen keuangan
pemerintah sudah tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sebagai contoh, sistem pelaporan
keuangan, katanya "....sering hanya menunjukkan legalitas penggunaan biaya dan kurang
menunjukkan efisiensi penggunaan biaya tersebut". Sistem pelaporan keuangan yang
memungkinkan terjadinya distorsi informasi demikian tentunya sangat buruk bagi proses
pembuatan keputusan dan kebijakan pemerintah yang efektif di bidang manajemen aset dan
kewajiban (liabilities).
Dalam praktik manajemen keuangan pemerintah yang masih berlangsung sekarang ini, ada
kecenderungan dari oknum pejabat untuk menghabiskan sisa anggaran, baik anggaran rutin
maupun anggaran pembangunan (proyek), yang dikelolanya. Pejabat tersebut termotivasi oleh
insentif untuk menghabiskan sisa anggaran karena kalau sisa anggaran tersebut tidak dihabiskan
maka jumlah anggaran yang disetujui Departemen Keuangan untuk tahun berikutnya, baik yang
diusulkan dalam Daftar Usulan Kegiatan (DUK) maupun Daftar Usulan Proyek (DUP), akan lebih
kecil dari jumlah anggaran tahun sebelumnya.
Keuangan Negara 14 |
Ha l
Akibatnya, oknum pejabat tersebut merekayasa kegiatan untuk menghabiskan sisa anggaran dan
membuat laporan keuangan "yang seolah-olah benar" untuk menjustifikasi kegiatan tersebut.
Dalam sistem manajemen keuangan demikian tidak ada insentif bagi pengelola anggaran untuk
menghemat maupun mengelola anggaran tersebut secara efektif dan efisien.
Lemahnya manajemen pemerintahan khususnya manajemen keuangan, pemerintah yang
menstimulasi perbuatan koruptif demikian telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat
kepada lembaga pemerintah terutama pada lembaga pengawasan.
Apabila dilihat dari praktik pengelolaan keuangan negara, tampak jelas pemerintah menggunakan
"Cash Accounting System" (Sistem Akutansi Tunai-SAT). Penggunaan sistem ini dipertegas lagi
dalam Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
217/KMK.03/1990.
SAT hanya mencatat pos-pos penerimaan dan pengeluaran tunai. Dalam SK Menteri tersebut
ditegaskan bahwa mulai 1 April 1990 berlaku sistem baru untuk semua pembayaran atas beban
kepanjangan (APBN) yang disebut Sistem Pembayaran dengan Uang Yang Harus
Dipertanggungjawabkan (UYHD). Dalam sistem UYHD tampak jelas pencatatan hanya dilakukan
pada pembayaran tunai kegiatan jangka pendek, tidak memperhitungkan kewajiban jangka
panjang.
Seperti yang sudah lazim dalam praktik pembukuan dan akutansi pemerintah selama ini, SAT
yang digunakan pemerintah tidak mencatat aset dan kewajiban terutang baik dalam bentuk akun
yang terutang (account payable) maupun akun piutang (account receivable). Oleh karena itu, tidak
jelas dan sulit dilacak berapa nilai semua aset dan kewajiban yang dimiliki pemerintah.
Akibatnya, sistem pelaporan keuangan yang dihasilkan cenderung memberikan informasi yang
tidak lengkap dan menyesatkan. Keadaan demikian seringkali membuat keputusan dan kebijakan
publik yang berkaitan dengan aset dan kewajiban pemerintah, termasuk manajemen hutang salah
dan tidak efektif (policy defect). Kelemahan lain dari manajemen keuangan pemerintah selama ini
adalah adanya nonbujeter, yaitu dana di luar APBN yang berasal dari pendapatan bukan pajak.
Adanya pengalokasian dana yang bersifat nonbujeter yang penggunaannya tidak transparan dan
lemah mekanisme akuntabilitas publiknya jelas bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang
baik (good governance).
Berbeda dengan SAT, Sistem "Accrual Accounting" (SAA) bukan hanya mencatat nilai penerimaan
dan pembayaran tunai tetapi juga mencatat semua nilai aset dan kewajiban jangka panjang. Oleh
karena itu, dengan SAA semua aset dan kewajiban pemerintah akan terlihat dan terdeteksi.
Keuangan Negara 15 |
Ha l
Melalui pencatatan account payable dan account receivable, SAA secara sistematis membukukan,
dalam bentuk double entries, semua aset dan kewajiban pemerintah.SAA mengutamakan
pemenuhan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntablitas publik dalam manajemen keuangan
dan sumber daya negara.
Penerapan SAA adalah wujud pelaksaan good governance dalam manajemen keuangan dan
sumber daya (aset) negara. Namun demikian, efektivitas implementasi SAA tersebut tidak bisa
lepas dari apa yang kemudian dikenal dalam manajemen sektor publik moderen New Public
Management (NPM) sebagai korporasi manajemen pemerintahan (corporate government).
Sebagaimana layaknya dikenal dalam dunia bisnis swasta, dalam NPM pun diaplikasikan konsep
ownership (pemilikan), purchase (pembeli), shareholder (pemegang saham), dan custtomer
(pelanggan). NPM mengonstruksi organisasi pemerintah sebagai suatu korporasi. Masyarakat,
sebagai pembayar pajak (tax payer), adalah shareholder dari organisasi tersebut.
Masyarakat berhak tahu atas segala urusan dan manajemen organisasi pemerintah, termasuk
manajemen aset dan kewajiban. Pengurus organisasi tersebut wajib memberitahukan secara
transparan kepada masyarakat sebagai shareholder semua hal mengenai aset dan kewajiban
organisasi, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Menteri, sebagai pimpinan
tertinggi dari organisasi tersebut, harus bertanggung jawab dan akuntabel kepada masyarakat
mengenai semua hal menyangkut kemajuan dan manajemen organisasi.
Namun, SAA bukannya tanpa kekurangan. Kelemahannya adalah relatif tingginya biaya
admisitrasi dan transaksi (transaction cost). Dalam sistem ini setiap organisasi pemerintah
diwajibkan mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik. Artinya, dibutuhkan banyak
tenaga pemeriksa keuangan (auditor) profesional untuk menyiapkan dan mengaudit laporan
keuangan tersebut. Selain itu, efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan negara
sangat bergantung pada integritas moral dan keprofesionalan para operatornya.
Di sinilah profesi pemeriksa keuangan, baik ia sebagai pemeriksa keuangan internal maupun
eksternal (internal and external auditor) maupun pengelola keuangan pemerintah, memegang
peranan penting. Efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan pemerintah telah
dibuktikan oleh Pemerintah Selandia Baru. SAA telah memberikan kontribusi yang nyata dalam
menekan pemborosan anggaran sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran
tersebut.
SAA merupakan sistem manajemen keuangan alternatif yang dapat digunakan oleh pemerintah
Indonesia untuk mereformasi manajemen keuangannya. Sistem ini telah terbukti mampu
Keuangan Negara 16 |
Ha l
mengelola kekayaan negara secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Namun, hal yang
paling mendasar agar sistem tersebut bekerja dengan efektif adalah adanya kemauan politik
pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menerapkan sistem tersebut guna mewujudkan good
governance dalam manajemen keuangan pemerintah
Keuangan Negara 17 |
Ha l
DAFTAR PUSTAKA
 James K. Van Fleet, 1973, 22 Manajemen Keuangan, Jakarta:Mitra Usaha
 http://artikelrande.blogspot.com/2010/07/manajemen-keuangan.html
 Purwanto, Yadi, 2001, Manajemen Keuangan Pemerintah PT. Cendekia Informatika,
Jakarta
 W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional Books
 http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-keuangan.html

Contenu connexe

Tendances

Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negaraContoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negaraTerminal Purba
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraBPKP
 
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARA
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARAREVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARA
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARAMas CR
 
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARATINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARAAry Efendi
 
Resume hukum keuangan negara
Resume hukum keuangan negaraResume hukum keuangan negara
Resume hukum keuangan negaraNaufal Adzkieyha
 
UU_17_2003 Keuangan Negara
UU_17_2003 Keuangan NegaraUU_17_2003 Keuangan Negara
UU_17_2003 Keuangan NegaraAde ermawati
 
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHRAMASYAFARADI
 
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negaraS'yah Barus
 
Resume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearahResume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearahEka Arif
 
Modul keuangan negara
Modul keuangan negaraModul keuangan negara
Modul keuangan negarakppnpelaihari
 
Landasan Hukum Keuangan Negara
Landasan Hukum Keuangan Negara Landasan Hukum Keuangan Negara
Landasan Hukum Keuangan Negara Tatang Suwandi
 
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraUu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraAdi Kuntarto
 
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARAPEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARALily Herliana
 
06 pengelolaan-keuangan-negara
06 pengelolaan-keuangan-negara06 pengelolaan-keuangan-negara
06 pengelolaan-keuangan-negararajapontar
 
Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan NegaraPengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan NegaraSujatmiko Wibowo
 
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negaraasas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negaraAry Efendi
 
Perbendaharaan negara presentasi 6
Perbendaharaan negara presentasi 6Perbendaharaan negara presentasi 6
Perbendaharaan negara presentasi 6Maiya Maiya
 

Tendances (20)

Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negaraContoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negara
 
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARA
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARAREVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARA
REVIEW EKONOMI PUBLIK DAN KEUANGAN NEGARA
 
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARATINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA
TINJAUAN UMUM KEUANGAN NEGARA
 
Resume hukum keuangan negara
Resume hukum keuangan negaraResume hukum keuangan negara
Resume hukum keuangan negara
 
UU_17_2003 Keuangan Negara
UU_17_2003 Keuangan NegaraUU_17_2003 Keuangan Negara
UU_17_2003 Keuangan Negara
 
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
 
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara
01 tinjauan umum governance & pengelolaan keuangan negara
 
Resume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearahResume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearah
 
Modul keuangan negara
Modul keuangan negaraModul keuangan negara
Modul keuangan negara
 
Landasan Hukum Keuangan Negara
Landasan Hukum Keuangan Negara Landasan Hukum Keuangan Negara
Landasan Hukum Keuangan Negara
 
Keuangan negara
Keuangan negaraKeuangan negara
Keuangan negara
 
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negaraUu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
Uu no.17 thn 2003 tentang keuangan negara
 
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARAPEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
 
06 pengelolaan-keuangan-negara
06 pengelolaan-keuangan-negara06 pengelolaan-keuangan-negara
06 pengelolaan-keuangan-negara
 
Hukum Keuangan Negara
Hukum Keuangan NegaraHukum Keuangan Negara
Hukum Keuangan Negara
 
Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan NegaraPengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara
 
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negaraasas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara
asas asas umum dan prinsip pengelolaan keuangan negara
 
Perbendaharaan negara presentasi 6
Perbendaharaan negara presentasi 6Perbendaharaan negara presentasi 6
Perbendaharaan negara presentasi 6
 
Pengelolaan keuangan negara
Pengelolaan keuangan negaraPengelolaan keuangan negara
Pengelolaan keuangan negara
 

Similaire à Keuangan negara

Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahinggridkhairani
 
Pedoman penyusunan ABK
Pedoman penyusunan ABKPedoman penyusunan ABK
Pedoman penyusunan ABKMahmud Toha
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daerahaRian Saifulloh
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022Evan Evianto
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...CaeCaew
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdf
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdfSosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdf
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdfWidiastutiRiduan1
 
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022suryasaputro4
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptx
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptxSosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptx
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptxKharizaUmami1
 
Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Arbyn Dungga
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraMuhammad Rafi Kambara
 
Makalah psak 1 kerangka konseptual
Makalah psak 1 kerangka konseptualMakalah psak 1 kerangka konseptual
Makalah psak 1 kerangka konseptualSeptaria Seri
 
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIK
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIKBADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIK
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIKrohima _yesung
 
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...Penataan Ruang
 
230 pmk.05 2016_per
230 pmk.05 2016_per230 pmk.05 2016_per
230 pmk.05 2016_perSri Haryati
 
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptxSesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptxssuserffd8d5
 

Similaire à Keuangan negara (20)

Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
 
Pedoman penyusunan ABK
Pedoman penyusunan ABKPedoman penyusunan ABK
Pedoman penyusunan ABK
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdf
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdfSosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdf
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pdf
 
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022
Paparan Sosialisasi tentang PMK 210 Tahun 2022
 
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptx
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptxSosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptx
Sosialisasi PMK 210 Tahun 2022.pptx
 
96574220 manajemen-keuangan-pemerintah
96574220 manajemen-keuangan-pemerintah96574220 manajemen-keuangan-pemerintah
96574220 manajemen-keuangan-pemerintah
 
Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
 
Tugas fhartika
Tugas fhartikaTugas fhartika
Tugas fhartika
 
Modul anggaran berbasis kinerja (daerah)
Modul  anggaran berbasis kinerja (daerah)Modul  anggaran berbasis kinerja (daerah)
Modul anggaran berbasis kinerja (daerah)
 
Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)
 
Makalah psak 1 kerangka konseptual
Makalah psak 1 kerangka konseptualMakalah psak 1 kerangka konseptual
Makalah psak 1 kerangka konseptual
 
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIK
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIKBADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIK
BADAN LAYANAN UMUM-AKNT SEKTOR PUBLIK
 
Uu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 PjlsUu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 Pjls
 
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...
Permen PU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilita...
 
230 pmk.05 2016_per
230 pmk.05 2016_per230 pmk.05 2016_per
230 pmk.05 2016_per
 
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptxSesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
 

Keuangan negara

  • 1. Keuangan Negara 1 | Ha l KEGAGALAN PASAR, PENYEBABNYA DAN SOLUSINYA TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH EKONOMI MIKRO MEP-KP Oleh : Dadang Sudrajat NPM.12.0.1.23.011 SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA BANDUNG 2013
  • 2. Keuangan Negara 2 | Ha l KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan hidayah-Nya saya dapat menulis ini, dimana Makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Ujian Akhir Semester. Dan tentunya dalam penulisan makalah ini masih ada yang kurang sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membagun untuk memperbaiki tugas makalah dihari-hari kemudian. Susunan ini saya susun berdasarkan hasil makalah yang saya lakukan dan mungkin makalh ini belum sesempurna mungkin. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kalangan siswa terutama bagi siswa/i secara umum dan sesuai dengan apa yang di harapkan oleh Bapak/Ibu yang mengajar mata pelajaran ini. Hormat saya, Penulis
  • 3. Keuangan Negara 3 | Ha l 1. Latar Belakang. Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara pasca Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah yang diikuti lahirnya UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebagaimana dipahami UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 dan UU Perbendaharaan Negara nomor 1 tahun 2004 adalah untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi dan teknologi moderen. UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara telah merubah sistem dan pola pengelolaan keuangan negara. Sistem yang diusung dalam UU tersebut adalah sistem penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting system) yang menjadikan kinerja sebagai fokus sehingga seluruh potensi harus diarahkan untuk mendukung agar kinerja yang diinginkan dapat tercapai. Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No.17 tahun 2003, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah RI sedangkan setiap Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Chief Operacional Officer (COO) untuk statu bidang tugas pemerintahan. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran, perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif yang diserahkan kepada kementrian/lembaga dan pemegang kewenangan kebendaharaan yang diserahkan kepada kementrian keuangan. Dari pengamatan APBN tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan pengalihan kewenangan administratif yang dulunya dilaksanakan oleh kementrian keuangan kepada kementrian/lembaga menunjukkan sebagian besar mind set KPA masih berprinsip tolok ukur keberhasilan diukur dari tingkat capaian disbursement (penyerapan) tanpa terlalu jauh memperhatikan kualitas kinerjanya. Berdasarkan permasalahan di atas maka pada kinerja aparatur negara, merasa perlu mengangkat permasalahan pengalihan kewenangan administratif pada Kementrian/Lembaga khususnya dalam hal pelaksanaan pembayaran yang efisien dan efektif .
  • 4. Keuangan Negara 4 | Ha l 2. Tujuan Dalam rangka mengemban misi reformasi dalam bidang keuangan negara yakni mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance) maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya yang ditunjuk selaku Kuasa BUN bukanlah sekadar kasir yang hanya melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, tetapi Menteri Keuangan selaku pengelola keuangan dalam arti yang seutuhnya yaitu berfungsi sekaligus kasir,pengawas keuangan dan manajer keuangan. Dikarenakan pelaksanaan tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan belum berubahnya mind set KPA dan KPPN dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran APBN perlu dilakukan langkah-langkah konkrit mengendalikan pengelolaan keuangan negara sesuai fungsi kementrian keuangan dalam arti seutuhnya : kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan agar tercipta efisiensi biaya dan efektifitas dalam pelaksanaan anggaran (cost effektiveness and operational efficiency) sehingga ada benang merah dalam siklus anggaran (budget cycle) antara input, output dan outcome. Rumusan Masalah Cakupan permasalahan dalam pelaksanaan pemisahan kewenangan administrasi dan kewenangan kebendaharaan adalah :  Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan fungsinya selaku pemegang kewenangan administratif (what and how the manager manage);  Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan (comptable) di kementrian keuangan (d.h.i KPPN);  Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA dan KPPN;  Usul penyempurnaan aturan atau prosedur kerja untuk menciptakan efisiensi biaya dan efektifitas kinerja dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran sebagai bentuk pengendalian keuangan negara . Batasan Masalah Makalah ini hanya membahas tentang  Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan fungsinya
  • 5. Keuangan Negara 5 | Ha l  Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan  Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA dan KPPN LANDASAN TEORI Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan pentingnya tiga prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu : Aggegate Fiscal Diopline, disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja negara disesuaikan dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara Acolative Effeciency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-sumber daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/lembaga Oprational Effeciancy, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational efficiency dengan mengubah fokus dari kontrol pengeluaran pada input menjadi output dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada manajer untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya (Let’s the manager manage). Pemberian kewenangan yang lebih besar pada manajer dilakukan untuk melaksanakan kegiatan berorientasi pada hasil (output) dan manfaat (outcome) 1. Dasar Hukum Pembayaran  UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negar  UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara  UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara  UU No.13 tahun 2005 tentang APBN TA.2006  PP No.21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL  Keppres No.42 tahun 2002 jtentang Pedoman Pelaksanaan APBN  PMK No.134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Pembayaran APBN  Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28-12-2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN
  • 6. Keuangan Negara 6 | Ha l 2. Pembagian Kewenangan Pasal 19 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ayat (1) menyebutkan bahwa Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Dalam pelaksanaannya pembayaran APBN tersebut dilakukan oleh KPPN. Selanjutnya pada ayat (2) bahwa dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk :  Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;  Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;  Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;  Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;  Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kewajiban dalam rangka pelaksanaan pembayaran ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 pada pasal 11 sebagai berikut :  Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal.  Pengujian substantif dilakukan untuk:  Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;  Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;  Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);  Menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran;  Menguji faktur pajak beserta SSP-nya; Pengujian formal dilakukan untuk:  Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan;
  • 7. Keuangan Negara 7 | Ha l  Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan. Pada Pasal 7 ayat (2.c.) UU No.1/2004 bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara. Sedangkan pada penjelasan UU tersebut Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang kewenangan kebendaharaan (comptable). 3. Kewenangan Administratif (Ordonateur) Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Satu hal penting yang mendasar dalam penyempurnaan manajemen keuangan alah adanya kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kementerian negara/lembaga dalam mengelola program dan kegiatan yang ada dalam lingkup kerjanya dimana penganggaran berdasarkan kinerja akan sangat membantu dalam penerapannya. Penganggaran berdasarkan kinerja adalah penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Indikator kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem penganggaran
  • 8. Keuangan Negara 8 | Ha l berdasarkan kinerja dalam rangka mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya. Penganggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan antara beban kerja dan kegiatan terhadap biaya. Secara lebih dalam, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan. A.Pelaksanaan Reformasi di bidang Pembendaharaan. Sebagaimana diketahui reformasi di bidang perbendaharaan mempunyai konsekuensi pada pemisahan kewenangan administratif (ordonateur) dan kewenangan kebendaharaan (comptable). Kewenangan administratif yang selama hampir 58 tahun berada di Kementrian Keuangan beralih pada Kementrian/Lembaga sementara Kementrian Keuangan mempunyai kewenangan kebendaharaan. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan APBN tahun 2005 dan triwulan pertama tahun anggaran 2006 memberikan gambaran masih terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efisien (operational efficeincy). Permasalahan aktual dan krusial yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan yang diemban KPPN sebagai ujung tombak dalam rangka pembayaran dana APBN adalah : Aspek check and balance (saling uji) belum dapat dijalankan dengan baik sebagai konsekuensi pemisahan fungsi orodonateur dan fungsi comptable dikarenakan faktor SDM yang masih belum siap menjalankan amanat UU No.1/2004 Cara berpikir (mindset) jajaran Dit.Jen.Perbendaharaan (Kanwil DJPBN dan KPPN) yang sebagian besar belum memahami bahwa telah terjadi perubahan dalam sistim pembayaran sebagaimana telah diatur dalam UU No. 17/2003 dan UU No.1/2004 yakni diterapkannya sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) Masih adanya perasaan berat hati melepaskan kewenangan administratif yang telah bertahun- tahun melekat dan seolah menjadi ”bench mark” pegawai KPPN bahwa dalam pelaksanaan pembayaran harus melakukan pengujian substantif yang kadang terjebak kepada pengujian formal yakni aspek tujuan pembayaran (doelmatigheid). Contoh : Dikarenakan penulisan resume kontrak yang kurang lengkap KPPN minta kontrak sebagai bahan pemeriksaan;
  • 9. Keuangan Negara 9 | Ha l Adanya perbedaan penafsiran dalam menterjemahkan peraturan pelaksanaan yang mengakibatkan ketidakjelasan atau grey area bahkan menjadi blank area dan mendorong pada satu tindakan yang mengarah pada pelayanan yang berbelit-belit. Contoh : Dalam hal pembayaran Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata dalam SPTB tercantum Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan ternyata dalam RKAKL memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk dalam MAK 521219 Adanya pertentangan pemahaman satu produk aturan dan produk aturan lainnya menimbulkan dilematika dalam pelaksanaan pengujian substantif atas perintah pembayaran contoh : pada pasal 19 ayat 2c UU No.1 tahun 2004 tentang pengendalian anggaran negara dan pasal 19 ayat 2 mengenai kewajiban bendahara umum negara serta penjelasan UU dimana fungsi komptabel tidak sekedar sebagai kasir tapi termasuk sebagai pengawas keuangan. Dilain pihak pada Peraturan Menteri Keuangan 96/2005 disebutkan bahwa Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya masing-masing yang juga dituangkan pada halaman pengesahan DIPA. Hal ini berpengaruh pada kualitas pelayanan antar KPPN karena masing-masing mempunyai standar pelayanan berdasarkan penafsiran dan pemahaman aturan-aturan tersebut KPPN wajib membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan yang seharusnya merupakan kewenangan administratif dan berada di Satker/KPA. Hal ini merupakan inkonsistensi dalam penerapan pemisahan ordonateur dan comptable. B. Pelaksanaan Kewenangan Administratif (Ordonateur) di KPA Permasalahan yang dihadapi KPA dalam pelaksanaan fungsi administratif : Permasalahan dalam DIPA misalnya : tidak tersedia MAK 511119 (Pembulatan) MAK 511124 (tunjangan fungsional), MAK 511125 (PPh Ps.21) menimbulkan dilematika pada KPPN untuk melakukan pembayaran; Adanya euforia (Let’s the manager manage) untuk melakukan pengeluaran sesuai keinginan dengan berdalih pada Petunjuk Operasional Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk menghabiskan dana yang tersedia dalam DIPA sehingga mengakibatkan penafsiran yang menyimpang dari bagan perkiraan standar Adanya kecenderungan melakukan pengadaan barang dan jasa dengan pembayaran Uang Persediaan/ Tambahan UP khususnya untuk pekerjaan swakelola misalnya pada Dinas
  • 10. Keuangan Negara 10 | Ha l Kimpraswil. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan izin TU dengan beraneka alasan yang pada hakikatnya adalah keengganan KPA untuk melakukan pembayaran langsung; Adanya kecenderungan melakukan perubahan/penambahan volume kegiatan yang pada hakikatnya adalah untuk penyerapan dana, dengan mengalihkan dari kegiatan yang dirasa sulit untuk melakukan pencairan dana. Indikator ini dapat dibuktikan banyaknya pengajuan revisi kepada Kanwil DJPBN; Belum adanya kesadaran para pengelola keuangan untuk menjadikan dan memiliki peraturan tentang pengelolaan keuangan sebagai pegangan dan acuan kerja, dan lebih mengandalkan pada konsultasi ke KPPN dimana kemampuan dan penguasaan peraturan teknis pegawai yang melayani juga masih terbatas; Belum adanya kemandirian para penanggung jawab fungsional (Bendahara, Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM) yang pada umumnya secara struktural merupakan pegawai bawahan pembuat komitmen (Kabag Umum / Kasubag Umum/ Kasubag TU) yang dalam pelaksanaan pekerjaannya berada dalam kendali dan atas perintah atau lebih extrim berada dalam “tekanan” sesuai keinginan atasannya sehingga ada rasa enggan atau takut terjadinya conflict of interest; Masih lemahnya kemampuan pejabat penerbit SPM dalam menterjemahkan DIPA serta RKA-KL dan akibatnya pengujian tagihan dan pembebanan MAK/MAP tidak sesuai dengan substansi pembayaran, C. Faktor-faktor yang mempegaruhi pelaksanaan tugas a. Faktor yang mendukung pelaksanaan tugas Proses pengolahan data pelaksanaan APBN dilakukan secara elektronik didukung dengan aplikasi program secara integrasi; Adanya payung hukum yang mandiri dan mempunyai legimitasi yakni UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta peraturan lainnya. B. Faktor yang menghambat pelaksanaan tugas Kemampuan SDM menjadi faktor utama terhambatnya pelaksanaan tugas dikarenakan di era Teknologi Informasi maka pelaksanaan tugas menuntut adanya kemampuan di bidang pengolahan
  • 11. Keuangan Negara 11 | Ha l data (komputer) disamping pengetahuan kewenangan kebendaharaan dan pengetahuan kewenangan administratif yang standar Pembinaan terhadap KPA masih dilakukan parsial dan seharusnya pembinaan dan bimbingan teknis dilakukan secara komprehensf meliputi aspek otoriasasi, orodonansering, comptable, akuntansi dan pengolahan data; Kurangnya sosialisasi dalam bentuk GKM kepada lingkup internal (jajaran DJPBN); Belum adanya payung hukum bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN untuk melakukan pengawasan kepada satker pengguna atas pengelolaan keuangan negara khususnya ada temuan kejanggalan atau indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh KPA; Tidak adanya penghargaan (reward) dan sanksi (punishmen) atas kinerja pegawai; Sarana dan prasarana berupa piranti komputer dan jaringan website untuk mendukung sistem pembayaran yang belum memadai mengingat sarana yang ada sementara ini sudah tergolong kuno dan tidak branded. C. Usul Penyempurnaan Aturan Pelaksanaan Kewenangan Kebendaharaan Dari pengamatan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan masih terdapat kelemahan khususnya efficiency operational yang dikhawatirkan justru akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran program. Oleh karena itu diperlukan langkah- langkah perbaikan sebagai berikut : Perlu adanya aturan sebagai bentuk pembinaan sekaligus pengawasan atas pengelolaan keuangan negara (post audit) oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN. Artinya apabila ada kejanggalan atau ditemukan indikasi penyimpangan dalam perintah pembayaran maka BUN/Kuasa BUN tetap menerbitkan SP2D, namun perlu dilakukan pembinaan secara tertulis atas kesalahan/penyimpangan tersebut dengan tembusan kepada aparat pengawas fungsional. Produk aturan yang diusulkan adalah dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan; Diperlukan penyuluhan secara kontinyu kepada KPA agar mind set selaku pemegang kewenangan administratif dapat dipahami dan diresapi. Untuk itu fungsi pembinaan pada Bidang PPKN dan Bidang AKLAP perlu dirumuskan ulang agar pola pembinaan yang dilakukan benar-benar komprehensif dan tepat guna sesuai reformasi manajemen keuangan pemerintah;
  • 12. Keuangan Negara 12 | Ha l Perlu aturan tentang standar mutu layanan Kanwil DJPBN dan KPPN agar proses pengalihan kewenangan administratif kepada KPA dapat berjalan dengan baik; Dengan diberlakukan standar mutu layanan maka perlu adanya bentuk kompensasi yakni berupa rangsangan (insentif) sebagai reward dan sebaliknya akan diberikan sanksi apabila ada pelanggaran dalam pelayanan kepada mitra kerja; KPPN tidak perlu lagi membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan (lampiran 14-3 PER-66/PB/2005) dikarenakan hal tersebut merupakan kewenangan administratif pada KPA; Perlunya Bank Data Pegawai Negeri Sipil seluruh Indonesia agar file data jati diri PNS dapat secara mudah diakses oleh seluruh unit pemakai mengingat di era IT semua data diproses secara elektronik; Diterapkan standar kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja Dit.Jen.Perbendaharaan termasuk lingkup Kanwil DJPBN dan KPPN dikarenakan perubahan dalam sistem penganggaran di era reformasi manajemen pemerintah menghendaki adanya profesionalisme dan kompeten di bidang tugasnya; Perlu percepatan peningkatan kompetensi pegawai di bidang otorisasi, ordonateur, akuntansi, analisa pelaporan dan pengolahan data dengan indikator sasaran prosentase pegawai yang mempunyai keahlian pada bidang tersebut dengan melaksanakan kegiatan on the job training (pelatihan di tempat kerja) dan GKM dengan sisitim mentoring; Perlu dirumuskan ulang prosedur kerja Kanwil DJPBN dan KPPN dalam hal : • Pola pembinaan sistem akuntansi pemerintah yang komprehensif dan pengolahan data yang integrasi dengan membetuk think thank dan DUKTEK di Kanwil DJPBN Standardisasi kinerja KPPN : a. Diterapkan pengamanan prosedur tetap pengamanan database b. Ditentukan proses cut off c. Dibentuk work shop untuk menanggulangi permasalahan aplikasi d. Standar rekonsiliasi dalam rangka mutu pelayanan terhadap mitra kerja e. Prosedur perbaikan data
  • 13. Keuangan Negara 13 | Ha l D. Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah Indikasi penyimpangan anggaran negara sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran pada sebagian kalangan politisi dan masyarakat bahwa reformasi manajemen keuangan pemerintah tampaknya masih dalam batas verbalisme politis. Sistem manajemen keuangan pemerintah dan aparat pelaksananya masih belum mampu menggunakan uang rakyat secara bertanggung jawab. Sungguh ironis di tengah pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas serta hutang negara yang semakin membengkak, oknum aparat pemerintah masih melakukan tindakan tidak terpuji dengan menyalahgunakan uang rakyat. Perilaku koruptif masa Orde Baru masih melekat kuat pada sebagian aparat pemerintah. Hasil temuan BPK tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: Apa yang salah dengan sistem manajemen keuangan pemerintah kita? Apabila ternyata sistem manajemen keuangan pemerintah kita terbukti memiliki kelemahan, apakah ada sistem manajemen keuangan pemerintah alternatif yang mampu menekan penyimpangan dan pemborosan keuangan dan sumber daya negara? Sistem manajemen keuangan pemerintah Apa yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1995) dalam menggambarkan keadaan manajemen keuangan pemerintah semasa Orde Baru tampaknya masih belum berubah secara signifikan pada masa Orde Reformasi sekarang ini. Ia mengatakan bahwa manajemen keuangan pemerintah sudah tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sebagai contoh, sistem pelaporan keuangan, katanya "....sering hanya menunjukkan legalitas penggunaan biaya dan kurang menunjukkan efisiensi penggunaan biaya tersebut". Sistem pelaporan keuangan yang memungkinkan terjadinya distorsi informasi demikian tentunya sangat buruk bagi proses pembuatan keputusan dan kebijakan pemerintah yang efektif di bidang manajemen aset dan kewajiban (liabilities). Dalam praktik manajemen keuangan pemerintah yang masih berlangsung sekarang ini, ada kecenderungan dari oknum pejabat untuk menghabiskan sisa anggaran, baik anggaran rutin maupun anggaran pembangunan (proyek), yang dikelolanya. Pejabat tersebut termotivasi oleh insentif untuk menghabiskan sisa anggaran karena kalau sisa anggaran tersebut tidak dihabiskan maka jumlah anggaran yang disetujui Departemen Keuangan untuk tahun berikutnya, baik yang diusulkan dalam Daftar Usulan Kegiatan (DUK) maupun Daftar Usulan Proyek (DUP), akan lebih kecil dari jumlah anggaran tahun sebelumnya.
  • 14. Keuangan Negara 14 | Ha l Akibatnya, oknum pejabat tersebut merekayasa kegiatan untuk menghabiskan sisa anggaran dan membuat laporan keuangan "yang seolah-olah benar" untuk menjustifikasi kegiatan tersebut. Dalam sistem manajemen keuangan demikian tidak ada insentif bagi pengelola anggaran untuk menghemat maupun mengelola anggaran tersebut secara efektif dan efisien. Lemahnya manajemen pemerintahan khususnya manajemen keuangan, pemerintah yang menstimulasi perbuatan koruptif demikian telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga pemerintah terutama pada lembaga pengawasan. Apabila dilihat dari praktik pengelolaan keuangan negara, tampak jelas pemerintah menggunakan "Cash Accounting System" (Sistem Akutansi Tunai-SAT). Penggunaan sistem ini dipertegas lagi dalam Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990. SAT hanya mencatat pos-pos penerimaan dan pengeluaran tunai. Dalam SK Menteri tersebut ditegaskan bahwa mulai 1 April 1990 berlaku sistem baru untuk semua pembayaran atas beban kepanjangan (APBN) yang disebut Sistem Pembayaran dengan Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Dalam sistem UYHD tampak jelas pencatatan hanya dilakukan pada pembayaran tunai kegiatan jangka pendek, tidak memperhitungkan kewajiban jangka panjang. Seperti yang sudah lazim dalam praktik pembukuan dan akutansi pemerintah selama ini, SAT yang digunakan pemerintah tidak mencatat aset dan kewajiban terutang baik dalam bentuk akun yang terutang (account payable) maupun akun piutang (account receivable). Oleh karena itu, tidak jelas dan sulit dilacak berapa nilai semua aset dan kewajiban yang dimiliki pemerintah. Akibatnya, sistem pelaporan keuangan yang dihasilkan cenderung memberikan informasi yang tidak lengkap dan menyesatkan. Keadaan demikian seringkali membuat keputusan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan aset dan kewajiban pemerintah, termasuk manajemen hutang salah dan tidak efektif (policy defect). Kelemahan lain dari manajemen keuangan pemerintah selama ini adalah adanya nonbujeter, yaitu dana di luar APBN yang berasal dari pendapatan bukan pajak. Adanya pengalokasian dana yang bersifat nonbujeter yang penggunaannya tidak transparan dan lemah mekanisme akuntabilitas publiknya jelas bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik (good governance). Berbeda dengan SAT, Sistem "Accrual Accounting" (SAA) bukan hanya mencatat nilai penerimaan dan pembayaran tunai tetapi juga mencatat semua nilai aset dan kewajiban jangka panjang. Oleh karena itu, dengan SAA semua aset dan kewajiban pemerintah akan terlihat dan terdeteksi.
  • 15. Keuangan Negara 15 | Ha l Melalui pencatatan account payable dan account receivable, SAA secara sistematis membukukan, dalam bentuk double entries, semua aset dan kewajiban pemerintah.SAA mengutamakan pemenuhan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntablitas publik dalam manajemen keuangan dan sumber daya negara. Penerapan SAA adalah wujud pelaksaan good governance dalam manajemen keuangan dan sumber daya (aset) negara. Namun demikian, efektivitas implementasi SAA tersebut tidak bisa lepas dari apa yang kemudian dikenal dalam manajemen sektor publik moderen New Public Management (NPM) sebagai korporasi manajemen pemerintahan (corporate government). Sebagaimana layaknya dikenal dalam dunia bisnis swasta, dalam NPM pun diaplikasikan konsep ownership (pemilikan), purchase (pembeli), shareholder (pemegang saham), dan custtomer (pelanggan). NPM mengonstruksi organisasi pemerintah sebagai suatu korporasi. Masyarakat, sebagai pembayar pajak (tax payer), adalah shareholder dari organisasi tersebut. Masyarakat berhak tahu atas segala urusan dan manajemen organisasi pemerintah, termasuk manajemen aset dan kewajiban. Pengurus organisasi tersebut wajib memberitahukan secara transparan kepada masyarakat sebagai shareholder semua hal mengenai aset dan kewajiban organisasi, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Menteri, sebagai pimpinan tertinggi dari organisasi tersebut, harus bertanggung jawab dan akuntabel kepada masyarakat mengenai semua hal menyangkut kemajuan dan manajemen organisasi. Namun, SAA bukannya tanpa kekurangan. Kelemahannya adalah relatif tingginya biaya admisitrasi dan transaksi (transaction cost). Dalam sistem ini setiap organisasi pemerintah diwajibkan mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga pemeriksa keuangan (auditor) profesional untuk menyiapkan dan mengaudit laporan keuangan tersebut. Selain itu, efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan negara sangat bergantung pada integritas moral dan keprofesionalan para operatornya. Di sinilah profesi pemeriksa keuangan, baik ia sebagai pemeriksa keuangan internal maupun eksternal (internal and external auditor) maupun pengelola keuangan pemerintah, memegang peranan penting. Efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan pemerintah telah dibuktikan oleh Pemerintah Selandia Baru. SAA telah memberikan kontribusi yang nyata dalam menekan pemborosan anggaran sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran tersebut. SAA merupakan sistem manajemen keuangan alternatif yang dapat digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mereformasi manajemen keuangannya. Sistem ini telah terbukti mampu
  • 16. Keuangan Negara 16 | Ha l mengelola kekayaan negara secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Namun, hal yang paling mendasar agar sistem tersebut bekerja dengan efektif adalah adanya kemauan politik pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menerapkan sistem tersebut guna mewujudkan good governance dalam manajemen keuangan pemerintah
  • 17. Keuangan Negara 17 | Ha l DAFTAR PUSTAKA  James K. Van Fleet, 1973, 22 Manajemen Keuangan, Jakarta:Mitra Usaha  http://artikelrande.blogspot.com/2010/07/manajemen-keuangan.html  Purwanto, Yadi, 2001, Manajemen Keuangan Pemerintah PT. Cendekia Informatika, Jakarta  W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional Books  http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-keuangan.html